• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL ANALISIS MUTU TEPUNG CUMI - CUMI (Teuthida) DENGAN VARIASI SUHU YANG BERBEDA SKRIPSI SAFA ATUL IMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HASIL ANALISIS MUTU TEPUNG CUMI - CUMI (Teuthida) DENGAN VARIASI SUHU YANG BERBEDA SKRIPSI SAFA ATUL IMAN"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

i

HASIL ANALISIS MUTU TEPUNG CUMI - CUMI (Teuthida) DENGAN VARIASI SUHU YANG BERBEDA

SKRIPSI

SAFA’ATUL IMAN 1222409

JURUSAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN PROGRAM STUDI AGROINDUSTRI D-IV

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP 2016

(2)

ii

HALAMAN PSENGESAHAN

HASIL ANALISIS MUTU TEPUNG CUMI – CUMI (Teuthida) DENGAN VARIASI SUHU YANG BERBEDA

SKRIPSI

Oleh :

SAFA’ ATU IMAN NIM : 1222409

Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Studi Pada Politeknik Pertanian Negeri Pangkajenne dan Kepulauan

Telah Diperiksa dan Disetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Lutfiah, STP., M.Si Ir.Tasir, M.si

NIP:197312081999032001 NIP:197312311994031014

Diketahui Oleh :

Ketua Jurusan Ketua Program Studi

Ir. Nurlaili Fattah, M.Si Zulfitriany Dwiyanti Mustaka, SP. MP NIP:196808071995122001 NIP:197608102009122002

Direktur

Dr. Ir. Darmawan,MP NIP: 19670202 199803 1 002 Tanggal Lulus :

(3)

iii HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI

Judul : Hasil Analisis Mutu Tepung Cumi – Cumi (Teuthida) Dengan Variasi Suhu Yang Berbeda

Nama Mahasiswa : SAFA’ ATU IMAN Nim : 1222409

Program Studi : Agroindustri Tanggal Lulus :

Disahkan Oleh : Tim Penguji

1. Dr. Lutfiah, STP., M.Si (...)

2. Ir.Tasir, M.Si (...)

3. Alima B. Abduallahi, S.Pt, M.Si. (...)

4. Ir . Mursida, M.Si (...)

(4)

iv SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini

Nama mahasiswa : Safa’atu Iman

Nim :1222409

Program studi : Agroindustri Diploma IV (SI Terapan) Perguruan Tinggi : Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Skrpsi yang saya tulis dengan Judul : Hasil analisis mutu tepung cumi – cumi dengan variasi suhu yang berbeda adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Pangkep, Agustus 2016

Yang Menyatakan

(5)

v ABSTRACT

SAFA 'ATU IMAN , NIM 12 22 409. Results Flour Quality Analysis calamari – squid (Teuthida) With Temperature Variation Different Mother Taught By Lutfiah And Tasir, . Squid are molluscs with a body cylindrical fin-shaped fins trianguler or radars into one at the end. On his head around the mouth hole 10 tentacles are equipped with suction device (sucker). Flour calamari - squid is a low moisture content and products derived from drying and milling calamari - squid any additional material , The aim of research to determine the nutrient content in flour calamari - squid and utilization of starch as a food additive and feed ,Based on the research that has been done can be concluded that the best treatment there in T3 (with variations in temperature of 90 ° C). with the content of the water content of 2.5%, amounting to 58.75% protein content, fat content 1,30% and organoleptic test research results obtained the best results in the judgment of the panel there on treatment T1 with 70 °C temperature variations with an average yield - average aroma test 3.46%, 3.8% of test colors and textures of 3.66%.

(6)

vi RINGKASAN

SAFA’ ATUL IMAN, NIM 12 22 409. Hasil Analisa Mutu Tepung Cumi – Cumi (Teuthida) Dengan Variasi Suhu Yang Berbeda Dibimbing Oleh Ibu Lutfiah dan Tasir

Cumi-cumi merupakan binatang lunak dengan tubuh berbentuk silindris Sirip-siripnya berbentuk trianguler atau radar yang menjadi satu pada ujungnya.

Pada kepalanya di sekitar luabang mulut terdapat 10 tentakel yang dilengkapi dengan alat penghisap (sucker). Tepung cumi – cumi adalah produk berkadar air rendah yang diperoleh dari pengeringan dan penggilingan cumi – cumi tanpa penambahan material apapun.

Tujuan penelitian untuk mengetahui kandungan gizi pada tepung cumi – cumi dan pemanfaatan tepung sebagai bahan tambahan makanan serta pakan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa perlakuan terbaik ada pada T3 (dengan variasi suhu 90 ˚C). dengan kandungan kadar air sebesar 2,5%, kadar protein sebesar 58,75%, kadar lemak sebesar1,30% dan hasil penelitian Uji organoleptik didapatkan hasil terbaik menurut penilaian panelis ada pada perlakuan T1 dengan variasi suhu 70˚C dengan hasil rata – rata uji aroma 3,46 % , uji warna 3,8 % dan tekstur 3,66 %.

(7)

vii KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan berkat dan karuniaNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “hasil analisis mutu tepung cumi – cumi ( teuthida ) dengan variasi suhu yang berbeda ” tepat pada waktunya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan unutuk memperoleh gelar Sarjana Terapan di program studi Agroindustri Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada ayahanda Marsuki dan Ibunda Iskholatim M serta segenap keluarga yang telah memberikan dukungan moril maupun materi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga menghanturkan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak DR. Ir. H. Darmawan, MP Selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

2. Ibu Ir. Nurlaeli Fattah. M. Si selaku Ketua Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan .

3. Dr. Lutfiah, STP., M.Si dan Ir.tasir, M.si selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, serta nasehat kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Ibu Zulfitriany Dwiyanti Mustaka, SP.,MP selaku ketua program studi Agroindustri.

