• Tidak ada hasil yang ditemukan

EXECUTIVE SUMMARY KAJIAN ILMIAH PEMEKARAN KECAMATAN DI KABUPATEN PAMEKASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EXECUTIVE SUMMARY KAJIAN ILMIAH PEMEKARAN KECAMATAN DI KABUPATEN PAMEKASAN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

EXECUTIVE SUMMARY

KAJIAN ILMIAH PEMEKARAN KECAMATAN

DI KABUPATEN PAMEKASAN

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Di era otonomi daerah, berbagai upaya pembenahan terus dilakukan untuk memperbaiki kinerja aparatur pemerintahan dan sekaligus untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Selain meningkatkan kompetensi SDM, membangun infrastruktur dan memperbaiki manajemen pelayanan yang lebih transparan, termasuk memastikan standart pelayanan minimal lembaga, salah satu upaya yang tak kalah penting adalah melakukan penataan ulang pengelompokkan wilayah, baik di tingkat desa/kelurahan mau pun di tingkat kecamatan.

Penataan dan pengelompokan ulang wilayah kecamatan, kenapa perlu dilakukan, karena problema dan kebutuhan masyarakat akan layanan yang lebih baik memang terus berkembang sangat dinamis. Dengan ditata ulang, sudah barang tentu tujuannya adalah agar masyarakat dapat memperoleh layanan publik yang lebih baik, karena masyarakat dapat memperoleh layanan dengan cepat dari kantor-kantor pemerintahan yang ada di sekitarnya.

Seperti diketahui, sejak kehadiran UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, hal itu telah memberi dampak luas terhadap tata laksana pemerintah daerah. Dasar filosofi keseragaman berubah menjadi filosofi keanekaragaman dalam kesatuan. Dari paradigma administratif yang mengutamakan dayaguna dan hasilguna menjadi paradigma demokratisasi, partisipasi masyarakat serta pelayanan. Tugas utama pemerintah daerah yang semula sebagai promotor pembangunan berubah menjadi pelayan masyarakat. Dari dominasi eksekutif (executive heavy) berubah ke arah dominasi legislatif (legislative heavy). Pengaturan terhadap desa yang terbatas, menggantikan pengaturan yang luas dan seragam secara nasional.

Saat ini, Undang–Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah kita ketahui telah mengalami berbagai revisi. Dulu yang digunakan pada

(2)

awalnya adalah Undang–Undang No. 5 Tahun 1974, dan seiring dengan berjalannya waktu kemudian diganti menjadi UU No. 22 Tahun 1999. UU ini selanjutnya diganti menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Di era pasca reformasi, karena UU tentang Pemerintahan Daerah dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah, maka sejak tahun 2014 telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan berbagai revisi dan tambahan pengaturan baru yang disesuaikan dengan perkembangan jaman dan tuntutan kebutuhan masyarakat.

Di dalam pasal 1 huruf (m) UU Nomor 22 Tahun 1999 dinyatakan bahwa Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat Daerah Kabupaten dan Daerah Kota Pasal tersebut menunjukkan adanya dua perubahan penting yaitu: bahwa kecamatan bukan lagi wilayah administrasi pemerintahan seperti pada masa UU Nomor 5 Tahun 1974, melainkan wilayah kerja. Sebagai wilayah kerja, tentu saja konsepsinya bukan lagi suatu wilayah kekuasaan camat tetapi merupakan areal tempat camat bekerja. Selain itu, camat sebagai perangkat Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, bukan lagi kepala wilayah administrasi pemerintahan seperti masa UU Nomor 5 Tahun 1974 tetapi camat berfungsi sebagai administrator pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.

Perubahan kedudukan kecamatan membawa dampak pada kewenangan yang dijalankan oleh Camat. Camat tidak lagi memiliki kewenangan atributif sebagaimana diatur pada pasal 80 dan 81 UU Nomor 5 Tahun 1974. Di dalam pasal 66 ayat (4) UU Nomor 22 Tahun 1999 Camat memiliki kedudukan menerima pelimpahan sebagian dari kewenangan pemerintahan Bupati/Walikota. Artinya kewenangan yang dijalankan oleh camat merupakan kewenangan delegatif yang diberikan oleh Bupati/Walikota. Luas atau sempitnya delegasi kewenangan dari Bupati/Walikota kepada camat sangat tergantung pada keinginan politis dari Bupati/ Walikota bersangkutan.

Adanya perubahan paradigma otonomi daerah sampai ke tingkat kecamatan membuka peluang pemerintah daerah untuk melakukan pemekaran di sejumlah kecamatan. Pemekaran kecamatan dianggap mendesak agar pengelolaan daerah semakin mudah. Bupati dan walikota banyak yang tertarik untuk

(3)

melakukan pemekaran kecamatan dalam rangka mempercepat pembangunan. Dari adanya pemekaran kecamatan, kegiatan susulan lainnya adalah penempatan lokasi pusat kecamatan agar optimal dalam pelayanan publik. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah secara normatif menggariskan bahwa kecamatan dan kelurahan adalah merupakan bagian dari perangkat pemerintah daerah kabupaten/kota. Urusan yang dapat dilakukan oleh tingkat kecamatan atau kelurahan, tidak perlu ”berduyun-duyun” ke tingkat kabupaten/kota. Dengan demikian, lokasi kantor kecamatan yang tepat adalah yang mudah dijaungkau oleh seluruh warga masyarakat desa atau kelurahan setempat, memberi dampak efektif dan efisien bagi masyarakat, dan tentu saja dapat memotong birokrasi yang berbelit-belit.

Dengan asumsi yang dibangun di atas, sebuah kecamatan yang terlalu gemuk dengan jumlah desa/kelurahan yang banyak tidak lagi efektif dan efisien. Penggabungan daerah sama halnya dengan penghapusan daerah, penggabungan daerah biasanya juga dilakukan dengan melihat dari interpretasi pemerintah dalam melihat kemampuan suatu daerah dalam mengembangkan rumah tangganya sendiri.

