• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Antar Pribadi Sebagai Kompetensi Guru Pendidikan Jasmani. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Komunikasi Antar Pribadi Sebagai Kompetensi Guru Pendidikan Jasmani. Abstrak"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

34

Komunikasi Antar Pribadi Sebagai Kompetensi Guru Pendidikan Jasmani

1

Sri Winarni 1

(FIK Universitas Negeri Yogyakarta) Abstrak

Tuntutan kompetensi guru dikumandangkan oleh Undang-undang Guru dan Dosen,terkhusus untuk kompetensi guru pendidikan jasmani. NASPE menetapkan sepuluh kompetensi yang harus dikuasai. Untuk itu, calon guru pendidikan jasmani, mahasiswa FPOK, FIK, JPOK setidaknya perlu dibekali pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman seluruh kompetensi tersebut dalam perkuliahan. Kemampuan berkomunikasi menjadi mutlak dikuasai baik dalam rangka proses belajar mengajar maupun dalam pergaulan antar pribadi dalam konteks sosial. Kompetensi sosial yang dibina dalam Praktek Pengalaman Lapangan perlu diawali dengan pembekalan pengetahuan mengenai komunikasi antar pribadi, yang peliputi kemampuan untuk (1) mengungkapkan perasaan siswa, (2) menjelaskan perasaan yang diungkapkan siswa, (3) mendorong siswa untuk memilih perilaku alternatif, (4) menciptakan iklim komunikasi yang kondusif.

Kata Kunci: Kompetensi guru, komunikasi antar pribadi.

PENDAHULUAN

Guru sebagai tenaga profesional bertugas merencanakan , melaksanakan, dan menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, melakukan penelitian, membantu pengembangan dan pengelolaan program sekolah, serta mengembangkan profesionalitasnya. Oleh karena itu, fungsi guru adalah sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, pengembang dan pengelola program, serta tenaga profesional. Tugas dan fungsi guru tersebut menggambarkan kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yang profesional.

Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas (2004), telah merumuskan dan mengembangkan Standar Kompetensi Guru Pemula (SKGP) SMP dan SMA, yang mencakup empat standar kompetensi, yaitu: (1) penguasaan bidang studi, (2) pemahaman tentang peserta didik, (3) penguasaan pembelajaran yang mendidik, dan (4) pengembangan kepribadian dan keprofesionalan. Keempat

1

Penulis adalah Dosen tetap di Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri

Yogyakarta, dan saat ini sedang menyelesaikan studi Program Doktor di Program Studi Pendidikan Olahraga Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

(2)

35

standar kompetensi guru tersebut dikemas dengan menempatkan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang beriman dan bertaqwa, dan sebagai warga-negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab. Undang-undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pada Bab IV pasal 10 dan Peraturan Pemerintah no. 19 tahun 2005 tentang Standar Pen-didikan Nasional pada Bab IV pasal 3, menyebutkan bahwa kompetensi guru sebagai agen pembelajaran meliputi: (1) kompetensi pedagogik, (2) kom-petensi kepribadian, (3) kompetensi professional, dan (4) kompetensi sosial.

Atas dasar itu maka calon guru pendidikan jasmani sudah seharusnya dibekali dengan kompetensi-kompetensi tersebut, baik melalui perkuliahan penunjang penguasaan bidang studi maupun pengajaran mikro dan KKN-PPL. Pelaksanaan pengajaran mikro di prodi PJKR FIK UNY memiliki karakteristik tersendiri, mata pelajaran pendidikan jasmani menuntut kegiatan pembelajaran di luar kelas seperti di lapangan, gedung olahraga. Materi pelajaran pendidikan jasmani yang dominan dalam aspek psikomotor juga akan mewarnai kekhasan pembelajaran pendidikan jasmani.

Kompetensi sosial akan banyak diperoleh mahasiswa pada pelaksanaan PPL. Dalam perkuliahan sendiri pengetahuan keterampilan berkomunikasi secara khusus tidak dibahas secara mendalam, namun mata kuliah teknologi pengajaran menyinggung teori dasar komunikasi. Sewajarnya jika mahasiswa merasa kesulitan dalam teknik berkomunikasi antar pribadi (Winarni & Subagyo, 2005; Winarni, dkk., 2006).

