• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada BAB II ini menjelaskan berbagai konsep-konsep yang berhubungan dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada BAB II ini menjelaskan berbagai konsep-konsep yang berhubungan dengan"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada BAB II ini menjelaskan berbagai konsep-konsep yang berhubungan dengan area penelitian yang terdiri dari teori kanker serviks, pengalaman seksualitas pada pasien kanker serviks, seksualitas perempuan dengan kanker serviks, teori keperawatan, kerangka teori, dan kerangka konsep.

A. Kanker Serviks 1. Pengertian

Kanker serviks adalah proses akhir terjadinya perubahan progresif epitel serviks, paling banyak (+ 90%) terjadi pada persambungan skuamokolumner (Ralph & Martin, 2008). Kankeri serviksi dimulai pertumbuhannya pada lapisan seli yang melapisii serviks, pertumbuhan sebagian diawali pada zonai transformasi yakni suatu zona di mana terjadinya pertemuan antara sel squamosai dan sel glandulari. Adapun sel- sel ini tidak serta merta berubah menjadii kankeri. Tetapi, secara bertahap sel-sel yang normal akan mengalami perkembangan menjadi tahap pra- kanker sebelum tumbuh menjadii kanker (ACS, 2015)

2. Etiologi

70% penyebab kanker servik adalah dua subjenis HPV, yaitu HPV 16 dan 18, HPV genital yang biasanya ditularkan lewat hubungan seksual. Infeksi HPV pada serviks secara persisten dapat menghasilkan CIN. Setelah melewati jangka waktu yang lama, CIN dapat berkembang menjadi kanker

(2)

serviks. CIN belum merupakan suatu kanker. CIN adalah suatu keadaan pra kanker. Ada tiga jenis CIN, yaitu CIN 1 adalah perubahan abnormal mencakup 1/3 ketebalan kulit yang melapisi serviks, CIN 2 mencakup 2/3 ketebalan serviks, CIN 3 memenuhi seluruh ketebalan serviks. Jika CIN 3 tidak mendapatkan pengobatan dengan baik, akan memberikan peluang sekitar 40% CIN untuk berkembang menjadi kanker (YKI, 2019)

3. Jenis kanker serviks

Terdapat dua tipe Kanker serviks, yaitu adenokarsinom (berasal dari endoserviks) karsinoma sel squamosa (berasal dari eksoserviks), yang terakhir ini merupakan bentuk terbanyak dari kanker serviks yaitu 80 – 90%.

Adenokarsinoma sering ditemukan pada perempuan berusia 20-30 tahun (ACS, 2014).

4. Tanda dan gejala

Umumnya gajala tidak ditemukan pada saat awal mengalami kanker serviks dan pra-kanker. Biasanya gejala belum timbul saat kondisi pra- kanker sampai kanker mengarah ke invasif dan menjalar ke dalam jaringan disekitarnya. Tanda dan gejala yang biasanya muncul adalah : (ACS, 2014) :

a. Pengeluaran abnormal dari vagina seperti metrorarghia, keluarnya darah setelah berhubungan seks, keluuarnya darah pada masa post

(3)

menopause, keluarnya darah serta bercak - bercak darah diantara dua periode menstruasi dan menstruasi yang memanjang.

b. Dyspareunia atau merasa nyeri selama melakukan hubungan seksual.

5. Prevalensii kankeri serviks

Kankeri serviksi merupakan jenis kanker terbanyak ke – empat pada perempuan dan menjadi urutan ke tujuh kejadiani kanker di duniai.

Prevalensi kanker serviks di dunia + 528. 000 kasus baru dan angka mortalitas 266.000 penderita. Prevalensi kanker serviksi di Asia Tenggarai untuk tahun 2012 sekitar 175.000i kasus dengan angka mortalitas 94.000i penderita (IARC 2015).

Prevalensi kanker serviks di Indonesia cukup tinggi sekitar 0,8/mil atau + 98.692 penderita. Prevalensi tertinggi di duduki oleh D.I. Yogyakarta,

Kepulauan Riau dan Maluku Utara, sebanyak 1,5/mil dari semua penderita kanker di Indonesia (Kemenkes RI, 2015).

6. Faktor – faktor risiko terjadinya kanker a. Infeksi Human Papilloma Virus (HPV)

HPV (Human Papilloma Virus) mempunyai lebih dari 150 virus, beberapa di antaranya menyebabkan jenis pertumbuhan yang dikenal masyarakat sebagai kutil (papillomas). HPV dapat menimbulkan infeksi pada sel – sel di alat kelamin, permukaan kulit, mulut dan tenggorokan, dan anus,. Kanker serviks sebagian besar disebabkan oleh HPV 16 dan HPV 18. Hasil temuan medis menunjukkan bahwa lesi kanker serviks

(4)

didapatkan pada wanita yang sebelumnya sudah didahului oleh infeksi HPV (ACS, 2014). Infeksi Human Papilloma Virus ditularkan dan menyebar melalui kontaki langsung kulit ke kulit, hubungani seksuali baik hubungan seks lewat vagina, anal, dan oral.

b. Penurunan Kekebalan Tubuh (Imunosupresif)

Perempuan dengan penurunan kekebalan tubuh atau gangguan kekebalan dapat meningkatkan risiko untuk terjadi kanker serviks.

c. Multi Partner Sex

Jumlah pasangan seksual lebih dari satu ikut memberikan kontribusi terhadap penyebab kanker serviks. Pasangan seks yang sering berganti akan meningkatkan risiko untuk terjadi kanker serviks pada perempuan (Wahyuningsih, dkk, 2014).

d. Melakukan hubungan Seks Pertamai kalii pada umur ≤ 20 Tahun Risikoiyang lebih besarisampai dengan 4,788 kali untuk mengalami lesi pra-kanker pada serviks terjadi pada perempuan yang pertama kali berhubungan seks pada usia < 20 tahun dibanding dengan yang melakukan hubungan seks pertamaikaliipada usia > 20 tahun. Hal ini dimungkinkan oleh adanya komplemenihiston dalam semen yang berperan sebagai antigen , di mana kematangan ifungsi sistem imunitas mukosa serviks imenjadi lebih rentan sehingga risiko terjadinya infeksi sangat tinggi (Wahyuningsih, 2014)

