• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Untuk selanjutnya industri mikro disebut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Untuk selanjutnya industri mikro disebut"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Salah satu sektor pelaku usaha ekonomi di Indonesia adalah kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Untuk selanjutnya industri mikro disebut sebagai industri rumahtangga. Pada tahun 2013 industri rumahtangga di Indonesia berjumlah 2.887.015 unit, dan 34.9 % atau 1.008.890 unit merupakan industri rumahtangga pangan olahan. Sementara itu industri kecil (IK) di Indonesia pada tahun 2013 berjumlah 531.351 unit dan 29.8% atau 158.651 unit merupakan industri kecil pangan olahan (BPS, 2014). Industri mikro (IM) adalah industri dengan skala rumah tangga yang memiliki tenaga kerja 1-4 orang. Industri kecil (IK) adalah industri dengan skala lebih besar dari industri mikro yang memiliki tenaga kerja 5-19 orang. IM dan IK merupakan bagian dari bentuk UMKM di Indonesia.

Peranan UMKM di berbagai negara, termasuk di Indonesia adalah antara lain: (1) membuka peluang kerja dan peluang berusaha di perdesaan dan perkotaan, (2) menyerap tenaga kerja sehingga mengurangi pengangguran; (3) mampu bertahan pada saat krisis ekonomi; (4) meningkatkan kesejahteraan masyarakat kecil; dan (5) pendorong diversifikasi kegiatan ekonomi di luar sektor pertanian.

Kedudukan industri rumahtangga dan industri kecil dalam piramida ekonomi ada pada posisi paling bawah, yang mempunyai makna pelakunya paling banyak dibanding industri menengah dan industri besar. Pada umumnya keberlangsungan hidup keluarga pelaku industri ini sebagian besar tergantung dari usahanya. Mereka akan melakukan segala upaya untuk mempertahankan usahanya tersebut, sehingga dampak dari krisis ekonomi tidak sampai memusnahkan pelaku usaha ini. Sudah terbukti di Indonesia , bahwa dalam kondisi krisis ekonomi banyak industri besar yang tidak mampu bertahan dan gulung tikar sedangkan industri rumahtangga, industri kecil dan

(2)

industri menengah lebih banyak yang mampu bertahan. Kalaupun sempat tidak beroperasi, hanya sementara dan secepatnya bisa kembali beroperasi dengan normal.

Beberapa keunggulan UMKM dibandingkan dengan usaha besar antara lain adalah: (1) Inovasi dalam teknologi yang telah dengan mudah terjadi dalam pengembangan produk; (2) Hubungan kemanusiaan yang akrab di dalam perusahaan kecil; (3) Kemampuan menciptakan kesempatan kerja cukup banyak atau penyerapannya terhadap tenaga kerja; (4) Fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang berubah dengan cepat dibanding dengan perusahaan skala besar yang pada umumnya birokratis; (5) Terdapatnya dinamisme managerial dan peranan kewirausahaan(Tiktik,2004)

Industri Pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu bahan dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi/setengah jadi, dan atau dari barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir (BPS, 2014). Salah satu bentuk dari industri pengolahan adalah industri rumahtangga pangan olahan. Kelompok industri ini memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku produknya, sebagian memanfaatkan bahan baku impor dan sebagian lain memanfaatkan hasil pertanian lokal sebagai bahan baku utamanya.

Industri rumahtangga pangan olahan adalah industri yang mengolah hasil pertanian bahan pangan menjadi bahan pangan setengah jadi dan atau menjadi bahan pangan siap dikonsumsi, dan dimasukkan dalam kelompok agribisnis hilir. Tentu saja proses pengolahannya bisa jadi memerlukan bahan tambahan.

Salah satu daerah di Indonesia yang masyarakatnya memiliki kegiatan kelompok industri rumahtangga adalah Daearah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sebagai salah satu daerah tujuan wisata, Daearah Istimewa Yogyakarta mempunyai produk khas

(3)

yang berupa produk kerajinan cinderamata, fashion dan produk pangan olahan. Produk-produk tersebut bisa dikatakan hampir semuanya merupakan Produk-produksi industri rumahtangga atau industri kecil yang ada di wilayah Daearah Istimewa Yogyakarta.