Secara yuridis, sebagaimana diatur dalam peraturan yang terbaru, yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, bahwa proses penggabungan daerah dan juga pemekaran ebuah wilayah kecamatan sangat mungkin dilakukan sepanjang bertujuan untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Penggabungan atau pemekaran kecamatan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan. Permasalahan dalam kegiatan kajian ini adalah bagaimanakah penataan wilayah kecamatan yang perlu dikembangkan ke depan sesuai pertimbangan yuridis atau ketentuan hukum yang berlaku, dan bagaimanakah dampak penataan ulang kecamatan di Kabupaten Pamekasan bagi peningkatan kualitas pelayanan publik bagi masyarakat di Kabupaten Pamekasan.

Rencana penataan dan pembentukan kecamatan sebagaimana dimaksud di atas harus sesuai dengan pasal 2 yaitu memenuhi syarat administratif, teknis serta fisik kewilayahan. Secara garis besar, syarat administratif pembentukan

(4)

kecamatan meliputi, antara lain: batas usia penyelenggaraan pemerintahan minimal 5 (lima) tahun. Batas usia penyelenggaraan pemerintahan desa atau kelurahan yang akan dibentuk menjadi kecamatan minimal 5 (lima) tahun. Keputusan BPD dan forum komunikasi kelurahan di seluruh wilayah kecamatan baik yang menjadi calon cakupan wilayah kecamatan baru maupun kecamatan induk tentang persetujuan pembentukan kecamatan. Sedangkan, persyaratan teknis meliputi: jumlah penduduk, luas wilayah, rentang kendali penyelenggaraan pelayanan pemerintahan dan aktivitas perekonomian serta ketersediaan sarana dan prasarana. Persyaratan fisik kewilayahan meliputi cakupan wilayah lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana serta rencana tata ruang kewilayahan.

Dengan persyaratan di atas, diharapkan daerah yang baru dibentuk dapat tumbuh, berkembang dan mampu menyelenggaraan otonomi daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang optimal guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Pembentukan atau pemekaran daerah/kecamatan di wilayah Kabupaten Pamekasan harus dinilai kelayakan pembangunan kecamatan yang baru secara obyektif dan memuat penilaian kuantitatif dan kualitatif terhadap factor-faktor teknis, yaitu rencana wilayah tata ruang ibukota/kecamatan serta penilaian kualitatif terhadap factor lainnya yang memiliki karakteristik tersendiri antara lain potensi sumber daya alam yang belum terjadi serta kondisi penduduk setempat baik di bidang ekonomi, social maupun budaya secara historis, sesuai dengan PP No.19 Tahun 2008 dalam pasal 1 dan pasal 2.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dalam studi ini diajukan perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran akses masyarakat di Kabupaten Pamekasan terhadap berbagai pusat layanan public?

2. Bagaimanakah gambaran kebutuhan dan harapan masyarakat terhadap kebijakan pemekaran kecamatan di Kabupaten Pamekasan?

3. Kendala-kendala apa sajakah yang timbul dalam upaya penataan kembali pembagian wilayah setingkat kecamatan di Kabupaten Pamekasan?

(5)

1.3. Maksud dan Tujuan 1.3.1. Maksud

Memberikan panduan bagi pengambil kebijakan di dalam merencanakan dan menata pemekaran kecamatan di Kabupaten Pamekasan secara optimal. 1.3.2. Tujuan

1. Meningkatkan efisiensi kerja aparatur pemerintah dalam pelayanan, khususnya di wilayah kecamatan dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi.

2. Meningkatkan kemampuan kecamatan untuk secara bersama menggali dan mengembangkan potensi masyarakat kecamatan.

3. Meningkatkan kualitas pelayanan publik bagi masyarakat di wilayah kecamatan di Kabupaten Pamekasan.

1.4. Metode

Kajian ini tidak hanya bermaksud memetakan situasi problematic yang timbul dalam proses pemekaran kecamatan, tetapi juga merumuskan rekomendasi kebijakan tentang perlu-tidaknya pemekaran kecamatan dilakukan di Kabupaten Pamekasan.

Kajian ini dilakukan di sejumlah kecamatan di Kabupaten Pamekasan yang menurut data memiliki perkembangan jumlah penduduk yang besar dan membutuhkan pemekaran kecamatan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas layanan bagi masyarakat kecamatan. Kecamatan yang dipilih sebagai lokasi penelitian setelah dikonsultasikan ke Bappeda Kabupaten Pamekasan ditentukan di Kecamatan Batumarmar, Pademawu, Palengaan dan Proppo.

Jumlah responden yang diwawancarai, ditetapkan sebanyak 400 penduduk di tingkat kecamatan. Seluruh responden dicari dari wilayah kecamatan yang ditengarai merupakan kecamatan yang berpotensi dikembangkan menjadi kecamatan pemekaran.

Informasi tentang kebutuhan dan harapan masyarakat kecamatan pemekaran kecamatan, digali dengan kuesioner yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Selain itu survey, dalam kajian ini juga dilakukan probing untuk menggali data yang lebih mendalam.

(6)

Seluruh data yang berhasil dihimpun kemudian diolah dengan program SPPS. Data ditampilkan dalam bentuk tabel dan kutipan wawancara. Di akhir laporan, selain ditampilkan dalam bentuk kesimpulan, juga ditampilkan sejumlah rekomendasi tentang arah kebijakan pemekaran kecamatan di Kabupaten Pamekasan.

2.PEMEKARAN KECAMATAN DAN PELAYANAN PUBLIK:

KERANGKA ANALISIS

Tujuan dan keputusan melakukan pemekaran kecamatan pada dasarnya adalah untuk kepentingan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemekaran kecamatan niscaya tidak akan bermanfaat bagi masyarakat jika tidak diikuti dengan perbaikan kinerja pelayanan publik. Pemekaran kecamatan dan perbaikan kinerja pelayanan publik adalah dua hal yang saling berkaitan.

