• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG DIJADIKAN KURIR NARKOTIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG DIJADIKAN KURIR NARKOTIKA"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG DIJADIKAN

KURIR NARKOTIKA

TESIS

OLEH

MARYANI MELINDAWATI 157005142/Ilmu Hukum

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG DIJADIKAN

KURIR NARKOTIKA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum Pada Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH :

MARYANI MELINDAWATI SAGALA 157005142

PROGRAM STUDI PASCA SARJANA ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)
(4)

Telah diuji pada Tanggal : 19 Juli 2017

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.Dr.Madiasa Ablisar SH.M.S Anggota : 1. Dr.Mahmud Mulyadi,SH.M.Hum 2. Dr. Edi Ikhsan, S.H, M.Hum

3. Dr. Marlina, S.H., M.Hum.

4. Dr. Chairul Bariah, S.H., M.Hum.

(5)
(6)

ABSTRAK Madiasa Ablisar*

Mahmud Mulyadi**

Edi Ikhsan***

Penyalahgunaan narkotika merupakan perbuatan yang sepertinya sudah biasa terjadi di Indonesia. Setiap hari jika melihat tayangan berita kriminal tidak luput dari penyalahgunaan narkotika. Penyalahgunaan narkotika mengandung maksud orang yang tanpa hak atau melawan hukum memanfaatkan narkotika. Artinya, jika seseorang yang tidak memiliki izin atau kewenangan memanfaatkan narkotika baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain maka dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan narkotika. Selanjutnya, anak yang terlibat dengan narkotika secara khusus sebagai kurir narkotika dapat disebut anak yang berkonflik dengan hukum.

Anak yang berkonflik dengan hukum dapat juga disebut dengan anak yang melakukan tindak pidana atau juvenile delinquency. Anak yang berkonflik dengan hukum disebabkan oleh kenakalan anak.Oleh karena itu, anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional ke depan, sehingga diperlukan langkah-langkah strategis untuk melakukan perlindungan baik dari segi hukum maupun segi pendidikan serta bidang-bidang lain yang terkait. Perlindungan hukum yang dimaksud bukan seperti sekarang ini yang cenderung menghukum anak bukan memberikan perbaikan terhadap anak atau memulihkan anak kepada keadaan semula, yakni secara harfiah baik dan jujur.

Penelitian ini merupakan penelitian normatif, dan bersifat deskriptif analitis yang memaparkan sekaligus menganalisis suatu fenomena yang berhubungan dengan Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Dijadikan Kurir Narkotika.

Pengaturan hukum anak sebagai kurir narkotika menurut hukum pidana ialah pengenaan pasal terhadap anak sama dengan orang dewasa, yakni Pasal 114 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika hanya perbedaan terletak pada penerapan penjatuhan sanksinya lebih rendah dari orang dewasa dimana harus berpedoman pada Pasal 81 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, meliputi: Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.Perlindungan hukum pidana terhadap anak yang dijadikan kurir narkotika ialah dengan menggunakan diversi melalui pendekatan

(7)

keadilan restoratif. Hambatandalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang dijadikan kurir narkotika dapat dilihat melalui sistem hukum yang terdiri dari struktur hukum, substansi hukum dan budaya hukum serta melalui faktor penegakan hukum terdiri dari penegak hum, undang-undang, fasilitas atau sarana, masyarakat dan kebudayaan sedangkan upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan padaproses memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang dijadikan kurir narkotika, yaitu Peningkatan pemahaman terhadap konsep diversi yang berkeadilan restoratif (untuk kepolisian, jaksa dan hakim), Peningkatan pendidikan (khusus untuk polisi), Harus melakukan perubahan (kepolisian) dan Pemberian pelatihan kepribadian (hakim, jaksa dan polisi).

Hendaknya legislatif membentuk aturan mengenaitindak pidanaanak (anak sebagai kurir narkotika), artinya dilakukan pembentukan aturan khusus terkait tindak pidana anak sehingga tidak perlu lagi menyatukan dengan aturan yang selalu dikenakan pada orang dewasa karena seolah-olah jika diterapkan aturan tindak pidana pada orang dewas anak mampu melakukan tindak pidana layaknya orang dewasa.

Hendaknya melakukan perubahan terhadap pengaturan terkait diversi dimana diversi harus diwajibkan kepada seluruh tindak pidana termasuk anak kurir narkotika dan pembatasan diversi hanya pada ketika anak melakukan tindak pidana yang diancam hukum mati. Hendaknya untuk mengatasi hambatan-hambatan yang dialami penegak hukum dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap anak kurir narkotika, penegak hukum sendiri dengan dibantu pemerintah membantu perealisasian upaya yang telah dipaparkan pada bab IV sub b di penelitian ini.

