• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

197 BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Pola pergerakan dalam mengakses halte dibagi menjadi 2 (dua) kasus yaitu pola pergerakan mengakses halte pada kasus halte didalam kota dan pola pergerakan mengakses halte diluar kota, berikut pola pergerakan masing-masing kasus :

a. Pola pergerakan dalam mengakses halte pada kasus halte dalam kota, yaitu : 1) Pola I Berjalan kaki, untuk mengakses halte di dalam kota dengan

berjalan kaki terdapat beberapa alasan yaitu sekedar untuk berolahraga, tidak memiliki kendaraan untuk digunakan menuju halte, tidak memiliki keberanian dan kemampuan untuk mengendarai sepeda motor, ketidaktersediaan tempat penitipan atau tempat parkir kendaraan bermotor yang aman di sekitar halte yang diakses, untuk menghemat pengeluaran uang dan keterpaksaan berjalan kaki menuju halte karena tidak ada pengantar dari rumah ke halte.

2) Pola II Berkendaraan diantarkan, untuk mengakses halte di dalam kota dengan berkendaraan diantarkan terdapat beberapa alasan yaitu tidak dapat mengendarai sepeda motor, ada pengantar, tidak memiliki kendaraan pribadi, tidak ada penitipan sepeda motor disekitar halte dan tidak diperbolehkan keluarga berjalan kaki menuju halte.

b. Pola pergerakan dalam mengakses halte pada kasus halte luar kota, yaitu : 1) Pola I Berjalan kaki, untuk mengakses halte di luar kota dengan berjalan

kaki terdapat beberapa alasan yaitu tidak memiliki kendaraan untuk digunakan menuju halte, tidak memiliki kemampuan untuk mengendarai kendaraan bermotor, penitipan sepeda motor tidak selalu ada di dekat halte luar kota dan jarak berjalan menuju halte tidak lebih dari 1 KM.

(2)

198 2) Pola II Berkendaraan diantarkan, untuk mengakses halte di luar kota dengan berkendaraan diantarkan terdapat beberapa alasan yaitu jarak menuju halte cukup jauh (> 1KM), tidak dapat mengendarai sepeda motor, ada pengantar, tidak memiliki kendaraan pribadi, tidak di semua halte ada penitipan sepeda motor dan tidak diperbolehkan keluarga berjalan kaki menuju halte.

3) Pola III Bersepeda motor sendiri, untuk mengakses halte di luar kota dengan bersepeda motor sendiri terdapat beberapa alasan yaitu jarak menuju halte cukup jauh (> 1 KM), tidak berani mengendarai sepeda motor untuk jarak jauh, ingin jalan – jalan keliling kota dengan Trans Jogja, malas naik kendaraan di dalam kota dan malas terjebak macet di dalam kota.

4) Pola IV Naik angkutan umum, untuk mengakses halte di luar kota dengan naik angkutan umum terdapat beberapa alasan yaitu jarak menuju halte cukup jauh (>1 KM), tidak ada sepeda motor, tidak dapat mengendarai kendaraan bermotor, ingin jalan – jalan keliling kota dengan Trans Jogja, malas naik kendaraan di dalam kota dan malas terjebak macet di dalam kota.

2. Faktor – faktor yang mempengaruhi pola pergerakan mengakses halte dibedakan menjadi 2 (dua) kasus yaitu faktor yang mempengaruhi pola pergerakan mengakses halte pada kasus halte di dalam kota dan faktor yang mempengaruhi pola pergerakan mengakses halte di luar kota, berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pola pergerakan masing-masing kasus :

a. Faktor yang mempengaruhi pola pergerakan penumpang dalam mengakses halte pada kasus halte dalam kota :

1) Usia.

