• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Pria di Provinsi Bengkulu Rendah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Pria di Provinsi Bengkulu Rendah"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Pria

di Provinsi Bengkulu Rendah

HO mendefinisikan masa sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dengan batasan usia 10-24 tahun. Dalam hal kesehatan, remaja adalah penduduk ber usia 15 – 24 tahun. Masa remaja merupakan masa penuh permasalahan. Masa remaja juga merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress), yang disebut juga ”Stanley Hall”. Pendapat lain menyatakan bahwa pada masa remaja terjadi krisis identitas atau pencarian identitas diri yang meliputi “identity diffusion/confusion, moratorium, foreclosure dan identity achieved” (Santrock, 2003, Papalia dkk, 2001, Monks, dkk, 2000, Muss, 1998).

Hasil proyeksi penduduk Bengkulu berdasarkan SUPAS 2005 menunjukkan bahwa jumlah remaja di Provinsi Bengkulu pada tahun 2010 adalah 686.998 jiwa atau 40,1 persen dari 1.713.393 jumlah sementara penduduk Provinsi Bengkulu menurut hasil Sensus Penduduk 2010.

Setiap orang dijamin haknya untuk dapat memiliki kemampuan dan kebebasan untuk bereproduksi sesuai dengan yang diinginkan. Sistem, fungsi dan proses reproduksi mencapai kondisi sejahtera secara fisik, mental dan sosial manakala didukung pengetahuan dan pemahaman yang baik terhadap kesehatan reproduksi.

Akil balig adalah masa dimana organ dan sistem reproduksi manusia telah berfungsi. Masa ini ditandai oleh perubahan fisik dan nonfisik. Perubahan fisik antara lain meliputi tumbuhnya rambut di sekitar alat kelamin dan ketiak, otot membesar, suara membesar, pinggul dan payudara membesar. Perubahan nonfisik biasanya ditandai oleh menstruasi pada perempuan dan mimpi basah pada laki-laki.

Matangnya organ seksual akan mengakibatkan munculnya dorongan seksual. Masalahnya bagaimana mengendalikan dorongan seksual bila pengetahuan tentang kesehatan reproduksi rendah?

Hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007 dan Survei Indikator Kinerja Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Program KB Nasional Tahun 2009 menunjukkan bahwa remaja Pria di Provinsi Bengkulu tingkat pengetahuan terhadap ciri-ciri akil balig pada laki-laki lebih rendah dibandingkan pada remaja wanita sebagaimana digambarkan pada tabel dibawah ini.

Tanda Akil Balig pada Laki-laki.

Sumber : SKRRI 2007

Pengetahuan remaja Pria terhadap ciri-ciri akil balig masih terbatas pada perubahan fisik yaitu 35 persen untuk remaja pria dan 15 persen untuk remaja perempuan.

w

Ciri-Ciri Akil Baliq pada Laki-laki Perem puan Pria Fisik 14,5 35,1 Mimpi basah 26,2 16,9 Lainnya 41,1 12,0 Tidak tahu 18,2 36,0

(2)

2 Pengetahuan remaja perempuan

tentang perubahan akil balig fisik laki-laki tertinggi untuk perubahan suara (58persen), sedangkan pada remaja pria angka ini sebesar 27persen.

Ciri nonfisik, seperti mimpi basah, belum banyak diketahui. Remaja Pria yang mengetahui mimpi basah sekitar 17 persen, sedangkan yang merasa tidak tahu perubahan tanda akil balig laki-laki sekitar 36 persen. Remaja perempuan yang mengetahui mimpi basah sekitar 26 persen dan 18 persen menyatakan tidak tahu tanda akil balig laki-laki.

Sumber : SKRRI 2007

Menstruasi menjadi ciri berfungsinya sistem reproduksi pada wanita. Persentase yang mengetahui menstruasi hanya satu persen pada remaja laki-laki dan 6,5 persen pada remaja perempuan. Pengetahuan terhadap menstruasi semakin meningkat seiring dengan peningkatan umur remaja perempuan terutama karena karena remaja perempuan sudah pernah mengalami menstruasi.

Menurut hasil SKRRI 2007, di Bengkulu sebesar 29 persen dari remaja pria mendapatkan mimpi basah pertama kali pada umur 15 tahun dan 17,5 persen pada umur 14 tahun. Pada remaja wanita persentase

mendapatkan haid pertama kali tertinggi pada umur 13 (29 persen), disusul dengan umur 14 tahun (25 persen).

