• Tidak ada hasil yang ditemukan

FILTER BUTTERWORTH UNTUK SISTEM TELEMETRI DENGAN METODE MULTITONE TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FILTER BUTTERWORTH UNTUK SISTEM TELEMETRI DENGAN METODE MULTITONE TUGAS AKHIR"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Program Studi Teknik Elektro

Disusun oleh: SUPRIYADI NIM : 035114025

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2009

(2)

FINAL PROJECT

Presented as Partial Fulfillment of the Requirements To Obtain the Sarjana Teknik Degree

In Electrical Engineering Study Program

Written by: SUPRIYADI

Student Number : 035114025

ELECTRICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

DEPARTMENT OF ELECTRICAL ENGINEERING

FACULTY OF SAINS AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

2009

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

Motto

CURA, UT VALEAS!

(Unknown)

Persembahan:

Ku persembahkan karya kecilku ini untuk:

Tuhan Yesus Kristus, selamanya aku milik-Nya... dalam kasih-Nya aku berkarya. Bapak dan Ibu tercinta, almarhum Andreas Yosef Langi dan Katharina Bedai, atas cinta yang tak berbatas.

Saudara-Saudariku tercinta, Hendrikus Suyadi, Herkulanus Hanggi, Helena Rasmiati dan Adrianus Handri.

Kedua keponakanku tersayang, Albertus Yudi Pratama dan Octaviani Cyntia. Keluarga Besarku tercinta.

Almamaterku Teknik Elektro USD

(8)

frekuensi dengan metode multitone yang merupakan alat ukur dengan tiga sensor pengukuran, yaitu sensor pertama untuk mengukur suhu udara, sensor kedua untuk mengukur tekanan udara dan sensor ketiga untuk mengukur kelembaban udara, dengan sistem komunikasi gelombang radio FM.

Filter Butterworth untuk sistem telemetri dengan metode multitone ini

terdiri dari bagian-bagian filter dan rangkaian pembanding. Bagian filter terdiri

low pass filter (LPF) 20 kHz, LPF 7 kHz, band pass filter (BPF) 8-13 kHz dan high pass filter (HPF) 14 kHz. LPF 20 kHz digunakan untuk memisahkan sinyal

masukan dari frekuensi transmisi, dan keluarannya digunakan sebagai masukan untuk ketiga filter lainnya. LPF 7 kHz untuk melewatkan frekuensi yang mewakili data sensor pertama, BPF 8-13 kHz untuk melewatkan frekuensi yang mewakili data sensor kedua dan HPF 14 kHz untuk melewatkan frekuensi yang mewakili data sensor ketiga. Keluaran dari ketiga filter ini selanjutnya dilewatkan pada rangkaian pembanding untuk mengubah sinyal keluaran menjadi gelombang kotak. Gelombang kotak ini merupakan keluaran akhir dari sistem sehingga pada sistem selanjutnya dapat diidentifikasi sebagai data biner dengan logika low dan

high yang ditunjukkan oleh level tegangannya.

Dari hasil percobaan secara terpisah, masing-masing dari filter dan pembanding telah bekerja mendekati perancangan. Pada LPF 20 kHz didapatkan frekuensi cut-off sebesar 18503,5 Hz, LPF 7 kHz didapatkan frekuensi cut-off sebesar 6852 Hz, BPF 8-13 kHz didapatkan frekuensi cut-off bawah sebesar 8408 Hz serta frekuensi cut-off atas sebesar 13176Hz dan HPF 14 kHz didapatkan frekuensi cut-off sebesar 13586 Hz. Sedangkan pembanding telah dapat menghasilkan keluaran berupa gelombang kotak tanpa mengubah frekuensinya. Tetapi saat diterapkan dalam sistem dengan masukan sinyal terjumlah, tidak didapatkan keluaran akhir seperti yang diinginkan. Hal ini disebabkan oleh penggunaan filter dengan orde rendah, sehingga sinyal keluaran filter masih terinterferensi oleh frekuensi lain diluar batas frekuensi cut-off filter.

Kata kunci: sistem telemetri, low pass filter, band pass filter, high pass filter,

filter Butterworth

(9)

first sensor measured atmospheric temperature, the second sensor measured atmospheric pressure and the third sensor measured atmospheric humidity in communication radio system.

Butterworth filter circuit consists of filter circuit and comparator circuit. Filter circuit consists of low pass filter (LPF) 20 kHz, LPF 7 kHz, band pass filter (BPF) 8-13 kHz and high pass filter (HPF) 14 kHz. LPF 20 kHz was used to separate input signal from receiving signal, and then the filter output was used to input signal for other filter. LPF 7 kHz used to pass the frequency which is represent first sensor data, BPF 8-13 kHz used to pass the frequency which is represent second sensor data and HPF 14 kHz used to pass the frequency which is represent third sensor data. And then, the output from each filter feed in comparator circuit to shape the output signal to be a square waves. This square waves is a final output from system and then, in the next system can be identification as a biner data with low and high logic as shown by voltage level.

From the experiments, each filter and comparator was works close to the design. At LPF 20 kHz, founded 18503.5 Hz cut-off frequency, at LPF 7 kHz founded 6852 Hz. At BPF founded 8408 Hz as low cut-off frequency and 13176 Hz as high cut-off frequency. At HPF 14 kHz founded 13586 Hz as cut-off frequency. The comparator was produce output signal of square waves without change the frequency. But, when it apllied in the system with adder result input signal, the final output did not worked well. This problem founded because it was used of low orde filter, and then output signal was still interfered by the other frequency outside of the cut-off filter frequency.

Keywords: telemetry system, low pass filter, band pass filter, high pass filter,

Butterworth filter

(10)

rahmat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Filter Butterworth Untuk Sistem Telemetri Dengan Metode Multitone”.

Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Elektro di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, sekaligus sebagai upaya untuk memperdalam dan memperkaya wawasan berpikir serta menambah wacana di bidang elektronika khususnya dan sains teknologi pada umumnya.

Pembuatan tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. B. Wuri Harini S.T., M.T., Ketua Jurusan Teknik Elektro yang telah memberikan perhatiannya selama kuliah di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. A. Bayu Primawan, S.T., M.Eng., selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, masukan, waktu, dan perhatiannya selama penyusunan tugas akhir ini.

3. Martanto, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, masukan, waktu, dan perhatiannya selama penyusunan tugas akhir ini.

4. Segenap dosen di Jurusan Teknik Elektro yang telah mendidik penulis untuk mengetahui lebih dalam tentang Teknik Elektronika.

(11)

Sanata Dharma Yogyakarta.

7. Seluruh Staf Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang sudah memberikan layanan dan bantuan selama proses pencarian referensi. 8. Ibu dan segenap keluarga besar tercinta yang selalu memberi doa,

dukungan dan semangat dalam menyelesaikan kuliah dan pengerjaan tugas akhir ini.

9. ”Himpunan Pelajar Mahasiswa Dayak Kapuas Hulu”, terima kasih atas semua bantuan dan kebersamaan yang indah selama ini.

10. Teman-teman TE: I Putu Eka, Andry Prihatin, Liberius Aries, Frederik Erik, Guntur Maulana, Bayu Rani, Tri Dese, Marselinus Roni, Ricky Nelson, SigitPurbayadi, Venantius Andika, Heru Wahyudi, Nendar Wibarasta, Sukur Widodo, Ratno, Yohanes Pemandi Ariadi. Tomo, Petrus Veni, Robert, Yulius, Nestor, Tono, Stefan, Budin, Andro, Ivan, Diro, Doni, Rikardus, terimakasih atas dukungan, bantuan dan kekompakannya. 11. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu

sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 12. sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis dengan penuh kesadaran memahami dalam pembuatan tugas akhir ni masih banyak terdapat kekurangannya. Oleh karenanya sumbang saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat diharapkan. Akhirnya penulis berharap

(12)
(13)

Lembar Persetujuan oleh Pembimbing ...iii

Lembar Pengesahan ...iv

Lembar Persetujuan Publikasi...v

Lembar Pernyataan keaslian karya...vi

Halaman Persembahan dan Motto Hidup ...vii

Intisari ...viii

Abstract ...ix

Kata Pengantar ...x

Daftar Isi ...xiii

Daftar Gambar...xvi

Daftar Tabel ...xviii

Daftar Lampiran ...xix

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Judul ... 1

1.2 Latar Belakang Masalah... 1

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ...3

1.5 Batasan Masalah ... 3

1.6 Metodologi Penelitian ... 4

1.7 Sistematika Penulisan ... 5

BAB II DASAR TEORI ...6

2.1 Filter...6

2.1.1 Definisi Filter...6

2.1.2 Klasifikasi Filter ...6

2.1.3 Low Pass Filter ...10

2.1.3.1 Low Pass Filter tipe Butterworth orde ke-2...12

(14)