Interaksi pembelajaran menuntut guru untuk memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik. Karena mengajar bukanlah sekedar menuangkan seperangkat pengetahuan kepada sesuatu yang mati, tetapi seorang siswa memiliki emosi. Siswa bereaksi terhadap lingkungan tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional, dan sosial. Sudah sewajarnya bahwa pergaulan antar indidvidu di dalam kelas akan tercipta bentuk saling aksi dan mereaksi yang disebut interaksi edukatif (Sardiman, 2005). Komunikasi antar guru-siswa, siswa-siswa perlu dikondisikan secara terus menerus sehingga mahasiswa calon guru mahir melakukan variasi interaksi. Sudah menjadi pandangan umum bahwa perkuliahan yang banyak menuntut gerak sudah barang tentu mengurangi aktivitas berkomunikasi. Karena mahasiswa lebih banyak dituntut latihan dan latihan maka kemampuan berkomunikasi secara formal menjadi kurang.

Apa yang dapat dilakukan lembaga untuk membekali mahasiswa, sudahkah pengetahuan komunikasi antar pribadi diajarkan guna meningkatkan kemampuan komunikasi mereka, sudahkah proses perkuliahan telah disesuaikan dengan sasaran akhir kompetensi mahasiswa atau jangan-jangan kita memang membuat mereka menjadi „verbalismne‟.

(3)

36

PEMBAHASAN

Kompetensi Guru Pendidikan Jasmani

Pendidikan Tenaga Guru Pendidikan Jasmani yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta (FIK, FPOK, JPOK) perlu melakukan evaluasi diri terhadap produk atau hasil yang mereka didik. Pendidikan tenaga guru pendidikan jasmani terkait dengan konsep

pre service training, yang diarahkan untuk bisa mencapai berbagai

kompetensi. Karena itu pendidikan mengarah pada pelatihan kompetensi. Satu dari upaya ini disebut Pendidikan Guru Berbasis Kompetensi. Mahasiswa mengalami program secara khusus, ditingkatkan kompetensi pengajarannya sebelum lulus dan menjadi guru yang memiliki sertifikat. Calon tenaga guru disiapkan, dan pada umumnya mengalami pelatihan lapangan di suatu sekolah dibawah pengasuhan guru yang berpengalaman atau pengawasan ketat dari guru senior atau penilik kependidikan.

Pentingnya kompetensi, seperti diungkapkan oleh Bruner (dalam Vendien & Nixon, 1985) diartikan sebagai bentuk kompetensi yang bukan hanya mengetahui “bagaimana mengajar” tetapi juga mengetahui “tentang mengajar”. Dengan demikian dalam konteks pendidikan jasmani, seorang kandidat guru pendidikan jasmani perlu mengenal bukan hanya mengetahui bagaimana mengajar pendidikan jasmani tetapi juga menunjukkan ciri-ciri kompetensi pengajaran pendidikan jasmani. Untuk bisa kompeten maka diperlukan upaya untuk memiliki kemampuan menampilkan perilaku yang diinginkan. Dalam hubungan dengan pendidikan jasmani, kandidat perlu memiliki kemampuan keterampilan mengajar pendidikan jasmani kepada siswa. Kompetensi yang dimaksud bukan hanya segi teoritikal saja tetapi juga praktik kependidikan.

Sistem pembelajaran bagi penyiapan tenaga guru pendidikan jasmani berbasis kompetensi adalah: (1) menentukan status awal mahasiswa (pre-assessment), (2) menentukan kondisi pembelajaran yang memfasilitasi pencapaian kompetensi, termasuk kompetensi pengalaman, (3) menentukan strategi pengajaran penting untuk menyebabkan terjadinya “proses ajar”, (4) menentukan prosedur penilaian untuk mengidentifikasi apakah kompetensi telah dicapai oleh para mahasiswa (evaluasi).