Per definisi, pemekaran kecamatan adalah suatu proses pemecahan dari satu kecamatan menjadi lebih dari satu kecamatan sebagai upaya kesejahteraan masyarakat. Sedangkan pelayanan publik adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang/kelompok orang atau institusi tertentu untuk memberikan kemudahan dan bantuan kepada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan tertentu (Miftah Thoha, 1991). Lembaga Administrasi Negara (LAN) mendefinisikan pelayanan publik sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh pemerintahan di pusat, daerah dan di lingkungan BUMN/BUMD dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.1. Pemekaran Kecamatan

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa Daerah (Kabupaten/Kota) dapat membentuk kecamatan dalam rangka meningkatkan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat desa /kelurahan (Adhayanto, Handrisal, & Irman, 2016).

Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Peraturan Daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Pembentukan Kecamatan dapat berupa

(7)

pemekaran 1 (satu) kecamatan menjadi 2 (dua) kecamatan atau lebih, dan/atau penyatuan wilayah desa dan/atau kelurahan dari beberapa kecamatan.

Pembentukan Kecamatan sebagaimana dimaksud harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Syarat administratif pembentukan kecamatan, meliputi:

1. Batas usia penyelenggaraan pemerintahan minimal 5 (lima) tahun;

2. Batas usia penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan yang akan dibentuk menjadi kecamatan minimal 5 (lima) tahun;

3. Keputusan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau nama lain untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk kelurahan di seluruh wilayah kecamata baik yang menjadi calon cakupan wilayah kecamatan baru maupun kecamatan induk tentang persetujuan pembentukan kecamatan;

4. Keputusan Kepala Desa atau nama lain untuk desa dan Keputusan Lurah atau nama lain untuk kelurahan di seluruh wilayah kecamatan baik yang akan menjadi cakupan wilayah kecamatan baru maupun kecamatan induk tentang persetujuan pembentukan kecamatan;

5. Rekomendasi Gubernur.

Syarat fisik kewilayahan sebagaimana dimaksud adalah meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan.

Cakupan wilayah sebagaimana dimaksud adalah untuk daerah kabupaten paling sedikit terdiri atas 10 desa/kelurahan dan untuk daerah kota paling sedikit terdiri atas 5 desa/kelurahan.

Lokasi calon ibukota sebagaimana dimaksud adalah memperhatikan aspek tata ruang, ketersediaan fasilitas, aksesibilitas, kondisi dan letak geografis, kependudukan, sosial ekonomi, sosial politik, dan sosial budaya.

Sarana dan prasarana pemerintahan sebagaimana dimaksud meliputi bangunan dan lahan untuk kantor camat yang dapat digunakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud meliputi: 1. jumlah penduduk;

(8)

3. rentang kendali penyelenggaraan pelayanan pemerintahan; 4. aktivitas perekonomian;

5. ketersediaan sarana dan prasarana.

Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud adalah dinilai berdasarkan hasil kajian yang dilakukan pemerintah kabupaten/kota sesuai indikator sebagaimana ditetapkan.

Pemerintah kabupaten/kota dapat membentuk kecamatan di wilayah yang mencakup satu atau lebih pulau, yang persyaratannya dikecualikan dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dengan pertimbangan untuk efektifitas pelayanan dan pemberdayaan masyarakat di pulau-pulau terpencil dan/atau terluar. Namun demikian, pembentukan kecamatan sebagaimana dimaksud harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari gubernur sebagai wakil Pemerintah.

Pemerintah dapat menugaskan kepada pemerintah kabupaten/kota tertentu melalui gubernur selaku wakil Pemerintah untuk membentuk kecamatan dengan mengecualikan beberapa persyaratan.

Pembentukan kecamatan sebagaimana dimaksud, atas pertimbangan kepentingan nasional dan penyelenggaraan tugas umum pemerintahan. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Pembentukan Kecamatan sebagaimana dimaksud paling sedikit memuat:

1. nama kecamatan;

2. nama ibukota kecamatan; 3. batas wilayah kecamatan; dan 4. nama desa dan /atau kelurahan.

Selain itu, perlu pula dilampiri peta kecamatan dengan batas wilayahnya sesuai kaidah teknis dan memuat titik koordinat.

Perubahan nama dan/atau pemindahan ibukota kecamatan ditetapkan dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota.

2.1.1. Penghapusan dan Penggabungan (1) Kecamatan dihapus apabila:

1. jumlah penduduk berkurang 50% (limapuluh perseratus) atau lebih dari penduduk yang ada; dan/atau

(9)

2. cakupan wilayah berkurang 50% (limapuluh perseratus) atau lebih dari jumlah desa/kelurahan yang ada.

(2) Kecamatan yang dihapus, wilayahnya digabungkan dengan kecamatan yang bersandingan setelah dilakukan pengkajian.

Penghapusan dan penggabungan kecamatan sebagaimana dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

2.1.2. Penilaian Syarat Teknis

Ada sejumlah faktor dan indikator yang perlu dipertimbangkan dalam pembentukan atau pemekaran kecamatan. Berbagai factor dan indicator itu adalah sebagai berikut:

Tabel 1

Faktor dan Indikator Pemekaran Kecamatan

FAKTOR INDIKATOR

Penduduk Jumlah Penduduk

Luas Daerah Luas wilayah keseluruhan.

Luas wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan

Rentang Kendali Rata-rata jarak desa ke pusat pemerintahan kecamatan Rata-rata waktu perjalanan ke pusat pemerintahan kecamatan

Aktivitas Perekonomian

Jumlah bank

Lembaga keuangan non bank Kelompok pertokoan

Jumlah Pasar Ketersediaan Sarana

dan Prasarana

Rasio Sekolah Dasar per penduduk usia Sekolah Dasar Rasio Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama per penduduk usia Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

Rasio Sekolah Lanjutan Tingkat Atas per penduduk usia Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

Rasio tenaga medis per penduduk Rasio fasilitas kesehatan per pendudut

Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor atau perahu atau perahu motor atau kapal

(10)

motor

Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga

Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor

Rasio sarana peribadatan per penduduk

Rasio fasilitas lapangan olahraga per penduduk Jumlah balai pertemuan

2.2. Pelayanan Publik

Untuk mengetahui sejauhmana telah terjadi peningkatan kualitas pelayanan publik yang ditawarkan birokrasi atau pemerintah sesungguhnya bukan hanya diukur dari penambahan jumlah unit-unit pelayanan yang tersebar di berbagai wilayah. Tetapi yang terpenting justru pada sejauhmana akses masyarakat terhadap berbagai fasilitas publik yang tersedia telah meningkat secara nyata, sejauhmana kualitas layanan yang ditawarkan makin berpihak kepada masyarakat dan sekaligus telah direalisasi, serta pada aspek responsivitas —yakni kemampuan untuk mengenali, merancang dan penyelenggarakan program pelayanan yang benar-benar kontekstual dengan kebutuhan publik yang menjadi kelompok sasarannya. Apalah artinya berbagai bentuk pelayanan ditawarkan kepada publik, jika semuanya ternyata justru malah mengalienasikan dan membebani warga masyarakat itu sendiri?

