• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sosiologi Komunikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sosiologi Komunikasi"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL PERKULIAHAN

Sosiologi

Komunikasi

Teori-Teori Sosiologi

Komunikasi

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Ilmu Komunikasi Periklanan

02

85005 Desiana E. Pramesti, S.Sos., M.Si.

Abstract

Kompetensi

Fenomena komunikasi dapat dipahami maknanya merujuk pada orientasi paradigma sebagai pedoman

merumuskan makna di balik tindakan simbolik pelaku komunikasi. Melalui Teori Fungsional Struktural, Teori Pertukaran Sosial, dan Teori Interaksi Simbolik dapat dipergunakan sebagai referensi memaknai perilaku

komunikas

Mahasiswa diarahkan untuk memahami teori-teori Sosiologi Komunikasi ditinjau dalam tiga pilihan orientasi teori.

(2)

Teori-Teori Sosiologi Komunikasi Ditinjau

Dalam Beberapa Bagian

Pendahuluan

Sosiologi Komunikasi studi yang secara khusus mengkaji perilaku komunikasi massa, yakni komunikasi yang dilakukan khalayak dalam jumlah besar melalui beragam saluran komunikasi.

Media dan masyarakat merupakan unit analisa dalam komunikasi massa, di mana konteks ini menjelaskan posisi komunikator dan komunikan sebagai pihak yang bersama-sama berperan mengontrol informasi. Sumber-sumber seperti penyiar televisi membuat keputusan menyangkut informasi yang akan dikirim adapun penonton televisi selaku penerima pesan memilki kendali terhadap informasi yang telah disampaikan media. Selainnya itu, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) turut mempengaruhi proses komunikasi dalam soal mengakses dan menerima informasi. Ketika kita menonton berita pada salah satu stasiun televisi yang menginformasikan pengunduran diri Wakil Gubernur Basuki Tjahaya Purnama dari partai pendukungnya, Gerindra – pemirsa televisi di tanah air mulai dari Sabang hingga Merauke dapat menyimak langsung pengunduran diri “Ahok”. Satelit juga menyediakan kemungkinan bagi manager perusahaan untuk berkoordinasi dengan rekan bisnisnya di belahan dunia lain melalui teleconference video. Selain itu, melalui internet memungkinkan kita berbagi informasi dan bertukar opini dengan menggunakan pesan elektronik dalam jaringan mailing list.

Melalui contoh di atas, kita dapat mendefinisikan jika komunikasi massa diarahkan pada audien yang relatif besar, anonim, serta heterogen. Selainnya itu, pesan-pesan yang disebarkan bersifat umum dan terjadwal. Kedudukan komunikator umumnya beroperasi dalam organisasi kompleks yang memerlukan biaya besar. Melalui Sosiologi Komunikasi kita dapat merumuskan hubungan media massa dengan institusi sosial yang ada di dalam masyarakat, hubungan ini mencakup proses produksi isi media dan interaksi sosial yang terjalin antara media massa dengan khalayak. Keterlibatan Sosiologi melalui teori-teorinya membantu kita memahami praktek penggunaan media massa oleh masyarakat serta proses produksi dan reproduksi informasi. Untuk keperluan tersebut ditawarkan tiga Teori Sosiologi dalam kaitannya memahami realitas demikian.

(3)

Pendekatan (paradigma atau model universal) merupakan tradisi intelektual yang menawarkan cara pandang umum mengenai manusia – adapun teori adalah penjelasan spesifik menyangkut perilaku manusia. Setiap pendekatan memiliki logika berpikir yang berbeda oleh sebab tiga pertanyaan filosofis yang berkaitan dengan aktifitas pengkajiannnya, yaitu asumsi ontology (pertanyaan tentang sifat realita), asumsi

epistemology (pertanyaan bagaimana kita mengetahui sesuatu), dan asumsi axiology

(pertanyaan mengenai apa yang patut diketahui). Pendekatan yang ditawarkan untuk memahami fenomena komunikasi massa adalah Paradigma Fakta Sosial melalui Teori Fungsional Struktural, Paradigma Definisi Perilaku Sosial melalui Teori Pertukaran Sosial, dan Paradigma Definisi Sosial melalui Teori Interaksi Simbolik. Ditetapkannya pilihan pendekatan pada tiga paradigma ini berpijak pada asumsi :

Pertama, Paradigma Fakta Sosial melalui teorinya berupa Struktural Fungsional dapat

digunakan untuk memahami realitas menyangkut hubungan komunikasi massa dengan masyarakat.