Di lima daerah kabupaten / kota yang ada di Daearah Istimewa Yogyakarta (Yogyakarta, Sleman, Gunung Kidul, Kulonprogo, dan Bantul) banyak sekali industri pangan olahan, mulai dari yang skalanya industri rumahtangga, industri kecil dan industri menengah, bahkan ada yang masuk ke golongan industri besar. Jumlah sentra industri pangan olahan adalah yang terbanyak diantara industri-industri yang ada di Daearah Istimewa Yogyakarta seperti yang terlihat pada tabel 1.1.

Berdasarkan tabel 1.1 dapat diketahui bahwa UMKM pengolahan pangan mempunyai jumlah sentra usaha terbanyak dari seluruh UMKM yang ada di Daearah Istimewa Yogyakarta, bukan hanya sentra usahanya yang terbanyak, penyerapan tenaga kerjanya juga banyak. Meskipun demikian investasi yang dibutuhkan oleh UMKM pengolahan pangan cukup rendah, juga kapasitas produksi tertinggi kedua setelah industri kimia dan bahan bangunan.

Tabel 1.1. Potensi Industri Mikro, Kecil-Menengah Daearah Istimewa Yogyakarta

Cabang Industri Sentra UnitUsaha

(unit) TenagaKer ja (orang) Nilai Investasi (Rp.000) Nilai Produksi (Rp.000) 1. Pangan 81 25 59 18 70 253 3.766 1.513 5.540 420 3.619 14.860 10.585 4.304 16.888 1.749 13.395 46.921 9.801.892 7.045.197 21.982.009 7.273.289 11.521.256 57.623.643 155.894.022 5.113.615 169.056.600 1.936.346 3.369.228 335.369.811 2. Sandang& Kulit

3. Kimia & bhn bangunan 4. Logam&Elektronik 5. Kerajinan

JUMLAH

(4)

Pada lima kabupaten/kota yang ada di Daearah Istimewa Yogyakarta, jumlah unit usaha dan tenaga kerja berdasarkan sentra-sentra industri UMKM pengolahan pangan cukup banyak, proporsinya dan informasinya dapat dilihat pada tabel 1.2. Tabel 1.2.Sebaran Unit Usaha dan Tenaga Kerja Industri Rumahtangga Berdasar

Cabang Industri di Daearah Istimewa Yogyakarta

Cabang Industri Sleman Kota Bantul K.Progo G.Kidul

UU TK UU TK UU TK UU TK UU TK

1 Pangan 224 561 60 198 904 2527 2344 6697 236 602

2 Sandang & Kulit 524 2699 47 197 837 1151 41 108 64 149

3 Kimia&Bhn Bngnn 882 3263 20 256 1051 2373 2578 7247 121 490 4 Logam&Elektronika 67 174 48 598 63 195 30 161 212 621 5 Kerajinan 1595 3829 78 362 1429 6427 360 3393 1045 2643

Diolah dari :Data di Dinas Perindagkop Provinsi DIY,2013

Ket:UU : Unit usaha TK : Tenaga Kerja

Dari tabel 1.2 terlihat bahwa di antara lima wilayah di Daearah Istimewa Yogyakarta, UMKM pangan olahan yang terbanyak jumlah unit usaha dan tenaga kerjanya adalah di Kabupaten Kulonprogo, sehingga per unit usaha rata-rata jumlah tenaga kerjanya memenuhi kriteria industri rumahtangga ataupun industri kecil. Produk dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah pangan olahan pada umumnya berupa makanan yang selalu dibutuhkan sehari-hari dan makanan khas daerah tertentu yang sering dicari sebagai buah tangan orang yang berkunjung.

Industri rumahtangga pangan olahan, yang jumlahnya sangat banyak, menggunakan bahan baku hasil pertanian yang beragam, sebagian menggunakan hasil pertanian lokal, sebagian menggunakan hasil pertanian yang diimpor dari negara lain sebagai bahan baku produknya. Tentu saja industri ini akan menghadapi permasalahan terkait dengan bahan baku yang pada umumnya bersifat musiman, padahal diharapkan produk yang dihasilkan bisa stabil sepanjang tahun, baik dalam hal jumlah produksi maupun dalam hal harga jual produknya. Hal ini penting bagi kelangsungan hidup

(5)

industri tersebut karena akan mempengaruhi popularitas produk bagi konsumen dan pada akhirnya juga akan mempengaruhi laju permintaan produk oleh konsumen.