Bagi aparatur pemerintahan di daerah, dengan diputuskannya pemekaran kecamatan dn dilakukan reformasi birokrasi yang diharapkan sebetulnya bukan hanya perbaikan kinerja pelayanan, tetapi juga kesadaran dan kemauan dari mereka untuk menemukan dan mengembangkan berbagai langkah terobosan yang inovatif. Sistem dan karakter birokrasi yang sudah terbentuk puluhan tahun dan telah terbiasa bekerja dalam posisi yang asimetris dengan masyarakat pengguna jasa layanan, tentu tidak bisa dengan serta-merta berubah tanpa didukung perubahan iklim organisasi, kesadaran dan perbaikan kualitas SDM aparatur birokrasi yang kreatif --yang mampu melahirkan inovasi dalam pelayanan publik.

(11)

Untuk mendongkrak kinerja pelayanan publik, harus diakui memang bukan merupakan hal yang mudah. Tetapi, jika birokrasi bersedia membenahi kualitas dan profesionalisme SDM yang ada, dan memberi ruang bagi terciptanya produk-produk layanan yang inovatif, maka secara teoritis upaya perbaikan kinerja pelayanan publik tidak lagi sekadar angan-angan.

Bagi birokrasi publik, inovasi sesungguhnya sebuah produk yang diperlukan untuk mempertahankan proses organisasional. Seperti dikatakan Toumi (1999), bahwa inovasi adalah penyebab utama dan modal yang dibutuhkan bagi proses pembaharuan (renewel) dan pertumbuhan (growth) organisasi (lihat: Gorat, 2003). Inovasi di sektor publik adalah salah satu jalan atau bahkan “breakthrough” untuk mengatasi kemacetan dan kebuntuan organisasi di sektor publik. Karakteristik dari sistem di sektor publik yang rigid, kaku dan cenderung mempertahankan status quo, niscaya akan dapat dicairkan melalui penularan budaya inovasi. Secara teoritik, inovasi yang terus-menerus akan menjadi kunci bagi keberhasilan organisasi dalam jangka panjang (Shapiro, 2002).

Pentingnya inovasi bagi upaya perbaikan kinerja sektor publik juga diakui oleh United Nation’s Departement of Economic and Social Affairs (UNDESA) dengan menekankan tiga kategori dasar dalam pelayanan publik, yaitu: transparansi dan akuntabilitas, perbaikan pelayanan publik dan aplikasi ICT atau

e-government. Inovasi dengan segala karakteristiknya boleh dikata merupakan

pintu keluar dari segala kebuntuan sistem di sektor publik.

Baker (2002), membedakan beberapa jenis inovasi dalam upaya peningkatan kualitas layanan publik, yaitu inovasi proses, produk/jasa, dan konsep strategi/bisnis. Inovasi dalam bidang strategi/kebijakan adalah mengarah pada misi, tujuan, strategi dan alasan baru yang menandai suatu kebangkitan dari realitas yang ada. Inovasi jasa/produk menghasilkan perubahan pada ciri dan disain jasa/produk, sementara inovasi penyampaian meliputi cara-cara penyampaian jasa baru atau yang telah diubah atau berinteraksi dengan klien. Inovasi proses adalah hasil dari gerakan perbaikan yang berkualitas serta berkesinambungan yang mengarah pada cara baru bentuk prosedur internal, kebijakan serta organisasi yang diperlukan demi mendukung inovasi. Terakhir,

(12)

inovasi pada sistem interaksi baru atau cara berinteraksi yang telah diperbaiki bersama pelaku lain dan berbasiskan pengetahuan, perubahan pada pengaturan.

3. KESIMPULAN DAN SARAN

Upaya untuk menata ulang penyelenggaraan pemerintahan di tingkat kecamatan sesuai ketentuan yang berlaku, harus diakui bukanlah hal yang mudah. Keputusan melakukan pemekaran kecamatan tentu bukan sekadar membagi wilayah kecamatan yang telah berkembang pesat menjadi dua wilayah kecamatan –dengan tambahan satu kecamatan baru. Tetapi, yang tak kalah penting keputusan melakukan pemekaran kecamatan dilakukan dengan terutama mempertimbangkan aspek cakupan berdasarkan kewilayahan atau jangkauan layanan, peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan di tingkat kecamatan.

Dalam menentukan kecamatan mana yang perlu dimekarkan atau tidak, kajian ini selain mendasarkan pada sejumlah indikator penting, seperti jumlah penduduk, rasio jumlah aparatur dengabn penduduk yang harus dilayani, jumlah ketersediaan fasilitas publik, khususnya fasilitas publik di bidang kesehatan dan pendidikan, juga menimbang masukan, kebutuhan dan harapan masyarakat yang tinggal di kecamatan yang hendak dimekarkan.

Studi ini pada batas-batas tertentu menemukan, sebagian besar masyarakat umumnya setuju dilakukan pemekaran kecamatan, sepanjang hasilnya memberikan manfaat di bidang pelayanan publik yang makin mudah, murah dan cepat. Berbagai pelayanan dasar, seperti pelayanan administrasi kependudukan, kesehatan dan pendidikan, adalah tiga hal yang diharapkan dapat lebih terjangkau dan meningkat setelah dilakukan pemekaran kecamatan.

