STUDI OPTIMASI KAPASITAS LANDASAN PACU
(RUNWAY) PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL
JUANDA SURABAYA
TUGAS AKHIR
Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S1)
Disusun Oleh :
ALAND ARI YUDHA
0753011025
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
ABSTRAK
STUDI OPTIMASI KAPASITAS LANDASAN PACU (RUNWAY)
PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA
Oleh :
ALAND ARI YUDHA NPM : 0753010025
Pergerakan pesawat pada Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya mengalami peningkatan 5 hingga 10 persen tiap tahunnya, dari 98.865 kali pada tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 111.960 kali pada tahun 2011. Melihat kondisi ini, sistem runway dan taxiway eksisting berperan penting dalam mendukung kelancaran kegiatan operasional bandara.
Perhitungan pergerakan pesawat terbang pada kondisi eksisting, runway dapat menampung pergerakan eksisting sebesar 32 pergerakan pesawat terbang (16 take off & 16 landing) dengan kapasitas maksimum sebesar 35 pergerakan pesawat terbang (18 take off & 17 landing). Sedangkan pada kondisi 5 tahun mendatang, runway dapat menampung pergerakan rencana sebesar 40 pergerakan pesawat terbang (20 take off & 20 landing) dengan kapasitas maksimum sebesar 42 pergerakan pesawat terbang (21 take off & 21 landing)..
Perhitungan panjang runway dengan menggunakan pesawat terbang rencana Airbus 380-800, ternyata dimensi runway eksisting tidak bisa melayani pesawat terbang rencana. Karena dimensi runway yang dibutuhkan untuk pesawat terbang rencana sebesar Panjang : 3.213 m dan Lebar :60 m, sedangkan pada kondisi eksisting sebesar Panjang : 3.000 m dan Lebar : 45 m. Sehingga perlunya perubahan dimensi runway eksisting atau perencanaan runway baru. Supaya pesawat terbang rencana Airbus 380-800 bisa terbang pada runway tersebut.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan Rahmat, Taufik dan
Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini dengan
judul “STUDI OPTIMASI KAPASITAS LANDASAN PACU (RUNWAY) PADA
BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA”.
Maksud dan tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk memenuhi
persyaratan kelulusan program Studi Strata I pada Program Studi Teknik Sipil di
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Selain itu penulis juga
dapat mencoba menerapkan dan membandingkan pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh di bangku kuliah dengan kenyataan yang ada di lingkungan kerja.
Penulis merasa bahwa dalam menyusun laporan ini masih menemui beberapa
kesulitan dan hambatan, disamping itu juga menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir
ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan-kekurangan lainnya,
maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua
pihak.
Menyadari penyusunan Tugas Akhir tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada :
1. Papa, Mama dan Saudara yang tercinta atas curahan kasih sayang, doa dan
dorongan baik moril maupun materil.
2. Ibu Ir. Naniek Ratnijar., M.Kes. selaku Dekan Teknik Sipil dan Perencanaan
UPN ”Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Ibnu Sholichin, ST., MT. selaku Ketua Progdi Teknik Sipil dan sebagai
membimbing, memeriksa, serta memberikan petunjuk-petunjuk dalam
penyusunan laporan.
4. Bapak Nugroho Utomo, ST. selaku dosen pembimbing pendamping yang telah
bersedia untuk meluangkan waktu untuk membimbing, memeriksa, serta
memberikan petunjuk-petunjuk dalam penyusunan laporan.
5. Ibu Ir. Wahyu Kartini, MT. selaku dosen wali yang banyak membimbing
selama kuliah di program studi teknik sipil dari awal sampai lulus.
6. Ibu Masliyah, ST., MT., Bapak Ir. Hendrata Wibisina, MT. dan Ir. Hendro
Kutarto, MT, selaku dosen penguji Tugas Akhir.
7. Pimpinan dan seluruh staf PT. Angkasa Pura I Juanda Surabaya yang telah
memberikan data primer dan sekunder selama penyusunan Tugas Akhir.
8. Seluruh rekan-rekan BEM dan HIMA Teknik (Lingkungan, Arsitek, Sipil dan
DKV) FTSP UPN “veteran” Jawa Timur.
9. Seluruh teman-teman di FTSP UPN “Veteran” Jawa Timur, khususnya
Program Studi Teknik Sipil angkatan 2007, ECOTON (Lembaga Kajian
Ekologi dan Koservasi Lahan Basah), PWL (Padepokan Wonosalam Lestari),
FKMTSI (Forum Komunikasi Mahasiswa Teknik Sipil Indonesia) dan
Pondok Kreatif 25.
Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia-Nya dan
membalas segala amal budi serta kebaikan pihak-pihak yang telah membantu penulis
dalam penyusunan laporan ini dan semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi
pihak-pihak yang membutuhkan.
Surabaya, 22 Mei 2012
DAFTAR ISI
2.1. Karakteristik Pesawat Dalam Perencanaan Bandar Udara………….….
2.1.1. Pendahuluan……….
2.1.2. Type Mesin Pesawat Terbang………..
2.1.3. Macam - macam Berat Pesawat………...
2.1.4. Payload dan Range (jarak tempuh)………..………...
2.1.5. Berat Statik pada Main Gear dan Nose Gear…………...…….
2.2. Perencanaan Runway………..………...……..
2.2.1. Pendahuluan……….………....
2.2.2. Konfigurasi Runway………
2.2.4. Parameter yang Mempengaruhi Panjang Landasan
bagi Pesawat Terbang………...……….
2.3. Kapasitas dan Delay………...
2.3.1. Perumusan Delay……….………
2.3.2. Perumusan Kapasitas Metode FAA………
2.3.3 Faktor yang Memepengaruhi Kapasitas……….
2.4. Clearance Time………...……
2.5. Metode Perhitungan Jam Puncak……….………
2.6. Metode Peramalan Lalu Lintas Udara……….………
2.6.1. Peramalan Dengan kecenderungan……….………
2.6.2. Pemodelan Ekonometrik……….………
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA DATA
4.1. Perencanaan Runway………..
4.2. Konfigurasi dan Kapasitas Runway………..……...
4.3. Perhitungan Panjang Runway………
4.4. Peramalan Jumlah Pergerakan Pesawat Terbang di Runway…………..
4.5. Peramalan Jumlah Pergerakan Pesawat Terbang di Runway
4.6. Ringkasan Hasil Peramalan Pertumbuhan Jumlah Pergerakan
Pesawat Terbang di Runway………...
4.7. Delay Kondisi Existing………...
4.8. Peramalan Delay 5 Tahun Mendatang……….………
4.9. Runway Occupancy Time………..……..
4.9.1. Kondisi Eksisting………
4.9.2. Kondisi 5 Tahun Mendatang………...…...
4.9.3 Ringkasan Perhitungan Runway Occupancy Time…….………
4.10. Ringkasan Kapasitas Runway……….
BAB V KESIMPULAN & SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA………
LAMPIRAN
75
76
83
88
88
91
94
95
99
101
DAFTAR TABEL
Table 2.1. Klasifikasi Bandar Udara, Desain Grup Pesawat dan Jenis
Pesawat Sumber……….………..
Tabel 2.2. Aerodrom Reference Code………...
Tabel 2.3. Presentase take off weight………...……….
Tabel 2.4. Tipikal konfigurasi roda pesawat dan tekanan angin………...
Tabel 2.5. Tipikal konfigurasi Panjang Runway………...………
Tabel 2.6. Langkah Penghitungan Kapasitas Sisi Udara………..
Tabel 2.7. Klasifikasi Pesawat Terbang………
Tabel 4.1. Spesifikasi Pesawat Terbang Rencana Airbus 380-800……….………..
Tabel 4.2. Data Angin di Bandar Udara Juanda Internasional Surabaya…….…….
Tabel 4.3. Persentase Analisa Kecepatan Angin………..
Tabel 4.4. Persentase Sudut Azimut……….………....
Tabel 4.5. Klasifikasi Pesawat Terbang Rencana……….………
Tabel 4.6. Airplane Design Group………..………..
Tabel 4.7. Total Pergerakan Pesawat Terbang di Runway (2007-2011)……...……
Tabel 4.8. Persamaan Regresi Peramalan Jumlah Pergerakan Total Pesawat
Terbang di Runway Sampai Dengan Tahun 2016……...………....
Tabel 4.9. Hasil Peramalan Jumlah Pergerakan Total Pesawat Terbang
di Runway Sampai 2016………..
