• Tidak ada hasil yang ditemukan

TOLERANSI DAN KEBEBASAN BERAGAMA SEBAGAI HAK ASASI MANUSIA Khutbah Jum at oleh Budhy Munawar-Rachman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TOLERANSI DAN KEBEBASAN BERAGAMA SEBAGAI HAK ASASI MANUSIA Khutbah Jum at oleh Budhy Munawar-Rachman"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 TOLERANSI DAN

KEBEBASAN BERAGAMA SEBAGAI HAK ASASI MANUSIA Khutbah Jum’at oleh Budhy Munawar-Rachman

Hadirin sidang Jum’at yang berbahagia,

Pada kesempatan khutbah Jum’at ini, marilah kita menggali bagaimana ajaran agama kita tentang toleransi dan kebebasan beragama. Dalam agama, kita diajarkan, bahwa pada dasarnya hidup ini harus ditempuh dengan penuh kebebasan, dan hidup hanya dibatasi oleh hal-hal yang jelas-jelas dilarang. Ada kaidah dalam yurisprudensi Islam (‘Ilm Ushūl Fiqh) yaitu ashl fī

al-asyyā’[ghayr al-‘ibādah] al-ibāhah, illā idzā mā dalla al-dalīl ‘alā khilāfi hi).

bahwa “Pada dasarnya semua perkara (selain ‘ibādah murni) dibolehkan, kecuali jika ada petunjuk sebaliknya”.

(2)

2

Maka untuk itu, kebebasan harus digunakan dengan penuh tanggungjawab, dan penting mengundang orang untuk memperluas hak kebebasan itu secara bertanggungjawab. Prinsip kebebasan bukanlah perkumpulan sektarian, yang secara eksklusif mendukung pendapat tertentu, tetapi mendorong orang untuk dengan bebas mengembangkan dan mendengar pendapat.

Setiap orang bebas memilih yang terbaik dengan bertanggung jawab dan tulus mengikuti suara hati nurani. Karena, kesetiaan pada nurani melibatkan perlindungan pada kebebasan nurani (freedom of conscience). Yaitu kebebasan dari setiap bentuk pemaksaan, termasuk pemaksaan yang dilakukan atas nama kebenaran yang mapan (estabilished truth), sesuatu yang jelas benar dan baik.

Ajaran-ajaran yang disebut “toleransi” ini, berdampak pada penerimaan pluralisme (kemajemukan) itu, tersirat dalam al-Qur’an, “Kalau Tuhan menghendaki, maka semua orang di muka bumi ini akan beriman”.

Allah pernah menegur Nabi Muhammad: “Apakah engkau hendak memaksa manusia menjadi beriman?” Pandangan al-Qur’an ini maksudnya jelas, bahwa dalam Islam tidak boleh ada paksaan (la ikraha fi al-din). Riwayat ayat ini merujuk kepada sebuah keluarga Yahudi di Madinah yang sudah masuk Islam mengadu kepada Nabi karena anak-anak mereka tak mau mengikuti jejak mereka. Lalu turun firman Allah tersebut.

Tidak boleh ada pemaksaan agama itu banyak sekali mengandung makna. Di antaranya bahwa kita tidak boleh memaksa manusia untuk memeluk satu agama. Agama-agama yang ada harus ditolerir dan juga harus diberi hak hidup. Al-Qur’an, bahkan menuntut mereka agar menjalankan ajaran-ajaran mereka. Karenanya, seorang manusia, harus dibiarkan dengan bebas bereksperimen dengan kebebasan hati nuraninya sendiri: kebebasan untuk menerima atau menolak sesuatu dengan kesediaan menanggung risikonya sendiri, juga baik dan buruk, bahagia dan sengsara, sebagai akibatnya.