2.1.6 Peng-kaskade-an (Cascading)...23

2.2 Penguat Operasional (Operational Amplifier, Op-Amp) Sebagai Pembangun Dasar...24

2.2.1 Dasar-dasar Penguat Operasional ...24

2.2.2 Penguat Membalik (Inverting Amplifier) ...27

2.2.3 Penguat Tak Membalik (Non Inverting Amplifier) ...28

2.2.4 Pengikut Tegangan (Voltage Follower) ...29

BAB III PERANCANGAN ...32

3.1 Filter Aktif ...34

3.1.1 Low Pass Filter dengan fc = 20 kHz...34

3.1.2 Low Pass Filter dengan fc = 7 kHz...36

3.1.3 Band Pass Filter dengan fL = 8 kHz dan fH = 13 kHz ...38

3.1.3.1 Low Pass Filter dengan fc = 13 kHz...39

3.1.3.2 High Pass Filter dengan fc = 8 kHz ...41

3.1.4 High Pass Filter dengan fc = 14 kHz ...44

3.2 Rangkaian Pembanding (Comparator) ...46

3.3 Rangkaian Penyangga (Buffer) ...47

BAB IV PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN ...49

4.1 Low Pass Filter 20 kHz ...49

4.2 Low Pass Filter 7 kHz ...52

4.3 Band Pass Filter 8-13 kHz ...54

4.4 High Pass Filter 14 kHz ...56

4.5 Pembanding (Comparator) ...58

4.6 Pembahasan Kinerja Filter Dengan Frekuensi Masukan Yang Berbeda .59 4.7 Analisa Kinerja Sistem Dengan Masukan Sinyal Terjumlah...61

4.8 Pembahasan Secara Keseluruhan...67

(15)

DAFTAR PUSTAKA ...70

(16)

Gambar 2.2 Karakteristik ideal filter pelewat tinggi...9

Gambar 2.3 Karakteristik ideal filter pelewat jalur...9

Gambar 2.4 Karakteristik ideal filter penolak jalur ...10

Gambar 2.5 Kurva tanggapan Low Pass Filter...10

Gambar 2.6 Untai dasar Low Pass Filter ...11

Gambar 2.7 Low Pass Filter orde ke-2 ...12

Gambar 2.8 Low Pass Filter orde ke-2 ...13

Gambar 2.9 Kurva tanggapan High Pass Filter...16

Gambar 2.10 Untai dasar High Pass Filter...16

Gambar 2.11 High Pass Filter orde ke-2 ...17

Gambar 2.12 High Pass Filter orde ke-2 ...17

Gambar 2.13 Tanggapan amplitudo relatif BPF secara umum ...20

Gambar 2.14 Tanggapan amplitudo BPF orde 2 dengan berbagai nilai Q ....22

Gambar 2.15 Diagram blok kaskade untuk filter orde tinggi...23

Gambar 2.16 Simbol Op-Amp (dalam rangkaian)...25

Gambar 2.17 Catu daya bipolar sederhana ...25

Gambar 2.18 Non inverting comparator dengan bias positif...26

Gambar 2.19 Inverting comparator dengan bias positif ...27

Gambar 2.20 Rangkaian penguat inverting...28

Gambar 2.21 Rangkaian penguat non inverting...28

Gambar 2.22 Rangkaian pengikut tegangan ...29

Gambar 2.23 Rangkaian penguat inverting tanpa pengikut tegangan...30

Gambar 3.1 Diagram blok sistem telemetri secara umum ...32

Gambar 3.2 Diagram blok bagian penerima ...33

Gambar 3.3 Low Pass Filter 20 kHz...36

Gambar 3.4 Low Pass Filter 7 kHz...38

Gambar 3.5 Low Pass Filter 13 kHz...41

Gambar 3.6 High Pass Filter 8 kHz...43

(17)

Gambar 3.10 Rangkaian Penyangga ...48

Gambar 4.1 Grafik Tanggapan Frekuensi LPF 20 kHz ...51

Gambar 4.2 Grafik Tanggapan Frekuensi LPF 7 kHz ...53

Gambar 4.3 Grafik Tanggapan Frekuensi BPF 8-13 kHz...56

Gambar 4.4 Grafik Tanggapan Frekuensi HPF 14 kHz...58

Gambar 4.5(a) Sinyal terjumlah masukan sistem dengan Amplitudo 9 Vpp.62 Gambar 4.5(b) Sinyal terjumlah untuk masukan Sistem setelah pembagi tegangan dengan Amplitudo 3 Vpp...62

Gambar 4.6(a) Sinyal keluaran LPF 20 kHz dengan masukan sinyal terjumlah ...62

Gambar 4.6(b) Sinyal keluaran LPF 20 kHz setelah pembagi tegangan dengan masukan sinyal terjumlah ...63

Gambar 4.7(a) Sinyal keluaran LPF 7 kHz dengan masukan sinyal terjumlah, Amplitudo 4,8 Vpp ...64

Gambar 4.7(b) Keluaran akhir LPF 7 kHz setelah Rangkaian Pembanding dengan masukan sinyal terjumlah ...64

Gambar 4.8(a) Sinyal keluaran BPF 8-13 kHz dengan masukan sinyal terjumlah ...65

Gambar 4.8(b) Keluaran akhir BPF 8-13 kHz setelah Rangkaian Pembanding dengan masukan sinyal terjumlah ...65

Gambar 4.9(a) Sinyal keluaran HPF 14 kHz dengan masukan sinyal terjumlah ...65

Gambar 4.9(b) Keluaran akhir HPF 14 kHz setelah Rangkaian Pembanding dengan masukan sinyal terjumlah ...66

Gambar 4.10 Grafik Tanggapan Frekuensi secara keseluruhan...66

(18)

Tabel 4.1 Kinerja Filter dengan Sinyal Masukan Gelombang Kotak dan Frekuensi Masukan Yang Berbeda ...60 Tabel 4.2 Kinerja Filter Dengan Masukan Sinyal Terjumlah ...63

(19)

Lampiran 2 Foto Perangkat Keras Hasil Perancangan... L3 Lampiran 3 Tabel Data pengukuran LPF 20 kHz ... L5 Lampiran 4 Tabel Data pengukuran LPF 7 kHz ... L7 Lampiran 5 Tabel Data pengukuran BPF 8-13 kHz... L10 Lampiran 6 Tabel Data pengukuran HPF 14 kHz... L13 Lampiran 7 Tabel Hubungan Antara Data Sensor 1 (Suhu) Dengan

Frekuensi ... L15 Lampiran 8 Tabel Hubungan Antara Data Sensor 2 (Tekanan) Dengan

Frekuensi ... L17 Lampiran 9 Tabel Hubungan Antara Data Sensor 3 (Kelembaban) pada

suhu 250Cdengan Frekuensi... L19 Lampiran 10 Tabel Hubungan Antara Data Sensor 3 (Kelembaban) pada

suhu 350Cdengan Frekuensi... L20 Lampiran 11 Tabel Hubungan Antara Data Sensor 3 (Kelembaban) pada

suhu 450Cdengan Frekuensi... L21 Lampiran 12 Gambar Sinyal AFG (Audio Function Generator) sebagai

masukan Sistem dengan Amplitudo 9 Vpp dan Frekuensi 10008 Hz ... L23 Lampiran 13 Gambar Sinyal AFG (Audio Function Generator) sebagai

masukan LPF 20 kHz dengan Amplitudo 2,6 Vpp dan Frekuensi 10008 Hz ... L23 Lampiran 14 Gambar sinyal keluaran LPF 20 kHz dengan Amplitudo 7,5

Vpp dan Frekuensi 10008 Hz... L23 Lampiran 15 Gambar sinyal keluaran LPF 20 kHz yang telah dibagi

tegangannya dengan Amplitudo 2,5 Vpp dan Frekuensi 10008 Hz ... L24 Lampiran 16 Gambar sinyal masukan LPF 7 kHz dengan Amplitudo 2,5

Vpp dan Frekuensi 4288 Hz... L24

(20)

0,6 Vpp dan Frekuensi 4288 Hz... L25 Lampiran 19 Gambar sinyal keluaran HPF 14 kHz dengan Frekuensi 4288

Hz ... L25 Lampiran 20 Gambar sinyal masukan BPF 8-13 kHz dengan Amplitudo

2,5 Vpp dan Frekuensi 10558 Hz... L25 Lampiran 21 Gambar sinyal keluaran BPF 8-13 kHz dengan Amplitudo

9,4 Vpp dan Frekuensi 10558 Hz... L26 Lampiran 22 Gambar sinyal keluaran LPF 7 kHz dengan Amplitudo 1 Vpp

dan Frekuensi 10558 Hz ... L26 Lampiran 23 Gambar sinyal keluaran HPF 14 kHz dengan Amplitudo 1,9

Vpp dan Frekuensi 10558 Hz... L26 Lampiran 24 Gambar sinyal masukan HPF 14 kHz dengan Amplitudo 2,5

Vpp dan Frekuensi 17043 Hz... L27 Lampiran 25 Gambar sinyal keluaran HPF 14 kHz.dengan Amplitudo 4

Vpp dan Frekuensi 17043 Hz... L27 Lampiran 26 Gambar sinyal keluaran LPF 7 kHz.dengan Amplitudo 0,14

Vpp dan Frekuensi 17043 Hz... L27 Lampiran 27 Gambar sinyal keluaran BPF 8-13 kHz.dengan Amplitudo

2,4 Vpp dan Frekuensi 17043 Hz... L28 Lampiran 28 Gambar keluaran akhir LPF 7 kHz setelah Rangkaian

Pembanding dengan Amplitudo 4,4 Vpp dan Frekuensi 4288 Hz ... L28 Lampiran 29 Gambar keluaran akhir BPF 8-13 kHz setelah Rangkaian

Pembanding dengan Amplitudo 4,4 Vpp dan Frekuensi 4288 Hz ... L28 Lampiran 30 Gambar keluaran akhir HPF 14 kHz setelah Rangkaian

Pembanding dengan Amplitudo 4,4 Vpp dan Frekuensi 4288 Hz ... L29

(21)

Lampiran 32 Gambar keluaran akhir LPF 7 kHz setelah Rangkaian Pembanding dengan Amplitudo 4,4 Vpp dan Frekuensi 10558 Hz ... L29 Lampiran 33 Gambar keluaran akhir HPF 14 kHz setelah Rangkaian