Kata Kunci : Anak, Narkotika Dan Perlindungan Hukum

(8)

ABSTRACT Madiasa Ablisar1

It is recommended that legislative body establish regulations on child criminal (as a courier in drug trafficking) so that it is not necessary to apply regulation for an adult as if the child is able to commit the crime as an adult. The regulation on diversion for all criminals, including children as couriers in drug trafficking and the limitation of diversion is only when they are sentenced to death

Mahmud Mulyadi**

Edi Ikhsan***

Narcotics abuse seems a natural thing in Indonesia. It appears in news on criminality program every day. It is illegal which means that if one does not have license or authority to use narcotics, either for himself or for other people, it can be categorized as narcotics abuse. A child who plays his role as a courier in drug trafficking can be called a child that is in conflict with law or juvenile delinquency.

As young generation that functions as human resources for the national development, they need to be protected through strategic stages, either legally or educationally, and other related fields. The problem is that, in practice, legal protection tends to punish them, instead of improving and bringing them back to their own good and honest nature.

The research used normative research method with descriptive analytic approach which explained and analyzed a phenomenon related to juridical analysis on legal protection for a child employed as a courier in drug trafficking.

The legal provision on a child a courier in drug trafficking in the criminal law is similar to that on an adult as it is stipulated in Article114, paragraphs 1 and 2 of Law No. 35/2009 on Narcotics. The difference is that the sanction imposed on a child is lower than that on an adult. It is guided by Article 81 of Law No. 11/2012 on the Judicial System of Child Criminal that includes: imprisonment, which can be imposed on a child in maximum of ½ (a half) of adult imprisonment. Legal protection for a child who acts a courier in drug trafficking is by using diversion through restorative approach. The obstacles are in legal structure, legal substance, and legal culture. It canbe done through the factor or law enforcement which consists of law officials, laws, facilities, public, and culture. Some efforts to cope with the obstacles are increasing the understanding about a diversion concept which is restorative justice (police, attorneys, andjudges), increasing education (especially for the police), doing changes (the police), and providing training about personality (judges, attorneys, police).

1Supervisor I

11Supervisor II

111Supervisor III

(9)

should be changed. Law enforcers, aided by the government, should help realize any efforts which haven explained in Chapter IV, sub b of this research.

Keywords: Child, Narcotics, Legal Protection

(10)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Tuhan yang maha kuasa , atas segala limpahan berkat, dan pertolongannya, kesehatan, kekuatan dan kemudahan yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian tesis ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, yang berjudul “ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG DI JADIKAN KURIR NARKOTIKA”.

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Prof.Dr.Madiasa Ablisar SH.M.S selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan ilmu, meluangkan waktu untuk memberikan masukan, bimbingan dan motivasi kepada penulis hingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih kepada Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, S.H, M.Hum. selaku dosen pembimbing kedua yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Edi Ikhsan, S.H., M.Hum. yang dengan sabar membimbing, mengarahkan, mengoreksi tulisan penulis, dan menyediakan waktu berdiskusi dalam penulisan tesis ini. Semoga Tuhan membalas segala kebaikan Bapak/Ibu Dosen dalam bimbingan dan ilmu yang telah diberikan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

(11)

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Bapak Dr.

Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr.Marlina, S.H., M.Hum. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan saran yang membangun dalam penyusunan tesis ini.

6. Ibu Dr. Chairul Bariah, S.H., M.Hum. selaku Dosen Penguji kedua yang juga telah memberikan masukan dan saran yang membangun dalam penyusunan tesis ini.

7. Seluruh Dosen dan Staff Tata Usaha Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalam proses administrasi.

Tesis ini penulis dedikasikan kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda V,Sagala dan Ibunda M.Silalahi yang telah melahirkan, mendidik dan mendo’akan setiap langkah kehidupan ananda dengan ikhlas penuh kasih sayang, serta memotivasi penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan. Ucapan terima kasih dari hati yang tulus atas segala pengorbanan jiwa raga yang tiada bandingnya, semoga Tuhan Yesus Kristus membalas kebaikan yang telah diberikan dengan sebaik-sebaik balasan.

Aamiin.