5. Seluruh staf teknisi Laboratorium Politeknik Pertanian Negeri Pangkep yang telah memberikan tenaga dan pikiran dalam melaksanakan kegiatan penelitian.

6. Dosen, staf dan pegawai di program studi Agroindustri Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

7. Seluruh mahasiswa Agroindustri angkatan XXV,Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

(8)

viii Penulis sangat berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat ilmu dan informasi kepada segenap pembaca, oleh sebab itu dengan adanya skripsi ini diharapkan dapat memberikan hal-hal yang bermanfaat kepada masyarakat.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, olehnya itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi mencapai kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, AMIIN.

Pangkep, Agustus 2016

Penulis

(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI ... iii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

ABSTRACK ... v

RINGKASAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah... 2

1.3.Tujuan penelitian ... 2

1.4. Manfaat penelitian ... 2

II TINJAUN PUSTAKA 2.1.Pengertian cumi – cumi ... 3

2.2.klasifikasi cumi – cumi ... 3

2.3.krakteristik cumi - cum ... 4

2.4.struktur anatomi cumi – cumi ... 5

2.5. Habitat penyebaran cumi – cumi... 7

2.6. Kadungam nutrisi pada cumi – cumi...8

2.7. Pengertian Tepung Secara Umum ... ...9

2.8. Karakteristik Tepung Terigu ... 10

2.9. pengertian tepung cumi – cumi ... 10

(10)

x

2.10. pengertian tepung ikan ... 10

2.11. Konsep Dasar Pengeringan ... 10

2.12. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ... 11

2.13. Pengaruh Suhu pada Proses Pengeringan ... 12

III METODOLOGI 3.1.Waktu dan Tempat ... 14

3.2.Alat dan Bahan ... 14

3.3. Metode pelaksanaan ... 14

3.4. Prosedur Kerja Pembuatan Tepung Cumi ... 14

3.5. Alur Proses Pembuatan Tepung Cumi ... 15

3.6. Metode Analisa ... 16

3.7. Parameter Penelitian ... 18

3.8. Pengujian Organoleptik... 19

3.9. PerlakuanPenelitian ... 19

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisa kadar air ... 20

4.2. Analisa kadar protein ... 21

4.3. Analisa kadar lemak ... 23

4.4. Randemen tepung cumi – cumi ... 24

4.5. Uji Organoleptik tepung cumi- cumi ... 25

4.5.1. Uji Oraganoleptik Aroma ... 26

4.5.2. Uji Organoleptikwarna ... 27

4.5.3. Uji Organoleptik Tekstur ... 28

VI . KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 30

5.2. Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

LAMPIRAN ... 34

RIWAYAT HIDUP ... 41

(11)

xi DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Komposisi Kimia Tepung Cumi – Cumi... 20

(12)

xii DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Gambar struktur anatomi cumi – cumi ... 5

2. Alur proses pembuatan tepung cumi – cumi ... 15

3. Gambar grafik kadar air tepung cumi - cumi ... 21

4. Gambar grafik kadar protein tepung cumi - cumi... 22

5. Gambar grafik kadar lemak tepung cumi - cumi ... 24

6. Gambar grafik randemen tepung cumi – cumi ... 25

7. Gambar grafik rata – rata aroma pada tepung cumi – cumi ... 27

8. Gambar grafik rata – rata warna pada tepung cumi – cumi ... 28

9. Gambar grafik rata – rata tekstur pada tepung cumi – cumi ... 29

(13)

xiii DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Alur Proses Pembuatan Tepung Cumi – Cumi ... 35

2. Gambar Pembuatan Tepung Cumi – Cumi ... 37

3. Hasil Analisis Proksimat Kadar Air Tepung Cumi – Cumi ... 38

4. Hasil Analisis Proksimat Kadar LemakTepung Cumi – Cumi ... 38

5. Hasil Analisis Proksimat Kadar Protein Tepung Cumi – Cumi ... 39

6. Hasil Analisis Randemen Tepung Cumi – Cumi ... 39

7. Data Akhir Tepung Cumi – Cumi ... 40

(14)

1 I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki wilayah pesisir dan lautan yang cukup luas dan berpotensi besar dalam menunjang kualitas hidup rakyat Indonesia maupun peningkatan perekonomian nasional. Salah satu hasil laut Indonesia yang memiliki nilai ekonomis tinggi setelah ikan ,udang adalah cumi-cumi. Cumi- cumi merupakan salah jenis dari kelas Cephalopoda, yaitu salah satu kelompok binatang lunak yang tidak bertulang belakang (avertebrata) (Sarwojo, 2012).

Semua jenis cumi-cumi mempunyai nilai ekonimis penting. Cumi-cumi yang ditemukan di seluruh perairan laut Indonesia dan seluruh produksinya merupakan hasil tangkapan. Agar potensi tetap terjaga maka perlu dilakukan suatu upaya penangkapan yang selektif dan kegiatan budidaya. Tentunya kedua upaya yang akan dilakukan tersebut perlu didukung oleh studi mengenai ekologi maupun biologi reproduksi dari cumi-cumi tersebut (Sarwojo, 2012).

Cumi – cumi yang hidup di perairan laut Indonesia dan teridentifikasi berjumlah sekitar 100 jenis, namun yang memiliki nilai komersial berjumlah sekitar 24 jenis (Djajasasmita et al., 1993). Salah satu jenis cumi-cumi yang tersebar di seluruh pesisir laut Indonesia dan memilki potensi yang cukup besar adalah Sepioteuthis lessoniana. Cumi-cumi jantan dapat mencapai ukuran panjang mantel 36 cm dengan bobot tubuh 1,8 kg, sedangkan yang betina mampu mencapai ukuran mantel 8-20 cm (Roper et al., 1984).

