RELEVANSI METODE RITTER DAN METODE ELEMEN HINGGA DENGAN PROGRAM MATLAB
PADA RANGKA BATANG
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil
Oleh:
DAVID PARULIAN SITORUS 08 0404 111
BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun bahan seminar ini dengan judul “Relevansi Metode Ritter dan Metode Elemen Hingga dengan Program Matlab pada Rangka Batang”.
Rasa terima kasih dan penghargaan yang tidak ternilai kepada orang tua penulis M.A. Sitorus/ N. br Doloksaribu dan seluruh keluarga, abang dan kakak yang penulis sayangi atas segala perhatian dan dengan penuh kesabaran memberi dorongan serta mendoakan penulis setiap saat.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Torang Sitorus, MT selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab dari awal dan sampai selesainya penyusunan bahan seminar ini.
Pada kesempatan ini penulis juga tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembanding. 2. Bapak Ir. Syahrizal, M.T selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Robert Panjaitan dan Ibu Emma Patricia Bangun, ST, M.Eng selaku dosen pembanding.
5. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis.
6. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada yohana, noni, murly, dame s, nurul, astri, rosiva, ester, handiman, tumpal, jaya, jepri, tito, mike, frengky, mooy, arthur, boy, samuel f, arvan, arif dan seluruh teman-teman penulis, khususnya stambuk 08 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas doa, semangat dan bantuannya selama ini.
Semoga segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca demi perbaikan yang lebih baik.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga tulisan ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan bidang teknik sipil pada khususnya.
Medan, Maret 2013 Penulis
ABSTRAK
Perkembangan struktur rangka yang sangat cepat menarik perhatian para ahli untuk merencanakan struktur rangka yang lebih akurat. Umumnya, rangka batang dihitung dengan metode ritter yang menganggap luas penamampang tiap elemen sama. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengontrolan kembali terhadap metode ritter, dengan menggunakan metode elemen hingga yang memiliki tingkat akurasi yang lebih baik dengan menganggap luas penampang tiap elemen berbeda-beda. Sehingga dapat diketahui relevan atau tidaknya metode ritter tersebut terhadap metode elemen hingga
Pada Tugas Akhir ini, akan dilakukan analisa pada struktur rangka bidang dengan membandingkan hasil perhitungan antara metode ritter dan metode elemen hingga dengan menggunakan program matlab dan microsoft excel, serta dibandingkan kembali dengan program SAP2000 v.14.
Dari hasil perhitungan pada struktur rangka bidang I, diperoleh perbedaan rata-rata persentase gaya antara metode ritter dengan metode elemen hingga menggunakan program matlab dan microsoft excel sebesar 0,110 %, metode ritter dengan program SAP2000 v.14 sebesar 1,000 %, dan metode elemen hingga menggunakan program matlab dan microsoft excel dengan program SAP2000 v.14 sebesar 0,983 %. Pada struktur rangka bidang II, diperoleh perbedaan rata-rata persentase gaya antara metode ritter dengan metode elemen hingga menggunakan program matlab dan microsoft excel sebesar 0,092 %, metode ritter dengan program SAP2000 v.14 sebesar 2,426 %, dan metode elemen hingga menggunakan program matlab dan microsoft excel dengan program SAP2000 v.14 sebesar 2,503 %. Dengan demikian, perhitungan metode ritter dan metode elemen hingga dapat dinyatakan akurat.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... ii
ABSTRAK ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
DAFTAR NOTASI ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
I.1 Umum ... 1
I.2 Latar Belakang ... 2
I.3 Tujuan ... 3
I.4 Batasan Masalah... 4
I.5 Metodologi ... 4
I.6 Sistematika Penulisan ... 4
BAB II TEORI DASAR ... 7
II.1 Defenisi Struktur ... 7
II.2 Perkembangan Struktur Rangka Batang ... 7
II.2.1 Prinsip – Prinsip Umum Rangka Batang ... 9
II.2.1.1 Prinsip Dasar Triangulasi ... 9
II.2.1.2 Analisa Gaya Batang ... 11
II.2.2 Desain Rangka Batang ... 11
II.2.2.1 Efisiensi ... 11
II.2.2.3 Tinggi Rangka Batang... 13
II.2.2.4 Batang Tekan ... 14
II.2.2.4.1 Komponen Struktur Tekan Tersusun... 17
II.2.2.5 Batang Tarik ... 19
II.2.2.5.1 Kondisi Leleh ... 19
II.2.2.5.2 Kelangsingan Struktur Tarik ... 19
II.2.3 Analisa Rangka Batang ... 20
II.2.3.1 Stabilitas ... 20
II.2.3.2 Gaya Batang ... 21
II.2.3.3 Metode Analisis Rangka Batang ... 21
II.3 Defenisi Metode Elemen Hingga (Finite Element Method) ... 23
II.4 Perkembangan Metode Elemen Hingga (Finite Element Method) ... 23
II.5 Metode Elemen Hingga dalam Struktur ... 24
II.6 Jenis – Jenis Struktur dalam Elemen Hingga (Finite Element Method) ... 25
II.6.1 Rangka (truss) ... 25
II.6.2 Spring ... 26
II.6.3 Balok (beam) ... 27
II.6.4 Balok Silang (grid) ... 27
II.6.5 Portal (frame) ... 28
II.7 Konsep Dasar Metode Elemen Hingga (Finite Element Method) ... 29
II.8 Langkah-Langkah Umum dalam Metode Elemen Hingga (Finite Element Method) ... 30
II.10 Matlab sebagai Kalkulator ... 32
II.11 Fungsi Dasar ... 32
II.11.1 Fungsi Matematika Dasar ... 33
II.11.2 Fungsi Trigonometri ... 33
II.11.3 Fungsi Analisis Data ... 34
II.12 Matriks ... 35
II.13 Script M-file ... 36
II.14 SAP (Structure Analysis Programme) ... 36
BAB III METODE ANALISA ... 37
III.1 Rangka Bidang (Plane Truss Element) ... 37
III.2 Analisa dengan Metode Ritter ... 39
III.3 Analisa dengan Metode Elemen Hingga ... 43
III.3.1 Matriks Kekakuan ... 43
III.3.1.1 Matriks Kekakuan Terhadap Sumbu Lokal ... 44
III.3.1.2 Matriks Kekakuan Terhadap Sumbu Global ... 46
III.3.1.2.1 Matriks Transformasi Perpindahan ... 46
III.3.1.2.2 Matriks Transformasi Gaya... 47
III.3.1.3 Matriks Kekakuan Struktur ... 50
III.3.2 Tegangan Elemen ... 52
III.3.3 Gaya Elemen ... 53
BAB IV APLIKASI DAN PERHITUNGAN ... 54
IV.1 Struktur Rangka Bidang I ... 54
IV.1.1 Panjang Elemen ... 55
IV.1.3 Pendimensian Elemen (Batang) Struktur Rangka Bidang I ... 62
IV.1.3.1 Batang Tekan ... 62
IV.1.3.1.1 Batang c ... 62
IV.1.3.1.2 Batang d ... 64
IV.1.3.1.3 Batang g ... 66
IV.1.3.2 Batang Tarik ... 68
IV.1.3.2.1 Batang b ... 68
IV.1.3.2.2 Batang e ... 69
IV.1.3.2.3 Batang f ... 70
IV.1.3.3 Batang Nol ... 70
IV.1.3.3.1 Batang a ... 70
IV.1.4 Metode Elemen Hingga pada Struktur Rangka Bidang I ... 71
IV.1.4.1 Metode Elemen Hingga dengan Program Matlab ... 71
