• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut Rambat Lupiyoadi (2007:1), Entrepreneurship adalah sebuah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut Rambat Lupiyoadi (2007:1), Entrepreneurship adalah sebuah"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

7

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Entrepreneurship

Menurut Rambat Lupiyoadi (2007:1), Entrepreneurship adalah sebuah fenomena penting bagi kemajuan dan kesejahteraan dunia, bahkan menjadi pangkal dari pertumbuhan ekonomi.

Menurut Zimmerer dan Scarborough (2004:2), entrepreneurship bermanfaat untuk berbagai peluang, yaitu peluang mengendalikan nasib sendiri, kesempatan melakukan perubahan, pelauang menggunakan potensi seutuhnya, peluang untuk meraih keutungan tanpa batas, peluang untuk berperan untuk masyarakat dan mendapatkan pengakuan atas usaha, dan peluang melakukan yang kita sukai.

Jadi dapat disimpulkan bahwa entrepreneurship bermanfaat untuk berbagai peluang dan merupakan fenomena penting bagi kemajuan dan kesejahteraan dunia.

2.1.2 Karakteristik Tingkah Laku Entrepreneur

Berdasarkan pendapat Rambat Lupiyoadi (2007:7-10) dalam entrepreneurship, terdapat karakteristik tingkah laku yang sering ditemukan dalam penelitian-penelitian terhadap entrepreneur :

1. Sifat instrumental

(2)

Entrepreneur dalam berbagai situasi selalu memanfaatkan segala sesuatu

yang ada di lingkungannya untuk mencapai tujuan pribadi dalam berusaha.

Hubungan interpersonal, kehadiran tokoh-tokoh masyarakat, maupun pakar dalam bidang tertentu. Dengan kata lain, segala sesuatu yang ada di lingkungannya dipandang sebagai alat instrumen.

2. Sifat prestatif

Sifat prestitatif sebagai karakteristik entrepreneur menunjukkan bahwa entrepreneur dalam segala situasi selalu tampil lebih baik, lebih efektif

dibandingkan dengan hasil yang dicapai sebelumnya. Entrepreneur selalu membuat target yang lebih baik dan tinggi dari sebelumnya.

3. Sifat keluwesan bergaul

Sifat ini menunjukkan sifat yang selalu berusaha untuk menyesuaikan diri dalam beberapa situasi hubungan antar manusia. Selalu berusaha aktif bergaul, membina kenalan-kenalannya dan mencari kenalan baru serta berusaha untuk dapat terlibat dengan mereka yang ditemui dalam kegiatan sehari-hari. Entrepreneur selalu menunjukkan wajah yang ramah, akomodatif terhadap berbagai ajakan untuk berdialog. Secara halus dapat menjadikan dirinya pusat perhatian dan merangsang orang lain untuk berdialog.

4. Sifat kerja keras

Sifat kerja keras menunjukkan bahwa entrepreneur selalu terlibat dalam situasi kerja, tidak mudah menyerah sebelum pekerjaan selesai. Entrepreneur mengutamakan kerja dan mengisi waktu yang ada dengan perbuatan yang nyata untuk mencapai tujuan. Keterlibatannya dalam kerja tidak semata-mata

(3)

demi hasil akhir, apakah itu kegagalan atau keberhasilan, tetapi yang lebih penting dia tidak berpangku tangan saja dan lebih nyaman bila terlibat dalam pekerjaan nyata.

5. Sifat keyakinan diri

Sifat keyakinan diri sebagai karakteristik entrepreneur menunjukkan ia selalu percaya pada kemampuan diri, tidak ragu-ragu dalam bertindak, bahkan memiliki kecenderungan untuk melibatkan diri secara langsung dalam berbagai situasi. Optimismenya menunjukkan keyakinan bahwa tindakannya akan membawa keberhasilan. Bersemangat tinggi dalam bekerja dan berusaha secara mandiri menemukan alternatif jalan keluar dari masalah-masalah yang dihadapi.