Sistem belajar diajukan berdasar pada kompetensi yang harus dicapai. Pencapaiannya setahap demi setahap dilakukan sampai keseluruhan kompetensi dapat dikuasai kandidat guru pendidikan jasmani. Proses yang dimaksud adalah kandidat guru pendidikan jasmani memasuki sistem pada kompetensi pertama, belajar modul pertama. Kandidat diuji-awal tentang pengetahuan dan tujuan dari kompetensi pertama. Hasil dari diagnosis ini kemudian memasuki berbagai pengalaman belajar, yang

(4)

37

disebut “aktivitas potensi”. Dari aktivitas potensi diarahkan untuk mencapai kompetensi atau tujuan khusus yang ingin dicapai. Setelah kandidat belajar berbagai profesiensi yang dimaksud, kandidat dinilai apakah telah mencapai tingkatan profesiensi yang diharapkan. Jika pengukuran profesiensi dibawah standar, kandidat perlu memasuki ulang pada “aktivitas potensi”. Proses terus berlanjut sampai dapat dinyatakan bahwa kandidat mencapai kompetensi yang diharapkan. Manakala satu penilaian kompetensi dilakukan pada akhir “aktivitas potensi”, bisa menyebabkan kandidat mengalami kembali ke “aktivitas potensi”, jika penilaian di bawah standar, atau ketika berhasil memasuki modul kompetensi berikutnya. Kandidat dapat dinyatakan lulus ketika menun-jukkan profesiensi semua kompetensi.

No No

Yes Yes

Gambar Model Sistem Belajar Pendidikan Guru Berbasis Kompetensi

Kompetensi yang dimaksud terhimpun dalam konsep yang dikembangkan oleh NASPE (National Association for Sport and Physical

Education) di halaman berikut:

(1) Materi Pengetahuan

Guru pendidikan jasmani memahami materi pendidikan jasmani dan konsep disiplin terkait dengan perkembangan dari orang yang terdidik secara jasmani; 2 3 4 5 6 Siklus ulang Masuk Kompetensi 1 (Modul 1) Penilaian awal Profesiensi dari kompetensi 1 Aktivitas Potensi Penilaian akhir Profesiensi dari Kompetensi 1 Masuk Kompetensi 2 (Modul 2)

(5)

38

(2) Perkembangan dan Pertumbuhan Peserta Didik

Guru pendidikan jasmani memahami bagaimana peserta didik belajar dan berkembang dan dapat memberikan kesempatan sehingga memfasilitasi perkembangan fisik, kognitif, sosial, dan emosional;

(3) Keragaman Peserta Didik

Guru pendidikan jasmani memahami bagaimana perbedaan peserta didik dalam pendekatannya terhadap belajar, dan menciptakan pengajaran yang akurat sesuai perbedaan-perbedaan yang muncul;

(4) Manajemen dan Motivasi

Guru pendidikan jasmani menggunakan suatu pemahaman motivasi dan perilaku individual maupun kelompok untuk menciptakan lingkungan belajar yang nyaman yang menggugah interaksi sosial positif, aktif terlibat dalam pembelajaran dan motivasi diri;

(5) Komunikasi

Guru pendidikan jasmani menggunakan pengetahuan verbal atau non verbal secara efektif dan media teknik komunikasi untuk mening-katkan pembelajaran dan keterlibatan dalam perangkat aktivitas jasmani;

(6) Perencanaan dan Pengajaran

Guru pendidikan jasmani merencanakan dan mengimplementasikan berbagai strategi pengajaran yang tepat dan berkembang, untuk mengembangkan individu terdidik secara fisik berdasarkan konsep standar NASPE;

(7) Penilaian Peserta Didik

Guru pendidikan jasmani memahami dan menggunakan penilaian untuk memicu perkembangan fisik, kognitif, sosial, dan emosional siswa dalam aktivitas jasmani;

(8) Refleksi

Guru pendidikan jasmani adalah praktisioner reflektif yang meng-evaluasi pengaruh tindakannya terhadap orang lain (misal: siswa, orang tua, teman sejawat, dan mencari kesempatan untuk mengem-bangkannya secara profesional;

(9) Teknologi

Guru pendidikan jasmani menggunakan informasi teknologi untuk mengembangkan pembelajaran dan meningkatkan produktivitas personal dan profesional;

(10) Kolaborasi

Guru pendidikan jasmani menjalin hubungan dengan kolega, orang tua, dan agen sosial untuk menopang pertumbuhan dan kesejah-teraan total siswa.

(6)

39

Kompetensi terkait pendidikan tenaga guru pendidikan jasmani di LPTK yang ada di tanah air nampak masih merupakan konsep yang global, kurang mengarah pada konsep kompetensi yang dikembangkan NASPE. Sebagai contoh, dikenalnya kompetensi pedagodis, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial masih suatu konsep yang tidak realistik sehingga sukar diwujudkan. Pemikiran ini juga dikritisi Raka Joni (2007) sebagai suatu konsep yang cacat ontologis.