IV.1.4.2 Metode Elemen Hingga dengan Microsoft Excel... 80
IV.1.5 Analisa Struktur Rangka Bidang I dengan Program SAP2000 v.14 ... 87
IV.2 Struktur Rangka Bidang II ... 90
IV.2.1 Panjang Elemen ... 90
IV.2.2 Metode Ritter pada Struktur Rangka Bidang II ... 91
IV.2.3 Pendimensian Elemen (Batang) Struktur Rangka Bidang II... 96
IV.2.3.1 Batang Tekan ... 96
IV.2.3.1.1 Batang a, d, f dan j ... 96
IV.2.3.1.2 Batang b dan c ... 98
IV.2.3.2 Batang Tarik ... 102
IV.2.3.2.1 Batang e dan k ... 102
IV.2.3.2.2 Batang g dan i ... 103
IV.2.3.2.3 Batang l dan m ... 104
IV.2.4 Metode Elemen Hingga pada Struktur Rangka Bidang II ... 105
IV.2.4.1 Metode Elemen Hingga dengan Program Matlab ... 105
IV.2.4.2 Metode Elemen Hingga dengan Microsoft Excel... 115
IV.2.5 Analisa Struktur Rangka Bidang II dengan Program SAP2000 v.14 ... 121
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 113
V.1 Kesimpulan ... 113
V.2 Saran ... 114
DAFTAR TABEL
Tabel II.1 Pedoman Awal dalam Menentukan Tinggi Rangka Batang ... 14
Tabel II.2 Panjang Tekuk untuk Beberapa Kondisi Perletakan ... 16
Tabel II.3 Operator Aritmatika ... 32
Tabel II.4 Fungsi Matematika Dasar ... 33
Tabel II.5 Fungsi Trigonometri ... 34
Tabel II.6 Fungsi Analisis Data ... 35
Tabel III.1 Penentuan Simpul di Setiap Elemen ... 38
Tabel IV.1 Hasil Perhitungan Gaya dengan Metode Ritter pada Struktur Rangka Bidang I ... 61
Tabel IV.2 Luas Penampang Tiap Batang pada Struktur Rangka Bidang I ... 71
Tabel IV.3 Hasil Perhitungan Gaya dengan Metode Elemen Hingga Menggunakan Matlab pada Struktur Rangka Bidang I ... 80
Tabel IV.4 Hasil Perhitungan Gaya dengan Metode Elemen Hingga Menggunakan Matlab dan Microsoft Excel pada Struktur Rangka Bidang I ... 87
Tabel IV.5 Hasil Perhitungan Gaya dengan Program SAP2000 v.14 Pada Struktur Rangka Bidang I ... 88
Tabel IV.6 Hasil Persentase Gaya di Setiap Batang pada Struktur Rangka Bidang I ... 89
Tabel IV.8 Luas Penampang Tiap Batang pada Struktur Rangka
Bidang II ... 105 Tabel IV.9 Hasil Perhitungan Gaya dengan Metode Elemen Hingga
Menggunakan Matlab pada Struktur Rangka Bidang II ... 115 Tabel IV.10 Hasil Perhitungan Gaya dengan Metode Elemen Hingga
Menggunakan Matlab dan Microsoft Excel pada Struktur
Rangka Bidang II ... 121 Tabel IV.11 Hasil Perhitungan Gaya dengan Program SAP2000 v.14
Pada Struktur Rangka Bidang II ... 122 Tabel IV.6 Hasil Persentase Gaya di Setiap Batang pada Struktur
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1 Tipikal Struktur Rangka Batang... 2
Gambar II.1 Model Struktur Rangka Batang pada Jembatan ... 8
Gambar II.2 Rangka Batang dan Prinsip-Prinsip Dasar Triangulasi ... 10
Gambar II.3 Jenis – Jenis Umum Rangka Batang ... 13
Gambar II.4 Nilai Batas Kelangsingan Penampang untuk Berbagai Tipe Penampang ... 18
Gambar II.5 Plane Truss Element ... 25
Gambar II.6 Space Truss Element ... 26
Gambar II.7 Spring Element ... 26
Gambar II.8 Beam Element... 27
Gambar II.9 Grid Element ... 27
Gambar II.10 Plane Frame Element ... 28
Gambar II.11 Space Frame Element ... 29
Gambar II.12 Deskritisasi pada Suatu Bidang ... 30
Gambar II.13 Tampilan Matlab ... 31
Gambar III.1 Rangka Bidang (Plane Truss Element) ... 37
Gambar III.2 Sistem Potongan pada Plane Truss Element ... 40
Gambar III.3 Potongan I – I ... 41
Gambar III.4 Potongan II– II ... 41
Gambar III.5 Potongan III– III ... 42
Gambar III.6 Potongan IV– IV ... 43
Gambar III.7 Elemen Rangka Bidang yang Diberi Gaya ... 44
Gambar III.9 Transformasi Gaya dari Lokal ke Global ... 47
Gambar IV.1 Bentuk Struktur Rangka Bidang I ... 54
Gambar IV.2 Sistem Potongan pada Struktur Rangka Bidang I ... 56
Gambar IV.3 Potongan I – I ... 58
Gambar IV.4 Potongan II– II ... 59
Gambar IV.5 Potongan III– III ... 60
Gambar IV.6 Potongan IV– IV ... 61
Gambar IV.7 Struktur Rangka Bidang I Sebelum dan Sesudah Terjadi Perpindahan ... 79
Gambar IV.8 Penginputan Data Struktur Rangka Bidang I pada Program SAP2000 v.14 ... 87
Gambar IV.8 Hasil Gaya Struktur Rangka Bidang I pada Program SAP2000 v.14 ... 88
Gambar IV.10 Bentuk Struktur Rangka Bidang II ... 90
Gambar IV.11 Sistem Potongan pada Struktur Rangka Bidang II ... 92
Gambar IV.12 Potongan I – I ... 93
Gambar IV.13 Potongan II– II ... 93
Gambar IV.14 Potongan III– III ... 94
Gambar IV.15 Potongan IV– IV ... 95
Gambar IV.16 Struktur Rangka Bidang II Sebelum dan Sesudah Terjadi Perpindahan ... 114
Gambar IV.8 Hasil Gaya Struktur Rangka Bidang II pada Program
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Output Gaya Batang Struktur Rangka Bidang I
pada Program SAP2000 v.16 ... 127 Lampiran 2. Hasil Output Gaya Batang Struktur Rangka Bidang II
DAFTAR NOTASI
n = Jumlah batang j = Jumlah node
u
N = Beban terfaktor struktur tekan
n
N = Tahanan nominal komponen struktur tekan
n
φ = Faktor reduksi struktur tekan
g
A = Luas penampang
y
f = Kuat leleh material
λ = Kelangsingan struktur
k = Faktor panjang tekuk
L = Panjang komponen struktur
r = Jari - jari girasi komponen struktur
iy
λ = Kelangsingan ideal pada arah sumbu y
m = Konstanta yang besarnya ditentukan dalam peraturan
1
L = Jarak antar pelat kopel pada arah komponen struktur tekan
u
T = Beban terfaktor struktur tarik
n
T = Tahanan nominal komponen struktur tarik
φ = Faktor reduksi struktur tarik
S = Gaya batang pada metode ritter
σ = Tegangan
ε = Regangan
E = Modulus Elastisitas
[ ]
f = Vektor gaya pada sistem koordinat lokal[ ]
d = Vektor perpindahan (displacement) pada sistem koordinat lokal[ ]
k = Matriks kekakuan (stiffness) pada sistem koordinat lokal[ ]
'f = Vektor gaya pada sistem koordinat global
[ ]
'ABSTRAK
Perkembangan struktur rangka yang sangat cepat menarik perhatian para ahli untuk merencanakan struktur rangka yang lebih akurat. Umumnya, rangka batang dihitung dengan metode ritter yang menganggap luas penamampang tiap elemen sama. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengontrolan kembali terhadap metode ritter, dengan menggunakan metode elemen hingga yang memiliki tingkat akurasi yang lebih baik dengan menganggap luas penampang tiap elemen berbeda-beda. Sehingga dapat diketahui relevan atau tidaknya metode ritter tersebut terhadap metode elemen hingga
Pada Tugas Akhir ini, akan dilakukan analisa pada struktur rangka bidang dengan membandingkan hasil perhitungan antara metode ritter dan metode elemen hingga dengan menggunakan program matlab dan microsoft excel, serta dibandingkan kembali dengan program SAP2000 v.14.