Pembanding dengan Amplitudo 4,4 Vpp dan Frekuensi

10558 Hz ... L30 Lampiran 34 Gambar keluaran akhir HPF 14 kHz setelah Rangkaian

Pembanding dengan Amplitudo 4,4 Vpp dan Frekuensi

17043 Hz ... L30 Lampiran 35 Gambar keluaran akhir LPF 7 kHz setelah Rangkaian

Pembanding dengan Frekuensi 17043 Hz... L30 Lampiran 36 Gambar keluaran akhir BPF 8-13 kHz setelah Rangkaian

Pembanding dengan Amplitudo 4,4 Vpp dan Frekuensi 17043 Hz ... L31 Lampiran 37 Sinyal masukan sistem gelombang kotak dengan Amplitudo

9 Vpp dan setelah diperkecil dengan Amplitudo 3 Vpp ... L31 Lampiran 38 Sinyal keluaran LPF 20 kHz pada frekuensi 10500 Hz

dengan Amplitudo 8,4 Vpp dan setelah diperkecil dengan Amplitudo 2,8 Vpp ... L31 Lampiran 39 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2,8

Vpp pada frekuensi 2000 Hz sebagai masukan LPF 7 kHz dan keluaran LPF 7 kHz dengan Amplitudo 8 Vpp ... L32 Lampiran 40 Sinyal keluaran komparator LPF 7 kHz pada frekuensi 2000

Hz ... L32 Lampiran 41 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2,8

Vpp pada frekuensi 2000 Hz sebagai masukan BPF 8-13 kHz dan keluaran BPF 8-13 kHz dengan Amplitudo 3,8 Vpp ... L32

(22)

Lampiran 43 Keluaran komparator BPF 8-13 kHz dan keluaran komparator HPF 14 kHz pada frekuensi 2000 Hz ... L33 Lampiran 44 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2,8

Vpp pada frekuensi 4000 Hz sebagai masukan LPF 7 kHz dan keluaran LPF 7 kHz dengan Amplitudo 8 Vpp... L33 Lampiran 45 Sinyal keluaran komparator LPF 7 kHz pada frekuensi 4000

Hz ... L34 Lampiran 46 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2,8

Vpp pada frekuensi 4000 Hz sebagai masukan BPF 8-13 kHz dan keluaran BPF 8-13 kHz dengan Amplitudo 3,6 Vpp ... L34 Lampiran 47 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2,8

Vpp pada frekuensi 4000 Hz sebagai masukan HPF 14 kHz dan keluaran HPF 14 kHz dengan Amplitudo 1 Vpp ... L34 Lampiran 48 Keluaran komparator BPF 8-13 kHz dan keluaran

komparator HPF 14 kHz pada frekuensi 4000 Hz ... L35 Lampiran 49 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2,8

Vpp pada frekuensi 7000 Hz sebagai masukan LPF 7 kHz dan keluaran LPF 7 kHz dengan Amplitudo 5,2 Vpp... L35 Lampiran 50 Sinyal keluaran komparator LPF 7 kHz pada frekuensi 7000

Hz ... L35 Lampiran 51 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2,8

Vpp pada frekuensi 7000 Hz sebagai masukan BPF 8-13 kHz dan keluaran BPF 8-13 kHz dengan Amplitudo 4,6 Vpp ... L36 Lampiran 52 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2,8

Vpp pada frekuensi 7000 Hz sebagai masukan HPF 14 kHz dan keluaran HPF 14 kHz dengan Amplitudo 0,8 Vpp ... L36 Lampiran 53 Keluaran komparator BPF 8-13 kHz dan keluaran

komparator HPF 14 kHz pada frekuensi 7000 Hz ... L36

(23)

Lampiran 55 Sinyal keluaran komparator LPF 7 kHz pada frekuensi 7500 Hz ... L37 Lampiran 56 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2,8

Vpp pada frekuensi 7500 Hz sebagai masukan BPF 8-13 kHz dan keluaran BPF 8-13 kHz dengan Amplitudo 6 Vpp ... L37 Lampiran 57 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2,8

Vpp pada frekuensi 7500 Hz sebagai masukan HPF 14 kHz dan keluaran HPF 14 kHz dengan Amplitudo 0,8 Vpp ... L38 Lampiran 58 Keluaran komparator BPF 8-13 kHz dan keluaran

komparator HPF 14 kHz pada frekuensi 7500 Hz ... L38 Lampiran 59 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2,8

Vpp pada frekuensi 8000 Hz sebagai masukan BPF 8-13 kHz dan keluaran BPF 8-13 kHz dengan Amplitudo 7,4 Vpp ... L38 Lampiran 60 Sinyal keluaran komparator BPF 8-13 kHz pada frekuensi

8000 Hz ... L39 Lampiran 61 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2,8

Vpp pada frekuensi 8000 Hz sebagai masukan LPF 7 kHz dan keluaran LPF 7 kHz dengan Amplitudo 3,6 Vpp... L39 Lampiran 62 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2,8

Vpp pada frekuensi 8000 Hz sebagai masukan HPF 14 kHz dan keluaran HPF 14 kHz dengan Amplitudo 0,8 Vpp ... L39 Lampiran 63 Keluaran komparator LPF 7 kHz dan keluaran komparator

HPF 14 kHz pada frekuensi 8000 Hz... L40 Lampiran 64 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2,8

Vpp pada frekuensi 10500 Hz sebagai masukan BPF 8-13 kHz dan keluaran BPF 8-13 kHz dengan Amplitudo 12,6 Vpp... L40

(24)

Vpp pada frekuensi 10500 Hz sebagai masukan LPF 7 kHz dan keluaran LPF 7 kHz dengan Amplitudo 1,3 Vpp... L41 Lampiran 67 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2,8

Vpp pada frekuensi 10500 Hz sebagai masukan HPF 14 kHz dan keluaran HPF 14 kHz dengan Amplitudo 1,4 Vpp ... L41 Lampiran 68 Keluaran komparator LPF 7 kHz dan keluaran komparator

HPF 14 kHz pada frekuensi 10500 Hz... L41 Lampiran 69 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2,8

Vpp pada frekuensi 13000 Hz sebagai masukan BPF 8-13 kHz dan keluaran BPF 8-13 kHz dengan Amplitudo 8,6 Vpp.... L42 Lampiran 70 Sinyal keluaran komparator BPF 8-13 kHz pada frekuensi

13000 Hz ... L42 Lampiran 71 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2,8

Vpp pada frekuensi 13000 Hz sebagai masukan LPF 7 kHz dan keluaran LPF 7 kHz dengan Amplitudo 0,6 Vpp... L42 Lampiran 72 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2,8

Vpp pada frekuensi 13000 Hz sebagai masukan HPF 14 kHz dan keluaran HPF 14 kHz dengan Amplitudo 2,2 Vpp ... L43 Lampiran 73 Keluaran komparator LPF 7 kHz dan keluaran komparator

HPF 14 kHz pada frekuensi 13000 Hz... L43 Lampiran 74 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2,8

Vpp pada frekuensi 13500 Hz sebagai masukan BPF 8-13 kHz dan keluaran BPF 8-13 kHz dengan Amplitudo 7,6 Vpp.... L43 Lampiran 75 Sinyal keluaran komparator BPF 8-13 kHz pada frekuensi

13500 Hz ... L44 Lampiran 76 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2,8

Vpp pada frekuensi 13500 Hz sebagai masukan LPF 7 kHz dan keluaran LPF 7 kHz dengan Amplitudo 0,5 Vpp... L44

(25)

Lampiran 78 Keluaran komparator LPF 7 kHz dan keluaran komparator HPF 14 kHz pada frekuensi 13500 Hz... L45 Lampiran 79 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2,8

Vpp pada frekuensi 14000 Hz sebagai masukan HPF 14 kHz dan keluaran HPF 14 kHz dengan Amplitudo 4,4 Vpp ... L45 Lampiran 80 Sinyal keluaran komparator HPF 14 kHz pada frekuensi

14000 Hz ... L45 Lampiran 81 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2,8

Vpp pada frekuensi 14000 Hz sebagai masukan LPF 7 kHz dan keluaran LPF 7 kHz dengan Amplitudo 0,4 Vpp... L46 Lampiran 82 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2,8

Vpp pada frekuensi 14000 Hz sebagai masukan BPF 8-13 kHz dan keluaran BPF 8-13 kHz dengan Amplitudo 6,8 Vpp.... L46 Lampiran 83 Keluaran komparator LPF 7 kHz dan keluaran komparator

BPF 8-13 kHz pada frekuensi 14000 Hz... L46 Lampiran 84 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2,5

Vpp pada frekuensi 17000 Hz sebagai masukan HPF 14 kHz dan keluaran HPF 14 kHz dengan Amplitudo 5 Vpp ... L47 Lampiran 85 Sinyal keluaran komparator HPF 14 kHz pada frekuensi

17000 Hz ... L47 Lampiran 86 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2,5

Vpp pada frekuensi 17000 Hz sebagai masukan LPF 7 kHz dan keluaran LPF 7 kHz dengan Amplitudo 0,2 Vpp... L47 Lampiran 87 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2,5

Vpp pada frekuensi 17000 Hz sebagai masukan BPF 8-13 kHz dan keluaran BPF 8-13 kHz dengan Amplitudo 3 Vpp... L48 Lampiran 88 Keluaran komparator LPF 7 kHz dan keluaran komparator

BPF 8-13 kHz pada frekuensi 17000 Hz... L48

(26)