Banyak industri rumahtangga, industri kecil dan menengah yang sudah sangat lama(puluhan tahun) beroperasi, namun sampai saat ini masih juga termasuk dalam skala industri rumahtangga atau kecil. Kondisi demikian membuktikan bahwa industri tersebut tidak berkembang, atau tingkat pertumbuhannya sangat rendah, hal seperti ini sangat menarik untuk dikaji untuk mencari penyebabnya, khususnya industri rumahtangga pangan olahan di Daearah Istimewa Yogyakarta. Juga sangat menarik untuk diteliti seberapa besar pengaruh jiwa kewirausahaan pelaku usaha berpengaruh terhadap kinerja usahanya, dikaitkan dengan efisiensi usahanya, serta kemungkinan adanya faktor lain yang berpengaruh.

B.Perumusan Masalah

Perumusan masalah berawal dari upaya pemerintah daerah setempat untuk memantau tercukupinya kebutuhan akan produk pangan olahan untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan juga sebagai penunjang daerah tujuan wisata, dan kompleknya permasalahan yang dihadapi pelaku Industri rumahtangga pangan olahan, sebagai subyek pengambilan keputusan dalam melaksanakan aktivitas produksinya. Permasalahan pelaku industri pangan olahan berpangkal pada bagaimana pemilik industri sebagai manajer diperusahaannya dapat mengelola sumberdaya yang sangat terbatas, agar mampu bermanfaat yang sebesar-besarnya bagi industri,diri dan keluarganya. Pelaku industri pangan olahan, selain harus memperhatikan besarnya pendapatan dan keuntungan, juga perlu mempertimbangkan tinggi rendahnya tingkat efisiensi untuk keberlangsungan dan pesatnya perkembangan usahanya.

Keberlangsungan dan pertumbuhan Industri pangan olahan di Daearah Istimewa Yogyakarta, seperti halnya industri yang lain, pada dasarnya menghadapi

(6)

permasalahan antara lain: (1) ketrampilan pengelolaan usaha yang belum optimal, (2) ketersediaan bahan baku,efek dari hasil pertanian yang pada umumnya bersifat musiman, (3) inefisiensi dalam pembiayaan input produksi, mengingat industri kecil pada umumnya bermodal kecil sehingga tidak mempunyai cadangan input dalam jumlah besar. Pembelian input dalam jumlah besar akan mendapatkan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan pembelian input dalam jumlah kecil., (4) efisiensi di bidang pemasaran; dan (5) efisiensi penggunaan tenaga kerja. Permasalahan tersebut ada kemungkinan dipengaruhi jiwa kewirausahaan dan kondisi sosial ekonomi pelaku industri.

Untuk mengatasi permasalahan dalam usaha, karakter wirausaha berperan penting, mengingat penyelesaian permasalahan perlu pengembangan cara yang banyak memerlukan kinerja karakter wirausaha yang antara lain meliputi: motivasi untuk berprestasi, berani ambil resiko, berorientasi kedepan dan tanggap serta kreatif menghadapi perubahan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan permasalahan penelitian adalah sebagai berikut:.

1. Bagaimanakah karakter wirausaha pelaku industri rumahtangga pangan olahan di Daerah Istimewa Yogyakarta ?

2. Faktor-faktor apakah yang berpengaruh pada karakter wirausaha dari pelaku industri rumahtangga pangan olahan di Daearah Istimewa Yogyakarta ?

3. Apakah secara ekonomis industri rumahtangga pangan olahan sudah efisien?

4. Apakah ada hubungan antara karakter wirausaha pelaku industri rumahtangga pangan olahan dengan kinerja usahanya, terutama efisiensinya?

(7)

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah seperti yang telah diuraikan di atas, maka secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan fakta mengenai efisiensi relatif dan upaya pelaku industri pangan olahan dalam mengembangkan industrinya. Secara lebih rinci tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui karakter wirausaha pelaku industri rumahtangga (Mikro) pangan olahan; 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi karakter wirausaha pelaku industri

rumahtangga pangan olahan;

3. Mengetahui tingkat efisiensi pada industri rumahtangga (mikro) pangan olahan; 4. Mengetahui hubungan antara karakter wirausaha pelaku usaha rumahtangga pangan

olahan dengan efisiensi pada kinerja usahanya.