Tabel 4.10. Rasio Pergerakan Bulanan Pesawat Terbang Terhadap Total
Tabel 4.11. Rasio Pergerakan Harian Pesawat Terbang Terhadap Total
1 Tahun ………...
Tabel 4.12. Rasio Pergerakan Perjam Pesawat Terbang Terhadap Total
Harian ………..
Tabel 4.13. Peramalan Jumlah Pergerakan Pesawat Terbang
di Runway Pada Bulan Puncak ………
Tabel 4.14. Peramalan Jumlah Pergerakan Harian Pesawat Terbang di Runway...
Tabel 4.15. Peramalan Jumlah Pergerakan Peak Hour Pesawat Terbang
di Runway………
Tabel 4.16. Pergerakan Pesawat Terbang di Runway Pada 5 Tahun Mendatang…...
Tabel 4.17. Kategori Pesawat Terbang Berdasarkan Kecepatan Menurut FAA……
Tabel 4.18. Kecepatan Pendaratan dan Touchdown Pesawat Terbang (km/jam)…...
Tabel 4.19. Kecepatan Keluar Exit Taxiway (mph) dan Perlambatan (ft/sc2)………
Tabel 4.20. Kategori Kecepatan dan Perlambatan Pesawat Terbang ………
Tabel 4.21. Persentase Pergerakan Pesawat Terbang di Runway Pada Peak Hour…
Tabel 4.22. Hasil Perhitungan Clearance Time………..
Tabel 4.23. Presentase Pergerakan Pesawat Terbang Tahun 2016………
Tabel 4.24. Hasil Perhitungan Clearance Time………
Tabel 4.25. Klasifikasi Pesawat Terbang………
Tabel 4.26. Kapasitas dan Rencana Kebutuhan Pesawat Terbang………
Tabel 4.27. Klasifikasi Pesawat Terbang………
Tabel 4.28. Kapasitas dan Rencana Kebutuhan Pesawat Terbang………
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Peta Lokasi……….….
Gambar 1.2. Detail Layout Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya…..………
Gambar 2.1. Tipikal konfigurasi Runway………..……..
Gambar 2.2. Tipikal Arah Angin………..……….………...
Gambar 3.1. Bagan Alir Perencanaan..………...………..
Gambar 4.1. Wind Rose di Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya…………...
Gambar 4.2. Grafik Jumlah Total Pergerakan Pesawat Terbang Tahun 2007-2011…
Gambar 4.3. Diagram Alir Peramalan Analisa Regresi Linear………...
Gambar 4.4. Grafik Kedatangan Pesawat Terbang Domestik Pada Tahun
2007-2011………
Gambar 4.5. Grafik Keberangkatan Pesawat Terbang Domestik Pada Tahun
2007-2011………...……….
Gambar 4.6. Grafik Kedatangan Pesawat Terbang Internasional Pada Tahun
2007-2011………...….
Gambar 4.7. Grafik Keberangkatan Pesawat Terbang Internasional Pada
Tahun 2007-2011……….
Gambar 4.8. Grafik Kedatangan dan Keberangkatan Pesawat Terbang
Domestik Pada Tahun 2007-2011………...
Gambar 4.9. Grafik Total Kedatangan dan Keberangkatan Pesawat
Terbang Internasional Pada Tahun 2007-2011………
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya adalah bandar udara terbesar
kedua setelah Soekarno-Hatta Jakarta yang memiliki nilai strategis dalam upaya
pengembangan moda transportasi udara di Indonesia, terutama daerah – daerah di
kawasan Indonesia Timur.
Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya dengan luas 477,3 Ha berfungsi
sebagai hub atau pusat penyebaran penumpang maupun kargo yang menghubungkan
kawasan Indonesia bagian barat, tengah dan timur. Sehingga pertumbuhan
penumpang maupun kargo tiap tahunnya mengalami peningkatan.
Data dari PT. ANGKASA PURA I (Persero). Pada tahun 2010, penumpang
yang dilayani sudah melampaui angka 12 juta orang. Begitu juga dari sisi pergerakan
pesawat terbang, mengalami peningkatan 5 hingga 10 persen tiap tahunnya, dari
94.066 kali pada tahun 2009 mengalami peningkatan menjadi 102.187 kali pada
tahun 2010. Pergerakan pesawat terbang yaitu total pesawat terbang yang mendarat
dan yang lepas landas di runway.
Pertumbuhan volume lalu lintas udara yang cukup tinggi menyebabkan
sistem runway berperan penting dalam mendukung kelancaran kegiatan operasional
bandara. Sistem runway yang tepat akan dapat mengatasi peningkatan volume lalu
Penelitian ini akan menganalisa kondisi pergerakan pesawat terbang dan
dimensi runway. Analisa tersebut berdasarkan pengaruh jumlah existing taxiway
dalam pergerakan waktu delay dan prediksi pergerakan peningkatan volume lalu
lintas untuk 5 tahun mendatang dan analisa dimensi runway terhadap pesawat
terbang rencana Airbus 380-800.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada tugas akhir ini adalah :
1. Bagaimana kondisi landasan pacu (runway) Bandar Udara Internasional Juanda
Surabaya untuk saat ini dan 5 tahun mendatang ?
2. Bagaimana kondisi dimensi landasan pacu (runway) Bandar Udara Internasional
Juanda Surabaya untuk menampung pesawat terbang rencana Airbus 380-800 ?
3. Bagaimana solusi yang tepat pada landasan pacu (runway) Bandar Udara
Internasional Juanda Surabaya, jika tidak memenuhi syarat pada 5 tahun
mendatang ?
4. Bagaimana konfigurasi landasan pacu (runway) Bandar Udara Internasional
Juanda Surabaya, jika tidak bisa menampung pesawat terbang rencana Airbus
380-800 ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui kondisi landasan pacu (runway) Bandar Udara Internasional Juanda
2. Mengetahui kondisi dimensi landasan pacu (runway) Bandar Udara Internasional
Juanda Surabaya terhadap pesawat terbang rencana.
3. Mengetahui solusi yang tepat pada landasan pacu (runway) Bandar Udara
Internasional Juanda Surabaya, jika tidak memenuhi syarat pada 5 tahun
mendatang.
4. Mengetahui konfigurasi landasan pacu (runway) Bandar Udara Internasional
Juanda Surabaya, jika tidak bisa menampung pesawat terbang rencana Airbus
380-800.
1.4. Batasan Masalah
Dalam penyajian tugas akhir ini dilakukan pembatasan masalah sebagai
berikut :
1. Studi ini hanya membahas optimasi kapasitas landasan pacu (runway) Bandar
Udara Internasional Juanda Surabaya.
2. Studi ini menggunakan pesawat terbang rencana Airbus 380-800.
3. Menggunakan existing taxiway.
4. Tidak membahas taxiway, apron, gedung terminal dan ATC.
5. Tidak membahas tentang saluran drainase, pemarkaan dan perlampuan.
6. Pada perencanaan bandar udara ini tidak membahas tentang kekuatan struktur
(konstruksi) dari gedung terminal, hanggar dan bangunan pendukung bandar
udara, serta perkerasan dari landasan pacu (runway), apron, taxiway, dan rapid
taxiway.
7. Tidak membahas masalah ekonomi dan besarnya rencana anggaran biaya (RAB)
Lokasi Studi
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat tugas akhir ini adalah :
1. Mahasiswa mampu menganalisa kapasitas landasan pacu (runway) pada Bandar
Udara Internasional Juanda Surabaya.
2. Memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa yang lain maupun
penulis.
3. Merekomendasikan alternatif yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan
landasan pacu (runway) pada Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya.
1.6. Peta Lokasi
Studi ini dilakukan di Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya. Secara
administratif berada di Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo.
Gambar 1.1. Peta Lokasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Pesawat Terbang Dalam Perencanaan Bandar Udara
2.1.1. Pendahuluan
Menurut Horonjeff (1994) berat pesawat terbang penting untuk menentukan tebal perkerasan runway, taxiway dan apron, panjang runway saat lepas landas dan pendaratan pada suatu bandara. Bentang sayap dan panjang badan pesawat terbang
mempengaruhi ukuran apron parkir, yang akan mempengaruhi susunan gedung-gedung terminal. Ukuran pesawat terbang juga menentukan lebar runway, taxiway
dan jarak antara keduanya, serta mempengaruhi jari-jari putar yang dibutuhkan pada
kurva- kurva perkerasan.
