• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS AGENS ANTAGONIS TRICHODERMA SP PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH TERHADAP PENYAKIT LAYU TANAMAN TOMAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIVITAS AGENS ANTAGONIS TRICHODERMA SP PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH TERHADAP PENYAKIT LAYU TANAMAN TOMAT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS AGENS ANTAGONIS TRICHODERMA SP PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH TERHADAP PENYAKIT LAYU TANAMAN TOMAT

Muhammad Taufik

Program Studi Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Jur. Budidaya Pertanian, Faperta Unhalu

ABSTRAK

Penyakit layu yang disebabkan oleh patogen tular tanah Fusarium sp pada tomat selalu menjadi masalah yang serius karena dapat mengurangi hasil tanaman sampai 100%. Pengendalian yang paling sering digunakan oleh petani adalah menggunakan fungisida dengan cara-cara yang tidak ramah lingkungan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan mengevaluasi kemampuan Trichoderma sp. untuk mempertahankan produksi tanaman tomat dan mempelajari kemampuan agens antagonis yang ditumbuhkan pada berbagai media. Penelitian disusun berdasarkan pola rancangan acak kelompok (RAK) yang terdiri dari empat perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali sehingga total unit perlakuan adalah 16. Perlakuan yang dicobakan adalah T0 (kontrol/tanpa Trichoderma sp.), T1 (Trichoderma sp. + Media jagung), T2 (Trichoderma sp. + Media beras)

dan T3 (Trichoderma sp. + Media dedak). Parameter yang diamati dalam penelitian ini

adalah kejadian penyakit, tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah bunga, jumlah buah dan bobot buah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Trichoderma sp. terbukti dapat mempertahankan kehilangan hasil tanaman tomat dan media yang cukup baik digunakan adalah media dedak (T3) yang memberikan bobot buah 980,36 g.

Kata Kunci : Fusarium sp, Agen antagonis, Trichoderma sp, media

PENDAHULUAN

Di Sulawesi Tenggara, total luas tanam tanaman tomat sebesar 911 ha dengan produksi 15,12 ku/ha (BPS, 2005). Namun budidaya tanaman tomat dikalangan petani pada umumnya mengalami kendala-kendala yang dapat menyebabkan tingkat produksi tanaman tomat rendah secara kuantitas dan kualitas. Kendala-kendala tersebut antara lain infeksi patogen penyebab penyakit. Penyakit yang sering ditemui pada tanaman tomat diantaranya adalah penyakit layu yang disebabkan oleh cendawan

Fusarium sp. dan bakteri Ralstonia solanacearum (layu bakteri). Kedua jenis

patogen ini adalah soil-borne disease (patogen tular tanah) yang dapat mematikan tanaman tomat sehingga produksi menjadi fuso. Kehilangan hasil oleh R. solanacearum dapat mencapai lebih dari 60%-100% (Gunawan et al. 1996; Asrul 2003). Sementara kerugian akibat infeksi patogen Fusarium sp. pada tanaman tomat juga tidak sedikit. Berdasarkan data Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (1997) intensitas serangan Fusarium sp dapat mencapai 25% - 50% di Kalimantan Tengah.

(2)

Fusarium sp. banyak ditemukan di dalam tanah dan jika

ditumbuhkan pada media biakan akan membentuk tiga macam spora yaitu mikrokonidium, makrokonidium dan klamidospora. Mikrokonidium banyak dihasilkan dalam berbagai kondisi, bentuknya lonjong atau bulat bersel satu dan tidak berwarna, berukuran 6-15 µm x 2,5-4 µm. Makrokonidium lebih jarang ditemukan, bentuknya lurus atau bengkok seperti sabit, tidak berwarna, kebanyakan bersekat dua atau tiga, dan berukuran 25- 33 µm x 3,5-5,5 µm. Klamidospora dibentuk sebagai respon terhadap kondisi lingkungan yang tidak sesuai yang bertujuan mempertahankan kelangsungan hidup patogen. Klamidospora berukuran 7-11 µm, bersel satu atau dua, berdinding tebal dan dihasilkan di dalam makrokonidium atau miselium yang telah tua (Sastrahidayat, 1990; Semangun, 1991).

