TUGAS AKHIR
ANALISIS PLASTIS PADA PORTAL DENGAN METODE ELEMEN HINGGA Disusun oleh:
FIRDHA AULIA ARIYANI AZHARI 09 0404 099
Dosen Pembimbing: Ir.BESMAN SURBAKTI, MT
19541012 198003 1 004
SUBJURUSAN STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
LEM BAR PENGESAHAN
ANALISA PLASTIS PADA PORTAL DENGAN M ETODE ELEM EN HINGGA
TUGAS AKHIR
Diajukan unt uk melengkapi t ugas-t ugas dan memenuhi syarat dalam menempuh Colloqium Doct um/ Ujian Sarjana Teknik Sipil
Dikerjakan oleh:
FIRDHA AULIA ARIYANI AZHARI 09 0404 099
Pem bim bing
Ir. Besman Surbakti, M T NIP: 19541012 198003 1 004
Penguji I Penguji II
Prof.Dr.Ing.Johannes Tarigan M . Agung P. Handana, S.T, M .T
NIP: 19561224 198103 1 002 `NIP: 19821206 201012 1 005
M engesahkan:
Ket ua Depart em en Teknik Sipil Fakult as Teknik, Universit as Sum at era Ut ara
Prof.Dr.Ing.Johannes Tarigan NIP: 19561224 198103 1 002
BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEM EN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUM ATERA UTARA M EDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.
Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Analisa Plastis pada Portal dengan Metode Elemen Hingga”.
Saya menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya terutama kepada kedua orang tua saya Bapak Azhari, S.E dan Ibu Elismayani, S.H. yang sangat saya cintai, mereka adalah motivator terbesar bagi saya. Tiada balasan yang dapat diberikan selain membahagiakannya dengan menyelesaikan perkuliahan ini dengan hasil yang memuaskan.
Selain itu, saya juga mengucapkan terimakasih banyak kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :
1. Bapak Ir.Besman Surbakti, M.T. selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Syahrizal, M.T. selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuannya selama ini kepada saya.
6. Buat Kakek dan Nenek saya H. Baharuddin dan Hj. Fadlun yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi bagi saya.
7. Buat M.Ardyansyah Azri dan Ahmad Nuril Azri yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi.
8. Buat anak-anak “Ranger” Mia, Putri, Evi, dan Aya yang telah memberikan tumpangan dan selalu ada menemani saya selama ini, teman-teman grup “Crazy Sipil” Kevin, Irwan, Aul, Ryan, Agus, Dewi, Ersa, Afri, Cing, Khairun, Azam, Asa, Ableh, Benpra, Deko, Toni, Putra Beb, dan Waida yang selalu memberikan tumpangan, serta teman-teman mahasiswa/i angkatan 2009 atas semangat dan bantuannya selama ini.
9. Seluruh rekan-rekan yang tidak mungkin saya tuliskan satu-persatu atas dukungannya yang sangat baik.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna. Yang disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahamahan saya dalam hal ini. Untuk itu, saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi perbaikan di masa akan datang. Akhir kata saya mengucapakan terimakasih yang sebesar-besarnya dan semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, April 2013
ABSTRAK
Seperti yang tertuang dalam SNI 03-1729-2002 dalam persyaratan perencanaan struktur, tujuan perencanaan struktur adalah untuk menghasilkan suatu struktur yang stabil, cukup kuat, mampu layan, awet dan memenuhi tujuan-tujuan lainnya sepertti ekonomi dan kemudahan pelaksanaan.Perhitungan struktur pada plane frame memerlukan waktu yang cukup lama dengan ketelitian yang akurat. Namun demikian perhitungan masih dapat dilakukan untuk portal sederhana, dimana elemen-elemen yang terdapat pada struktur tersebut masih sederhana.
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk analisa konstruksi yaitu metode elastisitas dan metode plastisitas. Namun penyelesaian dengan metode plastis dianggap lebih menguntungkan karena dapat alisa meramalkan beban runtuh sehingga pendimensian pada struktur lebih ekonomis. Metode plastis merupakan metode desain struktur yang memperhitungkan keruntuhan diakibatkan terbentuknya sendi plastis.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR NOTASI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
I.1 LATAR BELAKANG ... 1
I.2 PERUMUSAN MASALAH ... 4
I.3 MAKSUD DAN TUJUAN ... 5
I.4 PEMBATASAN MASALAH ... 6
I.5 METODOLOGI PENULISAN ... 6
BAB II STUDI PUSTAKA ... 7
II.1 UMUM ... 7
II.2 ANALISA DAN DESAIN ... 8
II.3 BEBAN-BEBAN PADA STRUTUR ... 10
II.4 ANALISA PLASTIS ... 14
II.4.1 Umum ... 14
II.4.2 Teori batas bawah ... 16
II.5 ANALISA PENAMPANG ... 17
II.6 FAKTOR BENTUK (SHAPE FACTOR) ... 18
II.7 SENDI PLASTIS ... 19
II.8 METODE ELEMEN HINGGA ... 22
II.8.1 Pendekatan Umum ... 23
II.8.2 Matriks Kekakuan Struktur ... 24
II.8.2.1 Matriks Kekakuan Struktur Lokal ... 24
II.8.2.2 Matriks Kekakuan Struktur Global ... 26
II.8.2.3 Matriks Kekakuan Struktur ... 27
II.8.1 Elemen Beam ... 30
II.8.4 Elemen Beam dengan Beban Terbagi Rata ... 39
II.8.5 Elemen Frame ... 41
BAB III ANALISA PLASTIS PADA STRUKTUR PORTAL ... 42
III.1 ANALISA PLASTIS DENGAN MEKANISME ... 42
III.11 Analisa Plastis pada Frame... 43
III.2 ANALISA BEBAN RUNTUH (COLLAPSE) ... 44
III.3 ANALISA PLASTIS DENGAN METODE ELEMEN HINGGA ... 46
BAB IV APLIKASI ANALISA PLASTIS PADA PORTAL ... 53
IV.1 DATA- DATA STRUKTUR ... 53
IV.2 MENGHITUNG BERAT SENDIRI ... 55
IV.3 MENGHITUNG BEBAN HIDUP ... 55
IV.4.2 Mekanisme tunggal (sendi plastis pada kolom)
IV.4.2.1 Perhitungan distribusi Fi ... 57
IV.4.5 PENOMORAN PADA STRUKTUR ... 58
IV.4.6 ANALISA PLASTIS DENGAN MEKANISME ... 58
IV.4.7 ANALISA PLASTIS DENGAN FEM ... 81
BAB V DISKUSI ... 101
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 102
VII.1 Kesimpulan ... 102
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Portal 2 dimensi dengan beban terbagi rata & beban Gempa 3
Gambar 2.1 Jenis kombinasi pembebanan 13
Gambar 2.2 Momen elastis dan plastis pada penampang persegi 17
Gambar 2.3 Balok dengan pembebanan terpusat 20
Gambar 2.4 Lengkung sendi plastis beban terpusat 21
Gambar 2.5 Balok dengan pembebanan terbagi rata 21
Gambar 2.6 Lengkung sendi plastis beban terbagi rata 22
Gambar 2.7 Titik simpul dan elemen 24
Gambar 2.8 Matriks kekakuan pada sumbu global 26
Gambar 2.9 Penomoran untuk nodal dan batang 27
Gambar 2.10 Beam dengan penampang uniform 31
Gambar 2.11 Balok dengan beban terbagi rata 37
Gambar 2.12 Momen primer 37
Gambar 2.13 Momen primer 37
Gambar 2.14 Gaya dalam yang terjadi 38
Gambar 2.15 Elemen batang yang dipengaruhi gaya luar T, gaya & perpindahan
nodal positive berada dalam sumbu x 39
Gambar 3.1 Mekanisme 43
Gambar 3.2 Letak sendi plastis pada titik join portal 44
Gambar 3.3 Balok yang terjepit pada kedua ujungnya 45
Gambar 3.4 Kondisi pertama peningkatan momen dalam 46
Gambar 4.2 Struktur portal dan daerah pembebanan 54
Gambar 4.3 Penomoran pada Struktur 57
Gambar 4.4 Pembebanan pada struktur portal 59
Gambar 4.5 mekanisme balok lt.2 akibat beban terbagi rata 60 Gambar 4.6 mekanisme balok lt.1 akibat beban terbagi rata 61 Gambar 4.7 mekanisme balok lt.1 & 2 akibat beban terbagi rata 62
Gambar 4.8 Mekanisme goyang lt.2 akibat beban gempa 64
Gambar 4.9 Mekanisme goyang lt.1 akibat beban gempa 65
Gambar 4.10 Mekanisme goyang lt. 1& 2 akibat beban gempa 66 Gambar 4.11 mekanisme kombinasi akibat beban terbagi rata dan beban gempa 68
Gambar 4.12 Mekanisme goyang akibat beban gempa 69
Gambar 4.13 Mekanisme goyang lt.1 akibat beban gempa 70
Gambar 4.14 Mekanisme goyang lt. 1& 2 akibat beban gempa 72
Gambar 4.15 Mekanisme goyang lt.2 akibat beban gempa 73
