• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Kota/kabupaten di provinsi Jawa Barat tergolong dalam keadaan yang berkembang dengan baik dari segi ekonomi. Dengan kondisi perekonomian yang cukup kompleks, secara akumulatif kondisi perekonomian keseluruhan di atas rata-rata nasional. Akan tetapi hal ini belum cukup untuk memerantas pengangguran. Dengan pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat di masing-masing daerah kota/kabupaten, tidak diiringi dengan penurunan jumlah pengangguran, meskipun tidak setiap daerah penganggurannya meningkat. Hal ini dikarenakan sektor-sektor ekonomi pada kota/kabupaten di Jawa Barat tersebut cenderung padat modal sehingga tenaga kerja atau padat karya tidak diberdayakan.

Meskipun pertumbuhan ekonomi pada masing-masing kota atau kabupaten belum sepenuhnya menyerap tenaga kerja manusia, namun hal ini tidak membuat pemerintah daerah masing-masing untuk tetap berkembang membentuk kota-kota metropolitan. Daerah tersebut diantaranya Bogor, Depok, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Bandung raya dan Cirebon. Berdasarkan berita yang dimuat dalam https://m.tempo.co/read/news/2012/08/29/058426125/jawa-barat-nanti-punya-tiga-daerah-metropolitan, daerah-daerah tersebut menjadi konsentrasi pemerintah provinsi untuk diciptakan sebagai daerah hibrida, yaitu mengkombinasikan pembangunan berbasis kabupaten/kota dan pembangunan berbasis lintas kabupaten/kota yang disebut metropolitan.

Melihat dari segi perekonomian memang cenderung mengalami pertumbuhan yang baik, hal lain dapat dilihat pula dari segi pengelolaan keuangan pemerintah masing-masing daerah. Dari sisi pengelolaan keuangan daerah memang relatif matang, hal ini ditunjukkan dengan mengingkatnya opini WTP yang diraih oleh kota/kabupaten di Jawa Barat. Raihan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh Pemerintah Daerah

(2)

2 (Kabupaten/Kota) di Provinsi Jawa Barat perlahan namun pasti terus mengalami peningkatan. Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) di Provinsi Jawa Barat sampai dengan tahun 2010 belum ada yang berhasil memperoleh WTP. Raihan WTP oleh Pemerintah Daerah terlaksana mulai tahun 2011 yaitu oleh Kota Banjar dan Kota Depok. Kedua kota tersebut dapat mempertahankan raihan WTP pada setiap tahunnya (sampai dengan tahun 2015). Menurut berita yang dimuat dalam situs resmi Pemkab Sukabumi sukabumikab.go.id , pada tahun 2015 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat yang berhasil meraih WTP sebanyak 19 Kabupaten/Kota atau 70.37 % dari total kabupaten/kota se Provinsi Jawa Barat. Capaian pada tahun 2015 sungguh sangat membanggakan karena Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) pada tahun 2015 merupakan tahun pertama yang penyusunannya berbasis akrual, namun capaian WTP Kabupaten/Kota semakin meningkat. Kondisi ini dapat menambah keyakinan Pemerintah Propinsi Jawa Barat bahwa raihan WTP kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat akan terus meningkat.

1.2 Latar Belakang Penelitian

Pengelolaan pemerintahan di Indonesia telah menerapkan sistem otonomi, Pemerintah daerah diberikan kewenangan penuh untuk menyelenggarakan semua urusan pemerintahan, kecuali bidang-bidang tertentu yang telah ditetapkan peraturan pemerintah (Muhamad Shodiqun, 2007). Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui penigkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. (Penjelasan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah). Otonomi daerah yang luas yang telah diberikan kepada daerah dimaksudkan agar pemerintah daerah dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan integritas pemerintahan daerah yang pada akhirnya diharapkan mampu mencapai good government governance (Muhamad Shodiqun, 2007).

Sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Badan Pemeriksa

(3)

3 Keuangan (BPK) antara lain melakukan pemeriksaan keuangan. Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan yang bertujuan memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam semua hal material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK adalah pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), Laporan Keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Laporan Keuangan Badan Lainnya.

Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Penjelasan Pasal 16 ayat (1), opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan. Kriteria pemberian opini, adalah: (a) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP), (b) kecukupan pengungkapan (adequatedisclosures), (c) kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, dan (d) efektivitas atau kehandalan sistem pengendalian intern (SPI). Pemeriksaan laporan keuangan yang dilaksanakan oleh BPK berpedoman pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang ditetapkan dalam Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2007. Berdasarkan SPKN, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan harus mengungkapkan bahwa pemeriksa telah melakukan pengujian atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan. Hasil pemeriksaan keuangan atas LKPD disajikan dalam 3 bagian yaitu : opini, sistem pengendalian intern, dan kepatuhan pada ketentuan perundang-undangan.

