• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG DI KABUPATEN GARUT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG DI KABUPATEN GARUT."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Dede Rusliansyah 1102399

ABSTRAK

Peraturan daerah Jawa Barat No. 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelestarian dan Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Lindung menetapkan Situ Bagendit sebagai kawasan lindung, dengan maksud dan tujuannya adalah melindungi kawasan situ dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu kelestarian fungsi situ itu sendiri. Pemanfaatan pariwisata yang tidak terkendali di kawasan ini menyebabkan ruang-ruang di dalam kawasan menjadi tidak kondusif. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan solusi jalan tengah antara dua fungsi operasionalisasi Situ Bagendit sebagai kawasan lindung juga sebagai kawasan wisata. Penelitian ini merujuk teori tentang penataan ruang dari Wilson dan Piper (2010) yang mengangkat konsep penataan lahan proporsional untuk menyeimbangkan antara permintaan untuk pengembangan dengan kebutuhan untuk melindungi lingkungan demi mencapai tujuan secara sosial dan ekonomi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif serta analisis data menggunakan model Miles dan Huberman (1984) disempurnakan dengan analisis kesesuaian lahan untuk pengembangan kawasan wisata alam. Konsep ini membagi tiga area penataan, yaitu penataan ruang wisata pada area badan air Situ Bagendit, penataan ruang wisata pada area bagian-bagian tertentu sempadan Situ Bagendit, serta penataan ruang lindung pada bagian-bagian sempadan tertentu Situ Bagendit. Konsep ini menjadi solusi jalan tengah guna tetap memberikan kesempatan kepada penduduk sekitar berkegiatan ekonomi di dalam kawasan dengan tetap memperhatikan kesesuaian lahan juga perlindungan kawasan. Hal ini menjadi perhatian bagi pihak-pihak terkait terutama Pemprov Jawa Barat dan juga Pemkab Garut untuk betul-betul konsen dalam penyelenggaraan kawasan lindung yang dimanfaatkan menjadi kawasan wisata agar tetap terjaga fungsinya serta berkelanjutan.

(2)

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

AS NATURE TOURISM AREA BY PROTECTED AREAS FUNCTIONS IN GARUT DISTRICT

Dede Rusliansyah 1102399

ABSTRACT

West Java Regional Regulation No. 1 in 2013 on Guidelines for Conservation and Utilization Management of Protected Areas set Bagendit Lake as protected areas, with the intent and purpose is to protect the areas from activities that can interfere preservation of lake itself. Uncontrolled of tourism utilization in the area led to the spaces in there become not conducive. This research aims to provide a middle way solution between two operationalization functions of Bagendit Lake as protected areas and tourist areas. This research refers to the spatial planning theory of Wilson and Piper (2010), which raised the concept of land arrangement proportionally to balance the demand for development with the need to protect the environment in order to achieve social and economic objectives. The method used in this research is qualitative method and data analysis using a model of Miles and Huberman (1984) refined the analysis of the suitability of land for development of nature tourism. This concept divides three spatial planning areas, the spatial tourism planning on Bagendit Lake water body areas, the spatial tourism planning of Bagendit Lake certain parts border, and the spatial planning of the protected spaces in certain parts the Bagendit Lake border. This concept became a middle way solution in order to keep providing the opportunity for community do economic activity in the areas with attention to the suitability of land and protection of areas. This is must be a role of the stakeholders especially the West Java government and Garut Regency government to really concerned in the management of protected areas utilized as a tourist area in order to maintain its function and to be sustainable tourist areas.

(3)

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

126 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai pemilik kewenangan terhadap lahan kawasan Situ Bagendit di bawah pengelolaan Dinas PSDA cukup kesulitan menjalankan fungsi lindung yang ditopang oleh kawasan Situ Bagendit setelah Pemda Kabupaten Garut memanfaatkan kawasan Situ Bagendit sebagai salah satu daya tarik wisata alam di Kabupaten Garut. Sebagaimana kita tahu bahwa kawasan ini merupakan kawasan perlindungan setempat sesuai dengan Perda Jawa Barat No. 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelestarian dan Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Lindung. Maksud serta tujuan daripada kawasan perlindungan setempat bagi kawasan Situ Bagendit sesuai dengan Perda Jabar No. 2 Tahun 2006 adalah melindungi kawasan Situ Bagendit dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu kelestarian fungsi Situ Bagendit itu sendiri, terutama daerah sekitarnya (sempadan).

(4)

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(5)

127

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Potensi penataan ruang wisata Situ Bagendit dikelompokkan menjadi tiga kelompok faktor potensi, yaitu potensi kondisi topografi, potensi penggunaan lahan, serta potensi kondisi hidrografi Situ Bagendit. Kondisi topografi kawasan Situ Bagendit berada pada kemiringan lahan 0-15% berada pada kategori lahan datar hingga landai. Kondisi ini memberikan potensi pengembangan Situ Bagendit menjadi kawasan wisata alam tirta yang aman daripada potensi kebencanaan kawasan, seperti lahan longsor maupun bencana banjir. Selain itu, kondisi lahan yang datar akan lebih memudahkan perencanaan dan pengembangan ruang wisata untuk fasilitas, amenitas, aksesibilitas, dan yang lainnya.

Dari sisi faktor penggunaan lahan, selain potensi pengembangan amenitas wisata juga pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) di areal kawasan yang akan diproyeksikan sebagai wilayah fungsi lindung kawasan. Areal RTH ini selain akan berfungsi sebagai fungsi lindung kawasan juga dapat menjadi salah satu daya tarik alami kawasan Situ Bagendit. Sedangkan potensi hidrografi kawasan Situ Bagendit sebagai daya tarik utama pengembangan wisata tirta, seperti ber-rakit atau bersepeda air mengelilingi kawasan badan air situ.

Kendati demikian, penataan ruang wisata Situ Bagendit terkendala pula terutama dengan kondisi penggunaan lahan dan permasalahan pada areal badan air Situ Bagendit. Kendala penggunaan lahan diantaranya persebaran warung-warung semi permanen yang semakin tidak terkendali, padatnya pemukiman penduduk di sekitar kawasan Situ Bagendit, serta pengambilalihan beberapa hektar kawasan menjadi lahan pertanian sawah oleh penduduk sekitar. Sedangkan kendala penataan pada areal badan air Situ Bagendit adalah terbatasnya ruang wisata akibat tertutupnya hampir sebagian badan air situ dengan vegetasi eceng gondok dan vegetasi teratai air.

(6)

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(7)

128

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dilakukan di area ini berupa rekreasi pasif, adventure, minat khusus, forest camp dan tracking. Sarana dan prasarana yang terdapat di kawasan ini biasanya bersifat semi permanen.

Didapatlah pemetaan ruang wisata dan ruang perlindungan kawasan yang didasarkan pada regulasi dan kondisi fisik kawasan. Ruang perlindungan kawasan dipetakan di sebagian area sempadan timur kawasan, area sempadan selatan, hingga area sempadan barat kawasan. Area perlindungan ini merupakan ruang terbuka hijau (RTH) dengan vegetasi dan atau pepohonan dengan kerapatan sedang higga kerapatan tinggi.

Sedangkan penataan ruang wisata kawasan Situ Bagendit terpetakan di sebagian wilayah sempadan timur, sempadan utara, hingga ke sempadan barat laut, serta area tergenang situ sebagai ruang aktivitas wisata tirta utama. Jika mengacu kepada enam framework destinasi wisata menurut Page dan Connel (2006, hlm. 321), maka berdasarkan keempat pemetaan ruang tersebut teridentifikasi ruang-ruang pengembangan daya tarik wisata Situ Bagendit antara lain pengembangan atraksi wisata, pengembangan aktivitas wisata, amenitas

wisata, ancilliary services, serta pengembangan paket wisata edukasi.

