• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANCAR TV DIGITAL DVB-T BERBASIS SOFTWARE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANCAR TV DIGITAL DVB-T BERBASIS SOFTWARE"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANCAR TV DIGITAL DVB-T

BERBASIS SOFTWARE

Henri Ervanda – 2207100644

Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya-60111

Abstrak

Jika dibandingkan dengan TV analog, TV digital memiliki kualitas gambar yang lebih baik, ketahanan terhadap gangguan interferensi dan efek doppler serta efisien dalam penggunaan bandwidth. Sistem pemancar TV digital dapat direalisasikan berbasis software dan berbasis hardware. Pada sistem pemancar TV digital DVB-T berbasis software, sistem menggunakan software untuk mengelola, menghasilkan, proses multiplex dan membuat siaran dalam bentuk MPEG-2 termodulasi OFDM. Pada paper ini akan membahas hasil rancangan sistem pemancar TV digital DVB-T berbasis software dimana dalam prosesnya menggunakan software FFMpeg untuk proses encoding dalam format MPEG-2 TS dan software open caster untuk proses multiplexing. Selanjutnya dilakukan proses pengukuran untuk mengetahui kinerja hasil rancangan. Metode pengukuran yang digunakan adalah pengukuran spektrum RF dan IF dan pengukuran receiver sensitivity. Untuk mengetahui tingkat kepuasan penonton acara televisi terhadap TV digital, dilakukan metode MOS (Mean Opinion Score) pada setiap perubahan parameter modulasi. Hasil pengukuran menunjukan bahwa spektrum RF yang dihasilkan tidak menyimpang dari spektrum mask pada rekomendasi RRC 2006 tentang perencanaan sistem pemancar TV digital terestrial dan juga didapatkan power minimum dari receiver adalah dibawah -94dBm.

Kata Kunci: TV digital, DVB-T, Pemancar berbasis software, Software open caster 1. PENDAHULUAN

TV digital adalah suatu teknologi yang menggunakan teknik transmisi digital dimana jika dibandingkan dengan TV analog memiliki kualitas penerimaan yang lebih baik, kebutuhan daya pancar yang lebih kecil, ketahanan terhadap interferensi dan kondisi lintasan radio yang berubah-ubah terhadap waktu serta penggunaan bandwidth yang lebih efisien [1]. Teknik transmisi digital pada siaran TV digital dapat disiarkan melalui jaringan komunikasi kabel, seluler, satelit, terestrial dan bahkan jaringan internet atau IP-TV.

Negara Amerika Serikat menargetkan migrasi ke penyiaran TV digital terestrial pada tahun 2009 sedangkan Negara Jepang akan menghentikan total siaran (switch off) TV analog terestrial pada tahun 2011. Saat ini, terdapat beberapa standar penyiaran TV digital yang berkembang yaitu DVB-T (Digital Video Broadcasting Terrestrial) dari Eropa, ISDB-T (Integrated Services Digital

Broadcasting Terrestrial) dari Jepang, ATSC (Advanced Television Systems Committee) dari Amerika

Serikat,T-DMB (Terrestrial-Digital Multimedia Broadcasting) dari Korea Selatan, dan DMB-T (Digital Multimedia

Broadcasting Terrestrial) dari China [3].

Di Indonesia, uji coba penyiaran TV digital telah dilaksanakan sejak pertengahan tahun 2006 menggunakan kanal 34 UHF untuk standar DVB-T (Digital Video

Broadcasting-Terestrial) dan kanal 27 UHF untuk standar

DMB-T (Digital Mobile Broadcasting-Terestrial). DVB adalah standar terbuka yang diterima secara internasional untuk TV digital. Sistem DVB mendistribusikan data menggunakan berbagai pendekatan yaitu satelit (DVB-S), kabel (DVB-C), terestrial (DVB-T), dan TV terestrial

digital untuk genggam atau handhelds (DVB-H) [2]. Standard DVB dikelola oleh DVB Project, suatu konsorsium industri dengan lebih dari 270 anggota, dan diterbitkan oleh JTC (Joint Technical Committee) dari ETSI (European Telecommunications Standards Institute), CENELEC (European Committee for Electrotechnical Standardization) dan EBU (European Broadcasting Union) [2].