Gejala awal dari penyakit ini ialah terjadinya pemucatan daun dan tulang daun, diikuti dengan merunduknya tangkai daun yang lebih tua. Kadang-kadang kelayuan didahului dengan menguningnya daun. Pada tahap selanjutnya tanaman menjadi kerdil dan merana, jika tanaman yang sakit tersebut dipotong dekat pangkal batang atau dikelupas dengan pisau akan terlihat suatu cincin berwarna coklat dari berkas pembuluh. Pada serangan berat, gejala tersebut juga terdapat pada tanaman bagian atas (Sastrahidayat, 1990; Semangun, 1991).

Metode pengendalian yang sering dilakukan oleh para petani yaitu penggunaan bahan pestisida sintetik yang melebihi dosis anjuran dan digunakan secara terus-menerus sehingga mengakibatkan akumulasi pestisida di tanah. Akumulasi pestisida yang tinggi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan bahkan ke tingkat konsumen. Untuk itu, alternatif pengendalian yang ditawarkan adalah penggunaan agens hayati seperti Trichoderma sp.

Pemanfaatan cendawan antagonis merupakan salah satu alternatif untuk mengendalikan penyakit layu. Menurut Sinaga (1986) dalam Djaya et

al. (2003) bahwa jamur Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. dapat

menghambat pertumbuhan cendawan Fusarium oxysporum, Phytium

aphanidermatum, Rhizoctonia solani dan Sclerotium rolfsii. Trichoderma sp.

adalah salah satu cendawan antagonis yang dapat menekan atau menghambat perkembangan patogen tanaman. Mekanisme agens antagonis cendawan termasuk Trichoderma sp. terhadap patogen adalah kompetisi, induksi ketahanan tanaman, mikoparasit, antibiosis, disebabkan karena memiliki beberapa kelebihan seperti kompetisi, antibiosis atau parasitik langsung dan mikoparasitik ( Driesche dan Bellows 1996).

Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan agens antagonis adalah menumbuhkannya/memperbanyak pada media yang tepat. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan penelitian adalah menguji

(3)

keefektifan Trichoderma sp. pada berbagai media tumbuh dalam menekan patogen yang menginfeksi tanaman tomat. Selain itu, aplikasi

Trichoderma sp. dapat mengoptimalkan produksi tanaman tomat

(Lycopersicum esculentum Mill.)

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai April tahun 2006. Bertempat di Laboratorium dan Kebun Percobaan BPTPH Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cawan petri, autoklaf, jarum ose, erlenmeyer, lampu bunsen, timbangan analitik, kertas label, pacul, kantong plastik, aluminium foil, pipa, dan alat tulis menulis. Bahan-bahan yang digunakan adalah benih tomat, pupuk kandang, tanah, pasir, media PDA, biakan murni cendawan Trichoderma sp., beras, jagung, dedak, alkohol 70%, dan aquades.

Rancangan Penelitian

Penelitian disusun berdasarkan pola rancangan acak kelompok (RAK) yang terdiri dari empat perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali sehingga total unit perlakuan adalah 16. Setiap unit terdapat 15 tanaman sehingga secara keseluruhan terdapat 240 tanaman. Adapun perlakuan yang diberikan pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:

T0 = kontrol (tanpa Trichoderma sp.), T1 = Trichoderma sp. + Media jagung T2 = Trichoderma sp. + Media beras

T3 = Trichoderma sp. + Media dedak Pelaksanaan Penelitian

Biakan Murni Cendawan Trichoderma sp.