Lampiran 90 Sinyal keluaran komparator HPF 14 kHz pada frekuensi 20000 Hz ... L49 Lampiran 91 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2 Vpp

pada frekuensi 20000 Hz sebagai masukan LPF 7 kHz dan keluaran LPF 7 kHz dengan Amplitudo 0,1 Vpp... L49 Lampiran 92 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 2 Vpp

pada frekuensi 20000 Hz sebagai masukan BPF 8-13 kHz dan keluaran BPF 8-13 kHz dengan Amplitudo 1,4 Vpp ... L49 Lampiran 93 Keluaran komparator LPF 7 kHz dan keluaran komparator

BPF 8-13 kHz pada frekuensi 20000 Hz... L50 Lampiran 94 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 1,8

Vpp pada frekuensi 20500 Hz sebagai masukan HPF 14 kHz dan keluaran HPF 14 kHz dengan Amplitudo 3,9 Vpp ... L50 Lampiran 95 Sinyal keluaran komparator HPF 14 kHz pada frekuensi

20500 Hz ... L50 Lampiran 96 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 1,8

Vpp pada frekuensi 20500 Hz sebagai masukan LPF 7 kHz dan keluaran LPF 7 kHz... L51 Lampiran 97 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 1,8

Vpp pada frekuensi 20500 Hz sebagai masukan BPF 8-13 kHz dan keluaran BPF 8-13 kHz dengan Amplitudo 1,2 Vpp.... L51 Lampiran 98 Keluaran komparator LPF 7 kHz dan keluaran komparator

BPF 8-13 kHz pada frekuensi 20500 Hz... L51 Lampiran 99 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 1,8

Vpp pada frekuensi 21000 Hz sebagai masukan HPF 14 kHz dan keluaran HPF 14 kHz dengan Amplitudo 3,7 Vpp ... L52 Lampiran 100 Sinyal keluaran komparator HPF 14 kHz pada frekuensi

21000 Hz ... L52

(27)

Lampiran 102 Sinyal keluaran LPF 20 kHz yang diperkecil menjadi 1,8 Vpp pada frekuensi 21000 Hz sebagai masukan BPF 8-13 kHz dan keluaran BPF 8-13 kHz dengan Amplitudo 1 Vpp.... L53 Lampiran 103 Keluaran komparator LPF 7 kHz dan keluaran komparator

BPF 8-13 kHz pada frekuensi 21000 Hz... L53 Lampiran 105 Datasheet LM741 ... L55 Lampiran 106 Datasheet LF356 ... L63

(28)

1.1 Judul

Filter Butterworth Untuk Sistem Telemetri Dengan Metode Multitone.

1.2 Latar Belakang Masalah.

Suatu informasi baik berupa data pengukuran atau hasil pengamatan dikirim dan diterima, kemudian diproses sangat membutuhkan sarana transmisi data yang cepat, akurat dan bisa dipindah – pindah. Sehingga untuk mengirim data dari tempat yang sulit dijangkau dapat dengan mudah diatasi. Pengiriman data dapat menggunakan berbagai media, yang salah satunya adalah dengan gelombang radio. Gelombang radio digunakan sebagai media transmisi karena bersifat fleksibel dan mempunyai rentang frekuensi yang cukup lebar. Selain itu juga mudah dipindahkan karena tidak terkait dengan jaringan kabel.

Sistem Telemetri dengan Metode Multi Tone menggunakan prinsip sinyal informasi menggunakan frekuensi tone yang mewakili perubahan data hasil pengukuran sensor. Sisi pemancar membangkitkan frekuensi tone berdasar perubahan data keluaran sensor, frekuensi-frekuensi tersebut kemudian dijumlahkan untuk kemudian diumpankan pada modulator frekuensi [1]. Sisi penerima mengembalikan frekuensi diterima kemudian memisahkan ketiga frekuensi dengan tapis pelewat jalur bawah (LPF) , tapis pelewat jalur atas (HPF),

(29)

dan tapis pelewat bidang (BPF) [2]. Filter-filter ini digunakan untuk memberikan batasan-batasan frekuensi untuk setiap data sensor dan juga sebagai pembatas diantara setiap frekuensi data sensor sehingga tidak saling mengganggu (interferensi).

Berdasar dari latar belakang tersebut, maka penulis mencoba menerapkan aplikasi suatu sistem penapis (filtering) untuk memisahkan/membagi satu sinyal masukan menjadi tiga sinyal keluaran yang keluaran akhinya berupa suatu gelombang kotak sehingga pada akhirnya dapat diidentifikasi sebagai data biner (dengan logika low dan high). Dalam sistem akuisisi datanya, keluaran ini nantinya merupakan data yang akan menunjukan level atau keadaan sesungguhnya dari parameter yang diukur.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam perancangan ini adalah membuat suatu peralatan yang akan digunakan untuk mengolah data menjadi suatu informasi pada sistem telemetri secara keseluruhan dengan cara pembagian frekuensi pada bagian penerima setelah sebelumnya dijumlahkan pada bagian pemancar untuk mendapatkan tiga keluaran yang terpisah yang masing-masing keluaran akan mewakili satu sensor. Keluaran akhir berupa gelombang kotak sehingga di dapatkan data hasil pengukuran berupa dua kondisi yang ditunjukan oleh level tegangan keluarannya, yang nantinya akan di gunakan untuk proses akuisisi data sehingga akhirnya dapat menunjukan hasil pengukuran yang telah di lakukan.

(30)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari pembuatan alat ini adalah :

1. Sebagai salah satu bagian dari keseluruhan sistem telemetri termodulasi frekuensi dengan metode multitone.

2. Sistem pengukuran yang dilakukan menjadi lebih praktis.

3. Sebagai dasar pengembangan untuk aplikasi lainnya yang lebih bervariasi.

1.5 Batasan Masalah

Agar permasalahan yang ada tidak berkembang menjadi luas, maka perlu adanya batasan terhadap permasalahan yang akan dibuat yaitu:

1. Sinyal masukan berupa gelombang kotak.

2. Rentang amplitudo sinyal masukan sistem adalah sebesar 3 - 5 Volt.

3. Hasil atau keluaran akhir dari sistem berupa gelombang kotak. 4. Rentang frekuensi untuk filter Low Pass Filter (LPF) penerima

sinyal termodulasi frekuensi adalah 2 kHz – 20 kHz.

5. Rentang frekuensi untuk filter Low Pass Filter (LPF) penerima sinyal dari sensor 1 adalah 2 kHz – 7 kHz.

6. Rentang frekuensi untuk filter Band Pass Filter (BPF) penerima sinyal dari sensor 2 adalah 8 kHz – 13 kHz.

7. Rentang frekuensi untuk filter High Pass Filter (HPF) penerima sinyal dari sensor 3 adalah 14 kHz – 20 kHz.

(31)

1.6 Metode Penelitian

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini dilakukan beberapa metodologi penelitian. Adapun metodologi penelitian yang dilakukan terdiri dari :

1. Studi pustaka, yaitu dengan mengumpulkan dan mempelajari berbagai informasi, baik dari buku, makalah maupun internet mengenai hal-hal yang berkaitan dengan sistem telemetri secara umum dan Filter Butterworth secara khususnya sehingga informasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai referensi pendukung dalam penyusunan laporan.

2. Merealisasikan pengetahuan yang diperoleh dalam bentuk perancangan hardware.

3. Melakukan pengujian terhadap hasil perancangan agar dapat diketahui hasil secara realistis.

4. Menganalisis hasil pengujian dan membandingkan dengan teori yang ada.

5. Mengambil kesimpulan terhadap perancangan dan pengujian yang telah dilakukan.

(32)

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan Tugas Akhir ini terbagi menjadi 5 bab yang disusun sebagai berikut :

BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II. DASAR TEORI

Bab ini berisi penjelasan-penjelasan umum serta persamaan matematis yang berkaitan dengan sistem telemetri.

BAB III. RANCANGAN PENELITIAN

Bab ini berisi tentang rancangan sistem telemetri, yang meliputi diagram blok, penjelasan cara kerja secara singkat dan pemilihan komponen.

BAB IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi hasil pengamatan dan pembahasan dari pengujian yang telah dilakukan.

BAB V. PENUTUP

(33)

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Filter

2.1.1. Definisi Filter

Filter atau tapis didefinisikan sebagai sebuah alat atau rangkaian atau

substansi yang meneruskan atau meloloskan arus listrik pada frekuensi-frekuensi atau jangkauan frekuensi tertentu serta menahan (menghalangi) frekuensi-frekuensi lainnya. [3]

2.1.2. Klasifikasi Filter

Berdasarkan komponen pendukung, filter dapat diklasifikasikan menjadi 2 macam, yaitu : filter pasif dan filter aktif.

1. Filter Pasif

Filter pasif merupakan suatu rangkaian filter yang hanya terdiri dari inti filter, yaitu kombinasi resistor (R), kapasitor (C), dan induktor (L). Kelebihan

yang dimiliki yaitu : mampu memenuhi karakteristik filter yang bagus dengan penerapan yang luas dari frekuensi audio sampai frekuensi yang sangat tinggi, serta handal untuk penerapan pada frekuensi tinggi. Sedangkan kekurangannya, yaitu : adanya masalah pada sisi frekuensi rendah pada rentang frekuensi audio,

(34)

ukuran fisik induktor yang semakin besar untuk induktansi yang besar dan biaya untuk pengadaan induktor relatif besar.