Dengan demikian, fungsi lindung kawasan Situ Bagendit tetap terakomodasi, ruang wisata pun dapat dikembangkan tanpa mengganggu keseimbangan lingkungan. Karena kegiatan pariwisata Situ Bagendit terus berkembang, kendati berada pada lahan perlindungan, maka konsep penataan ruang Situ Bagendit sebagai kawasan wisata alam dengan fungsi lindung dapat diaplikasikan untuk memberikan jalan tengah dua fungsi operasionalisasi kawasan Situ Bagendit sebagai kawasan lindung juga sebagai kawasan wisata.

B. Saran

(8)

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PSDA, juga untuk Pemerintah Kabupaten Garut, di bawah pengelolaan Disbudpar serta pihak-pihak lain yang terkait.

1. Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dalam hal ini Dinas PSDA sebagai pemilik kewenangan terhadap lahan Situ Bagendit harus tegas dan jelas dalam mengimplementasikan kebijakan provinsi tentang penataan ruang kawasan lindung Situ Bagendit, juga ketegasan implementasi Perda No. 22 Tahun 2010 yang mengarahkan pemanfaatan sempadan di sekitar situ dengan ruang terbuka hijau (RTH). Sedangkan kondisi eksisting wilayah di sekitar Situ Bagendit masih kurang RTH sebagai implementasi kawasan lindung.

2. Pemerintah Provinsi Jawa Barat agar berupaya untuk mengembalikan lahan-lahan yang diambil alih oleh masyarakat sekitar menjadi lahan-lahan pertanian sawah untuk dikembalikan pada bagian daripada lahan kawasan untuk memperkuat fungsi lindung yang ditopang kawasan Situ Bagendit.

3. Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk segera menanggulangi permasalahan yang terjadi di area badan air, yaitu permasalahan pendangkalan dan meluasnya vegetasi eceng gondok dan teratai air yang semakin menutupi dan

mempersempit luas area badan air. Hal ini tentunya mempengaruhi akan kualitas air dan juga berpotensi mengganggu kelestarian ekosistem yang ada di bawahnya.

4. Pemerintah Kabupaten Garut dalam hal ini adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yang mengelola urusan kepariwisataan kawasan Situ Bagendit agar melakukan penataan ulang ruang wisata, disesuaikan dengan arahan regulasi yang berlaku, juga dengan kesesuaian analisis faktor fisik kawasan, yaitu faktor topografi, hidrografi, juga kondisi penggunaan lahan kawasan. Dengan demikian penataan ruang wisata dapat berkomitmen pada pembangunan yang berkelanjutan serta tidak melanggar arahan regulasi dan kebijakan terkait. 5. Pemerintah Kabupaten Garut agar menata ulang amenitas wisata yang kini

(9)

129

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(10)

6. Pemerintah Kabupaten Garut sebagai pengatur urusan pariwisata di dalam kawasan Situ Bagendit juga agar mengatur sistem dan alur penyewaan sepeda air dan rakit-rakit untuk memberikan kenyamanan kepada wisatawan juga menjaga saling sikut diantara pemilik kendaraan air tersebut.

7. Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Garut agar bersama-sama melakukan konsolidasi dan koordinasi dengan masyarakat sekitar yang berkegiatan ekonomi di dalam kawasan untuk menjadikan kawasan Situ Bagendit yang kondusif dari segi fisik juga nyaman dari segi situasi sosial. Hal ini terkait dengan pembangunan warung-warung semi permanen oleh masyarakat sekitar yang tidak beraturan di area kawasan, juga sirkulasi penyewaan sepeda air yang sering menimbulkan ketidaknyamanan bagi pengunjung dan sesekali terjadi saling sikut antar pemilik kendaraan air tersebut.

8. Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Garut agar berkoordinasi dalam penyelenggaraan kawasan Situ Bagendit guna menciptakan suasana sinergis antar kedua lembaga dalam operasionalisasi

sebagai kawasan lindung dan juga sebagai kawasan wisata. Pemerintah Provinsi Jawa Barat konsen terhadap penyempurnaan penyelenggaraan Situ Bagendit sebagai kawasan lindung dengan cara memperkuat fungsi-fungsi lindung secara utuh. Sedang Pemda Kabupaten Garut melakukan konsen pada penataan ruang wisata yang berdasar pada kaidah-kaidah pengembangan kawasan wisata alam yang berkelanjutan.

9. Masyarakat di sekitar kawasan Situ Bagendit yang berkegiatan ekonomi di dalam kawasan agar dapat bekerja sama dengan pemerintah untuk bersama-sama menciptakan kawasan wisata alam yang kondusif dan berkelanjutan. Bersama-sama berkomitmen memberikan kenyamanan fisik juga kenyamanan sosial kepada para wisatawan yang berkunjung.

(11)

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Memperhatikan pada data laporan terakhir The Travel and Tourism Competitiveness Index yang dilansir World Economic Forum (WEF) tahun 2013, Indonesia berada di peringkat 70 dunia dari 140 negara yang terdata, Indonesia mampu naik empat peringkat setelah sebelumnya berada di peringkat 74 pada tahun 2011. Setiap tahun terjadi kenaikan pada indeks daya saing pariwisata Indonesia, sudah semestinya kemampuan bersaing di industri hospitality ini dipertahankan bahkan ditingkatkan dengan diwujudkan dalam bentuk manajemen destinasi yang semakin berdaya saing sebagaimana terlihat pada Gambar 1.1.

Sumber: World Economic Forum, 2014

Gambar 1.1. Peningkatan Indeks Daya Saing Pariwisata Indonesia

Tahun 2008-2013

Dilihat dari sisi jumlah kunjungan wisatawan pun, selalu terjadi peningkatan kuantitas kunjungan ke Indonesia. Hal ini akan berkaitan dengan komparasi daya dukung fisik destinasi/kawasan wisata dengan kuantitas wisatawan yang berada di dalamnya yang menuntut adanya penataan ruang wisata yang kondusif dan proporsional. Berdasarkan data Ditjen Imigrasi dan BPS yang diolah kembali oleh Pusdatin Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

81

80

(12)

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(Kemenparekraf) per periode tahun 2014, disebutkan bahwa kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) naik 12,34% yakni sebanyak 8.802.129 wisman pada periode tahun 2013 naik menjadi 9.435.411 wisman pada periode tahun 2014. Peningkatan tersebut terjadi hampir di semua pintu masuk terutama di Bandara Ngurah Rai, Kualanamu, Batam, serta Husein Sastranegara di Bandung yang peningkatannya masing-masing diatas 20%. Data lengkap kunjungan wisman melalui pintu masuk dapat dilihat dalam Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Data Kunjungan Wisatawan Mancanegara Dilihat dari Pintu Masuk

Wisatawan ke Indonesia Tahun 2010-2014

Pintu Masuk Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara

2010 2011 2012 2013 2014

Ngurah Rai 2 546 023 2 788 706 2 902 125 3 241 889 3 731 735 Soekarno-Hatta 1 823 636 1 933 022 2 053 850 2 240 502 2 246 437 Batam 1 007 446 1 161 581 1 219 608 1 336 430 1 454 110 Tanjung Uban 313 945 337 353 336 547 318 154 320 861 Kualanamu 162 410 192 650 205 845 225 550 234 724 Juanda 168 888 185 815 197 776 225 041 217 193 Husein Sastranegara 90 278 115 285 146 736 176 318 180 392 Balai Karimun 100 908 104 397 107 499 104 889 100 782 Tanjung Pinang 97 954 106 180 103 785 99 593 97 672 Tanjung Priok 63 859 65 171 66 168 65 227 64 941 Adi Sucipto 46 987 48 160 58 926 86 020 89 156 Minangkabau 27 482 30 585 32 768 44 135 50 196

