• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMPOSISI MINERAL UDANG MANTIS (Harpiosquilla raphidea) DAN PENGARUH PEREBUSAN TERHADAP KELARUTAN MINERAL MUHAMAD IDRIS C

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOMPOSISI MINERAL UDANG MANTIS (Harpiosquilla raphidea) DAN PENGARUH PEREBUSAN TERHADAP KELARUTAN MINERAL MUHAMAD IDRIS C"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

(Harpiosquilla raphidea) DAN PENGARUH PEREBUSAN

TERHADAP KELARUTAN MINERAL

MUHAMAD IDRIS C34060281

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(2)

MUHAMAD IDRIS. C34060281. Komposisi Mineral Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) dan Pengaruh Perebusan terhadap Kelarutan Mineral. Dibimbing oleh JOKO SANTOSO dan YUSLI WARDIATNO.

Udang mantis (Harpiosquilla raphidea) merupakan salah satu spesies udang yang dapat hidup di wilayah perairan payau dan laut. Udang mantis memiliki potensi yang cukup besar, namun pemanfaatannya masih terbatas seperti dimasak tradisional oleh masyarakat setempat. Umumnya udang dikonsumsi setelah mengalami proses pemasakan seperti perebusan. Selama proses perebusan terjadi perubahan terhadap sifat fisik dan kimia komponen gizi yang dikandungnya, termasuk kelarutan mineral. Mineral akan bersifat bioavailaible apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut, namun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable. Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat tertentu untuk larut dalam suatu pelarut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil dan komposisi mineral makro dan mikro pada udang mantis yang berasal dari perairan Jambi dan Cirebon, serta mempelajari pengaruh perebusan terhadap kelarutan mineral (Na, Ca, Zn dan Fe) pada berbagai kondisi media perebusan. Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan lanjutan. Pada penelitian pendahuluan dilakukan analisis proksimat meliputi kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat (by difference) serta total mineral makro dan mikro. Pada penelitian lanjutan, sampel udang mantis diberi perlakuan perebusan dan tanpa perebusan pada media air, NaCl 1% dan asam asetat 0,5% (pada suhu 100 ºC selama 20 menit) untuk mempelajari kelarutan mineral.

Hasil penelitian pendahuluan diperoleh kandungan proksimat udang mantis Jambi : kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat masing-masing sebesar 78,27; 1,60; 13,11; 1,29 dan 5,72%, serta udang mantis Cirebon masing-masing sebesar 78,49; 1,64; 14,39; 0,6 dan 4,88%. Kandungan mineral makro tertinggi pada udang mantis Jambi adalah natrium, sebesar 887,14 mg/100 g bk, diikuti kalium, kalsium dan magnesium, berturut-turut sebesar 674,79; 137,16 dan 68,50 mg/100 g bk. Pada udang mantis Cirebon, kandungan mineral makro tertinggi adalah natrium, sebesar 604,53 mg/100 g bk, diikuti kalium, magnesium dan kalsium, masing-masing sebesar 511,03; 123,73 dan 57,91 mg/100 g bk. Kandungan mineral mikro tertinggi pada udang mantis Jambi adalah seng, sebesar 9,86 mg/100 g bk, diikuti besi dan tembaga, yaitu sebesar 0,88 dan 0,19 mg/100 g bk. Pada udang mantis Cirebon, mineral mikro tertinggi adalah seng, yaitu sebesar 9,86 mg/100 g bk, diikuti besi dan tembaga, sebesar 1,00 dan 0,72 mg/100 g bk.

Hasil penelitian lanjutan diperoleh persentase kelarutan natrium tertinggi pada udang mantis dari Jambi dan Cirebon pada perlakuan perebusan menggunakan asam asetat, masing-masing sebesar 22,53% dan 18,29%, kelarutan kalsium tertinggi pada perebusan menggunakan asam asetat, masing-masing sebesar 23,26% dan 22,11%, kelarutan seng tertinggi perebusan dengan asam asetat, masing-masing sebesar 15,38% dan 14,73% serta kelarutan besi tertinggi pada perebusan dengan asam asetat, masing-masing sebesar 12,03% dan 14,73%.

(3)

(Harpiosquilla raphidea) DAN PENGARUH PEREBUSAN

TERHADAP KELARUTAN MINERAL

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

MUHAMAD IDRIS C34060281

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(4)

Judul : Komposisi Mineral Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) dan Pengaruh Perebusan terhadap Kelarutan Mineral Nama : Muhamad Idris

NRP : C34060281

Menyetujui,

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP : 19610410 1986 01 1 002

Tanggal Pengesahan : ...

Pembimbing II

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP : 19660728 1991 03 1 002 Pembimbing I

Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si NIP : 19670922 1992 03 1 003

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul ”Komposisi Mineral Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) dan Pengaruh Perebusan terhadap Kelarutan Mineral” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2010 Muhamad Idris C34060281

(6)

Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 21 September 1988 sebagai anak ketiga dari pasangan

bapak Amas Mashor, Amd dan Ibu Nining. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 1 Tegal

Panjang Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMPN 1 Sukalarang Kecamatan Sukalarang Kabupaten Sukabumi dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Sukaraja Kabupaten Sukabumi dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2006.

Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Semasa kuliah, penulis aktif di kegiatan kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perairan (Himasilkan) sebagai pengurus periode 2007-2008, Fisheries Processing Club (FPC) sebagai pengurus pada tahun 2007-2010 dan Unit Kegiatan Mahasiswa Bulutangkis Institut Pertanian Bogor sebagai anggota pada tahun 2006-2007 dan sebagai wakil ketua pada tahun 2007-2008.

Penulis pernah aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Penanganan Hasil Perairan tahun 2010, asisten praktikum mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Perairan tahun 2010 dan koordinator asisten praktikum mata kuliah Teknologi Industri Tumbuhan laut tahun 2010. Selain itu penulis juga pernah mewakili IPB dalam Kejuaraan Daerah Bulutangkis antar Mahasiswa se-Jawa Barat dan Banten di Bandung pada tahun 2007 serta Kejuaraan Nasional Bulutangkis antar Mahasiswa se-Indonesia di Jakarta pada tahun 2008. Penulis pernah melakukan praktek lapang pada tahun 2009 di PT. Lautan Niaga Jaya, Jakarta Utara.

Penulis melakukan penelitian dengan judul ”Komposisi Mineral Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) dan Pengaruh Perebusan terhadap Kelarutan Mineral” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan (S.Pi) pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

(7)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayah, ibu, kakak, dan adik tercinta yang telah memberikan semangat, dukungan dan doa kepada penulis.

2. Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si selaku dosen pembimbing, atas segala amanah, bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.

3. Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc selaku dosen pembimbing, atas segala amanah, bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.

4. Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku dosen penguji, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.

5. Hibah Kompetitif Penelitian - Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan Nasional atas kesempatan dan dana penelitian yang telah diberikan kepada penulis.

6. Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl. Biol. selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

7. Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

8. Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si selaku dosen pembimbing akademik, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.

9. Ibu Dian Anggraeni (INMT-Fakultas Peternakan) atas segala bantuan kepada penulis selama penelitian.

10. Seluruh staf dan laboran THP (Bu Ema, Pak Ade, Mas Mail, Mas Zacky, Mas Epul, Umi, dll) atas dukungan dan bantuannya selama ini kepada penulis.

(8)

12. Devils line squad (Alvin, Rudi, Uti, Fau, Cubby) atas persahabatan yang telah kita rajut dari dulu, sekarang dan seterusnya.

13. The Back Doors team (Jendral Komeng Tampubolon, Hendra, Ozy, Dyan, Vickar, Holland) atas canda tawa, kebersamaan, solidaritas dan dukungan selama di dunia hitam.

14. TITL team 2010 (Wahyu, Deksu, Rachmawati) atas kerja sama dan kebersamaan selama ini.

15. Sahabat seperjuangan THP 43 (Ijal, Idmar, Yayan, Pipit, Aul, Hilda, Cece, Tika, Roma, Anggie, Arin, dll) atas segala canda tawa, kebersamaan, persaudaraan dan dukungannya kepada penulis.

16. Teman-teman Lorong 4 C3 (Rozak Ade, Rakhmat Hidayat, Wahyu, dll). 17. Keluarga Besar BARISTAR squad.

18. Kakak tingkat THP 40, THP 41 dan THP 42 (Rudex, Deden, Tomy, Laler, Dika, Fuad, dll) atas bantuan dan dukungan kepada penulis selama ini.