Inokulum cendawan Trichoderma sp. diperoleh dari Laboratorium BPTPH, kemudian diperbanyak pada cawan petri yang berisi media PDA. Pembuatan Media Jagung, Beras dan Dedak

Pembuatan media jagung, beras dan dedak dilakukan dengan cara masing-masing media direndam selama 24 jam lalu dicuci kemudian dikukus sampai lunak. Setelah itu, masing-masing media ditimbang 100g dan dimasukkan ke dalam kantong plastik tahan panas yang sebelumnya telah dimasukan pipa untuk membentuk mulut kantong sehingga dapat ditutup dengan kapas dan aluminium foil. Pada tahap akhir media tersebut disterilkan dalam autoklaf pada suhu 100-121 0C selama 15 menit.

(4)

Perbanyakan Cendawan Trichoderma sp.

Pada masing-masing media (jagung, beras dan dedak) dimasukkan cendawan Trichoderma sp. dengan diameter kurang lebih 5 mm yang telah diperbanyak dalam media PDA. Media diinkubasikan selama 7-14 hari dan tiap hari media tersebut digoyangkan agar pertumbuhan cendawan Trichoderma sp. tumbuh merata.

Persiapan Lahan dan Persemaian

Lahan yang akan digunakan sebagai tempat penanaman terlebih dahulu disemprot dengan herbisida untuk membunuh gulma-gulma yang tumbuh. Setelah itu, tanah dibalik menggunakan pacul dan selanjutnya dibuat bedengan dengan lebar 1 m dan panjang 10 m sesuai dengan denah penelitian.

Benih tomat yang akan dijadikan sebagai tanaman uji terlebih dahulu disemaikan selama 21 hari pada wadah yang berisi tanah, pasir dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1.

Penanaman dan Pemeliharaan

Bibit tomat yang telah berumur 21 hari dipindahkan ke lahan penanaman yang telah dibuat lubang tanam dengan jarak antar lubang tanam adalah 40 x 70 cm. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penyiangan gulma-gulma yang tumbuh dan pengendalian hama yang terdapat pada tanaman tomat.

Aplikasi Trichoderma sp.

Aplikasi cendawan Trichoderma sp. dilakukan seminggu sebelum tanam dengan cara 10 g Trichoderma sp. ditambahkan ke dalam 25 kg pupuk kandang, selanjutnya dicampur secara merata kemudian disimpan selama 1 hari. Setelah itu dimasukkan ke dalam lubang tanam sebanyak 50 g per lubang tanam.

Pengamatan

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah pertumbuhan tanaman meliputi :

Tinggi Tanaman dan Jumlah Cabang

Untuk pengamatan pertumbuhan tanaman ditentukan sebanyak 7 tanaman pada setiap petak yang terdiri atas 15 tanaman. Pengamatan tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur mulai dari pangkal batang di atas permukaan tanah sampai tajuk tanaman tertinggi yang dilakukan setiap minggu setelah penanaman.

Jumlah Bunga dan buah

Pengamatan jumlah bunga dilakukan dengan cara menghitung pertumbuhan bunga tanaman yang dimulai 5 minggu setelah

(5)

penanaman. Pengamatan jumlah buah dilakukan 3 minggu setelah adanya bakal buah yang terbentuk.

Bobot Buah

Pengamatan bobot buah dilakukan dengan cara menimbang buah tomat pada setiap tanaman sampel dengan menggunakan alat penimbang.

Analisis Data

Data dianalisis dengan analisis sidik ragam (uji F). Apabila diantara perlakuan berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Tinggi Tanaman Tomat

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian

Trichoderma sp. berpengaruh sangat nyata dalam meningkatkan tinggi

tanaman tomat pada umur 1, 2, dan 4 minggu setelah aplikasi (MSA) dan berpengaruh tidak nyata pada umur 3 MSA. Rata-rata tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan bahwa pada umur satu MSA, rata-rata tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan T3 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan T2 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan T1 dan T0 dengan rata tinggi tanaman terendah. Pada umur dua MSA, rata-rata tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan T3 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan T2 dan T1tetapi berbeda nyata dengan perlakuan T0 yang memberikan rata-rata tinggi tanaman terendah.