Entikong 23 436 25 254 25 897 24 856 22 462

Adi Sumarmo 22 350 23 830 21 612 17 738 12 911 Sultan Syarif Kasim 15 278 21 982 21 387 25 946 27 382

Sepinggan 10 824 15 607 16 828 16 904 13 156

Sam Ratulangi 20 220 20 074 19 111 19 917 17 279

Lombok 17 288 17 938 17 032 40 380 69 881

Makassar 16 211 14 295 13 881 17 730 15 713

Lainnya 427 521 441 846 477 081 474 910 468 426 Jumlah 7 002 944 7 649 731 8 044 462 8 802 129 9 435 411 Sumber: Pusdatin Kemenparekraf dan BPS, 2015

(13)

3

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pendapatan ekonomi daerah dari sektor pariwisata. Namun justru penurunan kunjungan wisman yang drastis tertutupi oleh kunjungan wisnus yang tetap stabil, bahkan dikabarkan meningkat. Perkembangan jumlah perjalanan wisnus terus mengalami peningkatan dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Pusdatin Kemenparekraf dan BPS mencatat trend posistif arus peningkatan perjalanan wisnus. Perkembangan jumlah perjalanan wisnus tersebut secara grafik dapat dilihat pada Gambar 1.2.

Sumber: Pusdatin Kemenparekraf dan BPS, 2014

Gambar 1.2. Perkembangan Jumlah Perjalanan Wisatawan Nusantara

Tahun 2009-2013

Perkembangan jumlah perjalanan wisnus tidak terlepas dari trend berwisata masyarakat Indonesia di berbagai daerah yang terus meningkat, salah satunya di Kabupaten Garut.Kunjungan wisatawan ke kota yang terkenal dengan dodol-nya ini mengalami peningkatan dalam kurun lima tahun terakhir sejak 2010 hingga data terakhir yang dipublikasikan tahun 2014 oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Garut seperti terlihat dalam Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Pertumbuhan Kunjungan Wisatawan Mancanegara danWisatawan

Nusantara ke Obyek Wisata di Kabupaten Garut Tahun 2010-2014

Wisatawan Tahun

2010 2011 2012 2013 2014

Mancaegara 6.487 6.631 6.020 6.344 6.445

250.036

245.290

236.752 234.377

(14)

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Nusantara 1.789.879 1.981.985 2.008.746 2.247.937 2.412.258 Jumlah 1.796.366 1.988.616 2.014.766 2.254.281 2.418.703 Sumber: Disbudpar Kabupaten Garut, 2015

Berbicara pariwisata Garut memang sudah semakin menarik rasa kepenasaran para pelaku perjalanan wisata. Kabupaten yang baru saja menanggalkan statusnya sebagai daerah tertinggal berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Nomor 141 Tahun 2014 tentang Penetapan Kabupaten Daerah Tertinggal yang Terentaskan Tahun 2014 yang juga sekaligus menyandang status baru sebagai daerah berpotensi maju ini memang memiliki potensi besar untuk menjadi daerah maju, terutama pada sektor pariwisata.

Salah satu daya tarik wisata alam di Kabupaten Garut adalah Situ Bagendit. Situ Bagendit ditetapkan menjadi kawasan lindung melalui Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelestarian dan Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Lindung, pada Pasal 6 Gubernur menetapkan kawasan lindung Daerah berdasarkan pola ruang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, yang di dalamnya ditetapkan bahwa Situ

Bagendit sebagai ‘kawasan perlindungan setempat’ di Kabupaten Garut. Perda

tersebut kemudian direspon dalam Perda Kabupaten Garut Nomor 29 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Garut Tahun 2011-2031 pada Pasal 26 mengenai rencana pola ruang wilayah kawasan lindung dengan

menjadikan Situ Bagendit sebagai ‘kawasan perlindungan setempat’ di

Kecamatan Banyuresmi.

Situ Bagendit menjadi salah satu daya tarik wisata alam di Kabupaten Garut. Kawasan dengan total luas 124 ha ini cukup ramai dikunjungi terutama oleh wisatawan lokal Garut dan sekitarnya pada hari-hari libur. Hingga data terakhir yang dirilis Disbudpar Kabupaten Garut tahun 2014, kunjungan wisatawan ke Situ Bagendit masih pluktuatif. Kendati demikian, setiap tahunnya hampir mencapai 300 ribu wisatawan sebagaimana tersaji dalam data Tabel 1.3.

Tabel 1.3. Rekapitulasi Jumlah Kunjungan Wisman dan Wisnus

(15)

5

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Wisatawan Tahun

2010 2011 2012 2013 2014

Mancanegara 304 374 340 361 372

Nusantara 201.267 255.039 203.352 221.487 234.779

Jumlah 201.571 255.413 203.692 221.848 235.151

Sumber: Disbudpar Kabupaten Garut, 2015

Status kepemilikan Situ Bagendit berada pada Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat di bawah kewenangan Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA). Namun berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 tahun 2006 tentang Irigasi, kini Situ Bagendit juga berada pada wilayah pantauan Pemerintah Pusat dengan kewenangan operasional oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) koridor

Cimanuk-Cisanggarung. Sebagai lembaga yang berwenang terhadap wilayah Situ Bagendit, Dinas PSDA belum menanggalkan sepenuhnya tanggung jawab terhadap Situ Bagendit, proses transisi pembagian kewenangan masih dikoordinasikan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah Jawa Barat (Wawancara: Yadi, 2015; Kepala Seksi Operasi dan Pengolahan Data Dinas PSDA Jawa Barat).

Sebagai kawasan lindung yang dimanfaatkan menjadi kawasan wisata, Situ Bagendit harus mampu mempertahankan dan mengakomodasi hal-hal yang menjadi kriteria sebagai kawasan lindung. Dalam UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang ditindaklanjuti dengan PP Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan serta nilai sejarah dan budaya bangsa, guna kepentingan pembangunan yang berkelanjutan.

Selanjutnya dalam Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 2 tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung Pasal 72 diuraikan pula mengenai pemanfaatan dan pemeliharaan di kawasan lindung bahwa:

(16)

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Di dalam hutan lindung hanya diperbolehkan melakukan kegiatan jasa lingkungan dan pengambilan hasil hutan non kayu.

3. Di dalam kawasan lindung selain kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan kegiatan budidaya yang tidak mengganggu fungsi lindung dan tidak mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan serta ekosistem alami yang ada.

4. Kegiatan budidaya yang sudah ada di kawasan lindung yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup, disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan.

5. Kegiatan budidaya yang dilakukan di kawasan berfungsi lindung di luar kawasan hutan lindung, harus dilakukan dengan menerapkan kaidah-kaidah konservasi dan civil teknis.

6. Apabila menurut kajian lingkungan kegiatan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) mengganggu fungsi lindung, maka fungsi sebagai kawasan lindung dikembalikan secara bertahap.

Dalam PP Nomor 26 tahun 2008 disebutkan bahwa yang menjadi kriteria

kawasan lindung di sekitar danau atau waduk adalah:

1. Daratan dengan jarak 50 (lima puluh) meter sampai dengan 100 (seratus) meter dari titik pasang air danau atau waduk tertinggi, atau

2. Daratan sepanjang tepian danau atau waduk yang lebarnya proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik danau atau waduk.