Di Bab Penutup ini, selain dikemukakan beberapa permasalahan yang mungkin timbul sehubungan dengan upaya penataan ulang kecamatan, di sub bab berikutnya akan dikemukakan beberapa saran yang perlu diperhatikan Pemerintah Kabupaten Pamekasan sebelum benar-benar memutuskan melakukan pemekaran kecamatan.

(13)

3.1. Kesimpulan

Dari hasil kajian lapangan meawancarai 400 responden di 4 kecamatan lokasi terpilih, beberapa temuan pokok studi ini adalah:

1. Akses masyarakat ke berbagai pusat layanan public antara satu dengan yang lain tidak sama. Sebagian besar responden menyatakan jarak antara tempapt tinggal dengan pusat layanan umumnya tidak terlalu jauh. Namun demikian, cukup banyak responden yang mengaku jauh. Dari 400 responden yang diwawancarai, sebanyak 34,5% responden menyatakan jarak rumah dengan pusat layanan jauh, bahkan 4,8% responden menyatakan terlalu jauh. Sebanyak 46,8% responden menyatakan jarak rumah dengan tempat mereka mengurus surat untuk usaha relative jauh, dan bahkan 12,2% responden menyatakan sangat jauh. Untuk mencari layanan kesehatan, sebanyak 18,8% responden menyatakan jauh, dan 3,5% responden menyatakan sangat jauh. Lokasi untuk memenuhi kebutuhan rekreasi keluarga, menurut 43% responden jauh, dan bahkan sebanyak 26,5% responden mengaku sangat jauh.

2. Jarak rumah responden dengan pusat layanan public secara umum tidaklah jauh –hanya dalam radius sekitar 2-4 kilometer. Untuk Puskesmas, sebagian besar responden (66,25%) mengaku rumahnya hanya berjarak kurang dari 2,6 kilometer. Nmun demikian, sebanyak 7,25% responden mengaku jarak rumahnya dengan Puskesmas sekitar 7-15 kilometer. Untuk jarak dengan rumah sakit, sebanyak 37,5% menyatakan sekitar 7-13 kilometer, dan bahkan 16% responden mengaku jaraknya lebih dari 14 kilometer. Hanya 46,5% responden yang mengaku jarak rumahnya dengan Rumah Sakit di bawah 6,5 kilometer. Jarak rumah dengan kantor kecamatan, sebagian besar responden (43,25%) sekitar 1,5 hingga 5 kilometer. Bahkan 34,5% responden jarak rumahnya dengan Puskesmas kurang dari 1 kilometer. Dari 400 responden, sebanyak 12,5% jarak rumahnya dengan kantor kecamatan sekitar 5,4 kilometer hingga 10 kilometer. Bahkan ada 9,75% responden yang jaraknya di atas 11 kilometer. Untuk jarak rumah dengan sekolah, sebagian besar responden menyatakan jaraknya tidak jauh. Hanya sekitar 1 kilometer, tereutama

(14)

untuk TK, SD dan SMP. Tetapi, untuk SMA jarak rumah responden relative lebih jauh. Hanya 16% yang jarak rumahnya dengan SMA kurang dari 0,5 kilometer. Sebanyak 25,5% responden yang mengaku jarak rumahnya dengan SMA sekitar 5 hingga 8 kilometer.

3. Kondisi lingkungan tempat tinggal responden, dalam dua tahun terakhir cenderung makin ramai. Dari 400 responden yang diwawancarai, hanya 11,8% responden yang mengaku kondis tempat tinggalnya makin sepi. Sebagian besar responden menyatakan tetap (45,8%), tetapi sebanyak 42,5% responden menyatakan kondisi tempat tinggalnya cenderung makin ramai.

4. Selama ini, pengalaman responden ketika mengurus suatu kepentingan – semisal surat keterangan—ke kecamatan, transportasi yang dipergunakan umumnya sepeda motor. Meski mungkin jarak rumah mereka dengan pusat layanan dasar relatif jauh, mereka merasa tidak menjadi masalah karena mengandalkan sepeda motor. Sebanyak 88,8% responden mengaku transportasi yang mereka gunakan untuk menuju maupun pulang kembali ke rumah setelah mengurus sesuatu di kecamatan adalah sepeda motor. Sepeda motor, bagi sebagian besar responden dinilai praktis dan murah. Untuk respsonden yang rumahnya dekat dengan kantor kecamatan, mereka mengaku memilih jalan kaki (3,2%). Untuk responden yang berasal dari kelas yang secara ekonomi lebih mapan, mereka mengaku biasanya menggunakan mobil (2%). Tetapi jumlahnya tidak banyak. Dari 400 responden, 4,5% mengaku naik kendaraan umum atau ojek ketika mengurus sesuatu di kantor kecamatan.

5. Dalam mengurus administrasi kependudukan, studi ini menemukan cukup banyak responden yang mengeluhkan soal jarak. Sebanyak 41,2% responden menyatakan lokasi layanan pengurusan administrasi kependudukan yang dibutuhkan relatif jauh. Sebanyak 18% bahkan menyatakan sangat jauh. Tidak hanya soal lokasi yang jauh ketika harus mengurus layanan administrasi kependudukan, studi ini menemukan sebanyak 42,2% responden juga menyatakan selama proses pengurusan layanan public cenderung berbelit, dan sebanyak 22,2% responden bahkan

(15)

menyatakan sangat berbelit. Dari 400 responden yang diwawancarai, sebanyak 37,2% responden terkadang menyatakan membutuhkan biaya yang lumayan besar, bahkan ada 6,8% responden yang menyatakan membutuhkan biaya yang besar. Sebanyak 44,5% responden menyatakan mengurus administrasi kependudukan terkadang lama, dan sebanyak 22% responden bahkan menyatakan mengurus administrasi kependudukan seringkali lama.