(5)

e. Multi Paritas

Paritas suatu kondisi yang menunjukkan pada seorang wanita pernah melahirkan bayi. Paritas dengan anak lebih dari dua orang atau jarak kelahiran yang sangat dekat berisiko tinggi karena dapat menimbulkan abnormalitas lapisan epitel di mulut rahim. dan dapat berkembang menjadi keganasan (Aminati, 2013). Perempuan dengan tiga atau lebih kehamilan mengalami peningkatan risiko untuk mengalami kanker serviks.

f. Pemakaian Kontrasepsi Pil dalam Waktu yang Lama

Pemakaian kontrasepsi pil dalam waktu yang lama terbukti dalam penelitian dapat meningkatkan risiko terjadi kanker serviks. Tetapi risiko akan menurun setelah kontrasepsi dihentikan.

g. Merokok dan Paparan Asap Rokok

Perempuan perokok berisiko dua kali untuk mengalami kanker serviks disbanding dengan yang bukan perokok meskipun begitu perokok pasif juga berisiko untuk mengalami kanker serviks. Lesi pra-kanker leher rahim dapat meningkat oleh paparan asap rokok 4,8 kali dari yang tidak terpapar asap rokok (Dewi, dkk, 2013).

h. Perineal Hygiene Buruk

Risiko Lesi prakanker serviks meningkat sebesar 29 kali pada kondisi personal higiene yang kurang (Dewi et al, 2013). Praktik perineal hygiene mempunyai pengaruh pada perubahan pH vagina sehingga

(6)

berpeluang bagi pertumbuhan flora, di mana rasa gatal dan garukan akan menyebabkan risiko terjadinya radang sehingga memungkinkan pertumbuhan HPV lebih cepat dan menjadi faktor peningkatan terjadinya kanker serviks (Dewi, dkk, 2013).

Tidak mencukur atau merapikan rambut kemaluan dapat meningkatkan potensi pertumbuhan jamur dan kutu yang menimbulkan rasa gatal sehingga sangat dianjurkan untuk mencukur atau merapikan rambut kemaluan (Rahmayanti, 2012). Membersihkan kemaluan dengan mencukur adalah bagian dari ajaran Rasulullah. Seperti diriwayatkan dari Anas bin Malik RA, ia berkata “ Kami diberi batas waktu untuk menggunting kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan, yaitu tidak membiarkannya lebih dari empat puluh hari (H.R Muslim, Ibnu Majah, Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa’I dan Abu Dawud). Penggunaan antiseptik terlalu sering untuk membersihkan kemaluan/vagina akan berisiko terjadinya iritasi pada serviks yang akan memicu perubahan sel menjadi sel kanker (Aminati, 2013).

i. Penggunaan Pembalut / Pantyliner

Pembalut wanita / pad dapat menjadi penyebab kanker serviks apabila terdapat kandungan dioksin di dalamnya. Dioksin adalah bahan pemutih yang digunakan iuntuk memutihkan ipembalut yang berasal dari bahan bekas yang didaur ulang (Arum, 2015). Dioksin idapat ikut masuk ke dalam tubuh perempuan isaat haid melalui pembalut yang mengandung

(7)

bahan tersebut. Dalam kondisi basah dan kelembaban tingggi dioksi di dalam pembalut akan terbawa ke permukaan vagina dan masuk ke serviks, kemudian akan menempel idan terikat pada jaringan ilemak idi dinding uterus. Dioksin iakan bergerak ibebas idalam sel, membentuk ikatan dengan DNA sehingga akan mengaktifkan imematikan atau mengubah istruktur DNA. Lewat proses mekanisme iini dioksin iakan menimbulkan kerusakan pada sistem reproduksi, imunitas, endokrin, factor pertumbuhan, metabolisme hormonal, dan sebagai pemicu timbulnya sel kanker (Julina, 2012).

j. Infeksi klamidia

Klamidia merupakan jenis bakteri yang dapat menyebabkan infeksi pada organ reproduksi. Penularan dapat melalui hubungan seks.

Infeksi klamidia dapat menimbulkan peradangan pada panggul, sampai dengan infertil. Dari berberapa study menunjukkan bahwa risiko lebih tinggi iuntuk kanker serviks terjadi pada perempuan dengan hasil tes pemerikaan darah terdapat riwayat i/ sedang terinfeksi klamidia.

Infeksi klamidia seringkali tidak menunjukkan gejala dan penderita tidak mengetahui telah terinfeksi sampai didapatkan hasil pemeriksaan darah. Keputihan merupakan salah satu gejala infeksi klamidia.

Keputihan yang abnormal terus menerus serta tidak diobati juga memberikan kontribusi terjadinya kanker serviks karena keputihan iadalah salah satu gejala infeksi kelamin oleh klamidia yang akan

(8)

menimbulkan kerusakan organ reproduksi bagian i dalam (Arum, 2015).

k. Diit

Konsumsi sayur dan buah yang kurang dapat juga merupakan risiko yang meningkatkan terjadinya kanker serviks pada perempuan (ACS, 2014). Dari penelitian - penelitian sebelumnya, kekurangan asam folat yang di dapat dalam sayur berdaun hijau tua, buah – buahan seperti jeruk dan pepaya dapat meningkatkan risiko munculnya displasia ringan. Rendahnya beta karoten dalam makanan juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks (Aminati, 2013). Makanan pemicu lainnya adalah makanan yang berlemak tinggi dan konsumsi alkohol.