Gambar 4.16 mekanisme kombinasi akibat beban terbagi rata dan beban gempa 74 Gambar 4.17 mekanisme kombinasi akibat beban terbagi rata dan beban gempa 76 Gambar 4.18 mekanisme kombinasi akibat beban terbagi rata dan beban gempa 77
Gambar 4.19 Bidang momen 92
DAFTAR NOTASI
q beban merata
L panjang bentang
P beban terpusat
σ tegangan (stress)
ε regangan (strain)
lo panjang awal
E modulus elastis baja
I inersia tampang
σy tegangan leleh
λ faktor beban
Mp momen plastis
My momen leleh
f faktor bentuk (shape factor)
S plastic modulus
Z section modulus
T gaya dalam
Pu beban batas
A luas penampang
θ perputaran sudut titik
KD kerja dalam
Pcr kekuatan batas dari batas dengan tekanan aksial, yang diambil sekitar 1,70 Fa
Ag
Qbs berat akibat berat sendiri
h tinggi kolom
H beban akibat gempa
H tinggi profil
b lebar profil
tw tebal badan
tf tebal flens
Wx modulus tampang/ section modulus
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Defenisi simpul 1 & 2 pada setiap elemen 28
Tabel 2.2 Gaya reduksi 38
Tabel 4.1 Perhitungan Fi 57
Tabel 4.2 Faktor beban maksimum dan minimum 79
Tabel 4.3 Momen pada kolom 79
Tabel 4.4 Momen pada kolom 80
Tabel 4.5 Momen ujung akhir tahap 1 93
Tabel 4.6 Momen ujung akhir tahap 2 94
Tabel 4.7 Momen ujung akhir tahap 3 95
Tabel 4.8 Momen ujung akhir tahap 4 96
Tabel 4.9 Momen ujung akhir tahap 5 97
Tabel 4.10 Momen ujung akhir tahap 6 98
ABSTRAK
Seperti yang tertuang dalam SNI 03-1729-2002 dalam persyaratan perencanaan struktur, tujuan perencanaan struktur adalah untuk menghasilkan suatu struktur yang stabil, cukup kuat, mampu layan, awet dan memenuhi tujuan-tujuan lainnya sepertti ekonomi dan kemudahan pelaksanaan.Perhitungan struktur pada plane frame memerlukan waktu yang cukup lama dengan ketelitian yang akurat. Namun demikian perhitungan masih dapat dilakukan untuk portal sederhana, dimana elemen-elemen yang terdapat pada struktur tersebut masih sederhana.
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk analisa konstruksi yaitu metode elastisitas dan metode plastisitas. Namun penyelesaian dengan metode plastis dianggap lebih menguntungkan karena dapat alisa meramalkan beban runtuh sehingga pendimensian pada struktur lebih ekonomis. Metode plastis merupakan metode desain struktur yang memperhitungkan keruntuhan diakibatkan terbentuknya sendi plastis.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seperti yang tertuang dalam SNI 03-1729-2002 dalam persyaratan perencanaan struktur, tujuan perencanaan struktur adalah untuk menghasilkan suatu struktur yang stabil, cukup kuat, mampu layan, awet dan memenuhi tujuan-tujuan lainnya sepertti ekonomi dan kemudahan pelaksanaan.Perhitungan struktur pada plane frame memerlukan waktu yang cukup lama dengan ketelitian yang akurat. Namun demikian perhitungan masih dapat dilakukan untuk portal sederhana, dimana elemen-elemen yang \terdapat pada struktur tersebut masih sederhana.
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk analisa konstruksi yaitu metode elastisitas dan metode plastisitas. Namun penyelesaian dengan metode plastis dianggap lebih menguntungkan karena dapat meramalkan beban runtuh sehingga pendimensian pada struktur lebih ekonomis. Metode plastis merupakan metode desain struktur yang memperhitungkan keruntuhan diakibatkan terbentuknya sendi plastis.
Setelah kondisi tersebut penampang akan mengalami rotasi secara terus-menerus dengan momen yang tetap besarnya. Ini berarti telah terbentuk sendi plastis pada penampang tersebut. Selanjutnya struktur ini akan runtuh. Hal ini menggambarkan bahwa sebelum konstruksi tersebut runtuh, terjadi redistribusi momen yang merupakan sumber kekuatan dari konstruksi tersebut sebelum runtuh.
Pada umumnya, jika struktur mencapai kondisi keruntuhan, akan dipenuhilah tiga keadaan berikut:
1. Kondisi leleh (yield condition)
Kondisi leleh merupakan peryataan dari sifat deformasi plastis, dimana pada saat runtuh, momen dalam dari suatu struktur tidak ada yang melampaui kapasitas momen plastisnya.
2. Kondisi keseimbangan (equilibrium condition)
Kondisi keseimbangan mengharuskan momen lentur dalam harus seimbang dengan momen luar yang bekerja.
3. Kondisi mekanisme (mechanism condition)
Kondisi mekanisme akan terjadi bila jumlah sendi plastis dalam struktur telah cukup untuk mengubah sebagian atau seluruh struktur ke dalam kondisi mekanisme keruntuhannya.
struktur ini merupakan kerangka yang terdiri dari dua atau lebih bagian yang disambungkan guna stabilitas.
Saat ini perkembangan ilmu pengetahuan telah berkembang dengan sangat pesat, begitu juga dengan ilmu rekayasa di bidang teknik sipil. Salah satu perkembangan itu adalah metode elemen hingga merupakan metode numerik yang digunakan untuk penyelesaian masalah teknik. Konsep dasar yang melandasi metode elemen hingga adalah prinsip diskritisasi yaitu membagi suatu benda menjadi benda-benda yang berukuran lebih kecil supaya lebih mudah pengelolaannya.
Pada tugas akhir ini disajikan perbandingan perhitungan manual dengan metode elemen hingga dan mekanisme pada portal dengan beban terbagi rata dan beban horizontal. Analisa ini dilakukan untuk mengurangi resiko kerugian yang dapat terjadi akibat kegagalan bangunan.
Gambar 1.1 ,merupakan struktur portal yang akan dianalisa pada tugas akhir ini. Portal akan dibebani orsebut.leh beban mati, beban hiup dan beban gempayang kemudian akan dianalisa sehingga didapatkan nilai beban runtuh dari struktur t
1.2 Perumusan Masalah
Analisis plastis digunakan untuk menentukan besarnya beban runtuh (ultimate load) pada suatu struktur serta mekanismenya. Dalam menganalisis perilaku plastis pada portal, tingkah laku elemen dapat diwakili oleh tiga displasemen untuk titik nodal dan enam displasemen untuk setiap elemennya, yaitu translasi arah sumbu, translasi tegak lurus sumbu elemen, dan rotasi terhadap sumbu z. Oleh karena itu, penerapan metode elemen hingga dapat diterapkan untuk mengetahui mekanisme terbentuknya sendi plastis pada struktur.
Dalam tugas akhir ini akan dicoba beberapa mekanisme yang mungkin terjadi, dan untuk mendapatkan mekanisme yang tepat matriks kekakuan batang perlu diubah sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan momen lentur di sendi tersebut sama dengan nol.
Jika sendi plastis terbentuk di salah satu atau kedua ujung batang, maka matriks kekakuan batang perlu diubah agar momen lentur di sendi tersebut sama dengan nol.
1. Sendi di ujung kiri
2. Sendi di ujung kanan
[ ]=
3. Sendi di ujung kiri dan kanan
[ ]=
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulis dalam penelitian untuk tugas akhir ini adalah analisis plastis pada struktur portal yang ditandai dengan terbentuknya sendi plastis yang diketahui dengan cara mekanisme yang dihitung dengan bantuan metode elemen hingga. Pada tugas akhir ini akan dihitung faktor beban runtuh akibat adanya pembebanan yang direncanakan dengan jumlah sendi plastis yang terbentuk sebelum mengalami keruntuhan.
1.4 Batasan Masalah
mengenai permasalahan yang akan diteliti terbatas, maka diperlukan pembatasan masalah dalam penulisan skripsi ini :
1. Perletakan adalah jepit-jepit
2. Analisis yang dilakukan dengan menggunakan Finite Element Method (FEM)
3. Material dianggap isotopris dan homogen
4. Beban yang terdapat pada portal merupakan beban mati berupa beban terbagi rata
dan beban terpusat dengan arah sumbu x.