6. Untuk layanan di bidang kesehatan, permasalahan yang kerap dialami responden sebagian besar adalah biayanya yang relative mahal. Sebanyak 46,8% responden menyatakan terkadang biaya untuk mencari kesembuhan di fasilitas kesehatan mahal, bahkan 13% responden menyatakan seringkali mahal. Dari 400 responden yang diwawancarai, sebanyak 33,8% responden menyatakan terkadang lokasinya jauh, dan bahkan sebanyak 10% responden menyatakn seringkali jauh. Sebanyak 39,8% responden menyatakan jam layanan kesehatan kadang terbatas, dan 11% sering terbatas. Sementara itu, sebanyak 41,8% responden menyatakan mengurus layanan kesehatan terkadang lama, dan bahkan 12% responden menyatakan mengurus layanan kesehatan seringkali lama.

7. Di bidang layanan pendidikan, permasalahan yang seringkali dihadapi responden adalah lokasi sekolah yang jauh (14,2%). Sebanyak 22,8% responden mengaku cukup jauh. Di kecamatan tempat tinggal responden, kondisi sekolah kebanyakan juga kurang bagus (8,2%), sementara sebanyak 38,2% responden menyatakan sebagian kondisi sekolah kurang bagus. Sementara itu, sebanyak 23,2% responden juga menyatakan biaya pendidikan di wilayahnya cukup mahal, dan bahkan 12% responden menyatakan relative mahal.

8. Studi iini menemukan, banyak responden setuju kecamatan tempat tinggal mereka dimekarkan dengan alasan akan berdampak positif terhadap kualitas layanan public yang dibutuhkan masyarakat. Sebanyak 71,8% responden yakin bahwa dengan dilakukan pemekaran kecamatan, kualitas layanan kesehatan akan makin baik. Sebanyak 74,2% responden yakin kualitas layanan pendidikan akan makin baik. Sebanyak 70,8%

(16)

menyatakan dengan dilakukan pemekaran kecamatan, maka kualitas layanan administrasi kependudukan akan makin baik. Sebanyak 69,8% responden meyakini kualitas layanan pengembangan usaha akan makin baik.

9. Dari 400 responden yang diteliti, 44,8% menyatakan pemekaran kecamatan perlu dilakukan, dan bahkan 27,2% menyatakan sangat perlu. Dari 400 responden, hanya 11,8% yang menyatakan pemekaran kecamatan tidak perlu dan 1,2% sangat tidak perlu. Sebanyak 15% responden menyatakan ragu-ragu.

10. Peningkatan kualitas layanan yang perlu dikembangkan pemerintah ke depan, menurut sebagian besar responden meningkatkan kualitas layanan (78,2%). Sebanyak 71,2% responden menyatakan sangat perlu pemerintah memberi subsidi layanan bagi masyarakat. Sebanyak 61,8% responden menyatakan pemerintah sangat perlu menambah pusat-pusat layanan kesehatan. Sebanyak 55,5% responden menyatakan pemerintah sangat perlu menambah jam operasional layanan.

11. Berdasarkan hasil analisis dari aspek teknis, fisik maupun administrative dapat direkomendasikan beberapa kecamatan yang berpotensi dimekarkan sebagai berikut:

Tabel 2

Kecamatan yang berpotensi dimekarkan

No. Kecamatan Pertimbangan Pemekaran

1. Pademawu - Secara administratif jumlah penduduk sangat besar 87.738 jiwa. Jika dilakukan pemekaran masih memenuhi syarat administrasi dimana pembentukan kecamatan baru minimal setiap desa memiliki paling sedikit 6000 penduduk.

- Dari aspek cakupan wilayah memiliki 20 desa dan 2 kelurahan, jika dilakukan pemekaran masih

memenuhi syarat karena pembentukan kecamatan baru minimal memiliki 10 desa/kelurahan.

- Dilihat dari sisi SDM, Kecamatan Pademawu memiliki rasio yang rendah dibandingkan dengan kecamatan lainnya karena adanya kesenjangan antara jumlah SDM dengan jumlah penduduk yang

dilayani.

- Rasio sarana dan prasarana yang ada juga relatif lebih rendah dibanding dengan kecamatan lain yang

(17)

2. Proppo - Secara administratif jumlah penduduk sangat besar 91.740 jiwa. Jika dilakukan pemekaran masih memenuhi syarat administrasi dimana pembentukan kecamatan baru minimal setiap desa memiliki paling sedikit 6000 penduduk.

- Dari aspek cakupan wilayah memiliki 27 desa, jika dilakukan pemekaran masih memenuhi syarat karena pembentukan kecamatan baru minimal memiliki 10 desa/kelurahan.

- Dilihat dari sisi SDM, Kecamatan Proppo memiliki rasio yang rendah dibandingkan dengan kecamatan lainnya karena adanya kesenjangan antara jumlah SDM dengan jumlah penduduk yang dilayani. - Rasio sarana dan prasarana yang ada juga relatif

lebih rendah dibanding dengan kecamatan lain yang jumlah penduduknya lebih sedikit.

3. Pamekasan - Secara administratif jumlah penduduk sangat besar 94.708 jiwa. Jika dilakukan pemekaran masih memenuhi syarat administrasi dimana pembentukan kecamatan baru minimal setiap desa memiliki paling sedikit 6000 penduduk.

- Dari aspek cakupan wilayah memiliki 9 desa dan 9 kelurahan, jika dilakukan pemekaran masih

memenuhi syarat karena pembentukan kecamatan baru minimal memiliki 10 desa/kelurahan, akan tetapi Kecamatan Pamekasan memiliki luas wilayah yang relative kecil dibanding dengan Pademawu, Proppo, Batumarmar, Palengaan dan Pegantenan - Dilihat dari sisi SDM, Kecamatan Pamekasan

memang memiliki rasio yang tinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya karena adanya SDM dengan jumlah yang besar namun,rasio sarana dan prasarana yang ada juga relatif lebih rendah dibanding dengan kecamatan lain yang jumlah penduduknya lebih sedikit.

4. Batumarmar - Secara administratif jumlah penduduk sangat besar 88.564 jiwa. Jika dilakukan pemekaran masih memenuhi syarat administrasi dimana pembentukan kecamatan baru minimal setiap desa memiliki paling sedikit 6000 penduduk.