Kemampuan guru berkomunikasi menjadi salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru pendidikan jasmani sesuai standar NASPE atau dalam Undang-Undang Guru dan Dosen masuk dalam empat kompetensi guru, perlu menjadi materi dalam pembekalan calon guru pendidikan jasmani (pre service training) di lembaga FPOK, FIK, JPOK.

Komponen Keterampilan Berkomunikasi Antar Pribadi

Beberapa mata kuliah yang ditawarkan untuk membekali kompetensi pedagogik calon guru pendidikan jasmani meliputi bidang ilmu, seperti teknologi pengajaran, strategi belajar mengajar, psikologi pendidikan, didaktik metodik, pembelajaran motorik, pengajaran mikro, dan lainnya secara tidak langsung memberi bekal kemampuan berko-munikasi, tetapi tidak secara mendalam, teori komunikasi sebagai pengetahuan utama dalam interaksi belajar mengajar perlu diperkenalkan secara cukup kepada mahasiswa. Sokolove dan Sadker (1977) dalam Wardani (2005) merinci keterampilan berkomunikasi antar pribadi sebagai berikut:

Kemampuan untuk mengungkapkan perasaan siswa

Kemampuan ini berkaitan dengan penciptaan iklim yang positif dalam kegiatan belajar mengajar, yang memungkinkan siswa mau meng-ungkapkan perasaan atau masalah yang dihadapinya tanpa merasa dipaksa atau dipojokkan. Iklim yang demikian ini dapat ditumbuhkan guru dengan 2 cara, yaitu menunjukkan sikap memperhatikan (attending behavior) dan mendengarkan dengan aktif (active listening). Dalam usaha menum-buhkan iklim ini, guru perlu bersikap: (a) memberi dorongan, bukan bermusuhan, (b) bertanya, bukan menghakimi, serta (c) fleksibel (luwes), bukan terstruktur.

Sikap memperhatikan dapat ditunjukkan dengan berbagai cara seperti mengadakan kontak pandang, mimik muka, maupun gerakan tubuh, mengucapkan kata-kata singkat, misalnya ya, benar, yang semuanya ini menunjukkan bahwa guru sedang mendengarkan siswa yang berbicara. Secara singkat dapat dikatakan bahwa sikap memperhatikan

(7)

40

yang efektif dapat ditujukan dengan dua cara, yaitu isyarat nonverbal (kontak pandang, mimik muka, sikap tubuh yang rileks, atau gerak mendekati) dan isyarat verbal (seperti: diam/kesenyapan sejenak, kata-kata/komentar singkat, atau kesimpulan singkat. Tentulah akan sangat mengecewakan siswa jika ketika mereka berbicara kepada guru, guru memandang ke tempat lain dan sama sekali tidak menunjukkan adanya perhatian pada pembicaraan siswa.

Kemampuan menjelaskan perasaan yang diungkapkan siswa

Bila siswa sudah bebas mengungkapkan perasaan atau masalah yang dihadapinya, tugas guru selanjutnya adalah membantu siswa untuk mengklarifikasi ungkapan perasaan tersebut. Untuk ini guru perlu menguasai dua jenis keterampilan, yaitu merefleksi dan mengajukan pertanyaan inventori. Tindakan merefleksi dapat disamakan dengan guru menaruh cermin dihadapan siswa sehingga siswa dapat melihat kembali apa yang dilakukan atau diucapkannya. Dalam hal ini, guru dapat mengulangi kembali ucapan siswa atau memberikan balikan. Sebagaimana yang disebutkan Carl Rogers, siswa yang melihat sendiri sikap yang ditampilkannya, kebingungannya, atau perasaannya diekspresikan secara akurat oleh orang lain, akan mulai merintis jalan untuk menerima keadaan tersebut. Agar dapat merefleksi ungkapan perasaan siswa secara efektif guru perlu mengingat hal-hal sebagai berikut: (a) hindari prasangka terhadap pembicaraan atau topik yang dibicarakan; (b) perhatikan dengan cermat semua pesan verbal/nonverbal dari pembicara; (c) lihat, dengarkan, dan rekam dalam hati kata-kata/perilaku khas yang diperlihatkan oleh pembicara; (d) bedakan atau simpulkan kata-kata atau pesan yang bersifat emosional; (e) beri tanggapan pada siswa dengan cara memparaphrase kata-kata yang diucapkan, menggambarkan perilaku khusus yang diperlihatkan, dan tanggapan mengenai kedua hal tersebut; (f) jaga nada suara, jangan sampai berteriak, menghakimi, atau seperti memusuhi; (g) minta klarifikasi apakah yang dikatakan pada bagian itu benar demikian.

