• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAPAN KAWIN? Ringgo Agus Rahman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAPAN KAWIN? Ringgo Agus Rahman"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KAPAN KAWIN?

Tentunya kita masih ingat dialog iklan sebuah merk rokok yang dibintangi oleh Ringgo Agus Rahman beberapa waktu lalu. Dialognya kira-kira begini: ―Kapan kawin?‖ tanya seorang ibu pada Ringgo. ―May,‖ jawab Ringgo yang terdengar berbunyi ‗Mei‘. ―Oh, Ringgo mau kawin bulan Mei,‖ ujar sang Ibu. Ringgo pun dengan cepat melanjutkan, ―Maybe yes, Maybe no.‖

Kawin. Menikah. Berumah tangga. Married. Atau apalah sebutannya, suatu saat pastilah akan dialami atau setidaknya diinginkan oleh hampir setiap orang di seluruh dunia. Hanya masalah waktu alias kapan hal itu akan terlaksana saja yang berbeda-beda karena setiap orang punya target atau rencana sendiri-sendiri. Misalnya, si A setelah mencapai umur sekian. Si B kalau sudah mapan. Atau Si C bila sudah ketemu pasangan yang cocok. Hmm… saya banget, tuh….

(2)

Menikah dan pasangan adalah dua hal yang saling berkaitan. Bila hendak menikah, pastilah harus ada pasangannya. Bila sudah punya pasangan, barulah bisa menikah. Tapi, terkadang sudah ada pasangan pun, belum tentu bisa menikah. Alasannya bisa macam-macam: belum siap, tidak cocok, kurang sreg, atau malah bukan jodohnya (?) dan banyak lagi. Apalagi yang belum punya pasangan. Hmm….lagi-lagi saya banget….

―Kapan kawin, Jeng?‖ Pertanyaan itu acapkali membuat saya jengah, gerah, bahkan marah. Dulu, tujuh tahun lalu, ketika saya punya pasangan hingga lima tahun kemudian, saat ditanya kapan kawin, saya masih bisa memberikan jawaban seperti: masih ingin saling menjajaki dulu, ingin saling lebih mengenal lagi, dan bla….bla….bla…. Tapi, sekarang? Sudah pasangan tidak punya, eh, ditanya terus kapan kawin. Mau kawin sama siapa?

―Makanya buruan cari pacar lagi,‖ Anjuran itu kadang juga membuat telinga saya panas. Bukan saya tidak mau cari pacar lagi, bukan pula saya

(3)

trauma dengan kegagalan hubungan saya terdahulu, melainkan sampai sekarang saya belum menemukan calon pasangan yang tepat. Bukan karena saya pilih (meskipun disadari atau tidak, saya jadi pilih-pilih), melainkan lebih karena saya belum merasa jatuh cinta lagi (dan malangnya, saya adalah tipe perempuan yang sulit untuk jatuh cinta).

―Ah, cinta kan bisa belakangan. Yang penting kawin dulu,‖ Teman saya pernah berujar. ―No way,‖ Saya tidak sependapat. Meskipun ada pepatah yang mengatakan witing tresno jalaran soko kulino atau cinta tumbuh karena terbiasa dan saya percaya ada cinta yang seperti itu, tapi kalau menikah tanpa dilandasi rasa cinta yang erat kaitannya dengan rasa ikhlas, pasti rasanya tidak nyaman.

Coba bayangkan. Setiap hari kita akan tinggal satu atap dengannya. Setiap hari kita akan tidur satu ranjang dengannya. Dan bukan tidak mungkin sewaktu-waktu kita akan diminta bercinta dengannya. Nah, kalau semua itu kita jalani dan lakukan tanpa adanya rasa cinta dan ikhlas, bagaimana rasanya?

(4)

Tidak nyaman, kan? Lain halnya bila semua itu kita jalani dan lakukan dengan rasa cinta dan ikhlas. Hmm, rasanya dunia hanya milik berdua. Iya, kan?

―Kok kamu santai banget, Jeng. Ingat umur, lho. Apa kamu tidak kepingin punya anak yang lucu-lucu?‖ That was damn question for me. Hiks, rasanya saya ingin menangis. Bukan saya meratapi nasib masih jomblo di usia yang enam belas bulan lagi akan menginjak kepala tiga, melainkan saya gemas dan geram dengan omongan seperti itu karena kesannya bila saya tidak cepat-cepat menikah dan segera punya anak, maka hidup saya akan hancur. Aaarrgghhhh.