Kedua, Paradigma Perilaku Sosial melalui Teori Pertukaran Sosial menjelaskan adanya

manfaat yang saling menguntungkan dalam hubungannya antara pengelola media dengan audiennya.

Ketiga, Paradigma Definisi Sosial melalui Teori Interaksi Simbolik dapat digunakan untuk

menerangkan bahwa media massa melalui informasinya terhadap fenomena tertentu dapat mempengaruhi pola berpikir, bersikap, bertindak masyarakat.

(4)

Teori Fungsional Struktural

Istilah lain dari pendekatan ini dapat kita sebut juga sebagai Fungsionalisme Struktural. Tradisi teoritis ini dipopulerkan Talcott Parsons dan Robert Merton dan cukup ramai diperbincangkan sepanjang dua dekade pasca Perang Dunia Kedua.

Fungsionalisme Struktural adalah perpaduan dua istilah, struktural dan fungsional yang dalam praktik pengkajiannya tidak selalu mengkaitkan pemakaian istilah secara bersamaan. Kita dapat mempelajari struktur masyarakat tanpa melibatkan fungsi terhadap struktur lain – dan kita dapat mengkaji fungsi berbagai proses sosial yang mungkin saja tidak memiliki struktur. Namun yang perlu kita mengerti, ciri utama dari Perspektif Struktural Fungsional bahwa pendekatan ini memperhatikan aspek struktur dan fungsi, ini artinya kita perlu memperhatikan seksama berfungsinya masyarakat oleh keberadaan institusi sosial berskala luas, saling berinteraksi, dan mempengaruhi individu (Ritzer & Goodman, 2007:118).

Stratifikasi sosial. Perbedaan masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat merujuk

pada status dan peran yang dimiliki adalah realitas yang tidak bisa ditawar lagi dalam kenyataan hidup suatu masyarakat. Stratifikasi sosial adalah fenomena universal dan menjadi prasyarat dalam berfungsinya suatu sistem sosial. Konsep stratifikasi dalam konteks struktural fungsional memaknai posisi individu ketika menempati posisi tententu bukan memfokuskan perhatian pada mekanisme yang digunakan individu menaiki jenjang posisi ideal. Di sinilah definisi fungsional muncul, bahwa masyarakat memiliki kesadaran menciptakan sistem stratifikasi sebagai medium memposisikan bakat atau keterampilan sejurus dengan kemampuannya, dan masyarakat menyediakan hadiah (reward) sebagai imbalannya. Stratifikasi analog alat yang diciptakan masyarakat untuk menjamin keberlangsungan hidup manusia itu sendiri. Imbalan memadai dari achieved status ini ditandai dengan diperolehnya kekuasaan (power), kekayaan (privilege), dan posisi terhormat (prestige). Sehingga akan ada individu-individu yang menempati status dan peran tertentu bergantung harapan masyarakatnya. Melalui proses sosialisasi formal pada institusi pendidikan, umumnya stratifikasi sosial melanggengkan posisi istimewa seseorang yang memang sedari awal telah memiliki kekuasaan, kekayaan dan prestis. Namun pemikiran Teori Stratifikasi ini tampak linier, teori ini tidak dapat menjawab kenyataan berstratifikasi masyarakat ketika diperhadapkan pada realitas manakala terdapat satu kampung di mana warganya terdefinsikan sebagai orang kaya semua, dan status pengemis atau masyarakat lapisan bawah (low brow) menjadi demikian diperlukan sebagai agen fungsional yang menerima distribusi kekayaan dari masyarakat menengah atas (upper middle-brow) atau atas (high-brow). Atau contoh lainnya, seorang guru lebih diperlukan oleh masyarakat

(5)

ketimbang keberadaan seorang artis sinetron. Hingga tidak selalu posisi yang terjamin imbalan material dan imaterial menjadi target pemosisian individu, bergantung pada kebutuhan dari sistem sosial maka keberadaan status dan peran majemuk sifatnya. Jaminan berupa kekuasaan, kekayaan, dan prestis pada gilirannya menjadi sarana evolusi bagi masyarakat untuk bersama-sama berjuang menempati posisi yang diidealisasikan.

