• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laju inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama pengambil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laju inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama pengambil"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laju inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama pengambil kebijakan ekonomi. Laju inflasi tinggi dan biasanya juga cenderung tidak stabil dapat menimbulkan dampak buruk bagi perekonomian. Oleh karena itu, baik pemerintah maupun bank sentral di negara mana pun berusaha untuk mencapai laju inflasi yang rendah dan stabil. Pertimbangan pentingnya pengendalian inflasi adalah bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil dapat berdampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pertama, inflasi yang tinggi akan mengakibatkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun, sehingga standar hidup masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi. Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif, sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah. (Bank Indonesia, 2009).

Menurut Dradjad Wibowo ekonom INDEF (Republika, 30/1/2002), bahwa inflasi yang terjadi selama tahun 2001 lebih didominasi oleh administered price dan dampak inflatoir dari depresiasi rupiah (pass through effect) dibandingkan faktor-faktor meneter. Sebagai contoh keputusan pemerintah yang menaikan harga BBM telah mendorong inflasi bulan Juli 2001.

(2)

2 Berapa persen kah laju inflasi yang dikategorikan berbahaya bagi perekonomian? Laju inflasi yang berbahaya bagi perekonomian dapat berbeda antara satu perekonomian dengan perekonomian lainnya. Parah tidaknya inflasi tergantung dari komoditas apa saja yang harganya mengalami kenaikan. Jika yang mengalami kenaikan harga adalah komoditas yang sebagian besar dikonsumsi oleh kelompok yang berpenghasilan rendah maupun yang berpenghasilan tinggi, maka kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendahlah yang paling merasakan dampak kenaikan harga tersebut.(Setyowati, dkk., 2004: 180).

Inflasi dipengaruhi oleh banyak faktor yang secara garis besarnya dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu inflasi inti dan inflasi non inti. Inflasi inti adalah inflasi yang terjadi karena faktor fundamental, seperti akibat interaksi antara permintaan dan penawaran, lingkungan eksternal (nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang), dan ekspektasi inflasi dari perdagangan dan konsumen. Sedangkan inflasi non inti disebabkan oleh selain faktor fundamental, seperti terjadi shocks dalam kelompok bahan makanan (panen, gangguan alam, gangguan penyakit) dan inflasi akibat kebijakan harga oleh pemerintah (kenaikan harga BBM, tarif listrik, tarif angkutan). (Bank Indonesia, 2009).

Bagi perekonomian Indonesia, inflasi (kenaikan harga-harga barang dan jasa) merupakan fenomena yang sering muncul. Bahkan Indonesia pernah mengalami inflasi pada tingkat 600 persen pada tahun 1966. Tingkat inflasi yang sangat tinggi (hiperinflasi) ini tidak saja merusak tatanan perekonomian Indonesia, namun merusak tatanan sosial, politik, dan bahkan keamanan dan ketertiban masyarakat.

Sejak awal pemerintahan Orde Baru hingga di era Reformasi sekarang ini, perkembangan ekonomi Indonesia tampaknya selalu dipengaruhi oleh gejolak

(3)

3

harga bahan bakar minyak (BBM) dunia. Selama periode pertama, fluktuasi harga minyak dunia berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, pada periode kedua ini, gejolah kenaikan harga minyak tersebut cenderung berpengaruh pada tingkat inflasi.

Tingginya inflasi pada tahun 2001 merupakan efek dari kebijakan pemerintah berkenaan dengan pengurangan subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak) dan kenaikan TDL (Tarif Dasar Listrik). Fenomena tersebut berpengaruh terhadap kenaikan inflasi karena dengan kenaikan BBM dan TDL akan menyebabkan kenaikan tarif angkutan, kenaikan gaji PNS, TNI, dan POLRI serta UMR.