Provinsi Sulawesi Selatan memiliki perairan laut dengan panjang pantai sekitar 2.500 km dengan potensi sumberdaya perikanan tangkap yang besar dengan potensi berbagai jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.

Potensi perikanan Sulawesi Selatan untuk daerah penangkapan 12 mil dari pantai sebesar 620.480 ton/tahun dan 80.072 ton/tahun untuk zona ekonomi eksklusif (ZEE), daerah penangkapan 12-200 mil dari pantai. Potensi perikanan laut ini baru termanfaatkan sekitar 56% yaitu 14.468 ton setiap tahunnya (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan, 2007).

Studi mengenai morfometrik dari cumi-cumi sangat diperlukan guna selektivitas ukuran bagi kegiatan penangkapan. Selektifitas ini sangat penting

(15)

2 dilakukan untuk menghindari terjadinya penangkapan yang berlebihan (overfishing). Studi mengenai pencemaran perairan juga sangat penting dilakukan, karena pencemaran bukan hanya berakibat pada biota tetapi juga terhadap biota lainnya dan yang paling dikhawatirkan adalah dampaknya terhadap manusia (Rekamunandar, 2012).

Melihat pengolahan cumi – cumi sampai saat ini hanya sebatas dikeringkan perlu adanya alternatif untuk menambah nilai ekonomis dan daya simpan pada cumi – cumi sehingga dilakukan penelitian tentang studi pembuatan tepung cumi – cumi yang dapat dijadikan bahan tambahan pangan serta pakan .

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah variasi suhu berprnagruh pada mutu tepung cumi - cumi yang dihasilkan

1.3. Tujuan Penelitian :

1. Untuk Menganlisa Mutu proksimat ( kadar air, kadar protein dan kadar lemak ) dari tepung cumi dengan perlakuan suhu.

2. Untuk Menganaliasa Mutu organoleptik ( warna, bau dan tekstur ) dari tepung cumi dengan perlakuan suhu.

1.4. Manfaat Penelitian

Sebagai sarana informasi bagi masyarakat mengenai mutu tepung cumi dengan metode pengeringan dengan variasi suhu untuk mendapatkan kualitas tepung cumi yang terbaik.

(16)

3 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Cumi

Cumi-cumi merupakan binatang lunak dengan tubuh berbentuk silindris.

Sirip-siripnya berbentuk trianguler atau radar yang menjadi satu pada ujungnya.

Pada kepalanya di sekitar luabang mulut terdapat 10 tentakel yang dilengkapi dengan alat penghisap (sucker). Tubuh terdiri dari isi rongga tubuh (visceral mass) dan mantel. Lapisan isi rongga tubuh berbentuk silinder dengan dinding sebelah dalam tipis dan halus. Mantel yang dimilikinya berukuran tebal, berotot, dan menutupi isi rongga tubuh pada seluruh isi serta mempunyai tepi yang disebut leher (Pelu 1989).

Cumi-cumi (Loligo sp.) merupakan penghuni demersal atau semi pelagik pada daerah pantai dan paparan benua sampai kedalaman 400 m. Beberapa spesies hidup sampai di perairan payau. Cumi-cumi melakukan pergerakan diurnal, yaitu pada siang hari akan berkelompok dekat dasar perairan dan akan menyebar pada kolom perairan pada malam hari. Cumi-cumi tertarik pada cahaya (fototaksis positif), oleh karena itu sering ditangkap dengan menggunakan bantuan cahaya (Roper et.al. 1984).

2.2. Klasifikasi Cumi-cumi

Klasifikasi cumi – cumi menurut Kreuzer (1984) Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca Kelas : Cephalopoda Ordo : Teuthoidea Sub – Ordo : Myopsidae Family : Loliginidae

Menurut Saanin (1984) klasifikasi cumi-cumi adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia

Filum : Moluska Kelas : Cephalopoda Subkelas : Coleoidea Ordo : Teuthoidea Family : Loligonidae Genus : Loligo Spesies : Loligo sp.

(17)

4 2.3. Karakteristik Cumi-cumi

Karakteristik yang dimiliki cumi-cumi adalah adanya kantong tinta yang terletak di atas usus besar. Bila kantung ini dibuka, maka akan mengeluarkan tinta berwarna

coklat atau hitam yang diakibatkan oleh pigmen melanin. Cumicumi akan mengel uarkan tintanya melalui siphon untuk menghindari predator

(Buchsbaumet.al. 1987).

Berdasarkan pengamatan yang telah di lakukan, dapat di ketahui ciri-ciri dari cumi-cumi (Loligo Sp) yang termasuk dari kelas cephalopoda, yang mana cumi-cumi memiliki ukuran badan dengan panjang 15 cm yang berdiameter 5 cm, untuk siripnya 7 cm, panjang tangan 6 cm, dan panjang tentakel 20 cm. pada cumi-cumi tersebut juga memiliki kepala yang berwarna putih dengan bintik- bintik hitam, 2 tentakel yang warnanya putih keunguan dan berfungsi untuk mencari makanan, 8 tangan yang yang berfungsi untuk kemudi pada saat cumi- cumi bergerak kebelakang, beberapa bintik hisap yang terdapat di permukaan tangan dan kedua tentakel yang berfungsi mengeluarkan racun sebagai pelekat mangsa, 2 mata yang besar, mulut, leher yang pendek, dan juga memiliki 2 sirip yang penting untuk keseimbangan tubuh. (Buchsbaumet.al. 1987).

