1
EVALUASI PENGEMBANGAN AREA UNTUK RELOKASI PERMUKIMAN
AKIBAT BENCANA LUMPUR LAPINDO MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
M. Rifai1, DR‐Ing. Ir. Teguh Hariyanto, Msc1, Inggit Lolita Sari, ST2 1Program Studi Teknik Geomatika, FTSP – ITS, Surabaya – 60111 2LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional), Jakarta
Abstrak:
Evaluasi lahan sering dilaksanakan untuk merespon atas perubahan penggunaan suatu lahan. Informasi dari evaluasi kesesuaian lahan tersebut merupakan salah satu masukan dalam proses perencanaan lahan.
Evaluasi pengembangan area untuk permukiman menggunakan beberapa parameter yaitu kemiringan lahan, kerawanan banjir, jarak dari jaringan jalan utama, jarak dari jaringan air bersih, jarak dari sistem drainase dan genangan, dan jarak dari lumpur lapindo. Evaluasi ini memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan citra SPOT 4 dan sistem informasi geografis.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan daerah atau kawasan‐kawasan yang dapat dioptimalkan sebagai area untuk permukiman. Secara garis besar, kelas kesesuaian lahan untuk permukiman daerah penelitian adalah 5695,81 ha atau 23,11% merupakan kelas S1 (sangat sesuai), 14108,85 ha atau 57,53% merupakan kelas S2 (cukup sesuai) dan 4721,60 ha atau 19,25% merupakan kelas S3 (sesuai marginal). Kelas kesesuaian lahan N1 (tidak sesuai saat ini) dan N2 (tidak sesuai permanen) tidak terdapat pada daerah penelitian. Daerah dengan kesesuaian lahan untuk permukiman yang sangat baik terdapat di kecamatan Krian yaitu seluas 1561,18 ha atau 47,99% merupakan kelas S1 (sangat sesuai), 1629,98 ha atau 50,11% merupakan kelas S2 (cukup sesuai) dan 61,82 ha atau 1,90% merupakan kelas S3 (sesuai marginal). Sedangkan daerah dengan kesesuaian lahan untuk permukiman yang cukup rendah terdapat di kecamatan Candi yaitu seluas 211,87 ha atau 4,94% merupakan kelas S1 (sangat sesuai), 3031,74 ha atau 70,72% merupakan kelas S2 (cukup sesuai), 1043,14 ha atau 24,33% merupakan kelas S3 (sesuai marginal). Kata kunci: Citra SPOT 4, Evaluasi Lahan, Kelas Kesesuaian Lahan, Permukiman , Sistem Informasi Geografi PENDAHULUAN Latar Belakang
Ketepatan dalam pemilihan lokasi untuk permukiman mempunyai arti yang penting dalam aspek keruangan karena akan menentukan tingkat keawetan bangunan, nilai ekonomis, dampak permukiman terhadap lingkungan di sekitarnya, atau bahkan dapat menyebabkan permukiman tersebut terkena bencana alam seperti tanah longsor, banjir dan erosi.
Bencana Lumpur Lapindo yang terjadi sejak tanggal 27 Mei 2006 di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur telah menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta mempengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Hingga bulan Mei 2007, luapan lumpur ini telah menggenangi sejumlah desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin, dengan total warga yang mengungsi sebelum
terjadinya ledakan gas pipa Pertamina sebanyak 2.605 KK (9.936 jiwa). Jumlah bangunan yang terendam lumpur sebanyak 10.590 unit dengan rincian: 10.426 tempat tinggal, 33 sekolah, 4 kantor, 31 pabrik, 65 rumah ibadah (8 masjid dan 57 musholla), 28 TPQ (termasuk 2 ponpes dan 1 panti), dan 3 lainnya tidak jelas (TPS‐LUSI, 2007).
Akibat bencana tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Sidoarjo merekonstruksi kawasan permukiman ke wilayah kecamatan Krian, Taman, Sukodono, Buduran, Sidoarjo dan Candi. Oleh sebab itu kebutuhan untuk melakukan evaluasi pengembangan area untuk permukiman di Kabupaten Sidoarjo dirasa sangat penting.
