• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR FAKTOR YANG MEMENGARUHI JAM KERJA TENAGA KERJA WANITA BERSTATUS KAWIN DALAM SEMINGGU DI INDONESIA (ANALISIS DATA SAKERNAS 2014)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR FAKTOR YANG MEMENGARUHI JAM KERJA TENAGA KERJA WANITA BERSTATUS KAWIN DALAM SEMINGGU DI INDONESIA (ANALISIS DATA SAKERNAS 2014)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 3 Nomor 4 Agustus­Desember 2016 1

FAKTOR­FAKTOR YANG MEMENGARUHI JAM KERJA TENAGA

KERJA WANITA BERSTATUS KAWIN DALAM SEMINGGU DI

INDONESIA (ANALISIS DATA SAKERNAS 2014)

Sarni Maniar Berliana dan Lukmi Ana Purbasari

Sekolah Tinggi Ilmu Statistik

Email: sarni@stis.ac.id, lukmianapurbasari@gmail.com

Abstrak: Wanita menikah memiliki peran ganda, yaitu sebagai pencari nafkah dan pengelola rumah tangga. Peran ganda wanita sebagai

pencari nafkah dan pengelola rumah tangga tersebut menuntut wanita untuk dapat mengalokasikan waktu secara proporsional pada kedua peran tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kecenderungan tenaga kerja wanita berstatus kawin di Indonesia untuk bekerja lebih dari 40 jam dalam seminggu menggunakan data Survei Ketenagakerjaan Nasional (Sakernas) tahun 2014. Pada penelitian ini terdapat 66.702 wanita berstatus kawin yang bekerja pada saat pencacahan, di mana 35% di antaranya bekerja lebih dari 40 jam dalam seminggu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis regresi logistik biner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecenderungan wanita kawin untuk bekerja lebih dari 40 jam dalam seminggu lebih tinggi pada (1) wanita yang berusia lebih muda, (2) memiliki tingkat pendidikan lebih rendah, (3) tinggal di daerah perkotaan, (4) memiliki ukuran rumah tangga lebih kecil, (5) tidak memiliki anak usia prasekolah, (6) tidak memiliki anak usia sekolah, (7) memiliki anggota rumah tangga dewasa, (8) bekerja dengan status sebagai karyawan atau wirausaha, dan (9) memiliki pasangan yang bekerja. Berdasarkan hasil ini, kami menyarankan bahwa (1) pemberdayaan perempuan melalui peningkatan pendidikan harus lebih dimajukan lagi dan (2) pencapaian program keluarga berencana, yaitu mewujudkan norma keluarga kecil merupakan faktor penting untuk memaksimalkan partisipasi wanita kawin dalam pasar kerja.

Kata kunci: jam kerja, regresi logistik, sakernas

Abstract: Married­women have a dual role as a breadwinner and a household manager. The dual roles ……..The objective of the study

is to examine the likelihood of married­women in Indonesia to work more than 40 hours a week using the 2014 Labor Force Survey (LFS) data. Among 66,702 married­women who worked within one week prior to enumeration, 35% worked more than 40 hours a week. The result showed that the likelihood of married­women to work more than 40 hours a week is higher among women who are (1) at younger age, (2) have lower educational level, (3) live in urban areas, (4) have smaller household size, (5) have no preschool­age children, (6) have no school­age children, (7) have adult household members, (8) work as employee or self­employment, and (9) have working spouse. Based on these results, we suggest that (1) women's empowerment through increasing educational level should be more advanced further and (2) the achievement of family planning programs, which realize small family size norm is an important factor to maximize married­women participation in labor market.

Keywords: working hours, logistic regression, labor force survey (Sakernas)

PENDAHULUAN

Latar belakang penelitian ini adalah bahwa peran wanita saat ini terus mengalami perkembangan, tidak hanya dalam ruang lingkup keluarga tetapi juga di bidang sosial, politik dan juga di bidang ketenagakerjaan. Peranan wanita dalam pasar kerja dicatat mengalami kemajuan yang terus meningkat. Hal ini ditunjukkan dari peningkatan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) wanita di Indonesia, yaitu 29,4% pada tahun 2000 menjadi 50,22%pada tahun 2014 (BPS,2014a).