Skema AGIL. Dalam kaitannya motivasi memperoleh kepuasaan melakukan pekerjaan ideal

maupun aktivitas yang diperlukan oleh sistem sosial, kita perlu memahami “sistem tindakan” sebagai perangkat konsep untuk memahami struktur dan fungsi. Merujuk Teori Struktural Fungsional, Parsons mengajukan empat fungsi penting untuk semua sistem tindakan, yang dapat kita definisikan sebagai Skema AGIL.

Kita pahami bersama terlebih dahulu pengertian “fungsi”. Fungsi merupakan kumpulan kegiatan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem (Rocher, 1975, dalam Ritzer & Goodman, 2007:121). Empat fungsi ini mencakup (A)

Adaptation – (G) Goal Attainment – (I) Integration – dan (L) Latensi. Ke-empat fungsi ini

dibutuhkan oleh sistem dalam kaitannya beroperasinya struktur sosial suatu masyarakat. Mari kita simak penjelasan Skema AGIL berikut ini :

(1). Adaptation (Adaptasi), suatu sistem dapat menyesuaikan dengan setiap keadaan utama menyesuaikan dengan kebutuhan lingkungan.

“Adaptasi” diinterpretasi sebagai organisme perilaku sebagai sistem tindakan yang melaksanakan fungsi adaptasi atau fungsi penyesuaian diri dengan mengubah lingkungan ekternal.

Fungsi adaptasi diimperatifkan ke dalam sub sistem ekonomi sebagai bagian yang memenuhi keperluan tenaga kerja, produksi, dan alokasi. Melalui pranata ekonomi memungkinkan masyarakat memenuhi kebutuhan menanggapi lingkungan eksternal. (2). Goal Attainment (Pencapaian Tujuan), suatu sistem dapat mendefinisikan tujuan

utama.

“Pencapaian Tujuan” diinterpretasi sebagai sistem keperibadian, pelaksana fungsi pencapaian tujuan dengan menetapkan tujuan sistem melalui mobilisasi sumber daya untuk pencapaian tujuan.

Fungsi pencapaian tujuan dilaksanakan melalui sub sistem politik. Sistem pemerintah berperan sebagai operator sekaligus regulator dalam memobilisasi warganegara mencapai tujuan negara.

(3). Integration (Integrasi), suatu sistem dapat mengatur hubungan antar komponen. “Integrasi” diinterpretasi sebagai sistem sosial, yang berfungsi menanggulangi atau mengendalikan bagian-bagian yang menjadi komponennya.

(6)

Fungsi integrasi atau sistem sosial mencakup seluruh fungsi masyarakat, yaitu suatu kolektif yang relatif memenuhi kebutuhan secara mandiri.

(4). Latency (Pemeliharaan Pola), suatu sistem memiliki kemampuan memelihara dan memperbaiki diri, berupa motivasi individu dan keberadaan kebudayaan sebagai medium bekerjanya motivasi.

“Pemeliharaan Pola” diinterpretasi sebagai sistem kultural yang melaksanakan fungsi pemeliharaan pola dengan menyediakan aturan normatif yang memotivasi individu untuk melaksanakan tindakan.

Fungsi laten diberlangsungkan melalui sistem fiduciari. Sistem ini kita kenali sebagai pranata yang membekali individu dengan pengetahuan menyangkut nilai-nilai dan norma-norma masyarakat. Melalui institusi keluarga dan sekolah, pranata ini menyediakan sarana sosialiasi dan internalisasi sistem simbol yang terpola yang menjadi orientasi bertindak bagi masyarakat.

