• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 4

Perancangan Perangkat Gerak Otomatis

4. 1 Perancangan Mekanisme Sistem Penggerak Arah Deklinasi

Komponen penggerak yang dipilih yaitu ballscrew, karena dapat mengkonversi gerakan putaran (rotasi) yang dihasilkan oleh motor menjadi gerak translasi oleh nut. Selain itu ballscrew mampu menghasilkan gaya angkat yang besar dengan koefisien gesek yang kecil, sesuai dengan karakteristik ulir daya.

Konstruksi perangkat gerak seperti yang ditunjukkan oleh desain 1, 2, dan 3 dimaksudkan untuk memindahkan titik beban dari sumbu putar teleskop. Dengan demikian torsi yang dibutuhkan lebih kecil, dan daya motor dapat diminimalkan. Semakin jauh jarak titik beban dari titik sumbu putar teleskop semakin kecil daya motor yang diperlukan. Namun panjangnya ballscrew yang dibutuhkan untuk titik beban yang jauh tersebut juga menjadi bahan pertimbangan. Rasio diameter per panjang ballscrew yang terlalu kecil dapat mengakibatkan buckling. Selain pertimbangan kekuatan dan kekakuannya, ballscrew termasuk komponen mesin presisi yang relatif mahal. Semakin besar diameternya, semakin besar gaya yang mampu ditahannya, semakin mahal pula harganya.

4. 1. 1 Desain 1

Desain 1 ini menggunakan mekanisme 4 batang, meniru prinsip gerak dongkrak yang mampu menggerakkan beban yang berat. Seperti terlihat pada gambar 4.2 berikut ballscrew diposisikan menghubungkan batang AB dan O4B. Sehingga pada titik B gaya-gaya batang 2 gaya saling meniadakan.

(2)

O

5

O

4

A

B

O

2

α

Gambar 4. 1 Konstruksi Desain 1

Dari gambar dapat terlihat bahwa desain 1 ini memposisikan salah satu ujung ballscrew pada rangka konstruksi, dibutuhkan 2 buah titik tumpuan gaya. Sehingga dalam pengaplikasiannya dibutuhkan pelat pencekaman yang ditumpukan kepada rangka konstruksi untuk meletakkan batang dan ballscrew.

4. 1. 2 Desain 2

Desain ini merupakan desain yang paling sederhana dibandingkan dengan desain sebelumnya. Tanpa menggunakan batang penggerak tambahan, hanya menghubungkan ballscrew dari rangka konstruksi ke titik A pada teleskop. Walaupun sederhana, konstruksi segitiga yang dibutuhkan untuk memperoleh kekakuan sistem penggerak masih tetap diperoleh. Titik

(3)

O5 tetap membutuhkan ball bearing untuk mengurangi gesekan yang terjadi

pada sambungan pin.

Gambar 4.2 Konstruksi Desain 2

4. 1. 3 Perbandingan Dimensi Kedua Sistem Penggerak

Berikut ini adalah jarak-jarak yang memisahkan titik tempat bekerjanya gaya-gaya, membandingkan jarak-jarak yang menyusun kedua desain mekanisme gerak yang telah dipaparkan sebelumnya:

Batang  Desain 1  Desain 2 

O2A (teleskop)  110 cm  110 cm  AB  87 cm  ‐  O4B  105 cm  ‐  O2 O4  (screw)  90 cm  90 cm  O2 O5 60 cm  ‐  AC  ‐  43,5 cm  BD  ‐  52,5 cm 

Dengan mengambil nilai dimensi yang sama untuk kedua desain, diharapkan dapat diketahui nilai gaya terkecil yang terjadi di antara dua desain tersebut. Sehingga dapat dipilih desain yang menghasilkan gaya minimum di antara kedua desain tersebut.

(4)

4. 2 Analisa Gaya Statik pada Batang Penggerak Arah Deklinasi

Untuk menggerakkan teleskop pada ujung eye-piece dibutuhkan gaya sebesar 10 kg atau setara dengan 98,1 N. Beban pada ujung eye-piece (dengan jarak 2,5 m dari sumbu) dipindahkan ke titik A (dengan jarak 1,1 m dari sumbu). Perubahan nilai beban memenuhi persamaan (13) sehingga didapatkan nilai beban yang terjadi di titik A sebesar 223 N.