5. Perencanaan berdasarkan konsep “Strong Column Weak Beam”.
6. Pada analisa ini hanya ditinjau untuk kondisi beban runtuh dan faktor beban
runtuhnya.
7. Aplikasi hanya dilakukan pada portal sederhana
8. Perhitungan metode elemen hingga akan dihitung dengan bantuan Microsoft excel 2000.
1.5 Metodologi Penelitian
BAB II STUDI PUSTAKA II.1 Umum
Sebuah anggapan mengenai keamanan sebuah bangunan adalah apabila bangunan runtuh akibat sebuah muatan, maka bangunan tersebut akan aman dibebani sampai muatan tertentu. Pemahaman mengenai koefisien keamanan terhadap keruntuhan inilah yang dianggap penting dalam proses perencanaan suatu konstruksi. Struktur terbagi menjadi beberapa elemen utama yang terdiri dari elemen kaku dan elemen tidak kaku. Elemen kaku terdiri dari balok, kolom, pelengkung, flat-plate, plat berkelengkungan tunggal dan cangkang yang memiliki kelengkungan yang berbeda-beda. Yang termasuk elemen tidak kaku adalah kabel dan membran baik yang berkelengkungan tunggal maupun ganda. Selain itu, ada beberapa jenis elemen yang diturunkan dari elemen-elemen tersebut misalnya portal (frame), rangka batang, kubah dan jaring.
Dari berbagai elemen yang telah disebutkan di atas, beberapa diantaranya harus dikombinasikan untuk memperoleh sttruktur yang menutup atau membentuk suatu volume untuk memenuhi fungsinya sebagai struktur pemikul beban. Struktur yang digunakan pada umumnya berbeda dengan struktur lainnya. Struktur gedung selalu berperilaku sebagai pembentuk volume, sementara bangunan lainnya seperti jembatan biasanya digunakan untuk memikul permukaan linear.
memiliki kapasitas yang cukup untuk menahan beban maksimum yang terjadi pada struktur tersebut.
II.2 Analisis dan Desain
Tinjauan dasar dalam perencanaan struktur adalah dengan menjamin adanya kestabilan pada segala kondisi pembebanan yang mungkin. Semua struktur dapat mengalami perubahan bentuk hingga mencapai kondisi keruntuhan akibat pembebanan. Hal inilah yang meyebabkan mengapa pemahaman mengenai konsep analisa dan desain. Untuk melakukan proses analisa dan desain pada suatu struktur, terlebih dahulu perlu ditetapkan kriteria sebagai acuan untuk menentukan apakah struktur tersebut sesuai dengan penggunaan yang diinginkan. Menurut Daniel L.Schodek (1998), kriteria-kriteria yang mempengaruhi adalah :
a. Kemampuan Layan (Serviceability)
Struktur harus mampu memikul beban rencana tanpa menyebabkan tegangan yang berlebih dan tidak terjadi deformasi diluar batas izin. Dalam mendesain suatu struktur ukuran, bentuk serta bahan yang digunakan harus dipilih sedemikian rupa sesuai dengan pembebanan yang terjadi sehingga kelebihan tegangan (sebagai contoh terjadinya retak) tidak terjadi.
Selain itu deformasi juga harus diperhatikan dikarenakan deformasi yang berlebihan akan mempengaruhi bentuk suatu struktur yang tentu saja tidak diinginkan karena akan menimbulkan ketidaknyamanan dalam penggunaan suatu struktur.
Kriteria ini tentu saja mengarah kepada perencanaan yang lebih ekonomis. Melalui tahap desain dapat ditentukan banyaknya material yang digunakan untuk memikul beban yang diberikan pada kondisi yang ditentukan.
c. Konstruksi
Kriteria ini mengacu kepada kemudahan pelaksanaan yang mencakup ukuran, berat serta bentuk dari bagian-bagian suatu struktur. Perakitan elemen-elemen struktural akan efisien bila materialnya mudah dibuat dan dirakit.
d. Harga
Konsep harga merupakan hal yang paling menentukan dan berkaitan erat dengan efisiensi bahan dan kemudahan dalam pelaksanaan. Tentu saja konstruksi yang efisien dan tidak sulit untuk dilaksanakan merupakan konsep yang paling ekonomis.
e. Lain-lain
Kriteria yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan pandangan objektif terhadap suatu struktur, dan dalam kriteria ini banyak faktor tambahan yang relative lebih subjektif.
f. Kriteria berganda
II.3 Beban-Beban pada Struktur
Menurut Daniel L.Schodek (1998), Beban mati adalah beban yang bekerja secara vertikal pada suatu struktur dan memiliki nilai yang pasti. Metode untuk menghitung beban mati suatu elemen didasarkan atas peninjauan berat satuan material yang terlibat dan berdasarkan volume material tersebut.
Menurut Daniel L.Schodek (1998), Beban hidup adalah beban yang bisa ada atau tidak pada suatu struktur untuk suatu waktu yang diberikan.semua beban hidup memiliki karakter dapat pindah atau bergerak. Oleh karena itu sulit untuk menentukan secara eksak berapa besar dan distribusi dari beban hidup. Penggunaan pendekatan empiris dapat membantu dalam perhitungan beban hidup dengan pertimbangan penggunaan dari struktur tersebut. Namun hal yang harus diperhatikan adalah apabila terjadi perubahan terhadap fungsi dari struktur, maka kita harus meninjau kembali perencanaan awal. Beban angin dan gempa merupakan bentuk khusus beban hidup yang secara khas ditinjau terpisah karena aspek-aspek dinamisnya.
Menurut Daniel L.Schodek (1998), terdapat 5(lima) langkah dasar untuk menganalisa struktur yang diberikan dengan maksud menentukan cukup atau tidaknya untuk situasi yang diberikan. Proses umum analisa secara khas melibatkan langkah-langkah berikut :
1. Perilaku struktur yang dianalisis harus terlebih dahulu ditentukan. Sebagai contoh, dalam banyak hal mungkin dan diinginkan untuk mengisolasi elemen-elemen yang tersambung dari keseluruhan struktur gedung, dan memandangnya secara lebih rinci. Apabila struktur dipecah menjadi elemen-elemen yang mendasar, maka diperlukan adanya model batas sehingga pada saat penggabungan kondisi yang sebenarnya dapat direpresentasikan.
2. Langkah daasar lain dalam proses analisis yang dibuat pada umumnya dilakukan adalah menentukan perilaku system gaya eksternal yang bekerja pada struktur yang ditinjau. Pada tahap ini perencana harus menganalisi beban-beban yang akan bekerja pada suatu struktur. Proses ini bervariasi dari yang sangat sederhana hingga tahap yang cukup sulit karena melibatkan banyak variasi pembebanan.
4. Sesudah menetapkan perilaku system gaya lengkap, yaitu beban yang bekerja dan gaya-gaya reaksi pada struktur, langkah umum brikutnya dalam analisa umum adalah menentukan perilaku momen dan gaya internal yang timbul akibat gaya-gaya eksternal.
Gambar 2.1 Jenis Kondisi Pembebanan
(Daniel L. Schodek, Struktur, 1998)
Beban
Gaya statis Gaya dinamis
Beban hidup (dapat pindah)
Beban t et ap (t idak pindah)
Gaya akibat penurunan, efek suhu tegangan, dsb
M enerus (berosilasi merat a atau
t ak teratur)
Impak (diskret , misalnya ledakan)
penggunaan Lingkungan (misalnya salju, hujan)
Berat sendiri st rukt ur
Elemen gedung t ert ent u
Gaya inersia (sehubungan dengan gerak t anah pada saat
gempa bumi)
Gambar 2.1 menjelaskan pembagian beban dimana beban dibagi menjadi dua jenis
yaitu beban statis dan beban dinamis. beban terbagi menjadi dua yaitu beban statis dan
beban dinamis. Gaya statis merupakan gaya yang bekerja secara perlahan-lahan dan
memiliki sifat tetap. Sedangkan gaya dinamis merupakan gaya yang terjadi secara
tiba-tiba pada struktur.
II.4 Analisa Plastis
II.4.1 Umum
Perencanaan struktur dengan analisa plastis merupakan sebuah cara yang
lebih menguntungkan dibandingkan dengan analisa elastis bila digunakan pada
balok menerus, portal dengan sambungan kaku dan analisa statis tak tentu lainnya
yang biasanya banyak melibatkan tegangan lentur. Dalam analisa struktur
biasanya diasumsikan bahwa tegangan yang terjadi masih dalam batas elastis
dengan nilai defleksi yang kecil. Hal ini mengakibatkan pemborosan penggunaan
material khususnya penggunaan material baja. Ini tentu saja tidak sesuai dengan
konsep perencanaan yang menginginkan suatu konstruksi aman dengan
penggunaan material seefektif mungkin.