(12)

Terima kasih kepada suamiku tercinta Richad yang selama ini telah memberi support kepada penulis dan sahabat-sahabat seperjuangan di Program Studi Magister Ilmu Hukum. Penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi teknik penulisan maupun dari segi pembahasannya, karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak yang membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan pada masa yang akan datang. Semoga tesis ini bermanfaat bagi dunia pendidikan dan masyarakat luas serta mendapat keberkahan dan ridho dari Tuhan Yesus Kristus. Dan semoga Tuhan membalas kebaikan yang diberikan. Semoga Tuhan menolong saya.

Medan November 2017

Penulis

Maryani Melindawati Sagala

(13)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Data Pribadi

Nama : Maryani Melindawati Sagala Tempat/tanggal Lahir : Pontianak,18 Februari 1981 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen

Status : Menikah

Nama Suami : Richard S.H,M.H

2. Keluarga Nama Orangtua

Ayah : V.Sagala B.Sc,SH,M.H

Ibu : M.Silalahi

3. Pendidikan

a. SD Negeri Nomor 34 Pontianak Lulus Tahun 1993

b. SMP Negeri 2Pontianak Lulus Tahun 1996

c. SMA Negeri 7Pontianak Lulus Tahun 1999

d. Strata Satu (S1) Fakultas Hukum Universitas

Tanjung Pura Pontianak Lulus Tahun 2003

e. Strata Dua (S2) Program Studi Magister

Ilmu Hukum USU Lulus Tahun 2017

(14)

DAFTAR ISI

ABSTRAK...i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah...8

C. Tujuan Penelitian...9

D. Manfaat Penelitian...9

E. Keaslian Penelitian...10

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi...11

1. Kerangka Teori...11

2. Konsepsi...17

G. Metode Penelitian...18

1. Jenis Dan Sifat Penelitian...18

2. Sumber Data...19

3. TeknikPengumpulan Data...21

4. Metode Analisis Data...21

BAB II PENGATURAN HUKUM ANAKSEBAGAIKURIRNARKOTIKAMENURUTHUKUM PIDANA A. Hukum Pidana Indonesia...23

(15)

B. Konsep Anak Di Indonesia...29

1. Anak Sebagai Subjek Hukum...29

2. Anak Berhadapan Dengan Hukum...33

3. Anak DanTindak Pidana Narkotika...36

C. Narkotika Di Indonesia...43

1. Pengaturan Narkotika Di Indonesia...43

2. Perkembangan Narkotika Di Indonesia...50

D. Pengaturan Hukum Anak Sebagai Kurir Dalam Tindak Pidana Narkotika...52

BAB IIIPERLINDUNGAN HUKUMPIDANATERHADAPANAKYANG DIJADIKAN KURIR NARKOTIKA A. Hak-Hak Anak Di Indonesia...61

B. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Dijadikan Kurir Narkotika...68

BAB IVHAMBATAN DAN UPAYA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG DIJADIKAN KURIR NARKOTIKA A. Hambatan Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Dijadikan Kurir Narkotika...86

1. Hambatan Internal...87

2. Hambatan Eksternal...93

B. Upaya Dalam Mengatasi Hambatan Pemberian Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Dijadikan Kurir Narkotika...96

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...101

B. Saran...102

(16)

DAFTAR

PUSTAKA...103

(17)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Penyalahgunaan narkotika merupakan perbuatan yang sepertinya sudah biasa terjadi di Indonesia.2 Setiap hari jika melihat tayangan berita kriminal tidak luput dari penyalahgunaan narkotika.3 Penyalahgunaan narkotika mengandung maksud orang yang tanpa hak atau melawan hukum memanfaatkan narkotika.4

”Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan

Artinya, jika seseorang yang tidak memiliki izin atau kewenangan memanfaatkan narkotika baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain maka dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan narkotika.

Keberadaan narkotika yang disalahgunakan tidak lain ialah untuk merusak suatu bangsa atau merusak generasi penerus dari suatu bangsa. Hal tersebut penggambarannya dapat dilihat dalam bagian penjelasan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada bagian umum alinea pertama, yaitu:

2 Penyalahgunaan narkotika sudah menjadi hal biasa dikaakan demikian karena di Indonesia pernah terdapat pabrik ekstasi terbesar ketiga didunia dimana lokasi ini ditemukan di Cikandea, Serang, Banten serta tidak menutup kemungkinan sampai hari ini juga ada pabrik-pabrik lain yang memproduksi narkotika di Indonesia. O.C Kaligis & Soedjono Dirdjosisworo, Narkoba &

Peradilannya Di Indonesia, (Jakarta: O.C. Kaligis & Associates, 2006), hal. 288

3 Kasus narkotika setiap tahunnya terus meningkat ditambah kasus ini seperti fenomenan gunung es yang mencuat di atas permukaan laut sehingga yang terlihat hanya again puncaknya sedangkan bagian terbesar dibawahnya tidak nampak. Muhammad Yamin, Tindak Pidana Khusus, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal. 169

4 Pasal 1 angka 15 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

(18)

nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional”.

