ANALISA TEGANGAN DUA DIMENSI PADA BALOK
TINGGI DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN
HINGGA DAN METODE HEFT 240
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana teknik sipil
Disusun oleh :
090404126
OVIT SAMUEL PURBA
BIDANG STUDI STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Menurut ACI Committe 318, balok tinggi didefinisikan sebagai komponen struktur dengan beban bekerja pada salah satu sisinya dan perletakan pada sisi
lainnya sehingga strut tekan dapat terbentuk diantara beban dan perletakan. Ada
banyak cara dalam menganalisis sebuah balok tinggi, misalnya metode finite
difference, metode elastisitas dua dimensi, metode analisis tegangan. Secara eksak nilai tegangan dapat dicari tetapi membutuhkan waktu yang lama dan pendalaman pada rumus yang dipakai. Salah satu metode lain yang bisa dipakai untuk mencari
tegangan pada balok tinggi dapat menggunakan metode elemen hingga ( finite
element method ). Untuk melakukan analisis ini dipergunakan elemen segitiga yaitu dengan membuat garis fiktif yang sedemikian rupa sehingga membentuk elemen-elemen segitiga dan masing-masing nodal diberi nomor-nomor yang berurutan. Tetapi dalam perhitungannya akan mejadi lama jika dilakukan secara manual, maka penulis memakai program Microsoft Excel dalam menyelesaikan perhitungan yang nantinya nilai tegangan yang didapat akan dibandingkan dengan menggunakan metode Heft 240.Metode Heft 240 dipergunakan untuk mendapatkan tegangan dengan prosedur dan tabel-tabel yang sudah ditetapkan untuk berbagai kondisi perletakan dan pembebanan.Ada dua tipe elemen yang paling umum digunakan yaitu elemen berbentuk segi empat dan berbentuk segitiga, Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai pemakaian elemen segitiga dengan dua beban terpusat sebesar 400 kN. Hasil analisis dengan metode elemen hingga bahwa balok tinggi dengan balok biasa mempunyai karakteristik tengangan yang sangat berbeda, karena pada balok biasa tidak diperhitungkan tegangan normal ( tegangan vertikal ). Akibatnya melalui pengaruh tegangan normal menghasilkan distribusi tegangan lentur menjadi tidak linier dan juga diagram tegangan geser tidak membentuk parabola. Nilai perbandingan yang
didapat dari hitungan metode Heft 240 sebesar -313,6 kN/m dan elemen segitiga
sebesar -310,143kN/m. Maka dapat disimpulkan pendekatan ini relevan dan dapat digunakan untuk menentukan jumlah tulangan pada balok tinggi.
Kata kunci :balok tinggi, elemen diskrit, finite difference , generalized, metode
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
menyatakan kasih dan rahmatNya kepada saya hingga saya dapat menyelesaikan
tugas akhir ini.Karena kasihNya-lah yang masih tetap mengizinkan saya
menyelesaikan tugas akhir ini dan masih memberi kesempatan yang berharga ini
kepada saya.
Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik
Sipil bidang studi struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara, dengan judul :
“ANALISA TEGANGAN DUA DIMENSI PADA BALOK TINGGI DENGAN
MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA DAN METODE HEFT 240”
Saya menyadari bahwa dalam penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas
dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya
ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa
pihak yang berperan penting yaitu :
1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai dosen
pemimbing saya yang telah banyak memberikan dukungan, selalu bersabar
memberikan masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan
pikiran dalam membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak/Ibu seluruh staf pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
4. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini
kepada saya.
5. Untuk keluargaku yang selalu mendoakanku pada masa studi ini saya
menyadari
6. Untuk rekan-rekan seperjuangan yang sudah saya anggap sebagai saudara:
John , Mariance, Maria, Sumihar, Plani, Desi, Elisa, Manna Grace, Elgina,
Erin, Grace, Sandy, Sahala, Wahyu, Frengky, Jimmy, Jostar, Hasoloan,
Agrifa, Suparta, Edwin,Junwesdi, Abraham yang telah banyak sekali
membantu dalam pelaksanaan tugas akhir ini.
7. Dan untuk seluruh rekan-rekan stambuk 2009 yang tidak dapat disebutkan
satu persatu. Rekan-rekan seperjuangan yang telah banyak membantu selama
proses perkuliahan bahkan dalam pengerjaan tugas akhir ini.
8. Adik-adik angkatan 2012 juga semua, terimakasih buat dukungannya.
9. Adik KK saya Semen Fidei ( Frans, David, Albert, Yohana ), dan Reinforced
Faith ( Erick, Hendra, Fanny , Sintong ) yang telah mendukung saya dalam
doa seiring di pelayanan dan mengerjakan tugas akhir ini.
10. Kepada adik PIPA yang dikasihi Kristus, Penda, Maria, Lilis Dwi dan Ria,
terimaksih juga karena turut menanyakan perkembangan tugas akhir saya dan
mendoakannya.
11. Teman KTB saya kepada bang Aria Leo Bimantara, Agrifa, dan John yang
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari
kata sempurna.Oleh karena itu saya menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun dalam penyempurnaan tugas akhir ini.
Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Februari 2014
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... 6
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR GRAFIK ... 6
DAFTAR NOTASI ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 2
1.1 Umum ... 2
1.2 Latar Belakang Masalah ... 9
1.3 Aplikasi ... 11
1.3.1 Transfer girder ... 11
1.3.2 Bangunan bentang lebar tanpa kolom ... 12
1.3.3Pemasangan Dinding Precast Pada Bangunan Tanpa Kolom ... 13
1.4 Tujuan ... 14
1.5 Batasan Masalah ... 14
1.6 Metode Pembahasan ... 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 16
2.1 Umum ... 16
2.2 Pengenalan Balok Tinggi ... 16
2.2.1 Perbedaan Antara Balok Tinggi Dengan Balok Biasa ... 17
2.2.2 Contoh Bangunan Memakai Balok Tinggi ... 18
2.3 Konsep Tegangan Dua Dimensi ... 20
2.3.1 Kesesuaian persamaan antara Regangan/perpindahan ... 21
2.3.2 Hubungan antara tegangan dan regangan ... 23
2.4 Sejarah Metode Elemen Hingga ... 27
2.5 Konsep Metode Elemen Hingga ... 28
BAB III METODE ANALISA DAN APLIKASI ... 30
3.1. Metode perhitungan tegangan dengan Matriks CST ( Constant Strain Triangular Element ) ... 30
3.1.1 Memilih tipe elemen ... 30
3.1.2 Memilih fungsi perpindahan ... 31
3.1.3 Penjabaran hubungan antara regangan-perpindahan dan tengangan-regangan ... 35
3.1.3.1 Hubungan regangan-perpindahan ... 35
3.1.5 Mengumpulkan Persamaan Elemen Untuk Mendapat
Persamaan Global dan Membuat Kondisi Batas ... 41
3.1.6 Mencari Perpindahan Tiap-Tiap Titik ... 41
3.1.7 Mencari Tegangan Yang Terjadi Pada Elemen Struktur ... 42
3.2 Metode analisa dengan cara Heft 240 ... 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46
4.1 Umum ... 46
4.2 Elemen Segitiga ... 47
4.2.1 Langkah Pertama : Diskretisasi ( Perjanjian Tanda ) dan Penefenisian Persamaan Matriks Global ... 49
4.2.2Langkah Kedua : Menentukan Matriks Kekakuan Lokal ... 51
4.2.3 Langkah Ketiga : Menggabungkan Matriks Kekakuan Lokal ... 54
4.2.4 Langkah Keempat : Mencari Perpindahan tiap-tiap titik ... 55
4.2.5 Langkah Kelima : Menghitung Tegangan-Tegangan Yang Terjadi ... 57
4.2.5.1 Tegangan pada potongan A---A (Elemen 1,3,5,7,9,11) ... 58
4.2.5.2 Tegangan σx pada potongan B—B ( Elemen 2,4,6,8,10,12 ) ... 64
4.2.5.3 Tegangan pada potongan C—C ( 14,16,18,20,22,24 ) ... 70
4.2.5.4 Tegangan pada potongan D—D ( 25,27,29,31,33,35) ... 75
4.2.5.5 Tegangan pada potongan E –E ( Elemen26,28,30,32,34,36) ... 82
4.2.5.6 Tegangan Pada potongan potongan F—F (elemen 37,39,41,43,45,47 ) ... 88
4.2.5.7 Tegangan Pada potongan potongan 1-- 1 (elemen 15,54,36,48,60,75) ... 97
4.2.5.8 Tegangan Pada potongan potongan 2-- 2 (elemen 7,19,31,43,55,63) ... 104
4.2.5.9 Tegangan Pada potongan potongan 3-- 3 (elemen 1,13,25,37,49,61 ) ... 110