Dengan kaitan ini, pertanyaan inventori dapat definisikan sebagai pertanyaan yang menyebabkan orang melacak pikiran, perasaan, dan perbuatannya sendiri. Menurut pengamat psikologi humanistik, manusia yang sehat dan matang mampu menilai perasaan sendiri, menentukan tingkat produktivitasnya, dan kemudian berdasarkan kedua hal itu, memodifikasi perilakunya. Pertanyaan inventori dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu: (a) pertanyaan yang menuntut siswa untuk meng-ungkapkan perasaan dan pikirannya, contoh; Bagaimana perasaan Anda? Ceritakan apa yang Anda alami ! (b) pertanyaan yang menggiring siswa untuk mengidentifikasi pola-pola perasaan, pikiran, dan perbuatannya.

(8)

41

Contoh: Bagaimana biasanya reaksi Anda dalam situasi seperti ini? Kondisi apa yang menyebabkan Anda bereaksi seperti ini? (c) pertanyaan yang menggiring siswa untuk mengidentifikasi konsekuensi/akibat dari perasaan, pikiran, dan perbuatannya. Contoh: Apakah yang terjadi kalau Anda bereaksi seperti itu? Apa akibat respons yang Anda berikan tersebut bagi Anda sendiri? Bagaimana perasaan Anda setelah perilaku itu Anda tunjukkan?

Mendorong siswa untuk memilih perilaku alternatif

Interaksi guru dan siswa di dalam dan di luar proses pembelajaran selalu berkaitan dengan perilaku. Kesulitan belajar siswa lebih sering diakibatkan oleh perilaku siswa yang kurang mendukung terhadap proses pembelajaran itu sendiri, seperti: malas, mudah bosan, kurang motivasi, konflik dengan siswa lain, tidak tahu tujuan, kurang konsentrasi, dan lain-lain. Untuk itu tugas guru adalah mendorong siswa untuk memilih perilaku alternatif. Kemampuan ini meliputi hal-hal sebagai berikut: (a) kemampuan mencari atau mengembangkan berbagai perilaku alternatif yang sesuai; (b) kemampuan melatih perilaku alternatif serta merasakan apa yang dihayati siswa dengan perilaku tersebut; (c) menerima balikan dari orang lain tentang keefektifan setiap perilaku alternatif; (d) meramalkan konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang dari setiap perilaku alternatif; (e) memilih perilaku alternatif yang paling sesuai dengan kebutuhan pribadi siswa.

Menciptakan iklim komunikasi yang kondusif

Salah satu tugas guru yang utama dalam mengajar adalah menciptakan iklim belajar yang kondusif. Pada dasarnya dalam suatu interaksi, iklim yang muncul diciptakan oleh kedua belah pihak, dalam hal ini oleh guru dan siswa. Namun sebagai pengendali dalam kegiatan belajar mengajar adalah guru yang bertanggung jawab atas pengorganisasian kegiatan, waktu, fasilitas, dan segala sumber yang dimanfaatkan dalam kelas. Oleh karena itu terciptanya iklim yang kondusif sangat tergantung dari guru.

Untuk menciptakan iklim yang kondusif tersebut Houston (1990), menyarankan pentingnya pengkomunikasian harapan dari guru kepada siswa. Setiap siswa yang berada di kelas harus sadar akan hal-hal yang diharapkan dari mereka. Misalnya, mereka harus memperhatikan dengan cermat, dan kemudian mengemukakan pendapat mereka jika ada hal yang perlu ditanyakan. Harapan tercermin dari apa yang dikerjakan dan dibuat oleh guru dan siswa (Suwarna,dkk.:2007; Hartoyo,dkk.;2003; Rink:2002).