6. Sifat pengambilan risiko

Sifat ini selalu memperhitungkan keberhasilan dan kegagalan dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan berusaha. Entrepreneur akan mengambil langkah bila kemungkinan gagal tidak terlalu besar. Dengan keberanian mengambil risiko yang diperhitungkan, seorang entrepreneur tidak takut menghadapi situasi yang tidak menentu dimana tidak ada jaminan keberhasilan. Segala tindakannya diperhitungkan dengan cermat, selalu membuat antisipasi terhadap hambatan-hambatan yang dapat menyulitkan usahanya.

7. Sifat swa kendali

Sifat ini menunjukkan bahwa dalam menghadapi berbagai situasi selalu mengacu pada kekuatan dan kelemahan pribadi, batas-batas kemampuan

(4)

dalam berusaha. Entrepreneur selalu menyadari benar bahwa melalui pengendalian diri maka kegiatan-kegiatannya dapat lebih terarah pada pencapaian tujuan. Dengan pengendalian diri menunjuk pada bahwa pribadi entrepreneur yang memutuskan kapan harus bekerja lebih keras, kapan dia

harus berhenti meminta bantuan dari orang lain, dan kapan dia harus mengubah strategi dalam bekerja bila menghadapi hambatan.

8. Sifat inovatif

Sifat inovatif menunjukkan bahwa entrepreneur selalu mendekati berbagai masalah dalam berusaha dengan cara-cara baru yang lebih bermanfaat.

Terbuka untuk gagasan, pandangan, dan penemuan baru yang dapat dimanfaatkan untuk menngkatkan kinerjanya. Tidak terpaku pada masa lalu, tetapi selalu berpandangan ke depan untuk mencari cara-cara yang biasa dilakukan orang lain untuk peningkatan kinerja. Cenderung untuk melakukan sesuatu dengan cara yang khas, unik dari hasil pemikirannya.

9. Sifat kemandirian

Sifat mandiri menunjukkan entrepreneur selalu mengembalikan perbuatannya sebagai tanggung jawab pribadi. Keberhasilan dan kegagalan merupakan konsekuensi pribadi entrepreneur. Ia mementingkan otonomi dalam bertindak, pengambilan keputusan, dan pemilihan berbagai kegiatan dalam mencapai tujuan. Dia lebih senang bekerja sendiri, menentukan, dan memilih cara kerja yang sesuai dengan dirinya. Keuntungan pada orang lain merupakan suatu yang bertentangan dengan kata hatinya. Ia dapat saja bekerja dalam kelompok selama mendapatkan kebebasan bertindak dalam pengambilan keputusan. Entrepreneur lebih senang memegang kendali

(5)

kelompok kerja, menentukan tujuan kelompok serta memilih alternatif strategi dalam mencapai tujuan. Anggota kelompok yang lain dilihat sebagai sarana yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

2.1.3 Tipe – Tipe Pengusaha atau Wirausahawan (Entrepreneur)

Sebelum melihat lebih lanjut perlu diketahui tipe –tipe dari pengusaha atau wirausahawan (entrepreneur) seperti yang terdapat dalam Alma (2005,p.25) yaitu :

1. Entrepreneur yang memiliki inisiatif.

2. Entrepreneur yang mengorganisir mekanis social dan ekonomi untuk menghasilkan sesuatu.

3. Entrepreneur yang menerima resiko atau kegagalan.

2.2 Kepemimpinan (Leadership)

2.2.1 Pengertian Kepemimpinan

Menurut Zenger & Folkman (2004,p.9-11), ketrampilan kepemimpinan sangat penting di dalam suatu perusahaan atau organisasi sejenisnya. Jika kepemimpinan selalu dikembangkan, maka merupakan salah satu kunci untuk sukses. Kepemimpinan mempengaruhi kinerja setiap orang yang bekerja dengan kita. Dengan tanggung jawab yang besar, pemimpin harus belajar tanpa henti.

Para pemimpin besar tidak ditentukan oleh tidak adanya kelemahan, tetapi lebih oleh adanya kekuatan nyata. Kunci untuk mengembangkan kepemimpinan besar dan efektif adalah membangun kekuatan.