Hasil pemeriksaan BPK dituangkan dalam LHP yang memuat sejumlah temuan. Di dalam LHP tersebut dikemas menjadi tiga buku yang tidak terpisah, terdiri dari satu kesatuan. Buku pertama memuat LHP atas opini LKPD, Buku Kedua memuat LHP atas sistem pengendalian intern (SPI) dalam rangka pemeriksaan LKPD, dan Buku ketiga merupakan LHP atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

(4)

4 Pelaporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah paragraf 13 tentang Jenis Opini, terdapat empat jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa BPK yaitu opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), opini Tidak Wajar (TW), dan Tidak Menyatakan Pendapat (TMP). Opini yang diberikan atas suatu laporan keuangan merupakan cermin bagi kualitas pengelolaan dan penyajian suatu laporan keuangan. Adanya kenaikan persentase opini WTP serta penurunan persentase opini WDP dan TMP, secara umum menggambarkan adanya perbaikan yang dicapai oleh entitas pemerintah daerah dalam menyajikan laporan keuangan yang wajar sesuai dengan prinsip yang berlaku. Terhadap 456 LKPD Tahun anggaran 2014, BPK memberikan opini WTP atas 153 LKPD, opini WDP atas 276 LKPD, opini TW atas 9 LKPD, dan opini TMP atas 18 LKPD.

Pada tahun 2014 terjadi lonjakan peningkatan WTP oleh tujuh kabupaten/kota di Jawa Barat yang baru meraih WTP. Ketujuh kabupaten/kota tersebut adalah Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kota Sukabumi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Tasikmalaya, ketujuh kabupaten/kota tersebut juga dapat mempertahankan raihan WTPnya sampai dengan tahun 2015. Hingga tahun 2016 berdasarkan data yang ada menunjukkan bahwa peraih WTP baru bertambah tujuh kabupaten/kota. Ketujuh kabupaten/kota tersebut adalah Kota Bekasi, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Bogor, Kabupaten Garut Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Purwakarta.

Peningkatan capaian WTP oleh Pemerintah Daerah tidak terlepas dari upaya Pemerintah yang terus mendorong Pemerintah Daerah untuk dapat meraih opini WTP dengan cara 1). memasukkan capaian WTP sebagai target yang harus dicapai oleh Pemerintah Daerah dan target tersebut dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 – 2014 yang menyebutkan bahwa sampai dengan tahun 2014 capaian WTP bagi Kementerian/Lembaga capaiannya 100 % dan Pemerintah Daerah 60 %. 2). Untuk mendukung peningkatan raihan WTP, mulai tahun 2010 Pemerintah meluncurkan program Dana Insentif Daerah (DID) yang tujuanya adalah sebagai berikut : a. mendorong agar daerah berupaya untuk mengelola

(5)

5 keuangannya dengan lebih baik yang ditunjukkan dengan perolehan opini BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). b. memotivasi daerah agar berupaya untuk selalu menetapkan APBD tepat waktu. c. mendorong agar daerah menggunakan instrumen politik dan instrumen fiskal untuk secara optimal mewujudkan peningkatan pertumbuhan ekonomi lokal dan peningkatan kesejahteraan penduduknya. Apabila pemerintah daerah melaksanakan ketiga kriteria tersebut dengan baik maka akan memperoleh insentif tambahan dengan jumlah nominal yang cukup besar sekaitan dengan hal tersebut pemerintah propinsi, pemerintah kota dan pemerintah kabupaten dapat berlomba untuk mendapatkan DID dengan melakukan berbagai upaya perbaikan/penyusunan LKPD sehingga dapat meraih opini WTP. Namun apabila pemerintah daerah tidak dapat melaksanakan kriteria-kriteria ini dengan baik akan berujung pada pemberian sanksi dari Kementerian Keuangan, terutama sanksi yang bersifat keuangan.