Dari hasil perhitungan pada struktur rangka bidang I, diperoleh perbedaan rata-rata persentase gaya antara metode ritter dengan metode elemen hingga menggunakan program matlab dan microsoft excel sebesar 0,110 %, metode ritter dengan program SAP2000 v.14 sebesar 1,000 %, dan metode elemen hingga menggunakan program matlab dan microsoft excel dengan program SAP2000 v.14 sebesar 0,983 %. Pada struktur rangka bidang II, diperoleh perbedaan rata-rata persentase gaya antara metode ritter dengan metode elemen hingga menggunakan program matlab dan microsoft excel sebesar 0,092 %, metode ritter dengan program SAP2000 v.14 sebesar 2,426 %, dan metode elemen hingga menggunakan program matlab dan microsoft excel dengan program SAP2000 v.14 sebesar 2,503 %. Dengan demikian, perhitungan metode ritter dan metode elemen hingga dapat dinyatakan akurat.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Umum
Pada saat ini rangka batang sangat penting untuk pembangunan, seperti konstruksi untuk atap, jembatan, menara atau bangunan tinggi lainnya. Bentuk struktur rangka dipilih karena mampu menerima beban struktur relatif besar dan dapat melayani kebutuhan bentang struktur yang panjang. Struktur rangka juga dapat memberikan estetika yang tinggi untuk konstruksi, seperti konstruksi Menara Eiffel di Paris ataupun konstruksi seperti stadion sepak bola di Eropa. Dalam dunia arsitektur dan struktural, rangka batang adalah konstruksi yang tersusun dari batang-batang tarik dan batang-batang tekan saja, umumnya terbuat dari baja atau kayu.
Gambar I.1 Tipikal Struktur Rangka Batang
I.2 Latar Belakang
mencapai persyaratan minimum, maka perlu dilakukan analisis yang akurat untuk menyelidiki reaksi dan gaya yang bekerja dalam setiap elemen rangka batang.
Pada umumnya, struktur rangka dihitung dengan menggunakan metode ritter (potongan). Pada metode ini, luas penampang di setiap elemen dianggap sama dengan elemen lain. Hal ini membuat perlu dilakukan pengontrolan kembali terhadap struktur rangka tersebut apabila luas penampang di setiap elemen berbeda-beda. Adapun metode yang digunakan adalah metode elemen hingga (finite element method) yang memiliki tingkat akurasi yang baik karena dapat dibantu dengan penggunaan program-program komputer dalam proses analisisnya, sehingga dapat diketahui relevan atau tidaknya metode ritter tersebut terhadap metode elemen hingga (finite element method).
Salah satu program yang dapat digunakan yaitu Matlab. Matlab adalah sebuah program untuk analisis dan komputasi numerik, yang dikembangkan untuk menjadi sebuah laboratorium matriks. Dengan menggunakan program matlab ini, menciptakan suatu efisiensi dalam pekerjaan perhitungan struktur tanpa memerlukan waktu lama. (Delores M. Etter, dkk, 2003)
1.3 Tujuan
batang pada metode ritter akan digunakan pada metode elemen hingga (finite element method), sebagai kontrol relevansi.
1.4 Batasan Masalah
Dalam analisa ini, penulis membatasi permasalahan untuk penyerdehanaan sehingga tujuan dari penulisan tugas akhir ini dapat dicapai, yaitu:
1. Struktur terdiri dari batang yang prismatis.
2. Perhitungan dilakukan pada dua struktur rangka batang 2 dimensi .
3. Rangka batang diletakkan pada dua perletakan, yaitu struktur rangka I (sendi_sendi) dan struktur rangka II (sendi-rol).
4. Dimensi rangka batang direncanakan.
1.5 Metodologi
Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini berdasarkan kajian literatur mengenai metode ritter dan metode elemen hingga (finite element method) dengan menggunakan bahasa pemrograman Matlab.
1.6 Sistematika Penulisan
Bab ini berisi latar belakang dan perumusan masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan. Secara umum, bab ini memberikan gambaran mengenai penyusunan tugas akhir ini.
BAB I PENDAHULUAN
BAB II TEORI DASAR
Bab ini berisi penjelasan dan gambaran umum tentang hal – hal dasar mengenai rangka batang, seperi perkembangan, desain, dan analisis rangka batang. Dalam bab ini juga dibahas tentang teori bahasa pemrograman Matlab.
BAB III METODE ANALISA
Bab ini berisi penjelasan mengenai metode yang akan digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini. Metode yang digunakan adalah metode ritter dan metode elemen hingga (finite element method) yang dibantu dengan menggunakan bahasa pemrograman Matlab.
BAB IV APLIKASI DAN PERHITUNGAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB II
TEORI DASAR
II.1 Defenisi Struktur
Secara sederhana struktur bangunan dapat didefenisikan sebagai sarana untuk menyalurkan beban akibat kehadiran suatu bangunan ke dalam tanah. Struktur bangunan juga dapat didefenisikan sebagai suatu sekumpulan objek yang mempunyai karakterisitik sama yang dihubungkan satu sama lain dengan cara tertentu agar seluruh struktur mampu berfungsi secara keseluruhan dalam memikul beban, baik yang beraksi secara horizontal maupun vertikal ke dalam tanah. (Daniel L. Schodek, 1998)
II.2 Perkembangan Struktur Rangka Batang
Rangka batang merupakan salah satu komponen penting yang dimiliki oleh struktur selain pondasi, kolom, balok dan lain-lain.
bereksperimen dengan potensi rangka batang, hal ini dilakukan karena meningkatnya kebutuhan transportasi pada saat itu.
Gambar II.1 Model Struktur Rangka Batang pada Jembatan
Kemudian, penggunaan rangka batang untuk gedung mulai ikut berkembang meskipun lebih lambat karena adanya perbedaan tradisi kebutuhan hingga akhirnya menjadi elemen umum dalam arsitektur modern.
II.2.1 Prinsip – Prinsip Umum Rangka Batang
II.2.1.1 Prinsip Dasar Pembentukan Segitiga
Prinsip utama yang mendasari penggunaan rangka batang sebagai struktur pemikul beban adalah penyusunan elemen menjadi konfigurasi segitiga yang menghasilkan bentuk stabil. Pola yang bukan segitiga menyebabkan struktur tersebut menjadi tidak stabil yang mengakibatkan terjadinya deformasi yang realtif besar. (Dian Ariestadi, 2008)
Sebagai pembantu dalam menentukan kestabilan rangka batang digunakan persamaan aljabar yang menghubungkan banyak titik hubung pada rangka batang dengan banyak batang yang diperlukan untuk kestabilan.
n = 2 j – 3 (II.1)
dimana: n = Jumlah batang j = Jumlah node
Pada struktur stabil, sudut yang terbentuk antara dua batang tidak akan berubah apabila dibebani. Hal ini berbeda dengan mekanisme yang terjadi pada bentuk struktur yang tidak stabil, dimana sudut antara dua batangnya akan berubah sangat besar apabila dibebani.
