BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :
keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk
menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang
memang sangat diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol
waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan
jumlah anak dalam keluarga (Suratun, 2008).
Tujuan Gerakan Keluarga Berencana Nasional ialah mewujudkan keluarga
kecil bahagia sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan
penduduk Indonesia.
Menyikapi hali ini sejak 1970 pemerintah telah menggalakkan program
Keluarga Berencana (KB) yang merupakan upaya pelayanan kesehatan prefentif
yang dasar dan utama. Untuk mengoptimalkan manfaat keluarga berencana bagi
kesehatan, pelayanannya harus digabungkan dengan pelayanan kesehatan
reproduksi yang tersedia, guna mewujudkan keluarga sehat dan sejahtera
(Prawirohardjo, 2005).
Keberhasilan program KB di Indonesia dipengaruhi beberapa faktor antara
lain sosial ekonomi, budaya, pendidikan, agama dan status wanita. Kemajuan
program KB tidak lepas dari tingkat ekonomi masyarakat karena berkaitan erat
dengan kemampuan untuk membeli alat kontrasepsi yang digunakan. Sejumlah
pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan keluarga berencana
tetapi juga memilih suatu metode. Di berbagai daerah kepercayaan religius dapat
mempengaruhi klien dalam memilih metode. Status wanita dalam masyarakat
mempengaruhi kemampuan mereka memperoleh dan menggunakan berbagai
metode kontrasepsi (Handayani, 2010).
Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit. Tidak
hanya karena banyaknya jumlah metode yang tersedia, tetapi juga oleh
ketidaktahuan mereka tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi
tersebut. Dalam memilih suatu metode, wanita harus menimbang berbagai faktor,
termasuk status kesehatan mereka, efek samping potensial suatu metode,
konsekuensi terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, besarnya keluarga yang
diinginkan, kerjasama pasangan, dan norma budaya mengenai kemampuan
mempunyai anak (Maryani, 2008).
Indonesia merupakan negara keempat terbesar setelah Negara Cina, India,
dan Amerika Serikat. Tidak bisa dibayangkan berapa luas tempat yang akan
dibutuhkan jika pada tempat yang sama dan waktu yang sama penduduk ini
dikumpulkan menjadi satu (Anton, 2013).
Pada awal tahun 2010, pemerintah telah melakukan sensus penduduk dan
diperoleh jumlah penduduk Indonesia saat itu adalah 237.556.363 jiwa yang
tersebar dari sabang sampai merauke dengan tingkat kepadatan 124/km² (BPS,
2010). Adapun jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara sebanyak 12.982.204
jiwa, mencakup mereka yang bertempat tinggal di perkotaan sebanyak 6.382.672
(50,84%) dengan kepadatan penduduk 178 jiwa/km² dan laju pertumbuhan
penduduk 1,10 %/tahun (BPS, 2010).
Indonesia memiliki potensi sumber daya manusia yang besar. Jika dengan
jumlah penduduk yang banyak namun tidak memiliki kualitas maka Indonesia
hanya akan menjadi Negara yang besar namun minim dari segi kualitas
penduduknya. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia melalui Badan
Kependudukan dan Keluarga Nasional melakukan penekanan jumlah angka
kelahiran dengan pengelolaan dan pelaksaan program Keluarga Berencana (KB).
Dengan kesadaran ini, maka, suatu program telah dijalankan pemerintah.
Indonesia untuk menahan ledakan penduduk, yaitu melalui program yang dikenal
dengan Keluarga Berencana (KB). Program ini cukup efektif dalam menurunkan
laju pertumbuhan penduduk. Prevalensi KB menurut alat KB dari peserta KB aktif
di Indonesia adalah 66,20%. Alat KB yang dominan adalah suntikan (34%)
dan pil KB (17%). (Iswarati, 2005).
Upaya pemerintah untuk mewujudkan pembangunan kependudukan dan
keluarga kecil berkualitas tertuang juga pada Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJP) 2005-2025 berdasarkan UU No. 17 Tahun 2007 yang
selanjutnya dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) lima tahunan serta Misi periode 2010-2015 yang dijabarkan dalam
RPJMD Tahun 2011-2015 yang tertuang pada misi meningkatkan kualitas
masyarakat kota yaitu, peningkatan kedudukan, fungsi dan peranan perempuan
Pada awal pelaksanaan program keluarga berencana, angka kesuburan
total atau Total Fertility Rate (TFR) di Indonesia relatif tinggi, yaitu sebesar 5,61
kelahiran per wanita. Kemudian pada tahun 1991 menurun menjadi 3,01, turun
kembali menjadi 2,87 pada tahun 1994, tahun 1997 turun menjadi 2,79, turun
kembali menjadi 2,6 pada tahun 2002 (SDKI, 2002). Berbagai hasil survei terbaru
tahun 2008, TFR turun menjadi 2,4. Dengan demikian, TFR di Indonesia tahun
2008 termasuk dalam tingkat kesuburan sedang (Depkes RI, 2008). Rencana
pencapaian program kependudukan dan KB yang telah dituangkan dalam rencana
pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) tahun 2010-2014. Dalam
dokumen tersebut telah ditetapkan bahwa sasaran program KB menurunkan angka
fertilitas total (TFR) dari 2,3 pada tahun 2009 menjadi 2,1 per perempuan pada
tahun 2014.
