• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan menciptakan anak-anak termasuk pola asuh, cara merawat anak-anaknya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan menciptakan anak-anak termasuk pola asuh, cara merawat anak-anaknya"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

A. Pola Asuh Keluarga

Keluarga merupakan kelompok primer yang paling penting dalam masyarakat. Keluarga merupakan group yang terbentuk dari sebuah perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan banyak berlangsung lama untuk membesarkan dan menciptakan anak-anak termasuk pola asuh, cara merawat anak-anaknya hingga menjadi dewasa (Ahmadi, 1999).

1. Definisi Pola Asuh

Karakteristik individual mempengaruhi cara orang dewasa mengasuh anak-anak mereka khususnya yang berhubungan dengan disiplin. Orang tua berusaha keras kepada anak-anak apa yang mereka perlu ketahui dan kerjakan agar menjadi orang yang bahagia, percaya diri dan bertanggung jawab di masyarakat. Menurut Edwards seorang pakar psikologi anak, pola asuh adalah suatu cara atau metode yang dilakukan oleh seseorang kepada anak didiknya, guru kepada muridnya, orang tua kepada anaknya, agar anak tersebut dapat diarahkan sesuai dengan yang diinginkan si pendidik tersebut (Edwards, 2006).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pola asuh orang tua adalah model, cara atau ragam yang digunakan oleh ayah dan ibu dalam menjaga, merawat dan mendidik anak-anaknya (Poerwadaramita, 1976). Pola asuh orang tua dapat pula merupakan interaksi sosial awal yang berguna untuk

(2)

mengenalkan anak pada aturan, norma dan tata nilai yang berlaku pada masyarakat (Hurlock, 1978).

2. Tipe-Tipe Pola Asuh

a. Pola asuh otoritative ( otoriter ).

Pola asuh yang otoriter akan terjadi komunikasi satu dimensi atau satu arah. Orang tua menentukan aturan-aturan dan mengadakan pembatasan-pembatasan terhadap perilaku anak yang boleh dan tidak boleh dilaksanakannya. Anak harus tunduk dan patuh terhadap orang tuanya, anak tidak dapat mempunyai pilihan lain. Orang tua memerintah dan memaksa tanpa kompromi. Anak melakukan perintah orang tua karena takut, bukan karena suatu kesadaran bahwa apa yang dikerjakan itu akan bermanfaat bagi kehidupannya kelak. Orang tua memberikan tugas dan menentukan berbagai aturan tanpa memperhitungkan keadaan anak, keinginan anak, keadaan khusus yang melekat pada individu anak yang berbeda-beda antara anak yang satu dengan yang lain. Perintah yang diberikan berorientasi pada sikap keras orang tua, sikap keras merupakan suatu keharusan bagi orang tua. Sebab tanpa sikap keras ini anak tidak akan melaksanakan tugas dan kewajibannya.

b. Pola asuh permisive ( bebas ).

Pola asuh bebas, berorientasi bahwa anak itu makhluk hidup yang berpribadi bebas. Anak adalah subjek yang dapat bertindak dan berbuat menurut hati nuraninya. Seorang anak yang lapar, ia harus memasukan nasi ke dalam mulutnya sendiri, mengunyah sendiri dan menelan sendini.

(3)

Tidak mungkin orang tua yang mengunyah dan memasukkan makanan ke dalam perut anaknya. Orang tua membiarkan anaknya mencari dan menemukan sendiri apa yang diperlukan untuk hidupnya. Anak telah terbiasa mengatur dan menentukan sendiri apa yang dianggap baik. Orang tua sering mempercayakan anaknya kepada orang lain, sebab orang tua terlalu sibuk dalam pekerjaan, organisasi sosial dan sebagainya. Orang tua hanya bertindak sebagai polisi yang mengawasi permainan menegur dan mungkin memarahi. Orang tua kurang bergaul dengan anak-anaknva, hubungan tidak akrab dan anak harus tahu sendiri tugas apa yang harus dikerjakan.