(ACS, 2014)

Mengolah daging dengan cara memanggang, menggoreng, atau membakar pada suhu yang panas akan memproduksi sejumlah besar senyawa mutagen. Suhu yang lebih panas dan waktu yang lebih lama untuk memasak akan membentuk senyawa semakin banyak. Dari beberapa penelitian ayam yang dipanggang akan menjadikan konsentrasi izat penyebab kanker i lebih tinggi dibanding dengan dimasak menggunakan cara lainnya (PCRM, 2013)

l. Obesitas

Obesitas adalah penyebab + 20% dari semua keganasan di mana parameter antropometri idan faktor igaya hidup dapat mengaktifkan

(9)

mekanisme biologis iberbeda. IMT > 40 dan jumlah lemak tubuh (khususnya lemak viseral) dalam parameter antropometrik akan meningkatkan risiko kanker. Adapun gaya hidup dengan risiko kanker antara lain pola diit (hypercaloric atau diit yang buruk) (Pergola &

Silvestris, 2013).

Mekanisme meningkatnya risiko kanker dan obesitas adalah karena hormon adipokines yang dihasilkan oleh sel lemak akan menstimulasi atau menghambat pertumbuhan sel. Pada kondisi obesitas biasanya banyak dihasilkan leptin menimbulkan efek pada erjadinya proliferasi sel, langsung atau tidak langsung sel lemak berdampak pada pertumbuhan tumor regulator (NCI, 2012).

m. Adanya anggota keluarga dengan riwayat kanker serviks

Ibu atau saudara yang mengalami kanker serviks berpotensi 2 sampai 3 kali mengembangkan penyakit kanker dibanding yang tidak mempunyai riwayat keluarga dengan kanker serviks. Dari beberapa penelitian, diduga kecenderungan familial adalah karena kondisi genetik yang menyebabkan beberapa perempuan kurang mampu melawan infeksi HPV (ACS, 2014).

n. Kemiskinan

Perempuan yang berpendapatan rendah kurang mempunyai akses yang siap bagi layanan perawatan kesehatan yang cukup memadai, termasuk pemerikasan deteksi melalui Pap Smear, sehingga tidak memperoleh

(10)

kesempatan untuk skrining atau perawatan untuk pra-kanker dan kanker serviks (ACS, 2014).

Kemampuan ekonomi juga berhubungan dengan tingkat pendidikan seorang perempuan. Tingkat Pendidikan berpengaruh pada perilaku seseorang untuk kondisi kesehatannya. Pendidikan tinggi akan lebih memudahkan seseorang untuk menerima informasi sehingga demikian akan memiliki pengetahuan yang lebih baik dan memotivasi seseorang untuk lebih memperdulikan kesehatan dan meningkatkan derajad kesehatah diri dan keluarga (Suarniti, at al, 2012).

Perempuan dengan Pendidikan rendah akan kurang memiliki kesadaran dalam memperhatikan kesehatannya khususnya kesehatan pada sistem reproduksinya. Perempuan tersebut biasanya ikut melakukan deteksi dini dengan pemeriksaan IVA, mungkin hanya karena teman atau saudara tanpa mengetahui tujuan dan juga manfaatnya (Suarniti, et al, 2012).

o. Umur

Penderita kanker tebanyak adalah pada kelompok umur 41 – 65 tahun.

Meningkatnya risiko mengalami kanker serviks pada tingkat usia ini adalah gabungan dari lamanya waktu dan tingkat pemaparan dengan karsinogenik dan menurunnya sistem imunitas karena usia (Darayati &

Sumawati, 2013). Dari penelitian Lestari dan sari (2011), mengatakan bahwa perempuan akan mengalami perubahan anatomi dan penurunan

(11)

fungsi kerja organ tubuh yang menyebabkan kerawanan terhadap risiko infeksi. Dari hasil penelitian risiko infeksi menjadi persisten meningkat pada usia > 35 tahun. Pada masa ini perempuan juga mengalami menopause, di mana mulai timbul perubahan sel – sel abnormal pada mulut rahim. Perubahan sel -sel abnormal disertai penurunan imunitas pada usia ini juga berkontribusi mempercepat pertumbuhan sel kanker (Darayati & Sumawati, 2013).

7. Keadaan pra-kanker serviks

Kondisi pra-kanker serviks adalah suatu kondisi sebelum terjadinya kanker, yang dapat timbul pada usia berapapun. Usia yang paling banyak terjadi pra – kanker adalah usia dua puluhan dan tiga puluhan. Pra – kanker sendiri adalah terjadinya perubahan abnormal pada sel – sel lapisan serviks yang kemungkinan dapat berkembang menjadi kanker (CCS, 2015).

Zona transformasi menjadi tempat terjadinya perubahan terus – menerus kelenjar sel kolumnar menjadi lapisan sel squamosa. Pada dasarnya transformasi yang terjadi adalah normal, namun ini menyebabkan sel – sel menjadi ilebih sensitif iterhadap iHuman Papilloma Virus (HPV).

Precursor perubahan isel ini disebut CIN (cervical intraepithelial neoplasia) (Fitranta, 2011). CIN merupakan metaplasia sel yang disebabkan oleh infeksi HPV. Biasanya CIN asimptomatik dan terbentuk

(12)

dalam kurun waktu 5 – 15 tahun sebelum berkembang menjadi karsinoma invasif (Reni, 2013).

Berdasarkan struktur histologis, lesi pra – kanker digolongkan tingkatanya menjadi CIN I, CIN II, dan CIN III (Fitranta, 2011).

Gambar 1 : Spektrum CIN (cervical intraepithelial neoplasia)

8. Keadaan kanker Serviks

Keganasan / karsinoma merupakan hasil dari peningkatan regresi sel (Reni, 2013). Kanker serviks invasif banyak terjadi pada umur sekitar 45 tahun. (Fitranta, 2011).

9. Tahapan kanker serviks (International Federation of Gynaecology and Obstetrics/FIGO)

Pertumbuhan dan perkembangan kanker serviks dibagi dalam empat tahap, yaitu tahap 1 – 4. Sistem ini berdasarkan TNM, yaitu T berarti ukuran tumor primer dan pertumbuhannya yang diberi nilai 1 – 4. Huruf N menunjukkan adanya pembesaran kelenjar limfe di panggul, adapun huruf M adalah menunjukkan bahwa telah terjadi penyebaran / metastase

Tahapan kanker serviks: (ACS, 2015).