Perumusan Masalah
Perumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaplikasian Sistem Informasi Geografis dan pengolahan citra SPOT 4 agar bisa digunakan untuk mengevaluasi pengembangan area untuk permukiman di Kabupaten Sidoarjo.
2
Batasan Masalah
Batasan permasalahan dari penelitian Tugas Akhir ini adalah :
1. Penelitian ini dilakukan di sebagian wilayah Kabupaten Sidoarjo, yaitu kecamatan Krian, Taman, Sukodono, Buduran, Sidoarjo dan Candi.
2. Peta yang digunakan adalah peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) tahun 1999 dengan skala 1:25.000 terbitan BAKOSURTANAL (Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional). 3. Citra yang digunakan adalah citra SPOT 4
multispektral dan citra SPOT 4 pankromatik tahun 2009.
4. Pengolahan data spasial dan tabular menggunakan metode Sistem Informasi Geografis (SIG).
5. Parameter yang digunakan adalah Tata Guna Lahan, Genangan Air, Ketinggian, Jaringan Jalan, Jaringan Air Bersih, Sistem Drainase dan Lumpur Lapindo.
6. Metode yang digunakan untuk evaluasi adalah metode scoring.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelas kesesuaian lahan terhadap pengembangan area untuk permukiman kembali akibat bencana lumpur Lapindo di sebagian wilayah Kabupaten Sidoarjo.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah suatu informasi mengenai ketepatan dalam pemilihan lokasi untuk permukiman terhadap pengembangan area untuk permukiman di sebagian wilayah Kabupaten Sidoarjo.
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di daerah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia yang meliputi 6 kecamatan, yaitu: Krian, Taman, Sukodono, Buduran, Sidoarjo dan Candi. Gambar 1 Daerah Penelitian Peralatan Bahan Peralatan 1. Perangkat keras (Hardware) a. Notebook LENOVO Dual‐Core (Memori DDR 1 GB, Hardisk 160 GB) b. Printer Epson T20E
c. GPS Navigasi Garmin eTtrex H High Senitivity (Track log: 10.000 points, 10 saved tracks, High Senitivity receiver, Waterproof) 2. Perangkat lunak (Software)
a. Sistem Operasi Windows XP Profesional Version 2002 Service pack 2 b. Microsoft Word 2007 c. Microsoft Excel 2007 d. Autodesk Land Desktop 2004 e. ER Mapper 7.0 f. MatLab 7.0 g. ArcGIS 9.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Citra satelit SPOT 4 Multispektral dan Pankromatik Kabupaten Sidoarjo tahun 2009
2. Peta Rupa Bumi Digital Indonesia (RBI) Skala 1:25.000 tahun 1999
3. Peta Jaringan Jalan Kabupaten Sidoarjo skala 1:50.000 tahun 2009
4. Peta Tata Guna Lahan Kabupaten Sidoarjo skala 1:50.000 tahun 2009
5. Peta Jaringan Air Bersih Kabupaten Sidoarjo skala 1:50.000 tahun 2009
6. Peta Tinggi Kabupaten Sidoarjo skala 1:25.000
7. Peta Genangan Air Kabupaten Sidoarjo skala 1:50.000 tahun 2009
8. Peta Genangan Air Kabupaten Sidoarjo skala 1:20.000 tahun 2006
Tahapan Kegiatan Penelitian
Tahapan yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
3 Gambar 5 Diagram Pembuatan SIG Hasil dan Pembahasan Perhitungan Titik Kontrol (Strenght of Figure)
Kekuatan jaring titik kontrol dihitung dengan menggunakan perataan parameter (Abidin, 2002). Perhitungan kekuatan jaring titik kontrol dapat dilihat di bawah ini:
a. Perhitungan kekuatan jaring citra SPOT 4 (proses pansharpen) Jumlah titik : 5 Jumlah baseline : 8 N ukuran = baseline x 3 = 8 x 3 = 24 N parameter = titik x 3 = 5 x 3 = 15 U = N ukuran – N parameter = 24 – 15 = 8 Besar SoF A A = 0,0069
b. Perhitungan kekuatan jaring citra SPOT 4 (proses interpretasi) Jumlah titik : 13 Jumlah baseline : 28 N ukuran = baseline x 3 = 28 x 3 = 84 N parameter = titik x 3 = 13 x 3 = 39 U = N ukuran – N parameter = 84 – 39 = 45 Besar SoF A A = 0,00038986 Dari hasil perhitungan kekuatan jaring diatas didapatkan nilai kekuatan jaring citra SPOT 4 untuk proses pansharpen adalah 0,0069 dan 0,00038986 untuk proses interpretasi. Dalam hal ini semakin kecil bilangan faktor kekuatan jaring tersebut di atas, maka akan semakin baik konfigurasi jaringan dan sebaliknya (Abidin 2002).