Kapasitas penumpang mempunyai pengaruh penting dalam menentukan
fasilitas-fasilitas di dalam dan yang berdekatan dengan gedung-gedung terminal.
Panjang runway mempengaruhi sebagian besar daerah yang dibutuhkan di suatu bandara. Panjang landas pacu yang terdapat pada Tabel 2.1. dan Tabel 2.2. adalah
pendekatan panjang landasan pacu minimum yang dipakai setelah beberapa kali tes
yang dilakukan oleh pabrik pembuat pesawat terbang yang bersangkutan.
Perlu dijelaskan bahwa tabel-tabel ini diberikan untuk mengenal bahwa
beberapa besaran seperti ”Operating Weight Empty” kapasitas penumpang dan landasan adalah sebagai ancar-ancar, mengingat bahwa besaran tadi bisa dihitung
Tabel 2.1. Klasifikasi Bandar Udara, Desain Grup Pesawat dan Jenis Pesawat
AEROPLANE TYPE CODE REF AEROPLANE CHARACTERISTICS
AEROPLANE TYPE CODE REF AEROPLANE CHARACTERISTICS
ARFL Wingspan OMGWS Length MTOW TP
(m) (m) (m) (m) (kg) (kPa)
McDonnell Douglas :
DC8-63 4D 3179 45.2 7.6 57.1 158757 1365
DC10-30 4D 3170 50.4 12.6 55.4 251744 1276
Lockheed :
L1011-100/200 4D 2469 47.3 12.8 54.2 211378 1207
McDonnell Douglas :
MD11 4D 2207 51.7 12.0 61.2 273289 1400
Tupolev TU154 4D 2160 37.6 12.4 48.0 90300
Airbus :
A 330-200 4E 2713 60.3 12.0 59.0 230000 1400
A 330-300 4E 2560 60.3 12.0 63.6 230000 1400
A 340-300 4E 2200 60.3 12.0 63.7 253500 1400
Boieng :
B747-SP 4E 2710 59.6 12.4 56.3 318420 1413
B747-300 4E 3292 59.6 12.4 70.4 377800 1323
B747-400 4E 3383 64.9 12.4 70.4 394625 1410
B777-200 4E 2500 60.9 12.8 63.73 287800 1400
Sumber : Manual of Standards Part 139—Aerodromes Chapter 2: Application of Standards to
Tabel 2.2. Aerodrom Reference Code
Aerodrome Refecence Code
Code Element 1 Code Element 2
Code Aeroplane Reference Code Wing span Outer main gear
Aerodromes, Civil Aviation Safety Authority, Australian Government
2.1.2. Tipe Mesin Pesawat Terbang
Untuk mengetahui klasifikasi pesawat terbang perlu diketahui tentang tipe
mesin pesawat terbang :
1. Piston Engine Aircraft (P)
Pesawat terbang digerakan oleh perputaran baling–baling dengan tenaga
mesin piston. Sebagian pesawat terbang kecil digerakan oleh mesin piston. 2. Turbo Propeller (TP)
Pesawat terbang digerakan oleh baling–baling dengan tenaga mesin.
3. Turbo Jet (TJ)
4. Turbo Fan (TF)
Pesawat terbang digerakan oleh daya dorong dari tenaga semburan Turbo Jet
yang ditambahkan kipas (fan), ditempatkan di depan dari turbin induk. Sehingga didapatkan tenaga penggerak lebih besar.
2.1.3. Macam - macam Berat Pesawat Terbang
Beban pesawat terbang diperlukan untuk menentukan tebal lapis keras
landing movement yang dibutuhkan. Beberapa jenis beban pesawat terbang yang berhubungan dengan pengoperasian pesawat terbang antara lain :
1. Berat kosong operasi (Operating Weight Empty = OWE)
Adalah beban utama pesawat terbang, termasuk awak pesawat dan
konfigurasi roda pesawat terbang tetapi tidak termasuk muatan (payload) dan bahan bakar.
2. Muatan (Payload)
Adalah beban pesawat terbang yang diperbolehkan untuk diangkut oleh
pesawat terbang sesuai dengan persyaratan angkut pesawat terbang. Biasanya
beban muatan menghasilkan pendapatan (beban yang dikenai biaya). Secara
teoritis beban maksimum ini merupakan perbedaan antara berat bahan bakar
kosong dan berat operasi kosong.
3. Berat bahan bakar kosong (Zero Fuel Weight = ZFW)
Adalah beban maksimum yang terdiri dari berat operasi kosong, beban
penumpang dan barang. Sehingga ketika pesawat terbang sedang terbang,
4. Berat Ramp maksimum (Maximum Ramp Weight = MRW)
Adalah beban maksimum untuk melakukan gerakan, atau berjalan dari parkir
pesawat ke pangkal landas pacu. Selama melakukan gerakan ini, maka akan
terjadi pembakaran bahan bakar sehingga pesawat akan kehilangan berat.
5. Berat maksimum lepas landas (Maximum Take Off Weight = MTOW)
Adalah beban maksimum pada awal lepas landas sesuai dengan bobot
pesawat terbang dan persyaratan kelayakan penerbangan. Beban ini meliputi
berat operasi kosong, bahan bakar dan cadangan (tidak termasuk bahan bakar
yang digunakan untuk melakukan gerakan awal) dan muatan (payload). 6. Rumus menghitung panjang runway
Adalah beban maksimum pada saat roda pesawat terbang menyentuh lapis
keras (mendarat) sesuai dengan bobot pesawat dan persyaratan kelayakan
penerbangan.
Main gear (roda pendarat utama) direncanakan untuk menyerap gaya yang lebih besar, jadi harus dengan gear yang lebih kuat. Untuk pesawat terbang
transport, main gear direncanakan untuk menahan berat yang lebih kecil dari
maximum structural take off weight. Untuk pesawat terbang dengan jarak tempuh tidak terlalu jauh misalnya DC-9, main gear direncanakan dengan kekuatan menahan hampir maximum structural take off weight karena keperluaan bahan bakar tidak terlalu banyak.
Pada saat mendarat pesawat terbang tidak boleh melebihi maximum structural landing weight.
Tabel 2.3. merupakan perhitungan distribusi yang mendekati kebenaran dari
komponen bobot pesawat terbang. Dapat diperhatikan tentang perbandingan
jarak jelajah terbang dengan berat bahan bakar perjalanan, semakin jauh jarak
jelajah terbang maka berat bahan bakar perjalanan ketika lepas landas juga
semakin besar. Namun bobot muatan (payload) menurun. Tabel 2.3. Persentase Take Off Weight
Penerbangan Operating Empty Payload Tripload Reverse Fuel Weight
Short Range 66 24 6 4
Medium Range 59 16 21 4
Long Range 44 16 42 5
(Sumber: Tabel 1.2 hal 5. Heru Basuki, 1986)
2.1.4. Payload dan Range (jarak tempuh)
Pertanyaaan yang sering muncul, berapa jauh pesawat terbang bisa terbang,
jarak yang bisa ditempuh disebut range (jarak tempuh). Banyak faktor yang mempengaruhi jarak tempuh pesawat terbang, yang paling penting adalah payload. Pada dasar payload bertambah, jarak tempuhnya berkurang atau sebaliknya payload
berkurang, jarak tempuh bertambah.
2.1.5. Berat Statik pada Main Gear dan Nose Gear
Selain berat pesawat terbang, konfigurasi roda pendaratan utama sangat
berpengaruh terhadap perancangan tebal lapis keras. Pada umumnya konfigurasi roda
pendaratan utama dirancang untuk menyerap gaya-gaya yang ditimbulkan selama
melakukan pendaratan (semakin besar gaya yang ditimbulkan semakin kuat roda
yang digunakan), dan untuk menahan beban yang lebih kecil dari beban pesawat
Distribusi beban untuk perkerasan runway dan apron sangat penting diketahui untuk menentukan tebal perkerasan. Untuk merencanakan kekuatan
landasan, dianggap bahwa 5% beban diberikan kepada nose gear sedangkan yang 95% dibebankan kepada main gear. Bila ada dua main gear, masing – masing gear
menahan 47,5 % beban pesawat. Pada main gear yang mempunyai lebih dari dua
main gear seperti B 747 dibuat sumbu tengah antara dua gear.
Tabel 2.4. Tipikal Konfigurasi Roda Pesawat Terbang dan Tekanan Angin
2.2. Perencanaan Runway 2.2.1. Pendahuluan
Runway adalah bagian dari bandar udara yang diperlukan untuk tinggal landas (take off) dan pendaratan (landing).