Ciri-ciri dari pengamatan yang di lakukan sesuai dengan yang di paparkan oleh kastawi (2003) dalam bukunya zoology avertebrata bahwa cumi-cumi (Loligo Sp) pada umumnya memiliki panjang 6-70 cm termasuk tangan dan tentakel. Cumi-cumi (Loligo Sp) pada tubuhnya terdiri atas kepala yang terletak di bagian ventral antara tangan dan collar serta memiliki dua mata yang besar, leher pendek, badan berbentuk tabung dengan sirip pada setiap sisinya. Pada kepala terdapat mulut yang di kelilingi oleh empat pasang tangan dan sepasang tentakel.

(18)

5 2.4. Struktur Anatomi Cumi-cumi

Gambar 1. Cumi-cumi loligo sp (Muchtadi,. 2011)

Faring : bagian depan kerongkongan berfungsi untuk mengisap makanan dari mulut dan membasahinya dengan lendir.

a. Mulut : tempat masuknya makanan.

b. Mata : sebaga alat penglihatan.

c. Tentakel : berfungsi sebagai alat gerak ,merasa, memeriksa dan alat penagkap mangsa.

d. Anus : mengeluarkan sisa metabolisme.

e. Hati : mengambil sari-sari makanan dalam darah dan sebagai tempat penghasil empedu.

f. Esofagus : saluran di belakang rongga mulut berfungsi menghubungkan rongga mulut dan lambung.

g. Insang : sebagai organ pernapasan.

h. Lambung : sebagai bagian dari organ pencernaan.

i. Cangkang dalam : sebagai pelindung organ tubuh bagian dalam.

j. Ovarium : penghasil sel telur.

k. Rektum : sebagai bagian usus belakang yang membuka ke anus.

l. Kantung tinta : kantung selaput yang terdapat pada cumi,yang mengandung tinta. Tinta akan di semprotkan bila cumi merasa terganggu akan kedatangan / bertemu pemangsa/predator.

(19)

6 Hewan ini memiliki dua ginjal atau nefridia berbentuk segitiga berwarna putih yang berfungsi menapis cairan dari ruang pericardium dan membuangnya ke dalam rongga mantel melalui lubang yang terletak di sisi usus (Kastawi, 2003).

a. Sistem Pencernaan

Organ pencernaan di mulai dari mulut yang mengandung radula dan dua rahang yang terbuat dari zat khitin dan berbentuk seperti paruh burung betet.

Gerak kedua rahang tersebut di karenakan kontraksi otot. Terdapat dua kelenjar ludah yang terletak di masa bukal. Kelenjar ludah ke tiga terletak ujung anterior hati dan mensekresi racun yang akan bermuara ke daerah rahang. Kelenjar pencernaan terdiri atas dua bagian yaitu hati yang terdapat di anterior dan pancreas terletak di posterior. Lambung bersifat muscular dan berfungsi mencampurkan makanan dari hasil sekresi dari kelenjar pencernaan. Zat-zat makanan akan menuju ke dalam usus atau ke dalam sektum, organ pencernaan berikutnya adalah rektum dan anus yang bermuara dalam rongga mantel (Kastawi, 2003).

b. Sistem saraf

Sistem syaraf terdiri atas tujuh buah ganglion yang terletak di dalam kepala, dan saraf ganglion serebral, pedal, viseral, suprabukal, infrabukal, dan optik. Organ sensoriik sangat berkembang dan terdiri atas mata, dua statosis dan organ pembau. Statosis terletak di masing-masing lateral kepala dan berperan sebagai organ keseimbangan. Terdapat pula mata, di mana mata tersebut sudah sama dengan mata pada vertebrata (Kastawi, 2003).

c. Sistem Ekskresi

Alat ekskresi berupa nephridia yang berbentuk segitiga, berwarna putih terletak di sebelah jantung branchialis.

d. Sistem Reproduksi

Suatu organisme dapat hidup, tumbuh dan berkembang biak serta menjaga kelangsungan hidupnya hanya dalam batas-batas kisaran toleransi, dengan kondisi faktor-faktor abiotik dan ketersediaan sumberdaya tertentu saja (Kramadibrata, 1996).

Beberapa cumi-cumi melakukan reproduksi dengan sexsual. Reproduksi pada cumi-cumi secara seksual. Sistem reproduksi seksual pada cumi-cumi terdiri

(20)

7 atas sistem reproduksi betina meliputi ovum, saluran ovum, kelenjar kuning telur.

Sedangkan reproduksi jantan terdiri atas testis, pori genital dan penis (Kramadibrata, 1996).

Cumi-cumi (Loligo sp.) mempunyai sistem reproduksi yang terpisah (dioecious), dimana gonadnya terletak pada bagian posterior tubuhnya.

Spermatophora (sel kelamin jantan) yang sudah matang gonad akan disimpan pada nedhem sac (Pelu 1988).

Cumi-cumi (Loligo sp). memiliki tulang di bagian dalam dari badan, warna putih dengan bintik-bintik merah kehitam-hitaman sehingga kelihatan berwarna kemerah-merahan. Saluran pencernaan terdiri atas rongga mulut (Cavum oris) dengan kelenjar ludah, kemudian pharynx, esofagus, lambung, caecum, intestinum, rectum, dan anus. Pada alat pencernaan terdapat kelenjar hati dan pankreas. (Voss dan Roper, 1963).

2.5. Habitat Penyebarannya

Cumi – cumi digolongkan sebagai hewan karnivora karena memakan udang dan ikan – ikan pelagis yang ditangkap dengan tentakelnya (Barnes, 1987).

Komponen makanan ditemukan dalam lambung cumi – cumi adalah ikan – ikan kecil. Selain ikan – ikan kecil, crustacean merupakan komponen makanan yang mempunyai frekuensi kejadian yang cukup besar (Raharjo dan Bengen, 1984).