D.Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna baik bagi pemerintah, peneliti maupun pemerhati pengembangan ilmu yaitu :

1.Bagi pemerintah dapat digunakan sebagai masukan dalam penentuan kebijakan yang berkaitan dengan Industri Rumahtangga. Kebijakan tersebut berupa kebijakan-kebijakan berdasarkan output dari tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini, yaitu (1) pendapatan Industri pangan olahan,(2) penggunaan faktor-faktor produksi pangan olahan yang efisien dengan mempertimbangkan sifat bahan baku yang musiman, dan (3) pertumbuhan usaha IRT-IK pangan olahan.

2.Bagi peneliti dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut.

3.Bagi penyuluh dapat digunakan sebagai bahan untuk menyusun materi penyuluhan tentang pemanfaatan bahan lokal sebagai bahan baku pada industri pangan olahan.

(8)

Penelitian tentang Kewirausahaan, terutama yang berkaitan dengan pelaku usaha di bidang Agribisnis masih sangat langka. Salah satunya adalah penelitian Desak(2011), berjudul: Analisis Jiwa Kewirausahaan Pengurus Gapoktan Pengelola Dana Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung. Penelitian ini, dengan metode analisis tabel, memberikan hasil bahwa karakter kewirausahaan dan penerapan manajemen agribisnis oleh pengurus Gapoktan termasuk dalam katagori baik. Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) di Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung termasuk dalam katagori cukup berhasil. Terdapat hubungan nyata antara jiwa kewirausahaan pengurus Gapoktan dengan kinerja keberhasilan PUAP, juga terdapat hubungan sangat nyata antara penerapan manajemen agribisnis dengan kinerja keberhasilan PUAP. Untuk penumbuhan dan penguatan jiwa kewirausahaan pengurus Gapoktan dilakukan melalui program penyuluhan atau pendampingan, dan pelatihan bidang manajemen agribisnis.

Penelitian lain dilakukan Darmadji(2008) dengan topik Kewirausahaan Petani dan Kinerja Usahatani Cabe dan Padi di Kabupaten Sleman. Hasil penelitian menyatakan :bahwa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kewirausahaan petani cabe adalah lingkungan sosial dan ekonomi, sedangkan bagi petani padi adalah lingkungan ekonomi dan lingkungan fisik. Untuk kewirausahaan, keduanya berpengaruh terhadap kinerja usahatani, kapasitas manajemen dan proses teknis biologis, dengan tingkatan kewirausahaan petani cabe lebih tinggi dari petani padi.

Untuk mengukur efisiensi usaha, juga ada banyak cara yang digunakan peneliti terdahulu. Studi efisiensi alokasi sumberdaya yang memperhatikan risiko produksi, seperti yang dilakukan oleh Simanjuntak (1990) pada usaha budidaya tambak di Surabaya, mensinyalir adanya keterkaitan antara faktor-faktor risiko dengan efisiensi. Efisiensi alokasi sumberdaya diukur dengan menggunakan pendekatan

(9)

fungsi produksi Cobb-Douglas. Dalam penelitian tersebut belum terungkap bagaimana hubungan perilaku petani terhadap risiko dengan efisiensi usahatani .

Penelitian lain adalah tentang efisiensi produksi usaha peternakan ayam ras pedaging pola kemitraan dan mandiri yang dilakukan oleh Rita Yunus (2009), yang menganalisis perbedaan pendapatan rata-rata, alokasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sekaligus tingkat efisiensi teknis, efisiensi harga/alokatif dan efisiensi ekonomis usaha peternakan . Model analisis yang digunakan adalah fungsi produksi

Stochastic Frontier Cobb-Douglass model Battese and Coelli, 1995 dengan opsi Technical Efficiency Effect Model. (Rita Yunus 2009)

Penelitian lain berikutnya, yang bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara konsentrasi,profitabilitasdanefisiensidalamperusahaanbesar di industri manufaktur Turki,menggunakan data panel di 500 perusahaan terbesar industrialis Turki 1993-2003, hasil berdasarkan Analisis Stochastic Frontier dapat diringkas sebagai berikut: (1) Berbeda dengan hipotesis Schumpeter, konsentrasi yang lebih tinggi menyebabkan penurunan kinerja perusahaan dalam hal pendapatan . (2) perusahaan swasta dan asing lebih efisien daripada yang umum. (3) Profitabilitas perusahaan terkait dengan inefisiensi lebih rendah pada industri manufaktur Turki. (4) perusahaan yang berorientasi Ekspor kurang efisien. (5) Tinggi pangsa pasar di sektor lebih terkonsentrasi menghambat efisiensi sementara mengkonsolidasikan efisiensi di pasar yang lebih kompetitif (Dudu dan Kilicaslan,2005).