Feye-piece.reye-piece=FA.rA ) 13 ( r r . F F A eyepiece eyepiece A =

(

)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = m 1,1 m 2,5 N 98,1 A F = 223 N

Beban yang diperlukan pada titik A untuk menggerakkan teleskop tersebut berasal dari gaya dalam arah tangensial terhadap batang O2A. Agar

ballscrew dapat menggerakkan susunan batang (yang juga menggerakkan teleskop), gaya tangensial yang ditransmisikan oleh ballscrew dalam proyeksi terhadap batang O2A harus memenuhi:

F23T > 223 N

Gaya untuk menggerakkan batang penggerak berasal dari ballscrew yang digerakkan oleh motor. Untuk mengetahui berapa Fscrew yang dibutuhkan

untuk menggerakkan teleskop dengan beban 223 N pada titik A, dilakukan analisis gaya statik yang terjadi pada batang-batang penggerak.

4. 2. 1 Analisis Statik Desain 1

Secara kinematik desain 1 ini relatif sederhana, karena tersusun atas batang-batang 2 gaya yaitu batang AB, batang O4B, dan batang ballscrew. Tidak

adanya gaya tangensial pada batang 2 gaya menyederhanakan persamaan kinematik yang dibutuhkan untuk memperoleh nilai Fscrew. Diagram benda bebas sistem mekanik perangkat gerak pointing dari teleskop Bamberg, yaitu sebagai berikut:

(5)

F23T F23N F3B F3-screw F4B F4B F3-screw F3B F23 F23N F23T

Gambar 4. 3 Diagram Benda Bebas Desain 2

Gambar 4. 4 Parameter posisi batang penggerak

Posisi dari tiap batang yang membentuk sudut diformulasikan sebagai berikut (mengikuti variabel parameter gambar 4.5)

(6)

(

) (

)

(

)(

)

(

) (

) (

)

(

)(

)

( ) (

) (

)

( )(

)

(

) ( )

(

)( )

(

) (

) (

)

(

)(

)

(

) (

)

(

)(

)

(

) (

) (

)

(

)(

)

(

) ( ) (

)

(

)( )

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + − = ↔ + + ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + = − + = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + − = ↔ + − + = ↔ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + − = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + − = + − + = + ← − − − − AB B O A O AB B O B O B O O O B O B O B O O O B O O O B B O O O B O B O O O AB A O AB A O B A O AB B O A O AB A O A O O O A O A O O O A O O O A O A 4 2 4 2 2 4 1 5 4 2 5 4 2 4 2 5 1 4 5 4 2 4 2 5 4 5 4 4 2 2 2 2 4 2 4 2 1 2 2 2 2 2 4 2 4 2 4 2 1 -4 2 2 4 2 2 4 2 2 1 2 1 4 2 2 2 4 2 2 2 4 2 1 2 cos sudut 7) 6 5 ( sudut 2 cos 7 cos 2 O 2 cos sudut 9) 8 ( sudut cos 2 O sudut 4) 3 ( sudut 2 cos 4 2 cos 3 ) cos( 2 O skop, gerak tele membatasi yang sudut θ θ α α α α γ γ γ α α β β α α α α α α α α α

Selanjutnya beban F23T mengakibatkan adanya gaya reaksi pada titik A dan B.

) 22 ( ) 90 cos( ) 7 sin( ) 6 5 sin( ) 21 ( ) 90 cos( ) 7 sin( ) 180 sin( ) 20 ( ) 7 sin( ) 180 sin( ) 19 ( ) 6 5 sin( ) 7 sin( ) 180 sin( ) 18 ( ) 90 cos( 23 4 23 3 4 3 3 23 23 23 o T B o T screw B screw B B screw B o T F F F F F F F F F F F F F − + = − − = − = + = = − = − = β α α α β α θ α θ α α α θ β 6

(7)

Gambar 4. 5 Resultan batang 2 gaya

4. 2. 2 Analisis Statik Desain 2

Pada desain 2 yang lebih sederhana dibandingkan desain sebelumnya, dengan tetap menggunakan ballscrew sebagai batang 2 gaya didapatkan persamaan berikut:

F32T

F32N

O2

Fscrew

Gambar 4. 1 Diagram Benda Bebas Desain 3

A O dan A O batang antara sudut ) 24 ( ) 90 tan( ) 23 ( ) 90 cos( screw 2 32 32 32 32 32 = − = − = →/ = β β β T N T screw N T screw F F F F F F F

4. 2. 3 Perhitungan Gaya Fscrew dan Kebutuhan Torsi

Besarnya nilai Fscrew didapatkan dari (14) – (24) sehingga didapatkan

grafik pada gambar 4. 7 berikut:

(8)

0 100 200 300 400 500 600 0 20 40 60 80 100 120 140 Sudut (α) F scr ew Desain 1 Desain 2 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 50 100 150 sudut (α) P an ja ng Ba ll s c re w ya n g D ibu tu hk an ( cm ) desain 1 desain 2

Gambar 4. 2 Beban dan panjang ballscrew yang dibutuhkan pada setiap sudut (α)

Dari hasil plot dapat diketahui bahwa rentang gaya yang dibutuhkan desain 1 dan desain 2 terlihat hampir sama di antara kedua desain. Namun, desain 2 memerlukan ballscrew yang lebih panjang dibandingkan dengan panjang ballscrew yang dibutuhkan oleh desain 1. Atas dasar pertimbangan ini, dipilih desain 1 sebagai mekanisme perangkat gerak dalam arah pointing.

Sebelum menghitung torsi yang dibutuhkan, dilakukan pemilihan ballscrew yang sesuai dengan kondisi pembebanan dan operasi. Dari katalog dipilih rolled ball ballscrew tipe tanpa preload tipe BLK 4040-3.6. Penghitungan nilai torsi yang dibutuhkan oleh motor, dilakukan dengan menggunakan rumus torsi yang dibutuhkan untuk menaikkan beban pada 8

(9)

ballscrew saja (dengan pertimbangan Td < Tu). Nilai Fmax didapatkan berdasarkan

hasil plot grafik yang dapat dilihat pada gambar 4.7. Diameter mayor : 45 mm Diameter minor : 39,2 mm Diameter pitch : 42,1 mm Lead : 12 mm Fmax desain 1 : 468 N 2 ) 4 ( cos 2 2 cos p Z d dF T L R R L dF dF θ θ π α μ μ π α = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − + =

(

)

(

)

( ) (

)

(

)

Nm Nmm T N T L d d L d dF T P P P 23 , 1 1235 10 03 , 0 5 , 33 10 5 , 33 03 , 0 2 1 , 42 468 cos cos 2 = = × − + × = − + = π π μ α π μπ α θ

Untuk mengetahui besarnya torsi yang dibutuhkan agar ballscrew berputar dan menghasilkan Fscrew, digunakan persamaan ulir daya seperti

tercantum pada persamaan (4). Dengan menggunakan persamaan tersebut didapatkan Tmax sebesar 1,23 Nm. Berdasarkan torsi maksimum yang dibutuhkan

untuk menggerakkan sistem teleskop dalam arah pointing, dipilih servomotor yang sesuai dengan kondisi pembebanan.

4. 2. 4 Pemilihan Motor Sistem Penggerak Arah Deklinasi

Dengan demikian, pemilihan DC servomotor didasarkan pada torsi maksimum (1,23 Nm) yang dibutuhkan untuk menggerakkan teleskop. Salah satu pilihan yang sesuai dengan pembebanan yang dibutuhkan yaitu yaskawa DC servomotor tipe SGMAH-08A. Walaupun pembebanan dalam gerak pointing hanya dibutuhkan pada saat set-up teleskop, tidak digunakan sepanjang pengoperasian teleskop. Namun pembebanan dikategorikan ke dalam zona pembebanan yang kontiniu, zona B pada gambar 4.7 (continous duty zone).

(10)

Pembebanan pada kecepatan putar di bawah 3000 rpm, torsi yang dihasilkan 2,39 Nm. Sehingga safety factor dari kondisi pembebanan yaitu 1,9.

Gambar 4. 8 Karakteristik Servomotor

Dengan demikian, perangkat gerak dalam arah deklinasi telah terpilih yaitu ballscrew THK BLK 4040-3.6 dan servomotor yaskawa SGMAH-08A.