Penyediaan informasi mengenai kesehatan reproduksi bagi remaja di Provinsi Bengkulu memang masih sangat terbatas. Selama ini informasi mengenai kesehatan reproduksi bagi remaja masih terbatas berasal dari teman sebaya. Akan tetapi, informasi yang diterima remaja dari teman sebaya belum tentu benar dan tepat. Keluarga dan guru serta petugas kesehatan seharusnya berperan sebagai penyaring informasi reproduksi yang belum maksimal.

Menurut hasil SKRRI 2007 di Provinsi Bengkulu sumber informasi tentang perubahan fisik akil balig utama adalah kawan bagi remaja pria (39 persen) disusul guru (27 persen), sedangkan untuk remaja perempuan sumber utama pertama adalah guru (48 persen) disusul dari kawan (48 persen).

Remaja wanita lebih terbuka kepada ibu untuk membahas masalah perubahan fisik akil balig. Sebesar 38 persen remaja wanita mendapat informasi tanda-tanda akilbalig dari ibu, sementara angka ini kurang dari satu persen di kalangan remaja pria. Sementara itu, ayah sebagai orang tua bukan sumber informasi utama dalam keluarga untuk membahas masalah perubahan fisik remaja. Remaja wanita yang melakukan komunikasi dengan ayah tanda-tanda akil balig dengan ayah hanya hanya 3,5persen dan pada remaja pria angka ini hanya 1,2persen.

Persentase remaja wanita yang memperoleh informasi tanda-tanda akil balig dari buku/majalah/surat kabar media cukup Ciri-ciri Wanita Pria

Fisik 57,5 46,4

Menstruasi 6,5 1,3

Lainnya 31,4 5,3

(3)

3 tinggi (13 persen). Sementara itu, angka ini

hanya tiga persen pada remaja pria.

Sumber Informasi Remaja Wanita Remaja Pria Kawan 47,9 38,5 Ibu 38 0,7 Ayah 3,5 1,2 Saudara Kandung 13 0,8 Kerabat 4,4 7,1 Guru 48,8 27 Petugas Kesehatan 0,6 2,8 Pemimpin Agama 0,4 0,7 Televisi 7,2 2,4 Radio 1,3 0,6 Buku/majalah/surat kabar 12,8 3 Sumber : SKRRI 2007

Teman diskusi tanda-tanda akil balig akan menentukan perilaku reproduksi seseorang. Di Bengkulu, 33 persen dari remaja pria pernah mendiskusikan mengenai mimpi basah dengan teman,sedang 64 persen tidak pernah mendiskusikan masalah mimpi basah dan hanya 0,8 persen pernah mendiskusikan hal ini dengan ayah. Remaja pria tidak pernah mendiskusikan mimpi basah dengan ibu atau tenaga kesehatan, namur 7 persen mendiskusikannya dengan guru.

Pada remaja wanita, 69 persen mendiskusikan tentang haid dengan ibu, disusul dengan teman (26 persen), hanya 0,4 persen yang mendiskusikan hal ini dengan guru dan 19 persen tidak mendiskuikannya dengan seseorang.

Rendahnya pengetahuan tentang dan sikap terhadap reproduksi akan berdampak pada perilaku seksual pranikah. Hubungan seks di luar pernikahan menunjukkan tidak adanya rasa tanggung jawab dan

memunculkan rentetan persoalan baru yang menyebabkan gangguan fisik, psikologis dan sosial. bahaya tindakan aborsi, menyebarnya penyakit menular seksual, rusaknya institusi pernikahan, serta ketidakjelasan garis keturunan. Kehidupan keluarga yang diwarnai nilai sekuleristik dan kebebasan hanya akan merusak tatanan keluarga dan melahirkan generasi yang terjauh dari sendi-sendi agama. Hasil SKRRI tahun 2007 menunjukkan bahwa di Provinsi Bengkulu remaja pria lebih setuju yaitu 1,4 persen hubungan seksual sebelum menikah daripada remaja wanita. 0,7 persen. Selain itu, 4,1 persen dari responden remaja pria menyatakan setuju wanita melakukan hubungan seksual dan 9,0 persen menyatakan setuju pria melakukan hubungan seksual. Alasan utamanya adalah karena menyukai hubungan seksual (76 persen) dan karena merencanakan akan menikah (74 persen).

Pandangan sebagian remaja yang setuju melakukan hubungan seksual pranikah menyebabkan sebagian remaja di Provinsi Bengkulu telah melakukan hubungan seksual pranikah.