Menurut Soewito dan Syarif (1990), menyatakan cumi – cumi menghuni perairan dengan suhu antara 8 sampai 32 derajat celcius dan salinitas 8,5 sampai 30 per mil. Terjadinya kelimpahan cumi – cumi ditunjang oleh adanya zat hara yang terbawa arus (run off) dari daratan. Zat hara tersebut dimanfaatkan oleh fitoplankton yang selanjutnya dimanfaatkan oleh zooplankton, juvenile ikan ataupun ikan – ikan kecil merupakan makanan cumi – cumi.

Menurut Voss (1963) dan Roper, daerah penyebaran cumi-cumi adalah di perairan Pasifik Barat, Australia Utara, Pulau Filipina, bagian utara Laut Cina Selatan sampai Jepang. Penyebaran cumi-cumi (Loligo sp.) di seluruh perairan Indonesia hampir merata, yaitu dari Barat Sumatera sampai ke selatan Irian Jaya, dari Selat Malaka ke timur sampai ke perairan Timur Sumatera, Laut Jawa, Laut Banda, dan perairan Maluku/ Arafura.Penyebaran cumi-cumi hampir di seluruh

(21)

8 laut di dunia ini , mulai dari pantai sampai laut lepas dan mulai permukaan sampai kedalaman beberapa ribu meter (Hamabe, M et al. 1982).

Selain itu, penyebaran cumi-cumi sering juga ditemukan mulai dari perairan pantai yang dangkal sampai perairan yang agak dalam yaitu perairan Atlantik, sepanjang pantai Eropa, pantai Barat lautan Pasifik dan lautan Indonesia (Bakrie 1985). Penyebaran cumi-cumi di Indonesia ditemukan pada semua perairan, seperti laut Jawa, selat Makassar,laut Maluku, laut Seram, laut Flores, perairan Morowali Sulawesi Tengah dan laut Arafuru (Hamsiah, 1990).

2.6. Kandungan Nutrisi pada Cumi-cumi

Menurut Winarno (1991), keunggulan cumi-cumi sebagai bahan pangan hewani dari laut (sea food) adalah hampir semua bagian tubuhnya dapat dimakan, yakni mencapai 80%. Selain itu cumi-cumi mengandung zat-zat gizi yang sangat lengkap dan mengandung asam lemak tidak jenuh, khusunya jenis ω-3 (omega-3) yang sangat bermanfaat bagi kesehatan.

Menurut Irawan (2006) cumi-cumi memiliki kandungan protein sebesar 14,65%, kadar lemak 0,24%, kadar air sebesar 84,01%, dan kadar abu sebesar 0,3%.

Ditinjau dari nilai gizi, cumi-cumi memiliki kandungan gizi yang luar biasa karena kandungan proteinnya cukup tinggi, yaitu 17,9 % g/100 g cumi segar. Daging cumi-cumi memiliki kelebihan dibanding dengan hasil laut lain, yaitu tidak ada tulang belakang, mudah dicerna, memiliki rasa dan aroma yang khas, serta mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh. Asam amino esensial yang dominan adalah leusin, lisin, dan fenilalanin. Sementara kadar asam amino nonesensial yang dominan adalah asam glutamat dan asam aspartat (Rohman, 2007).

Cumi-cumi juga mengandung beberapa jenis mineral mikro dan makro dalam jumlah yang sangat tinggi. Kadar mineral yang terkandung pada cumi- cumi sangat bervariasi walaupun dalam satu spesies yang sama. Variasi ini tergantung pada keadaan lingkungan tempat hidup, ukuran, dan umur (Almatsier, 2001).

(22)

9 Mineral penting pada cumi-cumi adalah natrium, kalium, fosfor, kalsium, magnesium, dan selenium. Fosfor dan kalsium berguna untuk pertumbuhan kerangka tulang, sehingga penting untuk pertumbuhan anak-anak dan mencegah osteoporosis di masa tua (Almatsier, 2001).

Cumi–cumi juga mengandung TMAO (Trimetil Amin Oksida) yang cukup tinggi. TMAO yang tinggi ini memberikan rasa yang khas terhadap daging cumi- cumi. Daging cumi-cumi juga banyak mengandung monoamino nitrogen yang menyebabkan cumi-cumi mempunyai rasa manis. Kandungan sulfur yang cukup tinggi pada cumi–cumi juga menyebabkan cumi-cumi berbau amis ketika direbus (Winarno, 1991).

Selain itu juga sebagai sumber vitamin yang baik, seperti vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), B12, niasin, asam folat, serta vitamin larut lemak (A, D, E, K). Adapun mineral yang terkandung di dalam cumi-cumi adalah:

natrium, kalium, fosfor, kalsium, magnesium, dan selenium. Cumi-cumi juga mengandung semua asam esensialyang diperlukan tubuh. Asam amino esensial yang dominan adalah leusin, lisin, dan fenilanin. Sedangkan asam amino nonesensial yang dominan adalah asam glutamat dan asam aspartat. Kedua asam amino ini berkontribusi terhadap citarasa sedap dan gurih (Karmila, 2011).

Kadar lemak pada daging cumi relatif rendah, yaitu 7,5 g/100 g bahan, masing-masing terdiri 1,9 g asam lemak jenuh; 2,7 g asam lemak tidak jenuh tunggal; serta 2,1 g asam lemak tidak jenuh ganda. Termasuk ke dalam asam lemak tidak jenuh ganda adalah omega 3 yang dapat menurunkan kandungan kolesterol dalam darah (Hajeb et al. 2009). walaupun demikian, konsumsi cumi-cumi berlebih harus dihindari karena kadar kolesterolnya lumayan tinggi, yaitu mencapai 260 mg/100 g bahan. Di dalam kelompok ikan laut, kadar kolesterol pada cumi, udang, lobster, dan kepiting, memang tergolong tinggi. Namun, kadar kolesterol pada produk perikanan tersebut masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan kuning telur dan hati hewan ternak (Hajebet al. 2009).