19. Adik-adik kelas THP 44 dan 45 (Mprit, Zaa, Sendy, dll) terus berjuang dan semangat dalam menempuh dunia THP.

20. Tim Futsal THP atas persahabatan dan kebersamaanya selama ini.

21. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, Agustus 2010 Muhamad Idris C34060281

(9)

vii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi 1. PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 3 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) .. 4

2.2 Kandungan Gizi Udang ... 5

2.3 Mineral ... 6

2.3.1 Mineral makro ... 6

2.3.2 Mineral mikro ... 9

2.4 Kelarutan Mineral ... 11

2.5 Pengaruh Perebusan terhadap Kelarutan Mineral ... 12

3. METODOLOGI ... 14

3.1 Waktu dan Tempat ... 14

3.2 Bahan dan Alat ... 14

3.3 Tahapan Penelitian ... 14 3.3.1 Preparasi contoh ... 15 3.3.2 Rendemen ... 16 3.3.3 Analisis proksimat ... 16 (1) Kadar air ... 16 (2) Kadar abu ... 18 (3) Kadar protein ... 18 (4) Kadar lemak ... 19 (5) Kadar karbohidrat ... 19

3.3.4 Analisis total mineral ... 20

3.3.5 Penyerapan mineral ... 20

3.3.6 Analisis mineral terlarut ... 21

3.4 Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 21

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1 Karakteristik Fisik Udang Mantis ... 24

(10)

viii

4.3.1 Mineral makro ... 27

4.3.2 Mineral mikro ... 28

4.3.3 Pemenuhan kecukupan gizi mineral ... 30

4.4 Kelarutan Mineral ... 32

4.4.1 Kelarutan mineral makro ... 33

4.4.2 Kelarutan mineral mikro ... 36

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

5.1 Kesimpulan ... 40

5.2 Saran ... 40

(11)

ix

Nomor Teks Halaman

1. Komposisi kimia udang ... 5

2. Komposisi proksimat udang mantis ... 25

3. Komposisi mineral makro udang mantis ... 27

4. Komposisi mineral mikro udang mantis ... 29

5. Persentase kecukupan gizi mineral dari udang mantis (Harpiosquilla raphidea) ... 30

(12)

x

Nomor Teks Halaman

1. Morfologi udang mantis (Harpiosquilla raphidea) ... 5 2. Tahapan penelitian komposisi mineral udang mantis

(Harpiosquilla raphidea) dan pengaruh perebusan terhadap

kelarutan mineral ... 15 3. Diagram alir analisis kadar mineral dan kelarutannya ... 17 4. Nilai panjang total, berat total, berat daging dan rendemen daging

udang mantis (Harpiosquilla raphidea) Jambi dan Cirebon ... 24 5. Histogram rata-rata kelarutan natrium akibat perebusan dengan

media yang berbeda pada udang mantis Jambi dan Cirebon ... 33 6. Histogram rata-rata kelarutan kalsium akibat perebusan dengan

media yang berbeda pada udang mantis Jambi dan Cirebon ... 35 7. Histogram rata-rata kelarutan seng akibat perebusan dengan

media yang berbeda pada udang mantis Jambi dan Cirebon ... 36 8. Histogram rata-rata kelarutan besi akibat perebusan dengan

(13)

xi

Nomor Halaman

1. Rekapitulasi berat, panjang dan rendemen udang mantis ... 45 2. Rekapitulasi analisis data proksimat udang mantis ... 46 3. Rekapitulasi analisis data profil mineral udang mantis ... 51 4. Data kelarutan natrium pada udang mantis karena

pengaruh perebusan ... 57 5. Data kelarutan kalsium pada udang mantis karena

pengaruh perebusan ... 59 6. Data kelarutan seng pada udang mantis karena

pengaruh perebusan ... 60 7. Data kelarutan besi pada udang mantis karena

pengaruh perebusan ... 61 8. Rancangan acak lengkap faktorial, tabel sidik ragam dan uji lanjut

Duncan kelarutan natrium pada udang mantis Jambi ... 62 9. Rancangan acak lengkap faktorial, tabel sidik ragam dan uji lanjut

Duncan kelarutan natrium pada udang mantis Cirebon ... 63 10. Rancangan acak lengkap faktorial, tabel sidik ragam dan uji lanjut

Duncan kelarutan kalsium pada udang mantis Jambi ... 64 11. Rancangan acak lengkap faktorial, tabel sidik ragam dan uji lanjut

Duncan kelarutan kalsium pada udang mantis Cirebon ... 65 12. Rancangan acak lengkap faktorial, tabel sidik ragam dan uji lanjut

Duncan kelarutan seng pada udang mantis Jambi ... 66 13. Rancangan acak lengkap faktorial, tabel sidik ragam dan uji lanjut

Duncan kelarutan seng pada udang mantis Cirebon ... 67 14. Rancangan acak lengkap faktorial, tabel sidik ragam dan uji lanjut

Duncan kelarutan besi pada udang mantis Jambi ... 68 15. Rancangan acak lengkap faktorial, tabel sidik ragam dan uji lanjut

Duncan kelarutan besi pada udang mantis Cirebon ... 69 16. Pemenuhan kecukupan gizi mineral ... 70 17. Foto udang mantis (Harpiosquilla raphidea) ... 71

(14)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Komposisi kimia dari bahan pangan yang berasal dari laut seperti udang memiliki keistimewaan tersendiri. Kandungan protein yang tinggi dan mengandung 18 asam amino, serta lemak yang terkandung pada udang merupakan lemak tidak jenuh dan kaya akan omega-3. Hampir semua mineral pun dapat ditemukan pada bahan pangan yang berasal dari laut. Jenis mineral yang umum ditemukan pada hasil perikanan adalah magnesium, sodium, kalsium, fosfor, besi, kalium, mangan dan fluor. Unsur-unsur mineral merupakan unsur-unsur kimia selain karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen yang dibutuhkan oleh tubuh. Unsur mineral dikenal sebagai bahan anorganik atau kadar abu. Pada proses pembakaran bahan-bahan organik terbakar, akan tetapi zat anorganiknya tidak terbakar sehingga disebut dengan abu (Winarno 2008).

Mineral memegang peranan penting pada reaksi biokimia dalam tubuh yaitu sebagai ko-faktor enzim. Kekurangan mineral dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti anemia, gondok, osteoporosis dan osteomalasia. Pemenuhan kebutuhan mineral pada manusia dapat diperoleh dengan cara mengkonsumsi bahan pangan baik yang berasal dari tumbuhan (mineral nabati) maupun hewan (mineral hewani). Sumber mineral terbaik merupakan bahan pangan yang berasal dari hewani terutama yang berasal dari laut. Pada makanan nabati jumlah ketersediaan biologisnya lebih sedikit, hal ini disebabkan adanya bahan pengikat mineral seperti serat yang dapat mengganggu penyerapannya (Almatsier 2003).

Kandungan mineral dalam bahan pangan hanyalah salah satu parameter awal untuk menilai kualitas bahan pangan tersebut, karena yang lebih penting adalah bioavailabilitasnya. Diantara sekian banyak komponen gizi pada bahan pangan, mineral memainkan peranan penting dalam memelihara kelangsungan hidup organisme secara sehat dan normal.

Bioavailabilitas didefinisikan sebagai proporsi dari suatu komponen gizi yang dapat digunakan untuk menjalankan dan memelihara metabolisme pada tubuh normal (Watzke 1998). Kandungan mineral dalam bahan pangan merupakan

(15)

informasi awal yang dapat kita peroleh dari bahan pangan tersebut, karena yang lebih penting adalah kelarutannya karena dapat mempermudah penyerapan mineral tersebut. Mineral akan memiliki sifat bioavailable apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut. Oleh karena itu, bentuk mineral terlarut sangat diperlukan untuk memudahkan penyerapan mineral di dalam tubuh (Santoso et al. 2006; Santoso et al. 2007).

Pemanasan air dalam proses perebusan akan meningkatkan daya kelarutan pada suatu bahan. Penggunaan asam sebagai media pelarut pada perebusan juga memberikan pengaruh terhadap kelarutan Ca dan Zn. Hal ini diduga bahwa pada kondisi asam dan suhu tinggi menyebabkan mineral yang asalnya berbentuk kompleks (berikatan dengan komponen lain) berubah menjadi bentuk sederhana (ion) sehingga akan meningkatkan kelarutannya (Suzuki et al. 1992).