Konsep analisa plastis mulai dikembangkan pada tahun 1930. Dalam analisa
plastis apabila suatu struktur diberikan beban, maka tegangan yang terjadi masih
dalam batas elastis(belum melampaui momen lelehnya) dan semakin besar
penambahan beban serat penampang akan mengalami tegangan leleh dimulai dari
penampang dibawah beban hingga seluruh penampang. Pada saat seluruh
penampang telah mengalami leleh maka terbentuklah sendi plastis- sendi plastis
Terbentuknya sendi plastis ditandai dengan terjadinya rotasi terus
menerus dengan momen yang besarnya tetap. Hal ini berarti meskipun terjadi
penambahan beban lagi pada struktur tersebut maka tidak terjadi perubahan harga
momen. Jika demikian maka kita dapat menentukan harga momen batas yang
dapat diterima oleh struktur tersebut.
Pada umumya sendi plastis akan terbentuk lebih cepat pada titik-titik yang
memiliki momen terbesar pada struktur tersebut. Beda antara sendi biasa dan
sendi plastis adalah pada sendi biasa momen yang bekerja pada sendi adalah nol,
sedangkan pada sendi plastis momen yang bekerja pada sendi adalah tetap (MP).
Banyaknya sendi plastis yang dibutuhkan untuk mencapai mekanisme
keruntuhan sangat tergantung dari derajat statis tak tentu. Oleh karena itu harus
terbentuk dulu beberapa sendi plastis. Untuk mengetahui mekanisme keruntuhan
pada suatu struktur maka kita dapat menghitung jumlah sendi plastis yang
dibutuhkan untuk mencapai kondisi tersebut. Dalam hal ini dapat dirumuskan :
n = r + 1 ... (2.1)
dengan :
n = jumlah sendi plastis untuk runtuh
r = derajat statis tak tentu
Dalam analisa plastis, apabila suatu struktur mengalami keruntuhan maka
akan memenuhi tiga keadaan berikut :
1. Kondisi leleh ( yield condition)
Pada kondisi ini, ditandai dengan momen dalam yang terjadi pada struktur
2. Kondisi kesetimbangan (equilibrium condition)
Pada kondisi ini, momen dan gaya dalam yang bekerja pada suatu struktur
harus setimbang dengan momen dan gaya luar.
3. Kondisi mekanisme (mechanism condition)
Pada kondisi ini, ditandai dengan terbentuknya sendi plastis yang cukup
untuk membuat suatu struktur mengalami keruntuhan.
II.4.2 Teorema Batas Bawah
Teorema batas bawah (lower bound theorem) merupakan teorema yang
menghitung distribusi momen yang terjadi pada struktur berdasarkan kondisi
kesetimbangan dan kondisi leleh. Faktor beban yang akan dihasilkan , bernilai lebih
kecil atau sama dengan harga yang sebenarnya, . Penyelesaian dengan teorema ini
mungkin akan benar atau aman.
II.4.3 Teorema Batas Atas
Teorema Batas Atas ( upper bound theorem) menetapkan distribusi momen
didapatkan dari kondisi kesetimbangan dan mekanisme. Faktor beban yang dihasilkan,
akan lebih besar atau sama dengan harga yang sebenarnya. Hal ini mungkin saja
benar atau mungkin tidak aman.
II.4.4 Teorema Unik
Teorema unik (unique theorem) menetapkan distribusi momen harus
memenuhin tiga kondisi diatas, yaitu kondisi keseimbangan, kondisi leleh dan kondisi
mekanisme. Dengan menggunakan teorema ini akan didapatkan faktor brga sebeban
Berdasarkan ketiga teorema diatas, terdapat 3 buah metode dalam penyelesaian analisa
plastis:
a. Cara grafostatis
Cara ini meliputi penentuan secara grafostatis suatu bidang momen dalam
keadaan batas, sehingga dengan momen di setiap penampang tidak melampaui momen
batas (M < Mp) , tercapai suatu mekanisme keruntuhan.
b. Cara mekanisme
Cara mekanisme merupakan cara yang lebih cepat untuk mendapatkan hasil
dibandingkan dengan cara grafostatis dan cara distribusi momen, terutama pada struktur
yang derajat kehiperstatisannya lebih banyak.
c. Cara distribusi momen
Cara distribusi momen ini mirip dengan metode distribusi cara cross, oleh karena
itu disebut juga metode distribusi momen plastis.
II.5 Analisa Penampang
Dari gambar 2.2 diatas dapat dilihat bahwa kondisi tegangan pada saat
keadaan leleh dan pada saat keadaan plastis pada tampang persegi dengan lebar
penampang sebesar B dan tinggi penampang sebesar D.
Untuk modulus elastis
My = 2M1 +2M2
= 2 − . − + 2. . . .
= − + . + . . .
= . − + .
= . − .
= . − .
= .
= . ... (2.2)
Untuk modulus plastis
Momen plastis merupakan luasan tampang dikali dengan lengan momen
sehingga :
Mp = 2. . .
= . ... (2.3)
II.6 Faktor Bentuk (Shape Factor)
Peningkatan kekuatan yang dinyatakan dalam perbandingan antara momen plastis
= .
. = =
= . ... (2.4) dimana :
f = faktor bentuk (shape faktor)
S = plastic modulus
Z = section modulus
Harga dari faktor bentuk (shape faktor) untuk beberapa penampang yang
sering dipakai adalah sebagai berikut :
1. Penampang segiempat f = 1,5
2. Penampang segiempat berlubang f = 1,18
3. Penampang segiempat diagonal f = 2,0
4. Penampang lingkaran f = 1,7
5. Penampang lingkaran berlubang f = 1,34
6. Penampang I f = 1,15
7. Penampang segitiga sama kaki f = 2,34
II.7 Sendi Plastis
Sendi plastis merupakan suatu kondisi dimana terjadi rotasi secara terus menerus
akibat adanya penambahan beban pada struktur tersebut dan pada kondisi ini nilai
momen tidak mengalami perubahan. Pada saat timbulnya sendi plastis pada suatu
struktur maka momen yang semula dihitung dengan cara elastis harus dihitung
kembali sesuai dengan perubahan sifat konstruksi yang ditimbulkan oleh adanya
Gambar 2.3 Balok dengan pembebanan terpusat
Gambar 2.3 merupakan balok dengan penampang L dengan pembebanan
terpusat sebesar P, dari gambar diatas maka :
= 1−
= ( 1− )
1− = ( 1− )
=
= √
( ) = √ ... (2.5)
Gambar 2.4 merupakan bentuk grafik yang terjadi akibat beban terpusat yang
Gambar 2.4 Lengkung Sendi Plastis Beban Terpusat
Jika kita tinjau sendi plastis yang terjadi akibat beban terbagi rata pada balok
sepanjang L
Gambar 2.5 Balok dengan pembebanan rata
Dari gambar 2.5 yang menggambarkan sebuah balok yang terletak di atas
tumpuan sederhana dengan panjang bentang L dikenai pembebanan terpusat seperti
tergambar diatas, maka :
= 1−
= 1−
1− = ( 1− )
= =
( ) = ... (2.6)
Gambar 2. 6 menunjukkan bahwa akibat beban terpusat yang terjadi lengkung
sendi plastis yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.6 Lengkung Sendi Plastis Beban Terbagi Rata
II.8 Metode Elemen Hingga
Konsep dasar yang digunakan pada metode elemen hingga adalah diskritisasi.
Proses diskritisasi sendiri tentu saja tidak asing karena kita sering menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh apabila kita ingin menggambarkan
keadaan suatu lingkungan di sekitar kita maka kita akan membagi lingkungan tersebut
menjadi beberapa bagian.
Selanjutnya kita akan memahami detail dari bagian itu satu per satu misalnya
saja apa saja yang ada disana dan apa yang menjadi ciri khas bagian tersebut sehingga
kita bisa menggambarkannya secara detail. Lalu kita dapat menggabungkannya untuk
menggambarkan lingkungan tersebut secara keseluruhan. Namun tentu saja dalam
proses ini kita juga akan membuat kesalahan, karena keterbatasan kita dalam melihat
dan memahami lingkungan tersebut sacara keseluruhan.
Konsep inilah yang diterapkan dalam metode elemen hingga, kita dapat membuat
penyederhanaan dalam analisis suatu struktur. Metode elemen hingga merupakan salah
satu cara untuk melakukan analisa struktur dengan metode perpindahan
(displacements). Hal penting yang harus diketahui dalam penerapan metode elemen
hingga adalah pembuatan matriks kekakuan struktur. Karena hal yang membedakan
metode elemen hingga dengan metode kekakuan adalah matriks kekakuan strukturnya.
Pada metode kekakuan pembuatan matriks kekakuan struktur didasari oleh metode
konvensional sedangkan metode elemen hingga didasari oleh teori energi.