Jika perhatikan dua pola asuh tersebut di atas kita dapat mengetahui bahwa pola otoriter memandang anak tidak ada pilihan lain, kecuali mengikuti perintah dan orang tua. Pada pola yang kedua anak dipandang sebagal subjek yang diperbolehkan berbuat menurut pilihannya sendiri. Segala tugas diserahkan sepenuhnya pada anak. Dua pola ini memang memiliki kelebihan dan kekurangan. Pola asuh memang memiliki kelebihan dan kekurangan. Pola asuh otoriter memang memungkinkan terlaksananya proses transformasi nilai dapat berjalan lancar. Akan tetapi anak mengerjakan tugas dengan rasa tertekan dan takut. Akibatnya jika orang tua tidak ada mereka akan bertindak yang lain. Dia akan melakukan hal-hal yang menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan. Pola asuh bebas memang memandang anak sebagai subyek, anak bebas menentukan pilihannya sendiri. Akan tetápi anak justru

(4)

menjadi berbuat semau-maunya; ia berbuat dengan mempergunakan ukuran diri sendiri. Pada hal anak berada dalam dunia anak dan dia harus masuk pada dunia nilai dan dunia anak. Oleh karena itu anak akan kebingungan bagaikan anak ayam yang ditinggalkan induknya. Akhirnya anak akan lari ke sana-kemari tanpa arah.

Dalam dua kondisi tersebut di atas tidak akan terjadi pola asuh yang bersifat berbeda antara orang tua dan anak. Relasi antara orang tua dan anak tampak berbeda pada pola asuh bebas dan ada batas yang kuat serta jurang pemisah antara anak dan orang tua pada pola asuh yang otoriter.

c. Pola asuh authoritative ( demokratis )

Pola asuh ini berpijak pada dua kenyataan bahwa anak adalah subjek yang bebas dan anak sebagal makhluk yang masih lemah dan butuh bantuan untuk mengembangkan diri. Manusia sebagai subjek harus dipandang sebagal pribadi. Anak sebagai pribadi yang masih perlu mempribadikan dirinya, dan terbuka untuk dipribadikan. Proses pempribadian anak akan berjalan dengan lancar jika cinta kasih selalu tersirat dan tersurat dalam proses itu. Dalam suasana yang diliputi oleh rasa cinta kasih ini akan menimbulkan pertemuan sahabat karib, dalam pertemuan dua saudara. Dalam pertemuan itu dua pribadi bersatu padu. Dalam pertemuan yang bersatu padu akan timbul suasana keterbukaan. Dalam suasana yang demikian ini maka akan terjadi pertumbuhan dan pengembangan bakat-bakat anak yang dimiliki oleh anak dengan subur.

(5)

3. Karakteristik anak dalam kaitannya dengan pola asuh orang tua.

Berikut ini adalah karakteristik-karakteristik anak dengan pola-pola asuh tersebut di atas.

a. Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan koperatif terhadap orang-orang lain.

b. Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.

c. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial.

B. Teori –teori tentang sikap orang tua terhadap anak

Menurut Al-Istambuli (2002), “Kecemasan orang tua disebabkan oleh

timbulnya perbuatan negatif anak yang dapat merugikan masa depannya.”

Kekhawatiran orang tua ini cukup beralasan sebab anak kemungkinan akan berbuat apa saja tanpa berpikir risiko yang akan ditanggungnya. Biasanya penyesalan baru datang setelah anak menanggung segala risiko atas perbuatannya. Keadaan ini tentu akan mengancam masa depannya.

Menurut Prayitno (2004), “ sumber-sumber permasalahan pada diri

(6)

berada di rumah daripada di sekolah. Karena anak lebih lama berada di rumah, orang tualah yang selalu mendidik dan mengasuh anak tersebut.

Dalam mengasuh anak orang tua bukan hanya mampu mengkomunikasikan fakta, gagasan, dan pengetahuan saja, melainkan membantu menumbuhkembangkan kepribadian anak (Riyanto, 2002). Pendapat tersebut merujuk pada teori Humanistik yang menitikberatkan pendidikan bertumpu pada peserta didik. Artinya anak perlu mendapat perhatian dalam membangun sistem pendidikan. Apabila anak telah menunjukkan gejala-gejala yang kurang baik, berarti mereka sudah tidak menunjukkan niat belajar yang sesungguhnya. Kalau gejala ini dibiarkan terus akan menjadi masalah di dalam mencapai keberhasilan belajarnya. Menurut Clemes (2001) bahwa terjadinya penyimpangan perilaku anak

disebabkan kurangnya ketergantungan antara anak dengan orang tua. Hal ini

terjadi karena antara anak dan orang tua tidak pernah sama dalam segala hal. Ketergantungan anak kepada orang tua ini dapat terlihat dari keinginan anak untuk memperoleh perlindungan, dukungan, dan asuhan dari orang tua dalam segala aspek kehidupan. Selain itu, anak yang menjadi “masalah” kemungkinan terjadi akibat dari tidak berfungsinya sistem sosial di lingkungan tempat tinggalnya. Dengan kata lain perilaku anak merupakan reaksi atas perlakuan lingkungan terhadap dirinya.