Menurut Dubrin (2005:3), kepemimpinan itu adalah upaya mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan, cara mempengaruhi

(6)

orang dengan petunjuk atau perintah, tindakan yang menyebabkan orang lain bertindak atau merespons dan menimbulkan perubahan tujuan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempangaruhi orang dengan petunjuk atau perintah serta mempengaruhi kinerja setiap orang yang bekerja dengan kita.

2.2.2 Teori Kepemimpinan

Beberapa teori telah dikemukakan para ahli majemen mengenai timbulnya seorang pemimpin. Teori yang satu berbeda dengan teori yang lainnya. Di antara berbagai teori mengenai lahirnya paling pemimpin ada tiga di antaranya yang paling menonjol yaitu sebagai berikut :

1. Teori Genetis

Inti dari teori ini tersimpul dalam mengadakan "leaders are born and not made". Bahwa penganut teori ini mengatakan bahwa seorang pemimpin akan

ada karena ia telah dilahirkan dengan bakat pemimpin. Dalam keadaan bagaimana pun seorang ditempatkan pada suatu waktu ia akn menjadi pemimpin karena ia dilahirkan untuk itu. Artinya takdir telah menetapkan ia menjadi pemimpin.

2. Teori Sosial

Jika teori genetis mengatakan bahwa "leaders are born and not made", maka penganut-penganut sosial mengatakan sebaliknya yaitu "leaders are made and not born". Penganut-penganut teori ini berpendapat bahwa setiap orang akan dapat menjadi pemimpin apabila diberi pendidikan dan kesempatan untuk itu.

(7)

3. Teori Ekologis

Teori ini merupakan penyempurnaan dari kedua teori genetis dan teori sosial.

Penganut-ponganut teori ini berpendapat bahwa seseorang hanya dapat menjadi pemimpin yang baik apabila pada waktu lahirnya telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan, bakat mana kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pangalaman-pengalaman yang memungkinkannya untuk mengembangkan lebih lanjut bakat-bakat yang memang telah dimilikinya itu.

Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori genetis dan teori sosial dan dapat dikatakan teori yang paling baik dari teori-teori kepemimpinan. Namun demikian penyelidikan yang jauh yang lebih mendalam masih diperlukan untuk dapat mengatakan secara pasti apa faktor- faktor yang menyebabkan seseorang timbul sebagai pemimpin yang baik.

(http://akbar-fadilah.blogspot.com/2010/01/teori-kepemimpinan-dan-tipe- tipe.html)

2.3 Entrepreneurial Leadership

2.3.1 Pengertian Entrepreneurial Leadership

Menurut Corbin (2007:61), entrepreneurial leadership adalah gaya kepemimpinan yang mampu mendelegasikan, mampu membangun karyawan- karyawan berperilaku bertanggungjawab, mampu membuat dan menetapkan keputusan, dan bekerja secara independen. Dari pengertian ini, terlihat bahwa kepemimpinan terdapat pada orang-orang yang memiliki pengaruh positif kepada

(8)

orang lain yang bekerja sama dengannya dan turut terlibat penuh dalam pekerjaan yang telah ia tetapkan dan keputusan yang dia ambil.

Menurut Thornberry (2006:24), entrepreneurial leadership adalah lebih sebagai pengusaha yang bisa menciptakan perubahan daripada bertransaksi dengan perusahaan lain, karena dengan adanya perubahan akan menjadikan perubahan lebih berkembang dan berjalan mengikuti tren pasar yang berlaku.

Menurut Winardi (2008:20), entrepreneur yang inovatif bereksperimentasi secara agresif dan mereka tampil mempraktekkan transformasi-transformasi kemungkinan atraktif.

Menurut Goosen (2007:104), entrepreneurial leadership, baik individu maupun organisasi menciptakan kebudayaan entrepreneur dengan mengembangkan pelatihan budaya kewirausahaan dan penggabungan proses- proses entrepreneur, serta inisiatif-inisiatif baru yang brilian.

Jadi dapat disimpulkan bahwa entrepreneurial leadership adalah sikap dan kemampuan seseorang dalam memimpin suatu organisasi dan mampu menciptakan perubahan termasuk budaya yang baru di dalam organisasi.