4. 2. 5 Alternatif Pemilihan Aktuator dan Komponen Gerak

Dalam pelaksanaannya, untuk memasang komponen gerak ballscrew THK BLK 4040-3.6 yang dikopling dengan servomotor yaskawa SGMAH-08A yang dipilih di atas beserta aksesorisnya agar perangkat gerak otomatis dapat berjalan sesuai fungsinya memerlukan proses yang cukup rumit. Menghubungkan poros motor dan poros ballscrew, proses aligning dari kedua

(11)

poros, pemasangan ball bearing dan mounting tidak dapat dilakukan dalam waktu yang singkat. Agar pemasangan komponen penggerak perangkat gerak otomatis teleskop dapat lebih mudah dilaksanakan, ada alternatif aktuator yang dapat dengan mudah dijumpai di pasaran dengan harga yang relatif terjangkau. Yang sesuai dengan rancangan mekanisme gerak di atas yaitu aktuator penggerak antena parabola, yang telah terangkai dengan leadscrew. Salah satu yang memenuhi spesifikasi beban yaitu model TD18 GEOTRACK, yang menggunakan motor DC dengan sensor reed limits resolusi 18” atau 0,005o. Spesifikasinya sebagai berikut:

Tegangan Input : 36 V DC Beban Maksimum : 250 kg Panjang Langkah (stroke) : 450 mm

Panjang Awal : 570 mm

Sensor posisi : Reed switch

Sensor limit switch Nut penggerak silinder dalam

Motor DC

Batang silinder dalam Sistem transmisi

Batang silinder luar

Gambar 4.9. Komponen Penyusun Aktuator dan Leadscrew GEOTRACK

Model TD18 GEOTRACK ini telah dilengkapi dengan aksesoris yang memungkinkan adanya gerakan berputar leadscrew pada titik mounting. Pemasangan dapat dilihat pada gambar berikut:

(12)

Gambar 4. 10 Pemasangan TD GEOTRACK [11] 11 cm 11 cm 135 cm 90 cm B B O5 O5

Gambar 4.11 Panjang langkah perangkat GEOTRACK

Dari perhitungan panjang langkah yang dibutuhkan (O5B) dalam

rentang 47 cm s.d. 86 cm, untuk menggerakkan teleskop pada sudut α 25o

120o. Sehingga pemasangan tumpuan pada batang leadscrew terlihat pada gambar di atas. Pemasangan aktuator dan leadscrew GEOTRACK pada pelat mounting dan konstruksi dapat terlihat pada gambar 4.11. Titik O5 dan titik B

sesuai dengan rancangan merupakan titik tumpuan screw, dan titik pemasangan

(13)

terhadap perangkat gerak. Kedua titik ini dapat melakukan gerak rotasi untuk memenuhi kriteria gerak sistem.

4. 3 Perancangan Komponen Pendukung Perangkat Gerak Pointing 4. 3. 1 Perancangan Mounting

Untuk pemasangan motor, bearing, dan batang penggerak pada konstruksi dibutuhkan pelat yang dapat menahan gaya-gaya yang berasal dari komponen-komponen tersebut. Pelat yang digunakan yaitu pelat material st 37-1 DIN 1652 yang banyak tersedia di pasar, dengan kekuatan tarik 370 MPa. Salah satu tebal pelat yang tersedia yaitu 4 cm, pemasangan baut dan nut di posisi tersebut menyebabkan adanya konsentrasi tegangan pada posisi pemasangan baut tersebut. Pemilihan tebal pelat yang relatif besar untuk mencegah deformasi pada jangka waktu penggunaan yang lama.

Gambar 4.12 Pembebanan yang terjadi pada baut

) 90 cos( . ) 90 sin( . ) 7 180 sin( . ) 7 180 cos( . ) 90 4 3 cos( ) 7 sin( ) 7 sin( ) 90 4 3 cos( ) 7 sin( ) 180 sin( 34 34 34 34 34 − = − = − − = − − = − + − = − + − = γ γ γ α γ α α α α α θ α α α γ F F F F F F F F P F P F y x screw y screw screw x screw screw 13

(14)

(a)

(b)

Gambar 4.13 Posisi pemasangan pelat mounting pada konstruksi teleskop

Dua buah pelat mounting yang akan dirancang, satu pelat mounting menahan gaya di titik A, pelat mounting yang lain menahan gaya di titik O4 dan