II.8.1 Pendekatan Umum
Dalam metode elemen hingga terdapat dua pendekatan umum, yaitu :
1. Metode fleksibilitas.
Dalam metode ini variabel yang harus dicari adalah gaya-gaya dalam yang
bekerja pada struktur tersebut. Penerapan konsep persamaan keseimbangan dan
persamaan kompatibilitas digunakan untuk mendapatkan variabel-variabel
tersebut.
Dalam metode ini variable yang harus dicari adalah perpindahan titik
simpul.
II.8.2 Matriks Kekakuan Struktur
Kekakuan struktur sendiri terbagi menjadi dua yaitu kekakuan lokal dan
kekakuan global. Kekakuan lokal adalah kekakuan yang mengacu kepada sumbu
masing-masing elemen sedangkan kekakuan global adalah kekakuan yang mengacu
kepada koordinat kartesian.
II.8.2.1 Matriks Kekakuan Struktur Lokal
Dalam menggunakan metode elemen hingga, akan terdapat dua buah titik
simpul pada setiap elemen, yaitu simpul awal dan simpul akhir. Penomoran
terhadap simpul-simpul ini sangatlah penting dalam membantu menyelesaikan
persamaan matriks kekakuan struktur.
Gambar 2.7 Titik Simpul dan Elemen
Gambar 2.7 menunjukkan bahwa titik 1 merupakan titik awal dari
elemen tersebut dan titik 2 disebut dengan titik akhir. Jika ditinjau secara linear
maka gambar diatas memiliki 2 perpindahan yakni u1 dan u2 atau 2 derajat
kebebasan (degree of freedom).
a 1
Sx1
Berdasarkan hokum hooke maka berlaku :
= . ... (2.7)
Dimana : =
=
=
= ... (2.8)
= ∆ ... (2.9)
P = Sx1 = . = . . = .∆ . ... (2.10)
∆ = u1 - u2 ... (2.11)
Jika disubstitusikan persamaan 2.11 ke persamaan 2.10 maka :
= ( − ) ... (2.12)
Dengan syarat kesetimbangan Σ = 0
= (− + ) ... (2.13)
Jika kita masukkan persamaan 2.12 dan 2.13 diatas ke dalam bentuk matriks,
maka :
= 1 −1
−1 1 ... (2.14) Jika :
{ } = ; [ ] = 1 −1
−1 1 ; { } =
Maka dari persamaan 2.14 :
[ ] =
{ } = ℎ
II.8.2.2 Matriks Kekakuan Struktur Global
Gambar 2.8 Matriks Kekakuan pada Sumbu Global
Gambar 2.8 menunjukkan matriks kekakuan pada sumbu global yang
terdiri dari sx, sy dan sz untuk masing-masing gaya yang bekerja pada sumbu x, sumbu y
dan sumbu z.
untuk simpul 1 dapat ditulis persamaan sebagai berikut :
{ } = = cos −sin
sin cos = [ ] { } ... (2.16) Untuk simpul 2 juga berlaku persamaan diatas dan nilai sy1 dan sy2 bernilai 0.
Matriks terhadap sumbu kekakuan global :
[ ] =
− − −
− −−
−
− ... (2.17)
Sz1 S 1 S 1
Y
X
S 2 S 2 S 2
Dengan C = cos α dan S = sin α
Selanjutnya hubungan antara perpindahan sumbu lokal dan sumbu global adalah :
{ } = [ ] {ď} = 0 0
0 0 ... (2.18)
II.8.2.3 Matriks Kekakuan Struktur Struktur
Contoh diketahui konstruksi seperti tergambar pada gambar 2.9 yang
menunjukkan penomoran pada nodal dan batang pada sebuah struktur portal
berlantai 2 dengan perletakan jepit - jepit :
Gambar 2.9 Penomoran untuk nodal dan batang
Berikut disajikan tabel mengenai pemberian simpul setiap elemen:
Elemen Simpul 1
(awal)
Simpul 2 (akhir)
a 1 2
b 2 3
F 3 c 4
1 6
X Y
a f
2 5
d b
c 3 4
d 2 5
e 5 4
f 6 5
Tabel 2.1 Defenisi Simpul 1 dan 2 pada Setiap Elemen
Tabel 2.1 menjelaskan mengenai defenisi simpul yang sebelumnya telah
dijelaskan, dari tabel dapat dilihat titik yang menjadi simpul awal dan akhir batang
pada struktu portal 2 lantai.
Pada elemen a, b, e dan f berlaku [ ] , [ ] , [ ] , dengan = = =
= 90 dan pada elemen c dan e berlaku [ ] , [ ] dengan = = 0.
Untuk sistem koordinat X-Y berlaku :
{ } = = = [ ] { } ... (2.19)
Untuk memenuhi syarat kompatibilitas, maka :
{ } = { } ... (2.20) { } = { } = { } = { } ... (2.21) { } = { } = { } ... (2.22) { } = { } = { } ... (2.23) { } = { } = = { } ... (2.24)
= { } ... (2.25) Dan dalam setiap titik simpul harus memenuhi syarat kesetimbangan. Pada titik
simpul i berlaku persamaan:
{ } = ... (2.26)
{ } = { } ... (2.27) { } = { } = { } = { } ... (2.28) { } = { } = { } ... (2.29) { } = { } = { } ... (2.30)
{ } = { } = { } = ... (2.31)
{ } = ... (2.32)
Dengan demikian :
{ } = [ ] { } + [ ] { } ... (2.33) { } = [ ] { } + [ ] { } ... (2.34) { } = [ ] { } + [ ] { } + [ ] { } + [ ] { } + [ ] { } + [ ] { } ... (2.35)
{ } = [ ] { } + [ ] { } + [ ] { } + [ ] { } ... (2.36) { } = [ ] { } + [ ] { } + [ ] { } + [ ] { } ... { } = [ ] { } + [ ] { } + [ ] { } + [ ] { } + [ ] { } + { } ... (2.37)
{ } = { } + { } ... (2.38)
Matriks kekakuan :
⎩ ⎪ ⎨ ⎪ ⎧
⎭ ⎪ ⎬ ⎪ ⎫
=
0 0 0 0
0 0
0 0 0
0 0 0
0 0
⎩ ⎪ ⎨ ⎪ ⎧
⎭ ⎪ ⎬ ⎪ ⎫
... (2.39)
Maka didapat persamaan
{ } = [ ] . { }... (2.40) Dimana : { } =
[ ] =
{ } = ℎ
II.8.2 Matriks Kekakuan pada Elemen-Elemen
II.8.2.1 Elemen Beam
Elemen beam dengan penampang melintang seperti pada gambar 2.10 di bawah
ini dengan penampang uniform dengan gaya-gaya yang berpengaruh seperti yang terlihat pada
gambar dibawah ini;
:
Gambar 2.10 .Beam dengan penampang uniform
( Ir. Yerri Susatio.M.T., Metode Elemen Hingga, 2004)
Y2, V2 M 2, Ѳ 2 x,u
E,I,L y,v
M1, Ѳ 1
Persamaan kesetimbangan beam tanpa beban disajikan dalam persamaan
diferensial berikut :
= 0 ... (2.41)
Dimana v(x) adlah defleksi beam, yang merupakan solusi dari persamaan diatas.