Koreksi Geometrik
Koreksi geometrik pada tugas akhir ini dilakukan secara dua tahap, yaitu:
a. Tahap pansharpen
Pada tahap ini koreksi geometrik dilakukan dengan menggunakan acuan citra SPOT 4 pankromatik. Hasil koreksi geometrik pada citra SPOT 4 diperoleh nilai rata‐rata RMS sebesar 0,104. Sehingga pergeseran rata‐ rata setelah dilakukan rektifikasi adalah sebesar 0,104 x 20 m = 2,08 m. Nilai ini memenuhi batas toleransi yang disyaratkan untuk koreksi geometrik Citra SPOT 4 dengan resolusi 20 m toleransi kesalahan yang diperbolehkan adalah maksimal 1 piksel (20 m).
Tabel 1Koordinat GCP dan RMS error
No Koordinat citra (pixel) Koordinat UTM (m) RMS (pixel)
Cell x Cell y x y
1 679.026 4.972 665110.8 9202981 0.1277 2 140.996 2631.01 654352.5 9150471 0.0522 3 2914.007 3389.01 709802.6 9135314 0.1093 4 2549.163 306.988 702510.5 9196947 0.0682 5 1872.154 1702.01 688974.3 9169049 0.1608 b. Tahap interpretasi
Pada tahap ini koreksi geometrik dilakukan dengan menggunakan acuan peta RBI Bakosurtanal. Hasil koreksi geometrik pada citra SPOT 4 diperoleh nilai rata‐rata RMS sebesar 0,435. Sehingga pergeseran rata‐ rata setelah dilakukan rektifikasi adalah sebesar 0,435 x 10 m = 4,35 m. Nilai ini memenuhi batas toleransi yang disyaratkan untuk koreksi geometrik Citra SPOT 4 dengan resolusi 10 m toleransi kesalahan yang diperbolehkan adalah maksimal 1 piksel (10 m).
4
Tabel 2 Koordinat GCP dan RMS error
No. Koordinat citra (pixel) Koordinat UTM (m) RMS (pixel) Cell x Cell y x y
1 371.796 1762.62 661044 9176687 0.4128 2 1679.296 1245.2 674138.2 9181850 0.2713 3 1863.631 2295.27 675986.9 9171346 0.4668 4 2998.17 2877.92 687360 9165509 0.9706 5 4672.093 2804.83 704117.4 9166248 0.7611 6 4316.637 1352.41 700557.5 9180765 0.3821 7 3813.989 591.227 695518.1 9188382 0.0838 8 2515.449 840.109 682518.9 9185898 0.5717 9 2986.319 1683.63 687231.7 9177464 0.2702 10 1621.042 1696.41 673560.9 9177344 0.4667 11 3751.798 2034.17 694898.5 9173953 0.1889 12 2891.228 2208.95 686284.6 9172210 0.3037 13 3348.266 959.004 690849.8 9184707 0.5117 Uji Ketelitian
Ketelitian klasifikasi masuk dalam toleransi yang ditetapkan apabila KH atau ketelitian seluruh klasifikasi memiliki nilai diatas 80% (Anderson dalam Febrianto, 2006).