O5. Pemasangan pelat mounting seperti ditunjukkan oleh gambar 4.8. Sebagai

aksesori digunakan washer JWPCF13 berdasarkan standar JIS B 1256, dengan diameter lubang 31 mm dan diameter luar 56 mm.[9]

Berikut diagram benda bebas pembebanan screw dan batang O4B

pada pelat mounting:

(15)

Gambar 4. 14 Pembebanan pada pelat mounting

Gaya-gaya maksimum yang terjadi pada titik O4 dan O5 diuraikan ke

dalam komponen gaya dalam arah x dan y. Titik pusat gaya-gaya pada pelat mounting sumbu putar teleskop dalam arah deklinasi (titik O2). Dari perhitungan

beban yang terjadi pada setiap sudut didapatkan beban maksimum pada awal pergerakan teleskop sudut α = 25o, yaitu:

Fx = 632,97 N

Fy = 15,94 N

Pembagian gaya geser pada masing-masing baut mengikuti persamaan:

N N F N N F r Mr F N F F N F F y shear x shear n j j i shear y y shear x x shear 996 , 0 16 94 , 15 56 , 39 16 97 , 632 ) 24 ( ) 23 ( ) 22 ( 1 1 1 2 2 1 1 = = = = = = =

= 1 5 9 13 F34 O4 + 11 2 6 O 10 14 5 + Fscrew O2 + Fshear-max 7 15 3 8 12 4 16 15

(16)

(

)(

)

(

)(

)

jam jarum arah berlawanan arah dalam 08 , 26 08 , 35 16 , 61 dan antara berlawanan yang Arah 16 , 61 ) 5 , 47 ( 8 6 , 35 3 , 1616 08 , 35 ) 8 , 68 ( 4 ) 4 , 65 ( 4 ) 6 , 52 ( 4 ) 1 , 48 ( 4 5 , 28 2 , 1155 2 34 2 2 34 2 2 N N N F F F N cm cm N F N cm cm cm cm cm N F shear shear screw shear shear screw shear = − = = = = + + + =

Pada gambar 4.13 terlihat titik pembebanan pada lokasi pemasangan baut dinomorkan dari 1-16. Resultan beban geser pada baut akibat gaya geser dan momen menunjukkan gaya geser terbesar terjadi pada baut nomor 7. Baut yang dipilih[9] yaitu baut pada kelas perancangan 8,8 (M30), material baja karbon rendah dengan kondisi sebagai berikut:

Mounting pada teleskop di titik A menggunakan bended plate dengan material yang sama seperti pelat mounting pada konstruksi (st 37-1k DIN 1652), yaitu kekuatan tarik maksimum 370 MPa.

(17)

P P

Gambar 4.15 Pelat mounting pada teleskop

Beban geser pada titik A terjadi di daerah pemasangan baut, sehingga tidak ada beban geser karena timbulnya momen. Satu-satunya beban geser adalah akibat beban P. Dengan menggunakan dimensi dan spesifikasi baut yang sama seperti rancangan mounting sebelumnya didapatkan:

4. 4 Perangkat Gerak Tracking

Perangkat tracking yang digunakan selama ini merupakan penggerak dengan prinsip mekanik murni, menggunakan motor listrik untuk menaikkan beban. Beban seberat 165 kg ini kemudian turun karena gaya gravitasi, menggerakkan roller chain yang diteruskan hingga torsi tersebut sampai di rangkaian roda gigi (rangkaian transmisi gerak lebih lengkap dijelaskan pada bab 3). Kebutuhan torsi perangkat gerak tracking sulit untuk diperkirakan secara tepat. Hal ini disebabkan torsi yang dihasilkan beban 165 kg melalui rangkaian transmisi daya yang rumit dan panjang. Rasio transmisinya sulit untuk diketahui secara pasti, karena untuk menghitung berdasarkan gambar teknik komponen tidak dapat dilakukan. Banyak gambar teknik dari bagian sistem transmisi yang 17

(18)

hilang. Sementara untuk membongkar sistem transmisi dikhawatirkan akan timbul kesulitan dalam pemasangan kembali (re-assembly).