Untuk kasus Indonesia, laju inflasi bulanan dalam periode Januari 2001 sampai dengan Desember 2011 bergerak cukup fluaktif. Laju inflasi tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2005, yakni sebesar 8,7. Laju inflasi ini terjadi disebabkan oleh kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada tanggal 1 Oktober 2005 sekitar 80 persen. Kenaikan harga BBM ini mengakibatkan harga hampir semua jenis barang mengalami kenaikan. Kenaikan tertinggi terjadi pada kelompok trnasportasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 28,57 persen, diikuti kelompok Perumahan Air, Listrik, Gas dan bahan bakar sebesar 7,4 persen (Badan Pusat Statistik, 2009).

Laju inflasi tinggi terjadi lagi pada bulan Juni 2008 sebesar 2,46. Laju inflasi tinggi pada Juni 2008 tersebut juga sebagian besar merupakan kontribusi dari kebijakan pemerintah menaikan harga BBM sebesar 28,7 persen. (BPS Indonesia, Juli 2008), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.1. Inflasi Indonesia 2001 – 2013.

(4)

4

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Selatan, 2013 (diolah).

Gambar 1.1

Pergerakan Inflasi Indonesia, 2001-2013.

Jika melihat betapa dahsyat pengaruh inflasi terhadap perekonomian nasional, dipandang perlu perhatian ekstra terhadap masalah inflasi, terutama terhadap variabel yang menjadi penyebab terjadinya inflasi di Indonesia secara umum.

Dilihat secara khusus juga perlu adanya perhatian pemerintah daerah dalam menangani masalah inflsai terutama pada kota-kota penghitung inflasi di Indonesia, tidak terkecuali Provinsi Kalimantan Selatan.

Penentuan laju inflasi dilakukan terhadap perubahan harga-harga seluruh komoditas yang dikelompokkan ke dalam 7 kelompok komoditas, yaitu:

1. kelompok bahan makanan;

2. makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau; 3. perumahan, listrik, air, gas dan bahan bakar; 4. sandang;

5. kesehatan;

(5)

5 7. transportasi, komunikasi, dan jasa kuangan.

Untuk Kalimantan Selatan, berdasarkan hasil Survei Biaya Hidup (SBH) tahun 2002 dan 2007, dari ketujuh kelompok komoditas tersebut, ternyata kelompok bahan makanan memiliki bobot terbesar terhadap pembentukan inflasi. Berdasarkan 7 kelompok komoditas tersebut, kelompok komoditas kelompok bahan makanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat, sehingga jika terjadi kenaikan harga pada kelompok komoditas Kelompok Bahan Makanan ini akan berpengaruh negatif terhadap masyarakat banyak.

Adapun hasil perbandingan bobot kelompok pengeluaran yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan hasil survei biaya hidup (SBH) di Kota Banjarmasin, yaitu tahun 2002 dan 2007 adalah sebagaimana pada Tabel 1.1. Perbandingan Bobot Kelompok Pengeluaran Hasil Survei Biaya Hidup (SBH) Kota Banjarmasin, 2002 dan 2002 sebagai berikut.

(6)

6 Tabel. 1.1.

Perbandingan Bobot Kelompok Pengeluaran Hasil Survey Biaya Hidup (SBH) Kota Banjarmasin, 2002 dan 2007.

2002 (%) 2007 (%)

01.Bahan Makanan 28,42 22,67

02.Makanan Jadi, minuman, rokok dan

tembakau 24,67 21,73

03.Perumahan, listrik, air, gas dan

bahan bakar 21,09 21,14

04.Sandang 6,62 7,38

05.Kesehatan 3,62 4,02

06.Pendidikan, rekreasi dan Olah Raga 4,17 5,33

07.Transportasi, komunikasi dan jasa

keuangan 11,40 17,73

Umum 100,00 100,00

Tingginya kelompok bahan makanan 2002: 28,42 persen dan 2007: 22,67 persen dalam pembentukan angka inflasi Kota Banjarmasin dapat ditafsirkan bahwa kelompok bahan makanan terhadap tinggi rendahnya tingkat inflasi di Banjarmasin cukup besar dan akan dirasakan langsung oleh semua masyarakat. Kelompok masyarakat yang paling parah menanggung akibat negatifnya adalah masyarakat yang berpenghasilan rendah. Inflasi dapat disebabkan oleh ekspektasi masyarakat terhadap harga-harga pada masa yang akan datang. Salah satu faktor yang menentukan ekspektasi masyarakat terhadap harga-harga pada masa yang akan datang adalah tingkat harga-harga yang terjadi pada masa lalu. Oleh karena itu, untuk menjaga stabilitas tingkat inflasi di Kota Banjarmasin dan Provinsi Kalimantan Selatan pada umumnya, diperlukan langkah-langkah antisifatif dalam Sumber : Diagram Timbangan IHK Kota Banjarmasin, BPS Provinsi Kalimantan Selatan, 2011