Tingkat kemiskinan dan pengangguran yang tinggi mengharuskan seorang ibu bekerja demi menambah pendapatan keluarga (Tjaja,2000:4). Pada kenyataannya, partisipasi wanita dalam bidang ketenagakerjaan banyak menemui kendala, baik secara kultural maupun struktural (Abdullah, 2001:145­146). Data menunjukkan bahwa jabatan pekerjaan wanita relatif kurang strategis di­ bandingkan pria dimana dari 100 penduduk yang

bekerja sebagai tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan, 19 orang adalah wanita dan 81 laki­ laki. Sementara itu, tingkat upah wanita relatif lebih rendah dibandingkan tingkat upah pria dengan rasio upah pekerja wanita terhadap laki­laki secara keseluruhan adalah 79,77% serta rasio upah menurut sektor pertanian dan non­pertanian, masing­masing adalah 66,01% dan 88,89% (BPS, 2014b).

Peran ganda wanita sebagai pencari nafkah dan pengelola rumah tangga menuntut wanita untuk dapat mengalokasikan waktu secara proporsional pada kedua peran tersebut (Sihite, 1995 dan Sadli 1988). Alokasi waktu untuk bekerja menyebabkan ber­ kurangnya waktu kebersamaan antara ibu dan anak dan ibu tidak dapat mengawasi anaknya secara maksimal, misalnya dalam hal pola makan yang sehat (Glick, 2002 dan Fertig dkk., 2009). Alokasi waktu untuk pekerjaan rumah tangga, pekerjaan yang dibayar atau bersantai mempertimbangkan produktivitas relatif dari masing­masing anggota

(2)

Volume 3 Nomor 4 Agustus­Desember 2016 2

rumah tangga (Becker, 1965).Faktor­faktor yang memengaruhi alokasi waktu untuk pekerjaan rumah tangga di antaranya adalah ukuran keluarga dan keberadaan anak, tingkat pendapatan dan kesehatan, serta keberadaan fasilitas untuk efisiensi pekerjaan rumah tangga, seperti adanya pembantu rumah tangga (Nichols dan Metzen,1978; Lauk dan Meyer, 2005).Keputusan untuk bekerja dan berapa lama dalam seminggu untuk bekerja bukanlah semata­mata mempertimbangkan kepentingan pribadi tetapi juga kepentingan anggota keluarga yang lain (Simanjuntak, 1985).

Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh gambaran umum keadaan tenaga kerja wanita ber­ status kawin dan menganalisis variabel­variabel yang memengaruhi jam kerja wanita dalam seminggu. Penelitian ini menggunakan data Survei Ketenagakerjaan Nasional (Sakernas) Agustus 2014 yang dihasilkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Unit analisis penelitian adalah wanita berstatus kawin umur 15 tahun ke atas yang bekerja. Total wanita kawin yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah 66.702 orang di mana 35% di antaranya bekerja di atas jam kerja normal. Metode analisis yang di­ gunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisisregresi logistik biner. Regresi logistik diaplikasikan karena variabel terikat dalam penelitian ini berupa data kategorik (Hosmer dan Lemeshow,2000).

PEMBAHASAN

Gambaran Umum Tenaga Kerja Wanita Berstatus Kawin

Persentase wanita kawin yang bekerja menurut jam kerja dalam seminggu dan beberapa karakteristik latar belakang seperti yang terlihat pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Persentase Wanita Kawin yang Bekerja Menurut Jam Kerja Dalam Seminggu dan Karakteristik Latar Belakang, Indonesia, 2014

Jam kerja wanita dalam seminggu dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kurang atau sama dengan 40 jam dan lebih dari 40 jam dalam seminggu. Konvensi ILO pertama pada tahun 1919 menetapkan bahwa standar legal jam kerja maksimal dalam seminggu dengan satu hari libur adalah 48 jam seminggu atau 8 jam sehari. Pada tahun 1935, ILO menetapkan standar legal jam kerja baru, yaitu 40 jam dalam seminggu. Perubahan ini untuk memajukan keseimbangan hidup dan kerja (Lee dkk.,2007:1).

Persentase wanita kawin yang bekerja di atas jam kerja normal lebih besar pada wanita kawin berusia 30­44 tahun, berpendidikan SMA, memiliki pasangan berpendidikan SMA, tinggal di perkotaan, memiliki jumlah anggota rumah tangga kurang atau sama dengan 4 orang, tidak memiliki anak usia 0­4 tahun (balita), memiliki anak usia 5­14 tahun, memiliki orang dewasa usia 18 tahun ke atas dalam rumah tangganya, status pekerjaan berusaha, dan memiliki pasangan yang tidak bekerja.