memperbesar segitiga-segitiga itu. Pada struktur stabil, gaya eksternal menyebabkan timbulnya gaya pada batang-batang. Gaya-gaya tersebut adalah gaya tarik dan tekan. (Daniel L. Schodek, 1998)
Gambar II.2 Rangka Batang dan Prinsip-Prinsip Dasar Triangulasi (Dian Ariestadi, 2008)
(a) Bentuk umum rangka batang
(b) Konfigurasi yang stabil (c) Konfigurasi stabil (d) Gaya batang
II.2.1.2 Analisa Gaya Batang
Metode untuk menentukan gaya-gaya pada rangka batang adalah berdasarkan pada tinjauan keseimbangan titik hubung. Pada konfigurasi rangka batang sederhana, sifat gaya batang tarik atau tekan dapat ditentukan dengan
memberikan gambaran bagaimana rangka batang tersebut memikul beban, misalnya dengan memberi gambaran bentuk deformasi yang mungkin terjadi pada saat struktur tersebut diberi beban. Tetapi pada struktur rangka yang memiliki geometri yang kompleks, sifat gaya batang tidak dapat ditentukan dengan menggambarkan bentuk deformasi yang terjadi. Struktur tersebut harus dianalisis secara matematis agar diperoleh hasil yang lebih akurat. (Dian Ariestadi, 2008)
II.2.2 Desain Rangka Batang
II.2.2.1Efisiensi
Faktor efesiensi sangat berpengaruh dalam perencanaan dan pengerjaan pada konstruksi struktur rangka. Faktor ini dapat terdiri dari dua, yaitu:
1. Efisiensi Struktural
2. Efisiensi Pelaksanaan (Konstruksi)
Efisiensi pelaksanaan (konstruksi) merupakan suatu alternatif untuk memudahkan dalam pengerjaan konstruksi struktur rangka batang, misalnya dengan membuat semua batang identik, maka perakitan elemen-elemen rangkaakan menjadi lebih mudah dibandingkan bila batang-batang yang digunakan berbeda. (Dian Ariestadi, 2008)
II.2.2.2 Konfigurasi
Stuktur rangka batang dapat mempunyai banyak bentuk. Seperti halnya
pada balok maupun kabel, penentuan konfigurasi batang merupakan tahap awal dalam mendesain struktur rangka, sebelum proses analisis gaya batang dan penentuan ukuran setiap elemen struktur pada suatu bangunan dilakukan. Hal ini bertujuan agar konfigurasi rangka batang yang akan dipakai sesuai dengan bangunan yang dirancang. Beberapa bentuk konfigurasi rangka batang yang umum digunakan dapat dilihat pada Gambar II.3.
Gambar II.3 Jenis – Jenis Umum Rangka Batang (Daniel L. Schodek, 1998)
II.2.2.3Tinggi Rangka Batang
Volume total suatu struktur rangka sangat dipengaruhi oleh tinggi struktur rangka itu sendiri. Semakin tinggi suatu stuktur rangka batang, maka semakin besar volume struktur rangka tersebut, begitu juga sebaliknya. Sehingga,
Rangka Batang Fink Menggantung Tiang Raja
Tiang Raja Terbalik
Rangka Batang Pratt Menggantung
Rangka Batang Howe Menggantung
Tiang Ratu
Tiang Ratu Terbalik
Batang Tepi Sejajar Rangka Batang Howe
Batang Tepi Sejajar Rangka Batang Pratt
Batang Tepi Sejajar Rangka Batang Warren
penentuan tinggi optimum rangka batang umumnya dilakukan dengan proses optimasi. (Daniel L. Schodek, 1998)
Berikut ini pedoman sederhana yang dapat dijadikan sebagai patokan awal dalam menentukan tinggi rangka batang.
Jenis Rangka Batang Tinggi
Rangka batang dengan beban relatif ringan dan berjarak dekat, misalnya: rangka batang atap
bentangan dari
20 1
Rangka batang kolektor sekunder yang memikul beban sedang
bentangan dari
10 1
Rangka batang kolektor primer yang memikul beban yang sangat besar
daribentangan
[image:32.595.115.507.210.435.2]5 1 atau 4 1
Tabel II.1 Pedoman Awal dalam Menentukan Tinggi Rangka Batang (Daniel L. Schodek, 1998)
II.2.2.4Batang Tekan
Suatu komponen yang mengalami gaya tekan, akibat beban terfaktor Nu,
menurut SNI 03-1729-2002, harus memenuhi:
n n
u N
N <φ . (II.2) Dengan : Nu = Beban terfaktor
n
N = Tahanan nominal komponen struktur tekan
n
Faktor reduksi kekuatan φn untuk komponen struktur yang memikul gaya tekan aksial (SNI 03-1729-2002) sebesar 0,85.
Daya dukung nominal Nnstruktur tekan dihitung sebagai berikut:
ω y g n
f A
N = . (II.3)
Dengan : Ag = Luas penampang
y
f = Kuat leleh material
Dengan besarnya ωditentukan oleh λc, yaitu:
Untuk λc < 0,25 maka ω= 1 (II.4.a)
Untuk 0,25 < λc < 1,2 maka ω=
c λ
67 , 0 6 , 1
43 , 1
− (II.4.b)
Untuk λc > 1,2 maka ω= 1,25λc2 (II.4.c) Dimana,
E fy
c π
λ
λ = (II.5)
r L k .
=
λ (II.6)
Dengan : λ = Kelangsingan komponen struktur k = Faktor panjang tekuk
Dalam mendesain batang tekan, bahaya tekuk sangat diperhitungkan pada komponen-komponen tekan yang langsing. Panjang tekuk tergantung dari kondisi tumpuan ujungnya.
Garis putus menunjukkan posisi kolom pada saat tertekuk
HargaK
teoretis 0,5 0,7 1,0 1,0 2,0 2,0
K desain
0,65 0,80 1,2 1,0 2,10 2,0
Keterangan
Tabel II.2 Panjang Tekuk untuk Beberapa Kondisi Perletakan (Agus Setiawan, 2008)
Jepit
Sendi
Rol tanpa rotasi
II.2.2.4.1 Komponen Struktur Tekan Tersusun
Komponen struktur tekan dapat tersusun dari dua atau lebih profil, yang disatukan dengan menggunakan pelat kopel. Analisis kekuatannya harus dihitung terhadap sumbu bahan dan sumbu bebas bahan. (Agus Setiawan, 2008)
Kelangsingan pada arah sumbu bahan (sumbu x) dihitung dengan:
x x x
r L k .
=
λ (II.7)
Dan pada arah sumbu bebas bahan (sumbu y) harus dihitung kelangsingan idealλiy:
2 1 2
2λ
λ
λiy = y +m (II.8)
dimana,
min 1 1
dan
.
r L r
L k
y y
y = λ =
λ (II.9)
dimana :
Lx, Ly = Panjang komponen struktur tekan arah x dan arah y
k = Faktor panjang tekuk
rx, ry , rmin = Jari - jari girasi komponen struktur tekan
Gambar II.4 Nilai Batas Kelangsingan Penampang untuk Berbagai Tipe Penampang (Agus Setiawan, 2008)
y
f t
b/ ≤250/
y
f t
d/ ≤335/
y
f t
b/ ≤200/
h
b
b b
t
d b
t
h tf
bf /2
tw
t t
y
f t
b/ ≤250/
y w
y f
f
f t
h
f t
b
/ 665 /
/ 250 2 /
≤ ≤
y w
y
f t
h
f t
b
/ 665 /
/ 250 /
II.2.2.5 Batang Tarik
Batang tarik sangat efektif dalam memikul beban. Batang tarik dapat terdiri dari profil tunggal ataupun profil-profil tersusun.
Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 10.1, dinyatakan bahwa semua komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial terfaktor sebesar Tu, maka
diperoleh:
n
u T
T <φ . (II.10)
Dengan : Tu = Beban terfaktor
n
T = Tahanan nominal komponen struktur tarik φ = Faktor reduksi yang besarnya 0,9
II.2.2.5.1 Kondisi Leleh
Bila kondisi leleh menentukan, maka tahanan nominal Tn, dari batang tarik
memenuhi persamaan:
y g
n A f
T = . (II.11)
dimana : Ag = Luas penampang
y
f = Kuat leleh material
II.2.2.5.2 Kelangsingan Struktur Tarik
r L
=
λ (II.12)
Dengan : λ = Kelangsingan komponen struktur
L = Panjang komponen struktur
r = Jari - jari girasi
Nilai λ diambil maksimum 240 untuk batang tarik. (Agus Setiawan, 2008)
II.2.3 Analisa Rangka Batang
II.2.3.1 Stabilitas
Tahap awal pada analisis rangka batang adalah menentukan apakah rangka batang itu mempunyai konfigurasi yang stabil atau tidak. Secara umum, setiap rangka batang yang merupakan susunan bentuk dasar segitiga merupakan struktur yang stabil. Pola susunan batang yang tidak segitiga, umumnya kurang stabil yang akan runtuh apabila dibebani, karena rangka batang ini tidak mempunyai jumlah batang yang mencukupi untuk mempertahankan hubungan geometri yang tetap antara titik-titik hubungnya.