Target pengelolaan kawasan lindung sebagaimana tertuang dalam Perda Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung adalah: 1. Pelaksanaan pencapaian target kawasan lindung ditujukan untuk

mempertahankan, mengembalikan dan meningkatkan luasan kawasan lindung. 2. Pelaksanaan pencapaian target kawasan lindung meliputi:

a. Pemanfaatan dan pemeliharaan kawasan lindung. b. Rehabilitasi dan konservasi kawasan lindung. c. Pemulihan kawasan lindung.

(17)

7

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berkenaan dengan pemanfaatan kawasan Situ Bagendit sebagai kawasan yang menyuguhkan wisata alam, Pendit (2003) menyebutkan bahwa wisata alam merupakan wisata yang banyak dikaitkan dengan kegemaran akan keindahan alam. Sedangkan dalam PP Nomor 36 Tahun 2010 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan wisata alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam di kawasan suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.

Berdasarkan rujukan definisi tersebut, jelas ditekankan bahwa Situ Bagendit sebagai kawasan wisata alam seyogyanya mengandung unsur dan dapat mempertahankan keindahan alam yang dapat dinikmati oleh wisatawan. Unsur itulah yang kini dirasa hilang dari salah satu primadona wisata tirta di Kabupaten Garut ini. Unsur keindahan Situ Bagendit yang hilang terletak di obyek situ itu sendiri sebagai daya tarik utamanya, serta di kawasan sekitar situ (sempadan) Situ Bagendit. Dalam Perda Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2013 dan juga redaksi yang sama dalam Perda Kabupaten Garut Nomor 29 tahun 2011, dijelaskan bahwa

kawasan sekitar danau/situ adalah kawasan tertentu di sekeliling danau dan situ yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi waduk, danau dan situ.

Dari total luas Situ Bagendit 124 ha, hanya terairi sekitar 87,57 ha saja, kawasan situ ini menyempit setelah mengalami penyurutan yang diperparah dengan pendangkalan. Setidaknya terdapat beberapa titik permasalahan yang berkaitan dengan fisik kawasan Situ Bagendit, yaitu:

1. Permasalahan pada badan air Situ Bagendit.

2. Permasalahan pemanfaatan ruang sempadan Situ Bagendit.

3. Penggunaan beberapa hektar kawasan menjadi lahan pertanian sawah. 4. Berbatasan dengan kepadatan pemukiman penduduk.

5. Akomodasi fungsi lindung kawasan yang tidak optimal.

(18)

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

wisata tirta di kawasan ini, seperti ber-rakit ataupun bersepeda air. Selain itu, kondisi ini juga akan memberikan dampak terhadap ekosistem air yang ada di bawahnya.

Sedangkan permasalahan yang muncul pada area sempadan situ adalah berdirinya warung-warung semi permanen yang memadati ruang sempadan (sempadan timur) Situ Bagendit secara tidak beraturan. Warung-warung semi permanen ini dibangun oleh penduduk sekitar kawasan yang hendak mengambil peluang ekonomi sejak kawasan ini diproyeksikan menjadi kawasan wisata. Namun ternyata persebaran yang tidak terkontrol menyebabkan ruang pemanfaatan dalam kawasan menjadi tidak kondusif. Sementara pada bagian sempadan lain tidak terakomodasi fungsinya sebagai bagian yang harus dilindungi sebagai kawasan lindung. Hal ini terjadi salah satunya karena pengambilalihan beberapa hektar lahan kawasan oleh penduduk sekitar menjadi lahan pertanian sawah, sehingga yang fungsinya sebagai lahan perlindungan dengan potensi optimalisasi menjadi ruang terbuka hijau (RTH) menjadi terhambat (Disbudpar Kabupaten Garut, 2014).

Pengembangan ruang wisata di kawasan Situ Bagendit juga pada realitas pelaksanaannya akan cukup sulit dilakukan. Hal ini dikarenakan kawasan ini berbatasan langsung dengan kepadatan pemukiman penduduk di sekitarnya. Hanya tersedia jarak 50 m saja lebar lahan sempadan dari titik pasang tertinggi Situ Bagendit untuk pengembangan ruang wisata. Sehingga pengembangan ruang wisata di kawasan ini hanya dapat dilakukan dengan upaya optimalisasi lahan proporsional kawasan yang mendukung serta tidak mengganggu bentang alam kawasan Situ Bagendit.

(19)

9

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kelestarian alam, juga dapat menjadi salah satu daya tarik wisata tambahan dari pada kawasan ini.

Gambaran beberapa permasalahan di atas merupakan komplikasi yang muncul akibat dari dua fungsi operasionalisasi kawasan Situ Bagendit sebagai kawasan lindung yang dimanfaatkan pula sebagai kawasan wisata, yang pada akhirnya menimbulkan kontradiksi visi dan operasi antara visi fungsi sebagai kawasan lindung dengan fungsi sebagai kawasan wisata. Sebagai kawasan wisata, tentu pihak yang berada di ranah pengelolaan urusan pariwisata, dalam hal ini adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Garut mendorong kawasan untuk mampu memberikan pendapatan sebesar-besarnya dari sisi ekonomi. Sedangkan lain halnya dengan Dinas PSDA yang diberikan tanggung jawab terhadap kelestarian sumber daya air dan kawasan di sekitarnya.

Maka dari itu, untuk mengembalikan kondusifitas kawasan Situ Bagendit, menjaga keindahan alam sebagaimana tertuang dalam amanat definisi baik menurut literatur maupun regulasi, perlu disusun dan dirumuskan konsep penataan ruang kawasan yang tepat, ramah lingkungan, serta mengakomodasi

peraturan-peraturan yang mengatur fungsi Situ Bagendit sebagai kawasan perlindungan setempat agar berfungsi sebagaimana mestinya, tetapi juga dapat dimanfaatkan sebagai kawasan pariwisata yang berkelanjutan.

Oleh karena permasalahan tersebut, konsep penataan ruang selain untuk menata ruang dan memfasilitasi aktivitas wisata di dalam kawasan Situ Bagendit, tentu yang paling utama adalah untuk mengatur zona dan ruang wisata serta memberi solusi jalan tengah agar kegiatan wisata di zona pemanfaatan dapat berjalan secara kondusif dengan nilai-nilai dan aspek Situ Bagendit sebagai kawasan lindung dapat terakomodasi secara utuh. Dengan demikian, operasionalisasi kawasan wisata alam di Situ Bagendit dapat ditopang dengan konsep tata ruang yang mengakomodasi fungsi lindung sebagai perhatian utama.

(20)

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pengelolaan kawasan lindung. Sehingga penyusunan konsep ini harus betul-betul memperhatikan dan mengakomodasi peraturan terkait demi kelestarian kondisi dan bentang alam Situ Bagendit.

Berkenaan dengan tata ruang tentu erat kaitannya dengan konsep zonasi. Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 22 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2009-2029 memberikan arahan secara umum mengenai zonasi untuk kawasan lindung yang dimanfaatkan untuk kawasan wisata alam. Pada Pasal 68 disebutkan bahwa pengendalian pemanfaatan ruang untuk wisata alam harus tanpa merubah bentang alam dari kawasan itu sendiri. Artinya tetap menjaga kelestarian fungsi kawasan Situ Bagendit sesuai dengan aslinya.

Konsep penataan ruang kawasan Situ Bagendit diharapkan dapat memberikan sumbangsih dan solusi yang tepat dengan memberikan jalan tengah penyelenggaraan kawasan ini untuk menciptakan kondusifitas pemanfaatan pada area fisik kawasan. Uraian tersebutlah yang melatarbelakangi penulis untuk mengangkat permasalahan penataan ruang di Situ Bagendit ini di dalam sebuah karya ilmiah skripsi dengan judul:

“ Konsep Penataan Ruang Situ Bagendit sebagai Kawasan Wisata Alam dengan Fungsi Lindung di Kabupaten Garut “.