2.3.2 Dimensi Penting dalam Entrepreneurial Leadership

Menurut J.Winardi (2008:p.20) Entrepreneurial Leadership merupakan seorang entrepreneur yang inovatif, mampu berseksperimentasi secara agresif dan mereka terampil mempraktekkan tranformasi – tranformasi kemungkinan – kemungkinan atraktif.

Dalam bukunya J. Winardi (2008:193-196) terdapat 5 dimensi di dalam perusahaan yang dijalankan dengan entrepreneurial leadership yaitu :

(9)

1. Orientasi strategi yang didorong persepsi peluang

Seorang entrepreneur tergantung kepada persepsinya tentan peluang yang ada. Entrepreneur menggunakan sistem perencanaan dan pengukuran kinerja guna mengendalikan sumber daya yang ada.

2. Komitmen terhadap peluang-peluang

Entrepreneur dengan jelas bersedia menerima risiko dari keputusan dan

peluang yang diambilnya. Dan entrepreneur dengan teliti dan dalam jangka waktu singkat mampu melihat suatu peluang dan memanfaatkannya.

3. Komitmen sumber-sumber daya

Seorang entrepreneur terbiasa dengan kondisi dimana ia menyalurkan sumber-sumber daya dan memantaunya secara periodik.

4. Pengendalian sumber-sumber daya

Entrepreneur yang menyediakan sumber-sumber daya bagi perusahaan, juga

ikut mengendalikan. Mereka disiplin dalam aturan mengendalikan sumber- sumber daya yang dimiliki perusahaan, sehingga bersikap kurang fleksibel, namun bukan pula memaksa. Terhadap pihak-pihak yang bekerja dengannya dalam perusahaan, seorang entrepreneur yang memimpin secara entrepreneurial akan senantiasa memberikan ide-ide kepada mereka, ikut

membantu mereka saat mengalami kesulitan dalam mencari suatu metode atau cara terbaik yang dapat ditempuh dalam perusahaan.

5. Visi yang realistik

(10)

Entrepreneur memang bersdia mengambil risiko yang telah diperhitungkan,

hal ini dikarenakan mereka memiliki visi yang realistik yang sudah mereka rencanakan dalam pencapaian tujuan. Visi tersebut pun direalisasikan dengan mendukung penuh orang-orang dalam perusahaannya.

2.3.3 Elemen dalam Entrepreneurial Leadership

Menurut J. Winardi (2008:17-18), terdapat sejumlah elemen dari profil entrepreneurial yaitu:

1. Tanggung jawab

Para entrepreneur memiliki yanggung jawab mendalam terhadap hasil usaha yang dibentuk mereka. Mereka sangat berkeinginan untuk mampu mengendalikan sumber-sumber daya mereka sendiri, dan memanfaatkannya untuk mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan mereka.

2. Preferensi untuk menghadapi risiko moderat

Entrepreneur merupakan pihak yang berani menerima risiko, namun risiko

yang telah diperhitungkan secara matang (calculated risk takers). Orang lain mungkin beranggapan bahwa tujuan mereka terlalu tinggi, namun entrepreneur yakin bahwa tujuan-tujuan yang ingin dicapai mereka bersifat realistik.

3. Keyakinan dalam kemampuan mereka untuk meraih keberhasilan

Sikap ini adalah sifat yang optimistic, sehubungan dengan kemungkinan- kemungkinan mereka untuk mencapai kesuksesan.

4. Keinginan untuk mencapai umpan balik

(11)

Para entrepreneur menikamti tantangan-tantangan sehubungan dengan upaya mengelola suatu bisnis, dan mereka ingin mengetahui bagaiman hasil yang dicapai mereka, dan secara konstan mencari informasi (umpan balik).

5. Energi tingkat tinggi

Entrepreneur bekerja lebih lama dan dengan energi yang tinggi, mereka juga bekerja dengan keras.

6. Orientasi ke depan

Para entrepreneur memiliki naluri yang kuat untuk mencari serta menemukan peluang-peluang. Mereka melihat ke depan, dan mereka melihat potensi- potensi, dimana orang lain belum memperhatikan.