Hasil penelitian mengenai skala usaha dan efisiensi pada perusahaan manufaktur di Afrika menyatakan bahwa keterampilan yang dapat diamati secara kuantitatif bukan sebagai faktor penentu produktivitas. Inefisiensi teknis tidak berbeda pada perusahaan dengan kepemilikan asing atau perusahaan yang lebih tua dan penyebaran di seluruh perusahaan,hampir sama dengan yang ditemukan di negara lain.

(10)

Perusahaan besar menghadapi biaya tenaga kerja relatif jauh lebih tinggi daripada perusahaan kecil. Jika perbedaan faktor harga ini dapat mendatar, keuntungan besar melalui peningkatan efisiensi alokatif akan mungkin (Söderbom and Teal,2003).

Juga penelitian yang sama dengan di atas, hanya berlokasi di wilayah Afrika Timur memberikan hasil yang menunjukkan hubungan negatif antara ukuran perusahaan dan efisiensi teknis pada perusahaan manufaktur baik di Uganda dan Tanzania. Adanya hubungan positif antara efisiensi teknis dan ukuran kuadrat serta hubungan negatif antara ukuran perusahaan dan efisiensi teknis di Uganda dan Tanzania perusahaan manufaktur menunjukkan sebuah hubungan U-terbalik antara ukuran perusahaan dan efisiensi teknis di negara tersebut. (Aggrey, Eliab, and Joseph, 2010). Untuk melihat perbedaan antara penelitian sejenis terdahulu dan penelitian yang dilakukan bisa dilihat pada tabel 1.3.

Tabel 1.3 Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang Dilakukan

Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan

1. Afiah (2009)

Judul: Peran Kewirausahaan Dalam Memperkuat UKM Indonesia Menghadapi Krisis Finansial Global

Metode: deskripsi kualitatif dengan pendekatan studi literatur

Konstruk: - kontribusi UKM

-terdapat faktor..faktor kewirausahaan, -kapabilitas UKM

3.Desak (2011)

Judul: Analisis Jiwa Kewirausahaan Pengurus Gapoktan Pengelola Dana Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung ,

Metode: analisis tabel Konstruk:

- kadar jiwa kewirausahaan, penerapan manajemen agribisnis, tingkat keberhasilan program,

3. Darmadji (2012)

Judul:Kewirausahaan Petani dan Kinerja Usahatani Cabe dan Padi di Kab. Sleman DIY

Model Penelitian:

Judul: Karakter Wirausaha Pelaku dan Efisiensi Usaha Mikro Pangan Olahan di Daerah Istimewa Yogyakarta.

,Model Penelitian: X1 X3 X5 X7 X2 X4 X6 Y2 Y4 Y3 Y1

(11)

Lanjutan Tabel 1.3.

______________________________________________ _

Konstruk/variabel laten dalam model:

1.Faktor Lingkungan:individu,sosial,fisik,ekonomi ,kelembagaan

2.Faktor individu: pendidikan, pengalaman, sifat ekstroversi petani

3.Faktor soaial: peranan keluarga, masyarakat, pemerintah, budaya kerja petani, keberagaman usahatani 4.Faktor fisik:sarana prasarana fisik,iklim, teknologi budidaya, teknologi informasi dan komunikasi.

5.Faktor kelembagaan: peran lembaga kelompok tani, perkreditan, pendidikan tinggi, penyuluh pertanian. Faktor ekonomi:pendapatan usahatani, pasar input, pasar output, kebijakan subsidi harga pupuk

7.Kewirausahaan terdiri dari 8 indikator,

8.Proses teknis: pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, pemanenan

9.Kapasitas manajemen: perencanaan, pengorganisasi an, pelaksanaan, pengawasan

10.Kinerja usahatani: produktivitas, keuntungan, harga jual output, efisiensi teknis, keunggulan kompetitif 5.Ade (2014)

Judul: Karakteristik dan Motivasi Wirausaha Perempuan Pangan Olahan di Kab. Kulonprogo.