Untuk itu kebutuhan torsi diperkirakan dengan mengikuti perancangan gerak dalam arah deklinasi, yaitu dengan perbandingan beban yang dibutuhkan untuk menggerakkan teleskop pada eye-piece. Dengan perkiraan beban untuk mendorong teleskop dalam arah sudut jam yaitu 10 kg pada jarak lengan 2,5 m, pada poros gerak tracking dibutuhkan torsi sebesar 245,25 Nm.

Pemasangan aktuator dilakukan dengan memotong rantai transmisi menjadi:

servomotor Roda gigi cacing

Roda gigi lurus dan miring

Gerak dalam arah sudut jam

Pemasangan Servomotor

Gambar 4.16 Posisi pemasangan servomotor pada perangkat gerak tracking

4. 4. 1 Pemilihan Spesifikasi Aktuator

Kebutuhan torsi sebesar 245 Nm pada poros sistem gerak tracking, sementara torsi motor yang dibutuhkan untuk dapat menggerakkan sistem seharusnya jauh lebih kecil mengingat sistem transmisi dimaksudkan untuk memperkecil kecepatan putar yang sekaligus meningkatkan torsi. Beberapa komponen roda gigi yang masih tersimpan gambarnya dapat dihitung rasio penguatan torsinya.

(19)

Dengan menggunakan persamaan rangkaian roda gigi.

(25)

Dari data gambar, sebagian dari rangkaian roda gigi lurus dan miring dapat digambarkan sebagai berikut:

Diameter = 105 mm Jumlah gigi = 35 Modul = 3 Diameter = 78 mm Jumlah gigi = 26 Modul = 3 Diameter = 105 mm Jumlah gigi = 35 Modul = 3 Diameter = 210 mm Jumlah gigi = 70 Modul = 3 Diameter = 234 mm Jumlah gigi = 78 Modul = 3 Arah sistem transmisi dilepas dari sistem

Gambar 4. 17 Rangkaian Transmisi Roda Gigi [7]

Torsi yang dibutuhkan yang dibutuhkan untuk menggerakkan teleskop yaitu 245 Nm. Reduksi kecepatan melalui roda gigi bevel, torsi yang dibutuhkan menjadi:

Reduksi kecepatan melalui roda gigi cacing tidak diketahui rasionya, tetapi dengan memperhatikan roda gigi cacing pada gambar 4.16 rasionya tinggi. Pemasangan roda gigi cacing pada sistem mekanik dimaksudkan untuk mengurangi kecepatan dan meningkatkan torsi secara signifikan, roda gigi cacing yang terdapat di pasaran rasio minimumnya adalah 15 [8]. Dengan

demikian diasumsikan rasio roda gigi cacing pada konstruksi adalah 15, sehingga torsi yang dibutuhkan menjadi:

(20)

Selain itu, pada sistem dapat dilihat rangkaian roda gigi lain yang tidak dapat diketahui rasionya karena gambar teknik yang tidak tersedia, dan membongkar konstruksi adalah hal yang riskan. Untuk itu diasumsikan kebutuhan torsi tracking yaitu 1,82 Nm. Servomotor yang sesuai dengan kebutuhan torsi yaitu yaskawa SGMAH 08A, dengan nilai rated torque 2,39 Nm.[4]

Gambar 4. 18 Roda gigi cacing yang langsung terhubung ke gerakan tracking teleskop

Gambar 4. 19 Spesifikasi dan karakteristik torsi servomotor yang digunakan

(21)

4. 5. Kopling

Baik perangkat gerak pointing maupun tracking membutuhkan kopling untuk menghubungkan poros motor dan poros output. Untuk mempermudah pemasangan dipilih kopling karet, mengingat perbedaan diameter yang cukup besar pada sistem pointing (14 mm diameter poros motor DC dan 45 mm diameter poros ballscrew). Selain dapat mengatasi perbedaan diameter yang besar, toleransi mis-alignment pemasangan poros dengan kopling karet juga memenuhi kondisi kekakuan yang dibutuhkan.

Gambar

Gambar 4.  1 Konstruksi Desain 1
Gambar 4.2 Konstruksi Desain 2
Gambar 4.  3 Diagram Benda Bebas Desain 2
Gambar 4. 5 Resultan batang 2 gaya
+7

Referensi

Dokumen terkait