Standar DVB-T diciptakan atas dasar pentingnya sistem penyiaran yang bersifat terbuka (open system)

sehingga akan banyak vendor yang dapat

mengembangkan sistem tersebut. Beberapa standar DVB yang ada yaitu antara lain ETSI EN 300 744 V1.5.1 (2004-11) yang berjudul tentang framing structure,

channel coding and modulation for digital terrestrial television; ETSI TR 101 290 V1.2.1 (2001-05) yang

berjudul tentang Measurement guidelines for DVB

systems, dan masih banyak standar DVB lainnya.

Untuk merealisasikan siaran TV digital DVB-T di Indonesia, maka diperlukan adanya studi tentang sistem pemancar TV digital DVB-T berbasis hardware dan

software. Jika dibandingkan dari sisi biaya instalasi,

sistem pemancar TV digital berbasis software lebih ekonomis karena perangkat yang digunakan adalah komputer server dan DVB-T modulator. Untuk merealisasikan pemancar TV digital berbasis software perlu adanya studi tentang pemancar TV digital. Oleh karena itu metode yang digunakan dimulai dengan studi tentang standar sistem TV digital DVB-T sesuai dengan standar Eropa yang diterbitkan oleh ETSI (European

Telecommunications Standards Institute), studi tentang

pemancar TV digital berbasis software, realisasi pemancar serta pengukuran dan validasi.

(2)

2. METODOLOGI

Metode yang akan dijelaskan pada paper ini terdiri dari Studi Sistem TV Digital DVB-T, Studi Perangkat Lunak untuk Pemancar TV Digital DVB-T berbasis Software, Realisasi Pemancar, Pengukuran serta Validasi dan Pembuatan Laporan.

2.1 Studi Sistem TV digital DVB-T

Dalam studi tentang sistem TV digital DVB-T acuan yang digunakan adalah standar eropa yang diterbitkan oleh ETSI yaitu ETSI EN 300 744 tentang standar sistem TV digital DVB-T dan pengukurannya berdasarkan ETSI TR 101 290 tentang standar pengukuran sistem TV digital DVB-T. Selain itu juga referensi-referensi lain yang juga membahas tentang sistem TV digital DVB-T.

Pada ETSI EN 300 744 dibahas mengenai standar sistem dari DVB. Pada rekomendasi ini diatur tentang pengkodean kanal, modulasi, mapping, guard

interval, transmission mode,error protection, karakteristik

spekrum serta spektrum mask dan masih banyak yang lainnya.

Pada ETSI TR 101 290 dibahas mengenai standar pengukuran pada sistem DVB-T. Terdapat banyak pengukuran pada rekomendasi ini. Pengukuran tersebut mencangkup antara lain frekuensi RF, RF/IF signal

power, noise power, RF dan IF spektrum, receiver sensitivity, power efficiency dan masih banyak yang

lainnya. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1 Pengukuran pada sistem DVB-T “

Selain rekomendasi ETSI EN 300 744 dan TR 101 290, banyak referensi lain yang digunakan seperti RRC 2006 dan paper lain yang berhubungan dengan sistem TV digital DVB-T.

2.2 Studi Perangkat Lunak DVB-T

Dalam studi tentang pemancar TV digital berbasis software nantinya dituntut untuk bisa memahami

operation system (OS) Linux Ubuntu 8.10 karena

diperlukan OS yang open source serta software open

caster. Oleh karena itu perlu adanya studi tentang Linux

Ubuntu 10.8 dan juga pemahaman tentang bahasa pemrograman python yang nantinya digunakan pada software midleware tambahan.

Terdapat beberapa proses dalam sistem pemancar TV digital DVB-T berbasis software. Proses tersebut antara lain proses kompresi, proses multiplex, pengkodean kanal dan modulasi. Pada proses kompresi, video dan audio dari hasil proses di studio di kompresi dalam bentuk MPEG-2 TS yang merupakan standar kompresi untuk TV digital DVB-T. Proses ini dapat dilakukan menggunakan software FFMpeg yang merupakan aplikasi multimedia lengkap, yang dapat digunakan untuk merekam, merubah, dan proses streaming file audio dan video. Software FFMpeg menerapkan standar kompresi codec untuk beberapa proses kompresinya. Selain dapat mengkonversikan data video dan audio ke berbagai format, juga dapat mengatur bitrate yang diinginkan.