2.2.2. Konfigurasi Runway
Banyak macam konfigurasi landasan pacu, sebagian konfigurasi adalah
kombinasi dari konfigurasi besar.
Konfigurasi dasar adalah :
1. Single Runway 2. Paralel Runway 3. Intersecting Runway 4. Open V Runway 1. Single Runway
Konfigurasi ini merupakan konfigurasi yang paling sederhana seperti terlihat
pada gambar. Kapasitas landasan pacu untuk kondisi VFR kapasitasnya
adalah antara 45 – 100 operations/hours (gerakan /jam). Sedangkan untuk kondisi IFR kapasitasnya berkurang menjadi 50 -70 operasi tergantung dari
komposisi mix pesawat dan perlengkapan penerbangan yang tersedia.
2. Paralel Runway (Landasan Pacu Dua Arah)
Kapasitas runway tergantung dari jumlah dan jarak antara runway.
Untuk close paralel :
Kondisi VFR kapsitasnya per jam : 90 – 198
Untuk intermediate per jam :
Kondisi VFR kapsitasnya per jam : 90 – 198
Kondisi IFR kapasitasnya per jam : 74 – 79
Untuk far paralel :
Kondisi VFR kapsitasnya per jam : 90 – 198
Kondisi IFR kapasitasnya per jam : 84 – 106
3. Intersecting Runway (Landasan Pacu Berpotongan)
Banyak Bandar udara mempunyai dua atau lebih landasan pacu yang arahnya
berbeda dan saling berpotongan. Landasan pacu ini diperlukan bila terdapat
angin yang relatif kuat, bertiup lebih dari satu arah. Kapasitas landasan pacu
yang berpotongan sangat tergantung pada letak perpotongannya (ditengah
atau diujung) dan pada cara pengoperasian landasan pacu, yang disebut
strategi (lepas landas atau mendarat).
4. Open V Runway (Landasan Pacu V-terbuka)
Landasan pacu yang arahnya memencar (divergen) tetapi tidak berpotongan disebut landasan pacu V-terbuka. Seperti landasan pacu berpotongan,
landasan pacu V-terbuka akan berubah menjadi landasan pacu tunggal
apabila angin bertiup dari satu arah. Apabila hembusan angin lemah, kedua
landasan pacu dapat digunakan.
Perbandingan konfigurasi landasan pacu dipandang dari segi kapasitas dan
pengendalian lalu lintas udara, konfigurasi landasan pacu satu arah (single runway) adalah yang terbaik. Konfigurasi ini akan menghasilkan kapasitas yang tertinggi
Gambar 2.1. Tipikal Konfigurasi Runway
2.2.3. Perhitungan Panjang Runway
Ada tiga metode yang menjadi dasar perhitungan panjang runway :
1. Tuntunan terhadap pembuatan dan operator pesawat terbang mengenai
prestasi atau Performance.
2. Hal – hal yang menentukan berat tiap – tiap jenis pesawat terbang pada waktu
take off dan landing.
Tabel 2.5. Tipikal Konfigurasi Panjang Runway
(Sumber: Tabel 1.2 hal 5. Heru Basuki, 1986)
2.2.3.1 Persyaratan prestasi (performance) yang ditentukan oleh industri pesawat terbang.
Ada tiga kasus yang dipertimbangkan dalam menetapkan panjang runway
untuk pengoperasian yang aman : 215 - 761 m
Runway use configuration Hourly capacityops/h
1. Kasus pendaratan (Landing Case)
Disediakannya landasan yang cukup panjang sehingga suatu pesawat terbang
dalam situasi normal dapat mendarat dengan aman atau adanya overshoots
dan poor approaches dapat dihindari dengan baik. Sehingga pesawat terbang dapat berhenti 60% dari seluruh panjang landasan, dimana ketinggian
pesawat pada ujung runway sebesar 50 ft (15,24 m). 2. Kasus lepas landas normal
Pada keadaan ini harus ada runway yang panjang sehingga pesawat terbang yang akan lepas landas dengan segala variasi dapat berjalan aman.
3. Kasus lepas landas dengan kegagalan mesin
Pada keadaan ini harus ada runway yang panjang sehingga pesawat terbang dapat melanjutkan tinggal landas walaupun pesawat terbang kekurangan
tenaga atau dibutuhkan runway yang panjang sehingga pesawat terbang yang mengalami kerusakan mesin dapat berhenti dengan melakuakan pengereman.
Untuk menghitung panjang runway dapat digunakan perumusan sebagai berikut : a. Keadaan pendaratan
FL = FS = LD
LD =
b. Keadaan lepas landas normal
FL = FS + CL
CL = 0.5[TOD – 1.15(LOD)]
TOD = 1.15(D35)
FS = TOR
c. Keadaan lepas landas dengan kegagalan mesin
Ditunda/dibatalkan
FL = FS + SW
FL = ASD
Tetap lepas landas
FL = FS + CL
CL = 0.50(TOD - LOD)
TOD = D35
FS = TOR
TOR = TOD – CL
Keterangan:
FL : Panjang lapangan (Field Length), m
FS : Panjang perkerasan kekuatan penuh (Full Strength), m CW : Daerah bebas (Clearway), m
TOD : Jarak lepas landas (Take Off Distance), m LOD : Jarak pengangkatan (Lift Off Distance), m D35 : Jarak pada ketinggian 35 ft, m
TOR : Jarak pacuan lepas landas (Take Off Run), m
ASD : Jarak percepatan berhenti (Accelerate Stop Distance), m LD : Jarak pendaratan (Landing Distance), m
2.2.4. Parameter yang Mempengaruhi Panjang Landasan Bagi Pesawat
Terbang
1. Elevasi Lapangan Terbang
Panjang landasan pacu yang didapat adalah tinggi di atas muka air laut.
2. Temperatur
Standard temperatur adalah suhu rata-rata harian dari bulan-bulan yang terpanas di lokasi lapangan terbang. Data bisa didapat pada Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
3. Take Off Weight
Zero fuel weight ditambah payload ditambah BBM yang dibutuhkan untuk terbang ke lapangan terbang tujuan, ditambah BBM cadangan
untuk terbang 1,5 jam.
Maximum landing weight ditambah payload tambah BBM untuk terbang ke lapangan terbang tujuan.
4. Distance
Jarak yang dapat ditempuh pesawat terbang dari satu tujuan lapangan terbang
ke lapangan terbang yang lain dengan maximum payload dan minimum berat BBM yang dibutuhkan untuk jarak itu.
5. Arah Runway
Arah runway harus selalu searah dengan atau mendekati dengan angin dominan (prevailing wind) yang terdapat di daerah tersebut, karena gerakan pesawat sewaktu landing dan take off akan menjadi sulit bahkan berbahaya apabila kecepatan angin melampaui suatu batas tertentu dan juga bila arah
Gambar 2.2. Tipikal Arah Angin
Penyelidikan angin dilakukan minimum selama 5 tahun dan dicatat:
• Arah angin
• Kecepatan/kekuatan angin
• Lamanya angin bertiup
Ketika landing dan take off, pesawat terbang dimungkinkan untuk manuver di atas runway selama komponen angin bertiup pada sudut yang sesuai
dengan arah perjalanan dan crosswind tidak terjadi. Maksimum crosswind yang diijinkan tergantung pada :
• Ukuran pesawat terbang
• Konfigurasi sayap
2.3. Kapasitas dan Delay 2.3.1. Perumusan Delay
Definisi keduanya adalah jumlah maksimum pesawat terbang yang beroperasi
yang dapat diakomodasikan oleh bandara selama interval waktu tertentu ketika ada
permintaan untuk pelayanan yang berkesinambungan (Blumstein,1960).
Perhitungan delay dipengaruhi oleh seberapa lama sebuah pesawat terbang
clear dari runway. Waktu minimal yang diperlukan agar pesawat terbang berikutnya dapat melakukan pergerakan di runway minimal sebesar clearance time pesawat terbang sebelumnya. Clearance time tergantung dari kecepatan pesawat saat melakukan pendaratan, touchdown, keluar exit taxiway, dan perlambatan ketika akan mendarat dan setalah mendarat.