Pada cek lapangan kali ini, jumlah titik sampel sebanyak 92 titik untuk semua kelas yang terklasifikasi, didapatkan data 17 titik yang keliru dalam pengklasifikasiannnya. Sehingga dari data yang diperoleh, dapat dirumuskan menjadi: JSL : 92 JKI : 92 – 17 = 75 Maka : 100% 100% 81,52%
Sehingga dengan nilai 81,52%, maka klasifikasi dianggap benar karena memiliki nilai di atas 80%.
Klasifikasi Citra
Luas tutupan lahan daerah penelitian yang diperoleh dari hasil klasifikasi citra SPOT 4 tahun 2009 dapat dillihat pada tabel 3.
Total luas tutupan lahan tersebut mengalami perbedaan dengan luas daerah penelitian sebesar 40,59 ha. Hal ini disebabkan terjadinya penambahan luasan di wilayah pesisir terutama hutan mangrove yaitu sebesar 13,3 ha di wilayah kecamatan Buduran dan 27,56 ha di wilayah kecamatan Sidoarjo. Sedangkan untuk kecamatan yang lain disebabkan karena ada piksel dari citra yang tidak dapat diklasifikasikan secara digital oleh komputer.
Kemiringan Lahan
Pada daerah penelitian kemiringan 0 – 2% sangat mendominasi dengan prosentase 99,05%. Sedangkan kemiringan 2 – 8% hanya mempunyai prosentase 0,05% yang terletak di desa Krembangan dan Tawangsari kecamatan Taman. Dari hasil yang diperoleh terdapat perbedaan luas daerah penelitian sebesar 0,06 ha. Hal ini disebabkan karena ada piksel dari citra yang tidak dapat diklasifikasikan secara digital oleh komputer.
Tabel 4 Kemiringan Lahan
No. Kemiringan (%) Luas (Ha) Prosentase (%)
1 0 – 2 24513,46 99,95 2 2 – 8 12,74 0,05 3 8 – 30 0 0,00 4 30 – 45 0 0,00 5 > 45 0 0,00 Total 24526,20 100,00 Kerawanan Banjir Daerah yang mengalami genangan 2 – 4 jam terjadi di kecamatan Sidoarjo yaitu kelurahan Sidokumpul, Sidoklumpuk, dan Pucanganom,. Sedangkan genangan lebih dari 6 jam terjadi di kecamatan Candi (desa Summorame, Kedungpeluk, Kalipecabean, dan Klurak), kecamatan Sidoarjo (Sidokare , Blurukidul, dan Lebo), dan kecamatan Taman (Sidodadi, Bringinbendo, dan Sadang).
Tabel 5 Kerawanan Banjir
No. Kerawanan Banjir Luas (Ha) Luas (%) 1 Tidak pernah tergenang 24402,86 99,50 2 1 – 2 jam tergenang 0 0 3 2 – 4 jam tergenang 44,93 0,18 4 4 – 6 jam tergenang 0 0 5 > 6 jam tergenang 78,47 0.32 Total 24526,26 100,00 Jarak dari Jaringan Jalan Utama
Jarak terhadap jalan utama merupakan salah satu parameter yang berpengaruh terhadap akses dan kemudahan dalam pencapaian lokasi. Suatu daerah dapat dikatakan mempunyai aksesbilitas yang baik jika dekat dengan jalan utama. Jarak yang jauh terhadap jalan utama juga berpengaruh terhadap kelancaran pembangunan permukiman.
5 Tabel 6 Jarak dari Jaringan Jalan Utama No. Jarak dari jalan utama (km) Luas (Ha) Luas (%) 1 < 0,5 10905,10 44,46 2 0,5 – 1 4650,30 18,96 3 1 – 1,5 2351,86 9,59 4 1,5 – 2 1425,18 5,81 5 > 2 5193,82 21,18 Total 24526,26 100,00 Jarak dari Jaringan Air Bersih
Ketersediaan air bersih merupakan faktor yang sangat penting. Semakin dekat dengan jaringan air bersih maka kemungkinan untuk tersedianya air bersih menjadi besar. Tabel 7 Jarak dari Jaringan Air Bersih No. Jarak dari jaringan air bersih (km) Luas (Ha) Luas (%) 1 < 0,5 10461,83 42,66 2 0,5 – 1 5569,44 22,71 3 1 – 1,5 3412,25 13,91 4 1,5 – 2 1357,24 5,53 5 > 2 3725,50 15,19 Total 24526,26 100,00 Jarak dari Saluran dan Drainase
Drainase adalah suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan dan atau lahan sehingga fungsi kawasan tersebut tidak tergenang. (Suripin, 2004)
Suatu daerah dapat dikatakan mempunyai sistem drainase yang baik jika dekat dengan saluran dan drainase. Jarak yang jauh terhadap saluran dan drainase juga berpengaruh terhadap kenyamanan dan kualitas suatu permukiman.