4.3 Dengan metode Heft 240 sebagai control ... 117
4.4 Grafik dan perbandingan ... 120
4.5 Kontrol Lendutan ... 124
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 123
5.1 Kesimpulan ... 127
5.2 Saran ... 128
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 ringkasan nama dan sistem perletakan berserta gambarnya ... 45
Tabel 3.2hasil kekuatan tarik pada suatu balok tinggi dengan dua tumpuan ... 45
Tabel 4.1 ringkasan nama dan sistem perletakan berserta gambarnya ... 117
Tabel 4.2hasil kekuatan tarik pada suatu balok tinggi dengan dua tumpuan ... 118
Tabel 4.3 tegangan yang terjadi pada 6 titik ... 121
Tabel 4.4 tegangan yang didapat dengan rumus tegangan utama ... 122
Tabel 4.2 perbandingan tegangan dalam tiga metode ... 122
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 tegangan bidang pada (a) pelat dengan lubang (b) pelat dengan irisan ... 2
Gambar 1.2 regangan bidang pada (a) dam yang mengalami beban horizontal (b) pipa yang mengalami beban vertikal ... 3
Gambar 1.3 keadaan tegangan dua dimensi ... 3
Gambar 1.4 model elemen segitiga ... 5
Gambar 1.5 keadaan tegangan antara balok biasa dengan balok tinggi ... 9
Gambar 1.6 model balok tinggi ... 10
Gambar 1.7 pembagian elemen segitiga ... 11
Gambar 1.8 penomoran elemen ... 11
Gambar 1.9Brunswick Building ... 12
Gambar 1.10(a) Biological Station of Garducho(b) penulangan balok tinggi memanjang (c) melintang ... 13
Gambar 1.11 pemasangan dindingprecast ... 13
Gambar 1.12pemasangan struktur precast ... 14
Gambar 2.1 (a) Struktur balok tinggi pada bangunan (b) gambar sederhana balok tinggi ... 18
Gambar 2.2 Brunswick Building ... 18
Gambar 2.3detail gaya yang terjadipada transfer girder ... 19
Gambar 2.4gaya tekan pada setiap kolom perimeter dengan (a) balok tingi transfer girder dengan ukuran besar ( tinggi 24,1 kaki ) (b) sebuah balok dengan kedalaman 1/10 dari balok tinggi ( tinggi 2,41 kaki ) ... 19
Gambar 2.5elemen diferensial bidang yang mengacu pada tegangan ... 21
Gambar 2.6elemen diferensial sebelum dan setelah deformasi ... 21
Gambar 2.7Elemen yang mengalami tegangan normal yang bertindak dalam tigaarah yang saling tegak lurus ... 24
Gambar 3.1(a) Pelat yang mengalami tegangan (b) Diskretisasi pelat menggunakan elemen segitiga ... 28
Gambar 3.2elemen dasar segitiga yang memperlihatkan derajat kebebasan ... 31
Gambar 4.1 model balok tinggi ... 46
Gambar 4.2 Diskretisasi dan penomoran balok tinggi ... 47
Gambar 4.3 Penomoran bidang segitiga ... 49
Gambar 4.4 Pengambilan nilai tegangan pada potongan melintang (A,B,C,D,E,F) ... 57
Gambar 4.5 Pengambilan nilai tegangan pada potongan memanjang (1,2,3) ... 96
Gambar 4.6 Pemodelan tinggi lengan ... 119
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Tegangan σx pada potongan potongan melintang (A,B,C,D,E,F) ... 94
Grafik 4.2 Tegangan σy pada potongan potongan melintang (A,B,C,D,E,F) ... 94
Grafik 4.3 Tegangan τxy pada potongan potongan melintang (A,B,C,D,E,F) ... 95
Grafik 4.4 Tegangan τxy pada potongan potongan memanjang (1,2,3) ... 116
Grafik 4.5 Tegangan σx pada atas perletakan ( potongan A—A) ... 108
Grafik 4.6 Lendutan yang terjadi pada atas ( 1—1 ), tengah (2 –2 ), dan bawah (3 – 3 )... 123
DAFTAR NOTASI
�� : regangan normal pada bidang x-y (mm/mm)
�� : regangan normal pada bidang x-y (mm/mm)
�� : regangan normal pada bidang x-y (mm/mm)
��� : regangan geser padax-z
��� : regangan geser paday-z
dx : elemen kecil dari sisi x
dx : elemen kecil dari sisi y
�� : tegangan normal pada sumbu x(kg/cm2)
�� : tegangan normal pada sumbu y (kg/cm2)
�� : tegangan normal pada sumbu z (kg/cm2)
��� : gaya geser pada permukaan vertikal yang berperan pada tepi sumbu y
(kg/cm2)
��� :gaya geser pada permukaan vertikal yang berperan pada tepi sumbu x
(kg/cm2)
� : Tegangan Beton (MPa)
�1,�2 : tegangan utama
���� : tegangan maksimum(kg/cm2)
���� : tegangan minimum(kg/cm2)
�� : sudut utama (radian )
u : perpindahan arah x (mm)
v : perpindahan arah y (mm)
Fx : gaya pada arah x( N )
Fy : gaya pada arah y( N )
[k] : matriks kekakuan struktur
t : tebal elemen (mm)
� : luasan elemen (mm 2)
[B] : matriks gabungan
[D] : matriks elastisitas.
� : poisson’s ratio
� : Modulus geser
α, β, ϒ : koordinat luas
di : penurunana pada arah x (mm )
dj : penurunana pada arah y (mm )
dm : penurunana pada arah m (mm )
h : tinggi balok ( meter )
� : panjang bentang ( meter )
P : Beban (kN)
� : Momen ( Nm )
I : Inersia ( cm4)
V : Gaya lintang ( N )
ΔL : pertambahan panjang (mm)
�� :operator virtuil ( maya ) terhadap u
�� :operator virtuil ( maya ) terhadap x
�� :operator virtuil ( maya ) terhadap v
ϒxy : regangangeser
�’� : turunan pertama regangan pada sumbu x
�’′� : turunankedua regangan pada sumbu x
�� : perpindahan arah x pada koordinat titik i
�� : perpindahan arah x pada koordinat titik j
�� : perpindahan arah x pada koordinat titik m
�� : perpindahan arah ypada koordinat titik i
�� : perpindahan arah ypada koordinat titik j
�� : perpindahan arah ypada koordinat titik m
�� : perpindahan arah y pada koordinat titik i
�� : perpindahan arah y pada koordinat titik j
�� : perpindahan arah y pada koordinat titik m
a1, a2 a3: variabel koordinat
[N] : fungsi bentuk
Π : ( fungsional ) energi potensial
Πp : total energi potensial
Ωb : energi potensial dari gaya bidang
Ωs : energi potensial dari beban merata yang bergerak melalui perpindahan
masing-masing permukaan
�� : Energi potensial dari beban merata ( atau daya tarik permukaan )
bergerak melalui perpindahan masing-masing permukaan
� : fungsi perpindahan keseluruhan
� : matriks berat bidang/atau satuan volume atau kerapatan massa (kN/m2 )
�� : daya tarik permukaan (kN/m2)
ABSTRAK
Menurut ACI Committe 318, balok tinggi didefinisikan sebagai komponen struktur dengan beban bekerja pada salah satu sisinya dan perletakan pada sisi
lainnya sehingga strut tekan dapat terbentuk diantara beban dan perletakan. Ada
banyak cara dalam menganalisis sebuah balok tinggi, misalnya metode finite
difference, metode elastisitas dua dimensi, metode analisis tegangan. Secara eksak nilai tegangan dapat dicari tetapi membutuhkan waktu yang lama dan pendalaman pada rumus yang dipakai. Salah satu metode lain yang bisa dipakai untuk mencari
tegangan pada balok tinggi dapat menggunakan metode elemen hingga ( finite
element method ). Untuk melakukan analisis ini dipergunakan elemen segitiga yaitu dengan membuat garis fiktif yang sedemikian rupa sehingga membentuk elemen-elemen segitiga dan masing-masing nodal diberi nomor-nomor yang berurutan. Tetapi dalam perhitungannya akan mejadi lama jika dilakukan secara manual, maka penulis memakai program Microsoft Excel dalam menyelesaikan perhitungan yang nantinya nilai tegangan yang didapat akan dibandingkan dengan menggunakan metode Heft 240.Metode Heft 240 dipergunakan untuk mendapatkan tegangan dengan prosedur dan tabel-tabel yang sudah ditetapkan untuk berbagai kondisi perletakan dan pembebanan.Ada dua tipe elemen yang paling umum digunakan yaitu elemen berbentuk segi empat dan berbentuk segitiga, Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai pemakaian elemen segitiga dengan dua beban terpusat sebesar 400 kN. Hasil analisis dengan metode elemen hingga bahwa balok tinggi dengan balok biasa mempunyai karakteristik tengangan yang sangat berbeda, karena pada balok biasa tidak diperhitungkan tegangan normal ( tegangan vertikal ). Akibatnya melalui pengaruh tegangan normal menghasilkan distribusi tegangan lentur menjadi tidak linier dan juga diagram tegangan geser tidak membentuk parabola. Nilai perbandingan yang
didapat dari hitungan metode Heft 240 sebesar -313,6 kN/m dan elemen segitiga
sebesar -310,143kN/m. Maka dapat disimpulkan pendekatan ini relevan dan dapat digunakan untuk menentukan jumlah tulangan pada balok tinggi.
