• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA. Dale and McLaughlin, 1999: Land Administration, Oxford Press, New York, USA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR PUSTAKA. Dale and McLaughlin, 1999: Land Administration, Oxford Press, New York, USA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulharis, R., 2005: Land Administration in Post Disaster Areas: The Case Study of Banda Aceh, Indonesia, M.Sc Thesis, Delft, Delft University of Technology

Abdulharis, R., Sarah, K., Hendriatiningsih, S. and Hernandi, A., 2007: The Initial Model of Assimilation of the Customary Land Tenure System into Indonesian Land Tenure System: The Case of Kasepuhan Ciptagelar, West Java, Indonesia, Hong Kong SAR, FIG Working Week 2007

Dale and McLaughlin, 1999: Land Administration, Oxford Press, New York, USA

Harsono, Boedi., 1997: Hukum Agraria Indonesia, Jakarta, Penerbit Djambatan

Hernandi, Andri., 2005: Ekspedisi Geografi Indonesia 2005 “Gunung Halimun-Pelabuhan Ratu”, Bogor, Bakosurtanal.

Hurgronje, Snouck., 1894: De Atjehers, Vol. II, Leiden

Hurgronje, Snouck., 1924: Verspreide Geschriften, Jilid IV, Bonn: Kurt Schroeder

Irwansyah, Ruly., 2008: Tata Cara Pembagian atau Pengkaplingan Tanah Dalam Sistem Pertanahan Menggunakan Hukum Adat di Kasepuhan Ciptagelar, Tugas Akhir Mahasiswa Sarjana Teknik Geodesi dan Geomatika, Bandung.

J.F. Holleman, dan Van Vollenhoven., 1981: Indonesian Adat Law

Kartasapoetra, G, et al., 1991: Hukum Tanah “Jaminan UUPA bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tanah”, Jakarta, PT Rineka Cipta

Kusmara, 2007: Komunikasi Pribadi, Taman Nasional Gunung Halimun – Salak. Parungkuda, Sukabumi

Muhtar, 2007: Komunikasi Pribadi, Desa Sirnaresmi. Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi

Peranginangin, Effendi., 1979: Hukum Agraria I,Jakarta, Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Republik Indonesia, 1945: Undang - undang dasar Negara Republik Indonesia, Sekretariat Negara, Jakarta

Republik Indonesia, 1960: Undang - undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Sekretariat Negara, Jakarta

(2)

Republik Indonesia, 1999: Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, Sekretariat Negara, Jakarta

Ruchiyat, Eddy., 1999: Politik Pertanahan Nasional Sampai Orde Reformasi, Bandung, Penerbit Alumni

Soemadiningrat, Otje Salman., 2002:Rekonseptualisasi Hukum Adat Kontemporer, Bandung, Penerbit Alumni

Soepomo, R., 1959: Kedudukan Hukum Adat di Kemudian Hari, Jakarta, Pustaka Rakyat

Suganda, Her., 2006: Kampung Naga Mempertahankan Tradisi, Bandung, PT. Kiblat Buku Utama

Suparwati, Titiek., Pribadi, Ryan., 2006: Ekspedisi Geografi Indonesia 2006 “Pangandaran-Tangkubanparahu”, Bogor, Bakosurtanal.

Vollenhoven, Van., 1913: Het Adratrecht van Netherland Indie, Leiden

Vollenhoven, Van., 1918: Adatrecht v Ned. Indie, Jilid I, Leiden.

Wisudawanto, W. E., 2008: Tata Cara dan Aturan Penentuan Batas Wilayah Adat Berdasarkan Hukum Adat, Tugas Akhir Mahasiswa Sarjana Teknik Geodesi dan Geomatika, Bandung.

(3)
(4)

LAMPIRAN 1

KESIMPULAN HASIL WAWANCARA DI KASEPUHAN CIPTAGELAR

 

Narasumber : Pak Muchtar (Ketua RT di Kampung Nangerang, Desa Sirnasari ) Apakah di Kampung Nangerang masih termasuk dalam Kasepuhan Ciptagelar?

Kampung Nangerang masih termasuk dalam Kasepuhan Ciptagelar, tetapi sudah sedikit memudar mungkin bisa dikarenakan adanya modernisasi atau pengaruh dari luar yang membuat aturan adat di daerah tersebut sedikit berbeda.