Determinan Jam Kerja Wanita Berstatus Kawin Selama Seminggu

Kategori dalam variabel terikat pada penelitian ini adalah bekerja sesuai jam kerja normal (kurang atau sama dengan 40 jam dalam seminggu) atau bekerja di atas jam kerja normal (lebih dari 40 jam dalam seminggu). Model regresi logistik di­ aplikasikan untuk mengetahui pengaruh setiap Usia wanita 15­29 30­44 45+ Pendidikan Wanita SMP ke bawah SMA Pendidikan tinggi 66,4 62,0 67,4 67,3 52,7 65,5

Variabel Bebas Alokasi Waktu Kerja

33,6 38,0 32,6 32,7 47,3 34,5 < 40 jam > 40 jam (1) (2) (3) Pendidikan pasangan SMP ke bawah SMA Pendidikan tinggi Daerah tempat tinggal

Perkotaan Pedesaan

Ukuran rumah tangga < 4

> 4

Keberadaan anak usia 0­4 tahun Tidak ada

Ada

Keberadaan anak usia 5­14 tahun Tidak ada

Ada

Keberadaan orang dewasa 18 tahun ke atas Tidak ada

Ada

Status pekerjaan wanita Pegawai/karyawan Berusaha

Pekerja bebas/tak dibayar Partisipasi kerja pasangan

Tidak bekerja Bekerja Jumlah 68,2 55,3 61,5 52,8 72,8 64,4 65,4 64,7 64,9 65,9 63,8 65,2 64,1 50,0 58,1 77,5 61,2 64,9 64,7

Variabel Bebas Alokasi Waktu Kerja

31,8 44,7 38,5 47,2 27,2 35,6 34,6 35,3 35,1 34,1 36,2 34,8 35,9 50,0 41,9 22,5 38,8 35,1 35,3 < 40 jam > 40 jam (1) (2) (3)

(3)

Volume 3 Nomor 4 Agustus­Desember 2016 3

variabel bebas terhadap variabel terikat beserta kecenderungannya melalui nilai rasio kecenderungan (odds ratio). Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model penuh (full model) dengan tingkat signifikansi 5%. Model regresi logistik yang diperoleh dalam penelitian ini menghasilkan nilai G sebesar 6712,164 dengan p­value = 0,000. Hal ini berarti minimal terdapat satu variabel bebas yang memiliki pengaruh signifikan terhadap ke­ cenderungan wanita kawin untuk bekerja lebih dari 40 jam dalam seminggu.

Estimasi parameter dan rasio kecenderungan wanita berstatus kawin untuk bekerja lebih dari 40 jam dalam seminggu seperti terlihat pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Estimasi Parameter Dan Rasio Ke­

cenderungan (Odds Ratio) Wanita Kawin Untuk Bekerja Lebih Dari 40 Jam Dalam Seminggu, Indonesia, 2014

Berdasarkan Tabel 2 tersebut, dapat diketahui bahwa variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap jam kerja wanita kawin dalam seminggu adalah usia wanita, pendidikan wanita, pendidikan

pasangan, daerah tempat tinggal, jumlah anggota rumah tangga, keberadaan anak usia 0­4 tahun (anak balita), keberadaan anak usia 5­14 tahun(anak berusia pendidikan dasar), keberadaan orang dewasa usia 18 tahun ke atas, status pekerjaan wanita, dan partisipasi kerja pasangan. Kesepuluh variabel bebas tersebut signifikan pada tingkat signifikansi 0,05.

Persamaan peluang regresi logistik yang terbentuk berdasarkan nilai koefisien β ̂ pada Tabel 2 adalah sebagai berikut:

Keterangan : * signifikan pada taraf 5%

Model regresi dalam penelitian ini memperoleh uji Hosmer and Lemeshow dengan p­value sebesar 0,092. Dengan demikian hipotesis nol diterima, yang berarti bahwa model estimasi yang dihasilkan adalah baik (fit).

Usia Wanita

Dalam penelitian ini, data variabel usia berbentuk numerik. Koefisien regresi variabel usia bertanda negatif. Hal ini menunjukkan bahwa wanita kawin yang berusia lebih tua mempunyai ke­ cenderungan yang lebih kecil untuk bekerja lebih dari 40 jam dalam seminggu. Nilai odds ratio sebesar 0,986, artinya setiap kenaikan satu tahun usia wanita kawin akan menurunkan kecenderungan wanita kawin bekerja lebih dari 40 jam dalam seminggu.