L

LATENCY

Sistem Kultural (Sistem Fiduciari)

I

INTEGRATION

Sistem Sosial (Sistem Kemasyarakatan)

A

ADAPTATION Organisme Perilaku (Sistem Ekonomi)

G

GOAL ATTAINMENT

Sistem Keperibadian (Sistem Pemerintahan)

Gambar 1: Skema AGIL (struktur sistem tindakan umum dengan subsistem fungsionalnya)

Fungsionalisme Struktural Parsonian ini memusatkan perhatian pada fungsi dari satu struktur sosial atau fungsi dari satu institusi sosial saja. Determinisme kebudayaan menjadi kelemahan teori ini, manakala Parson lebih menekankan pada fungsi sentral latency sebagai kekuatan utama yang mengikat seluruh tatatan sistem tindakan individu. Perlu dipahami bahwa asumsi fungsional struktural berpijak pada keterpaduan atau kesetaraan pada semua tingkat analisanya menyangkut ke-empat aspek sistem. Tindakan agen atau aktor senantiasa mempertimbangkan keberadaan dari empat fungsi struktur tindakan. Sebagai deskripsinya; ketika sistem keperibadian (personalitas) bertindak, perilakunya senantiasa dikontrol atau mempertimbangkan sistem kulturalnya – personalitas turut pula mempertimbangkan kebutuhan integritas dari komunitasnya – dan keperluan integrasi menjadi prasyarat bagi sistem politik untuk memenuhi harapan maupun tuntutan masyarakat. Pada kenyataannya tindakan personal seseorang tidak berlaku pasif, aktor senantiasa menginterpretasi dinamika sistem lantas mengantisipasi sistem dengan

(7)

mengadakan modifikasi pada perilakunya hingga mendorong munculnya motivasi yang dianggap perlu.

Fakta-Fakta Sosial. Individu adalah aktor yang aktif menterjemahkan lingkungan internal

dan ekternalnya dan mewujudkannya ke dalam praktik sosial yang diperbaharui terus-menerus mengikuti informasi terbaru yang pada gilirannya melalui kontinuitas perilaku tersebut turut merubah tatanan struktur fungsi dari sistem sosial. Berpedoman pada “fakta sosial” manusia dapat mempolakan perilakunya merujuk pada aturan baku yang diidealisasikan masyarakatnya. Emile Durkheim menyebut gejala fakta sosial sebagai kekuatan (forces) dan struktur yang bersifat eksternal dan memaksa individu (Durkheim dalam The Rules of Sociological Methode, dalam Ritzer & Goodman, 2007:21). Fakta sosial material berisikan aturan dalam pranata birokrasi dan hukum – dan fakta sosial imaterial bersumber pada kebudayaan dan institusi sosial. Menyambung pada Skema AGIL – Parson, tindakan individu bukanlah suatu perilaku yang dilakukan berlandas pada alasan peribadi melainkan berpijak pada kebutuhan individu untuk bersikap merujuk pada aturan ke-empat fungsi tindakan. Menjadi terang bagi kita jika rasionalisasi tindakan personal bersumber pada rasionalisasi struktur sistem sosialnya atau dalam istilah Durkheim, berpedoman pada fakta sosial. Sebagai ilustrasi yang cukup baik, Bunuh diri (suicide) yang dilakukan seseorang disebabkan oleh adanya fakta sosial yang memaksa pelaku untuk mengakhiri kehidupannya di dunia. Rasionaliasi bunuh diri bukan berpijak pada pilihan personal melainkan masyarakatlah yang menentukan pelaku untuk mengakhiri hidup.

Teori Pertukaran Sosial

Migo bukan pacar yang baik bagi Meena. Masa berpacaran mereka telah berlangsung sejak memasuki sekolah menengah atas hingga kini mereka menjelang wisuda. Anin sebagai sahabat Meena menilai Migo sebagai pacar yang tidak bisa diandalkan dan kerap membuat Meena menangis ketika Migo kembali masuk tahanan karena tertangkap berjualan narkoba. Meena dapat dengan mudah menemukan pacar baru, seandainya ia mau.

Teori Pertukaran Sosial atau SET (Social Exchange Theory), mendasarkan konsepnya pada terjalinnya hubungan antar individu dalam konteks ekonomi dan menggunakan istilah pengorbanan dan penghargaan yang kelak didapat ketika individu tersebut melanjutkan hubungan. Pengorbanan atau costs didefinisikan sebagai elemen dari suatu hubungan yang memiliki nilai negatip bagi seseorang. Implementasinya dapat berupa perasaan negatip seperti rasa sedih, tertekan, sebagaimana diperlihatkan Meena. Penghargaan atau rewards adalah elemen dalam suatu hubungan yang bersifat positip. Teori SET mendeskripsikan

(8)

realitas hubungan antar manusia menempatkan elemen pengorbanan dan penghargaan sebagai sesuatu yang perlu dipertimbangkan (Monge & Contarctor dalam West & Turner, 2008:216). Teori ini merumuskan temuan penelitiannya dengan menyimpulkan konsep nilai (worth) dari suatu hubungan akan mempengaruhi hasil akhir (outcome), yaitu interaksi dapat terus berlangsung sebagai hasil positip atau nilai negatipnya jika hubungan berakhir.