Konstruk:

- karakteristik ada 8 indikator

Konstruk:

-Karakter wirausaha (5 vaiabel): 1.motivasi berprestasi(X1): 4 indikator: ekstroversi,kebutuhan

berprestasi,pelaksanaan, pengawasan 2.orientasi kedepan (X2): 3 indikator: perkembangan teknologi

produksi,ketrampilan, orientasi pasar 3.kepemimpinan (X4): 5 indikator: mandiri, berani menanggung resiko, percaya

diri,pengelolaan, pengorganisasian 4.jaringan usaha (X4): 3 indikator: Kelompok usaha, lembaga keuangan, lembaga pendidikan tinggi

5.menghadapi perubahan: 4 indikator: perkembangan TI, diversifikasi produk, kreativitasperkembangan profit, Faktor lingkungan: 2variabel: faktor internal,

faktor eksternal

____________________________________ _

1.faktor internal (X6): 4 indikator; umur, lama berusaha,tingkat pendidikan, tanggungan keluarga

2.faktor eksternal (X7): 4 indikator: dukungan pemerintah, dukungan keluarga,bahan baku,ketersediaan tenaga kerja

Kinerja perusahaan: 3 variabel: produktivitas, keuntungan, efisiensi Perbedaan dengan penelitian terdahulu: antara lain judul, obyek penelitian, lokasi, model dan sebagian variabel dan sebagian indikator.

Persamaan:sebagian variabel dan indikatornya

Kebaruan:

Menganalisis hubungan karakter wirausaha pelaku Agribisnis hilir dengan kinerja perusahaan, khususnya efisiensi. Objek penelitian adalah pelaku industri rumahtangga pangan olahan (agribisnis hilir)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa disertasi ini memenuhi keaslian penelitian karena topik berbeda dengan topik penelitian sebelumnya. Dalam disertasi ini spesifikasi topik penelitian yang berbeda dengan penelitian sebelumnya adalah : (1) Spesifikasi industri yang menjadi objek penelitian dan skala usahanya,dan (2) Analisis

Faktor Lingkunga Entrepreu- neuurship proses teknis kapasitas manajeme kinerja usahatan i

(12)

karakter enterpreuner (wirausaha) pelaku usaha dalam kaitannya dengan efisiensi usahanya.

Gambar

Tabel 1.1. Potensi Industri Mikro, Kecil-Menengah Daearah Istimewa Yogyakarta
Tabel  1.2.Sebaran  Unit  Usaha  dan  Tenaga  Kerja  Industri  Rumahtangga  Berdasar  Cabang Industri di Daearah Istimewa Yogyakarta
Tabel 1.3 Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang Dilakukan  Penelitian Terdahulu  Penelitian yang dilakukan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis eksploratif yaitu suatu teknik analisa data yang menggali informasi secara jelas dan terperinci berdasarkan

Di Perpustakaan Nasional Penulis menemukan tesis yang berjudul Modernisasi Priyayi, sementara di Arsip Nasional peneliti menemukan beberapa arsip mengenai kehidupan tokoh

Tabel 3 menunjukkan bahwa kadar protein udang ronggeng segar berdasarkan berat kering sebesar 87,09 % berkurang menjadi 86,33 % setelah perebusan, ini karena pengolahan

64 Diagram Hasil Kuisioner Post Test Pertanyaan “Apakah dengan adanya Aplikasi Manajemen Keuangan KKL responden mendapatkan informasi yang akurat (informasi

( deliverable ). Sub unsur fasilitas pendukung dalam melaksanakan pekerjaan yang diminta dalam KAK, dengan bobot sub unsur 5 %, dan ketentuan penilaian sub unsur

Pardee (1969) mengusulkan super goal (sasaran super) sebagai atribut acuan dalam masalah pengambilan keputusan dengan tujuan jamak.. Super goal merupakan atribut yang

Kemudian calon panelis dianjurkan untuk menekan-nekan tekstur pada set pertama dan set kedua serta menentukan sampel mana dari set kedua yang berhubungan dengan tiap

Pengertian tersebut menjelaskan bahwa di dalam meningkatkan produktivitas memerlukan sikap mental yang baik dari pegawai, disamping itu peningkatan produktivitas