What the h*ll.

So? Tentu saja saya ingin menikah. Saya juga

ingin punya anak-anak yang lucu-lucu. Tapi, bila saya belum menemukan qualified partner, apa saya harus memaksakan diri untuk melepas masa lajang hanya demi memiliki status menikah di KTP? Memang saya kadang merasa tidak enak hati bahkan merasa bersalah pada keluarga saya, terutama nenek saya, tapi apa perasaan saya akan lebih baik bila saya

(5)

memberikan mereka menantu yang asal menantu? Lagipula, yang akan menjalani kehidupan pernikahan kan saya, jadi wajar kan bila saya tidak ingin gegabah dalam mengambil keputusan untuk melakukan hal yang semoga hanya sekali saja terjadi seumur hidup saya?

―Jadi, kapan kawin, nih?‖ Pertanyaan itu mengusik saya untuk kesekian kalinya. Saya yang sudah kehabisan tenaga untuk mendebat pertanyaan itu, saya yang sudah capek untuk marah-marah, saya yang sudah bosan dengan pertanyaan itu sendiri, akhirnya menemukan jawaban yang (semoga) tepat. Yaitu: ―Insyaallah, secepatnya. Doakan, ya?‖ yang saya ucapkan sambil tersenyum manis.

Hasilnya? Mereka pun akan menjawab. ―Aku doakan, deh,‖ Dan karena dipanjatkan oleh orang banyak, semoga itu menjadi doa yang akan dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, secepatnya. Amin.

(6)

TENTANG SESEORANG, PROSES,

DAN RP. 75.000

First experience is unforgettable moment alias

pengalaman pertama adalah momen tak terlupakan. Misalnya: jatuh cinta, patah hati, ciuman, dan masih banyak lagi pengalaman pertama yang lain. Tapi, apa yang akan saya ceritakan di sini adalah pengalaman ketika tulisan saya dimuat pertama kali, bagaimana prosesnya, dan hasilnya.

Ketertarikan saya pada tulis-menulis berawal ketika saya membaca tulisan seorang teman. Saat itu saya masih duduk di bangku SMP kelas 1. Setelah membaca tulisannya, saya berpikir: teman saya bisa menulis, kenapa saya tidak? Lalu, saya pun mencoba menulis—awalnya hanya untuk konsumsi pribadi, tapi kemudian saya memberanikan diri untuk mengirimkan tulisan saya yang berupa cerpen ke majalah—dan makin suka menulis ketika salah satu cerpen saya berhasil dimuat di majalah. Sebuah

(7)

cerpen saya yang berjudul ―Maafkan Aku Bila Mencintaimu‖ dimuat di Majalah ANITA Cemerlang/10/Tahun XXI/26 Mei – 08 Juni 2000 (sayangnya, majalah ini sudah tidak terbit lagi sekarang). Ada cerpen saya di majalah artinya saya sudah bisa disebut penulis, kan? Hehehe. Rasanya senang sekali.

Nah, beberapa waktu lalu saya membaca lagi cerpen tersebut dan itu mengingatkan saya tentang beberapa hal yang berhubungan dengannya, seperti:

Tentang Seseorang

Jujur saja, cerpen tersebut ‗lahir‘ ketika saya jatuh hati pada seseorang itu. Dari judulnya saja pembaca pasti sudah bisa menebak-nebak apa isi dari cerpen tersebut. Yup, benar sekali. Tentang cinta tak berbalas karena yang dicintai ternyata telah memiliki cinta yang lain. Begitulah yang saya alami. Saya mencintai seseorang yang telah mencintai seseorang yang lain. Rasanya tidak menyenangkan, ternyata. Tapi, saya harus berterima kasih pada seseorang itu

(8)

karena dia telah memberi saya inspirasi untuk membuat cerpen tersebut.

Dan kalau ingatan saya benar, seseorang itu saya berikan kesempatan untuk membaca cerpen itu dan atau malah saya beri gratis majalah edisi tersebut. Tapi, saya lupa bagaimana reaksinya. Hehehe.

Tentang Proses

Proses pembuatan cerpen itu tidaklah lama, hanya beberapa hari saja. Mungkin karena cerpen itu adalah curahan hati saya, maka rasanya mudah saja bagi saya untuk menuliskannya. Awalnya saya tidak berniat untuk mempublikasikan cerpen itu, tapi karena pada masa-masa itu saya sering membaca majalah ANITA Cemerlang yang isinya nyaris cerpen semua, akhirnya saya coba mengirimkannya.