Untuk proses multiplex digunakan software open

caster. Software open caster merupakan perangkat lunak

yang digunakan untuk mengelola, menghasilkan, proses

multiplex dan membuat siaran dalam bentuk MPEG-2. Software ini merupakan aplikasi command line yang open source dan bisa digunakan pada OS Debian stable Linux x86 32 bit dan Ubuntu 8.10. Open caster diciptakan

oleh perusahaan Avalpa yang merupakan perusahaan dari Italia yang bergerak di bidang TV digital dan memiliki pasar yang luas pada produk dan jasa di bidang broadcasting. Selain proses mengola, menghasilkan dan proses multiplex dalam bentuk MPEG-2, open caster juga bisa digunakan untuk proses penyiaran untuk signaling

table generation, EPG (Electronic Program Guide), MHP

(Multimedia Home Platform), dan DSMCC (Digital

Storage Media Command and Control).

Gambar 1 Diagram blok proses encoding dan multiplexing”

Acuan yang digunakan pada studi perangkat lunak ini adalah manual book dari software open caster dan referensi-referensi lain yang ada hubungannya dengan TV digital berbasis software.

OpenCaster

FFMpeg

(3)

2.3 Realisasi Pemancar

Desain pemancar terdiri dari server dan PCI card modulator. Server berfungsi untuk menerima konten dan melakukan perubahan coding ke MPEG2. Sedangkan PCI

card modulator berfungsi sebagai modulator dan tuner.

Urutan pekerjaan sebagai berikut:

1. Instal OS Linux Ubuntu 8.10 pada PC server.

2. Instal software open caster 2.2 .

3. Instal software ffmpeg.

4. Konfigurasi sistem hardware.

Untuk mendapatkan software FFMpeg pada OS (Operation System) Linux, bisa didapatkan secara online

internet dengan mengetik apt-get install ffmpeg pada

terminal atau dengan mendownload di www.ffmpeg.org . FFMpeg menerapkan standar kompresi codec untuk beberapa proses kompresinya. Selain dapat mengkonversikan data video dan audio ke berbagai format, juga dapat mengatur bitrate yang diinginkan. Proses coding ke MPEG-2 TS dapat menggunakan

software ini dan juga dapat menyesuaikan bitrate yang

diinginkan. Pada paket akan tersedia beberapa folder dan file. Cara menginstal yaitu dengan mengetik make dan

make install pada directory yang terdapat di folder

FFMpeg.

Pada open caster, sudah dilengkapi tools dan

libraries yang menggunakan bahasa pemrograman Python

2.4 dan bahasa pemrograman C (ANSI’99). Open caster sebagai software yang open source dapat memudahkan

kita untuk menambahkan program tambahan

(middleware). Pada Open caster sudah terdapat tools untuk membuat paket-paket PSI (Program Specific

Information) seperti PAT (Program Association Table),

PMT (Program Map Table), SDT(Service Descriptor

Table), dan NIT (Network Information Table). Tools lain

yang ada pada Open caster adalah tools untuk multiplexing single program transport stream dan juga

multiple program transport stream. Selain itu juga

dilengkapi tools untuk EPG dan teletext. Terdapat beberapa folder di dalam paket tersebut diantaranya adalah folder tools, OCTutorials, manuals, libs dan

extras. Selain itu juga terdapat file makefile dan install.

Sebelum menginstal open caster, terlebih dahulu melengkapi libraries yaitu binutils, gcc, gcc-4.3,

libc-6-dev, Python-libc-6-dev, Python2.5-libc-6-dev, dan zlib1g-dev. Libraries

tersebut bisa didapatkan secara online dengan mengetik

apt-get install dan dilanjutkan nama libraries. Software open caster bekerja pada command line, sehingga untuk

menginstal juga dilakukan pada command line. Untuk menginstal software open caster dengan mengetik make dan make install pada directory open caster.