Tabel 8 Jarak dari Saluran dan Drainase No. Jarak dari saluran dan drainase (km) Luas (Ha) Luas (%)
1 < 0,5 14872,53 60,64 2 0,5 – 1 6291,61 25,65 3 1 – 1,5 2069,12 8,44 4 1,5 – 2 926,17 3,78 5 > 2 366,83 1,49 Total 24526,26 100,00 Jarak dari Lumpur Lapindo
Jarak dari lumpur lapindo merupakan salah satu faktor penentu proses relokasi
permukiman dan pembangunan
berkelanjutan. Area yang berjarak semakin
dekat dengan lumpur lapindo merupakan daerah yang sangat rawan terhadap bencana. Semakin jauh jarak dengan lumpur lapindo maka daerah tersebut aman dari bencana.
Dari data hasil pengolahan dapat diketahui bahwa daerah penelitan berada pada jarak lebih dari 1,5 km dan merupakan daerah yang aman dari bencana lumpur lapindo.
Tabel 9 Jarak dari Lumpur Lapindo
No. Jarak dari lumpur lapindo (km) Luas (Ha) Luas (%)
1 < 0,5 0 0 2 0,5 – 1 0 0 3 1 – 1,5 0 0 4 1,5 – 5 2192,39 8,94 5 > 5 22333,97 91,06 Total 24526,26 100,00 Kesesuaian Lahan untuk Permukiman
Berdasarkan hasil overlay dari ke‐6 kriteria yang dipakai untuk evaluasi pengembangan area untuk permukiman dapat diketahui bahwa kesesuian lahan untuk permukiman daerah penelitian berada pada kelas S1, S2 dan S3.
Luas tiap kelas kesesuaian lahan tata guna lahan untuk permukiman per kecamatan dapat dilihat pada tabel 10.
Dari tabel 10 dapat diketahui bahwa kelas kesesuaian lahan untuk permukiman per kecamatan didominasi oleh kelas S2 (cukup sesuai) dengan prosentase rata‐rata 57,53%. Kecamatan Krian dan Taman merupakan wilayah dengan kelas kesesuaian lahan untuk permukiman yang baik. Hal ini terihat jelas dari kelas kesesuaian lahan untuk permukimannya dimana kelas S1 (sangat sesuai) dan S2 (cukup sesuai) sudah seimbang dan dominan daripada kelas S3 (sesuai marginal).
Kesesuaian Lahan Permukiman Terkini
Penilaian kesesuaian lahan permukiman terkini dilakukan dengan men‐overlay‐kan peta kesesuaian lahan untuk permukiman dengan peta tutupan lahan. Dari hasil analisa dengan fungsi overlay dapat diketahui bahwa permukiman daerah penelitian termasuk dalam kelas S1 (sangat sesuai), S2 (cukup sesuai), dan S3 (sesuai marginal).
Luas tiap kelas kesesuaian lahan tata guna lahan untuk permukiman per kecamatan dapat dilihat pada tabel 11.
6 Dari data diatas dapat diketahui bahwa luas
lahan permukiman yang paling besar per tanggal 5 Juli 2009 terdapat di kecamatan Sidoarjo dengan kelas kesesuaian lahan untuk permukiman S1 (sangat sesuai) sebesar 46,12%. Sedangkan luas lahan permukiman yang paling rendah terdapat di kecamatan Buduran. Hal ini terjadi karena 46,48% wilayah kecamatan Buduran adalah berupa tambak dan 20,74% merupakan sawah. Kecamatan Krian mempunyai kelas kesesuaian lahan permukiman terkini yang sangat baik dibandingkan lainnya. Hal ini terbukti bahwa kelas kesesuaian lahan S3 dibawah 0,05% dan kelas kesesuaian lahan S1 (sangat sesuai) dengan S2 (cukup sesuai) sudah hampir seimbang.