Dalam Interpersonal Communication: The Social Exchange Approach, Michael Roloff (dalam West & Turner, 2008:217), menurunkan teori menyangkut “dorongan yang menuntun terjalinnya interaksi interpersonal oleh adanya kepentingan peribadi dari kedua belah pihak”. Kepentingan peribadi ini tidak dapat dipadankan dengan nilai negatif melainkan nilai positip yang dapat meningkatkan kualitas hubungan.

Struktur Pertukaran. Pertukaran dapat berlangsung melalalui pertukaran langsung,

pertukaran tergeneralisasi, dan pertukaran produktif. Mengacu pada sifat pertukaran yang pertama yaitu direct exchange (pertukaran langsung), timbal balik berlangsung pada pelaku yang saling berinteraksi. Melalui contoh kasus Migo dan Meena, pertukaran langsung didefinisikan ke dalam situasi manakala Migo memerlukan bantuan Meena dan Meena langsung membalas memberikan bantuan. Hal yang sama akan dilakukan Migo suatu hari nanti, untuk ‘mengembalikan’ bantuan yang pernah diterima dari Meena.

Generalized exchange (pertukaran tergeneralisir), jenis pertukaran ini mencakup keadaan

timbal balik yang tidak langsung. Dicontohkan, ketika kita diberikan kesempatan untuk duduk di dalam busway yang penuh sesak, maka orang yang merelakan bangkunya untuk kita tempati kelak akan mendapatkan kesempatan yang sama dari orang yang berbeda.

Productive exchange (pertukaran produktif), dalam jenis pertukaran ini kedua pihak

bersama-sama melakukan pengorbanan untuk suatu kegiatan yang pada akhir kegiatan keduanya akan mendapatkan penghargaan secara bersamaan.

Perilaku Sosial. Teori Pertukaran Sosial berakar pada behaviorisme dalam kajian Psikologi

yang kemudian dikembangkan Sosiologi. Teori ini identik dengan George Homans yang membangun preposisi untuk menerangkan fenomena individu di dalam masyarakat. Preposisi yang dikembangkan merujuk pada riset psikologi yang kemudian digunakan Sosiologi untuk mengkaji hubungan antara pengaruh perilaku seorang individu terhadap lingkungan dan dampak lingkungan terhadap perilaku individu (Bushell & Burgess, 1969; Baldwin & Baldwin, 1986, dalam Rotzer & Goodman, 2008:356). Perilaku seseorang dapat ditelusuri dalam konteks sejarah masa lalu orang tersebut.

Simak ilustrasi berikut ini; perilaku seseorang dilatari oleh lingkungan sosial atau fisik sebagai wahana berlangsungnya proses penajaman perilaku positip, negatip, atau netral. Di

(9)

masa depan, ketika diperlukan maka akan dimunculkan reaksi berupa perilaku yang sejenis, apabila perilaku menimbulkan reaksi menyenangkan besar kemungkinan perilaku senada akan diulang – ketika reaksi dari perilaku memunculkan keadaan menyakitkan kecil peluang bagi perilaku tersebut dimunculkan di masa depan.

George Homans membangun proposisi fundamental dalam Teori Pertukaran Sosial, yaitu:

Pertama, proposisi sukses. Ketika tindakan yang dilakukan seseorang mendapatkan

tanggapan positip dari orang lain, maka tindakan yang sama akan dilakukan kembali di kemudian hari.

Kedua, proposisi stimulus. Dorongan tertentu atau sekumpulan dorongan telah

menyebabkan suatu tindakan akan memperoleh hadiah.

Ketiga, proposisi nilai. Proposisi ketiga ini merupakan penggabungan dari kedua proposisi

sebelumnya yang dapat kita definisikan sebagai proposisi rasional.