BPK telah melakukan evaluasi terhadap sistem pengendalian intern (SPI) pada setiap kota/kabupaten di masing-masing daerah melalui LKPD yang telah disajikan. Pengendalian intern pemerintah pusat dan pemerintah daerah dirancang dengan berpedoman pada peraturan pemerintah (PP) Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Dalam hal evaluasi terhadap sistem pengendalian intern (SPI), BPK telah menjelaskan sejumlah temuan terkait hal tersebut ke dalam LHP atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Meskipun rata-rata opini pada pemerintah daerah di Jawa Barat mengalami peningkatan menjadi WTP, hal tersebut tidak berarti nihil dari kelemahan-kelemahan sistem pengendalian intern terkait pelaporan keuangan.

Permasalahan yang ditemukan BPK dalam LKPD kota/kabupaten yang ada di provinsi Jawa barat TA 2014 memerlukan perhatian untuk segera dibenahi dan diselesaikan. Persoalan tersebut antara lain meningkatan kualitas penatausahaan dan pengelolaan Persediaan dan meningkatan kualitas penatausahaan Aset Tetap melalui Atisisbada, agar secara optimal dapat mendukung penyajian nilai Aset Tetap termasuk diantaranya Aset Tetap kendaraan. Selain itu, pemerintah daerah juga harus

(6)

6 memberikan perhatian terhadap dipenuhinya kelengkapan bukti-bukti pertanggung jawaban Belanja Makanan dan Minuman serta Belanja Perjalanan Dinas pada beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD), memberikan perhatian yang cukup terhadap proses lelang pengadaan barang sehingga persoalan pada enam OPD Provinsi Jawa Barat yang tidak sesuai dengan ketentuan dan mengakibatkan kemahalan pengadaan barang, mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan serta penggunaan penerimaan negara dan hibah tidak sesuai ketentuan. Terkait dengan tindak lanjut hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, Moermahadi menginformasikan bahwa sesuai dengan hasil pemantauan kami sampai dengan Semester II Tahun 2014 terdapat 833 total temuan yang ada pada daerah kota/kabupaten di Jawa Barat dengan 1.718 rekomendasi senilai Rp443,76 miliar.

Tahun Anggaran 2015 merupakan tahun pertama penerapan akuntansi berbasis Akrual. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, per tahun 2015 lalu Pemerintah Daerah (Pemda) di seluruh Indonesia menerapkan sistem akuntansi berbasis akrual. Sistem ini diterapkan baik pada penyajian laporan keuangan, juga pada pengolahan perakuntansian. Pada tahun anggaran tersebut BPK menemukan peningkatan opini WTP sebesar 20,03% lebih tinggi dari tahun anggaran sebelumnya. Dengan demikian pada tahun 2015 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat yang berhasil meraih WTP sebanyak 19 Kabupaten/Kota atau 70.37 % dari total kabupaten/kota se Propinsi Jawa Barat. Capaian pada tahun 2015 sungguh sangat membanggakan karena Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) pada tahun 2015 merupakan tahun pertama yang penyusunannya berbasis akrual, namun capaian WTP Kabupaten/Kota semakin meningkat. Kondisi ini dapat menambah keyakinan Pemerintah Propinsi Jawa Barat bahwa raihan WTP kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat akan terus meningkat.

Namun demikian, terdapat dua hal yang dipandang BPK perlu menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk segera mengambil langkah. Dua hal tersebut adalah optimalisasi fungsi aplikasi pencatatan barang daerah dan alih status pengelolaan BLUD RSUD Pamengpeuk dari Pemkab Garut ke Pemprov Jabar. Hal

(7)

7 lainnya terkait sistem pengendalian intern adalah masalah aset tetap yang terus ada dari tahun ke tahun. Aset tetap tidak diketahui keberadaannya atau dikuasai pihak lain, tidak didukung dengan bukti kepemilikian, penghapusan dan penyusutan tidak sesuai ketentuan. Kemudian penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan berakibat hilangnya potensi penerimaan/pendapatan daerah, contohnya potensi penerimaan pajak kendaraan bermotor yang tidak melakukan daftar ulang tahun 2014. Selain itu masalah terkait sistem informasi akuntansi dan pelaporan masih belum memadai diantaranya aplikasi SIMDA BMD yang digunakan dalam menatausahakan BMD belum sepenuhnya siap dalam menunjang pencatatan akuntansi berbasis akrual. Berdasarkan Siaran Pers BPK menyatakan sampai dengan Semester II Tahun 2015 terdapat 862 temuan pada kota/kabupaten di Jawa Barat dengan 1.752 rekomendasi senilai Rp472,68 miliar. Hal tersebut meningkat dari tahun anggaran sebelumnya.