Rata-rata tinggi tanaman tertinggi pada umur tiga MSA terdapat pada perlakuan T3 (51,00 cm) meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan T2, T1 dan perlakuan kontrol (T0 = tanpa Trichoderma sp.), sedangkan rata-rata tinggi tanaman tertinggi pada umur empat MSA masih terdapat pada perlakuan T3 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan T2 dan T1 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan T0 yang memberikan rata-rata tinggi tanaman terendah.

Jumlah Cabang, Bunga, Buah dan Bobot Buah Tanaman Tomat

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian

Trichoderma sp. berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah cabang,

bunga, buah dan bobot buah (Tabel 2).

Berdasarkan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah cabang pada setiap perlakuan (T1, T2, dan T3) tidak berbeda nyata dan hanya berbeda nyata dengan kontrol. Meskipun demikian adanya

(6)

kecenderungan bahwa perlakuan T3 (Trichoderma sp. + Media dedak) sedikit lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal yang sama ditunjukkan pada pengamatan bobot buah, semua perlakuan berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan T3 (Trichoderma sp. + Media dedak) sedikit lebih baik dibanding dengan perlakuan Trichoderma lainnya.

Tabel 1. Rata-Rata Tinggi Tanaman Tomat Umur 1, 2, 3, dan 4 Minggu Setelah Aplikasi (MSA) yang Diberi Perlakuan Trichoderma sp.

Tinggi Tanaman (cm) Perlakuan

Trichoderma Minggu I Minggu II Minggu III Minggu

IV T0 (tanpa Trichoderma sp.) 18,54 c 22,29 b 39,53 tn 50,40 b T1 (Trichoderma sp. + Media jagung) 22,04 b 26,50 ab 47,61 55,36 ab T2 (Trichoderma sp. + Media beras) 24,19 ab 27,24 ab 48,50 57,93 ab T3 (Trichoderma sp. + Media dedak) 25,00 a 29,47 a 50,00 62,18 a BNJ 0,05 2,89 5,08 - 9,12

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada BNJ0,05

Pengamatan jumlah bunga dan buah tertinggi masih terdapat pada perlakuan T3 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan T2 dan T1 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan T0 yang memberikan rata-rata jumlah bunga dan buah terendah.

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi Trichoderma yang ditumbuhkan pada berbagai jenis media dapat mempertahankan produksi tanaman tomat dibandingkan dengan kontrol yang hanya diberi pupuk kandang tanpa Trichoderma sp. Diduga cendawan Trichoderma sp. mampu menghambat pertumbuhan patogen. Patogen terbawah tanah seperti Fusarium, Phytium dan penyebab penyakit layu lainnya telah dilaporkan oleh beberapa peneliti sebelumnya bahwa penambahan

Trichoderma sp. mampu menekan penyakit layu yang disebabkan oleh Fusarium.

(7)

Tabel 2.Rata-Rata Jumlah Cabang, Bunga, Buah dan Bobot Buah Tanaman Tomat Perlakuan

Trichoderma Σ Cabang Σ Bunga Σ Buah

Bobot Buah

(g)

T0 (tanpa Trichoderma sp.) 4,98b 12,78b 8,61b 725,36b

T1 (Trichoderma sp. + Media

jagung) 7,21a 16,11ab 16,11a 947,50a

T2 (Trichoderma sp. + Media beras) 7,25a 19,36ab 18,21a 974,64a

T3 (Trichoderma sp. + Media dedak) 7,82a 21,68a 19,71a 980,36a

BNJ 0,05 2,14 7,85 5,52 100,86

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang

sama tidak berbeda nyata pada BNJ0,05

Menurut Baker et al. (1986) Trichoderma sp. menghasilkan enzim ß – (1-3) glukanase dan kitinase yang menyebabkan eksolisis pada patogen sehingga menyebabkan hancurnya dinding sel cendawan Fusarium. Pengamatan in vitro Djaya et al. (2003) setelah patogen mati nampak bahwa cendawan antagonis tumbuh terus menutupi permukaan koloni cendawan patogen. Hal ini membuktikan bahwa cendawan antagonis

Trichoderma sp. dapat digunakan untuk mengendalikan cendawan

patogen.