Generasi muda atau generasi yang baru tumbuh dari suatu bangsa ialah anak.

Anak merupakan subjek hukum yang berusia belum mencapai 18 (delapan belas) tahun dan juga termasuk yang ada didalam kandungan tidak luput dari sebuah tindak pidana.5 Artinya, terdapat selalu kemungkinan untuk seorang anak melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana. Anak jika dikaitkan dengan narkotika sudah dapat dipastikan maka pemikiran setiap orang akan mengarah kepada penyalah guna atau penggunaan narkotika yang diakukannya6

Data menunjukkan anak pengguna narkotika sungguh sangat memprihatinkan jumlahnya dimana Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis sebanyak 14 ribu jiwa anak dengan rentang usia 12 tahun terlibat dalam pengunaan narkotika tahun 2016.

sehingga jika ia diketahui melakukan penggunaan narkotika maka kecenderungannya akan mengarah pada Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, berbunyi:

”Setiap penyalah guna narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun”.

7

5 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

6 Kecenderungan pemikiran setiap orang terhadap anak sebagai pengguna narkotika disebabkan karena kelabilan dari seorang anak yang diawali karena rasa ingin coba-coba, terpengaruh dari teman atau juga karena ingin berlagak dewasa. Sofyan S. Willis, Remaja & Masalahnya Mengupas Berbagai Bentuk Kenakalan Remaja, Narkoba, Free Sex Dan Pemecahannya, (Bandung:

Alfabeta, 2014), hal. 156

7 KPAI, Memprihatinkan Anak Pengguna NarkobaCapai 14 Ribu, www.kpai.go.id/berita/memprihatinkan-anak-pengguna-narkoba-capai-14-ribu/, diakses 7 Februari 2017

(19)

Uraian di atas jika melihat anak sebagai pengguna maka kecenderungan yang akan terjadi terhadapnya ialah dilakukan rehabilitasi. Hal ini disebabkan karena anak sebagai pengguna narkotika hanya diancam pidana maksimal 4 (empat) tahun dimana jika ancaman pidana penjara dibawah 7 (tujuh) tahun penyelesaian tindak pidana yang dilakukannya akan melalui proses diversi dan ditambah seorang anak yang tertangkap tangan menggunakan narkotika tentunya tidak anak mungkin memiliki narkotika sebanyak 1 (satu) gram untuk pemakaian 1 (satu) hari sehingga sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2010 Tentang Penetapan Penyalahgunaan Dan Pencandu Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis Dan Rehabilitasi Sosial harus maka anak harus direhabilitasi.8

a. Terdakwa pada saat ditangkap oleh penyidik Polri dan penyidik BNN dalam kondisi tertangkap tangan.

Bunyi Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2010 Tentang Penetapan Penyalahgunaan Dan Pencandu Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis Dan Rehabilitasi Sosial, yaitu:

b. Pada saat tertangkap tangan sesuai bukti a di atas ditemukan barang bukti pemakaian 1 (satu) hari, dengan perincian antara lain :

1) Kelompok metamphetamine (shabu) : 1 gram 2) Kelompok MDMA (ekstasi) : 2,4 gram

3) Kelompok heroin : 1,8 gram

4) Kelompok kokain : 1,8 gram

5) Kelompok ganja : 5 gram

8 Pasal 7 ayat (2) huruf a Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak . Program rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial difokuskan untuk pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika. Orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Siswanto S, Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika (UU Nomor 35 Tahun 2009), (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2012), hal. 29

(20)

6) Daun koka : 5 gram

7) Meskalin : 5 gram

8) Kelompok psylosybin : 3 gram

9) Kelompok LSD (d-lysergic acid diethylamide) : 2 gram 10) Kelompok PCP (phencyclidine) : 3 gram

11) Kelompok fentanil : 1 gram

12) Kelompok metadon : 0,5 gram

13) Kelompok morfin : 1,8 gram

14) Kelompok petidin : 0,96 gram

15) Kelompok kodein : 72 gram

16) Kelompok bufrenorfin : 32 gram

c. Surat uji laboratorium positif menggunakan narkotika berdasarkan permintaan penyidik.

d. Perlu surat keterangan dari dokter jiwa/psikiater pemerintah yang ditunjuk oleh hakim.

e. Tidak dapat terbukti yang bersangkutan terlibat dalam peredaran gelap narkotika.