(13)

a. Tahap permulaan 1) Stadium IA

Pada saat ini dinilai dari TNM, berarti T1a, N0, M0, artinya tumor <

5 mm mendalam dan < 7 mm lebarnya, N0 berarti kanker belum terjadi penyebaran ke kelenjar limfe , dan M0 menunjukkan belum terjadi penyebaran ke bagian tubuh lainnya. Kanker dinilai invasif sebab sudah memasuki jaringan stroma.

2) Stadium IB

Pada saat ini dinilai dari TNM, berarti T1b, N0, M0, yang berarti tumor terlihat tanpa mikroskop, berukuran < 4 cm (T1b1) dan > 4 cm (T1b2). Dan belum terjadi penyebaran ke kelenjar limfe dan bagian tubuh lainnya

3) Stadium IIA

Pada saat ini dinilai dari TNM, berarti T2a, N0, M0, di mana tumor telah membesar melewati uterus tapi belum sampai ke dinding panggul atau sepertiga bagian bawah vagina. Belum terjadi penyebaran ke kelenjar limfe dan bagian tubuh lainnya. Tumor dapat dilihat tanpa mikroskop, berukuran < 4 cm (T2a1) dan > 4 cm (T2a2).

(14)

b. Tahap Lokal Lanjutan 1) Stadium IIB

Pada saat ini dinilai dari TNM, berarti T2b, N0, M0, di mana tumor telah membesar melampaui uterus tetapi tidak sampai ke dinding panggul atau sepertiga bagian bawah vagina. Telah terjadi penyebaran ke sekitar area jaringan serviks (invasi parametrium).

Tetapi belum terjadi penyebaran ke dalam kelenjar limfe dan bagian tubuh lainnya.

2) Stadium IIIA

Pada saat ini dinilai dari TNM, berarti T3a, N0, M0, di mana tumor telah bertambah perkembangannya pada area sepertiga bagian bawah vagina tetapi tidak sampai ke dinding panggul. Dan belum terjadi penyebaran ke dalam kelenjar limfe dan ke bagian tubuh lainnya.

3) Stadium IIIB

Pada saat ini dinilai dari TNM, berarti T3b, N, M0, di mana tumor telah bertambah besar sampai ke dinding panggul. Saat ini sudah dapat terjadi perdarahan hebat saat tersentuh. Tumor menghambat aliran ureter sehingga ginjal membengkak (hidronefrosis) atau fungsi ginjal terganggu dan terjadi gangguan berkemih serta gangguan buang air besar. Dapat atau belum terjadi penyebaran ke dalam kelenjar limfe di panggul tapi belum menyebar ke organ tubuh lainnya.

(15)

Pada saat ini dinilai dari TNM, berarti T1, T2 atau T3, N1, M0, di mana telah terjadi penyebaran tumor ke luar uterus, ke dinding panggul atau vagina, menghalangi ureter yang menyebabkan ginjal membesar menghalangi ureter dan menyebabkan gunjal membesar (hidronefrosis) dan fungsi ginjal terganggu serta telah terjadi penyebaran kelenjar limfe di panggul tapi belum metastase ke bagian tubuh lainnya.

4) Stadium IVA

Pada saat ini dinilai dari TNM, berarti T4, N, M0, di mana tumor telah tumbuh sampai ke lapisan mukosa kandung kemih atau rectum, telah menyebar ke luar panggul dan tidak atau menyebar ke kelenjar limfe di panggul tapi belum menyebar ke organ tubuh lainnya.

c. Stadium lanjut Stadium IVB

Pada saat ini dinilai dari TNM, berarti setiap T, setiap N, M1, di mana tumor dilihat dari ukuran / tidak telah memasuki jaringan di sekitarnya, dan telah penyebarannya telah memasuki kelenjar limfe di panggul, telah mengalami metastasis jauh di mana penyakit telah berlangsung sekian lama (Fitranta, 2011).

(16)

10. Patofisiologi

Skema 1 : Patofisiologi

FAKTOR RISIKO SERVIKS NORMAL

PERUBAHAN ANATOMI LAPISAN SERVIKS/

PRA-KANKER

KANKER SERVIKS

- PERDARAHAN PERVAGINA - KELUAR CAIRAN

YANG TIDAK BIASA - NYERI SAAT

BERHUBUNGAN - GGN BAK & BAB

- KGB - GINJAL - PARU-PARU - HATI

METASTASIS

- TANDA DAN GEJALA SESUAI GANGGUAN ORGAN TERSEBUT

Sumber :ACS, 2014, IARC, 2015, Hitkock at al, Gale & Charette, 2000

(17)

B. Seksualitas perempuan dengan kanker serviks 1. Seksualitas

Seksualitas adalah bagian integral dari kehidupan manusia normal Kenyamanan dan kepuasan hubungan seksual adalah salah satu faktor iyang menjadi sangat penting idalam menjalin hubungan ipernikahan bagi begitu banyak ipasangan isuami – istri (Irwan, 2012)

Perilaku seksual imerupakan bentuk manifestasi kegiatan seksual dalam bentuk hubungan seksual ataupun alternatif lainnya. Hubungan seksual didefinisikan sebagai hubungan secara fisik yang melibatkan organ genitalia pria dan wanita (Zawid, 1994 dalam Perry & Potter, 2005).

Dorongan seksual imerupakan keinginan (minat/niat) untuk mengawali suatu hubungan iintim, Adapun kegairahan iseksual, merupakan respons tubuh terhadap irangsangan iseksual. Respons itubuh yang mendasar terhadap rangsangan seksual adalah ketegangan iotot yang meninggi i(myotonia) dan bertambahnya ialiran idarah ke area genital (vasocongestion) (Chandra,2005).