(7)

7 mengendalikan gejolak harga bahan makanan dan melakukan identifikasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku harga komoditas bahan makanan.

Untuk Kota Banjarmasin, Laju inflasi bulanan periode Januari 2001 sampai dengan Desember 2013 juga berfluktuatif, dimana pada bulan oktober 2005 inflasi tertinggi mencapai 8,05 persen, ini juga terjadi karena kebijakan pemerintah menaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) pada tanggal 1 Oktober 2005 sebesar 80 persen. Kenaikan harga BBM ini mengakibatkan harga hampir semua jenis barang mengalami kenaikan. Kenaikan tertinggi terjadi pada kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan sebesar 20,94 persen, diikuti kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar sebesar 6,58 persen, dan pada Kelompok Bahan Makanan sebesar 9,93 persen (BPS Provinsi Kalimantan Selatan, 2014).

Pada bulan Nopember 2013 Kota Banjarmasin mengalami inflasi sebesar 0,62 persen. Inflasi Kota Banjarmasin terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukan oleh naiknya indeks pada kelompok bahan makanan sebesar 1,13 persen; kelompok makanan jadi naik sebesar 0,06 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar naik sebesar 0,75 persen; kelompok sandang naik sebesar 0,34 persen; kelompok kesehatan naik sebesar 0,29 persen; kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga naik sebesar 0,03 persen; kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan naik sebesar 0,71 persen. (BPS Provinsi Kalimantan Selatan, 2013).

Pada gambar 1.2. Inflasi total Kota Banjarmasin 2001-2013, terlihat bahwa inflasi yang terjadi di Kota Banjarmasin pada tahun 2005 tertinggi pada tahun 2005 kuartal ke-IV yaitu sebesar 2,93 persen, dan terendah pada tahun 2004 pada kuartal ke-II yaitu sebesar -0,63 persen, inflasi tinggi ini juga dikarenakan adanya kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang terjadi pada bulan Oktober 2005.

(8)

8 Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Selatan, 2013 (diolah)

Gambar 1.2

Inflasi Total Kota Banjarmasin, 2001-2013

Pada Inflasi Kelompok Bahan Makanan terlihat pada tahun 2001 tertinggi sebesar 32.76 persen dan terendah pada tahun 2008 sebesar 4.10 persen. Pada tahun 2003 terjadi deflasi sebesar -70.20 persen, tahun 2007 juga mengalami kembali deflasi sebesar -35.02 persen dan tahun 2012 mengalami deflasi lagi sebesar -38.97 persen. Ini dikarenakan adanya perubahan tahun dasar yang didasarkan atas hasil survei biaya hidup (BPS Kota Banjarmasin, 2014), (diolah). Seperti terlihat pada Gambar 1.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan di kota Banjarmasin.

(9)

9 Sumber: BPS Kota Banjarmasin, 2013 (diolah)

Gambar 1.3

Inflasi Kelompok Bahan Makanan di Kota Banjarmasin

Berpijak pada permasalahan tersebut, mendorong penulis untuk melakukan penelitian secara ilmiah, dan sebagai perwujudannya permasalahan mengenai perilaku harga kelompok bahan makanan. Permasalahan tersebut dapat dituangkan kedalam bentuk tesis dengan judul “Analisis Inflasi Kelompok Bahan Makanan di Kota Banjarmasin 2001:1-2013:4.”