Selanjutnya, selain sebagai pengguna seorang anak yang telah kecanduan berat narkotika tidak menutup kemungkinan terlibat dalam peredaran gelap narkotika dimana posisi anak dilibatkan sebagai kurir atau pengantar narkotika kepada pencadu lainnya. Hal tersebut terjadi karena anak kecanduan narkotika dimana dari sisi penghasilan tentu tidak ada sama sekali akan rela menjadi pengantar atau kurir narkotika untuk dapat upah berupa uang yang akan digunakan untuk membeli narkotika atau upah berupa narkotika. Data dari KPAI menunjukkan bahwa anak yang terlibat dalam pengedaran narkotika (sebagai kurir narkotika) tarjadi peningkatan sampai 300% (tiga ratus persen), yakni pada tahun 2012 ada 17 (tujuh

(21)

belas) anak, tahun 2013 terdapat 31 (tiga puluh satu) anak dan terakhir tahun 2014 sebanyak 42 (empat puluh dua) anak.9

Seorang anak yang tertangkap tangan sedang melakukan pengantaran barang/narkotika tentu akan dikenakan Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, berbunyi:10

Keadaan anak yang tertangkap tangan sedang melakukan pengantaran narkotika atau bertindak sebagai kurir tentunya tidak akan dapat diterapkan sistem

”Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”.

Dan pemberatan hukuman sebagaimana tercantum dalam Pasal 114 ayat (2) Undang- Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, berbunyi:

“Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual,membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar,menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuktanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanamanberatnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidanamati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjarapaling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga)”.

9 KPAI, Jumlah Pengedar Narkoba Anak Meningkat hingga 300 persen, www.kpai.go.id/berita/jumlah-pengedar-narkoba-anak-meningkat-hingga-300-persen/, diakses 7 Februari 2017

10 Disaat yang sama anak juga akan dituduh melanggar Pasal 132 ayat (1)Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, berbunyi:

”Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129, pelakunya dipidana dengan pidana penjara yang sama sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal-Pasal tersebut”.

(22)

diversi terhadap dirinya. Hal itu disebabkan karena dalam Pasal 7 ayat (2) Undang- Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, menyebutkan bahwa anak dalam melakukan tindak pidana dapat dilakukan diversi kepadanya didasarkan 2 (dua) hal, yaitu:

1. Diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan 2. Bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

Anak yang dikenakan atau dituduh sebagai kurir narkotika memiliki sanksi maksimal 20 (dua puluh) tahun sehingga diversi tidak dapat dilakukan padanya.

Akibatnya, seorang anak yang tidak dilakukan diversi terhadap dirinya akan cenderung tersemat stigma negatif pada dirinya karena akan menjalankan hukuman penjara sehingga akan semakin bertambah buruk bagi perkembangannya.

Diversi yang tidak diterapkan pada seorang anak secara khusus kurir narkotika kecenderungannya ialah melanggar tujuan dari diversi yang termuat dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yaitu:

1. Mencapai perdamaian antara korban dan Anak;

2. Menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan;

3. Menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan;

4. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan 5. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.

Sejalan dengan uraian di atas maka untuk anak yang dituduh sebagai kurir narkotika juga sulit dilakukan pendekatan secara keadilan restoratif. Dengan demikian keadaannya dapat dikatakan terjadi perbenturan antara norma-norma yang

(23)

terdapat didalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Selanjutnya, kondisi di atas menunjukkan anak yang terlibat dengan narkotika secara khusus sebagai kurir narkotika dapat disebut anak yang berkonflik dengan hukum. Anak yang berkonflik dengan hukum dapat juga disebut dengan anak yang melakukan tindak pidana atau juvenile delinquency.11 Anak yang berkonflik dengan hukum disebabkan oleh kenakalan anak. Anak-anak/remaja pada usia menjelang 20 (dua) puluh tahun dikategorikan dalam masa ”strum and drang”, mempunyai emosi yang lebih cepat timbul dan melahirkan kemauan yang keras sehingga dengan demikian kondisi kepribadian anak dapat dianggap tidak stabil. Kondisi tersebut cenderung akan tambah parah jika tidak mendapat pendidikan yang baik baik dari sekolah, orang tua dan lain sebagainya sehingga kecenderungan terjadi kenakalan anak cenderung lebih besar terjadi dimana penyebabnya, sebagai berikut:12