II.2.3.2 Gaya Batang
Prinsip dasar dalam menganalisis gaya batang adalah bahwa setiap struktur atau setiap bagian dari setiap struktur harus berada dalam kondisi seimbang. Gaya-gaya batang yang bekerja pada titik hubung rangka batang pada semua bagian struktur harus berada dalam keseimbangan. Prinsip ini merupakan kunci utama dari analisis rangka batang. (Dian Ariestadi, 2008)
II.2.3.3Metode Analisis Rangka Batang
Untuk menyelesaikan perhitungan konstruksi rangka batang, umumnya dapat diselesaikan dengan beberapa metode sebagai berikut:
a. Cara Grafis
• Metode cremona
Metode cremona adalah metode grafis dimana dalam penyelesaiannya menggunakan alat tulis dan penggaris siku (segitiga). Luigi Cremona (Italia) adalah orang yang pertama menguraikan diagram cremona tersebut. Pada metode ini, skala gambar sangat berpengaruh terhadap besarnya kekuatan batang karena kalau gambarnya terlalu kecil akan sulit pengamatannya.
b. Cara Analitis
• Metode keseimbangan titik buhul
batang dianggap sebagai gabungan batang dan titik hubung. Gaya batang diperoleh dengan meninjau keseimbangan titik-titik hubung.
Setiap titik hubung harus berada dalam keseimbangan, sehingga untuk menghitung gaya-gaya yang belum diketahui digunakan Σ H = 0 dan
Σ V = 0.
• Metode keseimbangan potongan (ritter)
Metode keseimbangan potongan (ritter) adalah metode yang mencari gaya batang dengan potongan atau irisan analitis. Metode ini umumnya hanya memotong tiga batang mengingat hanya ada tiga persamaan statika saja, yaitu: Σ M = 0, Σ H = 0 , dan Σ V = 0. Perbedaan metode ritter dengan metode keseimbangan titik buhul adalah dalam peninjauan keseimbangan rotasionalnya. Metode keseimbangan titik buhul, biasanya digunakan apabila ingin mengetahui semua gaya batang. Sedangkan metode potongan biasanya digunakan apabila ingin mengetahui hanya sejumlah terbatas gaya batang. (Dian Ariestadi, 2008)
II.3 Defenisi Metode Elemen Hingga (Finite Element Method)
Metode elemen hingga (finite element method) merupakan suatu metode numerik yang digunakan untuk menghitung gaya dalam pada suatu struktur. Metode elemen hingga (finite element method) juga dapat dipakai untuk perhitungan nonstruktur, seperti fluida, perpindahan panas, mekanika nuklir, transportasi massa, mekanika kedokteran, dan lain-lain. Keuntungan dari metode elemen hingga adalah bahwa apa yang tidak dapat diselesaikan dengan penyelesaian analitis dapat dipecahkan dengan metode ini, sebagai contoh konstruksi yang mempunyai geometris yang kompleks dan beban yang kompleks. (Prof. Dr. Ir. Irwan Katili, DEA, 2008)
II.4 Perkembangan Metode Elemen Hingga (Finite Element Method)
Perkembangan metode elemen hingga sampai sekarang sangat pesat. Berikut sejarah singkat mengenai perkembangan metode elemen hingga:
• Tahun 1941 : Hernikoff menggunakan metode ini dalam bidang ilmu teknik struktur.
• Tahun 1943 : Mc Henry menggunakan metode ini pada perhitungan tegangan untuk struktur yang berdimensi satu (one dimensional).
• Tahun 1947 : Levy mengunakan metode fleksibilitas (flexibility method) atau metode gaya (force method).
• Tahun 1953 : Levy mengembangkan metode deformasi (displacement method) atau metode kekakuan (stiffness method). Pada masa itu, usulan Levy susah diterima oleh umum karena memerlukan banyak perhitungan sehingga diperlukan komputer sebagai sarana pendukung.
• Tahun 1956 : Turner, Clough, Martin, dan Topp, mereka memperkenalkan matriks kekakuan pada elemen rangka (truss element) dan balok (beam element).
• Tahun 1960 : Clough memperkenalkan elemen segiempat dan elemen segitiga.
• Tahun 1961 : Melos menyajikan matriks kekakuan untuk elemen segi empat.
• Tahun 1964 : Argirys memperkenalkan elemen dengan tiga dimensional.
Setelah tahun 1976 perkembangan metode elemen hingga (finite element method) sangat pesat, ditambah mulai digunakan komputer untuk memudahkan menyelesaikan perhitungan strukturnya. (Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan)
II.5 Metode Elemen Hingga dalam Struktur
Dalam perhitungan mekanika ada dua cara yakni sebagai berikut:
2. Metode perpindahan (displacement method)
Dalam perkembangan software, dasarnya adalah metode kekakuan atau metode elemen hingga. Beda metode kekakuan dengan metode elemen hingga adalah dalam mengerjakan matriks kekakuannya. Pada metode kekakuan hanya dapat dilakukan pada elemen yang berdimensi satu (one dimensional), sedangkan metode elemen hingga dapat diterapkan pada elemen yang berdimensi satu (one dimensional), berdimensi dua (two dimensional), maupun berdimensi tiga (three dimensional). (Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan)
II.6 Jenis – Jenis Struktur dalam Elemen Hingga (Finite Element Method)
II.6.1 Rangka (truss)
Rangka adalah struktur kerangka yang dibuat dengan menyambungkan elemen struktur yang lurus dengan sambungan sendi di kedua ujungnya. Struktur rangka tersusun dari batang-batang tarik dan batang-batang tekan saja.
a. Rangka bidang (plane truss element), yaitu rangka yang memiliki 2 buah DOF, yaitu perpindahan d1 dan d2.
b. Rangka ruang (space truss element) memiliki 6 buah DOF, dimana di setiap nodalnya menahan perpindahan arah x yaitu d1, arah y yaitu d2, dan arah z
yaitu d3. (Prof. Dr. Ir. Irwan Katili, DEA, 2008)
Gambar II.6 Space Truss Element
II.6.2 Spring
Springelement mirip dengan truss element, umumnya dapat menahan gaya aksial saja. Springelement memiliki 2 buah DOF.
[image:44.595.138.489.193.475.2]II.6.3 Balok (beam)
Balok adalah batang lurus ditumpu di dua atau lebih perletakan yang mendapatkan pembebanan tunggal maupun merata. Elemen balok memiliki 4 buah DOF, dimana di setiap nodalnya menahan peralihan arah y yaitu vidan rotasi sudut arah sumbu z yaitu θi. (Prof. Dr. Ir. Irwan Katili, DEA, 2008)
Gambar II.8 Beam Element
II.6.4 Balok Silang (grid)
Balok silang merupakan kombinasi dari elemen balok dengan tambahan torsi. Balok silang memiliki 6 buah DOF, dimana di setiap nodal menahan peralihan vertikan v , i rotasi θyiterhadap sumbu y akibat momen lentur, dan rotasi
xi
θ terhadap sumbu elemen akibat torsi. (Prof. Dr. Ir. Irwan Katili, DEA, 2008)
II.6.5 Portal (frame)
a. Portal bidang (plane frame element), yaitu portal yang dapat menahan beban pada arah sumbu x dan sumbu y. Portal bidang memiliki 6 buah DOF, dimana di setiap nodal menahan peralihan terhadap sumbu x yaitu didan terhadap sumbu y yaitu vi, serta rotasi akibat momen yaitu θi. (Prof. Dr. Ir. Irwan Katili, DEA, 2008)
Gambar II.10 Plane Frame Element
Gambar II.11 Space Frame Element
II.7 Konsep Dasar Metode Elemen Hingga (Finite Element Method)
Konsep dasar yang melandasi metode elemen hingga adalah prinsip deskritisasi yaitu membagi suatu benda menjadi elemen-elemen yang berukuran lebih kecil supaya lebih mudah pengelolaannya. Misalnya suatu bidang yang tidak beraturan (kontinum) dideskritisasi menjadi elemen-elemen yang lebih kecil
II.8 Langkah-Langkah Umum dalam Metode Elemen Hingga (Finite Element
Method)
1. Deskritisasi dan pemilihan tipe elemen, misalnya:
• Simple line element (truss, beam, grid)