Pengkonsumsian udang dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan pengkonsumsian secara langsung (tanpa pemasakan) dan pengkonsumsian setelah melewati proses pemasakan dan penambahan bumbu. Proses penambahan bumbu ini bermaksud mengubah cita rasa dan meningkatkan daya terima makanan karena tidak semua orang dapat mengkonsumsi secara langsung. Penambahan bumbu tersebut dapat berupa penambahan minyak esensial, rempah-rempah, gula, asam, monosodium glutamat dan garam. Penambahan garam dan asam seperti asam asetat merupakan proses pemasakan yang bertujuan untuk meningkatkan cita rasa pada produk yang dihasilkan sering dilakukan di masyarakat Asia (Farrel 1990).

Informasi mengenai kandungan mineral dan kelarutannya yang terdapat pada jenis udang yang diolah dengan mengalami perebusan dan penambahan bumbu sangatlah sedikit dan terbatas, khususnya udang mantis yang sampai saat ini belum terdapat informasi mengenai hal tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai komposisi mineral udang mantis dan pengaruh perebusan terhadap kelarutan mineral dalam berbagai media yaitu asam asetat, air dan garam.

(16)

1.2. Tujuan

Tujuan dilakukannya penelitian mengenai komposisi mineral udang mantis (Harpiosquilla raphidea) dan pengaruh perebusan terhadap kelarutan mineral ini adalah :

1) Mengetahui komposisi mineral makro dan mikro pada udang mantis (Harpiosquilla raphidea) yang berasal dari perairan Jambi dan Cirebon; 2) Mempelajari pengaruh perebusan terhadap kelarutan mineral pada berbagai

kondisi media perebusan yang digunakan yaitu air, 1% NaCl dan 0,5% asam asetat.

(17)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea)

Udang mantis (Harpiosquilla raphidea) merupakan jenis udang yang bersifat sebagai predator. Pemberian nama udang mantis lebih didasarkan karena bentuk morfologinya yang menyerupai udang dan bentuk capit depannya seperti belalang sembah (praying mantis). Klasifikasi udang mantis menurut Lovett (1981) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Subfilum : Crustacea Kelas : Malacostraca Subkelas : Hoplocarida Ordo : Stomatopoda Famili : Squillidae Genus : Harpiosquilla

Spesies : Harpiosquilla raphidea

Udang adalah salah satu spesies yang termasuk ke dalam subfilum Crustacea pada kelas Malacostraca. Pada kelas Malacostraca ini meliputi spesies udang, rebon dan kepiting. Malacostraca mempunyai ruas tubuh yang tampak terlihat jelas, terdiri atas lima ruas kepala, delapan ruas toraks dan enam bagian abdomen (Suwignyo et al. 1998).

Udang mantis hidup di wilayah dasar perairan. Udang mantis memiliki ciri-ciri ukuran rata-rata maksimum smatopod sekitar 20 cm, umumnya 12-18 cm. Memiliki sebuah garis gelap yang membentang disepanjang tepi posterior dari bagian toraks. Karapas udang ini hanya menutupi sebagian kepala dan tiga segmen pertama dari toraks. Jenis udang mantis memiliki varietas yang beraneka warna, mulai dari warna gelap, coklat hingga yang berwarna. Udang mantis memiliki 6-8 segmen abdomen dan mempunyai telson berwarna kuning yang ditandai dengan dua bintik-bintik cokelat gelap yang dikelilingi warna putih (Motoyama et al. 2008). Morfologi udang mantis dapat dilihat pada Gambar 1.

(18)

Gambar 1. Morfologi udang mantis (Harpiosquilla raphidea)

2.2 Kandungan Gizi Udang

Udang seperti komoditas perikanan lainnya, kaya akan kandungan gizi. Udang juga sama seperti jenis crustacea lainnya yang pada umumnya mengandung asthaxanthin, yaitu suatu jenis karotenoid yang berwarna merah muda atau merah. Warna kebiruan pada udang segar dihasilkan oleh ikatan asthaxantin dengan protein. Apabila terkena panas, ikatan protein tersebut akan putus sehingga menghasilkan warna merah kekuning-kuningan yang khas dari karotenoid bebas. Komposisi kimia udang secara umum dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia udang (dalam 100 g)

Komponen Jumlah Air (g) 65,69 Abu (g) 1,33 Protein (g) 17,77 Lemak (g) 0,92 Kalsium (mg) 33,15 Besi (mg) 2,63 Magnesium (mg) 28,90 Kalium (mg) 154,70 Natrium (mg) 190,40 Seng (mg) 1,33 Tembaga (mg) 0,16 Sumber : USDA (2006)

(19)

2.3 Mineral

Mineral merupakan salah satu komponen yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh. Mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim (Almatsier 2003). Berdasarkan kebutuhannya di dalam tubuh, mineral dapat digolongkan menjadi 2 kelompok utama yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang menyusun hampir 1% dari total berat badan manusia dan dibutuhkan dengan jumlah lebih dari 1000 mg/hari, sedangkan mineral mikro merupakan mineral yang dibutuhkan dengan jumlah kurang dari 100 mg/hari dan menyusun lebih kurang dari 0.01% dari total berat badan. Di dalam tubuh unsur mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Unsur mineral natrium, kalium, kalsium dan magnesium terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang cukup besar dan karenanya disebut unsur mineral makro. Unsur mineral lain seperti besi, tembaga dan seng hanya terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang kecil, karena itu disebut trace element atau mineral mikro (Winarno 2008)

2.3.1 Mineral makro

Mineral makro diperlukan atau terdapat dalam jumlah relatif besar. Mineral makro dibutuhkan dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari. Kelompok mineral makro meliputi kalium, kalsium, magnesium, natrium, sulfur dan fosfor (Winarno 2008). Beberapa unsur mineral makro yang dibutuhkan oleh tubuh dijelaskan sebagai berikut :

Kalsium (Ca)

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh. Sebagian besar kalsium terkonsentrasi dalam tulang rawan dan gigi, sisanya terdapat dalam cairan tubuh dan jaringan lunak. Kalsium berfungsi dalam pembentukan dan perkembangan tulang dan gigi. Kalsium juga merupakan salah satu faktor yang terpenting dan yang dibutuhkan dalam pembekuan darah. Kekurangan kalsium dapat menyebabkan osteoporosis, osteomalasia dan rickets, dimana tulang menjadi lunak karena matriksnya kekurangan kalsium. Penyakit yang biasa terjadi akibat kekurangan kalsium adalah osteoporosis atau penurunan masa tulang. Rickets adalah penyakit karena kekurangan kalsium yang berat pada

(20)

anak-anak, sedangkan osteomalasia adalah kekurangan kalsium yang berat pada orang dewasa (Winarno 2008).

Pencegahan kekurangan kalsium dapat diupayakan dengan asupan gizi yang cukup bagi tubuh. Pada kondisi normal, tubuh dapat mengabsorpsi sebanyak 30% dari kalsium yang dikonsumsi. Sumber kalsium dapat diperoleh dari susu dan hasil olahannya, ikan, udang, kerang dan kepiting (Groff dan Gropper 1999).

Penyerapan kalsium oleh tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor umur dan kondisi badan. Anak-anak pada umumnya dapat menyerap kalsium lebih besar daripada orang dewasa. Faktor yang dapat menghambat penyerapan kalsium adalah kurangnya vitamin D dalam bentuk aktif dan keberadaan serat karena dapat menurunkan absorpsi kalsium (Almatsier 2003). Faktor lainnya yang menghambat penyerapan kalsium adalah adanya zat organik yang dapat bergabung dengan kalsium dan membentuk garam yang bersifat tidak larut seperti asam oksalat dan asam fitat (Winarno 2008). Kalium (K)

Kalium berperan dalam pengaturan kandungan cairan sel, dimana kalium bersama-sama dengan klorida membantu menjaga tekanan osmotik dan keseimbangan asam basa. Kalium juga dapat membantu dalam mengaktivasi reaksi enzim, seperti piruvat kinase yang dapat menghasilkan asam piruvat dalam proses metabolisme karbohidrat (Winarno 2008). Kalium yang dikonsumsi dalam jumlah besar mampu menurunkan tekanan darah sehingga dapat mencegah penyakit tekanan darah tinggi (Okuzumi dan Fujii 2000).

Kekurangan kalium dapat terjadi karena kebanyakan kehilangan melalui saluran cerna atau ginjal. Kehilangan melalui saluran cerna akibat muntah-muntah, diare kronis atau kebanyakan menggunakan obat pencuci perut. Kehilangan melalui ginjal adalah akibat penggunaan obat-obat diuretik, terutama untuk pengobatan hipertensi. Kekurangan kalium akan mengakibatkan lemah, lesu, kehilangan nafsu dan kelumpuhan (Almatsier 2003).