(Syamsu Yusuf ,2005 :51)Becker, Deutsch, Kohn, sheldon, tentang kaitan

antara pola asuh orang tua berdasar kelas sosial.(Samsu Yusuf ,2005:53) sebagai berikut :

(7)

 Kelas bawah cenderung lebih keras dan menggunakan hukuman fisik terjadi dapa kelas menengah, anak dari kelas bawah bersikap lebih agresif, independen, lebih awal dalam pengalaman seksual.

 Kelas menengah cenderung lebih memberikan pengawasan dan perhatian sebagai orang tua. Para ibunya merasa bertanggung jawab terhadap tingkah laku anak-anaknya dan menerapkan ambisi untuk meraih status tinggi, dan menekan anak untuk mengejar statusnya melalui pendidikan dan latihan profesional.

 Kelas atas cenderung lebih memanfaatkan waktu luangnya dengan kegiatan tertentu, lebih memiliki latar belakang pendidikan yang reputasinya tinggi, dan biasanya senang mengembangkan apresiasi estetikanya, anak-anaknya cenderung memiliki rasa percaya diri dan cenderung memanipulasi aspek realititas ; Tabel 2.5 Pola Asuh Orang tua terhadap Perilaku Anak (Syamsu Yusuf, 2005 ).

Sedangkan tugas perkembangan anak-anak pada usia sekolah menurut

(Wiwit W,Jash,& Metta R, 2003):

1. Belajar keterampilan fisik untuk bermain 2. Sikap yang sehat untuk diri sendiri 3. Belajar bergaul

4. Memainkan peran jenis kelamin yang sesuai 5. Keterampilan dasar

6. Konsep yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari 7. Mengembangkan hati nurani, nilai moral dan nilai social

(8)

8. Mencapai kebebasan social dan kemandirian pribadi

9. Mengembangkan sikap-sikap terhadap kelompok dan lembaga social.

Menurut Djamarah (2002) seorang anak dengan kemiskinan ilmu pengetahuan sangat sulit untuk beradaptasi dan memahami perputaran roda zaman. Oleh karena itu, suatu hal yang harus anak lakukan adalah belajar.

Sardiman (2001) menyatakan beberapa pendapat tentang motivasi belajar

antara lain: motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranan motivasi yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Seseorang yang memiliki motivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk belajar. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang memiliki motivasi belajar akan dapat meluangkan waktu belajar lebih banyak dan lebih tekun daripada mereka yang kurang memiliki atau sama sekali tidak mempunyai motivasi belajar. Anak akan terdorong dan tergerak untuk memulai aktivitas atas kemauannya sendiri, menyelesaikan tugas tepat waktu dan gigih serta tidak putus asa saat menjumpai kesulitan dalam menjalankan tugas jika anak tersebut mempunyai motivasi dalam belajar. Motivasi belajar adalah suatu dorongan yang ada pada seseorang sehubungan dengan prestasi yaitu menguasai, memanipulasi dan mengatur lingkungan sosial maupun fisik, mengatasi rintangan dan memelihara kualitas belajar serta bersaing melalui usaha untuk melebihi perbuatannya yang lalu dan mengungguli perbuatan orang lain.

(9)

(Suryabrata, 2004). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi

belajar antara lain:

1. faktor eksternal yaitu faktor dari luar individu yang terbagi menjadi dua: faktor sosial meliputi faktor manusia lain baik hadir secara langsung atau tidak langsung dan faktor non sosial meliputi keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu, tempat belajar, dan lain-lain,

2. faktor internal yaitu faktor dari dalam diri individu yang terbagi menjadi dua: faktor fisiologis meliputi keadaan jasmani dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis dan faktor psikologis meliputi minat, kecerdasan, dan persepsi.

( Turmudji, 2003 ).Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak

dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.

C. Prestasi Belajar

1. Pengertian

Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi,untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung.