2.7. Pengertian Tepung Secara Umum

Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat halus tergantung proses penggilingannya. Biasanya digunakan untuk keperluan

(23)

10 penelitian, rumah tangga, dan bahan baku industri. Tepung bisa berasal dari bahan nabati misalnya tepung terigu dari gandum, tapioka dari singkong, maizena dari jagung atau hewani misalnya tepung tulang dan tepung ikan.

2.8. Karakteristik Tepung Terigu

Menurut Kent (1975), tepung ialah bahan baku utama untuk membuat biskuit. Tepung terigu mempengaruhi tekstur setelah pemanggangan, kekerasan dan bentuk dari biskuit (Widianto dkk., 2002). Tepung juga memegang peranan penting dalam pembentukan citarasa. Ada dua macam tepung terigu yaitu terigu kuat dan lemah. Istilah kuat dan lemah menunjukkan kadar protein (gluten) gandumnya.

2.9. Pengertian Tepung Cumi – Cumi

Tepung cumi - cumi merupakan salah satu sumber bahan baku protein yang dibutuhkan dalam komposisi makanan atau pakan. Tepung cumi – cumi adalah produk berkadar air rendah yang diperoleh dari pengeringan dan penggilingan cumi – cumi tanpah penambahan material apapun.

2.10. Pengertian Tepung Ikan

Tepung ikan merupakan salah satu bahan baku sumber protein hewani yang dibutuhkan dalam komposisi makanan ternak dan ikan. Protein hewani tersebut disusun oleh asam-asam amino esensial yang kompleks diantaranya, asam amino lisin dan methionin. Disamping itu, juga mengandung mineral, kalsium dan phospor serta vitamin B kompleks khususnya vitamin B12 (Murtidjo, 2003).

Tepung ikan yang dipasarkan memiliki protein 65%, tetapi dapat bervariasi dari 57-77% tergantung pada spesies ikan yang digunakan ( Maigualema dan Gernet 2003 dalam Litaay dan Santoso, 2013). Menurut Sutisna (198l), ada dua cara dalam pembuatan tepung ikan yang modern, yaitu:

cara kering dan cara basah. Cara kering dilakukan untuk mengolah ikan yang berkadar lemak tinggi (> 5% ), sedangkan cara basah digunakan untuk mengolah ikan yang berkadar lemak rendah (< 5%).

2.11. Konsep Dasar Pengeringan

Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air suatu bahan hingga mencapai kadar air tertentu. Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air bahan ke udara karena perbedaan kandungan uap air

(24)

11 antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Agar suatu bahan dapat menjadi kering, maka udara harus memiliki kandungan uap air atau kelembaban yang lebih rendah dari bahan yang akan dikeringkan (Trayball E.Robert, 1981).

Definisi lain dari proses pengeringan yaitu pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair lain dari suatu bahan, sehingga mengurangi kandungan zat cair tersebut. Pengeringan biasanya merupakan langkah terakhir dari sederetan operasi dan hasil pengeringan biasanya siap untuk dikemas (Mc Cabe, 1993).

2.12. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan

Buckle, et al., (1987). Menyatakan bahwa kecepatan pengeringan suatu bahan dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain : (1) sifat fisik bahan, (2) pengaturan geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau media perantara pemindahan panas, (3) sifat-sifat dari lingkungan alat pengering (suhu, kelembaban dan kecepatan udara, serta (4) karakteristik alat pengering (efisiensi perpindahan panas).

Menurut Brooker, (1974), beberapa parameter yang mempengaruhi waktu yang dibutuhkan dalam proses pengeringan, antara lain :

a. Suhu Udara Pengering

Laju penguapan air bahan dalam pengeringan sangat ditentukan oleh kenaikan suhu. Bila suhu pengeringan dinaikkan maka panas yang dibutuhkan untuk penguapan air bahan menjadi berkurang. Suhu udara pengering berpengaruh terhadap lama pengeringan dan kualitas bahan hasil pengeringan. Makin tinggi suhu udara pengering maka proses pengeringan makin singkat. Biaya pengeringan dapat ditekan pada kapasitas yang besar jika digunakan pada suhu tinggi, selama suhu tersebut sampai tidak merusak bahan.

b. Kelembaban Relatif Udara Pengering

Kelembaban udara berpengaruh terhadap pemindahan cairan dari dalam ke permukaan bahan. Kelembaban relatif juga menentukan besarnya tingkat kemampuan udara pengering dalam menampung uap air di permukaan bahan. Semakin rendah RH udara pengering, maka makin cepat pula proses pengeringan yang terjadi, karena mampu menyerap dan menampung uap air lebih banyak dari pada udara dengan RH yang tinggi. Laju

(25)

12 penguapan air dapat ditentukan berdasarkan perbedaan tekanan uap air pada udara yang mengalir dengan tekanan uap air pada permukaan bahan yang dikeringkan. Tekanan uap jenuh ini ditentukan oleh besarnya suhu dan kelembaban relatif udara. Semakin tinggi suhu, kelembaban relatifnya akan turun sehingga tekanan uap jenuhnya akan naik dan sebaliknya.

c. Kecepatan Aliran Udara Pengering

Pada proses pengeringan, udara berfungsi sebagai pembawa panas untuk menguapkan kandungan air pada bahan serta mengeluarkan uap air tersebut. Air dikeluarkan dari bahan dalam bentuk uap dan harus secepatnya dipindahkan dari bahan. Bila tidak segera dipindahkan maka air akan menjenuhkan atmosfer pada permukaan bahan, sehingga akan memperlambat pengeluaran air selanjutnya. Aliran udara yang cepat akan membawa uap air dari permukaan bahan dan mencegah uap air tersebut menjadi jenuh di permukaan bahan. Semakin besar volume udara yang mengalir, maka semakin besar pula kemampuannya dalam membawa dan menampung air di permukaan bahan.

d. Kadar Air Bahan

Pada proses pengeringan sering dijumpai adanya variasi kadar air bahan.