(4)

4 Pada remaja wanita 0,4 persen telah

melakukan hubungan seksual pranikah saat berumur kurang dari 15 tahun. Sementara itu, di wilayah perdesaan 0,5 persen dari remaja wanita sudah pernah melakukan hubungan seks pranikah dan 0,6 persen dari remaja wanita yang tidak tamat SMTA sudah pernah melakukan hubungan seks pranikah.

Persentase remaja pria yang telah melakukan hubungan seksual pranikah jauh lebih tinggi (20,4 persen). Sebesar 1,9 persen melakukannya pada saat berumur kurang dari 15 tahun dan 3,5 persen melakukannya pada umur 20 tahun atau lebih. Remaja pria di perkotaan yang telah melakukan hubungan seksual pranikah cukup tinggi (25 persen), sedangkan di perdesaan angka ini sebesar tiga persen.

Persentase remaja pria yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah tertinggi pada mereka yang tamat SMTA atau lebih (17 persen), disusul dengan pada mereka yang tidak tamat SMTA (9 persen), tamat SD (2,5 persen) persen dan tidak sekolah/tidak tamat SD (2,2 persen).

Alasan utama melakukan hubungan seksual pranikah yang disampaikan adalah karena terjadi begitu saja (40,8 persen), disusul dengan penasaran ingin tahu (28 persen), pengaruh teman (6,2 persen) serta alasan lainnya (25 persen)

Sumber : SKRRI 2007

Rekomendasi

1. Meningkatkan sosialisasi kesehatan reproduksi melalui sekolah. Sekolah merupakan institusi yang tepat untuk memberikan pengetahuan kepada remaja tentang kesehatan reproduksi karena guru merupakan sosok yang tepat dalam menerangkan masalah reproduksi yang sehat.

2. Meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja pada keluarga yang mempunyai anak remaja melalui revitalisasi kelompok Bina Keluarga Remaja dan PIK Remaja.

3. Menguatkan lembaga-lembaga swadaya masyarakat pada tingkat RT, desa/kelurahan dan institusi lainnya tentang arti penting kesehatan reproduksi remaja dan penangananya.

4. Meningkatkan perilaku kesehatan reproduksi pada remaja perdesaan melalui kegiatan ekonomi produksi/kesempatan kerja.

(5)

5 5. Penyebaran informasi tentang kesehatan

reproduksi remaja selain melalui PIK Remaja, Risma, Karang Taruna juga kelompok remaja rentan (kelompok gang motor, punk dll) dibawah bimbingan institusi terkait (Pemda, Bidan Desa, LSM) atau Centre Of Excellen (CEO).

6.

Memasukkan materi kesehatan reproduksi dalam kurikulum sekolah sejak dini (SD) tanpa mengganggu kurikulum yang sudah ada.

7.

Meningkatkan baik kuantitas dan kualitas konselor sebaya dan peer group.

Penulis:

Drs. Agus Supardi

Yusran Fauzi S.Si., M.Kes. Chandra, S.Sos.

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, 2007.

Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia, 2007

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Provinsi Bengkulu, 2007.

Referensi

Dokumen terkait

Evaluasi nilai sensitivitas dan akurasi teknik palpasi nadi DP dan PT diperoleh hasil yang baik dengan membandingkan pada pemeriksaan auskultasi nadi

4 Kepala terlihat jelas sepalotoraks sepalotoraks terlihat jelas sepalotoraks Berdasarkan tabel di atas, ciri-ciri yang menentukan Nephila maculata(laba-laba) dikelompokkan ke

Penelitian ini menggunakan tiga macam metode pengumpulan data, yaitu: (1) metode observasi dilakukan untuk mengetahui kelengkapan sarana dan prasarana di sekolah

Shigella dysenteriae ATCC 9361 pada konsentrasi yang sama yaitu 50%, ekstrak soxhletasi dan perkolasi daun sisik naga ( Drymoglossum piloselloides [L.] Presl.) mempunyai

mengangkat judul tentang ³ Perjanjian Kerjasama Waralaba, Antara PT. Raos Aneka Pangan Dengan Ny. Apa hak dan kewajiban dari Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba

Menurut peneliti, ada beberapa responden beranggapan bahwa kebutuhan dasar lansia tidak terlalu penting untuk diutamakan melainkan untuk melatih agar lansia tidak

Hanya sebagian kecil mahasiswa yang tidak mengalami kesalahan ketika berhadapan dengan problem solving (penyelesaian masalah) tentang soal-soal aplikasi integral dalam fisika..

Selain dapat digunakan untuk alat komunikasi, berdasakan fasilitas yang ada pada mobile phone berbasis android, juga dapat digunakan untuk memperoleh informasi yang