7. Toleransi terhadap ambiguitas

Para entrepreneur pada tingkat tertentu harus mengambil keputusan dalam kondisi baik mendapat informasi yang jelas ataupun tidak jelas. Entrepreneur juga menghadapi risiko dalma kaitan dengan usaha mencari nafkah.

Keputusan entrepreneur mempengaruhi seluruh pihak yang bekerja dengannya, sehingga dalam waktu singkat keputusan harus diambil oleh seoran pemimpin perusahaan.

2.3.4 Persyaratan yang Efektif dalam Entreprenurial Leadership

Menurut Yulianto (2009), ada 5 persyaratan yang efektif dalam entrepreneurial leadership yaitu :

1. Memiliki komitmen dan upaya yang istimewa dari pihak perusahaan.

(12)

2. Meyakinkan para karyawan bahwa mereka dapat mencapai tujuan perusahaan.

3. Membuat visi perusahaan yang menarik.

4. Menunjukkan kemimpinan yang baik sesuai dengan yang telah dijanjikan untuk perkembangan perusahaan guna mencapai hasil yang luar biasa.

5. Tetap bertahan dalam menghadapi perubahan lingkungan.

2.4 Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja merupakan hal yang sangat penting didalam suatu perusahaan. Dengan lingkungan yang bersih, tenang, nyaman, keselamatan kerja terjamin, dan hubungan antar karyawan yang harmonis akan memotivasi karyawan untuk bekerja lebih giat lagi. Sebaliknya jika lingkungan kerja yang tidak memadai akan menurunkan semangat karyawan yang akhirnya akan berpengaruh di kinerja para karyawan. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan tugas secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi lingkungan – lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak serta tidak mendukung diperolehnya rancangan system kerja yang efisien.

Sihombing (2004) menyatakan lingkungan kerja adalah faktor – faktor di luar manusia baik fisik maupun non fisik, dimana lingkungan kerja yang kurang mendukung pelaksanaan pekerjaan ikut menyebabkan kinerja yang buruk, seperti kurangnya alat kerja, ruangan kerja pengap, serta ventilasi yang kurang.

(13)

Menurut Sedarmayanti (2009,p.21), lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan kerja sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik secara perseorangan maupun kelompok.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, maka dapat di simpulkan bahwa lingkungan kerja adalah tempat dimana para karyawan mengerjakan pekerjaannya sehari – hari, termasuk lingkungan kerja fisik maupun non fisik.

2.4.1 Jenis – Jenis Lingkungan Kerja

Sedarmayanti (2009) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi dua yakni: (a) Lingkungan kerja fisik, dan (b) lingkungan kerja non fisik.

A. Lingkungan Kerja Fisik

Menurut Sedarmayanti, lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat memengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yakni :

1. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan, seperti : pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya.

2. Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya : suhu udara (temperature), kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna dan lain – lain.

(14)

Untuk dapat memperkecil pengaruh lingkungan fisik terhadap karyawan, maka langkah pertama adalah harus mempelajari manusia, baik mengenai fisik dan juga tingkah lakunya. Kemudian digunakan sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang sesuai.

B. Lingkungan kerja non fisik

Menurut Sedarmayanti (2009): “Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi berkatian dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun sesama, ataupun hubungan dengan bawahan”.

Lingkungan non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan.

Suryadi Perwiro Sentoso (2002:19-21) yang mengutip pernyataan Prof. Myon Woo Lee sang pencetus Teori W dalam ilmu manajemen sumber daya manusia bahwa pihak manajemen perusahaan hendaknya membangun suatu iklim dan suasana kerja yang bisa membangkitkan rasa kekeluargaan untuk mencapai tujuan bersama. Pihak manajemen perusahaan juga hendaknya mampu mendorong insiatif dan kreativitas. Kondisi seperti inilah yang selanjutnya menciptakan antusiasme untuk bersatu dalam organisasi perusahaan untuk mencapai tujuan.