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Situ Bagendit memerlukan penataan ruang fisik yang sesuai, khususnya penataan untuk pengembangan ruang wisata kawasan, namun konsep penataan yang akan tetap mampu mengakomodasi fungsi lindung kawasan Situ Bagendit. Teridentifikasi beberapa titik permasalahan yang berkaitan dengan fisik kawasan Situ Bagendit sehingga memerlukan penataan ruang secara fisik, yaitu:

1. Permasalahan pada badan air Situ Bagendit.

2. Permasalahan pemanfaatan ruang sempadan Situ Bagendit.

3. Penggunaan beberapa hektar kawasan menjadi lahan pertanian sawah. 4. Berbatasan dengan kepadatan pemukiman penduduk.

5. Akomodasi fungsi lindung kawasan yang tidak optimal.

(21)

11

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kawasan lindung yang dimanfaatkan pula sebagai kawasan wisata, yang pada akhirnya menimbulkan kontradiksi visi dan operasi antara visi fungsi sebagai kawasan lindung dengan fungsi sebagai kawasan wisata. Sebagai kawasan wisata, tentu pihak yang berada di ranah pengelolaan urusan pariwisata, dalam hal ini adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Garut mendorong kawasan untuk mampu memberikan pendapatan sebesar-besarnya dari sisi ekonomi. Sedangkan lain halnya dengan Dinas PSDA yang diberikan tanggung jawab terhadap kelestarian sumber daya air dan kawasan di sekitarnya. Maka dari itu, konsep penataan ruang wisata Situ Bagendit dengan memperhatikan fungsi lindung kawasan diharapkan dapat menjadi solusi jalan tengah diantara operasionalisasi kawasan lindung Situ Bagendit yang dimanfaatkan pula sebagai kawasan wisata.

C. Pembatasan Masalah Penelitian

Berdasarkan hasil pra penelitian yang penulis lakukan, permasalahan penataan ruang yang terjadi di kawasan Situ Bagendit merupakan permasalahan pada ranah faktor fisik, terutama pada aspek penggunaan lahan kawasan. Maka dari itu, penulis membatasi pembahasan masalah penelitian ini pada ranah faktor-faktor fisik yang mempengaruhi. Dimana penulis membahas titik-titik permasalahan kawasan ditinjau dari tiga aspek dalam faktor fisik kawasan Situ Bagendit, yaitu topografi, hidrografi, serta penggunaan lahan kawasan Situ Bagendit. Hingga perumusan konsep penataan ruang pada penelitian ini didasarkan kepada konsep kesesuaian lahan yang juga ditinjau dari ketiga faktor fisik tersebut dikombinasi dengan arahan regulasi yang terkait.

D. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan pada uraian latar belakang dan identifikasi masalah, penulis merinci fokus permasalahan dalam beberapa rumusan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana kondisi fisik kawasan lindung Situ Bagendit?

(22)

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Bagaimana konsep penataan ruang Situ Bagendit sebagai kawasan wisata alam dengan fungsi lindung di Kabupaten Garut?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini sesuai dengan pertanyaan penelitian pada

rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut.

1. Mengidentifikasi kondisi fisik kawasan lindung Situ Bagendit.

2. Menganalisis potensi dan kendala penataan ruang wisata Situ Bagendit sebagai kawasan wisata alam dengan fungsi lindung di Kabupaten Garut. 3. Merumuskan konsep penataan ruang Situ Bagendit sebagai kawasan wisata

alam dengan fungsi lindung di Kabupaten Garut.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan beberapa tujuan penelitian yang telah diuraikan, penulis mengharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangsih pengetahuan serta manfaat yang aplikatif baik secara akademis maupun praktis.

1. Manfaat Akademis

Hasil Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai salah satu referensi dan informasi bagi akademisi dan atau peneliti lain yang juga hendak mengkaji permasalahan lebih mendalam pada kawasan wisata alam Situ Bagendit, khususnya pada aspek penataan ruang kawasan. Menjadi sumber perbandingan/ komparasi dalam menyusun konsep penataan ruang dan pengembangan kawasan wisata alam Situ Bagendit yang semakin baik.

2. Manfaat Praktis

Penulis mengangkat permasalahan ini dengan harapan dapat memberikan sumbangsih untuk mengembangkan pariwisata Garut yang lebih baik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat lebih bermanfaat lagi jika dapat dijadikan sebuah masukan dalam pengembangan dan pengelolaan kawasan Situ Bagendit. Oleh karena itu, manfaat praktis yang kiranya dapat menjadi masukan dari penelitian

“Konsep Tata Ruang Situ Bagendit sebagai Kawasan Wisata Alam dengan Fungsi

(23)

13

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

a. Bagi Pemerintah Pusat dan juga Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dalam hal ini adalah Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat, karena dapat mengupayakan aplikasi konsep pengembangan penataan ruang kawasan dengan fungsi lindung sesuai dengan status kawasan Situ Bagendit sebagai kawasan lindung.

b. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Garut dalam hal ini adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Garut yang mengelola urusan kepariwisataan kawasan Situ Bagendit, karena dapat mengupayakan aplikasi rumusan konsep pengembangan penataan ruang kawasan wisata alam yang proporsional dengan fungsi lindung kawasan.

c. Memberikan konsep penataan ruang Situ Bagendit sebagai kawasan wisata alam dengan fungsi lindung di Kabupaten Garut, sehingga diharapkan dapat menjadikan Situ Bagendit sebagai kawasan wisata alam yang berkelanjutan di Kabupaten Garut.

d. Mendorong terciptanya kawasan wisata alam tirta unggulan di Kabupaten Garut dengan memperhatikan aspek-aspek perlindungan kawasan.

e. Mendukung konsep kelestarian sumber daya alam dan perlindungan vegetasi di kawasan Situ Bagendit, serta potensi membuat program wisata pendidikan alam di kawasan.

f. Tersedianya fasilitas, sarana dan prasarana pariwisata alam yang unggul dengan memenuhi standar terkait sesuai dengan pola ruang kawasan untuk meningkatkan kenyamanan, keamanan wisatawan di dalam kawasan.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi dengan judul “Konsep Tata Ruang Situ Bagendit sebagai Kawasan Wisata Alam dengan Fungsi Lindung di Kabupaten Garut” ini terdiri

atas lima bab dengan uraian konten secara singkat sebagai berikut.

(24)

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Bab II Kajian Pustaka, berisi teori-teori dari referensi ilmiah yang relevan dengan penelitian ini, referensi buku teks, kajian penelitian, jurnal, hingga kebijakan-kebijakan hukum pemerintahan terutama yang terkait tata ruang dan penyelenggaraan kepariwisataan, serta disajikan pula kerangka pemikiran penelitian yang akan memberikan informasi alur pikir penelitian yang dilakukan.

Bab III Metode Penelitian, akan memuat uraian metode dan desain penelitian untuk menjawab semua pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan, mulai dari pendekatan yang digunakan, instrumen penelitian di lapangan, teknik pengumpulan data di lapangan, hingga analisis data yang akan menjawab rumusan masalah penelitian dan atau temuan dari penelitian ini.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, bab ini berisi pokok utama dari penelitian, menyajikan hasil penelitian di lapangan dengan menggunakan metode yang telah ditentukan, serta mengolah dan membahas data hasil penelitian menjadi sebuah temuan yang menjawab seluruh pertanyaan penelitian yang

dirumuskan. Pada bab ini juga sudah didapatkan hasil dan tujuan penelitian yang ditargetkan di awal.