Berdasarkan hasil uji lanjut tinggi tanaman, jumlah buah, bunga dan bobot buah menunjukkan bahwa pemberian cendawan antagonis berbeda sangat nyata bila dibandingkan dengan kontrol T0. Tinggi tanaman, jumlah buah, bunga dan bobot buah lebih tinggi bila dibandingkan dengan kontrol, dapat berarti bahwa dengan adanya

Trichoderma sp. maka perkembangan patogen dapat dihambat dan

ditekan sehingga tanaman terhindar dari serangan patogen tersebut maka dengan demikian tanaman dapat tumbuh lebih baik.

Lebih lanjut diuraikan oleh Djaya et al. (2003), bahwa Trichoderma sp. mampu menekan atau menghambat pertumbuhan cendawan Fusarium sampai 56,07% pada 3 hari setelah inokulasi. Ditambahkan oleh Sastrahidayat (1992), bahwa jamur antagonis mempunyai kemampuan mikoparasit yaitu hifa Trichoderma sp. tumbuh melilit hifa patogen dan menghasilkan enzim lysis yang dapat menembus dinding sel dan menghasilkan zat antibiotic yaitu gliotoksin dan viridin. Laporan dari Talanca et al. (2003) bahwa aplikasi jamur antagonis Trichoderma sp.

(8)

seminggu sebelum pemberian jamur patogen Fusarium sp. dapat menekan intensitas serangan penyakit busuk batang jagung masing-masing sebesar 4,20% pada umur 80 hari setelah tanam dan 19,99% pada umur 87 hari setelah tanam dibanding dengan kontrol (tanpa pemberian jamur antagonis).

Sesuai dengan data pada Tabel 1 dan 2 bahwa perlakuan kontrol (T0) mengalami perkembangan pertumbuhan seperti jumlah cabang dan bobot buah yang lebih rendah dibandingkan perlakuan T1, T2, dan T3. Hal ini terjadi karena pada perlakuan T0 tidak ada faktor yang membantu menghambat atau menekan perkembangan patogen yang ada di sekitar perakaran tanaman menjadi terganggu meskipun tanaman tidak mengalami kematian atau kelayuan.

Diduga tingginya bobot buah pada tanaman tomat yang diberi perlakuan Trichoderma sp. sebagai pengurai bahan organik sehingga mampu menyediakan nutrisi yang cukup bagi pertumbuhan tanaman tomat. Sementara pada kontrol tidak ada penambahan atau perlakuan

Trichoderma sp. hanya dengan penambahan pupuk kandang sehingga

ketersediaan nutrisi yang dapat langsung diserap oleh tanaman tomat lebih rendah dibandingkan pada tomat yang diberi Trichoderma sp. Dugaan ini didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya seperti oleh Cook dan Baker (1983) melaporkan bahwa Trichoderma sp. dapat menguraikan bahan organik dalam tanah menjadi bahan makanan yang mudah diserap oleh tanaman, ditambahkan lagi bahwa bahan organik yang diaplikasikan ke dalam tanah dapat sebagai sumber nutrisi mikroorganisme antagonis sehingga mampu meningkatkan aktivitas agens antagonis, menstimulasi dormansi propagul patogen serta menghasilkan efek fungistasis bagi patogen tular tanah.

Hal yang sama telah dilaporkan oleh Affandi et al. (2001) bahwa beberapa cendawan yang berasosiasi dengan proses degradasi serasah di lingkungan mangrove. Lebih lanjut dijelaskan bahwa Trichoderma sp. ditemukan berasosiasi dengan lingkungan tersebut sehingga keberadaanya memainkan peranan kunci dalam proses dekomposisi, terutama karena kemampuannya dalam mendegradasi senyawa-senyawa yang sulit terdegradasi seperti lignosellulosa.