v(x) dinyatakan dalam bentuk polynomial derajat 3 sebagai berikut:
v(x) = a1 + a2 x + a3 x2 + a4 x3 ... (2.42)
dimana koefisien ai akan ditentukan dari kondisi batas dari setiap node seperti yang
dinyatakan di bawah ini :
pada : x = 0 v=v1 dan = Ѳ1
x = L v=v2 dan = Ѳ2
setelah persamaan diatas dideferensialkan terhadap x maka akan diperoleh :
= a + 2 a + 3 a x2 ... (2.43) Jika harga batas yang akan disubstitusikan adalah :
x = 0 ; v = v1 maka v1= a1 ... (2.44)
x = L ; v = v2 maka v2 = a1 + a L + a L2 + 3a L2 ... (2.45)
dan
x = 0 ; = Ѳ1 maka Ѳ1= a2 ... (2.46)
x = L ; = Ѳ2 maka Ѳ2 = a + 2 a L + 3 a L 2
... (2.47)
maka dari 4 persamaan masing-masing (2.44),(2.45),(2.46),(2.47) diatas
diperoleh persamaan v1, v2, Ѳ1, Ѳ2 yang masing-masing dinyatakan dalam a1, a2, a3,
Ѳ
Dan persamaan dinyatakan dalam bentuk symbol
{ } = [ ] { } ... (2.49)
Jika , , , disubstitusikan ke persamaan diferensial diatas maka
diperoleh :
v(x) = v1 +x Ѳ - − Ѳ +
− Ѳ + + Ѳ − + Ѳ ... (2.52)
Persamaan ini kemudian dapat diubah menjadi :
v(x) = ( ) + ( ) Ѳ + ( ) + ( ) Ѳ ... (2.53) dimana :
( ) = 1− + , ( ) = − + ,
( ) = − , ( ) = − − ,
Untuk persamaan kekakuan elemen beam, diturunkan dari teorema Castigliano yaitu
:
Fi = ... (2.54)
Dimana :
F = gaya (Y) atau momen (M) nodal
qi = displacement nodal : jika F = gaya, maka q = displacement translasi
jika F = momen, maka q = displacement rotasi
U = energy strain
I = nomor DOF (degree of freedom)
Dan energy strain dari elemen beam yang uniform adalah :
U = ∫ ... (2.55)
Jika persamaan beam dideferensialkan dua kali terhadap x maka dihasilkan :
= "( ) + "( ) Ѳ + "( ) + "( ) Ѳ ... (2.56)
Sehingga diperoleh :
"( ) = − + 12 , "( ) = − + 6 ,
"( ) = −12 , "( ) = − + 6 ,
Maka diperoleh
Gaya pada node 1 :
Y1 =
= ∫ 2 ∫ 2 ... (2.57)
maka
Jika A = ... (2.59)
Dan B = = ( "( ) + "( ) Ѳ + "( ) +
"( ) Ѳ ) ... (2.60) Maka :
Y1 = ∫ 2( "( ) + "( ) Ѳ + "( )
+ "( ) Ѳ ) ...(2.61)
Sehingga :
Y1 = ∫ (x). f1"( ) + ∫ (x). f2"( ) Ѳ
+ ∫ (x). f3"( )
+ ∫ (x). f4"( ) Ѳ ... (2.62)
Jika :
k11 = ∫ (x). f1"( ) ; k12= ∫ (x). f2"( )
k13 = ∫ (x). f3"( ) ; k14 = ∫ (x). f4"( )
maka :
Y1 = k11 + k12Ѳ + k13 + k Ѳ ... (2.63)
Momen pada node 1 :
M1 =
Ѳ = Ѳ ∫ 2 ... (2.64)
maka : M1 = ∫ 2
Ѳ ... (2.65)
D =
Ѳ = Ѳ ( "( ) + "( ) Ѳ + "( ) +
"( ) Ѳ ) ... (2.67) = "( )
jadi :
M1 = ∫ 2 ( "( ) + "( ) Ѳ + "( ) + "( ) Ѳ ) "( )
= ∫ "(x). f1"( ) + ∫ "(x). f2"( ) Ѳ +
∫ "(x). f3"( ) + ∫ "(x). f4"( ) Ѳ ... (2.68)
Jika :
k11 = ∫ "(x). f1"( ) ; k12= ∫ "(x). f2"( )
k13 = ∫ "(x). f3"( ) ; k14 = ∫ "(x). f4"( )
maka:
M1= k21 + k22Ѳ + k23 + k Ѳ ... (2.69)
Dengan cara yang sama untuk node 2 dapat dihitung Y2 dan M2 sehingga didapat :
k11 = k12 = k13 = − k14 = −
k21 = k22 = k23 = − k24 =
k31 = − k32 = − k33 = k34 = −
k41 = k42 = k43 = − k44 =
sehingga bila disusun ke dalam persamaan matriks, menjadi :
M M
=
12 6 −12 6
6 4 −6 2
−12 6
−6 2
12 −6 −6 4
Ѳ Ѳ
sehingga didapat matriks kekakuan beam adalah :
k =
12 6 −12 6
6 4 −6 2
−12 6
−6 2
12 −6
−6 4
... (2.71)
II.8.3 Elemen Beam dengan Beban Terbagi Rata
Sebagai contoh pada gambar 2.11 sebuah balok dengan kedua ujung terjepit
dengan beban terbagi rata sebesar w/satuan panjang seperti tergambar di bawah ini
Gambar 2.11 balok dengan beban terbagi rata
Sec ara umum berlaku persamaan :
{ } = [ ] .{ } - { } ... (2.72) Dimana : adalah gaya pada titik simpul akibat beban merata (seperti momen
primer dalam metode cross).
Dalam pengerjaannya, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
1. Menentukan nomor simpul pada pemodelan struktur sseperti yang tergambar pada
gambar 2.12 dibawah ini
Gambar 2.12 momen primer
2. Menentukan
L w / sat uan panjang
B
L q
Gambar 2.13 momen primer
Gambar 2.13 menjelaskan momen primer yang terjadi pada beban terbagi rata
sehingga nilai dapat diketahui dan analisa dapat dilakukan
3. Menentukan matriks kekakuan
k = =
12 6 −12 6
6 4 −6 2
−12 6
−6 2
12 −6
−6 4
4. Menentukan gaya batang menurut pemodelan ke-2; syarat batas (boundary
condition); dan menentukan gaya dalam sebelum dikurangi .
5. Menentukan gaya dalam setelah dikurangi .
Gambar 2.14 Gaya Dalam yang Terjadi
Gambar 2.14 menjelaskan nilai gaya-gaya dalam yang terjadi setelah gaya dalam
dikurangi dengan nilai . Akibat pembebanan terbagi rata.
Tabel 2.2 gaya reduksi
1/ 12 qL2 1/ 12 qL 2
( )
6 ( 2 + )
Fx 1−
20 ( 7 + 3 ) Fy 1− 1 + 2 6 1−
60 ( 3 + 2 ) Fy 1− − 1− 3 −1
6 ( + 2 )
Fx
20 ( 3 + 7 ) Fy 3−2 + 6 1−
−60 ( 2 + 3 ) -Fy 1− − 2−3
Tabel 2.2 menjelaskan gaya-gaya reduksi pada arah x, y dan z yang terjadi pada
pembebanan yang terjadi pada pembebanan seperti yang tertera di dalam tabel
tersebut/.
F F a
L
q q
q
II.8.4 Elemen Truss/Rangka
Dari gambar yang menerangkan elemen batang dengan penampang melintang
konstan yang dikenai gaya T.
Gambar 2.14 Elemen Batang yang Dipengaruhi Gaya Luar T, Gaya dan Perpindahan Nodal Positive Berada dalam Sumbu x
(Daryl L. Logan, A First Course in The Finite Element Method)
Berdasarkan gambar 2.14 diatas kita dapat melihat pemakaian dua
sistem koordinat, yaitu sistem koordinat lokal (ẋ,ỳ) yang berlaku hanya untuk elemen
tersebut dan koordinat global (x,y)yang berlaku untuk semua elemen yang ada
(struktur). Dengan anggapan bahwa elemen batang memiliki penampang melintang
A yang konstan, modulus elastisitas E, dan panjang L. dan nodal derajat kebebasan
yang disimbolkan dengan , .
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam menurunkan persamaan adalah
elemen hanya menerima beban dari arah horizontal sehingga , bernilai nol,
Ѳ L
2
Ѳ
T
, ỳ
y
x ,
semua perpindahan yang terjadi selain arah panjang elemen diabaikan dan elemen
mengikuti hokum linear = . .
Bila terdapat pengaruh gaya luar yang disimbolkan dengan F, maka
= . .
= . .
= . ... (2.73)
k= . = koefisien kekakuan pegas
E = modulus elastisi
A = luas penampang melintang
L = panjang elemen
.perhatikan kembali gambr diatas, berdasarkan persamaan diperoleh
= . . ( − ) ... (2.74)
= . . ( − ) ... (2.75)
Dalam bentuk matriks maka kedua persamaan diatas menjadi :
= . 1 −1
−1 1 ... (2.76)
Karena f = k.d, dari persamaan diatas
= . 1 −1
Portal/frame merupakan gabungan dari elemen beam dengan elemen bar/truss
sehingga matriks kekakuan lokal pada portal dibentuk dari kedua persamaan
diaatas sehingga menghasilkan matriks kekakuan untuk frame adalah :
BAB III
ANALISA PLASTIS PADA STRUKTUR PORTAL
III.1 ANALISA PLASTIS DENGAN MEKANISME
Analisa plastis pada umumnya dapat digunakan untuk meramalkan berapa besar beban
runtuh (ultimate load) pada suatu struktur. Besarnya beban tersebut dapat diketahui dengan
mengamati perilaku keruntuhannya yang ditandai dengan gaya-gaya dalam yang melebihi
batas elastis dan terjadi defleksi yang cukup besar.
Pada analisa plastis portal dengan menggunakan cara mekanisme kita dapat menentukan
momen akhir dengan lebih cepat meskipun semakin banyak derajat statis tak tentu pada suatu
konstruksi maka kemungkinan bentuk mekanisme runtuhnya juga semakin banyak. Dengan
cara ini kita menentukan kemungkinan-kemungkinan mekanisme yang terjadi dan
menentukan beban batas dari setiap kemungkinan.