Angka kecukupan gizi dari kalium sehari-hari adalah sebesar 2000 mg. Sumber makanan yang dapat dijadikan sebagai sumber kalium adalah buah-buahan, susu, daging dan sayur-sayuran. Sebanyak 90% kalium yang dikonsumsi

(21)

dapat diabsorpsi oleh tubuh pada kondisi normal, sisanya akan diekskresikan melalui feses (Groff dan Gropper 1999).

Natrium (Na)

Natrium banyak terdapat dalam plasma darah dan cairan di luar sel (ekstraseluler), beberapa diantaranya terdapat dalam tulang. Natrium dan klorida umumnya berhubungan sangat baik sebagai bahan makanan maupun fugsinya dalam tubuh. Sebagai bagian terbesar dari cairan ekstraseluler, natrium dan klorida berfungsi membantu mempertahankan tekanan osmotik dan menjaga keseimbangan asam basa (Winarno 2008).

Kekurangan natrium ditandai oleh rasa haus, yang disebabkan oleh berkurangnya cairan ekstraseluler sehingga tekanan osmotik dalam cairan tubuh akan menurun. Kehilangan natrium dalam jumlah yang banyak akan menyebabkan muntah-muntah atau diare, kejang dan kehilangan nafsu makan (Almatsier 2003).

Kelebihan kadar natrium dapat menyebabkan hipertensi atau tekanan darah tinggi, yang banyak ditemukan pada masyarakat yang mengkonsumsi natrium dalam jumlah yang banyak seperti masyarakat Asia. Hal ini disebabkan oleh pola kebiasaan dalam mengkonsumsi makanan dengan kandungan natrium yang tinggi sekitar 7,6-8,2 gram per hari (Winarno 2008). Angka kecukupan gizi natrium adalah 500-2400 mg sehari. Natrium dapat diperoleh dari makanan yang menggunakan garam dapur, susu, telur, daging dan hasil laut (Almatsier 2003). Pada kondisi normal, sebanyak 95% dari natrium yang dikonsumsi dapat diserap oleh tubuh, sedangkan sisanya sekitar 5% diekskresikan dalam feses (Groff dan Gropper 1999).

Magnesium (Mg)

Magnesium merupakan aktivator enzim peptidase dan enzim lain yang kerjanya memecah gugus fosfat. Magnesium diserap di usus kecil, dan diduga hanya sepertiga dari yang tercerna akan diserap. Karena sifat kelarutannya yang rendah, maka magnesium sulfat sering digunakan sebagai pencuci perut. Magnesium sulfat tersebut akan meningkatkan tekanan osmotik sehingga menarik

(22)

air ke dalam usus kecil, akibatnya akan memudahkan dalam buang air besar (Winarno 2008).

Kekurangan magnesium terjadi apabila kekurangan konsumsi protein dan energi. Kekurangan magnesium akan menyebabkan kurang nafsu makan, gangguan dalam pertumbuhan, koma, gagal jantung dan hipomagnesema dengan gejala denyut jantung tidak teratur, insomnia, lemah otot, kejang kaki, serta telapak tangan dan kaki gemetar (Almatsier 2003).

Angka kecukupan gizi rata-rata magnesium bagi bayi umur 0-12 bulan adalah 25-55 mg/hari, anak-anak umur 1-9 tahun sebesar 60-120 mg/hari, laki-laki dan wanita umur 10-18 tahun sebesar 170-270 mg/hari, serta di atas 19-65 tahun adalah 270-300 mg/hari (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004). Sekitar 30-65% magnesium dapat diserap oleh tubuh pada kondisi normal. Penyerapan magnesium akan menjadi efisien apabila tubuh berada dalam kondisi kekurangan magnesium (Groff dan Gropper 1999).

2.3.2 Mineral mikro

Mineral mikro adalah mineral yang diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil. Mineral mikro dibutuhkan dalam jumlah kurang dari 100 mg sehari. Kelompok mineral mikro antara lain besi, iodium, seng, mangan, kobalt, fluor dan tembaga (Winarno 2008). Beberapa unsur mineral mikro yang dibutuhkan oleh tubuh dijelaskan sebagai berikut :

Besi (Fe)

Besi terdapat dalam semua sel tubuh dan memegang peranan penting pada beragam reaksi biokimia. Besi yang berada dalam tubuh berasal tiga sumber yaitu besi yang diperoleh dari hasil perusakan sel-sel darah merah (hemolisis), besi yang diambil dari penyimpanan dalam badan, dan besi yang diserap dari saluran pencernaan. Dari ketiga sumber tersebut, besi hasil hemolisis merupakan sumber utama. Pada manusia normal sekitar 20-25 mg besi per hari berasal dari besi hemolisis dan hanya sekitar 1 mg berasal dari makanan (Winarno 2008).

Kekurangan besi dapat menyebabkan anemia, yaitu jumlah sel-sel darah merah berkurang dan karenanya jumlah oksigen yang dibawa ke jaringan

(23)

juga menurun. Besi tidak rusak oleh pemanasan, tetapi sejumlah kecil akan

hilang jika air masakan atau kaldu daging yang dimasak dibuang (Gaman dan Sherrington 1992). Kebutuhan zat besi dapat diperoleh dengan cara

mengkonsumsi makanan yang berasal dari kacang-kacangan, hati, daging, kuning telur, sayuran hijau dan hasil perikanan (Winarno 2008). Sekitar 15% zat besi yang dikonsumsi oleh tubuh pada kondisi normal dapat diabsorpsi, sedangkan pada kondisi kekurangan zat besi tubuh dapat mengabsorpsi hingga 35% (Groff dan Gropper 1999).

Tembaga (Cu)

Tembaga memiliki peran dalam beberapa kegiatan enzim pernafasan sebagai kofaktor bagi enzim tirosinase dan sitokrom oksidase. Tembaga juga diperlukan dalam proses pertumbuhan sel-sel darah merah yang masih muda (Winarno 2008). Walaupun dibutuhkan tubuh dalam jumlah sedikit, bila kelebihan dapat mengganggu kesehatan atau mengakibatkan keracunan. Namun bila terjadi kekurangan tembaga dapat menyebabkan anemia, pertumbuhan terhambat, kerusakan tulang, depigmentasi rambut dan bulu, pertumbuhan bulu abnormal, dan gangguan gastrointestinal (Arifin 2008).

Kekurangan tembaga banyak terjadi pada bayi usia 6-9 bulan, khususnya pada bayi yang mengalami kekurangan kalori protein (KKP). Bayi tersebut akan mengalami leukopenia atau kekurangan sel darah putih serta demineralisasi tulang (Winarno 2008). Hal ini dapat disembuhkan dengan pemberian tembaga. Angka kecukupan gizi tembaga yang aman untuk dikonsumsi dalam sehari adalah 1,5-3 mg. sumber makanan utam yang mengandung tembaga adalah tiram, kerang, hati, ginjal, unggas dan coklat (Almatsier 2003).

Seng (Zn)

Seng merupakan komponen penting dalam enzim, seperti karbonik-anhidrase dalam sel darah merah serta karboksi peptidase dan dehidrogenase dalam hati. Sebagai kofaktor, seng dapat meningkatkan aktivitas enzim (Winarno 2008). Seng dalam protein nabati kurang tersedia dan lebih sulit digunakan tubuh daripada seng dalam protein hewani. Hal tersebut mungkin disebabkan adanya asam fitat yang mampu mengikat ion-ion logam (Arifin 2008).

(24)

Kekurangan seng dapat terjadi pada golongan rentan, yaitu anak-anak, ibu hamil dan menyusui serta orang tua. Kekurangan seng dapat mengakibatkan terjadinya diare, gangguan sistem saraf, sistem otak dan gangguan pada fungsi kekebalan (Almatsier 2003). Angka kecukupan gizi rata-rata seng bagi bayi umur 0-12 bulan adalah 1,3-7,5 mg/hari, anak-anak umur 1-9 tahun sebesar 8,2-11,2 mg/hari, serta laki-laki dan wanita umur 10-18 tahun sebesar

12,6-17,4 mg/hari, sedangkan diatas 19-65 tahun adalah 9,3-13,4 mg/hari (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004).

Meskipun seng terdapat pada berbagai bahan pangan, namun yang merupakan sumber utama adalah daging, unggas, ikan laut, telur, keju, susu, serta kacang-kacangan. Seng didalam daging dan ikan lebih tinggi ketersediaannya dibandingkan dengan seng didalam sayuran (Winarno 2008).