Perangkat keras yang digunakan pada perancangan sistem ini adalah komputer server, modulator PCI card DTA110T, set top box dan antena pemancar serta penerima. Pada komputer server diperlukan suatu

platform komputer yang dapat menunjang kinerja sistem.

Proses kompresi data video dan audio, dibutuhkan kecepatan processor dan RAM yang tinggi. Hal ini

dikarenakan, pada proses kompresi, frame video dan audio akan di sampling sehingga akan membutuhkan proses yang lama. Pada proses kompresi data yang memiliki durasi yang panjang tentunya akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Untuk kecepatan processor, minimal bisa menggunakan processor P4 (Pentium 4) 2.0 Ghz dengan RAM minimal 1,5 GB dan kecepatan grafik VGA minimal 256 MB. Selain kecepatan processor dan RAM yang menunjang, juga dibutuhkan memory harddisk yang besar. Konten yang dihasilkan dari proses multiplex memiliki ukuran data yang besar. Minimal bisa menggunakan memory harddisk 160 GB untuk komputer server. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.

”Tabel 2 Paltform komputer server”

“Gambar 2 Antena pemancar (kiri) dan antena penerima serta set top box (kanan)”

“Gambar 3Modulator pada computer server”

“Gambar 4 Uji coba siaran” Processor P4 @ 2.0 Ghz (minimum) P4 @ 3.0 Ghz (recommended) RAM 1.5 GB (minimum) 2 GB (recommended) VGA 256 MB (minimum) 512 MB (recommended) Memory 160 GB (minimum) 250 GB (recommended)

(4)

2.4 Pengukuran dan Validasi

Pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran bentuk spektrum RF serta pengukuran receiver sensitivity. Untuk mengetahui tingkat kepuasan penonton acara televisi, dilakukan metode MOS (Mean Opinion Score) pada setiap perubahan parameter modulasi. Validasi dilakukan untuk memastikan bahwa desain pemancar dan hasil pengukuran sudah sesuai dengan rekomendasi ETSI TR 101 290 tentang metode pengukuran sistem pemancar TV digital DVB-T.

Pada sistem TV digital DVB-T, untuk metode pengukuran menggunakan rekomendasi ETSI TR 101 290 yang membahas tentang pengukuran sistem TV digital DVB-T. Pada paper ini yang membahas hasil rancangan sistem TV digital DVB-T berbasis software, tidak semua metode pengukuran yang ada pada rekomendasi bisa dikerjakan dikarenakan keterbatasan alat ukur. Metode pengukuran yang dibahas pada paper ini adalah metode pengukuran spektrum RF (RF spectrum), receiver

sensitivity dan metode MOS (Mean Opinion Score). Tabel

pengukuran parameter DVB-T pada rekomendasi ETSI TR 101 290 dapat dilihat pada tabel 1 di halaman 2.

Tujuan dari pengukuran spektrum RF/IF adalah untuk menganalisa spektrum pada setiap perubahan modulasi dengan mode 2k dan 8k. Selain dapat menganalisa spektrum, kita juga dapat mendefinisikan bentuk spektrum RF dari setiap perubahan parameternya. Untuk menghindari interferensi dari sinyal lain, bentuk spektrum RF yang keluar dari modulator harus sesuai dengan bentuk spektrum mask yang didefinisikan untuk jaringan terestrial. Hasil spektrum dari pengukuran nantinya dibandingkan dengan bentuk spektrum mask pada rekomendasi RRC 2006. Bentuk spektrum mask dan tabel symmetrical spectrum masks for non-critical and

sensitive cases berturut-turut pada gambar 5 dan tabel 3

berikut ini.

Gambar 5 Frequency relative to centre of DVB-T channel(MHz)

“Tabel 3 Symmetrical spectrum masks for non critical and sensitive cases”

Gambar 6 adalah desain pengukuran RF dan IF spektrum.