Kata kunci :balok tinggi, elemen diskrit, finite difference , generalized, metode
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Umum
Balok tinggi adalah elemen struktur yang dibebani sama seperti balok
biasa dimana besarnya beban yang signifikan dipikul pada sebuah tumpuan
dengan gaya tekan yang menggabungkan pembebanan dan reaksi. Sebagai
hasilnya, distribusi tegaangannyatidak lagi linier dan deformasi geser menjadi
signifikan jika dibandingkan pada lenturan murni.
Ada banyak cara dalam menganalisis sebuah balok tinggi, misalnya
metode finite difference, metode elastisitas dua dimensi, metode analisis tegangan.
Metode elemen hingga (finite element method ) dapat digunakan untuk
menganalisis tegangan yang timbul dan menghitung deformasi pada balok tinggi.
Tegangan-tegangan yang dihasilkan dapat dipakai sebagai gambaran untuk
menempatkan tulangan pada perencanaan balok tinggi.
Menurut Daryl L. Logan (2007), tegangan bidang didefensisikan sebagai
keadaan yang mana tegangan normal dan tegangan geser yang mengarah tegak
lurus terhadap bidang diasumsikan sama dengan nol. Sementara regangan bidang
didefenisikan sebagai keadaan yang mana regangan normal pada bidang x-y, ��
dan regangan geser , ���dan , ��� diasumsikan sama dengan nol. Asumsi dari
regangan bidang secara realistis pada bidang yang memanjang kearah x dengan
potingan melintang konstan dan diberi pembebanan yang bereaksi hanya pada
arah x dan/ atau arah y dan tidak bervariasi pada arah z.
Gambar 1.1 tegangan bidang pada (a) pelat dengan lubang (b) pelat dengan irisan
Gambar 1.2 regangan bidang pada (a) dam yang mengalami beban horizontal (b) pipa
yang mengalami beban vertikal (Daryl L. Logan : 2007)
Konsep dari kondisi tegangan dan regangan dua dimensi dan hubungan
antara tegangan/regangan untuk tegangan bidang dan regangan bidang perlu
diketahui pada penyusunan dan aplikasi dari matriks kekakuan untuk tegangan/
regangan bidang dengan elemen segitiga.
Pertama sekali dilustrasikan keadaan tegangan dua dimensi berdasarkan
gambar berikut :
Gambar 1.3 keadaan tegangan dua dimensi (Daryl L. Logan : 2007)
Elemen sangat kecil dengan sisi dx dan dy yang telah mengalami tegangan
normal �� dan �� masing-masing berperan pada arah sumbu x dan y ( disini pada
permukaan vertikal dan horizontal). Sedangkan gaya geser ���berperan pada tepi
sumbu y ( permukaan vertikal ) dalam arah y dan gaya geser ���berperan pada
tepi sumbu x( permukaan vertikal ) dalam arah y. Momen keseimbangan dari
elemen menghasilkan ��� yang sama besarnya dengan ���. Oleh karena itu tiga
{�} =�
��
��
���
�
Tegangan yang diberikan dari persamaan diatas akan dinyatakan dalam
derajat kebebasan perpindahan pada suatu titik. Oleh karena itu setelah
perpindahan nodal ditentukan maka tegangan- tegangan dapat langsung
dievaluasi.
Berdasarkan konsep tegangan, tegangan-tegangan utama dimana tegangan
minimum dan maksimum pada bidang dua dimensi dapat diperoleh dari
persamaan berikut :
�1 =
�� +��
2 +��
�� − ��
2 �
2
+���2 =�
���
�1 =
��+��
2 − ��
�� − ��
2 �
2
+���2 = �
���
Juga sudut utama �� yang mendefinisikan keadaan normal yang arahnya
tegak lurus terhadap bidang dimana tegangan maksimum atau minimum berperan
dapat dicari melalui persamaan :
���2�� = 2���
��− ��
Metode elemen hingga dapat dipandang sebagai perluasan metode
perpindahan ( yang dikenal pada konstruksi rangka ) ke masalah kontinum
berdimensi duadan tiga, seperti plat, stuktur selaput (shell) dan lain-lain.Dalam
metode ini, kontinum sebenarnya diganti dengan sebuah struktur ideal ekivalen
yang terdiri dari elemen – elemen diskrit.
Pada dasarnya struktur dengan system diskrit ini sama dengan system
generalized, yaitu bilajumlah elemen-elemen yang membangun struktur tersebut mendekati tak berhingga. Pemecahan sistem iniberupa persamaan aljabar yang
dinyatakan dalam bentuk matiks, sedangkan untuk sistem generalized pemecahan
Ada dua tipe elemen yang paling umum digunakan yaitu elemen berbentuk
segi empat dan berbentuk segitiga, Dalam tulisan ini akan dibahan mengenai
pemakaian elemen segitiga.
Gambar 1.4 model elemen segitiga
Masing – masing titik pada elemen mempunyai 2 derajat kebebasan (two
degree of freedom ) . maka untuk elemen segitiga total derajat kebebasannya
menjadi 6 ( u1, v1, u2, v2, u3, v3 ). Serta gaya- gaya yang sesuai adalah ( Fx2,
Fy1, Fx2, Fy2, Fx3, Fy3 )
Berdasarkan JR William Weaver dan Paul R Johnston. (1993), Matriks
Kekakuan elemen segitiga (Constant Strain Triangle) dapat dinyatakan sebagai :
[�] =�� [�]�[�][�]
Dimana :
[k] = matriks kekakuan struktur,
t = tebal elemen,
�= luasan elemen,
[B] = matriks gabungan,
Dalam tulisan ini yang akan dihitung adalah tegangan bidang dan
asusmsi yang digunakan adalah :
�� = ��� = ��� = 0
Hubungan antara tegangan dan regangan adalah :
�� = (1− �� 2)���+����
�� = (1− �� 2)��� +����
��� = 2(1− �� ) =��� =����
Dimana : E = merupakan modulus elastisitas bahan
v = angka poisson.
G = modulus geser
Matriks elastisitas [D] didapat dari kondisi tegangan dan regangan dua
dimensi, didapat matriks :
{�} = [�]{�}
[�] = �
1− �2�
1 � 0
� 1 0
0 0 1− �
2
�
Matriks gabungan [B] didapat dari hubungan antara regangan/
perpindahan dan tegangan / regangan. Regangan yang berhubungan dengan
{�} = 1
Kemudian matriks diatas disederhanakan menjadi :
{�} = [�]{�}
[�] =��������
Sehingga hubungan dari matriks kekakuan elemen segitiga dapat dijabarkan
menjadi :
Dimana: [k] = sebuah fungsi variasi dari koordinat titik x dan y, dan dapat
disimbolkan dengan � dan �.
E = merupakan modulus elastisitas bahan .
Setelah kita mendapatkan matriks kekakuan [k], maka nilai kekakuan setiap elemen dapat digabungkan kedalam matriks kekakuan global.