Penilaian terhadap hasil belajar siswa untuk mengetahui sejauh mana siswa telah mencapai sasaran belajar inilah yang disebut sebagai prestasi belajar. Seperti yang dikemukakan oleh Winkel (1997) bahwa proses belajar

(10)

yang dialami oleh siswa menghasilkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan dan pemahaman, dalam bidang nilai, sikap dan keterampilan. Adapun perubahan tersebut tampak dalam prestasi belajar yang dihasilkan oleh siswa pada pertanyaan, persoalan atau tugas yang diberikan oleh guru. Melalui prestasi belajar siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar.

Prestasi belajar merupakan hasil kegiatan belajar, yaitu sejauh mana peserta didik menguasai bahan pelajaran yang diajarkan, yang diikuti oleh munculnya perasaan puas bahwa ia telah melakukan sesuatu dengan baik. Hal ini berarti prestasi belajar hanya bisa diketahui jika telah dilakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa ( Marsun dan Martaniah, 2000).

Menurut Poerwodarminto (Mila Ratnawati, 1996) yang dimaksud dengan prestasi adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang. Sedangkan prestasi belajar itu sendiri diartikan sebagai prestasi yang dicapai oleh seorang siswa pada jangka waktu tertentu dan dicatat dalam buku rapor sekolah.

Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar merupakan hasil usaha belajar yang dicapai seorang siswa berupa suatu kecakapan dari kegiatan belajar bidang akademik di sekolah pada jangka waktu tertentu yang dicatat pada setiap akhir semester di dalam bukti laporan yang disebut raport.

(11)

Simbol – simbol nilai Huruf Predikat 86 – 100 A Baik Sekali 71 – 85 B Baik 56 – 70 C Cukup 41 – 55 D Kurang < 40 E Sangat Kurang

Tabel 2.1 Tingkatan Prestasi Belajar ( sumber buku raport siswa ) 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

Meraih prestasi belajar yang baik, banyak sekali faktor yang perlu diperhatikan, karena dalam dunia pendidikan tidak sedikit siswa yang mengalami kegagalan. Kadang ada siswa yang memiliki dorongan yang kuat untuk berprestasi dan kesempatan untuk meningkatkan prestasi, tapi dalam kenyataannya prestasi yang dihasilkan di bawah kemampuannya.

Untuk meraih prestasi belajar yang baik banyak sekali faktor-faktor yang perlu diperhatikan. Menurut Sumadi Suryabrata (1998) dan Shertzer dan Stone (Winkle, 1997), secara garis besar faktor-faktor yang mem-pengaruhi belajar dan prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal :

a. Faktor internal

Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :

1) Faktor fisiologis

Faktor fisiologis yang dimaksud adalah faktor yang berhubungan dengan kesehatan badan dan pancaindera, seperti :

(12)

a) Kesehatan badan

Untuk dapat menempuh studi yang baik siswa perlu memperhatikan dan memelihara kesehatan tubuhnya. Keadaan fisik yang lemah dapat menjadi penghalang bagi siswa dalam menyelesaikan program studinya. Dalam upaya memelihara kesehatan fisiknya, siswa perlu memperhatikan pola makan dan pola tidur, untuk memperlancar metabolisme dalam tubuhnya. Selain itu, juga untuk memelihara kesehatan bahkan juga dapat meningkatkan ketangkasan fisik dibutuhkan olahraga yang teratur. b) Pancaindera

Berfungsinya pancaindera merupakan syarat dapatnya belajar itu berlangsung dengan baik. Dalam sistem pendidikan dewasa ini di antara pancaindera itu yang paling memegang peranan dalam belajar adalah mata dan telinga. Hal ini penting, karena sebagian besar hal-hal yang dipelajari oleh manusia dipelajari melalui penglihatan dan pendengaran. Dengan demikian, seorang anak yang memiliki cacat fisik atau bahkan cacat mental akan menghambat dirinya didalam menerima pelajaran, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah.

(13)

2) Faktor psikologis

Ada banyak faktor psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa, antara lain adalah :

a) Intelligensi

Pada umumnya, prestasi belajar yang ditampilkan siswa mempunyai kaitan yang erat dengan tingkat kecerdasan yang dimiliki siswa. Menurut Binet (Winkle,1997) hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan suatu penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif. Taraf inteligensi ini sangat mempengaruhi prestasi belajar seorang siswa, di mana siswa yang memiliki taraf inteligensi tinggi mempunyai peluang lebih besar untuk mencapai prestasi belajar yang lebih tinggi. Sebaliknya, siswa yang memiliki taraf inteligensi yang rendah diperkirakan juga akan memiliki prestasi belajar yang rendah. Namun bukanlah suatu yang tidak mungkin jika siswa dengan taraf inteligensi rendah memiliki prestasi belajar yang tinggi, juga sebaliknya .

b) Sikap

Sikap pasif, rendah diri dan kurang percaya diri dapat merupakan faktor yang menghambat siswa dalam menampilkan prestasi belajarnya. Menurut Sarlito Wirawan (1997) sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu.