Apa saja aturan – aturan dalam mengguanakan sebidang tanah?

Tidak boleh menempati lokasi – lokasi yang dilarang, seperti : Lemah gunting, sirah cai, dan pamatangan

Apa yang dijadikan batas tanah (rumah)?

Yang dijadikan batas tanah (rumah) yaitu pohon hanjuang

Mengapa menggunakan pohon hanjuang sebagai batas?

Karena pohon Hanjuang batangnya tegak, tidak terlalu besar, dan jika sudah ditebang maka suatu saat pasti akan tumbuh kembali.

Bagaimana dengan batas sawah, apakah ada batasnya juga? Batas sawah yaitu berupa pematang sawah.

Apakah tanah di kampung Nagerang sudah ada yang bersertifikat? Ada beberapa warga yang sudah memilki sertifikat

Apakah bapak Muhtar juga mempunyai sertifikat?

Rumah saya tidak bersertifikat, tetapi sudah memiliki blangko Untuk apa blangko tersebut?

(5)

Blangko merupakan bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Kepada siapa warga mengajukan untuk pembuatan sertifikat atau mendapatkan blangko? Semua urusan tersebut diserahkan pada Kepala desa

Apakah kampung Nangerang termasuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS)

Kampung Nangerang bukan termasuk kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak karena masih di luar batas kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Apa bukti bahwa Kampung Nangerang bukan termasuk kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak?

Ada patok TNGHS yang berada di Kampung ini. Patok tersebut merupakan batas kawasan TNGHS.

Apakah patok tersebut masih ada?

Patok tersebut sudah hilang, karena dihancurkan warga untuk diambil besinya.

Narasumber : Pak Karma Haryono (Kepala Desa Sirnarasa)

Apakah benar Kampung Nangerang bukan termasuk kawasan TNGHS?

Kampung Nangerang merupakan bagian dari Desa Sirnarasa. Dua pertiga (2/3) bagian dari Desa Sirnarasa berada di dalam kawasan TNGHS, dan Sepertiga (1/3) nya berada di luar kawasan TNGHS. Kampung Nangerang termasuk dalam bagian yang sepertiga tersebut yang memang berada di luar kawasan TNGHS.

Apakah memang benar sudah ada kepemilikan sertifikat dan adanya bukti pembayaran pajak berupa blangko?

Untuk bagian sepertiga dari Desa Nangerang yang memang berada di luar kawasan TNGHS, sudah ada sertifikat serta blangko sebagai bukti dari pembayaran pajak.

(6)

Bagaimana status tanah warga yang berada di dalam kawasan TNGHS?

Tidak boleh ada sertifikat bagi warga yang berada di dalam kawasan TNGHS, karena dari pihak kehutanan memang tidak membolehkan warganya untuk memiliki sertifikat.

Narasumber : Mantan Ketua Adat Kasepuhan Ciptagelar (alm. Abah Anom) : Sejak kapan masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar mulai terbentuk?

Sejarah Kasepuhan Ciptagelar berawal pada tahun 1441. Pada saat tersebut tanah mulai dibuka oleh masyarakat adat dan diakui bahwa tanah bukaan tersebut milik adat.

Berapa luas seluruh wilayah bukaan milik adat? Luas lahan bukaannya yaitu seluas 70.000 Ha

Apakah ada aturan/hukum adat yang mengatur masalah pertanahan di Kasepuhan Ciptagelar?

Ada beberapa aturan mengenai pertanahan contohnya yaitu menghindari lokasi – lokasi yang dilarang untuk digarap, seperti : Lemah gunting, sirah cai, dan pamatangan. Selain itu aturan adat juga membagi hutan menjadi 3 bagian menurut pemanfaatannya, yaitu :leuweung tutupan, leuweung titipan, dan leuweung garapan.

Apa yang dijadikan batas antar ketiga hutan tersebut?

Yang dijadikan batas tersebut yaitu berupa pohon Hanjuang atau palem botol.

Bagaimana status tanah kepemilikan seorang warga atas sebidang tanah?

Disini tidak ada kepemilikan atas sebidang tanah, yang diakui hanya garapannya berupa rumah, sawah, ladang atau kolam.