{�} = [�]{�}
Dimana: {�} = matriks gaya
{�} = matriks perpindahan
Dengan didapatkannya nilai perpidahan, maka kita bisa mencari nilai
tegangan, melalui persamaan matriks :
{�} = [�][�]{�}
Secara umum, penjabaran persamaan diatas menjadi
� ��
��
���
�= �
(1− �2)�
1 � 0
� 1 0
0 0 1− �
2
� � �21�� ��1
0 �3 0 �2 0
0 �1 0 �3 0 �2
�1 �1 �3 �3 �2 �2
�
⎩ ⎪ ⎪ ⎨ ⎪ ⎪ ⎧�1�
�1�
�3�
�3�
�2�
�2�⎭
1.2 Latar Belakang Masalah
Dalam menghitung tegangan pada balok tinggi dapat dikerjakan melalui
berbagai metode.Secara eksak nilai tegangan dapat dicari tetapi membutuhkan
waktu yang lama dan pendalaman pada rumus yang dipakai. Salah satu metode
lain yang bisa dipakai untuk mencari tegangan pada balok tinggi dapat
menggunakan metode elemen hingga ( finite element method ).
Untuk melakukan analisis ini dipergunakan elemen segitiga yaitu dengan
membuat garis fiktif yang sedemikian rupa sehingga membentuk elemen-elemen
segitiga dan masing-masing nodal diberi nomor-nomor yang berurutan. Tetapi
dalam perhitungannya akan mejadi lama jika dilakukan secara manual. Maka
diperlukan alat bantu yang dapat mempermudah pekerjaan dalam menyelesaikan
perhitungan tersebut, oleh karena itu penulis memakai program Microsoft Excel
yang nantinya nilai tegangan yang didapat akan dibandingkan dengan
menggunakan metode Heft 240.
Metode Heft 240 dipergunakan untuk mendapatkan tegangan dengan
prosedur dan tabel-tabel yang sudah ditetapkan untuk berbagai kondisi perletakan
dan pembebanan.
Dibawah ini adalah model balok tinggi yang akan dianalisis :
3000 mm
3000 mm
500 mm
400 kN
500 mm 500 mm 500 mm 500 mm 500 mm
500 mm
500 mm
500 mm
500 mm
500 mm
500 mm
500 mm
400 kN
Gambar 1.6 model balok tinggi
Kemudian struktur diatas akan dihitung dengan menggunakan elemen
3000 mm
Gambar 1.7 pembagian elemen segitiga
3000 mm
1.3 Aplikasi
1.3.1 Transfer girder
Balokgirderadalah balok diantara dua penyangga (pier atauabutment )
yang berfungsi untuk mendukung balok lainnya yang lebih kecil dalam suatu
konstruksi, umumnya merupakan balok I, tetapi juga bisa berbentuk box, ataupun
bentuk lainnya. Pada balok tinggi sebagai transfer girder adalah ketika balok
tinggi mengambil peranan balok girder ini dengan menyalurkan pembebanan
yang dipikul dari struktur diatasnya ke perletakan.
Contoh bangunannya adalah Brunswick Building, dimana setiap beban
pada kolom-kolom perimeter yang berjarak disalurkan melalui balok tinggi pada
sebuah kolom berasr berjarak pada lantai dasar.
Gambar 1.9Brunswick Building
1.3.2 Bangunan bentang lebar tanpa kolom
(c)
Gambar 1.10(a) Biological Station of Garducho(b) penulangan balok tinggi
memanjang (c) melintang
1.3.3 PemasanganDinding Precast Pada Bangunan Tanpa Kolom
Gambar 1.12 pemasangan struktur precast
1.4 Tujuan
Tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk membandingkan perhitungan
tegangan pada balok tinggi dengan metode elemen hingga (finite element method )
dengan hasil metode heft 240.
1.5 Batasan Masalah
Pada analisa ini, penulis membatasi permasalahan untuk penyederhanaan
sehingga tujuan dari penulisan tugas akhir ini dapat dicapai, yaitu :
1. Model struktur bangunan adalah balok tinggi ( h= L )dengan panjang 3 meter,
lebar3 meter dan tebal 0,5 meter.
2. Beban yang bekerja adalah beban vertikal statis ekivalen sebesar 400 kN yang
bekerja pada balok dengan perletakan sederhana ( sendi-rol).
3. Menganalisa tengangan yang terjadi akibat beban terpusat.
Analisa struktur yang dilakukan adalah dengan finite element method
untuk dua dimensi.
4. Sebagai perbandingan dari nilai tegangan yang diperoleh dengan metode
1.6 Metode Pembahasan
Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah analisa
dengan mengumpulkan data-data dan keterangan dari buku yang berhubungan
dengan pembahasan tugas akhir ini serta masukan – masukan dari dosen
pembimbing. Perhitungan dan pemasukan matriks – matriks finite element
method dilakukan dengan bantukan program Microsoft Excel 2010. Sedangkan sebagai perbandingan nilai tegangan yang didapatkan dengan menggunakan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Balok tinggi merupakan struktur yang mengalami beban seperti pada balok
biasa, tetapi mempunyai angka perbandingan tinggi/ lebar yang besar, dan angka
perbandingan bentang geser / tinggi efektif tidak melebihi 2 sampai 2,5 dimana
bentang geser adalah bentang bersih balok untuk beban terdistribusi merata.
Lantai beton yang mengalami beban horizontal , dinding yang mengalami beban
vertikal, balok berbentang pendek yang mengalami beban horizontal, dinding
yang mengalami beban vertikal balok berbentang pendek yang mengalami beban
yang sangat berat.
Karena geometri inilah maka balok tinggi ini lebih berprilaku dua dimensi,
bukan satu dimensi, dan mengalami tegangan dua dimensi. Sebagai akibatnya
bidang datar sebelum melentur tidak harus tetap datar setelah melentur. Distribusi
regangannya tidak lagi linier, dan deformasi geser yang diabaikan pada balok
biasa menjadi sesuatu yang cukup berarti dibandingkan dengan deformasi lentur
murni. Akibatnya, blok tegangan menjadi nonlinier meskipun masih pada taraf
elastis. Pada keadaan limit dengan beban batas, distribusi tegangan tekan pada
beton tidak akan lagi mengikuti bentuk parabola yang digunakan pada balok
biasa.
2.2 Pengenalan Balok Tinggi
Menurut ACI Committe 318, balok tinggi didefinisikan sebagai komponen
struktur dengan beban bekerja pada salah satu sisinya dan perletakan pada sisi
lainnya sehingga strut tekan dapat terbentuk diantara beban dan perletakan. Balok
tinggi juga didefinisikan sebagai balok dengan bentangan bersih Ln tidak lebih
dari empat kali tinggi balok ( h ) untuk pembebanan merata atau dua kali tinggi
efektif balok ( 2d ) dari permukaan perletakan untuk balok dengan pembebanan
terpusat. Balok tinggi yang berfungsi sebagai transfer girder banyak digunakan
2.2.1 Perbedaan Antara Balok Tinggi Dengan Balok Biasa
Perbedaan Antara balok tinggi dengan balok biasa secara umum berdasarkan
asumsi dalam mendesain, yaitu sebagai berikut :
- Perilaku dua dimensi, karena pada dimensi balok tinggi bertindak sebagai
perilaku dua dimensi ( two dimensional action ) lebih dari pada berprilaku
satu dimensi ( one dimensional action ).
- Potongan bidang tidak mewakili bidang, asumsi dari potongan bidang
mewakili bidang tidak dapat digunakan pada desain balok tinggi.
Distribusi regangannya tidak lagi linier.
- Deformasi geser tidak dapat diabaikan sama seperti balok biasa. Distribusi
tegangannya tidak lagi linier bahkan pada kondisi elastis. Pada batas kerja
ultimit, bentuk dari tegangan tekan beton tidak lagi berbentuk parabola.
Balok tinggi memegang peranan yang sangat bermakna dalam desain besar
dan sama halnya pada struktur yang kecil. Kadang untuk tujuan arsitektural,
bangunan didesain tanpa kolom pada bentang yang panjang. Seperti pada
beberapa kondisi, jika balok biasa digunakan, dapat menyebabkan kegagalan
seperti kegagalan lentur ( flexural failure ).
Untuk mencegah masalah dalam knstruksi dari beberapa koridor bentang
yang sangat panjang atau bangunan bentang panjang yang lain, konsep balok
(a) (b)
Gambar 2.1(a) Struktur balok tinggi pada bangunan (b) gambar sederhana balok tinggi
Terlihat pada gambar 2.1 beban-beban kolom Po dan P langsung dipikul
balok tinggi sehingga ruang dilantai dasar jauh lebih lapang tanpa banyak kolom
pendukung lantai dasar.