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa Trichoderma sp. terbukti dapat mempertahankan kehilangan hasil tanaman tomat dan media yang cukup baik digunakan adalah media dedak (T3) yang memberikan bobot buah 980,36 g.

(9)

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa Trichoderma sp. terbukti dapat mempertahankan kehilangan hasil tanaman tomat dan media yang cukup baik digunakan adalah media dedak (T3) yang memberikan bobot buah 980,36 g.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, M., Nimatuzahroh, Supriyanto A., 2001. Diversitas dan visualisasi karakter jamur yang berasosiasi dengan proses degradasi erasah di lingkungan mangrove. Jurnal Penelitian Medika Ekstra. Vol. 2 No. 1: 39-52.

Asrul, 2003. Pengaruh perlakuan benih tomat dengan pseudomonas putida terhadap penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum). Prosiding Kongres Nasional dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Bandung, 6-8 Agustus 2003.

Badan Pusat Statistik, 2005. Statistik 2005. Kendari

Baker KF, Cook RJ, dan Garret SO, 1986. Biological Control of Plant Pathogens. American Phytopath. SOC. St. Paul. Minnesota.

Cook, R.J. dan Baker K.F., 1983. The nature and practice of biological control of plant pathogens. APS Press The American Phytopathological Society. St. Paul, Minnesota.

Djaya A.A., Mulya R.B., Giyanto, dan Marsiah, 2003. Uji keefektifan mikroorganisme antagonis dan bahan organik terhadap layu fusarium (Fusarium oxysporum) pada tanaman tomat. Prosiding Kongres Nasional dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Bandung, 6-8 Agustus 2003.

Driesche RG and Bellows JR TS. 1996. Biological Control. Chapman & Hall, ITP an International Thomson Publishing Company. 538p

Sastrahidayat, I.R., 1992. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional. Surabaya.

Semangun, H., 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

(10)

Talanca, A.H., Wakman W. dan Mas’ud S., 2003. Pengendalian penyakit busuk batang jagung secara hayati dengan jamur Trichoderma. Prosiding Kongres XVII dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, 6-8 Agustus 2003. 50-54p. Bandung.

Gambar

Tabel 1. Rata-Rata Tinggi Tanaman Tomat Umur 1, 2, 3, dan 4 Minggu  Setelah Aplikasi (MSA) yang Diberi Perlakuan Trichoderma sp
Tabel 2.Rata-Rata Jumlah Cabang, Bunga, Buah dan Bobot Buah Tanaman Tomat  Perlakuan

Referensi

Dokumen terkait

Asam humat berstruktur amorf, setelah proses adsorpsi ion Au(III) muncul puncak karakteristik dari logam emas di daerah 2 q 38, 44, dan 64 pada difraktogram sinar X menunjukkan

Secara umum Implementasi Aplikasi pelacakan alumni berbasis Sistem Informasi Geografis yang dibangun terdiri dari beberapa menu yaitu menu Beranda, Menu Artikel Berita, Menu

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga.. PENGARUH

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa kue kacang dengan perlakuan 0 (kontrol) dan 30% memiliki skor penerimaan yang tinggi, yaitu suka, sedangkan kue kacang dengan

Oleh karena r hitung lebih besar GDULSDGD U WDEHO EDLN SDGD WDUDI • PDXSXQ SDGD WDUDI • PDND GDSDW disimpulkan bahwa koefisien korelasi antara persepsi siswa terhadap

Pada tindakan II, dalam aktivitas pembelajaran untuk mengembangkan keterampilan menyimak melalui penerapan media boneka, terlihat sedikit peningkatan dalam

Ke-7 elemen bauran pemasaran yaitu: produk, harga, tempat, proses, bukti fisik, promosi, petugas memberikan pengaruh kepada loyalitas pasien terhadap rumah sakit.. Di