Perbedaan kondisi fisik orang tua dan muda sangat terlihat jelas. Kondisi fisik memberi pengaruh pada perilaku dan kebiasaan seseorang. Orang tua lebih lemah fisiknya daripada orang muda. Orang tua lebih cepat lelah dibandingkan orang muda bila berjalan kaki cukup jauh sehingga cenderung malas berjalan kaki apalagi bila jarak halte cukup jauh.

(3)

199 2) Kemampuan mengendarai kendaraan bermotor.

Seseorang yang mampu mengendarai kendaraan bermotor apalagi memiliki kendaraan bermotor cenderung lebih malas untuk bersusah payah berjalan kaki dan lebih suka mengendarai kendaraan.

3) Kepemilikan kendaraan pribadi.

Kendaraan pribadi dirasakan lebih nyaman daripada angkutan umum. Kendaraan pribadi lebih private daripada angkutan umum.

4) Maksud perjalanan.

Saat hendak melakukan perjalanan untuk maksud / tujuan yang membutuhkan ketepatan waktu seseorang harus memperhatikan waktu yang diperlukan untuk sampai di tempat tujuan supaya tidak terlambat. Saat maksud / tujuan perjalanan yang dilakukan tidak membutuhkan ketepatan waktu, waktu yang diperlukan untuk sampai di tempat tujuan lebih fleksibel

5) Sisa waktu yang tersedia.

Sisa waktu yang singkat atau mepet untuk melakukan kegiatan yang membutuhkan ketepatan waktu mengharuskan seseorang untuk cepat sampai di tempat tujuan kegiatan. Waktu perjalanan seseorang dari asal (rumah) hingga tempat tujuan kegiatan atau sebaliknya meliputi waktu untuk mencapai kendaraan, waktu menunggu kendaraan (bila menggunakan angkutan umum), waktu di dalam kendaraan, serta waktu untuk mencapai tempat tujuan dari kendaraan.

6) Cuaca.

Hujan cenderung membuat penumpang enggan untuk berjalan kaki menuju halte karena malas dan takut terkena air hujan. Panas yang berlebihan juga membuat penumpang enggan untuk berjalan kaki menuju halte karena tidak suka kepanasan dan kegerahan.

7) Barang bawaan.

Barang yang berat lebih sulit dibawa. Saat membawa barang yang berat penumpang cenderung malas dan enggan bersusah payah membawa barang dengan berjalan kaki.

(4)

200 8) Jarak berjalan menuju halte.

Semakin jauh jarak berjalan untuk menuju halte, seseorang akan semakin merasa kecapean bila berjalan kaki. Sehingga membuat enggan untuk berjalan kaki menuju halte.

9) Keputusan untuk naik Trans Jogja.

Saat seseorang memutuskan naik Trans Jogja, maka penumpang tersebut harus siap menerima segala kemudahan / keuntungan maupun kesulitan / kerugian yang akan dihadapi bila naik Trans Jogja, termasuk harus berjalan untuk mencapai halte Trans Jogja.

10) Penggunaan payung.

Payung memberi rasa lebih nyaman saat berjalan kaki menuju halte baik saat cuaca panas maupun hujan. Saat cuaca panas, payung dapat memberikan kesejukan pada penggunanya sehingga tidak kepanasan. Saat cuaca hujan, payung dapat menghindarkan penggunanya dari basahnya air hujan yang turun. Namun terkadang penggunaan payung membuat ribet bagi sebagian penumpang sehingga malas menggunakan paying. Penggunaan payung menjadi faktor minor pada pola berjalan kaki.

11) Kendaraan yang digunakan untuk mengantar.

Pola kedua yaitu berkendaraan diantarkan sangat bergantung pada ada tidaknya kendaraan. Tanpa adanya kendaraan pola kedua tidak terbentuk. Kendaraan menjadi syarat utama terbentuknya pola kedua ini.

12) Pengantar yang mengantarkan ke halte.

Pola kedua yaitu berkendaraan diantarkan juga bergantung pada ada tidaknya pengantar. Tanpa adanya pengantar pola kedua tidak terbentuk. Pengantar juga menjadi syarat utama terbentuknya pola kedua ini.