(3)

3

Manusia, dalam suasana kebebasan dan kejujuran hati nuraninya, akan mampu membedakan, menangkap dan mengikuti mana yang benar dari yang salah, yang sejati dari yang palsu. Keutuhan hidup manusia, dimulai dengan adanya kebebasan untuk menerima atau menolak sesuatu yang berkaitan erat dengan nilai hidup pribadinya yang mendalam.

Begitu pentingnya nilai kebebasan, sehingga anugerah manusia termahal adalah akal dan kebebasan. Seseorang bisa disebut saleh dan tulus dalam beragama, manakala pilihan imannya dilandasi nalar sehat dan kebebasan. Tak ada ketulusan dalam beriman tanpa ada kebebasan untuk menentukan pilihan imannya. Tuhan pun, seperti diajarkan dalam Islam, memberi kebebasan pada anak-anak Adam untuk berpikir dan menentukan jalan hidupnya, apakah mau beriman dan taat kepada Tuhan atau akan mengingkari-Nya.

Itulah makna kebebasan dalam Islam, yang harus didasarkan pada sebuah rasa tanggung jawab. Tanpa tanggung jawab, makna kebebasan akan hilang. Kebebasan yang bertanggung jawab ini, akan mengantarkan manusia kepada fitrah kemanusiaan.” (Q.16: 125) .

Dalam urutannya, kebebasan nurani mengambil bentuk nyata dalam kebebasan beragama. Masalah prinsipil ini, terkait erat dengan pandangan dasar Islam bahwa, “tidak boleh ada pemaksaan dalam agama.” (Q. 2: 256) .Prinsip tidak

boleh ada pemaksaan dalam agama itu, dikaitkan dengan penegasan bahwa “yang benar telah jelas berbeda dari yang salah, sehingga manusia dengan kebebasan dan kebersihan nuraninya tentu mampu mengenali dan menangkapnya. Karena itu, para Nabi pun hanya bertugas memberi peringatan, dan sama sekali tidak diberi tugas untuk memaksa atau menguasai orang lain (Q. 88: 21-22).

Keyakinan adalah hak primordial setiap manusia, dan keyakinan meyakini keberadaan Tuhan adalah keyakinan yang mendasar. Islam mendukung konsep kebebasan dalam beragama, namun bebas tersebut dimaksudkan sebagai “kebebasan dalam menjalankan agama tertentu yang disertai dengan tanggung

(4)

4

jawab penuh atas apa yang dipilih. Manusia sebagai individu yang paripurna, ketika menghadap Tuhan di kehidupan yang akan datang akan bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan, dan oleh karena itu kebebasan dalam memilih adalah konsep yang lebih logis daripada konsep deterministiknya hidup seseorang.

Kita ambil contoh, bagaimana suasana kebebasan intelektual di zaman klasik Islam yang patut sekali mendapat perhatian lebih besar dewasa ini oleh umat Islam, di mana interaksi positif antara orang-orang Arab Muslim dengan kalangan non-Muslim dapat terjadi dalam suasana penuh kebebasan, toleransi dan keterbukaan.

Prinsip kebebasan beragama itu, diterapkan para penguasa Islam klasik berkenaan dengan agama-agama yang ada di Timur Tengah, khususnya Yahudi dan Kristen, yang terbagi menjadi berbagai sekte. Namun, para penguasa Islam menegakkan prinsip bahwa setiap sekte mempunyai hak untuk hidup dan menyatakan diri, dan berkedudukan sama di hadapan hukum.

Kebebasan beragama ini, dinikmati oleh bangsa-bangsa Timur Tengah dan Dunia Islam sampai hari ini. Karena itu, daerah Islam (yakni, daerah-daerah yang kebanyakan penduduk Muslim) sampai sekarang pada hakikatnya adalah daerah-daerah multiagama.

Islam merupakan ajaran yang menekankan pentingnya pandangan tentang toleransi dan kebebasan beragama kepada umat manusia. Bahkan, yang menakjubkan adalah pengalaman dalam dokumen Piagam Madinah (Mitsaq

al-Madinah). Dokumen itu sering disebut sebagai dokumen tertulis pertama di

kalangan umat manusia yang mengakui kebebasan beragama. Eksperimen Madinah itu, menyajikan kepada umat manusia contoh tatanan sosial politik yang mengenal pendelegasian wewenang dan kehidupan berkonstitusi.