(9)

42

Harapan-harapan tersebut dapat terdiri dari berbagai hal seperti (1) tugas-tugas yang jelas diketahui oleh setiap siswa, (2) pembagian waktu yang jelas untuk mengerjakan setiap tugas, (3) perilaku yang semestinya ditunjukkan oleh siswa dalam menyelesaikan tugas -tugas, atau (4) cara pemberian balikan untuk setiap tugas.

Harapan bukan merupakan sesuatu yang unik dalam profesi guru. Dibidang profesi lain harapan itu selalu ada. Misalnya, bila kita memasuki tempat parkir seorang dokter, kita mengharapkan layanan yang ramah dari perawat, ruang tunggu yang bersih, serta perlakuan yang adil. Demikian juga halnya dengan seorang siswa yang memasuki kelas untuk mengikuti pembelajaran. Ia mengharapkan banyak hal, seperti pengajar yang berwibawa dan kompeten, rasa aman, aturan kelas yang jelas, atau hubungan sosial yang baik sesama siswa (Rink, 2002; Siedentop, 1991). Untuk memenuhi harapan tersebut, hal-hal berikut perlu diperhatikan oleh guru.

(a) Tujuan. Nyatakan tujuan atau arah kegiatan pada awal proses belajar mengajar. Komunikasikan garis besar kegiatan yang akan dilaksanakan seperti, materi, waktu tatap muka, ketentuan ujian, dan persyaratan untuk bisa lulus dalam pelajaran tersebut;

(b) Respek (Rasa Hormat). Rasa hormat siswa terhadap guru dapat ditumbuhkan dengan cara menunjukkan lebih dahulu rasa respek guru terhadap siswa. Rasa saling menghormati antara guru dan siswa perlu dipelihara karena hal ini akan menumbuhkan lingkungan belajar yang sehat;

(c) Keteraturan. Aturan kelas yang jelas, seperti tidak boleh

mem-bunyikan telepon genggam selama pembelajaran, cara mengajukan pertanyaan yang sopan, atau batas waktu penyerahan tugas yang jelas, akan membuat keteraturan dan rasa aman dalam kelas;

(d) Berlaku Adil. Perlakuan yang adil yang ditunjukkan oleh guru ter-hadap

siswa, terutama yang berkaitan dengan aturan dan persyaratan mengikuti pembelajaran yang telah disepakati sebelumnya, akan membantu menumbuhkan iklim belajar yang positif;

(e) Rasa Aman. Menjaga rasa aman para siswa dengan mencegah ter-jadinya

kekacauan merupakan tantangan berat bagi guru-guru pemula yang belum berpengalaman. Ketegasan, ketepatan, dan kecepatan bertindak merupakan salah satu kunci dalam mencegah terjadinya hal-hal yang menghilangkan rasa aman siswa;

(f) Penuh perhatian Perhatian guru terhadap siswa, baik melalui kontak pandang, senyuman, maupun kata-kata yang wajar akan membantu menumbuhkan iklim kelas yang kondusif dan memenuhi harapan siswa;

(10)

43

KESIMPULAN

Pengetahuan mengenai keterampilan berkomunikasi antar pribadi penting untuk diajarkan kepada calon guru pendidikan jasmani dalam rangka membekali kompetensi sosial, mendukung kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi kepribadian. Komunikasi antar pribadi meliputi beberapa komponen: (1) kemampuan untuk mengungkap-kan perasaan siswa, (2) kemampuan kenjelasmengungkap-kan perasaan yang diung-kapkan siswa, (3) mendorong siswa untuk memilih perilaku alternatif, (4) menciptakan iklim komunikasi yang kondusif. Pengetahuan keterampilan berkomunikasi antar pribadi tidak serta merta dapat dikuasai calon guru pendidikan jasmani tanpa latihan dan pengalaman mempraktekkannya dalam proses belajar mengajar, karena itu pengetahuan ini hendaklah dikuatkan dengan memberi kesempatan pada mahasiswa untuk mempraktekan dalam pengajaran mikro dan praktek pengalaman lapangan. Rekomendasi yang bisa ditawarkan adalah: (1) mempertajam praktek pengajaran mikro (Micro Teaching) dan PPL di FIK, FPOK, JPOK, (2) pengadaan Laboratorium Pengajaran Mikro khusus untuk pendidikan jasmani, (3) penggunaan siswa sesungguhnya dalam praktik pengajaran mikro, (4) manfaatkan sekolah binaan sebagai tempat mahasiswa latihan berkomunikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. (2006). Standar Kompetensi: Panduan KTSP. [Online]. Tersedia: http://www.depdiknas.go.id/publikasi/ [27 April 2006] Depdiknas (2007). Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru

dan Dosen. [Online]. Tersedia: http://www.depdiknas.go.id/[12

Desember 2007]