2.2.2Contoh Bangunan Memakai Balok Tinggi
Transfer Girder padaBrunswick Building (Chicago Illinois, tahun 1965,
dengan tinggi bangunan474ft )
Gambar 2.3detail gaya yang terjadipada transfer girder
Struktur dari Brunswick Building terdiri dari balok tinggi transfer didekat
lantai dasar.Gambar 2.2 menunjukkan bagaimana balok tinggi mengarahkan
beban gravitasi dari kolom berjarak diatasnya ke kolom lebar berjarak yang di
lantai dasar. Untuk mempelajari efek dari kedalaman balok tinggi, dibuat dua
analisis untuk untuk dua sistem anjungan yang ekivalen, pertamana menggunakan
dimensi actual balok tinggi, dan yang lain dengan kedalaman balok tinggi sebagai
sepersepuluh dari kedalaman actual balok tinggi. Sebagai representasi dari gaya
tekan melalui setiap bagian struktur ditunjukkan melalui gambar dibawah ini :
(a) (b)
Gambar 2.4gaya tekan pada setiap kolom perimeter dengan (a) balok tinggi
Ditunjukkan dalam gambar 2.3 (b) terjadi penurunan gaya aksial secara
bertahan hingga kolom dasar, sementara pada gambar 2.3 (a) beban hampir
terbagi sama rata diantara 13 kolom yang terpasang diatasnya karena semua gaya
tekan pada kolom mempunyai besar yang sama yang digambarkan pada diagram
dengan ketebalan garis yang serupa. Ini menunjukkan bahwa kedalaman balok
tinggi mempunyai efek yang besar pada cara yang mana gaya-gaya pada
kolom-kolom dengan jarak yang berdekatan diatas balok tinggi didistribusikan ke kolom-kolom
lebar di lantai dasar.
2.3 Konsep Tegangan Dua Dimensi
Tegangan normal dan geser pada balok dan batang dpat dihitung dengan
rumus dasar tegangan, sebagai contoh, rumus σ =My/I dan τ =VQ/Ib. Dalam
pembahasan tegangan bidang yang harus diingat adalah hanya ada satu keadaan
tegangan yang ada di satu titik di benda yang mengalami tegangan. Menurut
Thimosenko dan Gerer (1972), kondisi tegangan pada batang yang dianalisis
yang mengalami tarik, tekan, atau torsi serta di balok adalah contoh-contoh
keadaan tengangan yang disebut tegangan bidang. Teori elastisitas dapat menjadi
dasar konsep memahami masalah tegangan bidang. Seperti pada suatu pelat tipis
dibebani gaya dalam arah sejajar dengan bidang pelat, dimana tegangan dan
deformasi yang terjadi pada pelat tersebut merupakan tegangan bidang.
Persamaan dasar dari teori elastisitas untuk tegangan bidang menggunakan
persamaan diferensial kesetimbangan yang dirumuskan dalam tegangan yang
bekerja pada suatu titik dalam bidang yang dianlisis. Untuk mempermudah, pada
awal dipertimbangkan kesetimbangan elemen bidang menglami tegangan
normalσx dan σy , pada tegangan geser τxy ( dalam satuan gaya per satuan luas ),
dan gaya pada bidang Xb dan Yb ( dalam satuan gaya per satuan volume ). Dalam
gambar dibawah ditunjukkan bahwa tegangan diasumsikan konstan karena
bertindak dalam lebar setiap muka masing-masing.
Meskipun tegangan diasumsikan memiliki nilai yang bervariasi dari satu
muka ke muka sebaliknya, sebagai contoh untuk tegangan σx yang bekerja pada
sebelah kanan.Elemen ini diasumsikan memiliki ketebalan satuan. Penjumlahan
gaya pada arah x didapatkan :
∑ �� = 0 =���+������ ��(1)− ����(1) +������(1) +
���� +���� ��� ���� (1)− ������(1) = 0
Gambar 2.5elemen diferensial bidang yang mengacu pada tegangan (Daryl L. Logan :
2007)
2.3.1 Kesesuaian persamaan antara Regangan/perpindahan
Pertama sekali didapatkan hubungan regangan-perpindahan atau
diferensiasi kinematis untuk kasus dua dimensi. Elemen diferensial yang akan
ditunjukkan dalam gambar 2.3 dimana keadaan tidak terdeformasi diwakili oleh
garis putus-putus dan bentuk terdeformasi ( setelah peregangan mengambil
kedudukannya ) diwakili oleh garis nyata.
Gambar 2.6 elemen diferensial sebelum dan setelah deformasi (Daryl L. Logan : 2007)
Dengan mempertimbangkan elemen garis AB pada arah x, dapat dilihat
bahwa kedudukannya berubah menjadi A’B’ setelah terdeformasi, dimana u dan v
mewakili perpindahan pada arah x dan y. dengan defenisi rekayasa regangan
normal ( yaitu perubahan panjang dibagi panjang awal dari sebuah batang )
� =∆��
�� = �
′�′−��
��
Dimisalkan AB = dx
Dan (�′�′)2 = (��+��
����)2 + ( �� ����)2
Kemudian, dalam mengevaluasi nilai A’B’ menggunakan teorema
binomial dan mengabaikan persamaan dengan derajat yang lebih tinggi ���
���
2
dan
������2pendekatan yang konsisten dengan asumsi nilai regangan yang kecil ), maka
didapat :
(�′�′) = (��+��
�� ��)
Dengan menggunakan persamaan (2.2) dan persamaan (2.4) kedalam
persamaan (2.1), didapat :
�� =
(��+��
����)− ��
��
�� = ����
Dengan cara yang sama dengan menganggap elemen garis pada AD pada
arah y, didapat :
�� = ����
…… Pers. (2.1)
…… Pers. (2.2)
…… Pers. (2.3)
…… Pers. (2.4)
…… Pers. (2.5)
Regangan geser ϒxydidefenisikansebagai perubahan sudut diantara keuda
garis, dalam hal ini adalah garis AB dan AD yang semula membentuk sudut tegak
lurus. Oleh sebab itu dari gambar 2.3, dapat dilihat bahwa ϒxy adalah jumlah dua
sudut dan dinyatakan sebagai berikut :
ϒ�� = ��
��+ �� ��
Maka persamaan (2.5) – (2.7) mewakili hubungan regangan –perpindahan
untuk perilaku dalam bidang.
2.3.2 Hubungan antara tegangan dan regangan
Pembentukan persamaan hubungan antara tegangan dan regangan diambil
dari pengembangan pada sebuah bidang isotropis. Dianggap bidang tersebut
mengalami pembebanan tekan. Secara terkhusus kita dapat menamakan setiap
pembebanan yang terjadi kedalam 3 koefisien arah x.y. dan z yaitu, σx, σy , dan σz.
Diasumsikan dasar dari superposisi yang berperan; yaitu, mengasumsikan resultan
regangan pada sebuah sistem pada saat beberapa gaya pada jumlah aljabar dari
efek sendiri.
Berdasarkan gambar 2.4 (b), tegangan pada sumbu x menghasilkan
regangan positif :
�’� = ��
�
Dimana berdasarkan hukum Hooke, �= ��, digunakan dalam menuliskan
persamaan (2.7), dan E dinyatakan sebagai modulus elastisitas.