Sudjono dan Hoesada (2010) dalam Kawedar, menyatakan bahwa SPIP dikatakan baik jika memenuhi lima unsur. Salah satu unsur tersebut ialah pemantauan pengendalian intern atas mutu kinerja SPI dan proses yang memberikan keyakinan bahwa temuan audit dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti. Adanya temuan yang sama di tahun anggaran yang berbeda terkait masalah penatausahaan aset tetap di kota Bandung menandakan bahwa evaluasi atas SPI di tahun sebelumnya belum ditindaklanjuti. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Sudjono dan Hoesada (2010).

Penelitian dari Nurhoni Narulita (2015) yang berjudul Pengaruh Sistem Pengendalian Internal, Kepatuhan Terhadap Perundang-Undangan, Dan Karakteristik Daerah Terhadap Opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Di Indonesia, hasil penelitiannya menyatakan bahwa kelemahan sistem pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap kredibilitas laporan keuangan pemerintah daerah yang diwakili oleh opini BPK. Apabila opini yang diterima pemerintah daerah baik maka menunjukkan bahwa jumlah temuan kelemahan sistem pengendaliannya rendah. Berbeda dengan penelitian Liana (2011) yang berjudul Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian

(8)

8 Intern Pemerintah Kota dan Kabupaten seluruh Indonesia terhadap pemberian opini BPK, hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa temuan kelemahan struktur pengendalian intern tidak berpengaruh terhadap opini BPK, sedangkan kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan serta kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja berpengaruh positif terhadap opini BPK.

Selain sistem pengendalian intern, BPK juga mengaudit kepatuhan atas peraturan perundang-undangan. Hal-hal yang tergolong dalam ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan menurut BPK yaitu yang mengakibatkan kerugian negara, potensi kerugian negara, kekurangan penerimaan, kelemahan administrasi, ketidakhematan dan ketidakefektifan.

Beberapa masalah terkait temuan kepatuhan yang ada kota/kabupaten pada Pemprov Jabar tahun 2014 adalah biaya perjalanan dinas ganda/melebihi standar yang ditetapkan dengan bukti pertanggungjawaban perjalanan dinas tidak dapat diyakini kewajarannya, belanja perjalanan dinas fiktif, dan pembayaran honorarium ganda atau melebihi standar yang ditetapkan. Kemudian tahun anggaran (TA) 2015 kembali ditemukan temuan yang sama seperti belanja atau pengadaan barang/jasa fiktif, pembayaran honorarium melebihi standar yang ditetapkan berupa realisasi belanja pegawai untuk pembayaran honorarium anggota DPRD tidak sesuai dengan ketentuan serta realisasi belanja pegawai Sekretaris DPRD tidak sesuai peraturan. Masalah lain terkait kerugian potensi penerimaan seperti pembayaran insentif pemungutan pajak daerah pada Dinas Pajak tidak berpedoman pada PP Nomor 69 tahun 2010 dan Perwal Nomor 360 tahun 2014. Dari uraian jumlah dan kondisi temuan atas SPI dan kepatuhan di atas, opini LKPD kota/kabupaten di Pemprov Jabar ternyata masih dalam kategori sangat baik yaitu WTP, mengingat bahwa total temuan pada tahun anggaran 2015 lebih banyak dibanding tahun sebelumnya.

Menurut penelitian Munawar et al (2016) menyatakan bahwa jumlah temuan audit kepatuhan berpengaruh negatif terhadap opini atas LKPD, artinya bahwa apabila suatu entitas menunjukkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, maka jumlah temuan audit atas kepatuhan akan semakin kecil dan opini yang diperoleh

(9)

9 LKPD akan baik. Hasil berbeda ditunjukkan oleh penelitian Sunarsih (2013) dalam Nuhoni Nalurita (2015), hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan tidak mempengaruhi opini disclaimer.

Berdasarkan latar belakang di atas yaitu salah satunya adalah karena masih adanya inkonsistensi hasil penelitian, maka penulis ingin melakukan penelitian kembali terkait SPI dan Kepatuhan, dengan melihat jumlah temuan audit atas SPI dan jumlah temuan audit atas kepatuhan yang ditemukan oleh auditor BPK sebagai variabel independen. Sehingga penulis dalam penelitian ini termotivasi untuk mengambil judul penelitian sebagai berikut :

“Jumlah Temuan Audit Atas Sistem Pengendalian Intern dan Jumlah Temuan Audit Atas Kepatuhan Terhadap Opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Barat”.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka perumusan masalah atau yang menjadi fokus penelitian ialah hasil pemeriksaan BPK yang mengarah kepada 4 opini, yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Memberikan Pendapat (TMP), dan Tidak Wajar (TW). Dimana opini tersebut merupakan cermin bagi kualitas pengelolaan dan penyajian suatu laporan keuangan.