Ide pokok eksperimen Madinah ialah adanya suatu tatanan sosial politik yang diperintah tidak oleh kemauan pribadi, melainkan secara bersama-sama; tidak oleh prinsip-prinsip ad hoc yang dapat berubah-ubah sejalan dengan kehendak pemimpin, melainkan oleh prinsip-prinsip yang dilembagakan dalam

(5)

5

dokumen yang disepakati oleh semua anggota masyarakat, yang dewasa ini biasa disebut dengan “konstitusi”. Dokumen Piagam Madinah itu antara lain, memuat tentang “wawasan kebebasan, terutama di bidang agama dan ekonomi, serta tanggung jawab sosial dan politik, khususnya dalam pertahanan, secara bersama. Jiwa Piagam Madinah tersebut, juga sepenuhnya sejalan dengan penegasan dalam agama Islam, bahwa agama semua nabi pada prinsipnya adalah sama. Prinsip itu juga, menegaskan pandanga Islam bahwa Tuhan “mensyariatkan agama yang sama untuk semua nabi, seperti Nabi-nabi Nuh dan Muhammad, sebagaimana disyariatkan kepada Ibrahim, Musa dan ‘Isa. Semua umat harus menegakkan syariat agama yang sama itu dan tidak dibenarkan berpecah-belah di dalamnya.

Piagam Madinah adalah peneguhan paham toleransi, pluralisme dan kebabasan beragama. Dengan paham toleransi, pluralisme dan kebebasan beragama itu, berarti tidak dibenarkan untuk dipersepsi hanya sebagai sesuatu yang bersifat prosedural semata, sehingga dilaksanakan hanya jika menguntungkan dan ditinggalkan jika merugikan. Paham-paham itu merupakan akibat alamiah adanya kehendak Tuhan bahwa manusia memang berbeda-beda, dan harus diterima secara prinsipil dan konsekuen..

Prinsip-prinsip kebebasan beragama dalam Islam klasik memiliki kesamaan, pada tingkat tertentu, dengan prinsip-prinsip yang ada di zaman modern ini. tak berlebihan jika dikatakan kebebasan beragama di zaman modern adalah pengembangan lebih lanjut yang konsisten dengan yang ada dalam Islam klasik. Pelembagaan prinsip kebebasan beragama itu, sekarang telah dijadikan salah satu sendi sosial politik modern.

Sehingga, untuk dapat mengembangkan lebih lanjut peradaban Islam klasik yang toleran, dalam konteks kekinian, diperlukan usaha-usaha pengayaan intelektual (intellectual enrichment) yang subur dan produktif. Ini amat diperlukan dewasa ini—apalagi di tengah banyak kekerasan massa yang sering mengatasnamakan agama yang mengakibatkan konflik-konflik sosial.

(6)

6

Kesimpulannya: Islam menjamin kebebasan, termasuk kebebasan beragama sebagai salah satu tujuan pokok dari syariah. Ini sudah sejak zaman klasik diungkapkan oleh seorang ulama klasik Syatibi dalam konsep

al-Kullîyat-u ‘l-Khams, lima hal pokok dalam syariah, yang terdiri atas: menjaga

agama (hifz-u dîn), menjaga nalar (hifz-u ‘aql), menjaga keturunan (hifz-u

‘l-nashl), menjaga harta (hifz-u ‘l-mâl), dan menjaga kehormatan (hifz-u al-‘irdl).

Kebebasan beragama, akan terjamin jika dibangun dengan kemauan dan kemampuan politik yang serius dan real, dan direalisasikan dalam praktik kehidupan. Kebebasan itu adalah karunia Tuhan. Maka, manusia tidak berhak mengungkung dan merampas kebebasan itu.