• Simple two dimensional element
• Simple three dimensional element
2. Pemilihan fungsi perpindahan. 3. Tetapkan matriks kekakuan.
4. Tetapkan persamaan konstruksi secara global dengan syarat batas yang berlaku (boundary condition).
5. Selesaikan derajat kebebasan (dof) yang tidak diketahui. 6. Selesaikan gaya dan tegangan pada setiap elemen.
Dalam analisis struktrurnya, metode elemen hingga dapat dibantu dengan bantuan bahasa pemrograman, salah satunya adalah Matlab. (Ir. Yerri Susatio, M.T., 2004)
II.9 Defenisi Matlab
[image:49.595.115.526.391.633.2]Matlab merupakan singkatan dari Matrix Laboratory. Matlab adalah bahasa pemrograman yang berfungsi mengintregasikan perhitungan, visualisasi, dan pemrograman dalam suatu lingkungan yang mudah digunakan dimana permasalahan dan solusi dinyatakan dalam notasi secara matematis yang dikenal umum. Seperti dalam sebuah kalkulator yang dapat diprogram, matlab dapat menciptakan, mengeksekusi, dan menyimpan urutan perintah sehingga memungkinkan komputasi dilakukan secara otomatis. Matlab juga memungkinkan untuk memvisualisasi data dalam bentuk matriks. (Kasiman Peranginangin, 2004)
II.10 Matlab sebagai Kalkulator
Matlab dapat digunakan sebagai sebuah kalkulator, misalnya:
>> (2*7)/8
ans =
1.7500
Terdapat enam operasi aritmatika dasar pada matlab, seperti ditujukan pada tabel II.3.
Operator Keterangan
+ Penjumlahan
- Pengurangan
* Perkalian
/ Pembagian dengan pembagi adalah sebelah kanan
\ Pembagian dengan pembagi adalah sebelah kiri
^ Pangkat
Tabel II.3 Operator Aritmatika (Kasiman Peranginangin, 2004)
II.11 Fungsi Dasar
II.11.1 Fungsi Matematika Dasar
[image:51.595.108.520.218.564.2]Fungsi matematika dasar adalah fungsi yang digunakan untuk melakukan sejumlah perhitungan umum antara lain seperti yang ditunjukkan pada tabel II.4.
Fungsi Keterangan
abs Menghitung nilai absolut
sqrt Menghitung akar pangkat dua dari suatu bilangan
round Membulatkan bilangan ke bilangan bulat terdekat
fix Membulatkan bilangan ke bilangan bulat terdekat menuju nol
ceil Membulatkan bilangan ke bilangan bulat terdekat menuju plus tak berhingga
floor Membulatkan bilangan ke bilangan bulat terdekat menuju minus tak berhingga
exp Memperoleh nilai dari ex, dimana nilai e = 2,718282
log Menghitung logaritma natural (ln) suatu bilangan
log10 Menghitung logaritma umum suatu bilangan untuk dasar 10
Tabel II.4 Fungsi Matematika Dasar (Delores M. Etter, dkk, 2003)
II.11.2 Fungsi Trigonometri
Fungsi Keterangan
cos Menghitung cosinus suatu bilangan, dimana bilangan dalam radian
sin Menghitung sinus suatu bilangan, dimana bilangan dalam radian
tan Menghitung tangen suatu bilangan, dimana bilangan dalam radian
cosd Menghitung cosinus suatu bilangan, dimana bilangan dalam derajat
sind Menghitung sinus suatu bilangan, dimana bilangan dalam derajat
tand Menghitung tangen suatu bilangan, dimana bilangan dalam derajat
acos Menghitung arccosinus suatu bilangan yang menghasilkan sudut dalam radian (invers cosinus)
asin Menghitung arcsinus suatu bilangan yang menghasilkan sudut dalam radian (invers sinus)
[image:52.595.109.517.83.636.2]atan Menghitung arctangen suatu bilangan yang menghasilkan sudut dalam radian (invers tangen)
Tabel II.5 Fungsi Trigonometri (Kasiman Peranginangin, 2004)
II.11.3 Fungsi Analisis Data
Fungsi Keterangan
max Memberikan nilai terbesar dari suatu vektor atau matriks
min Memberikan nilai terkecil dari suatu vektor atau matriks
mean Memberikan nilai mean
median Memberikan nilai median
std Menghitung nilai standar deviasi
sort Mengurutkan data
Tabel II.6 Fungsi Analisis Data (Delores M. Etter, dkk, 2003)
II.12 Matriks
Elemen dasar dari Matlab adalah matriks atau array. Suatu matriks n x k adalah suatu array segi empat bilangan yang mempunyai n baris dan k kolom. Dalam menyatakan matriks dalam Matlab dengan menggunakan simbol “[ ]”, misalnya:
>> A = [1 0 1; 3 2 3; 2 1 2] A =
II.13 Script M-file
M-file adalah deretan perintah Matlab yang disimpan dalam bentuk file. M-file dapat diakses melalui fasilitas editor dimana command yang dibuat dapat disimpan atau dieksekusi dalam bentuk script file dengan ekstensi *.m. M-file sangat bermanfaat ketika jumlah perintah bertambah atau ketika user menginginkan untuk mengubah beberapa nilai dari beberapa variabel dan tentu saja mengevaluasinya pun akan menjadi lebih mudah.
(Kasiman Peranginangin, 2004)
II. 14 SAP (Structure Analysis Programme)
BAB III
METODE ANALISA
III.1 Rangka Bidang (Plane Truss Element)
Struktur rangka dibagi menjadi dua, yaitu rangka bidang (plane truss element) dan rangka ruang (space truss element). Rangka bidang (plane truss element) memiliki 2 buah DOF, yaitu perpindahan “ d1 ” dan “d2”. Sebelum
[image:55.595.115.538.382.677.2]melakukan analisa suatu rangka bidang, terlebih dahulu ditentukan koordinat dan panjang dari setiap elemen rangka, misalnya sebagai berikut:
Elemen Node 1 (awal) Node 2 (akhir)
a 1 2
b 1 3
c 2 3
d 2 4
e 3 4
f 3 5
g 4 5
Tabel III.1 Penentuan Node di Setiap Elemen
Dalam menentukan panjang setiap elemen strukturnya, dapat menggunakan persamaan:
(
) (
2)
2i j i j
a x x y y
L = − + − ( III.1) dimana koordinat sumbu awal (xi,yi) dan koordinat sumbu akhir (xj,yj).
Sehingga dari persamaan (III.1) dan tabel III.1, dapat diperoleh panjang masing-masing elemen strukturnya, antara lain sebagai berikut:
• Panjang elemen a (dibatasi node 1 dan 2)
(
) (
)
21 2 2 1
2 x y y
x
La = − + − (III.1.a) • Panjang elemen b (dibatasi node 1 dan 3)
(
) (
)
21 3 2 1
3 x y y
x
• Panjang elemen c (dibatasi node 2 dan 3)
(
) (
)
22 3 2 2
3 x y y
x
Lc = − + − (III.1.c)
• Panjang elemen d (dibatasi node 2 dan 4)
(
) (
)
22 4 2 2
4 x y y
x
Ld = − + − (III.1.d) • Panjang elemen e (dibatasi node 3 dan 4)
(
) (
)
23 4 2 3
4 x y y
x
Le = − + − (III.1.e)
• Panjang elemen f (dibatasi node 3 dan 5)
(
) (
)
23 5 2 3
5 x y y
x
Lf = − + − (III.1.f)
• Panjang elemen g (dibatasi node 4 dan 5)
(
) (
)
24 5 2 4
5 x y y
x
Lg = − + − (III.1.g)
III.2 Analisa dengan Metode Ritter
Adapun langkah-langkah dalam penyelesaian analisis struktur dengan metode ritter, yaitu sebagai berikut:
• Tentukan gaya-gaya reaksi tumpuan
• Gambarkan diagram benda bebas (free body) untuk tiap potongan
• Meninjau setiap free body tersebut berada dalam keseimbangan translasi (Σ V = 0 , ΣH = 0 , Σ M = 0)
Gambar III.2 Sistem Potongan pada Struktur Rangka Bidang (Plane Truss Element)
Potongan I – I
Gambar III.3 Potongan I – I
Σ M4 = 0
P2 .