Tingkat Pendidikan Wanita dan Pasangan

Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi jam kerja wanita kawin selama seminggu. Koefisien regresi pada kategori pendidikan SMP ke bawah dan SMA bertanda positif. Hal ini menunjukkan bahwa wanita kawin yang ber­ pendidikan SMP ke bawah dan SMA lebih cenderung untuk bekerja lebih dari 40 jam dalam seminggu dibandingkan mereka yang berpendidikan tinggi. Mereka yang berpendidikan SMP ke bawah memiliki kecenderungan 1,851 kali dibandingkan wanita kawin berpendidikan tinggi untuk bekerja lebih dari 40 jam dalam seminggu. Sementara itu, wanita kawin Konstanta

Usia wanita (Age) Pendidikan Wanita (educ)

SMP ke bawah SMA

Pendidikan tinggi

Pendidikan pasangan (Educ_s) SMP ke bawah

SMA

Pendidikan tinggi

Daerah tempat tinggal (Loc) Perkotaan

Pedesaan

Ukuran rumah tangga (Size) < 4

> 4

Keberadaan anak usia 0­4 tahun (CH0_4)

Tidak ada Ada

Keberadaan anak usia 5­14 tahun (CH5_14)

Tidak ada Ada

Keberadaan orang dewsa > 18 tahun (Adult)

Tidak ada Ada

Status pekerjaan wanita (Status)

Pegawai/karyawan Berusaha

Pekerja bebas/tak dibayar Partisipasi kerja pasangan (Part_s) Tidak bekerja Bekerja ­1,521 ­0,015 0,616 0,666 ­ ­0,070 0,143 ­ 0,660 ­ 0,065 ­ 0,167 ­ 0,055 ­ ­0,065 ­ 1,110 0,837 ­ ­0,224 ­ Variabel Bebas 0,218 0,986 1,851 1,947 ­ 0,932 1,154 ­ 1,936 ­ 1,067 ­ 1,182 ­ 1,056 ­ 0,937 ­ 3,033 2,309 ­ 0,799 ­ Odds Ratio 0,000 0,000 0,000 0,000 ­ 0,065 0,000 ­ 0,000 ­ 0,003 ­ 0,000 ­ 0,008 ­ 0,002 ­ 0,000 0,000 ­ 0,000 ­ p­value (1) (2) (3) (4)

(4)

Volume 3 Nomor 4 Agustus­Desember 2016 4

berpendidikan SMA cenderung 1,947 kali untuk bekerja lebih dari 40 jam dibandingkan wanita kawin berpendidikan tinggi.

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor kuat yang memengaruhi jumlah jam kerja wanita kawin dalam seminggu. Mereka yang berpendidikan lebih rendah cenderung bekerja dengan jam kerja lebih panjang dibandingkan dengan mereka yang ber­ pendidikan tinggi. Dengan demikian, pem­berdayaan wanita generasi muda perlu lebih di­majukan lagi melalui peningkatan pendidikan sebagai bekal untuk memasuki sektor formal yang memiliki jam kerja lebih layak. Selain itu, dengan pendidikan lebih tinggi wanita dapat memiliki alternatif pilihan pekerjaan yang lebih layak, misalnya dari sisi jam kerja selama seminggu.

Tingkat pendidikan pasangan juga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi alokasi waktu kerja wanita kawin. Penelitian ini menunjukkan bahwa wanita kawin yang suaminya berpendidikan SMA memiliki kecenderungan 1,154 kali dibanding wanita kawin yang suaminya berpendidikan tinggi untuk bekerja lebih dari 40 jam dalam seminggu. Pada pasangan wanita kawin dengan tingkat pendidikan SMP ke bawah menunjukkan hasil yang tidak signifikan.