Variasi ini dapat dipengaruhi oleh tebalnya tumpukan bahan, RH udara pengering serta kadar air awal bahan.

2.13. Pengaruh Suhu pada Proses Pengeringan

Laju penguapan air bahan dalam pengeringan sangat ditentukan oleh kenaikan suhu.Semakin besar perbedaan antara suhu media pemanas dengan bahan yang dikeringkan, semakin besar pula kecepatan pindah panas ke dalam bahan pangan, sehingga penguapan air dari bahan akan lebih banyak dan cepat.

(Taib, G. Et al., 1988) Makin tinggi suhu dan kecepatan aliran udara pengering makin cepat pulaproses pengeringan berlangsung. Makin tinggi suhu udara pengering makin besarenergi panas yang dibawa udara sehingga makin banyak jumlah massa cairan yangdiuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan. Jika kecepatan aliran udarapengering makin tinggi maka makin cepat pula massa uap air yang dipindahkan daribahan ke atmosfir.

Semakin tinggi suhu yang digunakan untuk pengeringan, makin tinggi

(26)

13 energy yang disuplai dan makin cepat laju pengeringan. Akan tetapi pengeringan yang terlalu cepat dapat merusak bahan, yakni permukaan bahan terlalu cepat kering, sehingga tidak sebanding dengan kecepatan pergerakan air bahan ke permukaan. Hal ini menyebabkan pengerasan permukaan bahan. Selanjutnya air dalam bahan tidak dapat lagi menguap karena terhalang. Disamping itu penggunaan suhu yang terlalu tinggi dapat merusak daya fisiologik biji-bijian/

benih (Taib, G. et al., 1988).

Pengeringan bahan hasil pertanian menggunakan aliran udara pengering yang baik adalah antara 45oC sampai 75oC. Pengeringan pada suhu dibawah 45oC mikroba dan jamur yang merusak produkmasih hidup, sehingga daya awet dan mutu produk rendah. Namun pada suhu udarapengering di atas 75oC menyebabkan struktur kimiawi dan fisik produk rusak, karena perpindahan panas dan massa air yang berdampak perubahan struktur sel (Setiyo, 2003).

(27)

14 III. METODOLOGI.

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan juni - Juli 2016, di Laboraturium Kimia, Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

3.2. Alat dan Bahan 3. 3. 1. Alat:

Alat yang digunakan dalam pembuatan tepung cumi yaitu ,kompor gas,panci pengukusan,termometer,talenan stanlis,pisau,kain,almunium foil, ayakan, blender dan oven.

3. 3. 2. Bahan:

Bahan yang digunakan adalah cumi loligo sp dan tambahan kimia lainya 3.3. Metode Pelaksanaan

Metode pengambilan data dilakukan secara langsung (primer) di Laboraturium biokimia, Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

3.4. Prosedur Kerja Pembuatan Tepung Cumi

Pada tahap pembuatan tepung cumi. Yaitu cumi dipisahkan dengan kepala, kemudian dilakukan pencucian agar cumi bersih dari tinta dan kotran lainya, kemudian dilakukan pengupasan kulit ari selanjutnya dilakukan pengukusan dengan suhu 80-90 C˚ selama 20 menit ,selanjutnya cumi yang telah yang telah masak di dinginkan, cumi yang telah dingin dipotong kecil – kecil kemudian cumi dblender sampai hancur guna mempermudah, pada saat pengeringan , cumi yang telah diblender selanjutnya dipres untuk mengurangi kadar air,cumi yang telah dipres kemudian ditimbang per 100 gram,cumi yang

(28)

15 telah ditimbang kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu yang ditentukan yaitu 70 C ˚, 80 C˚, 90 C, cumi yang telah kering kemudian dilakukan penepungan dengan cara diblender hingga halus kemudian dilakukan pengayakan untuk mendapatkan tepung cumi

3.5. Alur Proses Pembuatan Tepung Cumi

Gambar 2. Alur proses pembuatan tepung cumi Persiapan

Bahan

Pencucian

Pengukusan

penirisan Penghalusan

Pengeringan A.Suhu 70˚ C B. Suhu 80 ˚ C C. Suhu 90 ˚ C penepungan

Tepung cumi- cumi Pengepresan

pengayakan penimbangan

(29)

16 3.6. Metode Analisa

Produk tepung cumi telah jadi, dilakukan pengujian, di Laboraturium Kimi a/biokimia, Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan,Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. Adapun parameter pengujian yang dilakukan yaitu uji proksimat.

3.7. Parameter Penelitian

Parameter pengujian yang dilakukan pada produk dtepung cumi yaitu pengujian kimia dengan parameter uji protein , kadar lemak dan uji kadar air 3. 6 . 1 . Uji Kimia

3 . 3. 1. Uji Kadar Protein Tahap destruksi

a. Sampel dihaluskan,kemudian ditimbang 2 gr,masukkan ke dalam labu kjeldahl

b. Tambahkan 2 buah tablet katalis atau 3,5 gr katalis mixture c. Tambahkan 15 ml H2SO4 dan 3 ml H2O2 (diamkan 10 menit) d. Destruksi pada suhu 415℃

e. Dinginkan Tahap destilasi

a. Hasil destruksi ditambahkan 50-75 ml aquadest b. Tambahkan 50 – 75 ml NaOH

c. Didestilasi,tampung hasil destilat dengan erlenmeyer berisi 25 ml H3BO3 4% yang telah ditambahkan indikator Metil Merah dan Bromcresol green d. Lakukan destilasi,sampai volume destilat mencapai 150 m.