(25)

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

48 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Objek Penelitian

Penelitian ini secara terfokus meneliti kondisi fisik kawasan Situ Bagendit. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan rumusan konsep penataan ruang Situ Bagendit sebagai kawasan wisata alam dengan fungsi lindung di Kabupaten Garut. Kawasan Situ Bagendit terletak di Jl. K.H. Hasan Arif / jalan raya Banyuresmi, tepatnya di wilayah Desa Sukamukti, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, sebagaimana terlihat pada Gambar 3.1 berikut.

Sumber: Potongan Peta Rupabumi Digital Indonesia Lembar 1208-642 Garut Skala 1: 25.000 Edisi: I. Tahun 2001 Badan Geologi Kementerian ESDM Republik Indonesia

Gambar 3.1. Peta Lokasi Penelitian

(26)

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kawasan yang terairi hanya sekitar 87 ha. Situ Bagendit berada pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut, memiliki konfigurasi umum lahan datar dan berbukit. Dilihat dari tingkat stabilitas tanah serta daya serap tanah yang baik serta didukung oleh tingkat abrasi yang rendah, menjadikan kawasan Situ Bagendit secara aspek geologi baik untuk kegiatan pariwisata.

Situ Bagendit berstatus kawasan perlindungan setempat yang ditetapkan Gubernur Jawa Barat melalui Perda Jabar Nomor 1 tahun 2013 tentang Pedoman Pelestarian dan Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Lindung khususnya bagi wilayah Kecamatan Banyuresmi. Kendati demikian, Pemda Garut dalam hal ini Disbudpar Kabupaten Garut juga memanfaatkan kawasan Situ Bagendit pada aspek pariwisata. Memperhatikan fakta tersebut, untuk memberikan penataan ruang yang kondusif serta memberikan solusi dan jalan tengah dalam menjaga kelestarian Situ Bagendit sebagai kawasan lindung juga mengoptimalkan penyelenggaraan Situ Bagendit sebagai kawasan wisata, maka penulis mengambil penelitian ini untuk memberikan masukan penyelenggaraan kawasan Situ Bagendit berupa konsep penataan ruang Situ Bagendit sebagai kawasan wisata

alam dengan fungsi lindung di Kabupaten Garut.

B. Metode Penelitian

Herdiansyah (2010, hlm. 3) mendefinisikan bahwa metode penelitian adalah “serangkaian hukum, aturan dan tata cara tertentu yang diatur dan ditentukan berdasarkan kaidah ilmiah dalam menyelenggarakan suatu penelitian dalam koridor keilmuan tertentu yang hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah”.

Pada dasarnya, “penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang dimaksudkan untuk mengembangkan dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan” (Arikunto, 2009, hlm. 7). Arikunto menambahkan bahwa sebuah penelitian ilmiah mengandung tiga persyaratan, yaitu dilakukan dengan memiliki tujuan, dilakukan dengan terencana, serta dilakukan dengan cara yang sistematis.

(27)

50

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pihak-pihak terkait yang kompeten dengan permasalahan yang sedang diteliti serta studi dokumentasi sebagai pelengkap instrumen. Maka jika memperhatikan pada langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mengumpulkan data tersebut, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.

Sugiyono (2012) menjelaskan penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) yang menyatakan peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), teknik analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Sedangkan Herdiansyah (2010, hlm. 9) menjelaskan bahwa metode penelitian kualitatif adalah “suatu penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara ilmiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti”.

Seorang peneliti kualitatif harus tegas dan kreatif dalam memainkan peran dan menetapkan batasan-batasan antara peran-peran tersebut. Tidak boleh terjadi pertukaran peran dan fungsi yang tidak seharusnya karena akan mengakibatkan ketidakharmonisan dalam penelitian yang dilakukan. Tiga fungsi peneliti dalam penelitian kualitatif menurut Herdiansyah (2010, hlm. 19) adalah sebagai berikut. 1. Peneliti berfungsi sebagai alat

Fungsi utama seorang peneliti ketika melakukan suatu penelitian kualitatif adalah berperan sebagai instrumen dalam penelitian yang dilakukannya. Instrumen yang dimaksud adalah semenjak awal hingga akhir penelitian, peneliti sendiri yang berfungsi penuh, terlibat aktif dalam penelitian yang dilakukan. 2. Peneliti berfungsi sebagai peneliti itu sendiri

(28)

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Fungsi yang tidak kalah pentingnya sebagai seorang peneliti kualitatif adalah fungsi sebagai evaluator yang mengevakuasi jalannya penelitian yang dilakukan untuk tetap pada jalur tujuan yang diinginkan dan tetap berpegang pada ketentuan-ketentuan metodologis yang benar.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian sebagaimana yang dikemukakan Spradley (dalam Basrowi dan Suwandi, 2008, hlm. 188) merupakan sumber informasi. Sedangkan Moleong (dalam Basrowi dan Suwandi, 2008, hlm. 188) mengemukakan bahwa subjek penelitian merupakan orang dalam pada latar penelitian, yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Dengan demikian orang-orang yang menjadi subjek penelitian harus representatif untuk menjawab seluruh pertanyaan penelitian.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dalam penelitian ini yang dipilih menjadi informan / narasumber sebagai subjek penelitian adalah sebagai berikut. 1. Informan dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat,

sebagai pemilik kewenangan kawasan Situ Bagendit.

2. Informan dari Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan Kabupaten Garut, sebagai pengelola sumber daya air di Kabupaten Garut.

3. Informan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Garut, sebagai pengelola kepariwisataan Situ Bagendit.

4. Ahli penataan ruang kawasan wisata/ Akademisi pariwisata.

D. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data

Herdiansyah (2013, hlm. 8) mendefinisikan data sebagai “suatu atribut

yang melekat pada suatu objek tertentu, berfungsi sebagai informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, dan diperoleh melalui suatu metode dan atau instrumen pengumpulan data”. Data yang bersifat kualitatif adalah data yang bukan berbentuk angka atau nominal tertentu, tetapi lebih sering berbentuk kalimat

pernyataan, uraian, deskripsi yang mengandung suatu makna dan nilai (values) tertentu yang diperoleh melalui instrumen penggalian data khas kualitatif, seperti

(29)

52

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Arikunto (dalam Riduwan, 2007, hlm. 24) mendefinisikan bahwa instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Alat bantu sebagaimana dimaksud dalam definisi tersebut merupakan saran yang dapat diwujudkan dalam benda, seperti angket, daftar checklist, skala, pedoman wawancara, lembar pengamatan, soal inventori, dan sebagainya.

Data-data di lapangan tidak serta merta dapat diambil melalui satu instrumen saja. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan rumusan konsep tata ruang Situ Bagendit sebagai kawasan wisata alam dengan fungsi lindung, penulis menggunakan metode pengumpulan data yang khas dalam penelitian kualitatif yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi dari referensi terkait.

1. Observasi (Pengamatan)

Nasution (1988) (dalam Sugiyono, 2008, hlm. 64) menyatakan bahwa observasi adalalah “dasar semua ilmu pengetahuan”. Matthews dan Ross (2010) (dalam Herdiansyah, 2013, hlm. 129) mendefinisikan observasi bahwa:

Observation is the collection of data through the use of human senses. In some natural conditions, observation is the act of watching social phenomenon in the real world and recording events as they happen.

Definisi tersebut memberikan penjelasan bahwa teknik observasi merupakan teknik pengumpulan data melalui pengamatan indera manusia, memperhatikan secara langsung fenomena-fenomena yang terjadi dalam suatu situasi tertentu. Situasi natural yang dimaksud oleh Matthews dan Ross di atas mengacu kepada kancah riset kualitatif, yaitu proses mengamati subjek penelitian beserta lingkungannya dan melakukan perekaman dan pemotretan atas perilaku yang diamati tanpa mengubah kondisi alamiah subjeknya.