2. Fungsi seksualitas

Pandangan mengenai pentingnya fungsi seksual bagi kaum perempuan adalah hal yang telah banyak dilakukan sebagai suatu kajian. Salah satu survey yang di tenggarai oleh Bayer Healthcare yang dilakukan di 12 negara selama bulan April sampai dengan Mei 2006 dengan melibatkan sedikitnya 1000 perempuan berusia > 18 tahun. Sebanyak 75%

(18)

perempuan yang diikutkan sebagai responden mengatakan bahwa aktivitas adalah sesuatu yang penting/sangat penting bagi mereka. Alasan pentingnya aktivitas seksual diakui untuk memperkuat dan meningkatkan hubungan dengan pasangan (58%), berhubungan dengan kebanggaan diri dan berdampak positif bagi fisik mereka (47%), memiliki daya Tarik (29%), mendapat kepuasan fisik (25%), merasa lebih sehat (22%), dan merasa percaya diri (18%) (Bayer, 2006).

3. Respons seksual.

Peristiwa ketika terjadi bangkitan / rangsang seksual secara umum akan melibatkan tahap – tahap sebagai berikut ini :

a. Belum terdapat rangsangan

Pada saat ini vagina masih dalam keadaan kering dan kendor b. Mendapat rangsangan (excitement)

Pada tahap ini terjadi rangsangan pada wanita dan pria yang ditandai oleh miotonia dan vasokongesti. Pada fase ini klitoris, mukosa vagina dan payudara membengkak. Terjadi lubrikasi ivagina, ukuran labia mayora, labia minora dan klitoris imeningkat, uterus terangkat ke atas dan puting susu menjadi ereksi (Hendersons, 2006).

c. Tahap pendataran (plateu)

Pada saat ini vasokongesti dan myotonia mendatar namun gairah seksual tetap tinggi, vagina membengkak dan distensi, klitoris mengalami retraksi dan sex flush yang menyebar dari payudara dan ke semua bagian tubuh (Henderson, 2006).

(19)

d. Tahap orgasme

Merupakan tahap yang relatif singkat di mana ketegangan ipsikologis dan otot imeningkat dengan icepat, begitupun aktifitas tubuh , jantung, dan pernapasan. Ketegangan otot mencapai puncaknya pada saat orgasme, denyut nadi , frekuensi inapas, dan tekanan darah imeningkat serta kontraksi ritmis dari uterus. Orgasme idisertai sensasi ikenikmatan yang intens diikuti pelepasan/release ketegangan seks yang disebut klimaks/orgasme.

e. Tahap resolusi (post senggama i/ post orgasme)

Pada saat ini pria memasuki fase iresolusi idengan menjadi pasif dan tidak responsif idan tertidur. Sebagian wanita dapat mengalami hal yang sama tapi sebagian besar lainnya masih responsif isecara seksual, bergairah idan dapat kembali masuk ke fase iplateu isehingga terjadi orgasme multipel. Setelah ini pria ataupun wanita akan kembali ke fase istirahat fisik dan mental dan merasa sejahtera. Banyak laki – laki atau perempuan merasakan ikepuasan psikis atau relaksasi itanpa mencapai orgasme namun yang lain menjadi kecewa ibila tidak orgasme (Chandra, 2005).

Peristiwa yang terjadi ketika seseoorang mengalami bangkitan / rangsang seksual dan menunjukkan perilaku seksual secara umum melibatkan fase – fase / tingkatan sebagai berikut : (Master &

Johnson, 1966)

(20)

f. Fase istirahat (tidak terangsang)

Pada saat ini vagina masih dalam keadaan kering dan kendur

g. Fase terjadi rangsangan (excitement)

Pada saat ini minat seksual muncul yang disebabkan oleh stimuli / rangsangan fisik atau psikologis, sehingga terjadilah awal dari tahap rangsangan / excitement. Pada laki – laki atau perempuan yang diawali oleh meningkatnya aliran darah ke genetalia dan ke rongga panggul (vasokongesti) dan juga meningkatnya ketegangan otot/tonus otot terutama pada area genetalia (miotonia) (Halstead and Reiss,2006).

Sepanjang fase ini, terjadi peningkatan aliran darah pada klitoris, mukosa vagina dan payudara sehingga membengkak. ukuran vagina, labia minora, labia mayora dan klitoris membesar dan juga terjadi lubrikasi vagina, uterus terangkat menjauhi kandung kemih dan vagina, dan puting susu menegang (Hendersons, 2006).

h. Fase plateu ( pendataran)

Apabila gairah mulai meningkat, pria/wanita akan memasuki tahap plateu yaitu terjadinya pendataran pada vasokongesti dan mitonia walaupun minat seksual tetap tinggi. Fase ini dapat menjadi singkat atau lama tergantung rangsangan yang diterima dan dorongan seksual seseorang, social exercise dan konstitusi tubuh individu tersebut.

(21)

Sebagian menghendaki orgasme secepatnya, dan yang lainnya mencoba untuk dapat mengontrolnya sedangkan yang lainnya menginginkan fase pendataran yang lama (Chandra, 2005). Saat perempuan telah mencapai fase plateu, terjadi perubahan pada lapisan ketiga terluar dari vagina. Yaitu membengkak akibat aliran darah dan distensi, retraksi klitoris dan timbulnya ruam seperti campak atau

“sex flush” yang dapat meyebar dari payudara ke semua bagian tubuh (Hendersons, 2006).

i. Fase Orgasme

Fase ini akan terjadi ejakulasi, kontraksi otot yang relatif singkat. Di mana peningkatan dengan cepat ketegangan psikologis dan otot, aktifitas tubuh, jantung dan pernapasan. Fantasi secara psikologis dapat menjadi pencetus orgasme dan secara somatik dengan menimbulkan rangsangan pada bagian tubuh tertentu, yang tidaklah sama bagi setiap orang. Selama fase ini, merupakan puncak terjadinya ketegangan otot yang kemudian kembali menurun karena dorongan darah mulai berkurang pada pembuluh darah yang membengkak.