Prosedur perhitungan dengan cara mekanisme adalah sebagai berikut :
1. Tentukan letak sendi plastis yang mungkin terjadi pad struktur tersebut (sendi plastis
umumnya terjadi pada puncak momen).
2. Lakukan mekanisme yang mungkin, baik mekanisme tunggal maupun mekanisme
gabungan.
3. Pecahkan persamaan kesetimbangan
III.1.2 Analisa Plastis pada Frame
Untuk mendapatkan momen plastis maksimum dilakukan analisa plastis dengan
menggunakan cara mekanisme. Adapun jenis mekanisme yang digunakan yaitu :
a. Mekanisme balok yang terjadi bila gaya vertikal lebih besar daripada gaya
horizontal,
b. Mekanisme goyang yang terjadi bila gaya horizontal lebih besar daripada gaya
vertikal,
c. Mekanisme kombinasi merupakan kombinasi antara mekanisme balok dan
mekanisme goyang,
Gambar 3.1 menjelaskan mekanisme-mekanisme apa saja yang dapat terjadi pada
portal seperti mekanisme pada balok, mekanisme goyang dan mekanisme kombinasi
akibat kedua mekanisme sebelumnya.
Lokasi sendi plastis di persambungan (joints) pada portal dimana
elemen-elemen yang memiliki kapasitas yang berbeda bertemu pada titik persambungan,
maka sendi plastis akan terbentuk pada elemen yang paling lemah. Sebagai contoh:
Gambar 3.2 letak sendi plastis pada titik join portal
Gambar 3.2 menjelaskan bahwa sendi plastis terjadi di kolom dan
bukan pada balok karena elemen kolom lebih kuat daripada elemen balok. Namun
pada kenyataannya, keadaan seperti ini harus dihindari karena plastifikasi pada balok
pada dasarnya menghasilkan perilaku yang lebih daktil dibandingkan dengan
perilaku plastifikasi pada kolom.
III.2 Analisa Beban Runtuh (Collapse)
Sesuai dengan penjelasan sebelumnya bahwa pada teori plastis faktor beban atau
yang disebut juga dengan faktor keamanan merupakan hasil pembagian antara
momen plastis atau kapasitas beban maksimum dengan momen elastis atau momen
yang bekerja.
Gambar 3.3 Balok yang Terjepit pada Kedua Ujungnya
Pada gambar 3.3 diatas sampai dengan beban tertentu, struktur masih bersifat
elastis. Maka besar momen di tumpuan adalah Ma=Mb=wL2/12 dan momen di tengah
bentang sebesar Mc= wL2/24. Selanjutnya apabila pada struktur tersebut diberi tambahan
beban hingga terbentuk momen plastis pada kedua tumpuan A dan B hingga
mengakibatkan terbentuknya sendi plastis pada kedua ujung tumpuan.
Kemudian dengan penambahan beban berikutnya, nilai kedua momen di tumpuan
ini tidak berubah namun terjadi rotasi pada titik ini. Keadaan ini menggambarkan struktur
berubah ke dalam keadaan statis tertentu dengan momen tumpuan bernilai nol dan
momen di tengah bentang sebesar w’L2/8. Dengan w’ sebagai faktor beban yang baru
setelah terbentuknya sendi plastis.
Maka momen ditengah bentang akan menjadi maksimum bila momen bernilai
Mp/2 + w’L2/8 dimana momen ini akan menjadi sama dengan kapasitas momen plastis.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa besar beban runtuhnya adalah 16 Mp/ L2.
Bila telah terbentuk 3 buah sendi plastis pada struktur ini maka struktur ini akan
runtuh (collapse).
L w / sat uan panjang
Gambar 3.4 kondisi pertama peningkatan momen dalam
Gambar 3.4 menjelaskan mengenai kondisi pertama setelah terjadi peningkatan
momen dalam akibat terbentuknya sendi plastis pertama.
Gambar 3.5 kondisi kedua peningkatan momen dalam
Gambar 3.5 menjelaskan mengenai kondisi kedua setelah terjadi peningkatan
momen dalam akibat terbentuknya sendi plastis kedua. Adapun dari analisa tersebut kita
dapat mengetahui formulasi dan besaran beban runtuh (collapse) secara langsung.
III.3 Analisa Plastis dengan Metode Elemen Hingga
Penggunaan metode elemen hingga dalam penyelesaian masalah – masalah
dalam struktur telah banyak digunakan. Metode elemen hingga yang digunakan adalah
metode elemen hingga untuk elemen plane frame dimana gaya yang bekerja pada
struktur yang diperhitungkan hanya terbatas pada gaya normal, gaya lintang dan
momen pada arah z.
Dalam tugas akhir ini, metode elemen hingga digunakan untuk menganalisis
momen yang terjadi agar tidak melebihi kapasitas momen plastisnya. Jika terbentuk wL2/12
wL2/8
Mp/2 L
w/satuan panjang
wL2/8 Mp
L
sendi plastis di salah satu atau kedua ujung batang, maka matriks kekakuan diubah
agar momen lentur di sendi tersebut tetap bernilai nol. akibat struktur mengalamit
keruntuhan maka akan didapatkan nilai faktor beban runtuhnya ( ).
Dalam penyiapan data dan penentuan model dalam metode elemen hingga ini,
pertama-tama buat pemodelan struktur dengan pembebanannya lalu beri penomoran
terhadap elemen dan titik nodal.
Setelah melakukan sejumlah analisa dengan memperhatikan kapasitas momen
di seluruh ujung penampang batang . bila kapasitas momen dilampaui, maka kita
berikan satu buah sendi plastis pada penampang tersebut dan kemudian struktur
dimodifikasi dengan pemberian beban tambahan selanjutnya hingga:
1. matriks kekakuan menjadi singular yaitu, determinan bernilai nol ataupun
sangat kecil
2. terdapat elemen diagonal matriks yang sama dengan nol
3. lendutan sangat besar, yakni menunjukkan terjadinya suatu mekanisme yang
menunjukkan terjadinya keruntuhan lokal ataupun total.
Matriks kekakuan struktur untuk kombinasi titik ujung dalam menentukan sendi plastis
adalah :
1. Sendi di ujung kiri, gaya dan perpindahan dihubungkan oleh :
Karena momen lentur di sendi harus bernilai nol ( = 0), maka :
+ − + = 0 ... (3.2)
= − + − ... (3.3)
Berdasarkan perkalian matriks maka didapatkan persamaan sebagai berikut :
= − ... (3.4)
Untuk membentuk matriks kekakuan struktur dengan sendi plastis di ujung kiri, maka :
Substitusikan persamaan (3.3) ke dalam persamaan (3.4), sehingga:
= − ... (3.10)
Substitusikan persamaan (3.3) ke dalam persamaan (3.5), sehingga:
= + − + − − + ... (3.12)
= − + ... (3.13)
= − + ... (3.14)
Substitusikan persamaan (3.3) ke dalam persamaan (3.6), sehingga:
= − +
Substitusikan persamaan (3.3) ke dalam persamaan (3.7), sehingga:
= − − − + − + − ... (3.15)
= − − − + − + − ... (3.16)
= − + − ... (3.17)
= − − ... (3.18)
Substitusikan persamaan (3.3) ke dalam persamaan (3.8), sehingga:
= + − + ... (3.19)
= + − + − − + ... (3.20)
= + − + − − + ... (3.21)
= − + ... (3.22)
= − + ... (3.23)
Maka didapat persamaan :
= − ... (3.24)
= 0 ... (3.26)
= − + ... (3.27)
= − − ... (3.28)
= − + ... (3.29)
Dari persamaan di atas, maka :
Sehingga diperoleh matriks kekakuan sebagai berikut :
[ ]=
2. Sendi di ujung kanan, gaya dan perpindahan dihubungkan oleh :
Karena momen lentur di sendi harus bernilai nol ( = 0), maka :
+ − + = 0 ... (3.33)
= − + −2 ... (3.34)
Dengan cara yang sama didapat matriks kekakuan sebagai berikut:
[ ]=
3. Sendi di kedua ujung
{ } = [ ] . { }
Karena momen lentur di sendi kanan dan kiri harus bernilai nol ( = = 0),
maka :
Tahap 1 : analisa dillakukan dengan pembebanan yang telah direncanakan
sebelumnya. Dari hasil analisa yang didapat untuk tahap 1 didapat
nilai momen ujung { } dan faktor beban sebesar
Tahap 2 : portal kemudian dimodifikasi dengan sendi di ujung kiri penampang
batang untuk tingkat 1 dengan memasukkan matriks kekakuan
struktur yang telah dipaparkan sebelumnya. Dari hasil analisa yang
didapat untuk tahap 2 didapat nilai momen ujung { } dan faktor beban sebesar .