Pola pemakaian kontrasepsi di Indonesia dari 61,4 % pengguna metode
kontrasepsi, sebanyak 31,6 % menggunakan suntik. Sedangkan pil hanya 13,2 %,
memakai IUD (Intra Uterine Device) atau spiral 4,8 %, implan 2,8 %, dan
kondom 1,3 % sisanya vasektomi dan tubektomi. Menurut survey yang dilakukan
BKKBN tentang penggunaan metode kontrasepsi suntik 11,7 %, pada tahun 1994
menjadi 5,2 %, 1997 menjadi 21,1 %, 2003 menjadi 27,8 %, dan pada tahun 2007
mencapai 31,6 % (BKKBN, 2010).
Hasil pelayanan Peserta KB Baru di Sumatera Utara sampai dengan bulan
Desember 2014 mencapai 419.691 peserta atau 101,1% dari perkiraan permintaan
masyarakat sebagai peserta (PPM) KB Baru tahun 2014 sebanyak 414.958
pencapaian rata-rata ini dapat dipertahankan, maka sasaran pencapaian peserta KB
Baru tahun 2014 akan tercapai. Dari pencapaian sebanyak 419.691 peserta KB
Baru tersebut , peserta KB IUD mencapai 30.612 peserta atau 57,9%, KB dengan
metode Medis Operasi Pria (MOP) mencapai 3.671 peserta atau 74,0% dan
Medis Operasi wanita (MOW) mencapai 10.176 peserta atau 72,3%, KB Kondom
mencapai 49.431 peserta atau 141,9 %, KB Implant mencapai 58.034 peserta atau
57,4%, KB Suntik mencapai 135.252 peserta atau 159,2% dan KB PIL mencapai
132.515 peserta atau 108,4%. Dari 33 Kabupaten/ Kota di Sumatera Utara angka
persentase pencapaian peserta KB Baru sampai dengan bulan Desember 2014
yang paling tinggi adalah Kabupaten Batu Bara, yakni 129,3% dan yang paling
rendah adalah Kabupaten Nias Barat yakni hanya 26,3% dari sasaran yang telah
diperkirakan sampai akhir tahun 2014.
Hasil dari tempat pelayanan, ternyata pada tahun 2014 peserta KB Baru
yang dilayani melalui Klinik KB Pemerintah mencapai 91,17% menyusul melalui
bidan praktek swasta mencapai 84,04%, melalui Klinik KB Swasta mencapai
86,40% dan sebanyak 68,94% melalui dokter praktek swasta. Sedangkan
perkembangan pasangan usia subur yang aktif sebagai peserta KB yang
dilaporkan dari kabupaten/kota sampai dengan bulan Desember 2014 mencapai
1.630.298 pasangan atau 69.3% dari 2.354.389 pasangan usia subur yang ada di
Sumatera Utara.
Pemakaian metode / alat kontrasepsi para pasangan usia subur yang
masih aktif sebagai peserta KB terdiri dari pemakaian alat kontrasepsi PIL
IUD mencapai 7,58%, dengan metode medis operasi wanita (MOW) mencapai
5,10%, peserta Implant mencapai 9,25%, pemakaian Kondom mencapai 5,27%
dan dengan metode medis operasi pria (MOP) hanya 0,6% dari jumlah pasangan
usia subur yang aktif sebagai peserta KB.
Tantangan pelaksanaan Program KB di Sumatera Utara ke depan masih
cukup berat, terutama dari 2.354.389 pasangan usia subur yang ada di Sumatera
Utara, ada sebanyak 724.091 pasangan usia subur yang bukan peserta KB ,
dengan kondisi sebanyak 79.913 pasangan saat ini sedang dalam keadaan hamil,
sebanyak 258.337 pasangan tidak ikut KB dan masih ingin memiliki anak dengan
segera, 188.965 pasangan tidak ber KB tapi belum ingin memiliki anak dan ada
sebanyak 196.876 pasangan juga belum ber KB tapi tidak ingin memiliki anak
lagi. Untuk itu BKKBN Provinsi Sumatera Utara bersama dengan mitra kerja
terkait, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten / Kota akan lebih meningkatkan
pemerataan pelayanan , pemberian advokasi dan KIE di semua tingkatan wilayah ,
terutama pada wilayah-wilayah yang tertinggal, terpencil , pantai dan perbatasan
dalam rangka meningkatkan kesertaan masyarakat ikut dalam program KB
(BkkbN Provinsi Sumatera Utara, 2014).