Dan perjuangan pun dimulai. Cerpen yang semula saya tulis tangan di buku tulis, mau tidak mau harus saya salin ke dalam bentuk ketikan rapi di lembaran kertas hvs (sesuai kriteria pengiriman naskah). Tapi, berhubung saat itu saya belum memiliki komputer dan di daerah saya tinggal belum

(9)

ada rental komputer, maka saya harus mengetiknya dengan mesin ketik manual. Tapi, karena saya tidak memiliki mesin ketik manual, maka saya pun meminjamnya dari tetangga.

Perjuangan saya tidak berhenti sampai di situ karena setelah itu barulah perjuangan yang sesungguhnya dimulai. Ternyata mengetik dengan mesin ketik manual itu sulit. Bayangkan saja. Bila kita mengetik dengan komputer, jika terjadi salah ketik, kita dengan mudah bisa memperbaikinya hanya dengan mengoperasikan tombol delete sebelum hasil ketikan dicetak. Tapi, bila kita mengetik dengan mesin ketik manual, jika terjadi salah ketik, maka kita mesti mengganti kertasnya dan mengetik ulang. Karena bila yang salah ketik itu kita hapus dengan tipe-ex atau sejenisnya, maka hasilnya sungguh akan tidak rapi dan tidak nyaman dibaca. Saya mengalami semua itu. Salah ketik. Ganti kertas. Berulang-ulang. Baru setelah mencoba berkali-kali, akhirnya ketikan yang rapi berhasil saya dapatkan sehingga naskah cerpen tersebut siap dikirimkan.

(10)

Tentang Rp. 75.000

Rp. 75.000 adalah besarnya honor cerpen tersebut. Jumlah yang pastinya sedikit sekali bila dibandingkan dengan honor cerpen saat ini yang bisa mencapai 4x atau bahkan 10x lipat. Saya perlu waktu kurang lebih 1 tahun untuk melihat cerpen itu akhirnya lolos seleksi alias dimuat. Waktu yang— menurut saya—terlalu lama untuk memutuskan apakah sebuah cerpen layak dimuat atau tidak, tapi kalau setiap hari redaksi menerima ratusan cerpen, wajar juga sih.

Namun begitu, saya tetap merasa senang dan bangga. Apalagi cerpen itu ternyata menjadi cerpen utama pada edisi tersebut. Sehingga Rp. 75.000 mendadak terasa seperti Rp. 75.000.000. Padahal sampai detik ini, saya belum pernah memegang apalagi menerima uang sejumlah itu. Semoga suatu saat nanti saya berkesempatan memilikinya. Amin. Hehehe.

Referensi

Dokumen terkait

“Saya pilih Program studi TIP karena ingin mendapatkan pengembangan ilmu yang lebih luas, tidak hanya spesifik dalam suatu bidang yang pernah saya pelajari. Latar belakang bidang

“Nenek Lampir, seharusnya kamu bersyukur duduk di samping aku, lihat tadi banyak yang minta duduk sama aku, jadi kamu berterima kasih sama aku karena aku sudah mau duduk sama

Prinsip kerja dari sistem ini adalah ketika terjadi suatu yang abnormal di dalam rumah baik itu kemalingan maupun asap yang tidak wajar, ada api, dan suhu

Demikian surat pernyataan ini saya buat dan saya tandatangani dalam keadaaan sadar dan sehat jasmani maupun rohani saya, dan tanpa tekanan atau paksaan dari siapapun

Penguji Berkualifikasi harus menyampaikan Laporan Hasil Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) kepada Tenaga Ahli paling lama 10 (sepuluh)

Percobaan ini diberi nama Crazy Mixer karena akan dilakukan eksplorasi gerak pada medium dan surface tanpa batas dengan menggunakan material berupa sebuah pengaduk dalam medium

Dengan asumsi variabel usia dianggap tetap, penilaian kepuasan dengan menyatakan puas kode (0) maka mahasiswa yang menyatakan puas akan berada di kelompok program reguler

keseluruhan responden berpengetahuan cukup sebanyak 30 responden (100%). Persamaan dengan penelitian diatas adalah tujuan penelitian, variabel penelitian, teknik pengambilan