Perumusan matematis kapasitas runway yang berkaitan dengan delay untuk tingkat kedatangan adalah :
a a
a a⁄ a a
Dimana :
a: delay rata-rata pesawat terbang yang datang (satuan waktu) a : tingkat kedatangan rata-rata (pesawat terbang per satuan waktu)
a : tingkat pelayanan rata-rata (pesawat terbang per satuan waktu)
Perumusan matematis kapasitas runway yang berkaitan dengan delay untuk tingkat keberangkatan adalah :
d d
d ⁄ d d d
Dimana :
d: delay rata-rata pesawat terbang yang berangkat (satuan waktu) d : tingkat keberangkatan rata-rata (pesawat terbang per satuan waktu)
: tingkat pelayanan rata-rata (pesawat terbang per satuan waktu)
d : simpangan rata-rata pesawat terbang yang berangkat
Sebelum menghitung delay harus diketahui jumlah pergerakan maksimum yang bisa terjadi di runway untuk mengetahui tingkat pelayanan runway. Jumlah pergerakan maksimum yang bisa terjadi di runway tergatung pada persentase take-off, landing dan campuran kategori pesawat terbang. Perumusan sebagai berikut : pesawat
x to x ( x ta x tb x tc x td x te )
Dimana :
N = Jumlah pergerakan maksimum dalam 1 jam
% T = % Take-off % L = % Landing
% E = % Pesawat terbang landing kategori E CTto = Clearance time pesawat terbang takeoff CTta = Clearance time pesawat terbang kategori A CTtb = Clearance time pesawat terbang kategori B CTtc = Clearance time pesawat terbang kategori C CTtd = Clearance time pesawat terbang kategori D CTte = Clearance time pesawat terbang kategori E 2.3.2. Perumusan Kapasitas Metode FAA
American Federal Aviation Administration (FAA) sudah menyediakan petunjuk penghitungan kapasitas bandar udara untuk komposisi pesawat terbang
yang berbeda-beda dan dengan konfigurasi landas pacu yang berbeda-beda dalam
Federal Aviation Administration (FAA) Advisory Circular (AC) 150/5060-5, Airport Capacity and Delay tahun 1983 dengan revisi tahun 1995. Penghitungan kapasitas bandar udara menurut FAA merupakan gabungan dari kapasitas komponen landasan
pacu, landasan hubung dan landasan parkir.
Penghitungan kapasitas menurut metode yang dikembangkan oleh FAA
dalam AC. 150/5060-5 adalah untuk menghitung kapasitas bandar udara. Maka
diperlukan penghitungan menyeluruh untuk setiap komponen sisi udara, yaitu:
a. Runway atau landasan pacu, istilah landasan pacu termasuk permukaan untuk mendarat, ditambah dengan bagian dari jalur pendekatan dan keberangkatan
yang secara umum digunakan oleh semua pesawat terbang. Penghitungan
kapasitas dari komponen landasan pacu berdasarkan konfigurasi landasan
b. Taxiway atau landasan hubung, istilah landasan hubung termasuk landasan hubung sejajar (parallel taxiway), landasan hubung keluar dan masuk, serta landasan hubung yang berpotongan dengan landasan pacu. Kapasitas dari
komponen landasan hubung perlu diperhitungkan apabila terdapat landasan
hubung yang memotong landasan pacu, karena dapat mengurangi kapasitas
operasi landasan pacu.
c. Gate Group atau kelompok pintu kedatangan/keberangkatan merupakan istilah yang menyatakan jumlah pintu yang ada di terminal yang digunakan
oleh suatu perusahaan penerbangan atau digunakan secara bersama-sama
antara 2 atau lebih perusahaan penerbangan atau pesawat terbang berjadwal
lainnya yang beroperasi secara rutin. penerbangan yang ada ditambah dengan
Positioning Time (PT) atau waktu yang diperlukan pesawat terbang untuk bergerak atau manuver keluar dan masuk tempat parkir.
Kapasitas yang dihasilkan oleh sistem sisi udara (throughput capacity) merupakan ukuran dari jumlah maksimum operasi pesawat terbang yang bisa
diakomodasi oleh bandar udara atau komponen bandar udara dalam 1 jam. Melalui
penghitungan kapasitas tiap komponen sisi udara tersebut dapat diketahui kapasitas
bandar udara tiap jam dan dihitung volume tahunan yang mampu dilayani oleh suatu
bandar udara (annual service volume). Langkah dan data masukan yang diperlukan untuk menghitung kapasitas bandar udara metode FAA. AC. 150/5060-5.
2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas
Tujuan dari perhitungan kapasitas bandar udara adalah untuk menjelaskan
kapasitas dari suatu bandar udara sebagai dasar untuk pengembangan bandar udara di
penumpang udara yang telah diperhitungkan sebelumnya berakibat kepada semua
komponen transportasi udara termasuk bandar udara. Mengantisipasi dan menangani
kenaikan penumpang, penambahan fasilitas dan pengembangan bandar udara
diperlukan untuk memenuhi permintaan akan transportasi udara di masa yang akan
datang.
Metode pertama yang digunakan adalah dengan mengevaluasi
komponen-komponen utama dari bandar udara termasuk sisi udara, fasilitas dan gedung serta
ruang udara yang tersedia. Melalui studi perencanaan, maka akan diketahui
komponen yang perlu mendapatkan penanganan lebih lanjut untuk menghadapi
kenaikan permintaan akan transportasi udara.
Tabel 2.6. Langkah Penghitungan Kapasitas Sisi Udara
Hasil Data masukan
Kapasitas tiap jam dari komponen landas pacu (Hourly
capacity of runway component)
a. Cuaca; tinggi dasar awan dan jarak pandang (VFR, IFR atau PVC)
b. Konfigurasi landas pacu c. Variasi pesawat (Aircraft Mix) d. Persentase kedatangan
e. Persentase Touch and Go
f. Lokasi dari landas hubung keluar/exit taxiway
Kapasitas tiap jam dari komponen landas hubung
(Hourly capacity of taxiway)
component
a. Lokasi persimpangan degan landas hubung
b. Intensitas penggunaan landas pacu (Runway operation rate)
c. Variasi pesawat pada landas pacu yang bersilangan Kapasitas tiap jam dari apron
(Hourly capacity of gate group
components)
a. Jumlah dan tipe gate pada tiap grup
b. Gate mix
c. Gate occupancy time
Kapasitas bandar udara tiap jam (Airport hourly capacity)
Hasil dari perhitungan 1, 2 dan 3 di atas dipilih yang terendah
Komponen utama yang harus dihitung dan diketahui sebagai dasar
menentukan kapasitas sisi udara adalah konfigurasi landasan pacu, panjang landasan
pacu, dan jumlah dan letak landasan hubung keluar dari landasan pacu. Sebagai
tambahan, kapasitas dari sistem sisi udara lebih lanjut dipengaruhi oleh karakteristik
operasi seperti cuaca, variasi pesawat terbang yang beroperasi dan sistem
pengendalian lalu lintas udara. Masing-masing komponen tersebut harus dianalisa
sebagai bagian dari perhitungan kapasitas sisi udara.
a. Konfigurasi Bandar Udara
Faktor utama untuk menghitung kapasitas operasi suatu bandar udara adalah
tata letak (layout) dan geometri dari landasan pacu serta landasan hubung bandar udara. Menurut FAA dalam Air Circular 150/5060-5 Airport Capacity and Delay ada sekitar 64 konfigurasi landasan pacu yang digunakan sebagai dasar penghitungan kapasitas landasan pacu. Masing-masing konfigurasi
mempunyai kapasitas yang berbeda sehubungan dengan jarak pisah aman
(separation) antar pesawat baik yang berangkat maupun mendarat.
Dalam penghitungan kapasitas sisi udara terkait dengan konfigurasi bandar
udara adalah exit factor atau faktor yang diakibatkan oleh jumlah landasan hubung dan jarak landasan hubung keluar dari awal pendaratan atau
keberangkatan pesawat. Hal ini berpengaruh terhadap penghitungan
kapasitas, jumlah landasan hubung keluar dari landasan pacu untuk
pendaratan dan keluar dari landasan parkir untuk keberangkatan yang lebih
banyak akan memperbesar kapasitas sisi udara, sedangkan jarak keluar yang
sesuai dengan banyak landasan hubung keluar juga akan memperbesar
b. Cuaca
Fenomena cuaca yang berpengaruh terhadap operasi penerbangan terutama di
bandar udara adalah ceiling (tinggi dasar awan) dan visibility (jarak pandang). Terdapat 3 kategori untuk kondisi tersebut, yaitu:
1. Visual Flight Rules (VFR), tinggi dasar awan di atas 1000 kaki dan jarak pandang lebih dari 3 mil.
2. Instrument Flight Rules (IFR), tinggi dasar awan 670 sampai 1000 kaki dan atau jarak pandang 1 sampai 3 mil.
3. Poor Visibility Condition (PVC) atau kondisi cuaca di bawah minimum, dimana tinggi dasar awan di bawah 670 kaki dan atau jarak pandang
kurang dari 1 mil.