Denyut arteri, frekuensi napas, dan tekanan darah juga terjadi peningkatan dan terjadi kontraksi ritmis pada rahim. Sensai kenikmatan yang intens akan menyertai orgasme. Selanjutnya secara tiba-tiba akan terjadi pelepasan/ release ketegangan seksual, disebut orgasme/ klimaks

(22)

j. Fase resolusi

Fase ini merupakan masa setelah senggama / pasca orgasme di mana pria akan segera masuk ke fase resolusi sehingga menjadi tidak responsif / pasif. Pasa saat ini penis dalam kondii detumescence, dan pria akan tertidur. Meskipun sebagian wanita juga mengalami hal ini, namun pada umumnya ssebagian besar masih tetap responsif secara seksual sampai bergairah dan masuk ke dalam fase pendataran lagi, kemudian timbul orgasme berikutnya yang dapat berulang dan terjadilah orgasme multipel. Pasca orgasme, laki – laki ataupun wanita akan kembali ke fase istirahat. (resolusi). Pada fase ini laki – laki atau perempuan akan mengalami relaksasi mental dan fisik, serta merasa sejahtera. Banyak laki – laki atau perempuan merasakan kepuasan psikologis atau relaksasi tanpa mencapai orgasme yang lain merasa kecewa bila tanpa orgasme (Chandra, 2005).

4. Disfungsi Seksual a. Pengertian

Disfungsi seksual merupakan kegagalam berulang yang menetap, keseluruhan atau sebagian untuk mempertahankan respons vasokongesti sampai dengan selesainya aktifitas seksual (Chandra, 2005).

b. Macam – macam idisfungsi iseksual

Disfungsi seksual sebagai ganggguan birahi dan siklus itanggapan iseksual yang menyebabkan itekanan iyang berat idan kesulitan idalam

(23)

hubungan antar manusia (DSM IV). Disfungsi iseksual dapat terjadi satu atau lebih dari empat fase siklus rangsangan seksual. Walaupun hampir sepertiga orang yang mengalami idisfungsi iseksual, terjadi tanpa pengaruh penggunaan iobat,

terdapat petunjuk mengarah pada anti depresan dapat mencetuskan disfungsi seksual.

Disfungsi seksual juga dapat diisebabkan oleh gangguan organik atau fisik pada organ tubuh tertentu dengan berbagai tingkatan (Tobing, 2006). Secara tradisional disfungsi seksual wanita terdiri dari : gangguan minat/libido seksual, gangguan birahi, nyeri/ketidaknyamanan dan hambatan dalam mencapai orgasme

Jenis gangguan seksual pada wanita (DSM IV & ICD – 10 ), adalah : 1) Gangguan minat seksual (desire disorder)

Adalah kurang iatau tidak ada keinginan / hasrat iseksual 2) Gangguan birahi i(arousal disorder)

Adalah kesulitan imencapai atau mempertahankan rasa keterangsangan saat aktivitas seksual.

3) Gangguan orgasme (orgasmic disorder)

Adalah tertundanya iatau kegagalan imencapai iorgasme i saat aktivitas seksual

4) Gangguan nyeri i(sexual pain disorder) (Rosen, et al, 2000) .

(24)

Gangguan seksual menurut Glaiser and Gebbie (2005), adalah : 1) Hilangnya kenikmatan

Yaitu melakukan hubungan intim tetapi tidak dapat merasakan kenikmatan dan kesenangan yang biasanya dirasakan saat aktivitas seksual.

2) Hilangnya minat seksual

Hal ini biasanya bersamaan dengan hilangnya kenikmatan seksual.

Wanita yang mengalami ini umumnya tidak memiliki keinginan untuk berhubungan seks dan juga tidak dapat menikmainya.

3) Keengganan seksual

Pada sebagian kasus, hanya dengan berpikir tentang aktivitas seksual sudah menimbulkan rasa takut atau kecemasan sehingga dengan begitu akan membentuk suatu pola untuk menghindari terjadinya kontak seksual. Pada kasus serupa ini, sering penyebabnya dapat diidentifikasi dari kejadian atau trauma yang pernah dialami sebelumnya, meski terkadang awal masalahnya tetap tidak jelas.

4) Disfungsi orgasme

Secara khusus sebagian prempuan biasanya mengalami ikesulitan untuk mencapai iorgasme, baik idengan kehadiran ipasangan atau situasi lain. Mungkin inilah bagian idari hilangnya ikenikmatan seksual ipada umumnya, atau relative spesifik iyakni dapat

(25)

terangsang idan menikmati iaktivitas seks tetapi mengalami kesulitan orgasme. Walaupun obat tertentu dapat menghambat iorgasme ipada perempuan, akan tetapi untuk sebagian ikasus faktor ipsikologis itampaknya menjadi penyebab.

5) Vaginismus

Vaginismus merupakan suatu kesulitan seksual primer yang dialami wanita pada saat mengawali aktivitas selsual mereka. Hal ini sering menyababkan hubungan seksual menjadi tidak sempurna. Keadaan ini jarang terjadi kemudian setelah wanita menjalani fase seksual normal, apalagi bila pernah melahirkan.

.

6) Dyspareunia

Nyeri yang dirasakan saat senggama sering terjadi dan biasanya dapat di sembuhkan. Namun bila ini menjadi masllah berulang, maka akan menimbulkan hambatan respons seksual normal.

Ketidaknyamanan/nyeri dirasakan akibat spasme otot – otot vagina atau peradangan.

5. Seksualitas pada penderita kanker serviks

Masalah gangguan fungsi seksual yang terjadi pada penderita kanker serviks setelah menjalani kemoterapi merupakan ketakutan dan trauma emosional serta sebagai suatu pengalaman hidup bagi perempuan yang mengalaminya, sehingga pengungkapan masalah seksualitas penderita

(26)

kanker serviks sangat penting untuk membantu perawat maternitas dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya tentang seksualitas.