2 L
– Sf . d = 0 (III.2)
Σ M3 = 0
Sg .
2 H
+ P2 .
2 L
= 0 (III.3)
Potongan II – II
Σ M3 = 0
Sd .
2 H
– Sg .
2 H
= 0 (III.4)
Σ V = 0
Se – P1 = 0 (III.5)
Potongan III – III
Gambar III.5 Potongan III – III
Σ M3 = 0
Sa .
2 L
– R2 .
2 H
+ H2 .
2 L
– Sd .
2 H
= 0 (III.6)
Σ M4 = 0
Sa .
2 L
+ Sc . d + H2 .
2 L
Potongan IV – I V
Gambar III.6 Potongan IV – IV
Σ M2 = 0
R1 .
2 L
+ Sb . d = 0 (III.8)
III.3 Analisa dengan Metode Elemen Hingga
Dalam penyelesainnya, metode elemen hingga (finite element method) menggunakan prinsip matriks kekakuan baik terhadap sumbu lokal maupun sumbu global.
III.3.1 Matriks Kekakuan
Matriks kekakuan didefenisikan sebagai hubungan antara gaya yang diberikan dengan perpindahan (displacement), yang dapat ditulis dengan persamaan:
III.3.1.1 Matriks Kekakuan Terhadap Sumbu Lokal
Berdasarkan gambar III.7, dapat dilihat suatu batang diberi gaya sejajar “ fi ” dan “ fj ”, yang akan menghasilkan dua perpindahan yaitu “ di ” dan “ dj ”
pada batang tersebut.
Gambar III.7 Elemen Rangka Bidang yang Diberi Gaya
Persamaan yang berlaku untuk:
Node i :
(
i j)
i d d
L EA
f = − (III.10)
Node j:
(
j j1)
j d d
L EA
f = − (III.11)
Dalam bentuk matriks persamaan (III.10) dan (III.11) ditulis sebagai:
−
− =
j i j
i
d d L
EA f
f
1 1
1 1
Sehingga matriks kekakuan terhadap sumbu lokal (Ir. Yerri Susatio, 2004) dapat didefenisikan sebagai:
[ ] [ ][ ]
f = k d (III.13)Berdasarkan gambar III.1, dapat dicari matriks kekakuan lokal dari setiap elemen strukturnya, yaitu sebagai berikut:
• Elemen a
[ ]
− − = 1 1 1 1 a a L EAk (III.14.a)
• Elemen b
[ ]
− − = 1 1 1 1 b b L EAk (III.14.b)
• Elemen c
[ ]
− − = 1 1 1 1 c c L EAk (III.14.c)
• Elemen d
[ ]
− − = 1 1 1 1 d d L EAk (III.14.d)
• Elemen e
[ ]
− − = 1 1 1 1 e e L EAk (III.14.e)
• Elemen f
[ ]
− − = 1 1 1 1 f f L EA• Elemen g
[ ]
−
− =
1 1
1 1
g g
L EA
k (III.14.g)
II.3.1.2 Matriks Kekakuan Terhadap Sumbu Global
Dalam suatu kondisi tertentu sumbu lokal tidak digunakan dalam matriks kekakuan. Akan tetapi, dalam kenyataannya sumbu yang dipakai adalah sumbu global. Dengan cara transformasi koordinat, akan didapat matriks kekakuan terhadap sumbu global.
II.3.1.2.1 Matriks Transformasi Perpindahan
Gambar III.8 Transformasi Perpindahan dari Lokal ke Global
Dari gambar III.8 didapat persamaan:
( )
( )
( )
θ( )
θ θ θsin cos
sin cos
jy jx
j
iy ix
i
d d
d
d d
d
+ =
+ =
(III.15)
Misal: cos
( )
θ = c ; sin( )
θ = sDalam bentuk matriks persamaan (III.15) ditulis sebagai:
0
0
0 0
=
jy jx iy ix
j i
d d d d
s c s c d d
(III.16)
Sehingga matriks transformasi perpindahan (Ir. Yerri Susatio, 2004) dapat didefenisikan sebagai:
[ ] [ ]
d = T[ ]
d'(III.17)
II.3.1.2.2 Matriks Transformasi Gaya
Gambar III.9 Transformasi Gaya dari Lokal ke Global
Dari gambar III.9 didapat persamaan:
( )
( )
( )
θ( )
θ θ θsin cos
sin cos
jy jx
j
iy ix
i
f f
f
f f
f
+ =
+ =
(III.18)
Misal: cos
( )
θ = c ; sin( )
θ = sDalam bentuk matriks persamaan (III.18) ditulis sebagai:
0 0 0 0 = jy jx iy ix j i f f f f s c s c f f (III.19)
Sehingga matriks transformasi perpindahan (Ir. Yerri Susatio, 2004) dapat didefenisikan sebagai:
[ ] [ ]
[ ]
'f T
f = (III.20)
Dari persamaan (III.20), dapat dihasilkan persamaan matriks kekakuan sebagai berikut:
[ ] [ ]
[ ]
[ ] [ ]
[ ]
[ ] [ ]
[ ][ ]
[ ] [ ]
[ ][ ]
[ ]
[ ]
[ ] [ ]
'[ ][ ]
[ ]
' ' ' ' ' ' d T k T d K d T k T f d k T f f T f f T f T T T T = = = = =[ ]
K =[ ]
TT[ ][ ]
k T (III.21)Sehingga matriks kekakuan terhadap sumbu global ( (Ir. Yerri Susatio, 2004) ) dapat didefenisikan sebagai berikut:
(III.22)
Berdasarkan gambar III.1, dapat dicari matriks kekakuan global dari setiap elemen strukturnya, yaitu sebagai berikut:
• Elemen a
[ ]
− − − − − − − − = 2 2 2 2 2 2 2 2 s cs s cs cs c cs c s cs s cs cs c cs c L EA K aa (III.23.a)
• Elemen b
[ ]
− − − − − − − − = 2 2 2 2 2 2 2 2 s cs s cs cs c cs c s cs s cs cs c cs c L EA K bb (III.23.b)
• Elemen c
[ ]
− − − − − − − − = 2 2 2 2 2 2 2 2 s cs s cs cs c cs c s cs s cs cs c cs c L EA K cc (III.23.c)
• Elemen d
[ ]
− − − − − − − − = 2 2 2 2 2 2 2 2 s cs s cs cs c cs c s cs s cs cs c cs c L EA K dd (III.23.d)
• Elemen e
[ ]
− − − − − − − − = 2 2 2 2 2 2 2 2 s cs s cs cs c cs c s cs s cs cs c cs c L EA K ee (III.23.e)
• Elemen f
[ ]
− − − − − − − − = 2 2 2 2 2 2 2 2 s cs s cs cs c cs c s cs s cs cs c cs c L EA K ff (III.23.f)
• Elemen g
[ ]
− − − − − − − − = 2 2 2 2 2 2 2 2 s cs s cs cs c cs c s cs s cs cs c cs c L EA K gg (III.23.g)
II.3.1.3 Matriks Kekakuan Struktur
Berdasarkan gambar III.1, dapat dicari matriks kekakuan strukturnya. Secara tabel, untuk membangun matriks kekakuan struktur dapat dilihat pada tabel III.1.