2.4 Kelarutan Mineral

Mineral akan bersifat bioavailable (jumlah zat dari nutrisi bahan pangan yang dapat digunakan sepenuhnya oleh tubuh) apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut, namun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable. Mineral dalam fungsi pemanfaatannya oleh tubuh diperlukan dalam kondisi mineral terlarut. Kondisi mineral terlarut diperlukan untuk memudahkan dalam penyerapan mineral di dalam tubuh (Newman dan Jagoe 1994).

Daya serap mineral dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keberadaan dari faktor pendorong dan faktor penghambat. Faktor pendorong dari daya larut mineral dapat memecah dan mereduksi molekul-molekul mineral tersebut menjadi bentuk yang memudahkan untuk diserap oleh tubuh. Faktor yang menjadi pendorong tersebut adalah suhu dan kondisi pH asam (Sediaoetama 1993). Faktor penghambat terjadi karena molekul-molekul mineral akan diikat dan membentuk senyawa yang tidak larut sehingga menyulitkan dalam hal penyerapan oleh tubuh. Faktor penghambat tersebut seperti kondisi pH basa, keberadaan serat dan asam fitat (Newman dan Jagoe 1994).

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi ketersediaan mineral terlarut adalah interaksi antara mineral yang satu dengan mineral lainnya dan keberadaan vitamin. Interaksi antara serat dengan mineral juga akan mempengaruhi

(25)

ketersediaan mineral. Asam fitat dalam serat kacang-kacangan dan serelia, asam oksalat dalam bayam mengikat mineral-mineral tertentu sehingga tidak dapat diabsorpsi (Almatsier 2003).

Penggunaan asam sebagai media pelarut pada perebusan juga memberikan pengaruh terhadap kelarutan Ca dan Zn. Hal ini diduga bahwa pada kondisi asam dan suhu tinggi menyebabkan mineral yang asalnya berbentuk kompleks (berikatan dengan komponen lain) berubah menjadi bentuk sederhana (ion) sehingga akan meningkatkan kelarutannya. Dalam hal ini asam asetat bertindak sebagai enhancher yaitu molekul atau senyawa yang mempengaruhi bentuk mineral sehingga bersifat larut dan selanjutnya dapat diabsorpsi oleh mukosa sel usus (Suzuki et al. 1992). Santoso et al. (2006) melaporkan bahwa pH dapat mempengaruhi kelarutan mineral. Penggunaan asam asetat 0.5% dapat meningkatkan kelarutan mineral Ca dan Mg pada beberapa jenis rumput laut.

2.5 Pengaruh Perebusan terhadap Kelarutan Mineral

Pengolahan panas merupakan salah satu cara paling penting yang telah dikembangkan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan. Pengolahan dapat menghasilkan produk pangan dengan sifat-sifat yang diinginkan yaitu aman, bergizi, dan dapat diterima dengan baik secara sensori maupun kimia. Pengolahan juga dapat menimbulkan hal yang sebaliknya seperti kehilangan zat-zat gizi dan perubahan sifat sensori ke arah yang kurang disukai dan kurang diterima seperti perubahan warna, tekstur, bau dan rasa yang kurang atau tidak disukai (Apriyantono 2002).

Pengolahan pangan bertujuan untuk mendapatkan bahan pangan yang aman untuk dikonsumsi sehingga nilai gizi yang terkandung dalam bahan pangan tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal. Metode pengolahan pangan yang paling banyak dilakukan adalah pemanasan, salah satu dari proses pemanasan tersebut adalah perebusan. Perebusan adalah cara memasak makanan dalam cairan yang sedang mendidih (suhu 100 ºC) (Widyati 2004). Perebusan merupakan cara termudah dan termurah untuk memproses produk lanjutan. Perebusan juga bertujuan untuk menghentikan aktivitas enzim.

(26)

Pemanasan air dalam proses perebusan akan meningkatkan daya kelarutan mineral pada suatu bahan. Pemanasan dapat mengurangi daya tarik menarik antara molekul air dan akan memberikan cukup energi kepada molekul-molekul air tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarik menarik antar molekul-molekul dalam bahan tersebut. Karena itu daya kelarutan pada bahan yang melibatkan ikatan hidrogen, akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Winarno 2008).

Penggunaan asam dalam proses perebusan dapat mengurangi resiko pengurangan kandungan zat gizi. Reaksi asam pada saat perebusan bersifat melindungi dan mengurangi terjadinya kerusakan sampai dengan 50%. Hal ini disebabkan oleh banyaknya zat gizi yang lebih stabil dalam kondisi asam. Perebusan dengan basa, seperti penambahan soda kue dapat merusak kondisi zat gizi. Hal ini disebabkan oleh banyaknya zat gizi yang bersifat kurang stabil dan mudah mengalami degradasi kimiawi, sehingga kehilangan aktivitas biologisnya (Sediaoetama 1993).

(27)

3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian mengenai komposisi mineral udang mantis (Harpiosquilla raphidea) dan pengaruh perebusan terhadap kelarutan mineral dilakukan pada bulan Februari sampai dengan April 2010. Penelitian ini dimulai dengan preparasi sampel dan analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan dan Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, serta analisis total mineral dan mineral terlarut dilakukan di Laboratorium Terpadu Ilmu dan Nutrisi Makanan Ternak Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah udang mantis (Harpiosquilla raphidea) yang berasal dari wilayah perairan Cirebon dan Jambi dengan kondisi segar. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis adalah akuades, larutan H2SO4 pekat, NaOH pekat, asam nitrat (HNO3), H3BO3, kjeltab,

asam klorida (HCl), kertas saring Whatman no. 42, asam asetat (CH3COOH),

garam (NaCl) 1%.

Alat yang digunakan untuk analisis antara lain gelas piala, desikator, labu takar, gelas ukur, pisau stainless stell, oven, mesin tanur pengabuan, sentrifuse, timbangan digital, pipet, cawan, termometer, hotplate, homogenizer, Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) dan peralatan gelas lainnya.

3.3 Tahapan Penelitian

Penelitian mengenai komposisi mineral udang mantis (Harpiosquilla raphidea) dan pengaruh perebusan terhadap kelarutan mineral dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu preparasi contoh, pengukuran rendemen, analisis proksimat, analisis total mineral, analisis mineral terlarut serta pengolahan data. Analisis proksimat yang dilakukan adalah menghitung kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat (by difference). Tahapan penelitian ini disajikan dalam diagram alir pada Gambar 2.

(28)

Gambar 2. Tahapan penelitian komposisi mineral udang mantis (Harpiosquilla raphidea) dan pengaruh perebusan terhadap kelarutan mineral

3.3.1 Preparasi contoh

Sampel udang mantis dari Cirebon dan Jambi ukuran konsumsi yang masih dalam keadaan segar dibersihkan, ditimbang untuk mengetahui panjang dan berat awal udang. Daging kedua udang tersebut diambil untuk mengetahui rendemennya lalu dihancurkan dan dihomogenkan. Kemudian kedua jenis sampel daging udang tersebut dimasukkan ke dalam plastik yang bersih dan ditutup rapat. Sampel selanjutnya disimpan dalam freezer dengan suhu -18 ºC sampai digunakan untuk analisis.

Kedua jenis sampel daging udang mantis dari Cirebon dan Jambi dilakukan analisis proksimat meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak, serta dilakukan perhitungan dengan metode by difference untuk kadar karbohidrat. Analisis kadar air dilakukan sebelum sampel dibekukan dalam freezer. Hal ini bertujuan untuk menghindari perubahan kadar air pada sampel. Kedua jenis sampel juga dilakukan analisis mineral untuk mengetahui profil kandungan mineral makro (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) dan mineral mikro (besi, seng dan tembaga). Untuk mengetahui pengaruh perebusan terhadap

(29)

kelarutan mineral, kedua jenis sampel dengan berat masing-masing 10 gram dilakukan perebusan pada 40 mL tiga jenis media pelarut yaitu : air, 1% NaCl dan 0,5% asam asetat. Perebusan dilakukan pada suhu 100 ºC selama 20 menit. Tahapan analisis kadar mineral dan kelarutannya secara ringkas disajikan dalam bentuk diagram alir pada Gambar 3.

3.3.2 Rendemen (AOAC 2007)

Penentuan rendemen kedua jenis sampel udang mantis dari Cirebon dan Jambi dilakukan sebelum diberikan perlakuan. Penentuan nilai rendemen dilakukan dengan cara membandingkan bobot akhir dengan bobot awal dari sampel yang digunakan. Bobot akhir sampel merupakan bobot bersih bagian daging dari kedua jenis sampel tersebut.