Hasil dari pelayanan Peserta KB Baru di Kota Medan sampai dengan
bulan Desember 2014 mencapai 58.768 peserta atau 110,71% dari perkiraan
permintaan masyarakat sebagai peserta (PPM) KB Baru tahun 2014 sebanyak
53.085 peserta. Berarti pencapaian rata-rata perbulan diatas 8% dan apabila
persentase pencapaian rata-rata ini dapat dipertahankan, maka sasaran pencapaian
KB Baru tersebut , peserta KB IUD mencapai 3.120 peserta atau 5,87%, KB
dengan metode Medis Operasi Pria (MOP) mencapai 774 peserta atau 1,45% dan
Medis Operasi wanita (MOW) mencapai 2.307 peserta atau 4,34% , KB Kondom
mencapai 5.681 peserta atau 10,70%, KB Implant mencapai 4.052 peserta atau
7,63% , KB Suntik mencapai 24.091 peserta atau 45,38% dan KB PIL mencapai
18.743 peserta atau 35,30%.( BPPKB Sumut, 2014 ).
Hasil dari jumlah data yang ada di kecamatan Medan Sunggal jumlah
peserta KB aktif sebanyak 18.075 peserta yang menggunakkan alat kontrasepsi
hormonal. Dimana alat yang dipakai adalah KB-Pil 4.266 peserta atau (30,69%),
suntik 4.612 peserta atau (33,18%), implant 925 peserta atau (6,65%), IUD 1.874
peserta atau (13,48%),kondom 1.022 peserta atau (7,35%), MOW 1.134 peserta
atau (8,16%) dan MOP 69 peserta atau (0,50%). Jumlah peserta KB baru
sebanyak 3.093 peserta dimana KB-Pil 1.345 peserta atau (37,51%), suntik 1257
peserta atau (35,05%), implant 219 peserta atau (6,11%), IUD 194 peserta atau
(5,41%), kondom 447 peserta atau (12,46%), MOW 124 peserta atau (3,46%) dan
MOP 0 peserta atau (0,00%), (BPPKB Sumut, 2014)
Hasil survei pendahuluan, jumlah wanita pasangan usia subur (PUS) pada
Puskesmas Sunggal Tahun 2014 adalah 9284 PUS yang menggunakan
kontrasepsi. Dimana kontrasepsi yang dipakai adalah KB-Pil 676 (7,3%) PUS,
suntik 358 (3,9%) PUS, implant 38 (0,4%) PUS, IUD 11 (0,1%) PUS, kondom 8
(0,1%), MOP 0 (0%), MOW 0 (0%). Dari jumlah tersebut pengguna yang paling
banyak menggunakan kontrasepsi adalah kontrasepsi yang bukan metode
sedangkan untuk pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang masih rendah
yaitu implan, IUD, MOW dan MOP. Dari hasil survei tersebut dapat dilihat
bahwa masih rendahnya wanita pasangan usia subur yang menggunakan
pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang dimana wanita pasangan usia
subur yang ada diwilayah kerja puskesmas sunggal mengalami kesulitan di dalam
menentukan pemilihan/pemakaian jenis kontrasepsi. Hal ini tidak hanya kerena
terbatasnya metode yang tersedia, tetapi juga karena ketidaktahuan wanita
pasangan usia subur tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi
tersebut. Ada beberapa faktor yang sangat berpangaruh dalam pemakaian metode
kontrasepsi jangka panjang yaitu umur, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan dan
dukungan suami. Masih rendahnya wanita pasangan usia subur yang
menggunakan pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang membuat penulis
tertarik untuk mengetahui dan melakukan penelitian tentang hubungan
karakteristik, pengetahuan dan dukungan suami terhadap pemakaian metode
kontrasepsi jangka panjang pada wanita pasangan usia subur di wilayah kerja
Puskesmas Medan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal tahun 2015.
1.2. Rumusan Masalah
Masih rendahnya pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP)
membuat penulis tertarik untuk mengetahui hubungan karakteristik, pengetahuan
dan dukungan suami terhadap pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang pada
wanita pasangan usia subur di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan karakteristik, pengetahuan dan dukungan
suami terhadap pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang pada wanita
pasangan usia subur di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal Kecamatan
Medan Sunggal.
1.3.2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui hubungan umur dengan pemakaian metode
kontrasepsi jangka panjang.
2. Untuk mengetahui hubungan pendidikan dengan pemakaian metode
kontrasepsi jangka panjang.
3. Untuk mengetahui hubungan pekerjaan dengan pemakaian metode
kontrasepsi jangka panjang.
4. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan pemakaian metode
kontrasepsi jangka panjang.
5. Untuk mengetahui hubungan dukungan suami dengan pemakaian metode
kontrasepsi jangka panjang.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi Puskemas Medan Sunggal Kecamatan
Medan Sunggal untuk peningkatan pemakaian metode kontrasepsi jangka
panjang di masa yang akan datang.
2. Masukan bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan dan dijadikan referensi