Apakah ada proses jual beli tanah di Kasepuhan Ciptagelar?

Ada proses jual beli tanah disini, namun tetap saja yang dibeli hanya garapannya saja yaitu berupa rumah atau sawah. Jadi sebenarnya uang tersebut sebenarnya untuk menggantikan biaya, tenaga, dan waktu dalam menggarap sebidang tanah tersebut.

(7)

Bagaimana pendapat Abah Anom (alm) mengenai masalah yang terjadi dengan pihak pengelola TNGHS ?

Sebenarnya keberadaan warga adat Kasepuhan Ciptagelar sudah ada dan membuka tanah yang ada disini jauh sebelum Indonesia merdeka, sedangkan pihak pengelola kawasan TNGHS baru saja terbentuk. Jadi bila dilihat dari sejarah maka kami lebih berhak dalam mengelola tanah yang ada disini.

Narasumber : Aki Karma (Orang kepercayaan Abah Anom/baris kolot ) Bagaimana karakteristik hukum adat Kasepuhan Ciptagelar?

Hukum adat di Ciptagelar tidak tertulis, tetapi diajarkan turun temurun atau diwariskan kepada anak cucunya atau dalam istilah sunda disebut pajajaran. Seperti yang sekarang ini, Abah Anom menurunkan ajarannya kepada anaknya yaitu Abah Ugi yang sekarang menjadi Ketua Adat Ciptagelar. Ajaran tersebut diturunkan sampai generasi seterusnya, jangan ada yang dihilangkan.

Ada berapa kampung yang masih memegang teguh adat Banten Kidul?

Abah Anom mempunyai 560 perwakilan di setiap kampung nya. Jadi Kasepuhan Ciptagelar membawahi 560 kampung yang ada di sekitar gunung Halimun.

Berapa jumlah keluarga yang terdapat di Kasepuhan Ciptagelar? Di lingkungan Ciptagelar terdapat 60 kepala keluarga.

Berapa luas daerah pemukiman di lingkungan sekitar Kasepuhan Ciptagelar? Luasnya yaitu sekitar 6 Ha.

Apa yang dijadikan batas antar satu rumah dengan rumah lainnya? Tidak ada batas antar satu rumah dengan rumah lainnya.

Apa yang dijadikan batas antar satu sawah dengan sawah lainnya? Batas antara satu sawah dengan sawah lainnya yaitu berupa pematang sawah.

(8)

Aturan apa saja dalam pembagian lahan di tanah ulayat Kasepuhan Ciptagelar?

Salah satu contohnya yaitu dalam pembagian hutan menjadi 3 bagian, yaitu hutan titipan, hutan tutupan, hutan garapan.

Apakah ketika Abah Anom (alm) pidah dari Ciptarasa ke Ciptagelar membuka lahan lagi untuk wilayah yang barunya?

Sebelum Abah Anom pindah ke Ciptagelar, di daerah Ciptagelar sudah ada garapan sebelumnya berupa sawah-sawah. Jadi, Abah Anom tidak membuka hutan lagi, melainkan sudah ada sawah disana.

Untuk keperluan sehari – hari seperti untuk kayu bakar dan membuat rumah dari mana warga mendapatkan kayunya?

Biasanya warga memperoleh kayunya dari leuweung / hutan garapan, tetapi mereka tetap menanam kembali pohon tersebut dengan pohon yang baru. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga alam agar tidak rusak.

Narasumber : Aki Upat (Orang kepercayaan Abah Anom / baris kolot ) Bagimana jika warga adat melanggar aturan / hukum adat yang ada?

Jika warga melanggar aturan / hukum adat, maka tidak ada hukuman yang diberikan oleh warga yang lain bahkan Ketua Adatnya sekalipun. Hukuman tersebut akan datang dengan sendirinya berupa walatan / kualat.

Apa saja aturan / hukum adat lain yang terdapat di Kasepuhan Ciptagelar?

Tidak boleh menjual beras, tetapi yang masih dalam bentuk padi boleh dijual, dengan ketentuan persediaan beras dia bisa untuk mencukupi makan selama 2 tahun

Berapa kali warga menanam sawah dalam setahun? Warga menanam sawah sekali dalam setahun

(9)

Apa yang dikerjakan warga di atas tanah garapannya untuk 6 bulan setelah panen sawah? Biasanya warga menjadikan sawahnya untuk kolam (bagi yang cukup air nya), atau juga bisa bercocok tanam.