2.4.2 Faktor – Faktor Yang Memengaruhi Lingkungan Kerja

Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik, sehingga dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman,

(15)

dan nyaman. Ketidaksesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi, keadaan lingkungan yang kurang baik dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien. Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja. Menurut Sedarmayanti (2007:45) bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan karyawan, adalah :

1. Penerangan

2. Suhu udara

3. Sirkulasi udara

4. Ukuran letak ruang kerja

5. Privasi ruang kerja

6. Kerbersihan

7. Suara bising

8. Penggunaan warna

9. Peralatan kantor

10. Keamanan tempat kerja

11. Musik di tempat kerja

12. Tata letak ruang kerja

13. Hubungan sesama rekan kerja

(16)

14. Hubungan kerja antara atasan dan bawahan

2.5 Kinerja Karyawan

Kinerja karyawan sering diartikan sebagai pencapaian tugas, dimana karyawan dalam bekerja harus sesuai dengan program kerja organisasi untuk menunjukkan tingkat kinerja organisasi dalam mencapai visi, misi, dan tujuan organisasi. Pada dasarnya kinerja seorang karyawan merupakan hal yang bersifat individual karena setiap karyawan mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda – beda dalam mengerjakan pekerjaannya.

Robert L. Mathis dan John Jackson terjemahan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira (2006,p.78) menyatakan bahwa ”kinerja pada dasarnya adalah apa yang di lakukan atau tidak dilakukan karyawan”.

Sopiah (2008) menyatakan lingkungan juga bisa mempengaruhi kinerja seseorang. Situasi lingkungan yang kondusif, misalnya dukungan dari atasan, teman kerja, sarana dan prasarana yang memadai akan menciptakan kenyamanan tersendiri dan akan memacu kinerja yang baik. Sebaliknya, suasana kerja yang tidak nyaman karena sarana dan prasarana yang tidak memadai, tidak adanya dukungan dari atasan, dan banyak terjadi konflik akan memberi dampak negatif yang mengakibatkan kemerosotan pada kinerja seseorang.

Sedangkan kinerja karyawan menurut Henry Simamora (2004) adalah tingkat hasil kerja karyawan dalam pencapaian persyaratan pekerjaan yang diberikan.

Deskripsi dari kinerja menyangkut tiga komponen penting yaitu:

1. Tujuan

(17)

Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhi bagaimana seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap setiap individu.

2. Ukuran

Ukuran dibutuhkan untuk mengetahui apakah seorang personel telah mencapai kinerja yang diharapkan, untuk itu kuantitatif dan kualitatif standar kinerja untuk setiap tugas dan jabatan personal memegang peranan penting.

3. Penilaian

Penilaian kinerja reguler yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan kinerja setiap personel. Tindakan ini akan membuat personel untuk senantiasa berorientas terhadap tujuan dan berperilaku kerja sesuai dan searah dengan tujuan yang hendak dicapai.

Berdasarkan pada definisi kinerja karyawan dari para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi.

Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah apa yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi bagi perusahaan atau organisasi. Informasi penilaian kinerja dapat digunakan supervisor untuk mengelola kinerja karyawan.

Data yang diperoleh dapat digunakan untuk mengetahui penyebab kelemahan maupun keberhasilan dari kinerja karyawan sehingga dapat digunakan sebagai

(18)

bahan pertimbangan untuk menentukan target atau langkah perbaikan selanjutnya dalam mencapai tujuan organisasi.

2.5.1 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan

Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berada di bawah pengawasannya.

Walaupun karyawan-karyawan bekerja pada tempat yang sama namun produktivitas mereka tidaklah sama. Secara garis besar perbedaan kinerja karyawan ini disebabkan oleh dua faktor yaitu : faktor individu dan situasi kerja.

Menurut Gibson, et al. dalam buku Organization Behaviour, Structure, Processes (2007) ada tingkat variabel yang mempengaruhi perilaku dan prestasi kerja atau kinerja karyawan, yaitu :

1. Variabel individual, terdiri dari :

Kemampuan dan ketrampilan : mental dan fisik

Latar belakang : keluarga, tingkat sosial, penggajian

Demografis : umur, asal – usul, jenis kelamin

2. Variabel organisasional, terdiri dari :

Sumberdaya

Kepemimpinan

Imbalan

Struktur

(19)

Disain pekerjaan

3. Variabel psikologis, terdiri dari :

Persepsi

Sikap

Kepribadian

Belajar

Motivasi

2.5.2 Penilaian Kinerja Karyawan

Penilaian kinerja (performance appraisal) memainkan peranan yang sangat penting dalam peningkatan motivasi di tempat kerja. Karyawan menginginkan dan memerlukan balikan berkenan dengan prestasi mereka dan penilaian menyediakan kesempatan untuk memberikan balikan kepada mereka. Jika kinerja tidak sesuai dengan standar, maka penilaian memberikan kesempatan untuk meninjau kemajuan karyawan dan untuk menyusun rencana peningkatan kinerja.