Kesesuaian Lahan Tata Guna Lahan untuk Permukiman
Penilaian kesesuaian lahan tata guna lahan dilakukan dengan men‐overlay‐kan peta kesesuaian lahan untuk permukiman dengan peta tata guna lahan. Dari hasil analisa dengan fungsi overlay dapat diketahui bahwa permukiman daerah penelitian termasuk dalam kelas S1 (sangat sesuai), S2 (cukup sesuai), dan S3 (sesuai marginal).
Luas tiap kelas kesesuaian lahan tata guna lahan untuk permukiman per kecamatan dapat dilihat pada tabel 12.
Dari tabel kesesuaian lahan tata guna lahan untuk permukiman diatas dapat diketahui bahwa luas lahan permukiman yang paling besar terdapat di kecamatan Sukodono. Sedangkan luas lahan permukiman yang paling rendah terdapat di kecamatan Buduran. Peningkatan lahan permukiman yang paling besar terjadi di kecamatan Sukodono sebesar 148,21%. Sedangkan peningkatan lahan untuk permukiman yang paling rendah terdapat di kecamatan Taman sebesar 19,32%.
Kesimpulan
1. Nilai SoF untuk tahap pansharpen adalah 0,0069 dan 0,00038986 untuk tahap interpretasi. Nilai SoF tersebut memenuhi batas toleransi yang diberikan yaitu mendekati nol.
2. Nilai rata‐rata RMS error untuk tahap pansharpen adalah 0,104 dan 0,435 untuk tahap interpretasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai pergeseran pada saat rektifikasi adalah 0,104 x 20 m = 2,08 m dan 0,435 x 10 m = 4,35 m. Nilai terebut memenuhi batas
toleransi yang diberikan yaitu 1 pixel (20 m ) dan 1 pixel (10 m).
3. Hasil uji ketelitian klasifikasi citra sebesar 81,52% sehingga klasifikasi dianggap benar yaitu ≥ 80%.
4. Luas kelas kesesuaian lahan untuk permukiman daerah penelitian yang paling besar adalah S2 (cukup sesuai) sebesar 14108,85 ha yang merupakan 57,53% dari luas daerah penelitian.
5. Kelas kesesuaian lahan untuk permukiman terkini daerah penelitian yang paling besar adalah S2 (cukup sesuai) sebesar 4490,95 ha yang merupakan 61,99% dari luas seluruh permukiman daerah penelitian.
6. Kelas kesesuaian lahan tata guna lahan untuk permukiman pada daerah penelitian yang terbesar adalah S2 (cukup sesuai) sebesar 8773,58 yang merupakan 71,25% dari luas seluruh permukiman daerah penelitian. 7. Kelas kesesuaian lahan N1 (tidak sesuai saat
ini) dan N2 (tidak sesuai permanen) tidak terdapat pada daerah penelitian sehingga secara umum sesuai untuk permukiman.
Saran
1. Penggunaan citra yang tidak mengalami kerusakan/streapping akan mempermudah pengolahan citra.
2. Pemerataan pembangunan sangat perlu dilakukan untuk menghindari ketimpangan ekonomi dan sosial.
Daftar Putaka
Abidin, HZ., Jones, A dan Kahar, J. 2002. Survei
Dengan GPS. Jakarta: Pradnya Paramita.
Asian Development Bank. 1999. Buku Panduan Tentang Pemukiman Kembali Suatu Petunjuk Praktis. Manila. Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Sidoarjo, <URL: http://www.bappekab.sidoarjokab.go.id>. Dikunjungi pada tanggal 11 Pebruari 2009, jam 11.30 WIB. FAO, 1976. A Framework For Land Evalution. Rome. FAO, 1996. Guidlines For Land‐Use Planning. Rome Garmin Etrex H High Sensitivity,
<URL:http://www.realoutdoors.co.uk/acatalog/ GARMIN_ETREX.html>. Dikunjungi pada tanggal 24 Nopember 2009, jam 10.30 WIB.