Siapa saja warga yang boleh menggarap tanah disini?

Semua warga Kasepuhan Ciptagelar boleh untuk menggarap tanah disini. Karena setiap warga mempunyai izin untuk menggarap tanah disini (izin garap).

Apakah orang luar adat Kasepuhan Ciptagelar boleh membeli tanah disini?

Boleh saja, asal orang luar adat tersebut harus mengikuti aturan / hukum adat yang berlaku disini.

Apa yang dijadikan batas antar satu bidang tanah (rumah) dengan bidang tanah lainnya? Pohon Hanjuang digunakan untuk menandai wilayah kekuasaannya, dalam hal ini yaitu garapan sebidang tanah milik warga.

Apa yang dijadikan batas antar satu bidang sawah dengan sawah lainnya? Yang menjadi pembatas sawah yaitu pematang sawah.

Bagaimana jika ada sebidang tanah garapan yang sudah ditinggalkan pemiliknya?

Jika tanahnya sudah tidak diurus lagi, maka tanah tersebut kembali lagi milik adat. Jadi warga lain boleh untuk menggarap tanah tersebut.

Narasumber : Aki Radi (Warga Adat Kasepuhan Ciptagelar)

Bagaimana sejarah dari tempat yang sekarang menjadi pusat dari Kasepuhan Ciptagelar? Sebenarnya nama daerah sebelum ada Ciptagelar yaitu Cikarancang, namun ketika Abah Anom pindah kesini namnya menjadi Ciptagelar.

(10)

Cipta berasal dari nama Abah Anom yaitu Encup Sucipta, sedangkan gelar maksudnya ajaran-ajaran / aturan-aturan yang berhubungan dengan adat yang dari sesepuh-sepuh terdahulu di gelar atau boleh diketahui oleh orang lain selain warga adat Ciptegelar.

Apa yang dijadikan batas antar satu rumah dengan rumah lainnya?

Tidak ada batas yang menandai kepemilikan tanah disana, karena tanahnya hanya milik adat. Adapun batas rumahnya yaitu hanya pojok – pojok rumahnya saja.

(11)

LAMPIRAN 1

KESIMPULAN HASIL WAWANCARA DI KAMPUNG NAGA

Narasumber : Pak Risman (Ketua RT di Kampung Naga)

Siapakah leluhur masyarakat Kampung Naga?

Leluhur atau pendiri Kampung Naga adalah Embah Dalem Singaparna sekaligus sebagai pemimpin adat pertama. Beliau dimakamkan di hutan larangan, sampai saat ini ziarah ke makam Embah Dalem Singaparna dilakukan enam kali dalam satu tahun dipimpin oleh kuncen, yang akhirnya tradisi tersebut menjadi upacara adat sampai saat ini.

Apakah ada benda-benda sejarah yang menunjukkan asal-usul masyarakat Kampung Naga? Benda dan buku sejarah sebenarnya telah disimpan di Bumi Ageung, namun pada tahun 1956 diserang oleh DI/TII pimpinan Kartosuwiryo, akibatnya Bumi Ageung dan Kampung Naga dibumi hanguskan dan buku serta benda sejarah di Bumi Ageung ikut terbakar dan rusak sehingga sampai saat ini sebetulnya sejarahnya tidak terungkap hanya ada cerita sejarah yang disampaikan dari mulut ke mulut dari generasi ke generasi.

Bagaimana sejarah mengenai berdirinya Kampung Naga?

Pada awalnya Embah Dalem Singaparna mencari suatu wilayah sebagai sumber mata air, kemudian di lahan kosong dibuat kapling-kapling tanah dengan menggunakan batu kali untuk digunakan sebagai tempat tinggal penduduk.

Bagaimana aturan untuk warga yang ingin tinggal di Kampung Naga?

Jika ada warga yang ingin tinggal di Kampung Naga tidak perlu membeli atau menyewa tanah karena menjual tanah adat tidak diperbolehkan di Kampung Naga, asalkan warga tersebut bersedia mengikuti aturan adat Kampung Naga siapapun dapat tinggal di Kampung Naga

(12)

Berapa luas pemukiman di Kampung Naga?