…… Pers. (2.6)
Gambar 2.7 Elemen yang mengalami tegangan normal yang bertindak dalam tiga arah
yang saling tegak lurus (Daryl L. Logan : 2007)
Dengan berdasaran pada gambar 2.4 (c), tegangan positif pada arah
ymenghaslkan regangan negative pada arah x, sebagai hasil dari efek Poisson
adalah :
�’′� = −���
�
Dimana v merupakan rasio Poisson. Dengan cara yang sama berdasarkan
gambar 2.4 (d), tegangan pada arah z mengahasilkan regangan negative pada arah
x melalui persamaan :
�’′′� = −���
�
Dengan menggunakan superposisi dari persamaan (2.6)-(2.8), didapatkan :
�� = �� − �� �� − �� ���
Regangan pada arah y dan z dapat ditentukan dengan metode yang sama
yang digunaan untuk mendapatkan persamaan (2.10 untuk arah x. Didapatkan :
…… Pers. (2.8)
…… Pers. (2.9)
�� = −����+��� − ����
�� = −���� − ���� +���
Dengan menggunakan persamaan (2.10)-(2.12) untuk tegangan-tegangan
normal, didapat :
�� =(1+�)(1�−2�)���(1− �) +��� +����
�� = (1 +�)(1� −2�)���� + (1− �)�� +����
�� = (1 +�)(1� −2�)���� +��� + (1− �)���
Hukum Hooke, �=�� , digunakan untuk tegangan normal tetapi juga
dapat diaplikasikan untuk tegangan dan regangan geser yaittu:
� =��
Dimana G adalah modulus geser, oleh karena itu, penjelasan untuk
penempatan tiga regangan geser yang berbeda penempatan adalah:
��� = ���� ��� =���� ��� = ����
Melalui persamaan diatas, maka didapat nilai tegangan geser:
��� =���� ��� = ���� ��� =����
Jika disusun kedalam bentuk matriks , maka persamaan (2.13) dan (2.16)
menjadi :
…… Pers. (2.11)
…… Pers. (2.12)
…… Pers. (2.13)
…… Pers. (2.14)
…… Pers. (2.15)
⎩
Dengan catatan nilai modulus geser adalah :
� = �
2(1 +�)
Ini digunakan dalam persamaan (2.17) , matriks persegi empat pada
sebelah kanan persamaan (2.17) dinamakan matriks tegangan/regangan atau
pembentuk dan dinotsikan sebagai D,
[�] = �
Maka untuk analisa tegangan dua dimensi, komponen tegangan normal
dan tegangan geser bekerja dalam dua arah saja, tidak pada sumbu z, sehingga :
�� = ��� = ��� = 0
Maka hubungan tegangan dan regangan menjadi :
�� = (1− �� 2)[�� +���]
…… Pers. (2.17)
…… Pers. (2.18
…… Pers. (2.19)
�� = (1− �� 2)��� +����
��� = 2(1�− �2)��� = ����
Dengan memisahkan �
(1−�2) dan persamaan diatas disusun dalam matriks,
sehingga :
2.4 Sejarah Metode Elemen Hingga
Perkembangan FEM diawali atas jerih payah Alexander Hrennikoff
(1941) dan RichardCourant (1942). Pendekatan yang dilakukan oleh para
pioneer ini benar-benar berbeda, namun mereka mempopulerkan satu nilai yang
esensial, yaitu: Diskretisasi Jaringan / Pembagian Jaringan pada sebuah bidang
pengaruh (domain) yang menerus menjadi kumpulan sub-domain yangberbeda.
Hrennikoff menbagi-bagi domain dengan menggunakan analogi kisi-kisi,
sedangkan pendekatan yang dilakukan Courant adalah mengubah domain menjadi
sub-region dengan bentuk segitigasegitiga terbatas (eng: finite triangular subregions) sebagai solusi untuk permasalahan lanjutan yaitu Persamaan
Differensial Parsial Elips (eng: Elliptic Partial Differential Equations / PDEs)
yang muncul pada permasalahan dibidang torsi pada sebuah silinder. Kontribusi
Courant berevolusi, penggambaran hasil awal PDEs dibuat oleh Rayleigh, Ritz
dan Galerkin.
Perkembangan FEM secara sungguh-sungguh diawali pada pertengahan
sampai dengan akhirdekade 1950an untuk bidang airframe dan analisa struktur …… Pers. (2.21)
…… Pers. (2.22)
dan meraih banyak energi tambahan untuk berkembang pada University of
California, Berkeley pada dekade 1960an dibidang teknik sipil. Di tahun 1973,
Strang dan Fix melalui tulisannya „An Analysis of The FiniteElement Methode“
mengatakan bahwa FEM menawarkan solusi matematis yang setepat-tepatnya.
Dan pada kelanjutannya FEM digunakan pula pada bidang aplikasi matematika
untuk bidang modeling numerik pada sistem fisik (physical system) untuk
berbagai bidang engineering, seperti pada elektro magnetik dan mekanika fluida.
Perkembangan FEM di mekanika struktur sering didasari pada prinsip
energi, seperti pada prinsip pekerjaan virtual (eng: virtual work principle) atau
prinsip energi potensial total minimum (minimum total potential energy), dimana
FEM menyediakan secara keseluruhan intuisi dan basis fisik yang dapat menjadi
bahan pertimbangan yang baik bagi para insinyur struktur.
2.5 Konsep Metode Elemen Hingga
Pada dasarnya, elemen hingga merupakan bagian-bagian kecil dari struktur
actual. Dan untuk memformulasikan suatu elemen, kita harus mencari gaya-gaya
titik simpul (nodal forces) yang menghasilkan berbagai ragam deformasi
elemen.(D Cook, Robert. 1990). Metode matiks merupakan alat yang perlu
digunakan dalam metode elemen hiingga dengan tujuan untuk mempermudah
formulasi dari persamaan- persamaan elemen kekakuan, untuk solusi yang
panjang dalam masalah yang bervariasi dan yang paling penting untuk
pemrograman. Oleh sebab itu notasi matriks merepresentasikan notasi yang
sederhana dan mudah untuk digunakan dalam penulisan dan menyelesaikan
sebuah persamaan aljabar simultan.
Menurut Daryl L. Logan (2007), matriks merupakan deretan persegi dari
nilai yang disususun dalam baris dan kolom yang sering digunakan utnuk
membantu dalam merumuskan dan menyelesaikan sistem persamaan aljabar.
Sebagai contoh, matriks yang dideskripsikan dalam komponen gaya ( F1x,
F1y,F1z, F2x,F2y,F2y,….,Fnx,Fny,Fnz) yang bekerja pada titik-titik yang bervariasi (1,2,…..n) dalam sebuah struktur dan deretan perpindahan titik
{�} =� =
Tulisan pada bagian sebelah kanan dari F dan d masing-masing
mengidentifikasikan titik dan arahh dari gaya atau penurunan. Misalnya, F1x
menunjukkan gaya pada titik 1 direrapkan dalam arah x.matriks pada persamaan
2… dikatakan matriks kolom dan memiliki ukuran n x 1. Notasi penjepit akan
digunakan untuk seluruh koefisien untuk menujukkan kolom matriks. Seluruh
rangkaian gaya atau penurunan dalam kolom matriks dengan mudah dapat
direpresentasikan dengan {F} atau {d}. Sebuah notasi yang lebih padat ini
digunakan pada seluruh koefisien untuk mewakili deretan persegi adalah variable
yang digarisbawahi, yaitu F dan d menunjukkan matriks umum ( dapat berupa
matriks kolom atau matriks persegi ).
Kasus yang lebih umum dari matriks persegi akan diindikasikan dengan
penggunaan notasi dlam kurung [ ]. Misalnya matriks elemen dan struktur
kekakuan global [k] dan [K] , matriks ini masing-masing dikembangkan melalui
penulisan untuk tipe elemen yang bervariasi seperti dalam persamaan dibawah ini
BAB III
METODE ANALISA DAN APLIKASI
3.1. Metode Perhitungan Tegangan dengan Matriks CST ( Constant Strain
Triangular Element)
Dalam mengilustrasikan tahapan dan perkenalan dari persamaan dasar
yang sering digunakan pada elemen pelat segitiga (plane triangular element ).
Gambar 3.1 (a) Pelat yang mengalami tegangan 3.1 (b) Diskretisasi pelat menggunakan
elemen segitiga (Daryl L. Logan : 2007)
3.1.1 Memilih Tipe Elemen
Untuk menganalisa pelat yang diilustrasikan dalam gambar diatas,
dimisalkan elemen dasar segitiga dengan setiap titik dinamakan titik i,j dan m.
dengan menggunakan elemen segitika, setiap batas-batas dalam bidang dengan
bentuk tidak teratur dapat diperkirakan dengan teliti, dan persamaan yang
berkaitan dengan elemen segitiga lebih mudah jika dibandingkan dengan metode
lain.