Tempat Tinggal

Perbedaan tempat tinggal antara perdesaan dan perkotaan berpengaruh terhadap alokasi waktu kerja wanita kawin. Wanita kawin yang tinggal di perkotaan cenderung 1,936 kali untuk bekerja lebih dari 40 jam dalam seminggu dibanding wanita kawin yang tinggal di perdesaan. Daerah perdesaan identik dengan pekerjaan di sektor pertanian. Pekerjaan di sektor pertanian umumnya lebih fleksibel di­ bandingkan sektor industri. Banyak wanita kawin bekerja di pertanian untuk membantu menambah pendapatan keluarga tanpa harus mengabaikan tugas­ nya mengurus rumah tangga. Hal ini menyebabkan wanita kawin lebih mudah dalam membagi waktunya antara bekerja dan mengurus rumah tangga.

Ukuran Rumah Tangga

Ukuran anggota rumah tangga juga berpengaruh signifikan terhadap alokasi waktu kerja wanita kawin. Wanita kawin yang mempunyai jumlah anggota rumah tangga kurang dari sama dengan empat mem­punyai kecenderungan 1,067 kali untuk

bekerja lebih dari 40 jam dalam seminggu dibanding wanita kawin dengan jumlah anggota rumah tangga lebih dari empat. Dengan demikian, jumlah anggota rumah tangga yang lebih besar merupakan penghambat bagi wanita untuk turut serta dalam pasar kerja.

Keberadaan anak usia prasekolah dan sekolah dalam rumah tangga, anak usia 0­4 tahun berpengaruh signifikan terhadap alokasi waktu kerja wanita kawin. Koefisien regresi yang bertanda positif berarti bahwa wanita kawin yang tidak memiliki anak usia 0­4 tahun lebih cenderung untuk bekerja lebih dari 40 jam daripada wanita kawin yang memiliki anak usia 0­4 tahun dengan nilai odds ratio sebesar 1,182. Bagi wanita kawin, ada tidaknya anak menjadi pertimbangan khusus dalam memutuskan seberapa lama waktu yang dialokasikan untuk bekerja. Anak memerlukan pengawasan dan perawatan intensif dari seorang ibu. Berbeda dengan laki­laki, seorang wanita (ibu) memiliki kedekatan batin yang lebih dalam kepada anaknya. Anak menjadi pertimbangan penting bagi wanita sebelum mereka memutuskan untuk bekerja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel keberadaan anak usia 5­14 tahun berpengaruh signifikan terhadap jam kerja wanita kawin. Wanita kawin yang tidak memiliki anak usia 5­14 tahun mempunyai kecenderungan 1,056 kali dibanding wanita kawin yang memiliki anak usia 5­14 tahun untuk bekerja lebih dari 40 jam dalam seminggu. Ada atau tidaknya anak usia 5­14 tahun dalam rumah tangga berpengaruh signifikan terhadap jam kerja wanita kawin namun pengaruhnya relatif tidak besar. Hal ini dapat dilihat dari nilai odds ratio­nya, yaitu 1,056. Anak usia sekolah 5­14 tahun memang memerlukan perhatian dari ibunya, namun tidak seintensif bila memiliki anak balita.

Keberadaan Orang Dewasa Dalam Rumah Tangga

Keberadaan orang dewasa selain wanita ber­ status kawin dan suami dalam rumah tangga memiliki pengaruh signifikan terhadap alokasi waktu kerja wanita kawin. Dari hasil penelitian diperoleh nilai odds ratio sebesar 0,937. Hal ini berarti bahwa wanita kawin yang di dalam rumah tangganya tidak ada orang dewasa selain suaminya mempunyai kecenderungan lebih kecil untuk bekerja lebih dari 40 jam dalam seminggu dibanding wanita kawin yang di dalam rumah tangganya ada orang dewasa usia 18

(5)

Volume 3 Nomor 4 Agustus­Desember 2016 5

tahun ke atas. Orang dewasa dapat membantu wanita kawin dalam mengurus anak maupun membantu dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Hal ini dapat membuat wanita kawin lebih leluasa dalam menggunakan waktunya untuk bekerja.

Ukuran keluarga yang lebih besar, adanya balita, dan anak usia pendidikan dasar membutuhkan peranan wanita dalam rumah tangga lebih besar dibandingkan dengan keluarga berukuran lebih kecil, tidak memiliki anak balita dan anak usia sekolah dasar. Namun, dengan adanya orang dewasa di dalam rumah tangga tersebut dapat meringankan beban kerja wanita kawin dalam pekerjaan rumah tangga. Hal ini membuktikan bahwa ukuran keluarga kecil memberikan keleluasaan bagi wanita untuk me­ masuki pasar kerja. Dengan ukuran keluarga yang lebih kecil maka wanita dapat memaksimalkan perannya dalam bidang ketenagakerjaan. Oleh karena itu, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai motor pelaksana program keluarga berencana dalam rangka me­ wujudkan norma keluarga kecil harus didukung secara penuh pelaksanaannya oleh instansi terkait baik di pusat maupun di daerah.