LKPD kota/kabupaten di provinsi Jawa Barat telah mengalami peningkatan opini WTP bahkan sebagian besar berhasil mempertahankan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama 5 tahun berturut-turut. Meskipun opini yang diperoleh daerah tersebut adalah WTP, namun masih terdapat beberapa permasalahan yang menjadi temuan pemeriksaan terkait dengan sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Hal tersebut dipertegas oleh Moermahadi Soerja (Anggota V BPK RI), “Tanpa mengurangi kebanggaan atas capaian opini WTP yang diperoleh pemerintah daerah, BPK memandang perlu untuk mengingatkan Pemerintah kota/kabupaten di Provinsi Jawa Barat agar mencermati, memberi

(10)

10 perhatian dan menindaklanjuti beberapa masalah yang menjadi temuan pemeriksaan,”. Pada intinya opini WTP tersebut bukan jaminan untuk bebas dari fraud.

Hal tersebut sejalan degan kondisi temuan audit atas SPI dan kepatuhan terhadap LKPD pemerintah kota/kabupaten di Jabar. Bahwa banyak terjadi temuan yang sama dari tahun anggaran 2014 ke TA 2015. Selain itu pada tahun anggaran 2014 total temuan pada LKPD pemerintah kota/kabupaten di Jawa Barat sebanyak 833 temuan dengan 1.718 rekomendasi senilai Rp443,76 miliar, kemudian TA 2015 mengalami kenaikan menjadi 862 temuan dengan 1.752 rekomendasi senilai Rp472,68 miliar. Selain permasalahan terkait jumlah temuan yang naik sampai dengan semester II tahun 2014, masalah lainnya yaitu temuan-temuan yang terdapat pada LKPD pemerintah kota/kabupaten di Jawa Barat adalah temuan yang sama dari tahun-tahun sebelumnya. Namun dari keadaan tersebut tidak membuat penurunan opini atas LKPD kota/kabupaten di Jawa Barat.

1.4 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka peneliti menyimpulkan beberapa pertanyaan terkait masalah tersebut untuk diteliti, antara lain :

1. Bagaimana jumlah temuan audit atas SPI, jumlah temuan audit atas kepatuhan dan opini LKPD kota/kabupaten di provinsi Jawa Barat ?

2. Apakah jumlah temuan audit atas sistem pengendalian intern berpengaruh secara parsial terhadap opini LKPD kota/kabupaten di provinsi Jawa Barat ?

3. Apakah jumlah temuan audit atas kepatuhan berpengaruh secara parsial terhadap opini LKPD kota/kabupaten di provinsi Jawa Barat?

4. Apakah jumlah temuan audit atas SPI dan jumlah temuan audit atas kepatuhan berpengaruh secara simultan terhadap opini LKPD kota/kabupaten di provinsi Jawa Barat ?

(11)

11 1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana jumlah temuan audit atas SPI, jumlah temuan audit atas kepatuhan dan opini LKPD kota/kabupaten di Jawa Barat tahun 2014-2015. 2. Untuk mengetahui pengaruh secara parsial jumlah temuan audit atas sistem

pengendalian intern terhadap opini LKPD kota/kabupaten di Jawa Barat tahun 2014-2015.

3. Untuk mengetahui pengaruh secara parsial jumlah temuan audit atas kepatuhan terhadap opini LKPD kota/kabupaten di Jawa Barat tahun 2014-2015.

4. Untuk mengetahui pengaruh secara simultan jumlah temuan audit atas SPI dan jumlah temuan audit atas kepatuhan terhadap opini LKPD kota/kabupaten di Jawa Barat tahun 2014-2015.

1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Aspek Teoritis

Dalam melakukan penelitian ini, penulis berharap dapat memberikan manfaat bagi semua pembaca atau pihak-pihak yang terkait, baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis. Adapun manfaat teoritis yaitu penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu dan pengetahuan dalam hal ilmu auditing, edukasi mengenai peraturan-peraturan terkait pengelolaan keuangan daerah, dan juga ilmu pengetahuan seputar hasil audit BPK. Penelitian ini juga mengandung wawasan umum mengenai teori-teori terkait opini audit dan opini hasil audit BPK Perwakilan Jawa Barat atas LKPD Pemprov Jabar.