Haryanto, dkk. (2003) Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta; Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

IGAK Wardani (2005) Dasar-Dasar Komunikasi dan Keterampilan Dasar

Mengajar. Jakarta; Pusat Antar Universitas Untuk Peningkatan dan

Pengambangan Aktivitas Instruksional Universitas Terbuka (PAP-PPAI-UT).

National Association for Sport and Physical Education. (NASPE, fifth edition) Initial Physical Education Standarts, Reston VA: AAHPERD.

(11)

44

Rink, Judith. (2002). Teaching Physical Education For Learning, Fourth edition, McGraw-Hill Companies, Inc, New York.

Sardiman A.M. (2005) Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Raja Grasindo Persada.

Siedentop, Daryl. (1991). Developing Teaching Skills in Physical Education, Mayfield Publishing Company: Mountain View

Suwarna, dkk.(2005) Pengajaran Mikro, Yogyakarta: Tiara Wacana T. Raka Joni, 2007, Prospek Pendidikan Guru di bawah Naungan UU

nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen : suatu kajian Akademik., Seminar Nasional Revitalisasi Pendidikan Profesional

Guru : Universitas Negeri Malang 17 Nopember 2007

Vendien, C.Lynn & Nixon, John E.(1985). Physical Education Teacher

Education. John Wiely & Sons, Inc. Canada.

__________(2000) Initial Physical Education Teacher Education

Standart. National Association for Sport and Physical Education,

An Association of The American Alliance for Health, Physical Education, Recreation, and Dance (AAHPERD)

Winarni & Subagyo (2005) Faktor-faktor Penghambat Mahasiswa

DII-PGSD Penjas FIK UNY Dalam Melaksanakan Pengajaran Mikro,

Laporan Penelitian FIK UNY.

Winarni, dkk. (2006) Inovasi Pengajaran Mikro Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Pengajaran Mikro Program Studi PJKR, Laporan Kegiatan Pengembangan Pengajaran Mikro dan KKN-PPL.

Korespondensi untuk artikel ini dapat dialamatkan ke Sekretariat Research Journal of Physical Education Departemen Pendidikan Olahraga FPOK UPI. Jln. Dr. Setiabudi Nomor 229 Bandung. Hp. 081321994631; 081395402906. e-mail: jurnal_por2009@yahoo.com atau ke Sri Winarni Jurusan Pendidikan Olahraga FIK Universitas Negeri Yogyakarta. Hp. 08121570201. e-mail: winuny@yahoo.co.id

Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga

Gambar

Gambar Model Sistem Belajar Pendidikan Guru  Berbasis Kompetensi

Referensi

Dokumen terkait

berkembangnya ekonomi kelas menengah, konsumerisme muncul melalui semangat dan upaya untuk menandai diri dengan barang-barang produksi sehingga orang terkesan berbeda dari yang

Syukur Alhamdulillah penulis haturkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat serta hidayah-Nya yang telah diberikan sehingga dapat menyususun dan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti mengenai peran perpustakaan sekolah sebagai sumber belajar Bahasa Indonesia di SD Negeri Krandon 1 Tegal dan

Data parameter- parameter yang diperlukan dalam model diadopsi dan dikembangkan dari berbagai literatur.Pada bagian berikut diuraikan analisis secara teknis dari proses berkaitan

Persentase siswa yang mengalami miskonsepsi paling banyak terdapat pada indikator menyebutkan pengertian atom yaitusebesar 78,4%.Dalam menjawab, siswa beranggapan bahwa

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat dan kasihNya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Hubungan antara Kejadian Abortus Spontan dengan Kadar

Sedia Obat Herbal Yang Ampuh Untuk Gatal Kulit Eksim - anda sedang mencari Cara Menyembuhkan Gatal Eksim dengan denature Indonesia lah jawabanya karena

Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis uji t dengan nilai p=0.103 > 0.05 yang berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai farmakologi kelompok