- Dari aspek cakupan wilayah memiliki 13 desa, jika dilakukan pemekaran masih memenuhi syarat karena pembentukan kecamatan baru minimal memiliki 10 desa/kelurahan. Sementara untuk 3 desa lainnya bisa digabungkan dengan kecamatan lain yang memiliki jumlah desa lebih sedikit dan berdekatan untuk mengurangi beban kerja pemerintahan kecamatan - Dilihat dari sisi SDM, Kecamatan Batumarmar

(18)

memiliki rasio yang rendah dibandingkan dengan kecamatan lainnya karena adanya kesenjangan antara jumlah SDM dengan jumlah penduduk yang

dilayani.

- Rasio sarana dan prasarana yang ada juga relatif lebih rendah dibanding dengan kecamatan lain yang jumlah penduduknya lebih sedikit.

- Kecamatan Batumarmar juga memiliki rentang kendali yang cukup jauh dengan pusat ibu kota yaitu 47 km

Palengaan - Secara administratif jumlah penduduk sangat besar 89.466 jiwa. Jika dilakukan pemekaran masih memenuhi syarat administrasi dimana pembentukan kecamatan baru minimal setiap desa memiliki paling sedikit 6000 penduduk.

- Dari aspek cakupan wilayah memiliki 12 desa, jika dilakukan pemekaran masih memenuhi syarat karena pembentukan kecamatan baru minimal memiliki 10 desa/kelurahan. Sedangka dua desa sisanya bisa dilakukan penggabungan dengan kecamatan lain yang memiliki desa lebih sedikit dan berdekatan - Dilihat dari sisi SDM, Kecamatan Palengaan

memiliki rasio yang rendah dibandingkan dengan kecamatan lainnya karena adanya kesenjangan antara jumlah SDM dengan jumlah penduduk yang

dilayani.

- Rasio sarana dan prasarana yang ada juga relatif lebih rendah dibanding dengan kecamatan lain yang jumlah penduduknya sedikit kecil.

Pegantenan - Secara administratif jumlah penduduk sangat besar 81.664 jiwa. Jika dilakukan pemekaran masih memenuhi syarat administrasi dimana pembentukan kecamatan baru minimal setiap desa memiliki paling sedikit 6000 penduduk.

- Dari aspek cakupan wilayah memiliki 13 desa, jika dilakukan pemekaran masih memenuhi syarat karena pembentukan kecamatan baru minimal memiliki 10 desa/kelurahan. Sedangka tiga desa sisanya bisa dilakukan penggabungan dengan kecamatan lain yang memiliki desa lebih sedikit dan berdekatan - Dilihat dari sisi SDM, Kecamatan Pegantenan

memiliki rasio yang rendah dibandingkan dengan kecamatan lainnya karena adanya kesenjangan antara jumlah SDM dengan jumlah penduduk yang

dilayani.

- Rasio sarana dan prasarana yang ada juga relatif lebih rendah dibanding dengan kecamatan lain yang jumlah penduduknya lebih kecil.

(19)

3.2. Saran

Keputusan untuk melakukan pemekaran kecamatan pada dasarnya bertujuan untuk lebih mendekatkan jarak antara pemerintah sebagai pelaksana pelayanan publik dengan masnyarakat sebagai penerima pelayanan. Pemekaran wilayah juga bertujuan untuk menjadikan pelayanan publik bisa menjadi lebih efektif dan efisien. Pada dasarnya yang menjadi tujuan utama dari pemekaran kecamatan adalah meningkatkan kesejateraan masnyarakat di wilayah yang dimekarkan.

Untuk memastikan agar keputusan melakukan pemekaran kecamatan di Kabupaten Pamekasan berjalan sebagaimana diharapkan, beberapa hal yang perlu digarisbawahi adalah sebagai berikut:

1. Memastikan agar keputusan melakukan pemekaran kecamatan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat –bukan sekadar menjadi kesempatan baru bagi aparatur untuk menduduki jabatan structural di wilayah kecamatan yang baru. Belajar dari pengalaman sejumlah daerah yang lain, selama ini tidak sedikit yang terjadi pada wilayah yang baru di mekarkan justru beberapa fungsi pelayanan pubik tidak berjalan sebagaimana yang di harapkan. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya kesiapan dari aparatur yang ditempatkan wilayah yang baru dimekarkan itu masih relative kurang. Salah satu masalah utama yang sering ditemui di wilayah-wilayah yang baru dimekarkan biasanya adalah kendala dalam mengisi struktur-struktur pemerintahan yang benar-benar tepat, yang berfungsi melakukan pelayanan publik. Hal ini jelas berdampak pada penyelenggaraan pelayanan publik bagi masnyarakat.

2. Untuk mencegah atau paling-tidak mengurangi kemungkinan munculnya kompetisi aparat kecamatan yang terkena dampak penataan, sejak awal Pemerintah Kabupaten Pamekasan perlu memberikan penjelasan tentang kepastian mekanisme rekruitmen dalam penempatan pejabat struktural di kecamatan pemekaran. Ada baiknya jika Pemerintah Kabupaten Pamekasan dalam hal ini perlu memastikan formula pemberian insentif kepada tenaga fungsional secara proporsional agar tidak memantik kecemburuan dan menciptakan barisan pegawai yang sakit hati karena

(20)

tidak memperoleh kesempatan menduduki jabatan struktural di kecamatan pemekaran. Formula baru sistem insentif bagi aparatur di tingkat kecamatan perlu dirancang dengan mempertimbangkan peran aparatur di tugas-tugas fungsional pelayanan kepada masyarakat.