Luas pemukiman di Kampung Naga adalah 1,5 Ha, luas lahan pemukiman tersebut tidak dapat bertambah lagi.

Bagaimana pengaturan kepemilikan lahan pemukiman di Kampung Naga?

Lahan pemukiman adalah milik adat, untuk lahan sawah atau perkebunana merupakan milik perseorangan warga dan dapat diperjualbelikan.

Apa saja yang menjadi batas pemukiman Kampung Naga?

Bagian utara Kampung Naga berbatasan dengan Kampung Nangtang kecamatan Cigalontang, bagian timur dibatasi oleh sungai Ciwulan, bagian selatan berbatasan dengan bukit dan jalan raya yang menghubungkan Garut dengan Tasikmalaya. Sedangkan dibagian barat dibatasi oleh Bukit Naga yang sekaligus juga menjadi batas pemisah Kampung Naga dengan Kampung Babakan.

Apakah ada perbedaan antara masyarakat adat yang tinggal di dalam wilayah pemukiman Kampung Naga dengan masyarakat adat yang tinggal di luar wilayah pemukiman Kampung Naga ?

Masyarakat yang tinggal diluar pemukiman Kampung Naga disebut dengan masyarakat Sanaga yang jumlahnya mencapai 97% dari total keseluruhan masyarakat adat Kampung Naga. Sedangkan masyarakat yang tinggal di dalam wilayah pemukiman Kampung Naga disebut dengan masyarakat Naga. Kedua kelompok masyarakat ini sama-sama mengikuti aturan dan adat istiadat Kampung Naga, namun masyarakat Sanaga lebih bebas dalam kepemilikan lahan dan tatacara atau bentuk bangunan untuk tempat tinggal.

Ada berapa bangunan di dalam wilayah pemukiman Kampung Naga?

Di wilayah pemukman Kampung Naga terdapat 111 bangunan yang terdiri dari 108 buah rumah, satu buah masjid, satu buah balai pertemuan, dan satu buah lumbung padi.

(13)

Di Kampung Naga terdapat dua wilayah hutan larangan yang terletak disebelah barat dan timur wilayah pemukiman Kampung Naga. Hutan larangan ini tidak boleh dimasuki oleh siapapun kecuali pada saat ziarah ke makam Embah Dalem Singaparna, pada saat ziarah hanya penduduk Kampung Naga saja yang diperbolehkan memasuiki hutan larangan. Sampai saat ini belum pernah ada pengukuran luas hutan larangan di Kampung Naga.

Apakah warga yang memiliki lahan di wilayah pemukiman Kampung Naga juga membayar pakak kepada negara?

Warga tidak membayar pajak secara pribadi kepada negara atas kepemilikan lahan tempat tinggal, yang membayar pajak adalah adat.

Berapakah ukuran bangunan rumah penduduk Kampung Naga?

Ukuran bangunan rumah penduduk Kampung Naga adalah sekitar 56 – 69 m2, kapling yang digunakan untuk tempat tinggal jumlahnya tidak bertambah maupun berkurang sejak Kampung Naga berdiri

Bagaimana kondisi wilayah Kampung Naga sebelum Kampung Naga berdiri?

Pada awal berdirinya, wilayah Kampung Naga merupakan lembah dan hutan jadi ada pembukaan lahan yang dilakukan oleh Embah Dalem singaparna pada awal berdirinya Kampung Naga.

Apakah ada batasan luas dalam hal kepemilikan lahan oleh masyarakat adat?

Lahan pertanian yang dimiliki oleh masyarakat Kampung Naga bisa diperluas dengan cara membeli, warisan, dan sebagainya. Tetapi untuk lahan pemukiman luas lahannya tidak bisa ditambah.

Bagaimana status kepemilikan hutan di sekitar wilayah Kampung Naga? Hutan yang ada di sekeliling Kampung Naga merupakan milik adat.

(14)

Untuk lahan pertanian masyarakat adat memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh negara, namun untuk lahan pemukiman tidak ada sertifikat yang dimiliki oleh warga atas lahan pemukimannya.

Referensi

Dokumen terkait