(14)

Sikap siswa yang positif terhadap mata pelajaran di sekolah merupakan langkah awal yang baik dalam proses belajar mengajar di sekolah.

c) Motivasi

Menurut Irwanto (1997) motivasi adalah penggerak perilaku. Motivasi belajar adalah pendorong seseorang untuk belajar. Motivasi timbul karena adanya keingintahuan atau kebutuhan-kebutuhan dalam diri seseorang. Seseorang berhasil dalam belajar karena ia ingin belajar. Sedangkan menurut Winkle (1991) motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar itu; maka tujuan yang dikehendaki oleh siswa akan tercapai. Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang khas ialah dalam hal gairah atau semangat belajar, siswa yang termotivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar. b. Faktor eksternal

Selain faktor-faktor yang ada dalam diri siswa, ada hal-hal lain diluar diri yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang akan diraih, antara lain adalah :

(15)

1) Faktor lingkungan keluarga a) Sosial ekonomi keluarga

Diperoleh sosial ekonomi yang memadai, seseorang lebih berkesempatan mendapatkan fasilitas belajar yang lebih baik, mulai dari buku, alat tulis hingga pemilihan sekolah.

b) Pendidikan orang tua

Orang tua yang telah menempuh jenjang pendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan dan memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya, dibandingkan dengan yang mempunyai jenjang pendidikan yang lebih rendah.

c) Perhatian orang tua dan suasana hubungan antara anggota keluarga Dukungan dari keluarga merupakan suatu pemacu semangat berpretasi bagi seseorang. Dukungan dalam hal ini bisa secara langsung, berupa pujian atau nasihat; maupun secara tidak langsung, seperti hubugan keluarga yang harmonis.

2) Faktor lingkungan sekolah a) Sarana dan prasarana

Kelengkapan fasilitas sekolah, seperti papan tulis, OHP akan membantu kelancaran proses belajar mengajar di sekolah, selain bentuk ruangan, sirkulasi udara dan lingkungan sekitar sekolah juga dapat mempengaruhi proses belajar mengajar.

(16)

b) Kompetensi guru dan siswa

Kualitas guru dan siswa sangat penting dalam meraih prestasi, kelengkapan sarana dan prasarana tanpa disertai kinerja yang baik dari para penggunanya akan sia-sia belaka. Bila seorang siswa merasa kebutuhannya untuk berprestasi dengan baik di sekolah terpenuhi, misalnya dengan tersedianya fasilitas dan tenaga pendidik yang berkualitas, yang dapat memenihi rasa ingintahuannya, hubungan dengan guru dan teman-temannya berlangsung harmonis, maka siswa akan memperoleh iklim belajar yang menyenangkan. Dengan demikian, ia akan terdorong untuk terus-menerus meningkatkan prestasi belajarnya.

c) Kurikulum dan metode mengajar

Hal ini meliputi materi dan bagaimana cara memberikan materi tersebut kepada siswa. Metrode pembelajaran yang lebih interaktif sangat diperlukan untuk menumbuhkan minat dan peran serta siswa dalam kegiatan pembelajaran. Sarlito Wirawan (1994) mengatakan bahwa faktor yang paling penting adalah faktor guru. Jika guru mengajar dengan arif bijaksana, tegas, memiliki disiplin tinggi, luwes dan mampu membuat siswa menjadi senang akan pelajaran, maka prestasi belajar siswa akan cenderung tinggi, palingtidak siswa tersebut tidak bosan dalam mengikuti pelajaran.