2. Filter aktif

Filter aktif merupakan suatu rangkaian filter yang terdiri dari kombinasi

resistor, kapasitor dan satu atau lebih komponen aktif, biasanya penguat operasional dengan feedback. Kelebihan yang dimiliki yaitu : karena masukan penguat operasional mampu menyediakan penguatan atau gain maka sinyal masukan tidak akan segera mengalami pelemahan (atenuasi) selama rangkaian meneruskan sinyal-sinyal dengan frekuensi yang dikehendaki, biaya pembuatan

filter murah sebab tidak menggunakan komponen induktor yang harganya

relatif mahal dan tidak selalu tersedia di pasaran, mudah disetel (tune) untuk jangkauan frekuensi yang lebar tanpa mempengaruhi tanggapan rangkaian yang telah ditentukan (sesuai dengan yang diinginkan), serta memiliki impedansi masukan yang tinggi dan keluaran yang rendah sebagai akibat dari penggunaan penguat operasional yang juga hampir menjamin tidak adanya interaksi antara

filter dengan sumber atau beban sinyal. Sedangkan kekurangannya, yaitu :

membutuhkan catu daya tersendiri, kurang handal dibanding komponen pasif, perlu feedback sehingga ada kemungkinan tidak stabil dan batasan praktis frekuensi kerja 100 KHz (bekerja baik di bawah 100 KHz).

(35)

Jika berdasarkan jangkauan frekuensi yang dilewatkan (pass band) dan jangkauan frekuensi yang ditolak (stop band), filter dapat diklasifikasikan menjadi 4 macam, yaitu : Tapis Pelewat Rendah (Low Pass Filter, LPF), Tapis Pelewat Tinggi (High Pass Filter, HPF), Tapis Pelewat Jalur (Band Pass Filter, BPF) dan Tapis Penolak Jalur (Band Rejected Filter, BRF). [4,5]

1. Filter Pelewat Rendah

Filter pelewat rendah memilih frekuensi-frekuensi rendah dan menolak

frekuensi-frekuensi tinggi. Karakteristik ideal filter pelewat rendah ditunjukkan oleh gambar 2.1. Tanggapan Amplitudo f fc 1

Gambar 2.1 Karakteristik ideal filter pelewat rendah

2. Filter Pelewat Tinggi

Filter pelewat tinggi menolak frekuensi-frekuensi rendah dan melewatkan

frekuensi-frekuensi tinggi. Karakteristik ideal filter pelewat tinggi ditunjukkan oleh gambar 2.2.

(36)

Tanggapan amplitudo

f fc

1

Gambar 2.2 Karakteristik ideal filter pelewat tinggi

f fo

1 3. Filter Pelewat Jalur

Filter pelewat jalur melewatkan frekuensi-frekuensi dalam pita tertentu,

sedangkan frekuensi-frekuensi diatas pita dan dibawah pita semuanya ditolak. Karakteristik ideal filter pelewat jalur ditunjukkan oleh gambar 2.3.

Tanggapan amplitudo

Gambar 2.3 Karakteristik ideal filter pelewat jalur

4. Filter Penolak Jalur

Filter penolak jalur menolak frekuensi-frekuensi dalam pita tertentu dan

melewatkan frekuensi-frekuensi diatas dan dibawah pita frekuensi tersebut. Karakteristik ideal filter penolak jalur ditunjukkan oleh gambar 2.4.

(37)

Tanggapan Amplitudo f fc 1 1

Gambar 2.4 Karakteristik ideal filter penolak jalur

2.1.3. Low Pass Filter (LPF)

Kurva tanggapan frekuensi untuk tapis pelewat bawah atau Low Pass

Filter dapat diperlihatkan dalam gambar 2.5. Dalam gambar 2.5 ini dapat dilihat

bahwa orde yang lebih besar menghasilkan tingkat kecuraman yang lebih curam dibandingkan dengan orde yang lebih kecil.

Gambar 2.5 Kurva tanggapan Low Pass Filter

Pada filter ini dalam praktek fc diambil pada titik tengah separuh daya sebesar 0,707 tegangan maksimum, keadaan ini dinyatakan dalam bentuk desibel (dB).

(38)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = Vi Vo dB 20log (2.1) ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = Volt Volt dB 1 707 . 0 log 20 dB dB=−3

Peluruhan filter Op-Amp dapat dirancang agar memiliki karakteristik yang berbeda. Kemiringan -20 dB/dekade berarti bahwa bila frekuensi meningkat 10 kali dari fc, tegangan akan berkurang sebesar 20 dB. Semakin besar rugi – rugi dB/dekade berarti semakin terjal kemiringannya, ini mencerminkan batas penyumbatan yang lebih tajam. Rangkaian sederhana untuk filter LPF diperlihatkan dalam gambar 2.6.

Gambar 2.6 Untai dasar Low Pass Filter

Konfigurasi rangkaian gambar di atas adalah pengikut tegangan . Resistor dan kapasitor pada masukkan tidak membalik membentuk pembagi tegangan. Bila

(39)

frekuensi Vin di bawah fc, XC kapasitor besar, sehingga sebagian besar Vin jatuh ke kapasitor C, sedangkan bila diberi Vin yang lebih besar, maka Vout yang dihasilkan juga besar. Penguatan akan maksimum pada frekuensi–frekuensi rendah, sehingga sebagian besar Vin jatuh ke resistor R, akibatnya kapasitor C akan memintas Vin ke ground, dengan Vin yang kecil maka Vout yang dihasilkannya juga kecil. Penguatan akan di bawah harga maksimum pada frekuensi–frekuensi yang lebih tinggi.

2.1.3.1. Low Pass Filter tipe Butterworth Orde ke-2

Low Pass Filter orde ke-2 dengan komponen sama ditunjukkan

seperti pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Low Pass Filter orde ke-2

(40)

Gambar 2.7 dapat juga digambarkan seperti dalam gambar 2.8 berikut ini:

Gambar 2.8 Low Pass Filter orde ke-2

Dari gambar 2.8 dapat diperoleh besarnya magnitude tanggapan frekuensi:

Untuk fungsi kuadrat LPF:

2 0 0 2 2 0 ) ( ϖ ϖ ϖ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + = s Q s K s H (2.2) 2 1 2 1 1 2 1 2 1 2 2 1 2 1 1 ) ( ) ( ) ( C C R R s C R R R R s C C R R K s V s V s H i O + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + + = = (2.3) Dengan : K = gain penguat ( K = 1+ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ A B R R ) A B R R = 2 – α

(41)

α = faktor redaman 2 1 2 1 0 1 C C R R = ϖ (2.4) 0

ϖ = frekuensi kritis penguat (rad/sec) Sehingga memberikan fc 2 1 2 1 0 2 1 2 R R CC fc π π ϖ = = (2.5)

Untuk mempermudah perhitungan dalam praktek, dan dengan prinsip komponen sama, nilai R1 = R2 dan C1 = C2, sehingga rumusannya menjadi:

RC fc π 2 1 = (2.6)

Sehingga tanggapan Butterworth untuk Low Pass Filter orde ke-2 dari persamaan (2.3) dapat disederhanakan menjadi:

2 0 0 2 2 0 ) 3 ( ) ( ϖ ϖ ϖ + − + = s K s K s H (2.7) 2 0 0 2 2 0 ) ( ϖ αϖ ϖ + + = s s K s H (2.8)

Dengan membandingkan persamaan (2.7) dan (2.2), maka diperoleh hubungan antara Q, α, dan K:

K Q − = 3 1 atau K = 3 -Q 1 dan α = 3 – K

Untuk tanggapan frekuensi Butterworth orde ke-2 maka:

(42)

707 . 0 2 1 = = Q (2.9) 586 . 1 2 3 1 3− = − = = Q K (2.10)

Untuk penguat non-inverting berlaku:

A B A B R R R R K ⎟⎟= − ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = 2 (2.11) Sehingga: ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + − = A B R R 1 3 α

Dari gambar 2.5 tanggapan frekuensi, pada saat frekuensi cut-off penguatan atau gain turun -3 dB dari penguatan passband. Low Pass Filter mempunyai nilai kecuraman -40 dB/dekade, yaitu untuk setiap 1 dekade frekuensi, penguatan akan turun 40 dB dari penguatan pada frekuensi cut-off, demikian juga untuk orde yang lebih tinggi penguatannya akan turun sebesar nilai kecuramannya.

2.1.4. High Pass Filter

High pass filter atau tapis pelolos atas mempunyai fungsi yang

berkebalikan dengan LPF. Tapis ini akan meredam semua frekuensi dibawah frekuensi cut-off (fc) dan melewatkan semua frekuensi diatas frekuensi cut-off.

(43)

Gambar 2.9 Kurva tanggapan High Pass Filter

Pada filter ini dalam praktek fc diambil pada titik tengah separuh daya sebesar 0,707 tegangan maksimum. Rangkaian sederhana untuk filter HPF diperlihatkan dalam gambar 2.10.

Gambar 2.10 Untai dasar High Pass Filter

(44)

2.1.4.1. High Pass Filter tipe Butterworth Orde ke-2

HPF orde ke-2 dengan komponen sama dapat ditunjukkan seperti gambar 2.10.