3.3.3 Analisis proksimat

Analisis proksimat yang dilakukan meliputi penentuan kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat (by difference). Prosedur analisis proksimat adalah sebagai berikut :

1) Kadar air (BSN 01-2354.2-2006)

Cawan porselin dikeringkan dalam oven pada suhu 102-105 ºC selama kurang lebih 10 hingga 15 menit. Kemudian cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator selama kurang lebih 30 menit dan ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Cawan dan sampel seberat 5 g ditimbang, kemudian cawan tersebut dimasukan ke dalam oven pada suhu 102-105 ºC selama kurang lebih 3-5 jam. Cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin lalu ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai didapat berat yang konstan. Persentase kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan : A = Berat cawan dengan sampel

(30)

Gambar 3. Diagram alir analisis kadar mineral dan kelarutannya (Santoso et al. 2007)

(31)

2) Kadar abu (BSN 01-2354.1-2006)

Cawan kosong dipanaskan dalam oven kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Sampel ditimbang sebanyak 5 g, kemudian dimasukkan ke dalam cawan. Sampel dalam cawan dibakar dengan menggunakan kompor listrik di ruang asam sampai tidak berasap. Cawan yang berisi sampel yang sudah dimasukkan ke dalam tanur. Pengabuan dilakukan di dalam tanur dengan suhu 600 ºC selama 8 jam. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang dan diulang sampai berat konstan. Persentase kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan : A = Berat cawan dengan sampel (g)

B = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (g) 3) Kadar protein (BSN 01-2354.4-2006)

Tahap yang dilakukan untuk analisis kadar protein terdiri dari tahap destruksi, destilasi dan titrasi.

a) Tahap destruksi

Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian dimasukkan ke dalam tabung Kjeldahl. Satu buah kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 mL H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut

dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 ºC, ditambahkan air 10 mL. Proses destruksi dilakukan sampai warna larutan menjadi bening. b) Tahap destilasi

Isi labu dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu ditambahkan dengan akuades sebanyak 50 mL. Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 mL. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam erlenmeyer 125 mL berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (cairan methyl red dan

brom cresol green) yang ada dibawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh 200 mL destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan

(32)

c) Tahap titrasi

Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan pada erlenmeyer berubah warna menjadi merah muda. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut :

4) Kadar lemak (BSN 01-2354.3-2006)

Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g dan dibungkus dengan kertas saring dan diletakkan pada alat ekstraksi soxhlet yang dipasang di atas kondensor dengan labu lemak dibawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC selama 5 jam. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit dan ditimbang. Persentase kadar lemak dapat dihitung berdasarkan rumus :

5) Kadar karbohidrat (Winarno 2008)

Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan dengan cara by difference, yaitu pengurangan dari total dengan persentase kadar lemak, protein, air dan abu. Perhitungan rumus kadar karbohidrat (by difference) sebagai berikut:

Kadar karbohidrat (%) = 100% - (% kadar lemak + % kadar protein + % kadar air + % kadar abu)

(33)

3.3.4 Analisis total mineral (K, Na, Ca, Mg, Zn, Fe, Cu) (Reitz et al. 1987) Analisis mineral dilakukan untuk mengetahui komposisi dari mineral makro dan mineral mikro yang terkandung dalam sampel udang mantis. Sampel yang akan dianalisis kandungan mineral tersebut, terlebih dahulu dilakukan proses pengabuan basah. Pada proses pengabuan basah, sebanyak 1 gram contoh dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150 mL. Selanjutnya ditambahkan 5 mL HNO3

dan dibiarkan selama 1 jam. Kemudian dipanaskan dalam hotplate selama ± 4 jam, dan didinginkan. Selanjutnya ditambahkan 0,4 mL H2SO4 pekat dan

dipanaskan kembali. Setelah terjadi perubahan warna dari coklat menjadi kuning bening, sampel tersebut ditambahkan campuran HClO4 dan HNO3 sebanyak

3 mL, dan dipanaskan kembali selama ± 15 menit. Selanjutnya sampel ditambahkan 2 mL akuades dan 0,6 mL HCl pekat dan dipanaskan kembali sampai larut kemudian didinginkan. Setelah larut, sampel tersebut kemudian diencerkan menjadi 100 mL didalam labu takar dan dilakukan analisis mineral menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merk Shimadzu tipe AA 680 flame emission. Kadar mineral didalam sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Keterangan : a = konsentrasi larutan sampel (ppm) b = konsentrasi larutan blanko (ppm) fp = faktor pengenceran

w = berat sampel (gram)

3.3.5 Penyerapan mineral (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004) Angka kecukupan gizi (AKG) adalah jumlah zat-zat gizi yang dikonsumsi setiap hari untuk waktu tertentu sebagai bagian dari diet normal rata-rata orang sehat. Pemenuhan kecukupan gizi mineral dari udang mantis (Harpiosquilla raphidea) diperoleh dari kemampuan mengabsorpsi mineral dari udang mantis oleh tubuh. Perhitungan persentase penyerapan mineral dihitung dengan rumus sebagai berikut :

(34)

3.3.6 Analisis mineral terlarut (Santoso et al. 2007)

Sebanyak 10 gram sampel ditambahkan dengan air atau 1% NaCl atau 0,5% asam asetat masing-masing sebanyak 40 mL dan dihomogenkan dengan menggunakan mixer pada kecepatan 5.000 – 10.000 rpm selama 2 menit, untuk menghasilkan fraksi terlarut. Selanjutnya sampel tersebut dipanaskan dengan menggunakan hotplate pada suhu 100 ºC selama 20 menit. Sampel disentrifus pada kecepatan 10.000 rpm, suhu 2 ºC selama 10 menit. Hasil dari sentrifus selanjutnya disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no. 42. Hasil saringan tersebut selanjutnya diukur dengan menggunakan AAS dan dihitung sebagai presentase terhadap total mineral.

3.4 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Pendugaan terhadap perbedaan komposisi proksimat dan mineral udang mantis yang berasal dari Jambi dan Cirebon diperiksa dengan menggunakan suatu uji hipotesis dua populasi. Pengujian hipotesis dua populasi dilakukan terhadap nilai tengah dua populasi dari komposisi proksimat dan mineral udang mantis dari Jambi (μ1) dan komposisi proksimat dan mineral udang mantis dari Cirebon (μ2).

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007. Nilai uji statistik ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Walpole 1992) :

T

=

Keterangan :

T : Nilai uji statistik x1 : Rata-rata data 1

x2 : Rata-rata data 2

d0 : Selisih rata-rata data 1 dan 2

sp : Nilai simpangan baku data 1 dan 2 n1 : Jumlah populasi data 1

(35)

Bentuk hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut : Komposisi proksimat :

H0 = Komposisi proksimat udang mantis dari Jambi tidak berbeda nyata

dengan komposisi proksimat udang mantis dari Cirebon

H1 = Komposisi proksimat udang mantis dari Jambi berbeda nyata dengan

komposisi proksimat udang mantis dari Cirebon Komposisi mineral :

H0 = Komposisi mineral udang mantis dari Jambi tidak berbeda nyata

dengan komposisi mineral udang mantis dari Cirebon

H1 = Komposisi mineral udang mantis dari Jambi berbeda nyata dengan

komposisi mineral udang mantis dari Cirebon

Rancangan percobaan yang dipergunakan untuk perlakuan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial dengan dua faktor, yaitu faktor media perebusan (Ai) dan pengaruh perebusan (Bj) dengan

masing-masing 3 ulangan. Faktor media perebusan terdiri dari tiga jenis yaitu perebusan dengan air, garam, dan asam. Pada faktor perebusan terdiri dari dua jenis, yaitu dengan perebusan dan tanpa perebusan. Pengolahan data ini dilakukan menggunakan perangkat lunak Statistical Package for Social Science (SPSS). Model rancangan yang digunakan adalah (Steel dan Torrie 1993) :

Yijk =

µ

+ Ai + Bj + (AB)ij +

ε

ijk

Keterangan :

Yijk : Hasil pengamatan untuk faktor jenis pelarut level ke-i dan faktor

pengaruh perebusan level ke-j pada ulangan ke-k (k = 1,2,3)

µ

: Rataan umum

Ai : Pengaruh faktor media perebusan pada level ke-i (i = air; 0,5% asam

asetat; 1% NaCl)

Bj : Pengaruh faktor perebusan pada level ke-j (j = dengan perebusan; tanpa

perebusan)