(17)

3) Faktor lingkungan masyarakat a) Sosial budaya

Pandangan masyarakat tentang pentingnya pendidikan akan mempengaruhi kesungguhan pendidik dan peserta didik. Masyarakat yang masih memandang rendah pendidikan akan enggan mengirimkan anaknya ke sekolah dan cenderung memandang rendah pekerjaan guru atau pengajar.

b) Partisipasi terhadap pendidikan

Bila semua pihak telah berpartisipasi dan mendukung kegiatan pendidikan, mulai dari pemerintah (berupa kebijakan dan anggaran) sampai pada masyarakat bawah, setiap orang akan lebih menghargai dan berusaha memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan.

3. Pengukuran prestasi belajar

Dalam dunia pendidikan, menilai merupakan salah satu kegiatan yang tidak dapat ditinggalkan. Menilai merupakan salah satu proses belajar dan mengajar. Di Indonesia, kegiatan menilai prestasi belajar bidang akademik di sekolah-sekolah dicatat dalam sebuah buku laporan yang disebut rapor. Dalam rapor dapat diketahui sejauhmana prestasi belajar seorang siswa, apakah siswa tersebut berhasil atau gagal dalam suatu mata pelajaran. Didukung oleh pendapat Sumadi Suryabrata (1998) bahwa rapor merupakan perumusan terakhir yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau hasil belajar murid-muridnya selama masa tertentu.

(18)

Syaifuddin Azwar (1998) menyebutkan bahwa ada beberapa fungsi penilaian dalam pendidikan, yaitu :

a. Penilaian berfungsi selektif (fungsi sumatif)

Fungsi penilaian merupakan pengukuran akhir dalam suatu program dan hasilnya dipakai untuk menentukan apakah siswa dapat dinyatakan lulus atau tidak dalam program pendidikan tersebut. Dengan kata lain penilaian berfungsi untuk membantu guru mengadakan seleksi terhadap beberapa siswa, misalnya:

1) Memilih siswa yang akan diterima di sekolah 2) Memilih siswa untuk dapat naik kelas

3) Memilih siswa yang seharusnya dapat beasiswa b. Penilaian berfungsi diagnostik

Fungsi penilaian ini selain untuk mengetahui hasil yang dicapai siswa juga mengetahui kelemahan siswa sehingga dengan adanya penilaian, maka guru dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan masing-masing siswa. Jika guru dapat mendeteksi kelemahan siswa, maka kelemahan tersebut dapat segera diperbaiki.

c. Penilaian berfungsi sebagai penempatan (placement)

Setiap siswa memiliki kemampuan berbeda satu sama lain. Penilaian dilakukan untuk mengetahui di mana seharusnya siswa tersebut ditempatkan sesuai dengan kemampuannya yang telah diperlihatkannya pada prestasi belajar yang telah dicapainya.

(19)

d. Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan (fungsi formatif) Penilaian berfungsi untuk mengetahui sejauh mana suatu program dapat diterapkan. Sebagai contoh adalah raport di setiap semester di sekolah-sekolah tingkat dasar dan menegah dapat dipakai untuk mengetahui apakah program pendidikan yang telah diterapkan berhasil diterapkan atau tidak pada siswa .

Nilai raport biasanya menggambil nilai dari angka 1 sampai dengan 10, tetapi dalam kenyataan nilai terendah dalam rapor yaitu 4 dan nilai tertinggi 9. Nilai-nilai di bawah 6 berarti tidak tuntas atau buruk , sedangkan nilai-nilai di atas 6 berarti cukup baik, baik dan sangat baik.

D. Kerangka Teori

Gambar 2.2 Kerangka Teori

(sumber : Sumadi Suryabrata, 1998 ; psikologi pendidikan; Winkle, 1997; psikologi anak ; dan Hurlock, 1978 ; psikologi anak )

Faktor internal

Pola asuh orang tua Prestasi belajar Hubungan orang tua dan anak

Sikap orang tua Ekonomi keluarga Suasana dalam keluarga keluarga

Faktor eksternal

(20)

E. Kerangka Konsep

Keterangan : = Diteliti = Tidak diteliti

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

F. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara yang kebenarannya masih perlu diteliti lebih lanjut (Notoamodjo, 2005). Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

H0 = Tidak ada hubungan antara karakteristik dan pola asuh keluarga dengan

prestasi anak SMP N 1 Bukateja

Ha = Ada hubungan antara karakteristik dan pola asuh keluarga dengan prestasi

anak SMP N 1 bukateja Karakteristik Keluarga

Pola Asuh Keluarga

Prestasi Belajar - Kesehatan badan - Pancaindera - Intelligensi - Sikap - Motivasi

- Perhatian orang tua - Suasana hubungan antara

anggota keluarga - Sarana dan prasarana - Kompetensi guru dan siswa - Kurikulum dan metode

mengajar - Sosial budaya - Partisipasi terhadap

(21)

G. Karakteristik Orang Tua 1. Umur

Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun, dikatakan masa awal dewasa adalah usia 18 tahun sampai 40 tahun, dewasa Madya adalah 41 sampai 60 tahun, dewasa lanjut >60 tahun, umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan (Harlock, 2004).