1.2 Keaslian Penelitian

Dalam penelitian ini adalah untuk melihat inflasi kelompok bahan makanan yang ada di Kota Banjarmasin, 2001-2013. Penelitian didasari oleh peneliatian sebelumnya yang juga berhubungan dengan inflasi adalah yang dilakukan oleh:

Penelitian yang dilakukan oleh Studi Pengembangan Indikator Ekonomi Makro (2001) mengamati perubahan nilai tukar, jumlah uang beredar dan harga BBM dalam negeri yang dijadikannya sebagai leading indikator yang cukup baik untuk menaksir laju inflasi bulanan. Penelitian ini menemukan bahwa setiap kenaikan 1persen harga BBM akan memberikan tambahan inflasi sekitar 0,085 persen.

(10)

10

Andrianus dan Niko (2006) menganalisis faktor–faktor yang mempengaruhi inflasi di indonesia Periode 1997 – 2005, menemukan bahwa suku bunga deposito baik jangka pendek maupun jangka panjang mempengaruhi tingkat inflasi. Semakin tinggi suku bunga semakin tinggi pula tingkat inflasi.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uaraian dalam latar belakang sebelumnya, maka permasalahan yang akan dibahas diharapkan dapat menjawab pertanyaan tentang bagaimana hubungan harga premium, harga solar, gas LPG dan tarif dasar listrik (TDL) dengan inflasi kelompok bahan makanan di Kota Banjarmasin. Permasalan selanjutnya adalah bagaimana trend dari harga premium, harga solar, gas LPG dan tarif dasar listrik dengan inflasi kelompok bahan makanan.

1.4 Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan hubungan harga premium, solar, gas lpg dan tarif dasar listrik (TDL) dengan inflasi kelompok bahan makanan di Kota Banjarmasin.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.

1 Memberi masukan bagi pengambil kebijakan harga bahan makanan, khususnya terhadap inflasi yang ditimbulkan akibat gejolak harga bahan makanan di Kota Banjarmasin.

(11)

11

2 Sebagai bahan acuan bagi pihak yang ingin melakukan studi lebih lanjut tentang inflasi.

1.6 Sistematika Penulisan

Penelitian ini akan disusun dalam lima bab. Bab satu merupakan bagian Pendahuluan yang akan membahas mengenai gambaran umum terkait latar belakang penelitian, keaslian penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Bab dua berisi studi literatur terdahulu serta berbagai teori, pemikiran, tinjauan pustaka,dan pendekatan yang berkaitan dengan inflasi kelompok bahan makanan. Bab tiga menjelaskan tentang Metode Penelitian, bahan atau materi penelitian dan variabel dan definisi operasional. Bab empat merupakan bab pembahasan tentang hasil analisis. Bab lima adalah bab penutup yang berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran untuk berbagai pihak yang berkepentingan dari hasil penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Berangkat dari masalah yang ada, muncul pemikiran dan ide-ide untuk mengaplikasikan sekam padi yang dianggap sebagian besar masyarakat hanya sebagai sampah sisa untuk menjadi

, sebagai badan khusus yang bertugas mengadministrasi kan semua perjanjian di bidang HAKI telah membuat model mengenai perjanjian lisensi untuk negara berkembang. Di dalam

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul Pengembangan Lab Dalam Kepingan (LDK) Berbasis Kertas Untuk Penentuan Kadar Asam Urat, Protein, dan pH

Hasil pengujian hipotesis ketujuh (H7) menunjukkan bahwa kesadaran merek berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat pembelian ulang dengan menggunakan loyalitas merek

Budiono, Guru Kelas VIA MI Badrussalam Kali Kendal Surabaya, Wawancara Pribadi, 10 Oktober 2017... kesempatan yang sama untuk memberikan konstribusi mereka dan mendengarkan pandangan

Pembuatan keputusan yang salah akan berakhir pada pengelolaan keuangan yang buruk dan tidak efektif dapat mengakibatkan perilaku masyarakat yang rentan akan krisis keuangan

Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui biografi KH. Wahid Hasyim dalam pembaharuan sistem pendidikan pesantren. Abdul Wahid Hasyim relevansi pembaharuan

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN ISLAMIC