“Gambar 6 Desain pengukuran RF dan IF spektrum”

Metode pengukuran receiver sensitivity ini bertujuan untuk mengetahui power minimum pada

receiver untuk dapat menerima sinyal gambar dan suara

dengan baik. Pada metode ini, digunakan alat spectrum

analyzer yang dihubungkan paralel dengan antena TV

UHF. Selanjutnya, perangkat tersebut akan digeser dari antena pemancar setiap 40cm nya hingga didapatkan

power sensitivity ketika pada TV kualitas gambar dan

suara tidak dapat diterima dengan baik. Metode pengukuran ini sesuai dengan rekomendasi ETSI TR 101 290 yang membahas tentang metode pengukuran sistem TV digital DVB-T.

Gambar 7 Desain pengukuran Receiver Sensitivity”

Selain pengukuran spektrum RF/IF, Untuk mengetahui tingkat kepuasan penonton acara televisi terhadap siaran TV digital, dilakukan metode MOS (Mean

Opinion Score). Metode ini untuk mengetahui tingkat

kualitas gambar dan suara yang berhasil dipancarkan menggunakan sistem TV digital DVB-T berbasis software berdasarkan indra penglihatan dan pendengaran manusia. Nantinya, audience akan diperlihatkan suatu acara TV digital pada televisi yang dirubah beberapa parameternya dan akan ditanyai tanggapannya atas kualitas gambar dan suara.

Frekuensi

(MHz) Non-critical cases(dB) cases(dB) Sensitive -12 -110 -120 -6 -85 -95 -4.2 -73 -83 -3.9 -32.8 -32.8 3.9 -32.8 -32.8 4.2 -73 -83 6 -85 -95 12 -110 -120

(5)

!

!

!"

# 3. ANALISIS DATA

Dari hasil pengukuran spektrum RF/IF, didapatkan perbandingan bentuk spektrum dengan spektrum mask. Berikut adalah sebagian gambar dari keseluruhan gambar yang didapat dari hasil pengukuran :

”Gambar 8 Spektrum RF QPSK 8k code rate 1/2”

”Gambar 9 Spektrum RF 16QAM 8k code rate 1/2”

”Gambar 10 Spektrum RF 64QAM 8k code rate 1/2”

Dari hasil pengukuran spektrum RF/IF dan dibandingkan dengan bentuk standar spektrum mask untuk TV digital terestrial dapat diambil kesimpulan

bahwa hasil bentuk spektrum RF tidak menyimpang keluar dari bentuk spectrum masknya.

Pada pengukuran receiver sensitivity, digunakan alat spectrum analyzer yang dihubungkan paralel dengan antena TV UHF. Selanjutnya, perangkat tersebut akan digeser dari antena pemancar setiap 40cm nya hingga didapatkan power sensitivity ketika pada TV kualitas gambar dan suara tidak dapat diterima dengan baik. Dari hasil pengukuran, didapatkan bentuk spektrum ketika gambar dalam kondisi baik, buruk dan hilang. Berikut adalah sebagian gambar dari hasil pengukuran receiver sensitivity :

Gambar 11 Bentuk spectrum pada kondisi baik”

Gambar 12 Bentuk spectrum pada kondisi buruk”

(6)

Pada jarak 280cm, gambar dan suara yang dihasilkan memiliki kualitas yang kurang bagus. Foto televisi ketika pemancar dan penerima dalam jarak 280cm sebagai berikut :

Gambar 14 Gambar televisi pada kondisi buruk

Sedangkan pada jarak 450cm, gambar dan suara yang dihasilkan tidak terlihat lagi (hilang). Foto televisi ketika pemancar dan penerima dalam jarak 450cm sebagai berikut :

Gambar 15 Gambar televisi pada kondisi hilang

Dari hasil pengukuran, didapatkan data sebagai berikut :

Tabel 4 Hasil pengukuran receiver sensitivity” Jarak Pemancar

dan Penerima Power Level Maksimum Kualitas

40cm -75,7dBm Baik 80cm -83,3dBm Baik 120cm -84,7dBm Baik 160cm -88,3dBm Baik 200cm -90,0dBm Baik 240cm -91,3dBm Baik 280cm -92,0dBm Buruk 320cm -94,0dBm Buruk 360cm -93,7dBm Buruk 400cm -91,0dBm Buruk 450cm -94,0dBm Hilang

Dari hasil pengukuran receiver sensitivity, dapat disimpulkan bahwa jarak pemancar dan penerima sampai dengan kualitas gambar dan suara tidak dapat dilihat (hilang) adalah 4,5 meter dan power minimum set top box adalah dibawah -94dBm.