Gambar 2.11 High Pass Filter orde ke-2

Gambar 2.11 dapat juga digambarkan seperti dalam gambar 2.12 berikut ini:

Gambar 2.12 High Pass Filter orde ke-2

(45)

Dari gambar 2.12, dapat diperoleh besarnya magnitude tanggapan frekuensi:

Untuk fungsi kuadrat HPF:

2 0 0 2 2 ) ( ) ( ϖ ϖ + + = s Q s Ks s H (2.12) 2 1 2 1 1 2 1 2 1 2 2 1 2 1 1 ) ( ) ( ) ( ) ( C C R R s C R R R R s C C R R K s V s V s H i O + + + = = (2.13) 0 0 2 2 ) ( ϖ αϖ + + = s s Ks s H (2.14) Jadi: 2 1 2 1 2 1 C C R R = ϖ (2.15) Karena ϖ0 =2πfc (2.16)

Maka diperoleh persamaan:

2 1 2 1 2 1 C C R R fc π = (2.17)

Dengan harga R1 = R2, dan C1 = C2 Maka: RC fc π 2 1 = (2.18)

(46)

2.1.5. Band Pass Filter

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, Tapis Pelewat Jalur (Band Pass

Filter, BPF) melewatkan frekuensi-frekuensi dalam pita tertentu, sedangkan

frekuensi-frekuensi diatas pita dan dibawah pita semuanya ditolak. BPF yang paling umum digunakan adalah BPF orde ke-2. Adapun fungsi alih (transfer

function) untuk BPF orde ke-2 dalam keadaan tunak (steady state) ditunjukkan oleh

persamaan berikut : ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − + = f f f f jQ M j H 0 0 0 1 ) ( ω (2.19) dengan : 0

M = merupakan penguatan maksimum dalam bidang frekuensi f0 = frekuensi pusat geometris (geometric center frequency). Q = faktor kualitas.

Untuk tanggapan amplitudo M(ω), sesuai dengan persamaan (2.19) dapat ditulis sebagai : 2 0 0 2 0 1 ) ( ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − + = f f f f Q M M ω (2.20)

(47)

Tanggapan amplitudo relatif (dalam decibel), MdB(ω) dapat diperoleh dengan membagi persamaan (2.20) dengan M0, sehingga diperoleh

: ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − + = = 2 0 0 2 10 0 10 1 1 log 20 ) ( log 20 ) ( f f f f Q M M MdB ω ω (2.21) atau ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − + − = 2 0 0 2 1 log 10 ) ( f f f f Q MdB ω (2.22)

Jika digambarkan dalam bentuk grafik, tanggapan amplitudo relatif BPF secara umum dengan skala linear adalah seperti ditunjukkan oleh gambar 2.13 :

Tanggapan Amplitudo f 2 f 1 f 0 f

Gambar 2.13 Tanggapan amplitudo relatif BPF secara umum

(48)

Berdasarkan gambar 2.13, ketajaman pada sisi frekuensi tinggi (f2) lebih landai dari pada frekuensi rendah (f1). Jika f1 dan f2 menyatakan frekuensi pada sisi bawah dan atas yang mempunyai tanggapan 1/ 2 kali tanggapan maksimum (-3,01 dB), maka bandwidth B adalah :

B = f2 – f1 (2.23)

Frekuensi f1 dan f2 mempunyai simetri geometris di sekitar frekuensi pusat fo. Sifat ini akan memenuhi persamaan berikut :

2 1. f f

fo = (2.24)

Parameter Q berhubungan dengan frekuensi pusat dan bandwidth sebagai :

B f

Q= 0 (2.25)

Jika Q meningkat, maka filter semakin selektif, artinya bandwidth yang dibatasi oleh atenuasi 3 dB semakin sempit untuk frekuensi pusat tertentu. Untuk nilai Q yang lebih tinggi, frekuensi f1 dan f2 akan mempunyai jarak yang semakin sama pada kedua sisi fo, dan semakin simetris secara aritmatis. Untuk kurva tanggapan amplitudo BPF orde ke-2 dengan berbagai nilai Q, tampak pada gambar 2.14.

(49)

Gambar 2.14 Tanggapan amplitudo BPF orde 2 dengan berbagai nilai Q

Skala horisontal adalah frekuensi ternormalisasi f/fo (dari 0,1fo sampai 10fo) dalam bentuk logaritmis. Kurva tanggapan adalah simetris pada skala logaritmis ini. Jika pada skala linear, maka akan terlihat seperti pada gambar 2.13. Pada nilai Q yang rendah, penurunan kurva sangat lambat. Penurunan akan semakin cepat untuk nilai Q yang lebih tinggi. Frekuensi pusat geometris merupakan parameter yang sangat membantu dalam analisa dan perancangan BPF dua kutub.

(50)

2.1.6. Peng-kaskade-an (Cascading)

Penapis aktif dengan orde lebih dari dua dapat dibuat dengan cara menghubungkan secara (cascade) penapis orde pertama dan kedua, jika ada penapis orde kedua yang dikaskadekan maka bagian bagian penapis orde kedua tersebut tidak sama, hal ini dapat dilihat pada gambar 2.15.

Orde 1 Orde 2 Orde 3

Orde 2 Orde 2 Orde 4

Orde 1 Orde 2 Orde 2 Orde 5

Orde 2 Orde 2 Orde 2 Orde 6

Gambar 2.15 Diagram blok kaskade untuk filter orde tinggi

Untuk meng-kaskade-kan bagian-bagian secara benar, maka besarnya nilai tanggapan untuk filter Butterworth ditunjukan oleh tabel 2.1. [2]

(51)

Tabel 2.1 Nilai Faktor Redaman Untuk Tanggapan Filter Butterworth

Orde Kutub (dB / Octav) Kecuraman Redaman (α) Faktor

A B R R 1 1 -20 Optional - 2 2 -40 1,4142 0,5858 2 1 1 3 1 -60 1 1 2 1,8477 0,1523 4 2 -80 0,7654 1,2346 2 1 1 2 1,6181 0,3819 5 1 -100 1,6180 0,3820 2 1,931 0,0684 2 1,4142 0,558 6 2 -120 0,5158 1,4824

2.1. Penguat Operasional (Operational Amplifier, Op-Amp) Sebagai

Pembangun Dasar

2.2.1. Dasar-Dasar Penguat Operasional

Istilah penguat operasional atau Op-Amp awalnya dikenal dalam bidang elektronika analog dan biasanya digunakan untuk operasi-operasi aritmatika seperti penjumlahan, integrasi, dan lain lain. Op-Amp sebenarnya merupakan sebuah penguat tegangan DC diferensial. Adapun simbol Op-Amp dalam suatu rangkaian ditunjukkan oleh gambar 2.16.

(52)

Gambar 2.16 Simbol Op-Amp (dalam rangkaian)

Karakteristik ideal yang dimiliki Op-Amp, yaitu : lebar pita yang tak berhingga (infinite bandwidth), impedansi masukan yang tak berhingga (infinite

input impedance), dan impedansi keluaran sama dengan nol (zero output impedance). Dari gambar 2.16 terlihat bahwa Op-Amp memiliki dua masukan,

yaitu masukam positif (V+) dan masukan negatif (V-). Biasanya Op-amp diberi catu daya dengan polaritas ganda atau bipolar dalam jangkauan ± 5 volt hingga ± 15 volt. Untuk keperluan eksperimen yang murah, dapat dibuat catu daya bipolar sederhana seperti ditunjukkan pada gambar 2.17.

Gambar 2.17 Catu daya bipolar sederhana

(53)

Seperti telah disebutkan sebelumnya, Op-Amp memiliki dua masukan. Perbedaan antara keduanya adalah sebagai berikut :

1. Jika sinyal melalui masukan positif (+), maka keluaran yang dihasilkan adalah sefase dengan masukan. Atau dapat dikatakan, jika masukan positif maka keluaran yang dihasilkan juga positif.

2. Jika sinyal melalui masukan negatif (-), maka keluaran yang dihasilkan adalah berbeda fase 180º atau setengah siklus. Atau dapat dikatakan, jika sinyal masukan positif maka keluaran yang dihasilkan menjadi negatif.

Agar status keluarannya mengindikasikan mana diantara kedua tegangan masukan yang lebih besar, maka suatu Op-Amp dapat digunakan sebagai

comparator. Dengan menerapkan bias DC pada masukan Op-Amp, level transisi

dapat diset pada level tegangan yang diinginkan. Hal ini tergantung pula pada polaritas bias dan pada terminal Op-Amp yang diberi bias. Non inverting

comparator dengan bias positif ditunjukkan oleh gambar gambar 2.18.

-Vsat

Vsat Vi Vo

Vref

(54)

Dari gambar 2.18 terlihat bahwa saat Vi < Vref maka Vo = -Vsat, sedangkan saat Vi > Vref maka Vo = Vsat. Inverting comparator dengan bias positif ditunjukkan oleh gambar 2.19.

Vsat

-Vsat Vref Vo

Vi

Gambar 2.19 Inverting comparator dengan bias positif

Dari gambar 2.19 terlihat bahwa saat Vi < Vref maka Vo = Vsat, sedangkan saat Vi > Vref maka Vo = -Vsat. Selanjutnya pada pembahasan-pembahasan berikutnya, rangkaian Op-Amp yang digunakan dalam filter aktif selalu berbentuk atau menggunakan umpan balik eksternal yang berguna untuk menstabilkan karakteristik Op-Amp itu sendiri.

2.2.2. Penguat Membalik (Inverting Amplifier)

Rangkaian penguat inverting ditunjukkan pada gambar 2.20, dengan Ra adalah hambatan masukan dan Rb adalah hambatan umpan balik.

(55)

Gambar 2.20 Rangkaian penguat inverting

Penguatan tegangan atau perbandingan tegangan keluaran terhadap tegangan masukan dapat dituliskan sebagai :

a b i o R R V V − = (2.27)

Dengan demikian, penguatan tegangan bisa kurang dari 1, sama dengan 1

(unity) atau lebih dari 1. Biasanya Ra = 1 kΩ, karena impedansi masukan penguat

inverting tersebut sama dengan Ra. [10]

2.2.3. Penguat Tidak Membalik (Non Inverting Amplifier)

Rangkaian penguat non inverting ditunjukkan oleh gambar 2.21.