Selanjutnya akan dibahas rumusan yang berdasarkan titik-titik yang
ditentukan dengan penomoran diikuti dengan sistem berlawanan arah, walaupun
perumusan yang berdasarkan penomoran yang mengikuti sistem searah jarum jam
juga dapat digunakan. Prosedur penomoran yang konsisten untuk semua bidang
yang dianalisa sangat penting untuk mencegah masalah dalam perhitungan seperti
Gambar 3.2 elemen dasar segitiga yang memperlihatkan derajat kebebasan
Dari gambar kita dapatkan koordinat nodal dari titik i,j dan m, yaitu (xi, yi),
(xj, yj),dan, (xm, ym). Perpindahan nodal dapat dirumuskan sebagai berikut:
{�} =�
��
��
��
�=
⎩ ⎪ ⎨ ⎪ ⎧����
��
��
��
��⎭
⎪ ⎬ ⎪ ⎫
3.1.2 Memilih Fungsi Perpindahan
Fungsi perpindahan linear untuk setiap elemen dapat dituliskan :
�(�,�) =�1+�2�+�3�
�(�,�) =�4+�5�+�6�
Dimana u(x,y) dan v(x,y) menggambarkan perpindahan yang terjadi dalam
suatu titik dalam (xi, yi) dari elemen. Fungsi linear memastikan bahwa keserasian
hasilnya dapat terpenuhi. Fungsi linear dengan titik akhir yang spesifik hanya
mempunyai satu garis yang akan dilalui, yaitu melalui 2 titik. Oleh karena itu,
fungsi linear memastikan bahwa perpindahan sepanjang sisi dan pada titik yang
dibagi dengan elemen-elemen yang berdekatan seperti sisi i dan j dari dua elemen
yang ditunjukkan dalam gambar 3.2 (b) adalah sama. Dengan menggunakan
persamaan sebelumnya, fungsi perpindahan keseluruhan yang meliputi fungsi u
dan v, dapat dituliskan sebagai berikut :
…… Pers. (3.1)
{�} =���1 + �2� + �3�
Untuk mendapatkan nilai-nilai koefisien a dalam persamaan 3.2 dengan
mensubtitusikan titik koordinat nodal kedalam persamaan perpindahan :
�� = �(��,��) =�1 +�2��+�3��
Kemudian persamaan diatas kita susun dalam bentuk matriks:
�����
Maka penyelesaian nilai a dengan aturan matriks adalah :
{�} = [�]−1{�}
Dimana x merupakan matriks 3 x 3, dan untuk mencari invers dari matiks
x diselesaikan dengan metode kofaktor :
matriks diatas merupakan determinan dari [x] dimana dari hasil perkalian kofaktor :
2�=��(��− ��) +��(�� − ��) +����� − ���
Disini, nilai A adalah luas dari segitiga dan koefisien pada persamaan 3.7
adalah :
�� = ���� − ������ =���� − ������ = ���� − ����
�� = ��−���� =�� − ���� =��− ��
�� =�� − ���� =�� − ���� =�� − ��
Maka penyelesaian matiks a dapat dituliskan kembali :
���12
Untuk 3 koordinat selanjutnya, dengan cara yang sama dalam persamaan (3.4)
didapat :
Selanjutnya akan diturunkan fungsi perpindahan keseluruhan di x yaitu
u(x,y) dengan syarat variable pada koordinat x dan y, diketahui adalah αi, αj,….
Ƴm dan perpindahan titikui,uj, dan um . Dimulai dengan persamaan (3.5) , titik
tersebut dibuat kedalam matriks :
{�} = [1 � �]�
�1
�2
�3
�
Subtitusi pers. (3.11) kedalam (3.13), kita mendapat :
…… Pers.( 3.9)
…… Pers. (3.10)
…… Pers. (3.11)
…… Pers. (3.12)
{�} = 1
2�[1 � �]�
�� �� ��
�� �� ��
�� �� ��
� �����
��
�
Persamaan (3.14) dapat diperluas menjadi :
{�} = 1
2�[1 � �]�
���� + ���� + ����
���� + ���� + ����
���� + ���� + ����
�
Jika kedua matriks dalam pers. (3.15) dikalikan dan disusun sedemikian,
akan didapat bentuk berikut:
�(�,�) = 1
2��(��+���+���)�� + (�� +���+���)�� + (�� +���+
���)��}
Dengan cara yang sama kita mengganti nilai ui menjadi vi, uj menjadi vj, um
menjadi vm kedalam persamaan (3.16), didapat perpindahan pada arah y :
�(�,�) = 1
2��(�� +���+���)�� + (�� +���+���)�� + (�� +���+
���)��}
Dalam bentuk yang lebih sederhana dari persamaan (3.16) dan (3.17)
untuk nilai u dan v dapat dirumuskan :
�� = 21�(�� +���+���)
�� =
1
2�(�� +���+���)
�� =
1
2�(�� +���+���)
…… Pers. (3.14)
…… Pers. (3.15)
…… Pers. (3.16)
…… Pers. (3.17)
Kemudian, dengan menggunakan rumus (3.18), dapat dituliskan kembali persamaan (3.16) dan (3.17) menjadi :
�(�,�) =����� +���� +�����
�(�,�) =�����+���� +�����
Jika persamaan diatas diubah dalam bentuk matriks, didapat :
{�} =��(�,�)
�(�,�)�=�
���� +���� +����
���� +���� +�����
Dengan memisahkan perkalian kedalam 5 susunan matriks antara N
dengan perpindahan (u,v):
{�} =��� 0 �� 0 �� 0
Secara ringkas maka bentuk diatas menjadi :
{�} = [�]{�}
Dimana [N] merupakan fungsi bentuk yaitu Ni,Nj, Nmyang mewakili
bentuk dari fungsi digambarkan di seluruh permukaan daru sebuah elemen.
3.1.3 PenjabaranHubungan antara Regangan-Perpindahan dan Tengangan-Regangan
3.1.3.1 Hubungan Regangan-Perpindahan
Regangan yang berhubungan dengan elemen dua dimensi dapat dirumuskan menjadi :
Dengan menggunakan persamaan (3.19), untuk perpindahan, maka dapat dirumuskan:
��
�� = �,� = ��� (����+���� +����)
Dengan mengintegralkan fungsi u didapat :
�,� = ��,��� +��,��� +��,���
Dimana tanda koma diikuti oleh sebuah variabel yang menunjukkan
penurunan dengan berdasarkan pada variabel tersebut. Digunakan ui,x = 0 karena
ui = u(xi,yi) adalah nilai konstan yang bersamaan dengan nilai uj,x = 0 dan um,x = 0. Dengan menggunakan persamaan (3.18), dapat dievaluasi penjabaran dari
turunan fungsi bentuk (shape function )dalam persamaan (3.55) sebaagai berikut:
��,� =
Kemudian dengan menggunakan persamaan (3.56) dan (3.57) dalam persamaan (3.55), didapat :
��
Persamaan (3.58) dan (3.59) digunakan kedalam persamaan (3.53) didapat :
Atau dapat disederhanankan menjadi :
{�} =��� �� ��� �
Maka dalam bentuk matriks yang lebih sederhanan, persamaan (3.51) dapat dituliskan menjadi :
{�} = [�]{�}
Dimana : �= [�� �� ��]
Matriks Badalah koordinat bebas dari x dan y, serta hanya bergantung pada
koordinat titik elemen seperti yang terlihat dalam persamaan (3.35) dan (3.10) . Regangan seperti dalam persamaan (3.33) akan konstan; oleh sebab itu, elemen ini
disebut constant-strain triangle (CST).
3.1.3.2 Hubungan Tegangan – Regangan
Pada umumnya, dalam hubungan tegangan/regangan dinyatakan sebagai berikut :
Dimana [D] berasal dari analisis tiga dimensi untuk hubungan
tegangan-regangan yang dapat disederhanakan pada kondisi tegangan-regangan geser ϒxz = ϒyz = 0,
tetapi nilai regangan pada arah sumbu z, εz≠ 0. Maka didapat matriks elastisitas
untuk kondisi bidang yang mengalami tegangan. Dengan memasukkan nilai persamaan (3.33) kedalam persamaan (3.35), didapat tegangan bidang dengan titik derajat kebebasan yang belum diketahui :
{�} = [�][�]{�}
Dimana tegangan {�}juga bernilai konstan pada setiap elemen.
3.1.4 Menurunkan Matriks Kekakuan Elemen dan Persamaannya
Dengan menggunakan prinsip minimal energi potensial, dapat dihasilkan persamaan untuk elemen segitiga rengangan konstan biasa. Dengan mengingat bahwa untuk tegangan bidang dasar, total energi potensial adalah sebuah fungsi
dari perpindahan tiik ui,vi,uj, …., vm , (fungsi perpindahan, {d}), dengan demikian
diambil hubungan :
πp= πp ( ui, vi, uj, ……, vm ) Disini, total energi potensial dapat diberikan menjadi :
πp =U + Ωb+ Ωs Dimana energi regangan didapat dari persamaan
�= 1
5� � �{�}
� �
{�}��
Dari persamaan (3.35) , {�} = [�]{�}
� =1
5∫ ∫ ∫{�}
�
� [�]{�} ��
Karena bentuk dalam matriks [�]adalah simetris maka jika ditranspos
[�]�nilainya sama, maka energi potensial dari gaya bidang itu sendiri dinyatakan
sebagai :
�� =− � � �{�}� �
{�} ��
Dimana {�}adalah fungsi perpindahan keseluruhan, dan {�}adalah matriks
berat bidang/atau satuan volume atau kerapatan massa ( biasanya dalam satuan
pound/ inch5 atau kN/m5 ).