13) Jenis kendaraan yang digunakan.

Saat menggunakan mobil, penumpang telah terlindungi dari panas maupun hujan, sementara saat menggunakan sepeda motor tidak. Saat menggunakan sepeda motor, penumpang masih harus memikirkan cara untuk melindungi diri dari panas maupun hujan.

(5)

201 b. Faktor yang mempengaruhi pola pergerakan penumpang dalam mengakses halte luar kota sama dengan faktor yang mempengaruhi pola pergerakan penumpang dalam mengakses halte dalam kota. Hanya satu faktor yang berbeda yaitu faktor angkutan umum yang beroperasi. Pada pola pergerakan penumpang untuk kasus dalam kota tidak terdapat faktor angkutan umum yang beroperasi. Hal ini dikarenakan di dalam kota tidak ada angkutan yang beroperasi hingga masuk perumahan atau perkantoran maupun guna lahan lain di dalam kota. Selain itu, penumpang yang mengakses halte dalam kota adalah masyarakat yang asal perjalanannya tidak jauh dari halte sehingga tidak perlu angkutan untuk mengakses halte dari asal perjalanannya. Sementara itu, pada kasus halte luar kota terdapat angkutan yang beroperasi hingga masuk perumahan atau jalan utama yang terdekat dari perumahan maupun guna lahan lainnya di luar kota, sehingga bila terpaksa naik angkutan menuju halte penumpang masih merasa nyaman berjalan kaki untuk menunggu angkutan.

3. Pada kedua kasus terdapat dua pola pergerakan yang sama yaitu pola pergerakan berjalan kaki dan berkendaraan diantarkan. Sementara itu pada kasus halte luar kota terdapat dua pola lagi yang tidak terdapat pada kasus halte dalam kota yaitu pola pergerakan bersepeda motor sendiri dan naik angkutan umum. Berikut perbandingan pola pergerakan yang terbentuk pada kasus halte dalam kota dan halte luar kota :

a. Pola pergerakan berjalan kaki yang terbentuk pada kasus halte dalam kota sama dengan pola pergerakan berjalan kaki yang terbentuk pada kasus halte luar kota, termasuk faktor – faktor yang mempengaruhinya. Hal ini dikarenakan pada kasus halte dalam kota dan halte luar kota pelaku pola pergerakan berjalan kaki merupakan masyarakat yang asal perjalannya masih berada di sekitar halte (± 1 KM) sehingga masih bersedia berjalan kaki menuju halte Trans Jogja.

b. Pola pergerakan berkendaraan diantarkan yang terbentuk pada kasus halte dalam kota dan halte luar kota memiliki sedikit perbedaan. Pada pola pergerakan berkendaraan diantarkan kasus halte dalam kota tidak terdapat

(6)

202 faktor angkutan yang beroperasi, sementara pada kasus halte luar kota terdapat faktor angkutan tersebut. Hal ini dikarenakan di dalam kota tidak ada angkutan yang beroperasi hingga masuk perumahan atau perkantoran maupun guna lahan lain di dalam kota. Selain itu, penumpang yang mengakses halte dalam kota adalah masyarakat yang asal perjalanannya tidak jauh dari halte sehingga tidak perlu angkutan untuk mengakses halte dari asal perjalanannya. Sementara itu, pada kasus halte luar kota terdapat angkutan yang beroperasi hingga masuk perumahan atau jalan utama yang terdekat dari perumahan maupun guna lahan lainnya di luar kota, sehingga bila terpaksa naik angkutan menuju halte penumpang masih merasa nyaman berjalan kaki untuk menunggu angkutan.