3. Untuk menjamin agar kualitas pelayanan di kecamatan pemekaran benar-benar sesuai harapan masyarakat, maka salah satu prasyarat yang perlu dipenuhi adalah ketersediaan sarana dan infrastruktur yang benar-benar layak. Jangan sampai terjadi, ketika diputuskan dilakukan pemekaran kecamatan justru kualitas pelayanan menjadi berkurang karena tidak adanya dukungan sarana dan infrastruktur yang memadai bagi masyarakat. 4. Untuk menghindari hal-hal yang kontra-produktif dari keputusan melakukan pemekaran kecamatan, ada baiknya jika dalam masa transisi terlebih dahulu dilakukan sosialisasi, baik kepada masyarakat mau pun kepada aparatur di tingkat desa dan kecamatan agar tidak muncul resistensi atau kekeliruan penafsiran terhadap tujuan dilakukannya pemekaran kecamatan. Sosialisasi kepada aparatur pemerintahan di tingkat desa dan kecamatan perlu difokuskan pada penjelasan tentang implikasi apa saja yang timbul akibat dari keputusan melakukan pemekaran kecamatan, dan sejauhmana penataan ulang ini justru akan memberikan manfaat yang positif bagi aparatur yang terkena dampak penataan. Sementara itu untuk sosialisasi ke masyarakat, ada baiknya jika dilakukan dengan melibatkan peran aktif kepala dusun, Ketua RT dan Ketua RW agar penjelasan tentang maksud dan tujuan dilakukannya pemekaran kecamatan bisa benar-benar dipahami masyarakat, yakni untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan kemudahan akses bagi masyarakat jika membutuhkan pelayanan dari Kantor Kecamatan mau pun Desa.

5. Untuk memastikan agar masyarakat bersedia menerima berbagai implikasi yang timbul terhadap data kependudukan masyarakat pasca penataan ulang desa, sejak awal perlu dipikirkan mascot program apa yang sekiranya bisa ditawarkan kepada masyarakat sebagai ikon layanan publik Kantor Kecamatan dan Pusat Layanan Publik lain di kecamatan. Mascot program

(21)

ini penting direncanakan sejak awal, --sebagai janji untuk pelayanan yang lebih baik pasca penataan ulang--, sebab bukan tidak mungkin dari masyarakat akan timbul sikap resisten terhadap keputusan pemekaran kecamatan, karena dinilai implikasinya akan rumit dan merugikan masyarakat karena harus mengurus kembali identitas dan data kependudukan sesuai penataan yang dilakukan.

6. Jika pemekaran kecamatan benar jadi dilakukan, salah satu konsekuensi yang timbul adalah harus dilakukannya perubahan data kependudukan dari warga masyarakat yang wilayah kecamatan di mana mereka tinggal mengalami perubahan atau pergeseran alamat. Misalnya, jika ada warga masyarakat yang semula di KTP tercatat tinggal di Desa A di Kecamatan B, kemudian ditata ulang dan masuk ke wilayah Kecamatan Pemekaran, maka seluruh data kependudukan berikut implikasi lain yang mengikutinya harus pula diubah. Alamat kantor, alamat rumah untuk keperluan surat-menyurat, alamat untuk urusan perbankan, pertanahan dan sertifikat kepemilikan tanah dan rumah, dan lain-lain, tentu harus pula berubah mengikuti penataan ulang wilayah kecamatan yang terjadi. Dalam konteks ini, adalah tugas Pemerintah Kabupaten Pamekasan untuk bersikap pro-aktif dan memberikan kemudahan dalam proses perubahan data kependudukan sesuai kebutuhan masyarakat.

7. Dalam proses perbaikan data administrasi kependudukan, ada baiknya jika Pemerintah Kabupaten Pamekasan menetapkan target waktu yang jelas untuk menyelesaikan perubahan data kependudukan, terutama KTP. Penetapkan target waktu yang jelas ini --semisal 1 tahun-- perlu ditetapkan, agar segera dapat diperoleh kepastian data tingkat administrasi kependudukan bagi warga masyarakat yang wilayahnya terkena penataan ulang.

8. Selain menempuh dan memenuhi syarat-syarat sesuai ketentuan hukum yang berlaku, untuk lebih memastikan keinginan masyarakat kecamatan melakukan pemekaran dapat berhasil seperti yang diharapkan, yang tak kalah penting adalah bagaimana melakukan lobi-lobi politik yang memanfaatkan tokoh-tokoh kunci tertentu, baik di lembaga legislatif

(22)

maupun eksekutif, atau lembaga lain yang memiliki posisi bargaining dan lobi politik yang kuat.

9. Dalam memutuskan apakah sebuah wilayah kecamatan perlu dimekarkan atau tidak, perlu dipertimbangkan tambahan faktor perkembangan teknologi informasi dan internet. Sepanjang memungkinkan, ketika sebuah wilayah tidak perlu dimekarkan, dan layanan bisa ditingkatkan dengan fasilitas layanan daring, maka ada baiknya jika tidak perlu dilakukan pemekaran kecamatan yang akan beresiko pada peningkatan kebutuhan dana operasional dan SDM pendukung. Tetapi, ketika di masyarakat masih belum terbiasa dengan layanan daring dan masih terjadi digital divide, maka pemekaran kecamatan merupakan opsi yang perlu dipertimbangkan (*).

Referensi

Dokumen terkait

- Variabel - Sampel yang - Sampel yang Menumbuhkan terikat: diteliti diteliti adalah Kecerdasan Multiple - Penelititan: siswa Majemuk Multiple Intelligences Kuantitatif, berprestasi

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Harun Rosjid diketahui bahwa semua variabel mutu pelayanan yang tercakup dalam ke lima dimensi servqual berdiri sendiri maupun

35 Tidak membayar dalam mengunduh (men- download) musik dari MP3 terbaru oleh artis yang sukses yang anda yakini sangat kaya karena kesuksesan dua MP3 sebelumnya. 36 Tidak

Pirai atau gout adalah suatu penyakit yang ditandai dengan serangan mendadak dan berulang dari artritis yang terasa sangat nyeri karena adanya endapan

Ker je podjetje Tames d.o.o., gospodarska družba, ki z svojim poslovanjem ustvarja dobi č ek, smo zato pri prakti č nem primeru obra č una dav č nih obveznosti, upoštevali tudi

Interpretasi hasil inversi simultan dilakukan pada Sumur AF2 saja, interpretasi pada Sumur AF3 tidak dilakukan karena mempertimbangkan dua faktor, yang pertama adalah hasil

Berdasarkan hasil wawancara antara penulis dengan key informan yaitu Ibu Irmulan Sati selaku Kepala Biro Humas mengenai strategi publikasi yang dilakukan oleh