2. Agama

Agama adalah suatu sistem terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal-hal yang suci. Agama merupakan masalah yang essensial bagi kehidupan manusia karena menyangkut keyakinan seseorang yang dianggap benar. Keyakinan terhadap agama mengikat pemeluknya secara moral. Keyakinan itu membentuk golongan masyarakat moral (umat). Umat pemeluk suatu agama bisa dikenali dari cara berpakaian, cara berperilaku, cara beribadah, dan sebagainya. Jadi diferensiasi agama merupakan pengelompokan masyarakat berdasarkan agama atau kepercayaannya ( Durkheim, 2003 ).

3. Suku

Menurut Hassan Shadily MA, suku bangsa atau etnis adalah segolongan rakyat yang masih dianggap mempunyai hubungan biologis. Diferensiasi suku bangsa merupakan penggologan manusia berdasarkan ciri-ciri biologis yang sama, seperti ras. Namun suku bangsa memiliki ciri-ciri paling mendasar yang lain, yaitu adanya kesamaan budaya.

(22)

4. Pendidikan

Pendidikan berasal dari kata “didik”, Lalu kata ini mendapat awalan kata

“me” sehingga menjadi “mendidik” artinya memelihara dan memberi

latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran,

tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. ( Kamus Bahasa Indonesia, 1991 ).

5. Pekerjaan atau profesi

dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang. Dalam pembicaraan

sehari-hari istilah ini sering dianggap sinonim dengan profesi. ( Kamus Bahasa Indonesia,1991) .

6. Tipe keluarga

Menurut effendi ( 1998 ) tipe keluarga terdiri dari :

- Keluarga Inti (Nuclear Family): keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.

- Keluarga Besar (Extended Family): keluarga inti ditambah sanak saudara misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi, dsb.

- Keluarga Berantai (Serial Family): keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.

(23)

- Keluarga Duda/Janda (Single Family): keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian.

- Keluarga Berkomposisi (Composite): keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama-sama. - Keluarga Kabitas (Cahabitation): dua orang menjadi satu tanpa

pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.

7. Penghasilan

pendapatan adalah hasil berupa uang atau materi lainnya yang dapat

dicapai dari pada penggunaan faktor-faktor produksi. ( Winardi 1992 : 171)

Gambar

Tabel 2.1 Tingkatan Prestasi Belajar ( sumber buku raport siswa )  2.   Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
Gambar 2.2 Kerangka Teori
Gambar 2.3 Kerangka Konsep  F.  Hipotesis

Referensi

Dokumen terkait

• Interval kelas tidak boleh dimulai dengan suatu harga yang sama besarnya dengan harga kelas sebelumnya. Kolom pertama merupakan contoh pengelompokan kelas yang kurang baik

Sedangkan sasaran pendidikan lanjutannya adalah remaja di Kota Tasikmalaya melalui penyebaran virus toleransi oleh kader KORAN (Komunitas Remaja Toleran)

(1996), Porter (1980 dalam Johnson, 1999) yang menyimpulkan bahwa dependensi tidak berdampak pada efektivitas strategi integrasi namun Johnson (1999) menyatakan bahwa

Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang

Masudul Alam Choudhury Masudul Alam Choudhury menyatakan bahwa terdapat beberapa prinsip dalam perekonomian Islam yang dibutuhkan dalam pembangunan yang dikenal

Hasil penelitian ini adalah: pertama, peran yang dilakukan guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti dalam membina akhlak siswa Kelas VIII SMP Sejahtera 4

Pada percepatan tetap, kecepatan rata-rata suatu partikel sama dengan setengah dari jumlah kecepatan awal dan kecepatan akhirnya.. Apakah ini tetap benar bila percetan tidak

Fungsi dari aplikasi ini adalah untuk memasukan data barang masuk dan data barang keluar , pada aplikasi ini proses penginputan data barang dilakukan dengan cara memasukan