Gambar 2.21 Rangkaian penguat non inverting

(56)

Persamaan untuk menentukan penguatan tegangan adalah : a b i o R R V V + = 1 (2.28)

Berbeda dengan penguat inverting, pada penguat non inverting penguatan tegangan selalu lebih besar dari 1. Perbedaan ini terlihat pada persamaan (2.27) dan (2.28).

2.2.4. Pengikut Tegangan (Voltage Follower)

Pengikut tegangan kadang-kadang disebut sebagai penyangga atau buffer dan memiliki fungsi yang sama seperti pengikut emiter (emitter follower). Ciri-ciri yang dimiliki, yaitu : impedansi masukan yang sangat tinggi (lebih dari 100KΩ) dan impedansi keluaran yang sangat rendah (kurang dari 75Ω). Gambar 2.22 menunjukkan rangkaian pengikut tegangan.

Gambar 2.22 Rangkaian pengikut tegangan

Jika dibandingkan dengan rangkaian penguat non inverting (gambar 2.21), pada rangkaian pengikut tegangan, Ra = ∞ dan Rb = 0. Dengan demikian, penguatan tegangan selalu = 1.

(57)

1 = i o V V (2.29)

Sehingga dapat diketahui bahwa sinyal keluaran sama persis (identik) dengan sinyal masukan atau keluaran mengikuti masukan. Fungsi utama dari rangkaian ini adalah sebagai penyangga atau mengisolasi beban dari sumber.

Sebagai contoh, gambar 2.23 menunjukkan suatu penguat inverting tanpa pengikut tegangan, yang mana terlihat bahwa sumber isyarat dihubungkan ke masukan inverting.

Gambar 2.23 Rangkaian penguat inverting tanpa pengikut tegangan

Berdasarkan gambar 2.23, apabila sumber impedansi tinggi dihubungkan ke sebuah penguat inverting, penguatan tegangan dari Vout ke Egen tidak ditentukan oleh Rf dan Ri, seperti pada persamaan yang umum untuk penguat inverting. Penguatan yang sesungguhnya harus meliputi Rint, sehingga persamaan untuk gambar 2.23 menjadi :

(58)

int R R R E V i f gen out + − = (2.30)

Hal tersebut memperlihatkan bahwa Egen terbagi antara Rint dan Ri sehingga tegangan masukan Ein menjadi kecil.

gen i i in xE R R R E + = int (2.31)

Untuk mengatasi hal tersebut, sangat diperlukan penggunaan pengikut tegangan sebagai penyangga sebelum dihubungkan ke masukan Op-Amp. Pengikut tegangan digunakan apabila tahanan masukan (Rint) dari suatu rangkaian pembangkit sangat besar sehingga arus yang dialirkan dari sebuah sumber diabaikan. [6,7]

(59)

Sistem telemetri ini terdiri dari dua bagian besar yaitu bagian pemancar dan penerima seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.1.

Blok B

Bagian Penerima

Blok A

Bagian Pemancar

Gambar 3.1 Diagram blok sistem telemetri secara umum

Pada perancangan dibutuhkan beberapa bagian sebagai berikut, di bagian pemancar terdiri dari tiga buah sensor, pengondisi sinyal, VCO, pengubah dari gelombang kotak ke gelombang sinusoidal, rangkaian summing dan sebuah pemancar FM. Sedangkan pada bagian penerima terdiri dari bagian rangkaian penerima FM, rangkaian filter, rangkaian pembanding (comparator), rangkaian mikrokontroler sebagai pengkonversi, rangkaian pemilih tampilan, LCD dan PC(Personal

Computer).

(60)

Diagram blok bagian penerima ditunjukkan oleh gambar 3.2 berikut ini: Penerima LPF fc = 20 kHz LPF fc = 7 kHz BPF 8 kHz – 13 kHz HPF fc = 14 kHz

Komparator Komparator Komparator

MIKROKONTROLER Demodulator Pembagi Tegangan dan Penyangga Pembagi Tegangan dan Penyangga Pembagi Tegangan dan Penyangga

(61)

3.1. Filter

Aktif

3.1.1. Low Pass Filter dengan fc = 20 kHz

Rangkaian Low Pass Filter atau tapis pelewat rendah yang dirancang pada sistem ini adalah rangkaian tapis pelewat rendah Butterworth orde ke-4. Untuk mendapatkan rangkaian tapis orde ke-4 adalah dengan cara menggabungkan (kaskade) dua rangkaian tapis orde ke-2 dengan prinsip “komponen sama” (equal

component). Rangkaian ini dirancang untuk memisahkan sinyal keluaran dari

penerima FM sehingga sinyal-sinyal tersebut terpisah dalam frekuensi tertentu untuk membedakan frekuensi yang akan digunakan untuk sistem pengukuran. Rangkaian ini dirancang dengan frekuensi cutoff = 20 KHz sehingga dapat ditentukan nilai dari R

1 = R2 dan C1 = C2 berdasarkan persamaan (2.6) adalah:

RC fc π 2 1 = Diambil nilai C = 3,3 nF ) 10 3 . 3 ( 20000 2 1 9 − × × × = π R R = 2,411 kΩ Digunakan R = 2,4 kΩ. Dari tabel 2.1, dapat ditentukan:

Faktor redaman (α) untuk besarnya nilai R

A dan RB adalah: 1. Bagian pertama

(62)

A B R R = 2 – α A B R R = 0.1523 Diambil nilai R A = 10 kΩ maka RB = 1,523 kΩ. Digunakan RB = 1,5 kΩ. 2. Bagian kedua α = 0,7654 A B R R = 2 – α A B R R = 1,2346 Diambil nilai R A = 1 kΩ maka RB = 1,234 kΩ. Digunakan RB = 1,2 kΩ.

Sehingga diperoleh hasil perancangan untuk Low Pass Filter orde ke-4 seperti ditunjukkan dalam gambar 3.3.

(63)

Gambar 3.3 Low Pass Filter 20 kHz

3.1.2. Low Pass Filter dengan fc = 7 kHz

Rangkaian Low Pass Filter atau tapis pelewat rendah yang dirancang pada sistem ini adalah rangkaian tapis pelewat rendah Butterworth orde ke-4. Tapis pelewat rendah ini dirancang untuk meloloskan frekuensi yang mewakili data terukur dari sensor 1. Rangkaian ini dirancang dengan frekuensi cut-off = 7 KHz, sehingga dapat ditentukan nilai dari R

1 = R2 dan C1 = C2 berdasarkan persamaan (2.6) adalah: RC fc π 2 1 = Diambil nilai C = 3,3 nF ) 10 3 . 3 ( 7000 2 1 9 − × × × = π R R = 6,889 kΩ

(64)

Digunakan R = 6,8 kΩ. Dari tabel 2.1, dapat ditentukan:

Faktor redaman (α) untuk besarnya nilai R

A dan RB adalah: 1. Bagian pertama α = 1,8477 A B R R = 2 – α A B R R = 0.1523 Diambil nilai R A = 10 kΩ maka RB = 1,523 kΩ. Digunakan RB = 1,5 kΩ. 2. Bagian kedua α = 0,7654 A B R R = 2 – α A B R R = 1,2346 Diambil nilai R A = 1 kΩ maka RB = 1,234 kΩ. Digunakan RB = 1,2 kΩ.

Sehingga diperoleh hasil perancangan untuk Low Pass Filter orde ke-4 seperti ditunjukkan oleh gambar 3.4.

(65)

Gambar 3.4 Low Pass Filter 7 kHz

3.1.3. Band Pass Filter dengan fL = 8 kHz dan fH = 13 kHz

Rangkaian Band Pass Filter atau tapis pelewat jalur yang dirancang pada sistem ini terdiri dari rangkaian tapis pelewat atas (HPF) Butterworth orde ke-4 dengan frekuensi cut-off 8 kHz yang di kaskade dengan tapis pelewat rendah (LPF) Butterworth orde ke-4 dengan frekuensi cut-off 13 kHz sehingga didapatkan suatu rangkaian Band Pass Filter (BPF) orde ke-4 dengan frekuensi

cut-off bawah (fL) sebesar 8 kHz dan frekuensi cut-off atas (fH) sebesar 13 kHz. Tapis pelewat jalur ini dirancang untuk meloloskan frekuensi yang mewakili data terukur dari sensor 2. Dengan nilai fL dan fH, dapat diketahui lebar bandwidth (B), frekuensi pusat (fO) dan faktor kualitas (Q) sesuai dengan persamaan 2.23, 2.24 dan 2.25.

(66)

B = f2 – f1 B = 13 kHz – 8 kHz = 5 kHz 2 1. f f fO = 13000 8000× = O f = 10,198 kHz B f Q= O 039 , 2 5 198 . 10 = = Q

3.1.3.1. Low Pass Filter dengan fc = 13 kHz

Rangkaian ini dirancang dengan frekuensi cut-off = 13 KHz, sehingga dapat ditentukan nilai dari R

1 = R2 dan C1 = C2 berdasarkan persamaan (2.6) adalah: RC fc π 2 1 = Diambil nilai C = 3,3 nF ) 10 3 . 3 ( 13000 2 1 9 − × × × = π R R = 3,709 kΩ Digunakan R = 3,7 kΩ. Dari tabel 2.1, dapat ditentukan:

Faktor redaman (α) untuk besarnya nilai R

(67)

1. Bagian pertama α = 1,8477 A B R R = 2 – α A B R R = 0.1523 Diambil nilai R A = 10 kΩ maka RB = 1,523 kΩ. Digunakan RB = 1,5 kΩ. 2. Bagian kedua α = 0,7654 A B R R = 2 – α A B R R = 1,2346 Diambil nilai R A = 1 kΩ maka RB = 1,234 kΩ. Digunakan RB = 1,2 kΩ.