Kondisi cuaca di atas menyebabkan kapasitas yang berbeda akibat
operasional pesawat yang terganggu, kapasitas pada kondisi IFR atau di
bawah minimum akan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kondisi
VFR. Perbedaan kondisi tersebut digunakan untuk menghitung kapasitas
operasi bandar udara pada masing-masing kondisi cuaca.
c. Mix Index
Mix Index adalah fungsi matematis yang digunakan dalam penghitungan kapasitas bandar udara untuk mengetahui tingkat pengaruh pesawat terbang
berbadan lebar terhadap sistem bandar udara. Hal ini terkait dengan
selain itu adalah adanya pengaruh udara yang berputar di belakang mesin
pesawat (wake turbulence) terutama apabila beroperasi di belakang pesawat terbang berbadan lebar sehingga harus ada jarak yang aman antar pesawat.
Semakin besar perbedaan kelas pesawat terbang yang beroperasi, maka
semakin besar jarak aman yang diperlukan dan berarti semakin sedikit
kapasitas operasi yang dihasilkan.
Untuk penghitungan kapasitas, maka pesawat terbang dikategorikan menjadi
4 kelas seperti dapat dilihat pada Tabel 2.7. Perhitungan Mix Index adalah persentase operasi dari pesawat terbang kelas C (pesawat terbang berbadan
sedang) ditambah 3 kali persentase operasi pesawat terbang terbang kelas D
(berbadan lebar), atau % (C+3D).
Tabel 2.7. Klasifikasi Pesawat Terbang
Kelas
Persentase kedatangan atau persentase pendaratan pesawat terbang adalah
perbandingan antara jumlah pendaratan dengan seluruh operasi pesawat
terbang, dengan perhitungan sebagai berikut.
P i x
Semakin besar persentase kedatangan maka akan semakin kecil kapasitas
yang lebih lama daripada prosedur keberangkatan atau lepas landas pesawat
terbang terkait dengan separasi atau jarak pisah aman yang harus disediakan
kepada pesawat terbang.
e. Percent Touch & Go
Persentase Touch and Go atau pesawat terbang yang melakukan latihan pendaratan dengan hanya menyentuh landasan tanpa berhenti adalah
perbandingan antara jumlah Touch and Go dengan seluruh operasi pesawat terbang, dengan perhitungan sebagai berikut.
T h x
dengan,
A = Jumlah kedatangan pesawat terbang dalam 1 jam
DA = Jumlah keberangkatan pesawat terbang dalam 1 jam
T&G = Jumlah Touch and Go dalam 1 jam
Operasi Touch and Go memperkecil kapasitas sisi udara terutama komponen landasan pacu, hal ini disebabkan pesawat terbang yang akan mendarat dan lepas
landas harus memiliki jarak pisah yang aman terhadap operasi Touch and Go yang berarti waktu tunggu yang lebih lama dan kapasitas yang semakin berkurang.
2.4. Clearance Time
Takeoff-takeoff clearance time = 2 menit
Takeoff-landing clearance time = 2 menit
Landing-landing clearance time = CT menit
Landing-takeoff clearance time = CT menit
Catatan : CT take off 2 menit mengacu pada DOC 4444-RAC/501/12 ICAO, Untuk runway tunggal dengan posisi antrian saat take off berurutan pada satu garis lurus dan elevasi yang sama.
CT dihitung dengan persamaan berikut (Horojeff & McKelvey, 1994)
ot- td
a td
- e
a t
Dimana :
CT = waktu pemakaian runway (dt)
= kecepatan pesawat terbang saat melewati ujung runway (ft/dt) = kecepatan touchdown (ft/dt)
= kecepatan keluar exit taxiway (ft/dt)
= waktu membelokan dari runway setelah kecepatan keluar exit taxiway (dt) = perlambatan rata-rata di udara (ft/dt2)
= perlambatan rata-rata di darat (ft/dt2)
3 = waktu yang dibutuhkan bagi roda depan pesawat terbang menyentuh
2.5. Metode Perhitungan Jam Puncak
Diperlukannya metode ini adalah untuk mengetahui tinggkat pergerakan
pesawat terbang pada kondisi peak hour dan juga sebagai dasar acuan kondisi paling maksimum pemakaian runway.
Berdasarkan data existing jumlah rata-rata pergerakan harian di runway
dalam 1 tahun dan jumlah pergerakan pesawat terbang di runway pada bulan puncak dalam satu tahun, dapat diketahui rasio jumlah pesawat terbang bulan puncak
terhadap jumlah pergerakan pesawat terbang total satu tahun. Dapat dilihat pada
persamaan berikut (Pignataro, 1973) :
month month year
Dimana :
month
=
peak month ratio.month
=
pergerakan total pesawat terbang di runway saat bulan puncak. year = pergerakan total pesawat terbang di runway dalam 1 tahun.Rasio jumlah pergerakan pesawat terbang pada hari puncak terhadap jumlah
pergerakan pesawat terbang bulan puncak. Dapat dilihat pada persamaan berikut
(Pignataro, 1973) :
day day month
Dimana :
day
=
peak day ratio.day
=
pergerakan total pesawat terbang di runway dalam 1 hari puncak.Rasio jumlah pergerakan pesawat terbang pada jam puncak terhadap jumlah
pergerakan pesawat terbang hari puncak. Dapat dilihat pada persamaan berikut
(Pignataro, 1973) :
hour hour day
Dimana :
hour
=
peak hour ratio.hour
=
pergerakan total pesawat terbang di runway dalam satu jam puncak. day=
pergerakan total pesawat terbang di runway saat hari puncak.2.6. Metode Peramalan Lalu Lintas Udara
Untuk melakukan peramalan lalu lintas udara terdapat beberapa metode yang
dapat digunakan. Metode-metode yang digunakan yang ada ini cukup bervariasi
mulai dari perkiraan yang sederhana hingga metode analisa matematis yang lebih
rumit. .
2.6.1. Peramalan Kecenderungan (Trend Extrapolation)
Ekstrapolasi didasarkan pada suatu pengukian pada hipótesis kegiatan dan
menganggap bahwa faktor-faktor tersebut yang menentukan variasi lalu lintas pada
masa lalu akan terus menunjukan hubungan-hubungan yang serupa pada masa depan.
Prosedur ini menggunakan data tipe rangkaian wakru dan menganalisis
pertumbuhan dan laju pertumbuhan yang dihubungkan dengan kegiatan
1. Linear Extrapolation (Ekstrapolasi Linear)
Teknik ini digunakan untuk pola permintaan yang menunjukan suatu
hubungan linear hitoris dengan perubahan waktu. 2. Exponential Extrapolation (Ekstrapolasi Eksponensial)
Variabel yang tergantung pada yang lain memeperlihatkan suatau laju
pertumbuhan yang konstan terhadap waktu, biasanya digunakan esktrapolasi
eksponensial.
3. Logistic Curves (Kurva-Kurva Logistik)
Dimana laju pertumbuhan tahunan rata-rata secara berangsur-angsur mulai
berkurang sesuai dengan waktu, mak sebaiknya digunakan kurva logistik
untuk menganalisis kecenderungan.
2.6.2. Pemodelan Ekonometrik (Econometric Modelling)
Metode yang menghubungkan kegiatan penerbangan dengan faktor-faktor
sosial ekonomi merupakan teknik yang sangat berguna dalam membuat peramalan
masa mendatang.