{ } = { + . }
Tahap 3 : untuk selanjutnya lakukan analisis pada portal dengan menambahkan
sendi plastis hingga didapat faktor beban dari portal tersebut.
BAB IV
ANALISA PLASTIS PADA PORTAL
Data-data yang digunakan dalam analisa ini adalah sebagai berikut:
1. Panjang total portal (L) : 10 m
2. Tinggi total portal (h) : 8 m
3. Jarak antar portal : 4 m
4. Tegangan leleh baja (fy) : 2400 kg/cm2
5. Tebal pelat beton : 12 cm
6. Berat sendiri balok profil IWF : 94 kg/m2
7. Berat sendiri kolom profil IWF : 107 kg/m2
8. Berat plafon : 11 kg/m2
9. Berat spesi/adukan semen : 21 kg/m2
10.Berat tegel : 24 kg/m2
Gambar 4.1 Struktur Portal yang Direncanakan
Gambar 4.1 menjelaskan struktur portal yang direncanakan yang akan dianalisa
dengan lebar bentang L sebesar 10 meter dan tinggi tiap lantai 4 meter. Portal yang
dianalisa adalah portal sederhana dua lantai.
Gambar 4.2 mengambarkab struktur portal dan daerah pembebanan untuk portal
yang dianalisa dengan lebar bentang 10 meter dan panjang 8 meter.
IV. 2 MENGHITUNG BERAT SENDIRI
Yang termasuk dalam beban mati/beban sendiri antara lain: berat sendiri profil, berat
sendiri pelat beton, berat plafon, berat spesi dan berat tegel.
Berat sendiri profil balok : 94 kg/m
Berat sendiri pelat beton
0.12 x 2400 kg/m2 x 4 m : 1152 kg/m
Berat dinding pas. Batu merah 1/2 bata
250 kg/ m2 x 4m : 1000kg/m
Berat plafon
11 kg/m2 x 4 m : 44 kg/m
Berat spesi 1 cm
21 kg/m2 x 4 m : 84 kg/m
Berat tegel 1 cm
24 kg/m2 x 4 m : 96 kg/m
Dari perhitungan diatas maka total beban mati adalah sebesar 2470 kg/m
IV. 3 MENGHITUNG BEBAN HIDUP
Untuk lantai 1 berdasar Peraturannn Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983 dengan
fungsi perkantoran adalah 250 kg/m2 x 4 m = 1000 kg/m
Untuk lantai 2 berdasar Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983 dengan
IV. 4 MENGHITUNG BEBAN GEMPA
Untuk menghitung beban gempa yang terjadi pada portal, mengacu pada SNI-1726-2002
Perhitungan berat bangunan tiap lantai
- Lantai 1
Balok IWF 94 kg/m x 10 m 940 kg
Pelat beton 1152 kg/m x 10 m 11520 kg
Dinding 1000 kg/m x 10 m 10000 kg
Plafon 44 kg/m x 10 m 440 kg
Spesi 84 kg/m x 10 m 840 kg
Tegel 96 kg/m x 10 m 960 kg
Kolom IWF 107 kg/m x 4 m x 4 1712 kg
30% reduksi beban hidup
1000 kg/m x 10 m x 0.3
3000 kg
- Lantai atap
Balok IWF 100 kg/m x 10 m 1000 kg
Pelat beton 1152 kg/m x 10 m 11520 kg
Plafon 44 kg/m x 10 m 440 kg
Kolom IWF 107 kg/m x 4 m x 4 1712 kg
30% reduksi beban hidup
400 kg/m x 10 m x 0.3
1200 kg
Maka total berat bangunan lantai dan atap : 45284 kg
IV.4.1 Perhitungan V (beban geser dasar nominal static ekivalen)
Dari SNI 1726-2002 Gambar 2 mengenai respons spectrum gempa rencana, jika
Ci = . ; dengan T = 0.085
T = 0.085
T = 0.085
T = 0.40433
Ci = . = .
. = 0.81617
=
Dimana:
V = beban geser dasar nominal statik ekivalen (kg)
Ci = Faktor respons gempa
I = faktor keutamaan bangunan(1.0 untuk bangunan perkantoran)
R= faktor reduksi gempa
Wt = berat total bangunan (kg)
Maka:
=
= 0.81617 1
4.5 45284 = 8213.21
IV. 4.2 Perhitungan distribusi Fi
=
∑
Lantai ke- hi (m) Wi (kg) Wi x hi (kg.m) Fi (kg)
2 8 15872 126976 4263.198
1 4 29412 117648 3950.012
= 45284 244624 8213.21
IV.5 Penomoran pada struktur
Gambar 4.3 Penomoran Struktur
Gambar 4.3 menggambarkan penomoran struktur pada portal yang akan dianalisa,
dari gambar dapat diketahui terdapat 5 elemen batang dan 6 titik nodal.
IV.6 Analisa Plastis dengan Mekanisme
Dalam analisa ini akan diperhitungkan beban mati, beban hidup dan beban gempa yang
Gambar 4.4 pembebanan pada struktur portal
Keterangan:
Besar q dead yang bekerja : 2.47 T/m
Besar q live atap yang bekerja : 0.4 T/m
Besar q live lantai yang bekerja : 1 T/m
Besar p quake lt. 1yang bekerja : 3.950012 T/m
Gambar 4.4 merupakan pembebanan yang direncanakan pada portal yang kan
dianalisa. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa portal dengan bentang 10 meter dan
tinggi tiap lantai 4 meter seperti gambar diatas memikul beban mati, beban hidup dan
juga beban gempa
Mekanisme yang terjadi akibat pembebanan di atas adalah:
1.
Gambar 4.5 mekanisme balok lt.2 akibat beban terbagi rata
Kerja Dalam :
= 4 x (Mp )
Kerja Luar :
= γ q dead x ½ 10 m x 5 m + γ q live atap x ½ 10 m x 5 m
= γ 2.47 T/m x 5 m x 5 m + γ 0.4 T/m x 5m x 5 m
= 71.75 γ T/m
Persamaan Keseimbangan
Kerja dalam = Kerja luar
4 Mp = 71.75 γ T/m 4 . 52.731. = 71.75 γ
= .
2.
Kerja Dalam :
= 4 x (Mp )
= 4 Mp
Kerja Luar :
= γ q dead x ½ 10 m x 4 m + γ q live lantaix ½ 10 m x 4 m
= γ 2.47 T/m x 5 m x 5 m + γ 1T/m x 5m x 5 m
= 86.75 γ T/m
Persamaan Keseimbangan
Kerja dalam = Kerja luar
4 Mp = 86.75 γ T/m 4 . 52.731 = 86.75 γ
= .
3.
Kerja Dalam :
= 8 x (Mp )
= 8 Mp
Kerja Luar :
= 2(γ q dead x ½ 10 m x 5 m ) + γ q live atap x ½ 10 m x 5 m + γ q live lantai x ½ 10 m x 5 m
= 2(γ 2.47 T/m x 5 m x 5 m )+ γ 0.4 T/m x 5m x 5 m + γ 1 T/m x 5m x 5 m
= 158.5 γ T/m
Persamaan Keseimbangan
Kerja dalam = Kerja luar
8Mp = 158.5 γ T/m 8. 52.731 = 158.5 γ
4.
Gambar 4.8 mekanisme goyang lt. 2 akibat beban gempa
Kerja Dalam :
= 4 x (Mp )
= 4 Mp
Kerja Luar :
= (γ p quake lt. 2 x 4 m )
= γ 4.263198 T/m x 4 m
Persamaan Keseimbangan
Kerja dalam = Kerja luar
4Mp = 17.053 γ T/m 4. 76.16196 = 17.7442 γ
= .
5.
Gambar 4.9 mekanisme goyang lt. 1 akibat beban gempa
Kerja Dalam :
= 4 x (Mp )
Kerja Luar :
= (γ p quake lt. 1 x 4 m ) + (γ p quake lt. 2 x 4 m )
= γ 3.950012 T/m x 4 m + γ 4.263198 T/m x 4 m
= 15.800048 γ T/m + 17.052792 γ T/m
= 32.85284 T/m
Persamaan Keseimbangan
Kerja dalam = Kerja luar
4Mp = 32.85284 T/ mγ T/m 4. 76.16196 = 32.85284 T/m γ
= .
6.
Kerja Dalam :
= 8 x (Mp )
=8 Mp
Kerja Luar :
= (γ p quake lt. 1 x 4 m ) + (γ p quake lt. 2 x 4 m )
= γ 3.950012 T/m x 4 m + γ 4.263198 T/m x 4 m
= 15.800048 γ T/m + 17.052792 γ T/m
= 32.85284 T/m
Persamaan Keseimbangan
Kerja dalam = Kerja luar
8 Mp T/ m = 32.85284 γ T/m
8. 76.16196 = 32.85284 γ