Energi potensial dari beban merata ( atau daya tarik permukaan ) bergerak melalui perpindahan masing-masing permukaan, didefenisikan menjadi :
�� = −{�}�{�}
Dimana matriks {�} mewakili perpindahan titik pada biassanya, dan {�}
mewakili beban luar tepusat.
Energi potensial dari beban terbagi rata yang bergerak melalui perpindahan permukaan masing-masing dinyatakan dalam :
…… Pers. (3.37)
…… Pers. (3.38)
…… Pers. (3.39)
…… Pers. (3.40)
…… Pers. (3.41)
�� = − ∫ ∫� {��}�{��} ��
Dimana {��} adalah daya tarik permukaan ( biasanya dalam satuan pound/
inch5 atau kN/m5 ).{��}adalah medan dari perpindahan permukaan pada saat
dimana daya tarik permukaan bekerja, dan S adalah permukaan disepanjang mana
daya tarik {��}bekerja.
Perpindahan titik {d} secara bebas dapat terjadi dari titik koordinat x-y
secara keseluruhan, jadi {d} dapat dikeluarkan dari integral dalam persamaan
(3.44), maka:
Dari persamaan (3.41) – (3.43) dapat dilihat bahwa dari tiga kondisi di persamaan (3.45) mewakili total gaya yang bekerja pada sistem dalam sebuah elemen {f} :
Dimana pada kondisi pertama, kedua, dan ketiga di sebelah kanan persamaan (3.46) masing-masing mewakili gaya bidang, gaya titi terpusat, dan daya tarik
permukaan. Dengan menggunakan persamaan (3.46) kedalam persamaan (3.45), didapat :
Dengan mengambil variasi pertama, atau dengan penyetaraan, digunakan
Dimana turunan parsial berkaitan dengan matriks {d} yang sebelumnya
untuk memperkecil πp, diambil variasi dari πpyang pada fungsi perpindahan titik di
secara umum dapat dinyatakan :
��� =�����
Untuk nilai-nilai dalam persamaan ���
�{�}tidak akan nol. Oleh karena itu untuk
dapat menyamakan nilai ���= 0, setiap koefisien yang berkaitan dengan ���harus
bernilai nol.Maka :
���
��� = 0 (� = 1,2,3, … ,�) ����
���
�{�}= 0
Berdasarkan kondisi kesetimbangan statis dari struktur maka persaman (3.49 ) dpat disamakan kedalam kekakuan suatu struktur :
[�] =∫ ∫ ∫� [�]�[�][�]��
Untuk elemen dengan ketebalan kostan, t, persamaan (3.53) menjadi :
[�] =∫ ∫ ∫� [�]�[�][�]����
Dimana integral bukan merupakan fungsi dari x atau y untuk elemen
regangan segitiga konstan dan kemudian dapat dikeluarkan dari integral dan menghasilkan :
[�] =��[�]�[�][�]
Dimana A berdasarkan persamaan (3.9) merupakan luasan segitiga,
[B] berdasarkan persamaan (3.34), dan [D]dari persamaan (5.55). Diasumsikan elemen dari ketebalan konstan ( asusmsi ini konvergen dengan situasi aktual bersamaan dengan menurunnya ukuran elemen ).
Dari persamaan (3.55) dapat dilihat bahwa [k] adalah fungsi dari korrdinat
titik dan dari keterangan mekanis E dan v ( yang mana [D] adalah sebuah fungsi
). Bentuk perluasan dari persamaan (3.55) dapat ditulis :
[�] =�
��� ��� ���
��� ��� ���
��� ��� ���
�
Dimana submatriks 5x5 adalah :
[���] = [��]�[�][��]��
�����= [��]�[�]������
[���] = [��]�[�][��]��
Dan juga muncul dalam persamaan (3.57) [Bi],[ Bj], dan [Bm] dijabarkan
dalam persamaan (3.35). matriks [k] akan menjadi matriks 6x6 ( sama dengan
jumlah derajat kebebasan per titik, dua, dikali jumlah total titik per elemen, tiga).
3.1.5 Mengumpulkan Persamaan Elemen Untuk Mendapat Persamaan Global danMembuat Kondisi Batas
Untuk mendapatkan matriks global dari sbuah struktur, persamaannya dapat menggunakan rumus metode kekakuan langsung seperti :
[�] =���(�)�
�
�=1
Dan,
{�} = [�]{�}
Syarat batas yang digunakan dilihat pada kondisi perletakan pada struktur yang mana akan dianggap bernilai nol karena diasumsikan tidak terdeformasi.
3.1.6 Mencari Perpindahan Tiap-Tiap Titik
…… Pers. (3.56)
…… Pers. (3.57)
…… Pers. (3.58)
Perpindahan titik dapat ditentukan dengan persamaan (3.59) dengan
mencari perkalian dari invers matriks [K] dengan matriks {F} .
{�} = [�]−1{�}
3.1.7 Mencari Tegangan Yang Terjadi Pada Elemen Struktur
Setelah mencari nilai perpindahan, dapat dicari nilai tegangan pada arah x
dan y pada elemen dengan menggunakan persamaan :
{�} = [�][�]{�}
Kemudian nilai tegangan maksimum dan minimumnya bida didapatkan melalui persamaan :
{�1} =��+��
2 +��
��−��
2 �
2
+���2 =�
���
{�2} = ��+��
2 − ��
��−��
2 �
2
+���2 = �
���
…… Pers. (3.60)
…… Pers. (3.61)
3.2 Metode Analisa dengan Cara Heft 540
Gambar 3.3 Keadaan tegangan antara balok biasa dengan balok tinggi (M.
Rὄsler, 5005)
Penggambaran dinding seperti tali disepanjang mistar adalah rasio ketinggian
bentang dan sistem statis tergantung.
• Sistem rentang tunggalℎ
� ≥ 0,5
• Dua sistem lapangan, panel akhirℎ
� ≥0,4
• Melalui sistem bidang internalℎ
� ≥0,3
• Kragsystemℎ
� ≥ 1,0
Penentuan memotong kekuatan dan ketegangan , setelah berbagaiMetode ini dapat
dilakukan:
• pendekatan teori piringan dengan menggunakan FEM dengan elemen pelat.
• menentukan kekuatan tarik memanjang atas dasar teori piringan. Nilai tabel
dalam Buku 540 DafStb.
• Penentuan kekuatan tarik longitudinal dengan metode pendekatan untuk
persoalan 540 DafStb.
Dengan semua prosedur yang dihasilkan gaya kompresi dan dapat
dihitung, kemudian mengarah pada penilaian struktur.Tegangan yang dihasilkan
cukup untuk perkuatan penampang yang ditambahkan. Hasil yang didapatkan dari
gaya tekan tersebut adalah tegangan tekan yang dapat dicatat buktinya didalam
struktur beton. Pencatatan maksimum pada tegangan tekan beton σRd mak berbeda
tergantung dari kondisi batas yang dditetapkan.
�� =��.���
�� =��.���.���
���.��� = 1,0.�1���untuk zona kompresi beton uncracked
���.��� = 0,75.�1���untuk retak sejajar dengan topangan
���.��� = 0,6.�1���untuk retak cenderung strut
���.��� = 1,1.�1���beton di bawah tekanan multiaksial
Beban dengan model seperti dinding terbagi rata harus ditentukan sebagai
penyimpan statis tak tentu berdasarkan teori piringan. Yaitu dengan
memperhitungkan kekakuan dari komponen beban penahan. Jika tidak , gaya-gaya
reaksi pada akhirnya mendukung sistem yang kontinu meningkat. Dalam aturan
desain,
• perkuatan minimum adalah per sisi dan arah dari tulangan penampang sebesar
0,075 % dari potongan beton dan dan 1,5 cm ² / m sisipan.
• Spasi maksimum dari suatu batang adalah 30 cm atau dua kali ketebalan
dindingmasing-masing.
• Bidang penguatan adalah untuk melanjutkan dukungan dan sengkang 80 %
dari kekuatan tarik . Ini adalah puncak dari penyebaran . Sebagai sengkang
badantanpa penggunaan kait.
• Dukungan perkuatan harus dijalankan sampai 50%; secara mengejutkan ,
dalam pertiga dari rentang terjadi.
• Menyediakan penguatan keliling pada bagian tepi dengan sanggurdi.
Tabel-tabel yang akan dipergunakan dalam metode Heft 540 adalah sebagai
berikut :
`
Tabel 3.1 ringkasan nama dan sistem perletakan berserta gambarnya(M. Rὄsler, 5005)
Tabel 3.2 hasil kekuatan tarik pada suatu balok tinggi dengan dua tumpuan (M. Rὄsler,
5005)