(7)

7

Sebagai kesimpulan khutbah Jum’at ini. Kita tahu bahwa kebebasan beragama adalah salah satu bagian penting hak asasi manusia. Islam adalah agama yang sangat tinggi menjunjung hak-hak asasi manusia dalam inti ajarannya sendiri. Islam mengajarkan bahwa manusia adalah makhluk kebaikan

(8)

8

(fithrah) yang berpebawaan-asal kebaikan dan kebenaran (hanîf). Manusia, adalah makhluk yang tertinggi (dibuat dalam sebaik-baik ciptaan), dan Allah memuliakan anak cucu Adam ini serta melindunginya di daratan maupun di lautan.

Islam. juga mengajarkan bahwa masing-masing jiwa manusia memunyai harkat dan martabat yang bernilai dengan manusia sejagat. Masing-masing pribadi manusia mempunyai nilai kemanusiaan universal. Maka kejahatan kepada seorang pribadi adalah sama dengan kejahatan kepada manusia sejagat, dan kebaikan kepada seorang pribadi adalah sama dengan kebaikan kepada manusia sejagat. Inilah dasar yang amat tegas bagi pandangan kewajiban manusia untuk menghormati sesame, sesuai dengan hak-hak asasinya yang sah.

Berdasarkan ajaran Islam tentang hak asasi manusia ini, cukup mengherankan, apabila umat Islam tampak seperti tidak banyak mengindahkan ajaran agamanya tentang hak-hak asasi manusia yang justru amat fundamental itu. Dalam Islam, sejatinya pelaksanaan atau penghormatan terhadap hak asasi manusia adalah bentuk minimal dari yang disebut pelaksanaan syari’at Islam.

Sayangnya selama ini umat Islam seringkali terpukau hanya kepada segi-segi simbolis dan formal dari yang disebut “pelaksanaan syariat Islam” itu.

Karenanya, jika umat Islam benar-benar berharap memperoleh ke-jayaannya kembali seperti yang dijanjikan Allah, umat Islam harus memperbarui komitmen kepada berbagai nilai asasi ajaran Islam, dan tidak terpukau kepada hal-hal yang lahiriah semata. Hanya dengan peneguhan pandangan ini, Islam dapat membuktikan diri sebagai agama kemanusiaan.

Dari sini, kita melihat bahwa prinsip-prinsip kemanusiaan yang dikembangkan dalam Islam bersifat universal, dan seperti telah digambarkan di atas, sesuai dengan ide-ide modern, seperti hak asasi manusia.

(9)

Referensi

Dokumen terkait

Jika nilai produk/jasa industri dan volume barang/jasa sama besar, maka pilih kegiatan yang menghasilkan barang/jasa dengan waktu terlama d2. Jika nilai produk/jasa

Saya bertugas di SMPN 5 Satu Atap Medang Deras ini sudah hampir 4 tahun. Perilaku membolos yang sering terjadi di sekolah ini yaitu siswa atau siswi yang

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN PULANG PISAU. Daerah adalah

Adapun metode pembelajaran pendidikan Islam secara umum dibagi menjadi tiga macam. Pertama adalah metode lisan, yang berupa dikte, ceramah, qira’ah dan diskusi.. adalah

Kita harus mengamati-amati (menjaga) agar anak bertumbuh menurut kodratnya. Tugas orang tua dan guru adalah menjadi fasilitator dalam tumbuh kembang anak

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan taufik dan hidayahnya, serta senantiasa memberikan petunjuk besar kepada penulis sehingga penulis dapat

Kajian Eksperimental Terhadap Karakteristik Pembakaran Briket Limbah Ampas Kopi Instan dan Kulit Kopi (Studi Kasus di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia).. Jurnal

Berdasarkan penelitian tindakan yang telah dilakukan secara umum dapat disimpulkan bahwa menggunakan media gambar dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 1 Sekolah