Metode yang digunakan pada Tugas akhir ini adalah regresi linear. Metode
ini dapat digunakan untuk menggambarkan saat ini (existing) dan peramalan pertumbuhan lalu lintas udara yang akan datang. Metode ini juga dapat memodelkan
hubungan antara 2 peubah atau lebih. Pada model ini terdapat peubah tidak bebas (y)
yang menghubungkan fungsional 1 atau lebih peubah bebas (xi). Dalam kasus ini
yang paling sederhana, hubungan secara umum dapat dinyatakan dalam persamaan
Y = A + Bx
Dimana :
Y = peubah tidak bebas
A = peubah bebas
B = intersep atau konstanta regresi
x = koefisien regresi
Parameter A dan B dapat diperkirakan dengan menggunakan metode kuadrat
terkecil yang meminimumkan selisih kuadrat total antara hasil pengamatan, nilai
parameter A dan B bisa didapatkan dari persamaan berikut:
i i i i i i i i( i ) i i
A = Y – Bx
Jumlah data dalam bilangan bulat positif , , ………..,
Koefisien determinasi (R2) didefinisikan sebagai nisbah antara variasi
terdifinisi dengan variasi total persamaan berikut :
i yi y i yi y
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Data Primer
Data – data proposal tugas akhir ini diambil langsung pada Bandar Udara
Internasional Juanda Surabaya yang meliputi frekuensi pergerakan pesawat terbang
selama 1 hari, terutama pada jam sibuk (peak hour).
3.2. Data Sekunder
Data – data proposal tugas akhir ini dari PT. ANGKASA PURA I Bandar
Udara Internasional Juanda Surabaya, meliputi :
1. Spesifikasi Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya.
2. Jadwal Penerbangan.
3. Data Angin
4. Jenis dan Tipe Pesawat Rencana.
5. Pergerakan Pesawat Terbang Selama 5 Tahun Terakhir.
3.3. Metode Perencanaan
Metodologi yang digunakan pada proposal tugas akhir ini adalah sebagai
berikut :
1. Studi kasus untuk mendapatkan data primer yang meliputi frekuensi
2. Mencari data – data sekunder yang meliputi : spesifikasi Bandar Udara
Internasional Juanda Surabaya, jadwal penerbangan, data angin, jenis dan tipe
pesawat terbang rencana dan pergerakan pesawat terbang selama 5 tahun
terakhir.
3. Menentukan metode dan peraturan yang meliputi :
1. Perhitungan dimensi runway ideal terhadap pesawat terbang rencana berdasarkan perumusan sebagai berikut :
a. Keadaan pendaratan
FL = FS = LD
LD =
b. Keadaan lepas landas normal
FL = FS + CL
CL = 0.5[TOD – 1.15(LOD)]
TOD = 1.15(D35)
FS = TOR
TOR = TOD - CL
c. Keadaan lepas landas dengan kegagalan mesin
1. Ditunda/dibatalkan
FL = FS + SW
FL = ASD
d. Tetap lepas landas
FL = FS + CL
CL = 0.50(TOD - LOD)
FS = TOR
TOR = TOD – CL
Keterangan:
FL : Panjang lapangan (Field Length), m
FS : Panjang perkerasan kekuatan penuh (Full Strength), m CW : Daerah bebas (Clearway), m
TOD : Jarak lepas landas (Take Off Distance), m LOD : Jarak pengangkatan (Lift Off Distance), m D35 : Jarak pada ketinggian 35 ft, m
TOR : Jarak pacuan lepas landas (Take Off Run), m
ASD : Jarak percepatan berhenti (Accelerate Stop Distance), m LD : Jarak pendaratan (Landing Distance), m
SD : Jarak pemberhentian (Stop Distance), m
2. Perhitungan peramalan lalu lintas udara berdasarkan perumusan sebagai
berikut :
Y = A + Bx
Dimana :
Y = peubah tidak bebas
A = peubah bebas
B = intersep atau konstanta regresi
x = koefisien regresi
Parameter A dan B dapat diperkirakan dengan menggunakan metode
pengamatan, nilai parameter A dan B bisa didapatkan dari persamaan
berikut:
i i i i i i i i( i ) i i
A = Y – Bx
Jumlah data dalam bilangan bulat positif , , ………..,
Koefisien determinasi (R2) didefinisikan sebagai nisbah antara variasi
terdifinisi dengan variasi total persamaan berikut :
i yi y i yi y
3. Perhitungan pada jam puncak (peak hour) berdasarkan perumusan sebagai berikut :
month month year
Dimana :
month
=
peak month ratio.month
=
pergerakan total pesawat terbang di runway saat bulan puncak. year= pergerakan total pesawat terbang di runway dalam 1 tahun.
day day month
Dimana :
day
=
peak day ratio.day
=
pergerakan total pesawat terbang di runway dalam 1 hari puncak.hour hour day
Dimana :
hour
=
peak hour ratio.hour
=
pergerakan total pesawat terbang di runway dalam 1 jam puncak. day=
pergerakan total pesawat terbang di runway saat hari puncak. 4. Perhitungan kapasitas dan delay berdasarkan perumusan sebagai berikut :a
a = penundaan rata-rata terhadap pesawat yang datang, satuan waktu.
a = tingkat kedatangan rata-rata, pesawat terbang per satuan waktu.
a =.tingkat pelayanan rata-rata untuk kedatangan, pesawat terbang per
satuan waktu, atau kebalikan dari waktu pelayanan rata-rata.
a = simpangan baku waktu pelayanan rata-rata dari pesawat terbang
d = tingkat pelayanan rata-rata untuk keberangkatan, pesawat terbang
per satuan waktu, atau kebalikan dari waktu pelayanan rata-rata.
d = simpangan baku waktu pelayanan rata-rata dari pesawat terbang
yang
x to x ( x ta x tb x tc x td x te )
Dimana :
N = Jumlah pergerakan maksimum dalam 1 jam
% T = % Take-off % L = % Landing
% A = % Pesawat terbang landing kategori A % B = % Pesawat terbang landing kategori B % C = % Pesawat terbang landing kategori C % D = % Pesawat terbang landing kategori D % E = % Pesawat terbang landing kategori E CTto = Clearance time pesawat terbang takeoff CTta = Clearance time pesawat terbang kategori A CTtb = Clearance time pesawat terbang kategori B CTtc = Clearance time pesawat terbang kategori C CTtd = Clearance time pesawat terbang kategori D CTte = Clearance time pesawat terbang kategori E 4. Mengerjakan proposal tugas akhir.
3.4. Bagan Alir Perencanaan
Identifikasi Permasalahan :
Pergerakan pesawat terbang yang mengalami peningkatan 5% - 10% tiap tahunnya dan kemampuan runway untuk melayani pesawat terbang rencana Airbus A 380-800.
Pengumpulan Data
Analisa Data
Data Sekunder : 1. Spesifikasi Bandara Juanda. 2. Jadwal Penerbangan. 3. Data Angin.
4. Jenis dan Tipe Pesawat Rencana. 5. Pergerakan Pesawat
Selama 5 Tahun Terakhir. Data Primer :
frekuensi pergerakan pesawat
selama 1 hari, terutama pada jam sibuk (peak hours).
Studi Literatur Mulai
Gambar 3.1. Bagan Alir Perencanaan Selesai
A
TIDAK 1. Perhitungan dimensi runway ideal terhadap pesawat rencana.
2. Perhitungan peramalan lalu lintas udara (Regresi Linear). 3. Perhitungan pada jam puncak (peak hour)
4. Perhitungan kapasitas dan delay
YA
Usulan Konfigurasi dan Perubahan Dimensi
Runway
Apakah Studi Kapasitas Landasan Pacu (Runway) Sudah Optimal ?
1. < 10 % berat pesawat diatas 125.000 pon pergerakan pesawat per tahunnya 90.000 – 150.000 dan > 90% berat pesawat diatas 125.000 pon pergerakan pesawat per tahunnya 80.000 – 140.000.
2. Runway existing bisa menampung
pesawat rencana Airbus 380-800.
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISA DATA
4.1. Perencanaan Runway
Dalam evaluasi kinerja runway pada Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya dibutuhkan beberapa data, antara lain spesifikasi pesawat terbang rencana,
data meteorologi dan geofisika dan beberapa data penunjang lainnya.
4.2. Konfigurasi dan Kapasitas Runway
Konfigurasi arah dan kapasitas runway dapat direncanakan berdasarkan data-data sekunder yang ada. Konfigurasi single runway merupakan acuan perencanaan yang ideal. Sedangkan untuk arah runway direncanakan berdasarkan data angin dari Badan Meteorologi dan Geofisika Juanda Surabaya. Data angin yang tercatat dalam
3 tahun terakhir tersebut menunjukkan angin dominan dan kecepatan angin.
4.3. Perhitungan Panjang Runway
Untuk kebutuhan panjang landasan dalam perencanaan lapangan terbang
diatur oleh (Federal Aviation Administration) FAA. AC 150/5324-4 atau ICAO,
Aerodrome Manual DOC 7920-AN/865 part 1 Aircraft Characteristic untuk menghitung panjang landasan bagi rute-rute tertentu, untuk berbagai macam pesawat
terbang dan Airplane Characteristics Airbus 380.