Keempat, proposisi deprivasi-satiasi. Ketika seseorang bertindak positip dan mendatangkan

ganjaran maka akan ganjaran yang diterima pada perilaku positip sebelumnya semakin kehilangan maknanya.

Kelima, proposisi persetujuan-perlawanan. Ketika perilaku seseorang idealnya memperoleh

tanggapan positip namun justru terjadi sebaliknya, maka individu tersebut akan bertindak negatip (reaktif, melawan, marah). Namun hal ini keadaan terakhir ini dianggap bernilai bagi pelaku.

Teori Interaksi Simbolik

Mellisa kini tinggal di asrama yang difasilitasi universitas tempatnya ia menempuh pendidikan tinggi. Rekan sekamarnya adalah Aryati yang berasal dari Klaten dan Hermina, gadis asal Lampung. Satu bulan sudah mereka bertiga melalui masa awal studi di perguruan tinggi. Mellisa sedikit khawatir jika ia tidak bisa akrab dengan teman sekamarnya, namun dugaan ini dapat ditepis jika Mellisa bisa menjalin keakraban dengan Hermina. Kesamaan etnis asal Sumatera yang menjadikan alasan Mellisa selaku putra daerah Bangka Belitung untuk merasa dekat dengan Hermina dibanding kepada Aryati.

“Simbol” sebagai label arbitrer atau representasi dari fenomena menjadi konsep yang membentuk Teori Interaksi Simbolik, di mana suatu interaksi sosial di mungkinkan terjadi manakala pihak-pihak yang saling berkomunikasi menggunakan simbol yang disepakati

(10)

bersama. Dalam kasus di atas, Mellisa dapat berkomunikasi efektif dengan Hermina oleh sebab dimilikinya simbol yang sama, yaitu kesamaan suku bangsa.

Teori Interaksi Simbolik (Symbolic Interaction Theory atau SI) merupakan kerangka berpikir yang dikembangkan George Herbet Mead melalui “Mind, Self, Society; From The Stand

Point of The Social Behaviorist”, ia merumuskan diperlukannya simbol sebagai mekanisme

yang dapat dipergunakan di dalam aktifitas berkomunikasi. Teori ini melengkapi teori-teori sosial sebelumnya dalam mengkaji interaksi antar manusia. Melalui hipotesanya teori ini menjembatani konsep interaksi antar individu dan kekuatan sosial yang melatari terjalinnya interaksi sosial. Asumsinya, suatu hubungan antar manusia dapat dimaknai manakala hubungan itu berlangsung melalui interaksi sosial yang menjadi prasarana manusia mengembangkan dunia sosialnya.

Meminjam uraian LaRossa dan Reitzes (dalam West & Turner, 2007:98), pemikiran Mead memuat tiga asumsi :

Pertama, pentingnya makna bagi individu. Kedua, pentingnya konsep diri.

Ketiga, hubungan antara individu dengan masyarakat.

Penjelasan pertama. Makna – Individu adalah pencipta makna, dan melalui kegiatan komunikasi berbagai simbol ditebarkan dan akan memuat makna simbolik ketika peserta komunikasi saling menginterpretasi. Kesamaan makna memungkinkan berlangsungnya kegiatan komunikasi.

Penjelasan kedua. Manusia bertindak terhadap manusia lain mengacu pada makna yang diberikan orang lain kepada mereka – pernyataan ini menitik beratkan pada adanya makna di balik perilaku yang perlu diinterpretasi untuk dapat dipahami artinya.

Penjelasan ketiga. Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia – makna dapat memuat arti sama manakala terdapat individu-individu memiliki interpretasi seragam menyangkut simbol yang dipertukarkan dalam aktifitas komunikasi.

Konsep diri. Self concept dibentuk melalui proses sosialisasi. Konsep diri atau proses

mental sangat penting bagi manusia dalam kaitannya sebagai pedoman yang dapat dipergunakan dalam berinteraksi dengan manusia lain. “konsep diri” didefinisikan sebagai seperangkat persepsi yang relatif stabil yang diyakini oleh seseorang mengenai dirinya sendiri. Melalui perangkat konsep diri, seseorang pada aktifitas sosialnya akan memiliki keterampilan untuk mengambil peranan (role taking).