c. Pola pergerakan bersepeda motor sendiri pada kasus halte luar kota tidak terdapat pada kasus halte dalam kota. Hal ini dikarenakan di sekitar halte dalam kota tidak terdapat penitipan sepeda motor yang menarik penumpang untuk mengendarai sepeda motornya hingga halte dan selanjutnya naik Trans Jogja. Sementara itu, pada beberapa halte luar kota di sekitarnya terdapat usaha penitipan motor yang dapat dimanfaatkan penumpang Trans Jogja yang mengendarai sendiri sepeda motornya dan menitipkannya di tempat tersebut.

d. Pola pergerakan naik angkutan umum pada kasus halte luar kota tidak terdapat pada kasus halte dalam kota. Hal ini dikarenakan penumpang yang mengakses halte dalam kota adalah masyarakat yang asal perjalannya masih di sekitar halte dan tidak perlu angkutan umum untuk mengakses halte Trans Jogja.

1.2 Saran

1.2.1 Saran Kebijakan

Dengan diketahui bahwa terdapat beragam pola pergerakan penumpang dalam mengakses halte, diharapkan pemerintah dapat melakukan beberapa hal berikut:

(7)

203 1. Mengevaluasi jarak antar halte Trans Jogja dengan memperpendek jarak antar halte guna meningkatkan kenyamanan penumpang dalam mengakses Trans Jogja.

2. Mendesain jalur pejalan kaki yang nyaman dan teduh menuju halte Trans Jogja.

3. Melengakapi halte dengan fasilitas ruang drop off ataupun “kiss n ride”, dan fasilitas penitipan sepeda motor atau “park n ride”.

4. Menyediakan ruang untuk naik turun penumpang dari angkutan umum pada halte yang terintegrasi dengan jalur angkutan umum, sehingga keselamatan penumpang lebih terjamin.

1.2.2 Saran Penelitian

Dari penelitian ini ditemukan beberapa hal lain yang masih perlu diteliti dengan penelitian – penelitian lebih lanjut, antara lain:

1. Penelitian tentang pola pergerakan penumpang dalam mengakses halte Trans Jogja dengan bersepeda.

2. Penelitian tentang pola pergerakan yang dilakukan oleh penumpang penyandang cacat dalam mengakses halte Trans Jogja.

3. Penelitian tentang pola pergerakan penumpang dalam mengakses halte Trans Jogja dengan berjalan kaki saat membawa anak.

4. Penelitiam kuantitatif mengenai proporsi masing – masing pola pergerakan dalam mengakses halte Trans Jogja.

5. Penelitian kuantitatif menggunakan faktor – faktor yang dihasilkan dari penelitian ini sebagai variabel.

Referensi

Dokumen terkait

Nilai yang telah didapat dikelaskan dengan kalsifikasi usaha pengembangan objek wisata alam, maka kawasan air Riam Asam Telogah memiliki daya tarik areal yang bernila Baik (A)

Hasil selisih rerata pengukuran antara sebelum dan sesudah perlakuan dikandang sapi dan kontrol terhadap tingkat konsentrasi EM4 serta dilakukan pengulangan selama 5

metode kontrasepsi yang lain sampai hari ke-14 atau tidak.. melakukan

Rambutan (Nephelium lappaceum) mampu mengundang 8 jenis burung (merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier), cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster), cinenen jawa (Orthotomus

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat (PkM) yang dilakukan oleh dosen yang dilaksanakan di Kelurahan Sindang Barang, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, diharapkan

Cara Kerja Speedo Meter Analog dan Digital Bag.1.. Speedo meter yang saya maksud disini adalah panel meter yang terdapat di sepeda motor yang saat ini banyak beredar di pasaran.

Besar potensi air tanah di daerah penelitian dihitung berdasarkan besar debit infiltrasi yang merupakan jumlah air yang meresap ke dalam tanah yang dihtung melalui

Pada purnawirawan yang tidak mempersiapkan diri dengan baik dalam menghadapi pensiun, khususnya dalam hal keuangan, maka individu tersebut kerap kali merasakan