Sedangkan Herdiansyah (2013, hlm. 131) memberikan definisi bahwa observasi adalah

(30)

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Observasi dilakukan dengan mengamati ruang kawasan Situ Bagendit, hal tersebut termasuk kawasan situ dan sempadan situ yang telah dilakukan

pembangunan fasilitas wisata. Observasi ini dilakukan dengan tujuan utama mengidentifikasi kondisi fisik kawasan, menganalisis kendala dan potensi Situ

Bagendit sebagai kawasan lindung yang dimanfaatkan sebagai kawasan wisata alam, serta merumuskan konsep penataan ruang Situ Bagendit sebagai kawasan wisata alam yang didesain dengan fungsi lindung kawasan.

2. Wawancara

Esterberg (2002) (dalam Sugiyono, 2008, hlm. 72) mendefinisikan wawancara sebagai berikut.

... a meeting of two persons to exchange information and idea through question and responses, resulting in communication and joint construction of meaning about a particular topic.

Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehigga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Ahli-ahli lain seperti Stewart dan Cash (2008) (dalam Herdiansyah, 2013, hlm. 30) juga mendefinisikan wawancara sebagai berikut.

... an interview in interactional because there is an exchanging, or sharing of roles, responsibilities, feelings, beliefs, motives, and information. If one person does all of the talking and the other all of the listening, a speech to an audience of one, not an interview, is talking place.

Definisi di atas menjelaskan bahwa wawancara merupakan suatu interaksi yang di dalamnya terdapat pertukaran aturan, tanggung jawab, perasaan, kepercayaan, motif, dan informasi. Definisi berikutnya Herdiansyah (2013, hlm.

31) memberikan penjelasan bahwa

Wawancara adalah sebuah proses interaksi komunikasi yang dilakukan oleh setidaknya dua orang atas dasar ketersediaan dan dalam setting alamiah, dimana arah pembicaraan mengacu kepada tujuan yang telah ditetapkan dengan mengedepankan trust sebagai landasan utama dalam proses memahami.

(31)

54

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Ahli penataan ruang kawasan wisata/ Akademisi pariwisata.

2. Informan dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat, sebagai pemilik kewenangan kawasan Situ Bagendit.

3. Informan dari Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan Kabupaten Garut, sebagai pengelola sumber daya air di Kabupaten Garut.

4. Informan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Garut, sebagai pengelola kepariwisataan Situ Bagendit.

Sejumlah informan tersebut dirasa cukup untuk mendapatkan informasi detail mengenai operasionalisasi Situ Bagendit dari segi fungsi sebagai kawasan lindung dan fungsi sebagai kawasan wisata. Hasil wawancara diharapkan akan memberikan gambaran mengenai kebijakan dan rencana pengelolaan kawasan lindung yang dimanfaatkan kegiatan pariwisata. Hasil wawancara juga akan diperkuat melalui arahan rekomendasi dari pakar/ akademisi terkait untuk merumuskan konsep penataan ruang Situ Bagendit sebagai kawasan wisata alam dengan fungsi lindung di Kabupaten Garut yang tepat serta efektif.

3. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiyono, 2008, hlm. 82). Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang sudah tersedia dalam catatan dokumen. Teknik dokumentasi lebih banyak digunakan sebagai data pendukung dan pelengkap data primer yang diperoleh melalui observasi dan wawancara (Basrowi dan Suwandi, 2008, hlm. 158). Data tersebut diantaranya data kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan Situ

Bagendit serta informasi fisik dan non fisik Situ Bagendit.

(32)

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

[image:32.595.114.513.224.647.2]

Proses pengumpulan data dengan metode tersebut akan dibantu dengan instrumen penelitian. Sebagaimana uraian sebelumnya bahwa instrumen penelitian merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Instrumen pengumpulan data yang digunakan sesuai dengan kebutuhan data penelitian tersaji dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Instrumen Pengumpulan Data

No. Data Jenis Metode Instrumen

A. Kebijakan

1. UU No. 10 tahun 2009 Dokumentasi Checklist

2. UU No. 26 tahun 2007 Dokumentasi Checklist

3. PP No. 26 tahun 2008 Dokumentasi Checklist

4. PP No. 36 tahun 2010 Dokumentasi Checklist

5. Perda Jabar No. 22 th 2010 Dokumentasi Checklist

6. Perda Jabar No. 1 th 2013 Dokumentasi, dan Checklist, dan

(Dinas PSDA Prov. Jabar) Wawancara Pedoman wawancara

7. Perda Garut No. 29 th 2011 Dokumentasi, dan Checklist, dan

(Disbudpar Kab. Garut) Wawancara Pedoman wawancara

B. Fisik

1. Topografi Observasi, dan Pedoman observasi,

(Peta RBI) Dokumentasi dan Checklist

2. Hidrologi Observasi, dan Pedoman observasi,

(Dokumen) Dokumentasi dan Checklist

3. Penggunaan Lahan Observasi, dan Pedoman observasi,

(Peta RBI) Dokumentasi dan Checklist

C. Daya Tarik Kawasan

1. Aksesibilitas Observasi Pedoman observasi,

dan Checklist

2. Amenitas wisata Observasi Pedoman observasi,

dan Checklist

3. Atraksi wisata Observasi Pedoman observasi,

dan Checklist

4. Aktivitas wisata Observasi Pedoman observasi,

dan Checklist

5. Ancilliary services Observasi Pedoman observasi,

dan Checklist

6. Available packages Observasi Pedoman observasi,

dan Checklist Sumber: Olahan Penulis, 2015

E. Analisis Data

(33)

56

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

prosedural untuk menggambarkan data dan temuan di lapangan serta menjawab atas pertanyaan-pertanyaan penelitian.

[image:33.595.115.509.230.400.2]

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan Huberman (1984) (dalam Sugiyono, 2008, hlm. 91) yaitu menganalisis data melalui reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penyimpulan data (data conclusion drawing). Secara sederhana, teknik analisis ini dapat digambarkan seperti terlihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Teknik Analisis Data

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Mereduksi data berarti “merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting”. Dalam tahap ini data hasil observasi dan wawancara yang telah didapatkan, kemudian dikumpulkan dan digabungkan, serta dirangkum menjadi sebuah tulisan sederhana (script) sementara untuk selanjutnya dilakukan analisis terhadap data-data tersebut. Proses reduksi data akan memberikan gambaran untuk memperjelas data-data yang begitu banyak, sehingga penulis perlu memilah data yang sesuai dan dibutuhkan untuk menjawab

permasalahan dan memenuhi tujuan dari penelitian. 2. Data Display (Penyajian Data)

Dalam tahap ini, penyajian data akan dilakukan dalam bentuk deskripsi, sehingga diharapkan akan membantu dalam proses penarikan kesimpulan pada tahap berikutnya. Sugiyono (2012, hlm. 95) menjelaskan pendapat Miles and

Huberman (1984) bahwa ”the most frequent form of display data for qualitative

Conclusion Drawing Data Reduction

Data Collection

(34)

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

research data in the past has been narrative text”. Data yang telah dikumpulkan

dan direduksi kemudian oleh penulis disajikan dalam bentuk teks yang bersifat naratif. Namun untuk lebih memudahkan pemahaman, data dapat disajikan dalam bentuk tabel maupun gambar. Dalam penelitian ini, konsep tata ruang selain berbentuk deskripsi, juga berbentuk peta penataan kawasan Situ Bagendit menggunakan analisis tapak atau teknik overlay. Teknik overlay ini akan menapakkan peta topografi serta peta penggunaan lahan kawasan, sehingga akan didapatkan kesesuaian lahan sesuai dengan rujukan toeri yang ada.