(AB)ij : Interaksi antara faktor media perebusan dan faktor perebusan

ε

ijk : Galat sisa (ukuran keragaman dari pengamatan yang nilainya merupakan

(36)

Bentuk hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut :

Pengaruh perlakuan faktor perebusan (tanpa perebusan dan dengan perebusan) terhadap kelarutan mineral udang mantis :

H0 = Perlakuan faktor perebusan tidak berpengaruh nyata terhadap

kelarutan mineral udang mantis

H1 = Perlakuan faktor perebusan berpengaruh nyata terhadap kelarutan

mineral udang mantis

Pengaruh perlakuan media perebusan (media asam asetat 0,5%; NaCl 1%; dan air) terhadap kelarutan mineral udang mantis :

H0 = Perlakuan media perebusan tidak berpengaruh nyata terhadap

kelarutan mineral udang mantis

H1 = Perlakuan media perebusan berpengaruh nyata terhadap kelarutan

mineral udang mantis

Pengaruh interaksi faktor A dan faktor B :

H0 = interaksi antara faktor perebusan dengan media perebusan tidak

berpengaruh nyata terhadap kelarutan mineral udang mantis

H1 = interaksi antara faktor perebusan dengan media perebusan

berpengaruh nyata terhadap kelarutan mineral udang mantis

Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis ragam pada taraf beda nyata (P<0,05). Jika hasil analisis ragam berbeda nyata, dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk melihat perlakuan mana yang berbeda, dengan rumus :

Keterangan :

α = Nilai tabel Duncan pada taraf nyata α p = Jarak peringkat 2 perlakuan

dbg = Nilai derajat bebas galat KTG = Nilai kuadrat tengah galat r = Banyaknya ulangan

(37)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakterisasi Fisik Udang Mantis

Udang mantis yang digunakan dalam penelitian ini memiliki ukuran berat dan panjang yang tidak seragam, akan tetapi nilai rendemen daging yang dihasilkan tidak jauh berbeda. Rendemen merupakan suatu parameter yang paling penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan pangan. Perhitungan rendemen berdasarkan persentase perbandingan antara berat akhir dengan berat awal proses. Semakin kecil rendemennya maka semakin rendah pula nilai ekonomis dan keefektivitasan dari produk tersebut, begitu pula semakin besar nilai rendemen produk tersebut maka semakin tinggi nilai ekonomis dan keefektivitasan suatu produk atau bahan tersebut. Nilai panjang total, berat total, berat daging dan rendemen daging udang mantis Jambi dan Cirebon disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Nilai panjang total, berat total, berat daging dan rendemen daging udang mantis (Harpiosquilla raphidea) Jambi dan Cirebon

n = 20 n = 20

n = 20 n = 20

(38)

Pada udang mantis dari Jambi, rendemen daging yang diperoleh adalah sebesar 40,28%, sedangkan untuk rendemen daging udang mantis dari Cirebon adalah sebesar 39,91%. Rendemen ini merupakan bobot bersih daging yang terdapat pada sampel. Ukuran proporsi daging merupakan yang terbesar dari keseluruhan tubuh ikan (Rogers et al. 2004). Habitat hidup dan lingkungan perairan tempat sampel udang mantis ini tidak jauh berbeda meskipun berbeda wilayah. Kondisi fisika kimia perairan habitat hidup udang mantis Jambi berada pada kisaran suhu 31-32 ºC, nilai pH perairan berkisar 7-8, salinitas 22-28 ‰, dan kandungan oksigen terlarut (DO) 5-7 mg/l, sedangkan untuk wilayah perairan Cirebon berada pada kisaran suhu 30-35 ºC, nilai pH perairan berkisar 7-8,5; salinitas 20-26 ‰, dan kandungan oksigen terlarut (DO) 5-9 mg/l (Arifuddin 2004). Hal ini diperkirakan mengakibatkan karakteristik udang mantis Jambi dan Cirebon tidak jauh berbeda.

4.2. Komposisi Proksimat

Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui jumlah kadar air, abu, protein dan lemak yang terdapat pada sampel udang mantis yang berasal dari Jambi dan Cirebon. Kandungan karbohidrat yang terdapat pada sampel dihitung secara by difference yaitu dengan cara 100% - (% kadar air + % kadar abu + % kadar protein + % kadar lemak). Hasil analisis proksimat pada kedua sampel udang mantis disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi proksimat udang mantis (Harpiosquilla raphidea)

Komposisi Udang Mantis Udang

vannamei* Jambi Cirebon Air (%) 78,27 ± 1,42a 78,49 ± 1,65a 81,35 ± 0,97 Abu (%) 1,60 ± 0,71a 1,64 ± 0,11a 0,64 ± 0,06 Protein (%) 13,11 ± 0,88a 14,39 ± 0,39a 17,43 ± 0,89 Lemak (%) 1,29 ± 0,30a 0,6 ± 0,00b 0,15 ± 0,03 Karbohidrat (by difference) (%) 5,72 ± 0,45 a 4,88 ± 1,45a 0,44 ± 0,11 Keterangan : Angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b) pada baris yang sama

menunjukkan beda nyata (p<0,05) * Irawan (2006)

Produk hasil perikanan umumnya memiliki kandungan air yang sangat tinggi. Rata-rata kandungan air yang terdapat pada udang mantis Jambi dan Cirebon

(39)

adalah sebesar 78,27% dan 78,49%, dimana nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan air pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 65,69%.

Analisis kadar abu dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral yang terdapat pada sampel udang mantis. Rata-rata kadar abu yang terdapat pada udang mantis Jambi dan Cirebon adalah sebesar 1,60% dan 1,64%, dimana nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan abu pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 1,33%.

Hasil analisis kadar protein menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar protein pada udang mantis Jambi adalah sebesar 13,11%, sedangkan pada udang mantis Cirebon sebesar 14,39%. Hasil kadar protein pada kedua sampel udang mantis tersebut berada di bawah kisaran kadar protein menurut USDA (2006) yang menyebutkan bahwa kandungan protein yang terdapat pada udang berada pada kisaran 17-20%.

Nilai rata-rata kadar lemak pada udang mantis Jambi adalah sebesar 1,29%, sedangkan pada udang mantis Cirebon sebesar 0,6%. Hasil kadar lemak pada kedua sampel udang mantis tersebut berada pada kisaran kadar lemak menurut USDA (2006) yang menyebutkan bahwa kandungan lemak yang terdapat pada udang adalah 0.92%.

Rata-rata kadar karbohidrat yang terdapat pada udang mantis Jambi dan Cirebon adalah sebesar 5,72% dan 4,88%. Kadar karbohidrat pada sampel udang menjadikan udang bukan merupakan sumber karbohidrat yang utama.

Perbedaan nilai proksimat antara udang mantis Jambi dan Cirebon ini disebabkan oleh perbedaan spesies, umur udang, ukuran udang, tingkat kematangan gonad, perbedaan kondisi lingkungan hidup dan tingkat kesegaraan udang tersebut. Perbedaan kandungan dan jumlah mineral pada suatu organisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi lingkungan tempat hidup dan perbedaan dari jenis makanan yang dikonsumsi serta kemampuan menyerap kandungan mineral yang terdapat pada lingkungan perairan tempat organisme tersebut tinggal (Jobling et al. 2001). Masing-masing organisme memiliki kemampuan yang berbeda dalam meregulasikan dan mengabsorpsi nutrient, hal ini akan mempengaruhi jumlah komposisi proksimat dari udang mantis tersebut.

(40)

4.3. Komposisi Mineral

Mineral adalah unsur-unsur kimia selain karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen yang dibutuhkan oleh manusia. Mineral adalah salah satu bagian dari tubuh dan memiliki peranan penting dalam pemeliharaan fungsi dari tubuh, baik itu pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral memegang peranan penting pada reaksi biokimia dalam tubuh yaitu sebagai ko-faktor enzim (Almatsier 2003).