Tahap titrasi

a. Titrasi dengan HCl 0,2 N sampai berubah warna dari hijau menjadi abu- abu netral

b. Lakukan pengerjaan blanko

(30)

17 Perhitungan :

Kadar protein =( ) , , %

Dimana :

VA = Mililiter HCl titrasi contoh VB = Mililiter HCl titrasi blanko N = Konsentrasi HCl yang digunakan 14,007 = Berat atom nitrogen

6,25 = Faktor konversi protein pada ikan W = Berat contoh

3. 3. 2. Uji Kadar Air Persiapan contoh :

a. Haluskan contoh dengan blender.

b. Timbang berat cawan porselin ( A ),catat dan nolkan timbangan.

c. Masukkan contoh yang telah dihaluskan ke dalam cawan porselin (A) ± 2 gram kemudian timbang (B)

d. Keringkan cawan yang telah diisi dengan contoh ke dalam oven vakuum pada suhu 100oC, selama 5 jam atau oven biasa selama semalam, atau sampai berat konstan

e. Dinginkan cawan porselin kedalam desikator dengan menggunakan alat penjepit, selama kira-kira 30 menit kemudian timbang ( C ).

 Rumus:

= × 100 % Dimana : A : Berat cawa

B : Berat cawan + contoh awal C : Berat cawan + contoh kering

(31)

18 3.3.3. Kadar Lemak

a. Sampel dihaluskan,kemudian ditimbang sebanyak 2 gr

b. Sampel di masukkan ke dalam kertas saring,yang menyerupai tabung yang sebelumnya diisi kapas dan pada kedua ujungnya diikat hingga rapat, sampai benar-benar tidak terjadi kebocoran pada kertas saring

c. Labu lemak ditimbang beratnya (A)

d. Masukkan tabung kertas tadi ke dalam selongsong soxhlet lalu diisi dengan larutan dietil eter sebanyak 200 ml

e. Tunggu selama 1 jam dengan 7 kali putaran pada alat soxhlet f. Dinginkan dalam desikator,timbang kembali dan catat beratnya (B)

 Rumus

= B − A

gr contoh × 100 %

Dimana : A = Berat kosong labu lemak

B = Berat labu lemak + ekstrak lemak 3.7. Pengujian Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan pada empat parameter yaitu warna, aroma, rasa, dan tekstur karena suka atau tidaknya konsumen terhadap suatu produk dipengaruhi oleh warna, bau, rasa, dan rangsangan mulut (Laksmi, 2012).

kemudian dilakukan pengujian organ oleptik untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap produk. pada pengujian ini 15 penelis yang memberikan penilaian terhadap tingkat kesukaan pada tepung cumi – cumi meliputi aroma , warna ,tekstur secara keseluruhan pengujian dilakukan metode hedonik dengan skor 1- 5 yaitu 1 = sangat tidak suka , 2 = tidak suka ,3 = agak suka , 4 = suka, 5 = sangat suka.

(32)

19 3.8. Perlakuan Penelitian

Perlakuan yang digunakan pada penelitian ini adalah perlakuan terhadap konsentrasi suhu pada pembuatan tepung cumi. sehingga dilakukan penelitian yaitu

T1 = suhu 70 ˚C T2 = suhu 80 ˚C T3 = suhu 90 ˚C

3.9. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu metode eksperimen dengan melakukan percobaan pengolahan cumi – cumi dengan berbagai tingkat suhu tinggi yang berbeda untuk diolah menjadi tepung cumi - cumi. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Rancangan Acak Lengkap non faktorial. Perlakuan yang diberikan terdiri dari tiga (3) taraf perlakuan T1 (70 ºC), T2 (80 ºC), T3 (90 ºC) dengan waktu masing-masing selama 7 jam dan dua (2) kali ulangan. Parameter yang digunakan adalah uji kimia tepung cumi – cumi yaitu analisa kadar air , analisa kadar protein dan analisa kadar lemak.

Gambar

Gambar 1. Cumi-cumi loligo sp (Muchtadi,. 2011)
Gambar 2. Alur proses pembuatan tepung cumi Persiapan Bahan Pencucian Pengukusan penirisan Penghalusan Pengeringan A.Suhu 70˚ C B

Referensi

Dokumen terkait

Dalam mengolah suatu jenis air limbah tertentu, dapat menggunakan salah satu dari ketiga jenis proses dan alat pengolahan tersebut, atau dapat juga diaplikasikan secara gabungan

Bank Umum Syariah periode 2014-2018. Hal ini mengindikasikan bahwa sebanyak apapun dana yang disalurkan tidak akan memicu terjadinya financial distress karena selama

direvisi; (3) Berdasarkan pendapat guru dan dosen terhadap uji kelayakan buku ajar kimia SMA/MA kelas XI semester genap yang dikembangkan berdasarkan rubrik

yang berkaitan dengan Manajemen dibisnis Indonesia dalam perspektif nasional, baik pada tataran makro di tingkat nasional dan regional, maupun mikro di tingkat

Ngopi Doeloe adalah sebuah bisnis kreatif yang mulai berkiprah dalam industri restoran sejak tanggal 20 November 2006, yang berarti bisnis kreatif ini sudah

Dibuat untuk produsen komponen yang mencari peningkatan produktivitas substansial berpadu dengan tool life luar biasa, milling cutter Highfeed 6 kami yang baru dengan mudah

buyer hubungan dengan importir dan pemilikan anak cabang perusahaan terhadap keputusan eksportir kopi untuk melakukan transaksi non letter of credit pada ekspor kopi

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah memberikan kesehatan dan kesabaran serta semangat untuk senantiasa berusaha menyelesaikan