Menurut Hani Handoko (2003) pengukuran kinerja adalah usaha untuk merencanakan dan mengontrol proses pengelolaan pekerjaan sehingga dapat dilaksanakan sesuai tujuan yang telah ditetapkan, penilaian prestasi kerja juga merupakan proses mengevaluasi dan menilai prestasi kerja karyawan diwaktu yang lalu atau untuk memprediksi prestasi kerja di waktu yang akan datang dalam suatu organisasi.

Penilaian kinerja juga dapat dinilai dari kedisiplinan karyawan tersebut dalam menjalankan tugasnya dengan kata lain karyawan yang menjalankan tugasnya

(20)

sebagai karyawan yaitu kesadaran seorang karyawan untuk menghormati, mentaati, menghargai, mematuhi, dan menaati peraturan – peraturan yang berlaku, baik yang tertulisa maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya.

Selain itu kreativitas karyawan juga perlu dibentuk dan dibangun. Kreativitas bias berupa pengetahuan yang dimiliki karyawan dan juga kemampuan untuk mengemukakan atau menciptakan suatu program kerja baru dalam menghadapi situasi dan tantangan kerja, baik secara individu maupun secara kelompok atau tim. Sehingga karyawan juga dituntut untuk mempunyai kemampuan bekerja sama dengan orang lain bekerja sama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan yang diberikan perusahaan sehingga daya guna yang dan hasil yang sebesar – besarnya.

Hani Handoko (2003) menyebutkan bahwa penilaian kinerja terdiri dari 3 kriteria, yaitu :

1. Penilaian berdasarkan result yaitu penilaian yang didasarkan adanya target- target dan ukurannya spesifik serta dapat diukur.

2. Penilaian berdasarkan behaviour yaitu penilaian perilaku-perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan.

3. Penilaian berdasarkan judgement yaitu penilaian yang berdasarkan kualitas pekerjaan, kuantitas pekerjaan, koordinasi, pengetahuan pekerjaan dan ketrampilan, kreativitas, semangat kerja, kepribadian, keramahan, intregitas pribadi serta kesadaran dan dapat dipercaya dalam menyelesaikan tugas.

2.5.3 Indikator – Indikator Penilaian Kinerja Karyawan

(21)

Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson dalama bukunya yang berjudul Human Resource Management (2006,p.378), kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen sebagai berikut:

1. Kuantitas dari hasil

2. Kualitas dari hasil

3. Ketepatan waktu dan hasil

4. Kehadiran

5. Kemampuan bekerja sama

Dimensi lain dari kinerja di luar beberapa yang umum ini dapat diterapkan pada berbagai pekerjaan. Criteria pekerjaan (job criteria) atau dimensi yang spesifik dari kinerja pekerjaan akan mengidentifikasi elemen yang paling penting dalam pekerjaan tersebut.

(22)

2.6 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.7 Penelitian Terdahulu

2.7.1 Penelitian Terdahulu 1

PT. Focus Network Agencies Indonesia

Lingkungan Kerja (X2) 1. Lingkungan kerja fisik

Penerangan

Suhu udara

Sirkulasi udara

Ukuran ruang kerja

Tata letak ruang kerja

Privasi ruang kerja

Kebersihan

Suara bising

Penggunaan warna

Peralatan kantor

Keamanan kerja

Musik di tempat kerja 2. Lingkungan kerja non fisik

Hubungan sesama rekan kerja

Hubungan atasan kerja dan bawahan kerja

Entrepreneurial Leadership (X1)