(11)

Definisi Sosial. Teori Interaksi Simbolik atau interaksionisme simbolik berakar pada

orientasi paradigma definisi sosial. Dasar pemikirannya adalah, dalam kenyataan interaksi antar sesama manusia memerlukan konsep definisi sosial sebagai alat yang dapat dipergunakan individu untuk mendefinisikan situasi subyektif maupun objektif lingkungan sosial dan fisiknya. Interaksi sosial tanpa melibatkan definisi sosial akan menyulitkan manusia, oleh sebab manusia memerlukan aktifitas menafsirkan realitas dunia sebagai bahan membentuk realitas kehidupan.

Interelasi Pendekatan Sosiologis Terhadap Studi Komunikasi Teori Fungsional Struktural – Paradigma Fakta Sosial

keberadaan media massa melalui sistem media cetak, elektronik, tradisional, maupun teknologi baru menciptakan karakter fungsional bagi masyarakat. Merujuk pada Hedebro (dalam Sutaryo, 2005:16), media massa memiliki kekuatan untuk memproduksi dan mereproduksi pesan yang diperlukan dalam kehidupan organis struktur sosial. Dalam Konsep AGIL – Parson, terang diuraikan jika perilaku personal individu semata dihadirkan dengan berpijak pada komponen pembentuk struktur sistem. Di mana komunikasi berfungsi sebagai fungsi informatif, regulatif, persuasif, dan integratif yang menjadi wahana bagi manusia mendefinisikan status dan peran merujuk pada kebutuhan sistem sosialnya.

Teori Pertukaran Sosial – Paradigma Perilaku Sosial

Konsep dasar pertukaran sosial adalah azas saling manfaat jika diinteraksikan dengan konteks komunikasi massa maka teori ini dapat menterjemahkan realitas menyangkut hubungan antara media massa dengan khalayak berlangsung dalam rujukan nilai positip maupun nilai negatip.

Teori Interaksi Simbolik – Paradigma Definisi Sosial

Media massa selaku agen produksi budaya, memiliki kemampuan dalam menginternalisasi pesan-pesan merujuk pada satu kepentingan. Merujuk pada fungsinya yang demikian, proses transformasi pengetahuan yang direfleksikan melalui sistem simbol melalui isi pesan media menjadi sarana dalam pembentukkan konsep diri bagi masyarakat selaku pihak yang mengkonsumsi media.

(12)

Daftar Pustaka

Ritzer, Goerge, dan Douglas J. Goodman

2007 Teori Sosiologi Modern, Edisi Keenam, Jakarta: Penerbit Prenada Media Group.

Sutaryo

2005 Sosiologi Komunikasi. Yogyakarta: Penerbit Arti Bumi Intaran.

West, Richard, dan Lynn H. Turner.

2008 Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi, Edisi Ketiga, Jakarta: Penerbit

Gambar

Gambar 1:  Skema AGIL (struktur sistem tindakan umum dengan  subsistem fungsionalnya)

Referensi

Dokumen terkait

Masalah pokok yang dibahas adalah: Bagaimanakah proses penambangan pasir yang dilakukan di Desa Cikeusik Kecamatan Sukahaji Kabupaten Majalengka dan bagaimanakah dampak positif

Data data hasil perhitungan diatas digunakan untuk menghitung besar tegangan pada ujung beban dan tegangan pengiriman, besar jatuh tegangan, rugi daya pada kawat

For the adjusted analyses, complete information about duration of exclusive breastfeeding, infectious diseases, and all confounders until the age of 6 months was available for

Universitas Negeri

3.4 Mengenal teks cerita diri atau personal tentang keberadaan keluarga dengan bantuan guru atau teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi dengan kosakata

Dari hasil FGD yang dilaksanakan oleh IDI, diusulkan sistem Remunerasi untuk Dokter dengan Metode 3P yang meliputi 3 komponen, yaitu : Pay for Position, Pay for Performance dan

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas dengan makna hedonisme merupakan aktivitas yang paling menonjol dilakukan oleh penghuni perumahan pada kelompok

Today, Heat Maps service provides the following data: traffic data for any road segment aggregated in one-hour time intervals and available in real-time..