Sehingga diperoleh hasil perancangan untuk Low Pass Filter orde ke-4 seperti ditunjukkan oleh gambar 3.5.

(68)

Gambar 3.5 Low Pass Filter 13 kHz

3.1.3.2. High Pass Filter dengan fc = 8 kHz

Rangkaian ini dirancang dengan frekuensi cut-off = 8 KHz, sehingga dapat ditentukan nilai dari R

1 = R2 dan C1 = C2 berdasarkan persamaan (2.6) adalah: RC fc π 2 1 = Diambil nilai C = 3,3 nF ) 10 3 . 3 ( 8000 2 1 9 − × × × = π R R = 6,028 kΩ Digunakan R = 6 kΩ. Dari tabel 2.1, dapat ditentukan:

Faktor redaman (α) untuk besarnya nilai R

(69)

1. Bagian pertama α = 1,8477 A B R R = 2 – α A B R R = 0.1523 Diambil nilai R A = 10 kΩ maka RB = 1,523 kΩ. Digunakan RB = 1,5 kΩ. 2. Bagian kedua α = 0,7654 A B R R = 2 – α A B R R = 1,2346 Diambil nilai R A = 1 kΩ maka RB = 1,234 kΩ. Digunakan RB = 1,2 kΩ.

Sehingga diperoleh hasil perancangan untuk High Pass Filter orde ke-4 dengan seperti ditunjukkan oleh gambar 3.6.

(70)

\ Gambar 3.6 High Pass Filter 8 kHz

Dari perhitungan perancangan LPF dan HPF orde ke-4, maka dengan meng-kaskade-kan kedua tapis tersebut didapat suatu rangkaian Band Pass

Filter (BPF) Butterworth orde ke-4 dengan frekuensi cut-off bawah (fL) = 8 kHz dan frekuensi cut-off atas (fH) = 13 kHz seperti ditunjukkan oleh gambar 3.7.

(71)

Gambar 3.7 Band Pass Filter 8 - 13 kHz

3.1.4. High Pass Filter dengan fc = 14 kHz

Rangkaian High Pass Filter atau tapis pelewat atas yang dirancang pada sistem ini adalah rangkaian tapis pelewat atas Butterworth orde ke-4. Tapis pelewat atas ini dirancang untuk meloloskan frekuensi yang mewakili data terukur dari sensor 3. Rangkaian ini dirancang dengan frekuensi cut-off = 14 KHz, sehingga dapat ditentukan nilai dari R

1 = R2 dan C1 = C2 berdasarkan persamaan (2.6) adalah:

(72)

RC fc π 2 1 = Diambil nilai C = 3,3 nF ) 10 3 . 3 ( 14000 2 1 9 − × × × = π R R = 3,444 kΩ Digunakan R = 3,5 kΩ. Dari tabel 2.1, dapat ditentukan:

Faktor redaman (α) untuk besarnya nilai R

A dan RB seperti halnya pada perancangan Low Pass Filter sebagai berikut:

1. Bagian pertama α = 1,8477 A B R R = 2 – α A B R R = 0.1523 Diambil nilai R A = 10 kΩ maka RB = 1,523 kΩ. Digunakan RB = 1,5 kΩ. 2. Bagian kedua α = 0,7654 A B R R = 2 – α

(73)

A B R R = 1,2346 Diambil nilai R A = 1 kΩ maka RB = 1,234 kΩ. Digunakan RB = 1,2 kΩ.

Sehingga diperoleh hasil perancangan untuk Low Pass Filter orde ke-4 seperti ditunjukkan oleh gambar 3.8.

Gambar 3.8 High Pass Filter 14 kHz

3.2. Rangkaian Pembanding (Comparator)

Perancangan rangkaian pembanding ini menggunakan Op-Amp dengan seri LM741 sebagai pembanding dan dioda seri 1N4001 seperti terdapat dalam gambar 3.9. Rangkaian pembanding akan membandingkan tegangan masukan dengan tegangan acuan. Bila tegangan masukan lebih kecil dari tegangan acuan, maka pembanding akan memberikan keluaran sebesar batas saturasi negatif, dalam hal ini

(74)

tegangan saturasi Op-Amp yang digunakan adalah -5 Volt. Sedangkan bila tegangan masukan lebih tinggi dari tegangan acuan, maka pembanding akan memberikan keluaran sebesar batas saturasi positif, dalam hal ini tegangan saturasi Op-Amp yang digunakan adalah +5 Volt. Tegangan acuan yang digunakan disini adalah 0 Volt. Sementara dioda berfungsi untuk menghilangkan fase negatif dari keluaran rangkaian pembanding, sehingga hasil keluaran akhir yang didapatkan adalah suatu sinyal gelombang kotak dengan batas atas = 5 Volt dan batas bawah = 0 Volt.

Gambar 3.9 Rangkaian Pembanding (Comparator)

3.3. Rangkaian Penyangga (Buffer)

Perancangan buffer menggunakan Op-Amp dengan seri LM741, seperti pada gambar 3.10. Sesuai dengan dasar teori, tegangan keluaran pada buffer sama dengan tegangan masukan, dengan demikian penguatan tegangan yang dihasilkan sama dengan 1. Penyangga digunakan karena memiliki impedansi masukan yang tinggi dan impedansi keluaran yang rendah, maka arus yang dihasilkan menjadi lebih besar dari arus masukan pada penyangga, sehingga bila

(75)

dihubungkan dengan rangkaian lain, tegangan yang dihasilkan tidak mengalami penurunan.

(76)

Pada bab ini akan ditunjukkan hasil pengamatan dan pembahasan dari Filter Butterworth Untuk Sistem Telemetri Termodulasi Frekuensi Dengan Metode Multitone. Pengujian alat dilakukan dengan cara mengamati masukan dan keluaran pada setiap bagian dari sistem yang ada.

4.1 LOW PASS FILTER 20 kHz

Pada bagian low pass filter yang pertama, yaitu low pass filter dengan frekuensi cut-off 20 kHz, frekuensi – frekuensi yang diterima oleh penerima FM

di-filter untuk mendapatkan sinyal informasi yang sebenarnya. Sinyal masukan dan

keluaran dari LPF 20 kHz dapat dilihat pada gambar Lampiran B1. Dengan memberi masukan untuk sistem sebesar 9 Vpp, yang kemudian diperkecil dengan menggunakan pembagi tegangan sehingga masukan untuk filter LPF 20 kHz adalah sebesar 2,6 Vpp, maka dapat dihitung penguatan tegangan yang diperoleh seperti dalam tabel Lampiran A1. Dari tabel Lampiran A1 juga dapat diperoleh hubungan antara frekuensi dan penguatan dalam dB dalam bentuk grafik sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 4.1. Berdasarkan tabel Lampiran A1 dapat ditunjukkan bahwa frekuensi cut-off dari LPF adalah pada saat penguatan tegangannya turun sebesar 0,707 dari penguatan maksimum.

(77)

= 0,707×3 Vpp = 2,12 Vpp

Letak frekuensi pada saat penguatan sebesar 2,12 Vpp berada pada 18503,5 Hz, jadi terdapat selisih sebesar 1496,5 Hz antara frekuensi cut-off perancangan (20 kHz) dengan hasil pengukuran (18503,5 Hz). Kesalahan yang terjadi pada perancangan dapat dihitung dengan rumus:

Galat frekuensi cut-off = ( − )×100%

teoritis f pengukuran f teoritis f c c c

Sehingga didapatkan besarnya nilai kesalahan sebagai berikut:

Galat frekuensi cut-off = 100%

20000 ) 5 , 18503 20000 ( × −

Galat frekuensi cut-off = 7,48 %

Berdasarkan hasil perhitungan diatas terlihat bahwa nilai galat cukup besar. Galat yang terjadi disebabkan oleh kesalahan pada sistem, terutama pada penentuan nilai komponen, yang mana masing-masing komponen mempunyai nilai toleransi sehingga jika digunakan pada sistem dan dilakukan pengujian maka akan menghasilkan nilai yang sedikit menyimpang. Untuk resistor yang digunakan memiliki toleransi sebesar 5%. Pemilihan nilai komponen dengan toleransi dimaksudkan untuk menekan biaya pembuatan alat.

(78)

LPF 20 kHz 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 0 2500 5000 7500 1000 0 1250 0 15000 17500 2000 0 2250 0 2500 0 27500 Frekuensi (Hz) P e ng ua ta n da la m dB Av max = 9,542 dB F = 2500,29 Hz Av -3dB dari Av max Fc = 18503,5 Hz

Gambar 4.1 Grafik Tanggapan Frekuensi LPF 20 kHz.

Karena filter ini dirancang dengan nilai penguatan lebih dari 1 dan sinyal keluarannya digunakan sebagai masukan untuk filter lainnya, maka amplitudo sinyal keluaran dari filter ini perlu diperkecil supaya sinyal keluaran akhir dari sistem tidak terpotong oleh batasan saturasi dari Op-Amp yang digunakan. Proses ini dilakukan dengan cara membagi tegangan keluaran filter sehingga didapatkan sinyal keluaran akhir dari filter ini dengan amplitudo 2,5 Vpp seperti ditunjukkan pada gambar lampiran B1.4.

Gambar

Gambar 2.4 Karakteristik ideal filter penolak jalur
Gambar 2.9 Kurva tanggapan High Pass Filter
Gambar 2.11 High Pass Filter orde ke-2
Gambar 2.14 Tanggapan amplitudo BPF orde 2 dengan berbagai nilai Q
+7

Referensi

Dokumen terkait