Pada metode MOS, audience di undang untuk diperlihatkan program siaran TV digital pada televisi yang dirubah beberapa parameternya tanpa diketahui oleh

audience. Nilai kualitatif yang digunakan yaitu :

1. Excellent dengan angka 6, untuk kualitas yang

sangat baik

2. Fine dengan angka 5, untuk kualitas baik

3. Passable dengan angka 4, untuk kualitas cukup

baik

4. Marginal dengan angka 3, untuk kualitas buruk

5. Inferior dengan angka 2, untuk kualitas sangat

buruk

6. Unusable dengan angka 1, untuk kualitas yang

demikian buruk

Selanjutnya, didapat nilai score dengan mencari rata-rata dari jumlah audience yang memilih nilai tersebut dikalikan dengan nilai kualitatifnya dan dibagi dengan jumlah audience yang ada. Dari lima audience yang diundang, didapatkan hasil sebagai berikut dimana berturut-turut di bawah nilai adalah jumlah audience yang memilih nilai tersebut :

“Tabel 5 Hasil metode MOS”

Dari hasil metode MOS dapat disimpulkan bahwa audience sangat puas dengan kualitas gambar dan suara TV digital pada teknik modulasi 16QAM mode 8k dengan code rate 5/6 dan 7/8 juga mode 2k dengan code rate 5/6 serta teknik modulasi 64QAM mode 8k dengan code rate 2/3 dan ¾ juga mode 2k dengan code rate 2/3.

Modulasi Mode Code Rate Nilai Score

6 5 4 3 2 1 QPSK 8k 1/2 3 2 2,2 QPSK 8k 2/3 3 2 2,2 QPSK 8k 3/4 3 2 2,2 QPSK 8k 5/6 1 2 2 1,8 QPSK 8k 7/8 1 2 2 1,8 QPSK 2k 1/2 2 3 1,4 QPSK 2k 2/3 1 4 1,2 QPSK 2k 3/4 5 1 QPSK 2k 5/6 5 1 QPSK 2k 7/8 5 1 16QAM 8k 1/2 3 2 2,6 16QAM 8k 2/3 3 2 1,6 16QAM 8k 3/4 1 2 1 1 1,8 16QAM 8k 5/6 1 2 2 4,8 16QAM 8k 7/8 1 2 2 4,8 16QAM 2k 1/2 1 2 2 1,8 16QAM 2k 2/3 2 2 1 2,2 16QAM 2k 3/4 4 1 2,8 16QAM 2k 5/6 3 2 5,6 16QAM 2k 7/8 3 2 2,6 64QAM 8k 1/2 2 2 1 4 64QAM 8k 2/3 3 1 1 4,4 64QAM 8k 3/4 3 2 4,6 64QAM 8k 5/6 3 2 1,6 64QAM 8k 7/8 5 1 64QAM 2k 1/2 2 3 1,4 64QAM 2k 2/3 3 2 5,6 64QAM 2k 3/4 2 3 2,4 64QAM 2k 5/6 1 3 1 2 64QAM 2k 7/8 3 2 1,6

(7)

4. KESIMPULAN

Pada hasil rancangan ini, dapat disimpulkan bahwa sistem TV digital DVB-T terbukti mampu mengurangi efek Doppler pada kualitas gambar hasil pengukuran. Selain itu juga, TV digital juga terbukti lebih efisien bandwidth dan tahan terhadap kondisi lintasan radio yang berubah-ubah terhadap waktu.