Orientasi strategis yang didorong persepsi peluang

Komitmen terhadap peluang - peluang

Komitmen terhadap sumber – sumber daya

Pengendalian sumber – sumber daya

Visi yang realistik

Kinerja Karyawan (Y)

Kuantitas dari hasil

Kualitas dari hasil

Ketepatan waktu dan hasil

Kehadiran

Kemampuan bekerja sama

(23)

Berdasarkan hasil penelitian Wahyuddin, Muhammad dan A. Djumino (2002), variabel independen yaitu kepemimpinan dan motivasi membenarkan hipotesis, yang menyatakan, baik masing-masing atau secar bersama-sama, variabel kepemimpinan dan motivasi mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja pegawai terbukti. Kontribusi variabel kepemimpinan dan motivasi terhadap kinerja pegawai yang dinyatakan dengan nilai presentase sebesar 90%

sedangkan sisanya sebesar 10% dijelaskan atau dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya, sehingga boleh dikatakan variabel yang diambil dalam penelitian mampu memberikan gambaran mengenai faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai.

2.7.2 Penelitian Terdahulu 2

Menurut Joko Purnomo (2008) dalam penelitiannya mengenai kepemimpinan, motivasi kerja, dan lingkungan kerja, terhadap kinerja karyawan menunjukkan hasil yang signifikan. Dimana variabel motivasi kerja dan lingkungan yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan. Penelitian ini sendiri dilakukan terhadap pegawai negeri sipil pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Jepara terbukti mempengaruhi.

Dalam penelitian ini, faktor – faktor tersebut dianalisis untuk menentukan pengaruh motivasi kerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan Dinas Perindustrian dan perdagangan Kota Semarang.

2.8 Hipotesis

Menurut Sugiono dalam bukunya “Metode Penelitian Bisnis” (2005), hipotesis adalah merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru pada teori

(24)

yang relevan, belum didasarkan pada fakta – fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.

Ha : terdapat pengaruh antara variabel bebas dan terikat

Ho : tidak terdapat pengaruh antara variabel bebas dan terikat

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, Hipotesis penelitian ini ditetapkan sebagai berikut :

1. Hipotesis pertama (Entrepreneurial leadership)

Ha : Entrepreneurial leadership berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan

Ho : Entrepreneurial leadership tidak berpengaruh secara signifikan terhadapa kinerja karyawan.

2. Hipotesis kedua (Lingkungan kerja)

Ha : Lingkungan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan.

Ho : lingkungan kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan

3. Hipotesis ketiga (Entrepreneurial leadership dan Lingkungan kerja)

Ha : Entrepreneurial leadership dan lingkungan kerja bepengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan

Ho : Entrepreneurial leadership dan lingkungan kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Kandungan kadar amonium pada perlakuan F,G dan H menurun dengan sangat nyata pada pengamatan ke-3, hal tersebut diduga dikarenakan nitrogen (amonium) yang terdapat

Anonim (2007), melaporkan biji aren mempunyai masa dormansi yang sangat lama yaitu bervariasi antara 6-12 bulan yang terutama disebabkan oleh kulit biji yang keras dan

Hasil penelitian ini memberikan bukti tambahan mengenai hubungan berbagai karakteristik perusahaan (ukuran perusahaan, leverage , kepemilikan manajemen, ukuran

Pada ARHS, low cardiac output disebabkan oleh disfungsi sistolik RV, regurgitasi trikuspid, interdependensi ventrikel (dilatasi RV menyebabkan septum interventrikular bergeser

Data-data tuturan mengancam muka negatif yang ditemukan dalam kumpulan cerita pendek ini bernada introgasi atau mencampuri urusan mitra tutur, sehingga jelas

signifikan antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan kecerdasan emosional tinggi dan prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan

Penulisan lambang sel yang tepat darigambar sel tersebut adalah. Pada elektrolisis larutan PbSO 4 dihasilkan gas oksigen di anode. Jika jumlah arus yang dialirkan sebesar

Faktor – Faktor Penyebab Konflik Etnis, Identitas dan Kesadaran Etnis, serta Indikasi Kearah Proses Disintegrasi di Kalimantan Barat, dalam INIS (ed)Konflik Komunal di