Pada perhitungan panjang runway menggunakan pesawat terbang rencana
dari Badan Meteorologi dan Geofisika Juanda Surabaya sebagai pedoman seperti
pada Tabel 4.1. dan Tabel 4.2. berikut ini :
Tabel 4.1. Spesifikasi Pesawat Terbang Rencana Airbus 380-800
Measurement A380-800 A380-800F
Cockpit Crew Two
Seating Capacity 525 (3-Class) 624 (2-Class) 12 Couriers 853 (1-Class)
Length Overall 72.73 m (238. 6 ft)
Wingspan 79.75 m (261. 6 ft)
Height 24.45 m (80. 2 ft)
Wheel Base 33.58 m (110. 2 ft) Wing Landing Gear 36.85 m (120.9 ft) Body Landing Gear
Wheel Track 12.46 m (40.9 ft)
Outside Fuselage Width 7.14 m (23.4 ft)
Outside Fuselage Width Height 8.41 m (27.6 ft)
Maximum Cabin Widht 5.92 m (19.4 ft) Upper Deck (Floor Level) 6.58 m (21.6 ft) Main Deck
Cabin Length 44.93 m (147.4 ft) Upper Deck 49.9 m (164 ft) Main Deck
Wing Area 845 m2 (9.100 sq ft)
Aspect Ratio 7.5
Wing sweep 33.5
Maximum Taxi/Ramp Weight (1.260.000 lb) 571.000 kg (1.310.000 lb) 592.000 kg
Maximum Take off Weight (1.250.000 lb) 569.000 kg (1.300.000 lb) 590.000 kg
Maximum Landing Weight (860.000 lb) 391.000 kg (940.000 lb) 427.000 kg
Maximum Zero Full Weight (810.000 lb) 366.000 kg (890.000 lb) 402.000 kg Typical Operating Empty
Weight (610.000 lb) 276.800 kg (566.000 lb) 252.200 kg Maximum Structural Payload (197.000 lb) 89.200 kg (330.000 lb) 149.800 kg
Maximum Cargo Volume ( 6.200 cu ft) 176 m3 ( 40.000 cu ft) 1.134 m3 Maximum Operating Speed Mach 0.89 (945 km/h, 589 mph, 510 knots)
at cruise altitude
Maximum Design Speed Mach 0.96 (at cruise altitude) in dive at cruise altitude (1020 km/h, 634 mph, 551 knots)
Take off Run at MTOW/SL ISA ( 9.020 ft) 2.750 m ( 9.500 ft) 2.900 m
Range at Design Load (8.300 nmi, 9.500 mi) 15.400 km (5.600 nmi, 6.400 mi) 10.400 km
Service Ceiling 13.115 m (43.028 ft)
Maximum Fuel Capacity 320.000 L
310.000 L (81.893 US gal)
(84.600 US gal) 320.000 L
(84.600 US gal)option
Engines (4 x) Trent 970/B (A380-841) GP7270 (A380-861) Trent 977/B (A380-843F) GP7277 (A380-863F) Trent 927/B (A380-842)
Thrust (4 x) 310 kN (70.000 lbf) Trent 970/B 310 kN (70.000 lbf) GP 7270 340 kN (76.000 lbf) Trent 977/B 340 kN (76.000 lbf) GP7277 320 kN (72.000 lbf) Trent 972/B
Tabel 4.2. Data Angin di Bandar Udara Juanda Internasional Surabaya
Data angin yang tercatat pada Tabel 4.2. dibutuhkan dalam penentuan
distribusi arah angin dan kecepatan angin yang terjadi di lokasi. Hasil perhitungan
kecepatan angin ditampilkan pada Tabel 4.3. berikut ini :
Tabel 4.3. Persentase Analisa Kecepatan Angin
Kecepatan Angin Arah Angin (%) Keterangan
(Knot) U TL T TG S BD B BL Jumlah
0 – 5 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 6 – 10 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 11 – 15 0.00 0.00 22.22 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 22.22 16 – 20 0.00 5.56 38.89 0.00 0.00 0.00 5.56 0.00 50.00 > 21 0.00 0.00 8.333 0.00 0.00 0.00 19.44 0.00 27.78
Jumlah 0.00 5.56 69.44 0.00 0.00 0.00 25.00 0.00 100.00
Sumber : PT (Persero) Angkasa Pura I Juanda Surabaya.
Setelah didapatkan hasil persentase analisa kecepatan angin di Bandar Udara
Internasional Juanda Surabaya. Perhitungan untuk menentukan arah dominan
(prevailing wind) pada runway dengan bantuan Tabel 4.4. berikut ini : Tabel 4.4. Persentase Sudut Azimut
No Calm Sudut Azimut
1 NE : Timur Laut 250 - 690
2 E : Timur 700 - 1140
3 SE : Tenggara 1150 - 1590
4 S : Selatan 1600 - 2040
5 SW : Barat Daya 2050 - 2490
6 W : Barat 2500 - 2940
7 NW : Barat Laut 2950 - 3390
8 N : Utara 3400 - 0240
Perhitungan untuk menentukan arah dominan (prevailing wind) pada runway
dibagi menjadi empat alternatif berorientasi pada sudut azimut, seperti berikut : 1. Alternatif I (Berorientasi pada sudut Azimut 700 - 2940/E - W)
(0 - 5) Knot = 0.00 %
(6 - 10) Knot = 0.00 %
(11 - 15) Knot = 22.22 %
(16 - 20) Knot = 33.33 %
(> 21) Knot =16.67 %
Total = 72.22 %
2. Alternatif II (Berorientasi pada sudut Azimut 1600 - 0240/S - N) (0 - 5) Knot = 0.00 %
(6 - 10) Knot = 0.00 %
(11 - 15) Knot = 2.78 %
(16 - 20) Knot = 0.00 %
(> 21) Knot = 13.89 %
Total = 16.67 %
3. Alternatif III (Berorientasi pada sudut Azimut 250 - 1590/NE - SE) (0 - 5) Knot = 0.00 %
(6 - 10) Knot =0.00 %
(11 - 15) Knot = 0.00 %
(16 - 20) Knot = 2.78 %
(> 21) Knot = 0.00 %
4. Alternatif IV (Berorientasi pada sudut Azimut 2050 - 3390/SW - NW) (0 - 5) Knot = 0.00 %
(6 - 10) Knot = 0.00 %
(16 - 15) Knot = 0.00 %
(> 21) Knot = 0.00 %
Total = 0.00 %
e rnyata dari keempat alternatif, terdapat “percentage of wind” terbesar pada Alternatif I (Berorientasi pada sudut Azimut 700 - 2940/E - W) dengan total persentase 72.22 %
Berdasarkan “percentage of wind”, persentase angin yang berkaitan dengan arah dan kecepatan dengan berbagai sektor. Dengan “percentage of wind” diberi tanda asiran, yang seperti ditampilkan pada Gambar 4.1. berikut ini :
Perhitungan untuk menentukan suhu rata-rata pada Bandar Udara
Internasional Juanda Surabaya, berdasarkan Tabel 4.2. Data Angin di Bandar Udara
Juanda Internasional Surabaya adalah sebagai berikut :
1. Suhu rata-rata perbulan pada tahun 2009
, , , , , ,5 , , , , , ,
,
2. Suhu rata-rata perbulan pada tahun 2010
, , , , , , , , , , , ,
,
3. Suhu rata-rata perbulan pada tahun 2011
, , , , , , , , , , , ,
,
4. Suhu rata-rata selama 3 tahun terakhir
, , ,
,
Berdasarkan perhitungan suhu rata-rata selama 3 tahun terakhir, yakni
sebesar 27,6 0C dan elevasi landasan pacu eksisting pada Bandar Udara Internasional
Juanda Surabaya sebesar 9 feet atau 2,743 m (PT. Angkasa Pura Juanda Surabaya).
Digunakan untuk perhitungan koreksi landasan pacu rencana
Mengacu kepada perhitungan analisa arah, kecepatan angin dan elevasi
landasan pacu, maka untuk perhitungan panjang runway adalah sebagai berikut : a. Keadaan Lepas Landas
Pada keadaan lepas landas dibutuhkan berat maksimum lepas landas yang
direncanakan, yang diperoleh dari total berat yang berpengaruh pada pesawat terbang