Status Pekerjaan Wanita

Wanita kawin yang berstatus berusaha sendiri atau berusaha dengan dibantu buruh mempunyai kecenderungan 3,033 kali dibanding wanita kawin pekerja bebas atau tak dibayar untuk bekerja lebih dari 40 jam dalam seminggu, sedangkan wanita kawin yang bekerja sebagai pegawai atau karyawan memiliki kecenderungan untuk bekerja melebihi jam kerja normal sebesar 2,309 kali dibanding dengan wanita kawin pekerja bebas atau tak dibayar.

Status pekerjaaan wanita memiliki nilai odds ratio terbesar dibandingkan dengan nilai odds ratio variabel bebas lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa mereka yang bekerja sebagai pegawai atau yang memiliki usaha sangat rentan dengan jam kerja panjang dibandingkan dengan mereka yang bekerja sebagai pekerja bebas atau pekerja tidak dibayar. Perlindungan kepada tenaga kerja, khususnya wanita kawin dalam hal lama jam kerja selama seminggu perlu mendapat perhatian lebih oleh penyelenggara usaha (perusahaan) dan pengawasan oleh pemerintah melalui instansi terkait, seperti Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Kemenakertrans) mengingat peran ganda yang mereka emban.

Partisipasi Kerja Pasangan

Penelitian ini juga melihat pengaruh partisipasi kerja pasangan terhadap jam kerja wanita kawin dalam seminggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel partisipasi kerja pasangan ber­ pengaruh signifikan terhadap jam kerja wanita kawin dan diperoleh koefisien regresi bertanda negatif. Hal ini berarti wanita kawin yang suaminya tidak bekerja (menganggur atau bukan angkatan kerja) memiliki kecenderungan lebih rendah untuk bekerja lebih dari 40 jam dengan nilai odds ratio sebesar 0,799. Penjelasan yang mungkin untuk hasil ini adalah bahwa wanita kawin tersebut kemungkinan bekerja di sektor formal di mana jam kerja di atas jam kerja normal diatur dengan ketat dan akan memberikan konsekuensi finansial yang lebih besar bagi perusahaan sebagai kompensasi jam kerja yang berlebih tersebut.

PENUTUP

Kesimpulan

Kecenderungan wanita kawin untuk bekerja di atas jam kerja normal (lebih dari 40 jam dalam seminggu) lebih tinggi pada wanita yang berusia lebih muda, memiliki tingkat pendidikan lebih rendah, tinggal di daerah perkotaan, memiliki ukuran rumah tangga lebih kecil, tidak memiliki anak usia prasekolah, tidak memiliki anak usia sekolah, memiliki anggota rumah tangga dewasa, bekerja dengan status sebagai karyawan atau wirausaha, dan memiliki pasangan yang bekerja.

Saran­Saran

1. Perlindungan kepada tenaga kerja wanita kawin khususnya dalam hal jam kerja selama seminggu perlu mendapat perhatian lebih oleh penyelenggara usaha (perusahaan) dan pengawasan oleh pemerintah melalui instansi terkait, seperti Kemenakertrans mengingat peran ganda yang mereka emban.

2. Wanita kawin dan pasangannya yang berpendidikan rendah perlu lebih diberdayakan dengan meningkatkan keahlian dan keterampilan merekamelalui kerjasama antara lembaga pendidikan seperti universitas dalam hal ini unit pengabdian kepada masyarakat dan Kemenakertrans.

3. Pelayanan KB perlu ditingkatkan untuk mewujudkan ukuran keluarga kecil sehingga memberikan keleluasan bagi wanita untuk berpartisipasi dalam pasar kerja.

(6)

Volume 3 Nomor 4 Agustus­Desember 2016 6

4. Penyelenggara usaha perlu memperhatikan fasilitas di tempat kerja demi kenyamanan karyawan/pegawai agar dapat mengurangi dampak negatif dari jam kerja panjang, seperti kelelahan, stres, dan kebosanan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Irwan, Seks, Gender dan Reproduksi Kekuasaan, Tarawang Press, Yogyakarta, 2001.