• Elemen a dan elemen e
• Elemen b dan elemen f
[ ]
Kb dan[ ]
Kf αb =αf = 333,47 o• Elemen c
[ ]
Kc αc = 26,57o• Elemen d dan elemen g
[ ]
Kd dan[ ]
Kg αd =αg = 0 oSebagai syarat kompabilitas, maka ditetapkan persamaan sebagai berikut:
{ } { }
{ }
{ } { } { }
{ }
{ } { } { } { }
{ }
{ } { } { }
{ }
{ } { }
{ }
54 3 2 1 2 2 1 2 2 1 1 2 2 1 1 2 1 1 d d d d d d d d d d d d d d d d d d d g f g e d f e c b d c a b a = = = = = = = = = = = = = = (III.24)
Pada setiap titik node, maka ditetapkan persamaan sebagai berikut:
{ }
{ } { }
{ }
{ } { } { }
{ }
{ } { } { } { }
{ }
{ } { } { }
{ }
{ } { }
2 2Sehingga diperoleh persamaan kekakuan pada setiap titik node, yaitu:
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
[ ]
{ }
{ }
5[ ]
{ }
3[ ]
{ }
5[ ]
{ }
4[ ]
{ }
55 4 4 3 4 2 4 5 3 4 3 3 2 3 1 3 4 2 3 2 2 1 2 3 1 2 1 1 22 21 22 21 12 11 22 21 22 21 12 11 12 11 22 21 22 21 12 11 12 11 22 21 12 11 12 11 d K d K d K d K f d K d K d K d K d K d K f d K d K d K d K d K d K d K d K f d K d K d K d K d K d K f d K d K d K d K f g g f f g g e e d d f f e e c c b b d d c c a a b b a a + + + = + + + + + = + + + + + + + = + + + + + = + + + = (III.26)
Dengan menggabungkan persamaan (III.26), maka diperoleh matriks kekakuan struktur rangka, yaitu:
(III.27)
III.3.2 Tegangan Elemen
Berdasarkan hukum Hooke, tegangan dapat didefenisikan dengan
ε
σ =E . Dengan memasukkan defenisi dari regangan, diperoleh:
[
]
[
]
dL E d d L E L d d E
σ 1 1 1 1
2 1 1
2 = −
− = − = (III.28)
Dengan mensubtitusi nilai d sesuai persamaan (III.17), maka diperoleh tegangan sebagai berikut:
[
]
[
]
[
]
''
0 0
0 0 1
1
. 1 1
1 1
d s c s c L
E
d T L
E
d L
E
σ
− =
− =
− =
σ
σ
[
]
'd s c s c L E
− − =
σ (III.29)
III.3.3 Gaya Elemen
Gaya dapat didefenisikan sebagai P=σ .A. Dengan mensubtitusikan persamaan (III.29), maka diperoleh:
[
c s c s]
d A LE P
A P
. .
'
− − = =σ
[
]
'd s c s c L EA
BAB IV
APLIKASI DAN PERHITUNGAN
Dalam tugas akhir ini, analisa dilakukan pada dua buah jenis struktur rangka bidang yang aplikasinya berbentuk kantilever dan jembatan. Perhitungan dilakukan dengan analisa manual dengan metode ritter, yang kemudian dibandingkan dengan metode elemen hingga dengan program matlab dan microsoft excel, serta dikontrol kembali dengan menggunakan program SAP2000.
IV.1 Struktur Rangka Bidang I
[image:72.595.120.509.395.678.2]
Struktur rangka ini memiliki 7 elemen (batang) dan 5 node yang diberi beban terpusat sebesar P1=50 KN dan P2=70 KN yang diletakkan pada dua
perletakan sendi-sendi.
IV.1.1 Panjang Elemen
Dalam mencari panjang elemen, dapat menggunakan persamaan (III.1.a) sampai persamaan (III.1.g), antara lain sebagai berikut:
• Elemen a
(
2− 1) (
2+ 2− 1)
2 =(
0−0) (
2+ 4−0)
2 =4m= x x y y
La
• Elemen b
(
3− 1) (
2+ 3− 1)
2 =(
4−0) (
2+ 2−4)
2 =4,4721 m= x x y y
Lb
• Elemen c
(
3− 2) (
2+ 3− 2)
2 =(
4−0) (
2+ 2−0)
2 =4,4721 m= x x y y
Lc • Elemen d
(
4− 2) (
2+ 4− 2)
2 =(
4−0) (
2+ 0−0)
2 =4 m= x x y y
Ld • Elemen e
(
4− 3) (
2+ 4− 3)
2 =(
4−4) (
2+ 0−2)
2 =2 m= x x y y
Le • Elemen f
( 5− 3) (2+ 5− 3)2 = (8−4) (2+ 0−2)2 =4,4721 m
= x x y y
• Elemen g
(
5− 4) (
2+ 5− 4)
2 =(
8−4) (
2+ 0−0)
2 =4 m= x x y y
Lg
IV.1.2 Metode Ritter pada Struktur Rangka Bidang I
[image:74.595.115.512.316.622.2]Seperti diketahui, dalam metode ritter menggunakan sistem keseimbangan titik potongan. Dari gambar IV.1, dapat direncanakan sistem potongan strukturnya seperti yang ditunjukkan pada gambar IV.2 sebagai berikut:
Dari gambar ini, dapat dicari reaksi di setiap tumpuan dan gaya di setiap batang dengan menggunakan prinsip Σ M = 0, Σ V = 0 dan ΣH = 0, anatar lain
sebagai berikut:
• Gaya reaksi tumpuan
Σ M2 = 0 Σ M1 = 0
R1 . H + P1 .
2 L
+ P2 . L = 0 - R2 . H + P1 .
2 L
+ P2 . L = 0
R1 . 4 + 50. 4 + 70 . 8 = 0 - R2 . 4 + 50. 4 + 70 . 8 = 0
R1 = - 190 KN ( ) R2 = 190 KN ( )
Σ M5a = 0 Σ M5b = 0
R1 . H + H1 . L = 0 H2 . L - P1 .
2 L
= 0
- 190 . 4 + H1 . 8 = 0 H2 . 8 - 50. 4 = 0
H1 = 95 KN ( ) H2 = 25 KN ( )
Kontrol :
Σ H = 0 Σ V = 0
R1 + R2 = 0 H1 + H2 = P1 + P2
-190 + 190 = 0 95 + 25 = 50 + 70
0 = 0 .... (OK) 120 = 120 .... (OK)
• Gaya batang
[image:76.595.121.440.84.362.2]Potongan I – I
Gambar IV.3 Potongan I – I
Dengan menggunakan persamaan III.2 dan III.3, maka diperoleh:
Σ M4 = 0
P2 .
2 L
– Sf . d = 0 dimana, d = sin α .
2 L
70 . 4 – Sf . 1,789 = 0 d = sin 26,57 . 4
– Sf . 1,789 = -280 d = 1,789 m
Sf = 156,612 KN
Σ M3 = 0
Sg .
2 H
+ P2 .
2 L
= 0
Sg . 2 + 70 . 4 = 0
Sg . 2 = -280
Potongan II – II
Gambar IV.4 Potongan II – II
Dengan menggunakan persamaan III.4 dan III.5, maka diperoleh:
Σ M3 = 0
Sd .
2 H
– Sg .
2 H
= 0
Sd . 2 – (-140) . 2 = 0
Sd . 2 = -280
Sd = -140 KN
Σ V = 0
Se – P1 = 0
Se – 50 = 0
Potongan III – III
Gambar IV.5 Potongan III – III
Dengan menggunakan persamaan III.6 dan III.7, maka diperoleh:
Σ M3 = 0
Sa .
2 L
– R2 .
2 H
+ H2 .
2 L
– Sd .
2 H
= 0
Sa . 4 – 190 . 2 + 25 . 4 – (-140) .2 = 0
Sa . 4 – 380 + 100 + 280 = 0
Sa = 0
Σ M4 = 0
Sa .
2 L
+ Sc . d + H2 .
2 L
= 0
0 . 4 + Sc . 1,789 + 25 . 4 = 0
0 + Sc . 1,789 + 100 = 0