Adanya rasa takut dan ketidaknyamanan saat melakukan hubungan seksual serta respon psikologi pasien akibat efek samping dari terapi yang dijalani menjadi hambatan saat penderita kanker serviks melakukan hubungan seksual. Dukungan emosional dari suami dan dukungan informasi dari tenaga kesehatan tentang hubungan seksual bagi penderita kanker serviks dan pasangannya sangat diperlukan agar dapat membantu mengurangi kekhawatiran dan lebih meningkatkan hubungan seksual antara penderita kanker serviks dan pasangannya (Anindyawati, 2017)

Secara psikologis, masalah seksual pasca terapi kanker serviks, perempuan dapat mengalami timbulnya ganguan kepuasan seksual, gangguan intimasi dengan pasangan, kurang percaya diri, dan gangguan gambaran diri. Ketidak puasan seksual dapat menimbulkan kesenjangan dalam hubungan personal suami-istri dalam rumah tangga karena kurangnya komunikasi antara pasangan dan pemuasan seksual yang membuat pasangan tidak merasa nyaman, bosan dan kuarng tanggapan seksual dengan pasangan sendiri. Pada penderita kanker serviks berani melakukan hubungan sekaual dedasari takut terjadi ketidaksetiaan dari pasangan, takut berdosa karena tidak melayani kebutuhan seksual suami, dan takut kepuasan suami tertgangu karena penderita kanker serviks tidak

(27)

sempurna lagi dalam melayani kebutuhan seksual pasangan. (Afiyanti dan Pratiwi, 2016)

Disfungsi seksual adalah masalah kualitas hidup yang umum di antara penderita kanker serviks. 50% wanita yang didiagnosis kanker ginekologi terdapat setidaknya satu indikator disfungsi seksual. Regimen pengobatan dan penyakit itu sendiri dapat menyebabkan perubahan fisiologis yang menyebabkan gangguan seksual (Donovan at al., 2007;

Frumovitz et al., 2007, dalam Myatt, 2008).

Berkenaan dengan efek psikologis kanker serviks pada kesehatan seksual wanita, beberapa masalah berhubungan dengan penderita kanker serviks, ditemukan bahwa 85% pasien tidak tertarik pada seks, kurang minat pada seks, lebih banyak disfungsi seksual dan lebih sedikit kepuasan dsbanding wanita tanpa kanker serviks, perasaan citra tubuh negatif, kepercayaan diri yang buruk, kecemasan tentang aktivitas seksual dan pengobatan juga dikaitkan dengan berkurangnya minat seksual (Jensen, et al., 2004; Donovan et al., 2007; Vrzackova, Weiss & Cibula, 2010, dalam Wyatt, 2013).

Seksualitas bukan hanya tentang tindakan fisik seksual, hubungan seksual atau ekspresi seksual, tetapi juga bagaimana kita melihat diri kita dan kebutuhan kita untuk dicintai dan disayangi oleh lainnya (Macmillan, groover, & Quinn, 2005).

(28)

Menurut Davidson, 2011, pengobatan kanker serviks telah Memberikan efek negatif pada fungsi seksual, kesehatan seksual yang lama, bahkan setelah pengobatan. Selanjutnya, perubahan fungsi seksual dapat mempengaruhi keintiman dan hubungan yang mengarah ke masalah emosi, disstres, depresi, harga diri rendah, dan gangguan citra tubuh.

respons psikologis tertentu seperti takut akan rasa sakit, perubahan femininitas dan kecemasan juga memengaruhi respons seksual (Fakunle, 2016). Sekitar 70% penderita kanker serviks mengalami disfungsi seksual termasuk perubahan hasrat seksual, kekeringan vagina, nyeri, perdarahan, dyspareunia dan atrofi vagina setelah pengobatan. (Correa et al, 2015 dalam Fakunlle, 2016). 30% hingga 63% perempuan mengalami masalah seksual ketika dirawat karena kanker serviks. Selain itu sementara frekuensi aktivitas seksual tidak berkurang, tetapi dorongan seksual dan kepuasan keseluruhan berkurang dengan pengurangan frekuensi ciuman dan belaian.

Perawatan kanker tidak hanya memiliki efek merusak pada hubungan seksual, seperti beberapa orang pasangan melaporkan peningkatan keintiman seksual meskipun efek berbahaya dari perawatan kanker.

peningkatan kedekatan fisik noncoital, solidaritas dalam hubungan dan dukungan emosional dan penghargaan setelah perawatan. Selain itu, beberapa strategi tertentu, seperti komunikasi yang efektif, membantu pasangan meningkatkan kemampuan mereka untuk mengatasi penyakit dan mengalami kualitas keintiman yang lebih baik serta tergantung pada

(29)

signifikansi peran hubungan dalam pengobatan kanker (Flynn, et al, 2011; Lindau et al., 2011; Badr et al., 2010; Reese, 2011, dalam Fakunlle, 2016).

.

C. Self-Trancendence Pamella G Reed (Alligood, 2014) 1. Konsep Mayor dan definisi

a. Vulnerability

Vulnerability, merupakan Kesadaran seseorang tentang kematian.

Didefinisikan sebagai konteks terhadap suatu kondisi menjelang akhir kehidupan / usia senja. Konsep vulnerablity akan menimbulkan peningkatan kesadaran tentang kondisi di mana kematian yang dekat, kegawatan seperti ketidakmampuan, penyakit menahun, proses kelahiran, dan pengasuhan.

b. Self Transendence

Self transcendence merupakan suatui geraki melampauiii apa yang sudah dicapaii. Yaitu suatu geraki dari yang kurang baik menjadi baik dan sebaliknya dari yang baik menjadi lebih baik.

Transendensi diri diartikan sebagai suatu pengembangani konsep diri dibatasi secara multidimensi, yaitu :

1) Inwardly

Adalah kondisi batiniah idengan melakukan refleksi iintrospeksi idiri terhadap kejadian – kejadian yang telah idialami.