1.6.2 Manfaat Praktis

Penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran atau informasi kepada organisasi/instansi/pemerintah daerah mengenai bagaimana pengaruh temuan atas SPI dan kepatuhan terhadap LKPD, sehingga penelitian ini dapat sebagai cermin introspeksi organisasi/instansi/pemerintah daerah agar memperbaiki

(12)

12 sistem pengendalian intern dan kepatuhannya pada peraturan perundang-undangan, serta diharapkan kepada instansi terkait tidak ditemukan temuan yang sama di tahun anggaran berikutnya karena telah menaati rekomendasi dari BPK.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian memberikan gambaran sampai batas mana penelitian ini akan memberikan informasi sebagai hasilnya dan dalam lingkup mana penelitian ini dapat diaplikasikan.

1.7.1 Variabel

Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak tiga variabel. Variabel-variabel tersebut terdiri dari satu variabel terikat (variabel dependen) dan dua variabel bebas (variabel independen). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah opini audit LKPD pemerintah kota/kabupaten di Jawa Barat. Faktor determinan dalam hal ini adalah variabel independen yang mempunyai kemungkinan mempengaruhi opini LKPD kota/kabupaten di Jawa Barat, yaitu : Jumlah Temuan Audit Atas Sistem Pengendalian Intern dan Jumlah Temuan Audit Atas Kepatuhan.

1.7.2 Lokasi dan Objek Penelitian

Lokasi penelitian berada sesuai tempat dimana data penelitian diperoleh, yaitu di kantor Perwakilan BPK Provinsi Jawa Barat. Objek penelitian yang digunakan adalah Pemerintah kota/kabupaten di Provinsi Jawa Barat.

1.7.3 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu kurang lebih empat bulan terhitung dari bulan September 2016-Desember 2016.

1.8 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi bertujuan untuk memberikan gambaran secara umum tentang rangkaian susunan dari skripsi ini, maka dapat disajikan sebagai berikut:

(13)

13 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan bab penjelasan umum berisi tentang gambaran umum dan fenomena awal sebagai dasar dari berlangsungnya penelitian. Kemudian dirincikan menjadi paparan gambaran umum objek penelitian, latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan dari penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN

Bab ini berisi tentang pengungkapan secara jelas, ringkas, dan padat tentang hasil kajian pustaka, penelitian terdahulu, yang dijadikan dasar bagi penyusunan kerangka pemikiran dan perumusan hipotesis.

BAB III METODELOGI PENELITIAN

Bab ini menegaskan pendekatan, metode, dan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data yang dapat menjawab atau menjelaskan masalah penelitian meliputi uraian tentang jenis penelitian, operasionalisasi variable, tahapan penelitian, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, metode pengolahan data, dan analisis data.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi proses pengujian hipotesis menggunakan alat analisis yang diungkapkan dalam bab sebelumnya, kemudian menerangkan hasil dan uraian penelitian serta pembahasan secara sistematis dan lengkap sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian, keterhubungannya dengan hipotesis penelitian, dan perumusan dari masalah yang dikemukakan sebelum penelitian berlangsung. Selain itu pada bab ini juga disertakan saran atas masalah yang sama bagi pembuat keputusan di perusahaan, bagi pengguna hasil penelitian, dan bagi peneliti selanjutnya yang berminat melakukan penelitian yang sama.

(14)

14 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Referensi

Dokumen terkait

Lembaga ini merupakan lembaga masyarakat yang mandiri, artinya jika sudah tidak ada lagi dana stimulan dari pemerintah, lembaga ini akan tetap survive dan mampu

Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa dukungan orang tua pada siswa SMPN 3 Prambanan Sleman Yogyakarta termasuk kategori baik,

Data yang digunakan dalam laporan akhir ini adalah data primer berupa hasil wawancara dan observasi dari data sekunder berupa dokumen dan catatan yang digunakan

menggunakan elastic resistance band dengan kekuatan otot tungkai tinggi dipasangkan dengan kelompok peserta didik latihan shadow dengan enkle weight dengan kekuatan otot

 Kertas adalah bahan Kertas adalah bahan yang tipis dan rata, yang tipis dan rata, yang dihasilkan yang dihasilkan dengan kompresi serat yang berasal dari pulp. dengan kompresi

GAMBAR 4.3 Grafik Rekapitulasi Penyajian Literasi Sains pada PBM

Jika kebijakan subsidi BBM dicabut, maka akan berdampak sangat buruk bagi nelayan dimana dapat menurunkan pendapatan rerata 89.5%, bahkan untuk nelayan kecil khususnya akan