4.3.1. Mineral makro

Mineral makro diperlukan atau terdapat dalam jumlah relatif besar. Kelompok mineral makro meliputi kalium, kalsium, magnesium, natrium, sulfur, klor dan fosfor (Winarno 2008). Informasi mengenai kandungan mineral makro yang terkandung pada udang mantis yang berasal dari Jambi dan Cirebon disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi mineral makro udang mantis (Harpiosquilla raphidea) Jenis Mineral Udang Mantis (mg/100 g bk) Udang vannamei*

(mg/100 g bk) Jambi Cirebon Natrium (Na) 887,14 ± 30,79a 604,53 ± 27,37b 777,45 ± 88,07 Kalium (K) 674,79 ± 44,05a 511,03 ± 25,81b 457,02 ± 37,20 Kalsium (Ca) 137,16 ± 2,41a 57,91 ± 13,43b 354,28 ± 28,51 Magnesium (Mg) 68,50 ± 2,54a 123,73 ± 10,05a 173,77 ± 2,37 Keterangan: Angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b) pada baris yang sama

menunjukkan beda nyata (p<0,05) * Irawan (2006)

Kandungan mineral makro dengan konsentrasi tertinggi pada udang mantis yang berasal dari Jambi adalah natrium, yaitu sebesar 887,14 mg/100 g bk, diikuti

oleh kalium, kalsium dan magnesium, masing-masing sebesar 674,79; 137,16 dan 68,50 mg/100 g bk. Pada udang mantis yang berasal dari Cirebon, kandungan

mineral makro tertinggi adalah natrium, yaitu sebesar 604,53 mg/100 g bk, diikuti

oleh kalium, magnesium dan kalsium, berturut-turut sebesar 511,03; 123,73 dan 57,91 mg/100 g bk.

Kandungan natrium pada kedua jenis udang mantis ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kandungan natrium pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 190,4 mg/100 g. Kandungan natrium pada udang mantis Jambi

(41)

memiliki nilai lebih besar apabila dibandingkan dengan udang mantis Cirebon dan udang vannamei (Irawan 2006).

Kandungan kalium pada kedua jenis udang mantis ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kadar kalium pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 154,70 mg/100 g. Kandungan kalium dari Jambi dan Cirebon juga memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan kalium dari udang vannamei (Irawan 2006).

Konsentrasi kalsium udang mantis dari Jambi lebih tinggi apabila dibandingkan dengan konsentrasi kalsium pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 33,15 mg/100 g, sedangkan konsentrasi kalsium daging udang mantis dari Cirebon lebih kecil apabila dibandingkan dengan konsentrasi udang menurut USDA (2006). Kandungan kalsium dari udang mantis Jambi dan Cirebon ini juga lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kalsium dari udang vannamei (Irawan 2006).

Jumlah kandungan magnesium pada kedua jenis udang mantis ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan jumlah magnesium pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 28,90 mg/100 g. Kandungan magnesium dari udang mantis Jambi dan Cirebon ini juga lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kalsium dari udang vannamei (Irawan 2006).

Perbedaan kandungan mineral makro antara udang mantis Jambi dan Cirebon ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi lingkungan tempat hidup dan perbedaan dari jenis makanan yang dikonsumsi serta kemampuan untuk menyerap kandungan mineral yang terdapat pada habitat perairan tempat organisme tersebut tinggal (Jobling et al. 2001).

4.3.2. Mineral mikro

Mineral mikro adalah mineral yang diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil. Kelompok mineral mikro antara lain besi, iodium, seng, mangan, kobalt, fluor dan tembaga (Winarno 2008). Informasi mengenai kandungan mineral mikro yang terkandung pada udang mantis yang berasal dari Jambi dan Cirebon disajikan pada Tabel 4.

(42)

Tabel 4. Komposisi mineral mikro udang mantis (Harpiosquilla raphidea) Jenis Mineral Udang Mantis (mg/100 g bk) Udang vannamei*

(mg/100 g bk) Jambi Cirebon

Seng (Zn) 9,86 ± 0,54a 9,86 ± 2,51a 19,49 ± 7,65 Besi (Fe) 0,88 ± 0,08a 1,00 ± 0,10a Tidak terdeteksi Tembaga (Cu) 0,19 ± 0,01a 0,72 ± 0,51a Tidak terdeteksi Keterangan: Angka-angka yang diikuti superscript yang sama (a) pada baris yang sama

menunjukkan tidak beda nyata (p>0,05) * Irawan (2006)

Kandungan mineral mikro dengan konsentrasi tertinggi pada udang mantis yang berasal dari Jambi adalah seng, yaitu sebesar 9,86 mg/100 g bk, diikuti oleh besi dan tembaga, masing-masing sebesar 0,88 dan 0,19 mg/100 g bk. Pada udang mantis yang berasal dari Cirebon, kandungan mineral mikro tertinggi adalah seng, yaitu sebesar 9,86 mg/100 g bk, diikuti oleh besi dan tembaga, berturut-turut sebesar 1,00 dan 0,72 mg/100 g bk.

Konsentrasi seng pada kedua jenis udang mantis ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan konsentrasi seng pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 1,33 mg/100 g. Kandungan seng dari udang mantis Jambi dan Cirebon ini juga lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kalsium dari udang vannamei (Irawan 2006).

Kandungan tembaga pada kedua jenis udang mantis ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kadar tembaga pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 0,16 mg/100 g. Keberadaan tembaga udang mantis dari Jambi dan Cirebon berbeda dengan udang vannamei karena pada udang vannamei tidak terdeteksi kandungan tembaga (Irawan 2006).

Jumlah kandungan besi pada kedua jenis udang mantis ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan jumlah besi pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 2,63 mg/100 g. Keberadaan besi dari udang mantis Jambi dan Cirebon berbeda dengan udang vannamei karena pada udang vannamei tidak terdeteksi kandungan besi (Irawan 2006).

Perbedaan kandungan dan jumlah mineral pada suatu organisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi lingkungan tempat hidup dan perbedaan dari jenis makanan yang dikonsumsi serta kemampuan untuk menyerap kandungan mineral yang terdapat pada lingkungan perairan tempat mahluk hidup tersebut tinggal (Jobling et al. 2001). Selain itu, perbedaan kadar mineral juga

(43)

dapat disebabkan oleh perbedaan jenis spesies, konsentrasi mineral dalam habitatnya dan fase pertumbuhan (Darmono 1995).

4.3.3. Pemenuhan kecukupan gizi mineral

Pemenuhan kecukupan gizi mineral dari udang mantis (Harpiosquilla raphidea) diperoleh dari kemampuan mengabsorpsi mineral dari udang mantis oleh tubuh. Informasi angka kecukupan gizi mineral dari udang mantis disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Persentase absorpsi mineral dari udang mantis (Harpiosquilla raphidea)

Jenis mineral

Udang mantis Udang

vannamei* JAMBI CIREBON mg % mg % mg % Natrium 183,14 36,63 123,54 24,71 137,74 27,55 Kalium 131,97 6,60 98,93 4,95 76,71 3,84 Kalsium 8,94 1,79 3,74 0,75 19,82 3,96 Magnesium 7,07 2,83 12,64 5,06 15,39 6,16 Seng 0,76 5,06 0,75 5,02 1,29 8,59 Besi 0,03 0,11 0,03 0,13 - - Tembaga 0,01 0,67 0,04 2,50 - - * Irawan (2006)

Natrium pada tubuh manusia berfungsi untuk mengatur tekanan osmotik yang menjaga agar cairan tidak keluar dari dan masuk ke dalam sel-sel. Kekurangan natrium dapat mengakibatkan terganggunya keseimbangan cairan dalam tubuh dan dapat menurunkan tekanan darah. Angka kecukupan gizi natrium adalah 500 - 2400 mg sehari (Almatsier 2003). Pada kondisi normal, sebanyak 95% dari natrium yang dikonsumsi dapat diserap oleh tubuh (Groff dan Gropper 1999). Mengkonsumsi sebanyak 100 g udang mantis dari Jambi dan Cirebon hasil penelitian ini diperkirakan dapat memberikan sumbangan natrium sebanyak 183,14 dan 123,54 mg (bb) atau sekitar 25-37% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 16).

Kalium berperan dalam pengaturan kandungan cairan sel, dimana kalium bersama-sama dengan klorida membantu menjaga tekanan osmotik dan keseimbangan asam basa. Kekurangan kalium dapat terjadi karena tubuh banyak kehilangan ion kalium melalui saluran pencernaan seperti muntah-muntah atau

Gambar

Tabel 1.  Komposisi kimia udang (dalam 100 g)
Gambar 2.  Tahapan penelitian komposisi mineral udang mantis (Harpiosquilla  raphidea) dan pengaruh perebusan terhadap kelarutan mineral
Gambar 3.  Diagram alir analisis kadar mineral dan kelarutannya  (Santoso et al.  2007)
Gambar 4.  Nilai panjang total, berat total, berat daging dan rendemen daging  udang mantis (Harpiosquilla raphidea) Jambi dan Cirebon
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengolahan dengan mengukus akan mengurangi kandungan gizi dan mineral berupa kalium, kalsium, natrium, fosfor, magnesium dan besi, namun tidak sebesar pada proses perebusan