Pada hasil pengukuran yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan bahwa bentuk spektrum RF hasil dari pengukuran tidak menyimpang keluar dari bentuk spectrum masknya. Dari hasil pengukuran receiver

sensitivity, dapat disimpulkan bahwa jarak pemancar dan

penerima sampai dengan kualitas gambar dan suara tidak dapat dilihat (hilang) adalah 4,5 meter dan power

minimum set top box adalah dibawah -94dBm. Dari hasil

metode MOS dapat disimpulkan bahwa audience sangat puas dengan kualitas gambar dan suara TV digital pada teknik modulasi 16QAM mode 8k dengan code rate 5/6 dan 7/8 juga mode 2k dengan code rate 5/6 serta teknik modulasi 64QAM mode 8k dengan code rate 2/3 dan ¾ juga mode 2k dengan code rate 2/3.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Kepala Lab Propagasi dan Radiasi Elektromagnetik

Jurusan Teknik Elektro ITS, ”Era TV Digital itu

sebenarnya gmn sih?”, Radar TV, 2009

[2] Sri Widodo, ”Pengembangan Set-Top Box Dalam Rangka Migrasi ke Sistem Penyiaran TV Digital di Indonesia”,Universitas Gadjah Mada, 2008

[3] Hary Budiarto, Bambang Heru Tjahjono, Arief

Rufiyanto, Ananda Kusuma, Gamantyo

Hendrantoro, Satriyo Dharmanto, ”Sistem TV

Digital dan Prospeknya di Indonesia”, PT

Multikom Indo Persada, Jakarta, 2007

[4] Dr.Hary Budiarto, ”Pengembangan Teknologi Digital

Broadcasting.ppt”, Pusat Teknologi Informasi dan

Komunikasi BPPT, Surabaya, 2009

[5] Lorenzo Pallara, Andrea Venturi, ” Open Caster 2.2

User Manual”, Avalpa Digital Enginerring, 2009

[6] Heather Bowers, Hui Zhang,” Comparison of

Reed-Solomon Codec Implementations”,

<URL:http://infopad.eecs.berkeley.edu/~hui/cs252/r s.html>, 1996

[7] Hodgard M.S, Tiggeler H.A.B, ”Fast Low

Complexity Reed Solomon Codec for Space and Avionics Ramdisk Applications”,

<URL:http://www.htlab.com/misc/papers/PAPER6B .pdf>,

[8] Flemming Ch, ” Tutorial on Convolutional Coding

with Viterbi Decoding, Spectrum Applications”,

<URL:http://home.netcom.com/~chip.f/viterbi/tutori al.html>,2006

[9] Bahai A.R.S., Saltzberg B.R., Ergen M, ”

Multi-Carrier Digital Communications:Theory and applications of OFDM”,

<URL:http://wow.eecs.berkeley.edu/ergen/docs/Pag es%20from%20indexofdm.pdf >,2004

[10] Walter Fischer, ” Digital and Audio Broadcasting

Technology”,

LE-TEXJelonek,Schmidt&VöcklerGbR,Leipzig, Berlin, 2008

[11] Recommendation RRC 06, ” Final Acts of the

Regional Radiocommunication Conference for planning of the digital terrestrial broadcasting service in parts of Regions 1 and 3, in the frequency bands 174-230 MHz and 470-862 MHz ”, ITU, 2006

[12] ffmpeg homepage, ”About ffmpeg ”, <URL: http://www.ffmpeg.org/about.html>

[13] Recommendation ETSI TR 101 290, “Digital Video

Broadcasting (DVB); Measurement guidelines for DVB systems”, ETSI, 2001

[14] Recommendation ETSI EN 300 744, “Digital Video

Broadcasting (DVB);Framing structure, channel coding and modulation for digital terrestrial television “, ETSI, 2004

RIWAYAT HIDUP

HENRI ERVANDA, lahir di Kota Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 22 April 1984. Memperoleh gelar D3 dari Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Elektro, Program Studi komputer kontrol, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, tahun 2006. Pada tahun 2008 melanjutkan S1 di Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Elektro, Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia, Institut

Teknologi Sepuluh Nopember

Gambar

Gambar 5 Frequency relative to centre of DVB-T channel(MHz)
Gambar 14 Gambar televisi pada kondisi buruk

Referensi

Dokumen terkait