GIS Consortium Aceh Nias. 2007. Modul Pelatihan Arc GIS Tingkat Dasar. Aceh Nias : GIS Consortium Aceh Nias.
Hertanadi, Y. 2004. Aplikasi Untuk Kesesuaian Lahan Guna Kepentingan Pengembangan Wilayah Pesisir Dengan Menggunakan Metode Scoring
7 (Daerah Studi Pantai Timur Surabaya). Skripsi
Program Studi Teknik Geodesi FTSP‐ITS, Surabaya.
Hudayana, AW. 2005. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Permukiman di Kota Surabaya Menggunakan Metode Simple Additive Weighting (SAW) Berbasis Sistem Inforrmasi Geografis. Skripsi Program Studi Teknik Geodesi FTSP‐ITS, Surabaya.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. 2006. Modul Pembuatan Peta Citra Satelit dan Peta Tematik. Jakarta.
Masita, D. 2008. Aplikasi Teknologi Penginderaan Jauh
Dan Sistem Informasi Geografi Untuk
Pemantauan Tutupan Lahan Dan Kualitaas Lingkungan Dampak Lumpur Lapindo Di Kabupaten Sidoarjo. Tugas Akhir Program Studi Teknik Geomatika FTSP‐ITS, Surabaya.
Prahasta, E. 2005. Konsep‐konsep Dasar Sistem Informasi Geografi. Bandung: Informatika. Sari, IL., Purwoko dan Kartasasmita, M. 2009. Koreksi
Geometri Level 2B Data SPOT Bersudut (Pandang) Sensor Kecil. Jakarta: Lapan.
Sastra, MS. dan Marlina, E. 2006. Perencanaan Dan Pengembangan Perumahan. Yogyakarta: Andi. Sidoarjo Google Satellite Map,
<URL:http://www.maplandia.com/indonesia/ja wa‐timur/sidoarjo>. Dikunjungi pada tanggal 11 Pebruari 2009, Jam 11.00 WIB.
Wawan. 2007. Data Korban Lumpur Lapindo, <URL:http://pks‐sidoarjo.org/info‐lumpur‐ lapindo/data‐korban‐lumpur‐lapindo.htm>. Dikunjungi pada tanggal 16 Mareti 2009, jam 11.00 WIB.
Wikipedia, 2009. Banjir lumpur panas Sidoarjo dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, <URL:http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_lumpur
_panas_Sidoarjo>. Dikunjungi pada tanggal 11 Pebruari 2009, jam 12.00 WIB.
Wit, PD., Verheye, W. 2008. Land Use Planning For Sustainable Development. Belgium.
8
Tabel 4 Tutupan Lahan per Kecamatan Penutup Lahan
Kecamatan
Total Krian Taman Sukodono Buduran Sidoarjo Candi
Luas Tutupan Lahan (Ha) Sungai 41,68 36,07 20,86 27,89 80,36 34,49 241,35 Jalan 19,43 33,49 27,20 3,36 8,58 13,67 105,73 Kebun 138,25 125,75 139,61 43,84 63,65 98,55 609,65 Industri 198,80 360,72 28,58 191,44 11,17 37,45 828,16 Lahan Kosong 91,11 46,00 55,39 138,16 133,27 27,94 491,87 Pematang 0 0 0 215,86 400,08 108,78 724,72 Tegalan 7,65 12,86 18,66 71,64 72,75 10,68 194,24 Hutan Mangrove 0 0 0 21,50 53,02 0 74,52 Permukiman 1000,08 1481,41 1123,59 724,94 1649,97 1266,00 7245,99 Sawah 1755,53 1043,39 1869,43 910,46 783,42 1509,7 7871,93 Tambak 0 0 0 2029,44 2970,13 