Agresti, Alan, Categorical Data Analysis Second Edition, John Wiley & Sons, New York, 2002.

Becker, Gary S,A Theory of the Allocation of Time, The

Economic Journal,75. 1965.

Badan Pusat Statistik, Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia

Agustus 2014, Jakarta

Badan Pusat Statistik, Keadaan Pekerja di Indonesia Agustus

2014, Jakarta, 2014.

Fertig, Angela, Gerhard Glomm, dan Rusty Tchernis, The Connection Between Maternal Employment and Chilhood Obesity: Inspecting The Mechanisms. Review of Economics

of the Household, 7, 2009.

Glick, Peter, Women’s Employment and Its Relation to Children’s Health and Schooling in Developing Countries: Conceptual Links, Empirical Evidence, and Policies, Cornell Food and

Nutrition Policy Program Working Paper No. 131, 2002.

Hosmer, David W. dan Lemeshow,Stanley, Applied Logistic

Regression Second Edition, A John Wiley & Sons, USA,

2000.

Lauk, Martina dan Meyer, Susanne, Women, Men and Housework Time Allocation: Theory and Empirical Result,

Darmstadt Discussion Papers in Economic No. 143,

Darmstadt, 2005.

Lee, Sangheon, McCann, Deirdre dan Messenger, John C.,

Working Time Around the World: Trends in Working Hours, Laws and Policies in a Global Comparative Perspective,

Routledge, Swiss, 2007.

Nichols, Sharon Y., dan Metzen,Edward J., Housework Time of Husband and Wife,Home Economics Research Journal, 7(2), 1978.

Sadli, Saparinah, Faktor Pendukung dan Penghambat terhadap Pengembangan Jati Diri Perempuan, Dalam buku Wanita

dalam Masyarakat Indonesia, Penyunting: H.M. Atho

Mudzar dkk,Sunan Kalijaga Press, Yogyakarta, 2001. Sihite, Romany,Peranan dan Pola Kegiatan Wanita di Sektor

Informal (Khususnya Pedagang Sayur di Pasar), Dalam buku Kajian Wanita dalam Pembangunan .Penyunting: T.O.Ihromi,Yayasan Obor Indonesia, 1995.

Simanjuntak, Payaman J., Pengantar Ekonomi Sumber Daya

Manusia, Universitas Indonesia, Jakarta, 1985.

Tjaja,Ratna P.,Wanita Bekerja dan Implikasi Sosial, Perencanaan

Gambar

Tabel 1. Persentase Wanita Kawin yang Bekerja Menurut Jam Kerja Dalam Seminggu dan Karakteristik Latar Belakang, Indonesia, 2014
Tabel 2. Estimasi Parameter Dan Rasio Ke­

Referensi

Dokumen terkait

VIII Tata Cara Evaluasi Kualifikasi, serta hasil evaluasi terhadap Dokumen Isian Kualifikasi untuk pekerjaan sebagaimana subyek tersebut di atas, maka dengan ini kami mengundang

Selain untuk menyiarkan dakwah islam Majelis Ta’lim AL- MAWWADAH juga bisa sebagai wadah silaturahmi antara masyarakat dan remaja desa kedung bunder

Metode sangat mempengaruhi proses pembelajaran, salah satu metode yang bisa digunakan agar siswa tidak lagi bosan dalam belajar adalah menggunakan metode

Berdasarkan data epidemiologi diketahui kurang lebih 20% dari perokok memiliki risiko delapan kali menjadi penyalahguna NAPZA, dan berisiko sebelas kali untuk menjadi peminum berat

Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa komitmen organisasional tidak dapat berpengaruh langsung ke kepuasan kerja, karena koefisien hubungan langsung lebih kecil dari koefisien

1 Mengelola Data Master 2 Proses Pemesanan 3 Proses Perhitungan Metode 4 Proses Perbandingan Metode 5 Proses Penjadwalan 6 Mengelola Laporan 1.1 Mengelola Data JenisProduk

Peritel perlengkapan hunian lain di ASEAN juga masih mencatatkan pertumbuhan penjualan, di tengah kondisi ritel secara kesesluruhan yang sedang dalam tren menurun,

Kanal Pilot sering disebut dengan Up dan Down link. Digunakan oleh pesawat pelanggan untuk mendapatkan inisial sistem sinkronisasi dan membedakan cell site yaitu mengenal