(30)

2) Outwardly

Adalah kondisi lahiriah iyang terlihat dari luar. Di definisikan bahwa adalah penting untuk melakukan ihubungan idengan dunia luar idalam hal ini berinteraksi idengan ilingkungannya.

3) Temporally

Adalah menyangkut hal duniawi dengan mengaplikasikan keterampilan atau pengetahuan iyang didapat dari peristiwa pengalaman imasa ilalu yang kemudian menjadi ipembelajaran untuk mencapai itujuan masa depan iyang terintegrasi idengan menerapkannya ipada masa ikini / sekarang.

c. Well-Being :

Well being adalah perasaan isehat isecara komprehensif baik fisik, psikologis, sosial, budaya idan spiritual iyang menunjukkan isuatu keadaan yang baik dan sejahtera.

d. Moderating – Mediating Factors

Merupakan variabel kontekstual idan personal i di mana interaksinya dapat mempengaruhi iproses self trancendence yang memberikan kontribusi pada kondisi iyang baik. Variable ini di antaranya adalah usia, jenis kelamin, kemampuan kognitif, pengalaman hidup, persepsi spiritual, lingkungan sosial, dan riwayat masa lalu. Adapun variabel personall dan kontekstual akan memperkuat dan memperlemah hubungan vulnerable dan self trancendence serta antara self trancendence dan well being.

(31)

e. Point of Intervention

Menurut teori self trancendence, ada dua poin intervensi, yaitu intervensi keperawatan yang dengan langsung berfokus pada sumber- sumber yang timbul dari dalam diri seseorang terhadap transendensi atau berfokus pada beberapa faktor personal dan kontekstual yang berpengaruh terhadap hubungan antara self trancendence dan vulnerability serta hubungan antara self trancendence dan well-being.

Skema 2 : Transendensi diri

2. Asumsi Mayor a. Kesehatan

Sehat, adalah model awal proses, yang diartikan mutlak menjadi proses kehidupan di mana pada pengalaman seseorang akan timbul dua hal yaitu dapat bersifat negatif atau positif sehingga akan membuat individu mencari atau menimbilkan lingkungan dan nilai- nilai unik yang mendukung terciptanya kesejahteraan (well- being).

(32)

b. Keperawatan

Peran dan dukungan serta keterampilan keperawatan diberikan lewat proses interpersonal dan manajemen terapeuti terhadap lingkungan untuk mendampingi orang – orang (persons) dalam mencapai kesehatan (health) dan kesejahteraan (well-being).

c. Manusia

Manusia dalam hal ini dipahami sebagai perkembangan pada masa kehidupannya dalam berinteraksi dengan manusia lainnya untuk perubahan lingkungan yang kompleks dan bersemangat serta berkontribusi ssecara positif dan negatif terhadaap kesehatan dan keadaan baik.

d. Lingkungan

Lingkungan adalah Keluarga, jaringan sosial, lingkungan fisik dan komunitas yang secara signifikan memberikan kontribusi pada proses kesehatan dimana perawat dapat memberikan pengaruh dengan mengatur interaksi yang terapeutik antara orang-orang, objek dan aktivitas keperawatan.

(33)

D. Kerangka Teori

Skema 3 : Kerangka Teori

Sumber : ACS, 2018, Glaiser and Gebbie, 2006, Alligood, 2014

Pra - Kanker serviks

Kanker serviks Faktor-faktor risiko:

1. Imunosupresif 2. Multi partner sex 3. Berhubungan seks

pertama kali di usia <

20 tahun 4. Multi paritas

5. Kontrasepsi pil dalam jangka Panjang 6. Merokok dan paparan

asap rokok

7. Perineal higine yang buruk

8. Penggunaan

pembalut/pantyliner yang mengandung dioxin

9. Infeksi klamidia 10. Diet

11. Obesitas 12. Genetika 13. Kemiskinan 14. Usia

Kerentanan terhadap infeksi

HPV

Terapi : 1. Medik 2. Paliatf

➢ Penderitaan fisik : somatik dan seksual

➢ Penderitaan psikologis Survivor

Self Transendence

➢ Vulnerabel

➢ Self

transcendence

➢ Well being

(34)

E. Kerangka Konseptual

Skema 4 : Kerangka Konseptual Kanker serviks Kemoterapi

Pengalaman seksual

Gangguan seksual 1. Fisik :

a. Perdarahan b. Dyspareunia 2. Psikologis

a. Hilangnya kenikmatan seksual

b. Hilangnya minat seksual

c. Keengganan seksual d. Membenci pasangan Efek samping jangka Panjang

seksual

Vulnerability

- Vulnerability - Self transcendence - Well-being

- Moderating-Mediating Factors

- Point of Intervention

Sumber : ACS, 2018, Glaiser and Gebbie, 2006, Alligood, 2014

Referensi

Dokumen terkait

Menurt Solomon dan Rothblum (Rachmahana, 2001, h.135) individu yang kurang asertif tidak mau mencari bantuan ( seeking for help) kepada orang lain untuk membantu

adalah untuk lebih mendalami pribadi anak, merangsang kecerdasan, dan mengasah bakat anak. Pola interaksi pembelajaran yang baik di TK dimaksudkan untuk lebih

Sedangkan perbedaan penelitiaan yang dilakukan Paina dengan penelitian ini adalah pada objek kajian yang mana pada penelitian Paina meneliti tindak tutur komisif khusus

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

Dalam bab II akan menjelaskan khazana tafsir al-Qur’an sastra di Indonesia dan relevansinya dengan semiotika Dalam bab ini juga, peneliti akan menguraikan konsep tafsri

Maka dari ketidak layakan daya tampung pengunjung yang ada, maka diharapkan dapat melakukan relokasi demi memenuhi kebutuhan service motor pada Dealer dan Bengkel

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kekuatan geser pelekatan resin komposit packable dengan intermediate layer resin komposit flowable menggunakan

Hasil dari pengujian model yang dilakukan adalah memprediksi penyakit jantung dengan support vector machine dan support vector machine berbasis particle swarm