1179,12 6178,69 Total 3252,53 3139,69 3283,32 4378,53 6226,40 4286,38 24566,85 Tabel 10 Kesesuaian Lahan untuk Permukiman No Kecamatan Kelas Kesesuaian Lahan Total Kelas Kesesuaian Lahan Total S1 S2 S3 N1 N2 S1 S2 S3 N1 N2 Luas Kesesuaian Lahan (Ha) Luas Kesesuaian Lahan (%) 1 Krian 1561,18 1629,98 61,82 0 0 3252,98 47,99 50,11 1,90 0 0 100,00 2 Taman 1363,77 1705,97 69,68 0 0 3139,42 43,44 54,34 2,22 0 0 100,00 3 Sukodono 857,97 2391,81 33,26 0 0 3283,04 26,13 72,85 1,01 0 0 100,00 4 Buduran 547,15 2442,13 1375,95 0 0 4365,23 12,53 55,95 31,52 0 0 100,00 5 Sidoarjo 1153,87 2907,22 2137,75 0 0 6198,84 18,61 46,90 34,49 0 0 100,00 6 Candi 211,87 3031,74 1043,14 0 0 4286,75 4,94 70,72 24,33 0 0 100,00 Total 5695,81 14108,85 4721,60 0 0 24526,26 23,22 57,53 19,25 0 0 100,00 Tabel 11 Kesesuaian Lahan untuk Permukiman Terkini No Kecamatan Kelas Kesesuaian Lahan Total Kelas Kesesuaian Lahan Total S1 S2 S3 N1 N2 S1 S2 S3 N1 N2 Luas Kesesuaian Lahan (Ha) Luas Kesesuaian Lahan (%) 1 Krian 579,30 420,00 0,52 0,00 0,00 999,82 57,94 42,01 0,05 0,00 0,00 100,00 2 Taman 589,62 836,41 54,98 0,00 0,00 1481,01 39,81 56,48 3,71 0,00 0,00 100,00 3 Sukodono 364,13 736,96 22,32 0,00 0,00 1123,41 32,41 65,60 1,99 0,00 0,00 100,00 4 Buduran 221,90 498,74 4,22 0,00 0,00 724,86 30,61 68,81 0,58 0,00 0,00 100,00 5 Sidoarjo 760,93 888,98 0,06 0,00 0,00 1649,97 46,12 53,88 0,00 0,00 0,00 100,00 6 Candi 122,28 1109,86 33,86 0,00 0,00 1266,00 9,66 87,67 2,67 0,00 0,00 100,00 Total 2638,16 4490,95 115,96 0,00 0,00 7245,07 36,41 61,99 1,60 0,00 0,00 100,00 Tabel 12 Kesesuaian Lahan Tatat Guma Lahan untuk Permukiman No Kecamatan Kelas Kesesuaian Lahan Total Kelas Kesesuaian Lahan Total S1 S2 S3 N1 N2 S1 S2 S3 N1 N2 Luas Kesesuaian Lahan (Ha) Luas Kesesuaian Lahan (%) 1 Krian 839,34 906,47 0,12 0 0 1745,93 48,07 51,92 0,01 0 0 100,00 2 Taman 435,46 1262,40 69,24 0 0 1767,10 24,64 71,44 3,92 0 0 100,00 3 Sukodono 740,31 2016,42 31,71 0 0 2788,44 26,55 72,31 1,14 0 0 100,00 4 Buduran 306,58 895,65 12,49 0 0 1214,72 25,24 73,73 1,03 0 0 100,00 5 Sidoarjo 831,36 1376,02 0,06 0 0 2207,44 37,66 62,34 0,00 0 0 100,00 6 Candi 154,95 2316,62 118,46 0 0 2590,03 5,98 89,44 4,57 0 0 100,00 Total 3308 8773,58 232,08 0 0 12313,66 26,86 71,25 1,88 0 0 100,00
9 Peta Kemiringan Peta Kerawanan Banjir Peta Jarak dari Jaringan Jalan Utama Peta Jarak dari Jaringan Air Bersih Peta Jarak dari Saluran dan Drainase Peta Jarak dari Lumpur Lapindo Peta Kesesuaian Lahan Untuk Permukiman Peta Kesesuaian Lahan Untuk Permukiman Terkini per 5 Juli 2009 Peta Kesesuaian Lahan Tata Guna Lahan Untuk Permukiman Peta Tutupan Lahan