3. Conclusion Drawing (Penyimpulan Data)

Tahap ini mengarah kepada penarikan kesimpulan untuk menjawab apa-apa yang menjadi pertanyaan/permasalahan penelitian dan bagaimana temuan yang akan dirumuskan dari kesimpulan data yang telah diperoleh. Penulis mengungkapkan kesimpulan data dalam penelitian kualitatif ini dalam bentuk gambaran maupun deskripsi tekstual berdasarkan hasil penelitian di lapangan.

Tahapan-tahapan tersebut akan digunakan oleh penulis untuk menggambarkan dan menjawab apa yang menjadi pertanyaan-pertanyaan

penelitian. Mulai dari mereduksi data hasil pengamatan dan wawancara mengenai kondisi fisik kawasan Situ Bagendit. Setelah itu data disajikan baik dalam teks, tabel, atau gambar maupun media lainnya untuk dianalisis potensi serta kendala penataan ruang di Situ Bagendit. Setelah analisis, maka barulah tahap penyimpulan data, yang akan menjawab tujuan dari penelitian ini, yaitu merumuskan konsep penataan ruang yang sesuai untuk Situ Bagendit sebagai kawasan wisata alam dengan fungsi lindung di Kabupaten Garut yang disajikan dalam bentuk peta penataan ruang kawasan dengan uraian/deskripsi tentang karakteristik lahan di zona-zona ruang yang telah disusun informasi dan rekomendasi pemanfaatannya.

F. Analisis Ruang

(35)

58

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

eksekusi fisik atau bentang alam kawasan, sehingga pembangunan fasilitas dan atau pembangunan peruntukkan pemanfaatan kawasan bisa tepat sasaran dan sesuai dengan zona dan fungsi kawasan.

Analisis ini mengkaji kondisi geografis kawasan seperti kondisi iklim, kemiringan lereng, jenis tanah, topografi kawasan, hidologi kawasan, serta bahaya yang kemungkinan dapat terjadi dari lahan di kawasan Situ Bagendit yang akan disusun konsep tata ruangnya sebagai kawasan wisata alam dengan fungsi lindung. Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa teknik overlay yang akan dilakukan dengan menapakkan peta topografi dengan peta penggunaan lahan kawasan, sehingga akan didapatkan kesesuaian lahan sesuai teori yang ada untuk pengembangan kawasan wisata alam di area kawasan lindung.

Adapun langkah-langkah dalam analisis ruang di kawasan Situ Bagendit ini adalah sebagai berikut.

1. Analisis dan inventarisasi data pada peta rupa bumi wilayah Banyuresmi dan data sekunder berkaitan dengan informasi kawasan Situ Bagendit.

2. Analisis geografis kawasan terhadap kondisi fisik alami untuk menentukan

penataan ruang kawasan Situ Bagendit sebagai kawasan wisata alam dengan fungsi lindung disesuaikan dengan kondisi topografi, hidrologi, fisik tanah, serta iklim, sehingga tetap menjaga konsep alami kawasan Situ Bagendit. 3. Pemasukkan data hasil survey lapangan ke dalam database, dalam bentuk

angka, deskripsi (data), dan peta, sehingga menghasilkan peta tematik yang berisi data lapangan.

4. Memberikan penilaian terhadap setiap fenomena atau gejala geografis di lapangan disesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya. 5. Melakukan tahapan overlay terhadap peta tematik atau menampalkan

(36)

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

131

Adisasmita, R. (2010). Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Adisasmita, R. (2012). Analisis Tata Ruang Pembangunan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Arikunto, S. (2009). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Badan Geologi. (2001). Peta Rupa Bumi Digital Indonesia 1: 25.000 Lembar 1208-642 Garut Edisi: I-2001. Bandung: Badan Geologi.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut. (2014). Kecamatan Banyuresmi Dalam Angka 2014. Garut: BPS Kabupaten Garut.

Badan Pusat Statistik. (2015). Jumlah Kedatangan Wisatawan Mancanegara ke Indonesia Menurut Pintu Masuk. Jakarta: BPS.

Basrowi dan Suwandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Buhalis, D. (1999). Marketing The Competitive Destination of The Future. Tourism Management, 1 (2), hlm. 97-116.

Bungin, B. (2010a). Analisis Data Penelitian Kualitatif - Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers.

Bungin, B. (2010b). Metode Penelitian Kualitatif - Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers.

Damanik, J. dan Weber, H.F. (2006). Perencanaan Ekowisata - Dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta: Andi.

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. (2011). Pedoman Penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah. Jakarta: Depbudpar.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Garut (2001). Studi Kelayakan Pengembangan Penataan Ruang Situ Bagendit. Garut: Disbudpar.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Garut (2015). Rekapitulasi Kunjungan Wisman dan Wisnus ke Situ Bagendit. Garut: Disbudpar.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Garut (2015). Rekapitulasi Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Wisatawan Nusantara ke Obyek Wisata di Kabupaten Garut. Garut: Disbudpar.

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat (2013). Pertumbuhan Wisatawan Mancanegara dan Wisatawan Nusantara di Provinsi Jawa Barat. Bandung: Disparbud.

(37)

132

Dede Rusliansyah, 2015

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG

DI KABUPATEN GARUT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gelgel, P.I. (2006). Industri Pariwisata Indonesia dalam Globalisasi Perdagangan Jasa (GATS-WTO) - Implikasi Hukum dan Antisipasinya. Bandung: Refika Aditama.

Herdiansyah, H. (2010). Metode Penelitian Kualitatif: untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Herdiansyah, H. (2013). Wawancara, Observasi, dan Focus Groups: Sebagai Instrumen Penggalian Data Kualitatif. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Inkson, C. dan Minnaert, L. (2012). Tourism Management an Introduction. London: SAGE Publications Ltd.

Kastolani, W. dkk. (2010). Perencanaan Ekowisata di Bumi Perkemahan Ranca Upas Sebagai Sarana Pendidikan Lingkungan dan Konservasi Rusa Ex-Situ. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia (tidak diterbitkan).

Kodoatie, R.J. dan Sjarief, R. (2010). Tata Ruang Air. Yogyakarta: Andi. Mirsa, R. (2012). Elemen Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Muljadi, A.J. (2010). Kepariwisataan dan Perjalanan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Noor, D. (2006). Geologi Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Noor, D. (2011). Geologi untuk Perencanaan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Page, Stephen dan Connell. (2006). Tourism a Modern Synthesis: London.

Pemerintah Kabupaten Garut Online - Subdomain Pariwisata dan Budaya. (2005). Peta Wisata Kabupaten Garut. Garut: Pemda.

Pemerintah Kecamatan Banyuresmi. (2014). Profil Kecamatan Banyuresmi. Garut: Kecamatan Banyuresmi.

Pendit, N.S. (2003). Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: Pradnya Paramita.

Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pelestarian dan Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Lindung.

Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.

Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029.

Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 29 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Garut Tahun 2011-2031.

Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penetapan Garis Sempadan Situ Bagendit.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2006 Tentang Irigasi. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang

Gambar

Gambar 1.1.  Peningkatan Indeks Daya Saing Pariwisata Indonesia Tahun 2008-2013
Tabel 1.1.  Data Kunjungan Wisatawan Mancanegara Dilihat dari Pintu Masuk Wisatawan ke Indonesia Tahun 2010-2014
Tabel 1.2.  Pertumbuhan Kunjungan Wisatawan Mancanegara danWisatawan Nusantara ke Obyek Wisata di Kabupaten Garut Tahun 2010-2014
Tabel 1.3.  Rekapitulasi Jumlah Kunjungan Wisman dan Wisnus ke Situ Bagendit Tahun 2010-2014
+4

Referensi

Dokumen terkait