1. Mengikuti ajakan teman,

2. Usaha mencapai sesuatu yang diinginkan, 3. Pelarian dari kesedihan,

4. Orang tua dalam membagi rasa cinta dan asih saya terhadap anak kurang merata/pilih kasih.

11Juvenile Delinquency terdiri dari 2 (dua) suku kata yakni Juvenile yang berasal dari bahasa latin Juvenilis yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja sedangkan Delinquency yang berasal dari bahasa latin Delinquent yang artinya terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dursila dan lain-lain.

Dengan demikian Juvenile Delinquency secara etimologis adalah kejahatan anak dan dilihat dari pelakunya maka Juvenile Delinquency yang berarti penjahat anak atau anak jahat. Elisabeth Juniarti et.al, Diversi Dan Keadilan Restoratif: Kesiapan Aparat Penegak Hukum Dan Masyarakat Studi di 6 Kota DI Indonesia, (Medan: Pusaka Indonesia, 2014), hal. 17 Dan Sudarsono, Kenakalan Remaja Prevensi, Rehabilitas Dan Resosialisasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hal. 11

12 Elisabeth Juniarti et.al, Op.Cit, hal. 19

(24)

Oleh karena itu, anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional ke depan, sehingga diperlukan langkah-langkah strategis untuk melakukan perlindungan baik dari segi hukum maupun segi pendidikan serta bidang-bidang lain yang terkait.13

8. Bagaimana pengaturan hukum anak sebagai kurir narkotika menurut hukum pidana?

Perlindungan hukum yang dimaksud bukan seperti sekarang ini yang cenderung menghukum anak bukan memberikan perbaikan terhadap anak atau memulihkan anak kepada keadaan semula, yakni secara harfiah baik dan jujur.

Berdasarkan uraian di atas menarik untuk dibahas persoalan hukum tentang

”Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Dijadikan Kurir Narkotika”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan digunakan sebagai batasan dalam pembahasan, sebagai berikut :

9. Bagaimana perlindungan hukum pidana terhadap anak yang dijadikan kurir narkotika?

10. Apa hambatan dan upaya dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang dijadikan kurir narkotika?

13 Sulis Setyowati, Tindak Pidana Anak, https://slissety.wordpress.com/tindak-pidana-anak/, diakses7 Februari 2017

(25)

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dilakukan penelitian terhadap permasalahan di atas, yakni :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan hukum anak sebagai kurir narkotika menurut hukum pidana?

2. Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum pidana terhadap anak yang dijadikan kurir narkotika.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis hambatan dan upaya dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang dijadikan kurir narkotika.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Secara Teoritis penelitian ini bermanfaat bagi pihak akademisi sebagai bahan pengkajian penelitian lebih lanjut serta bermanfaat bagi masyarakat khususnya masyarakat dalam memahami perlindungan hukum terhadap anak yang dijadikan kurir narkotika.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini bermanfaat secara praktis bagi masyarakat, aparat penegak hukum, seperti polisi, jaksa, hakim dan lembaga pemasyarakatan, sehingga dengan demikian penelitian ini dapat bermanfaat untuk perlindungan hukum terhadap anak yang dijadikan kurir narkotika.

(26)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan terhadap hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan secara khusus di Universtias Sumatera Utara, maka penelitian dengan judul “Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Dijadikan Kurir Narkotika” belum pernah dilakukan penelitian pada topik dan permasalahan yang sama.

Dari hasil penelusuran keaslian penelitian, penelitian yang menyangkut:

Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Dijadikan Kurir Narkotika yang pernah dilakukan Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, yaitu:

1. Tesis atas nama Nur Sari Dewi M., NIM: 107005040, dengan judul,”Peranan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pengguna Narkotika”. Fokus masalah yang dikaji adalah :

a. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap anak pelaku tindak pidana narkotika?

b. Apakah putusan hakim telah memberikan perlindungan terhadap anak pelaku tindak pidana pengguna narkotika?

c. Apakah putusan hakim terhadap anak pelaku tindak pidana pengguna narkotika telah mencapai tujuan pemidanaan?

1. Tesis atas nama Suandi Fernando Pasaribu, NIM: 137005014, dengan judul,”Pemberian Pembebasan Bersyarat (PB) Bagi Penyalahguna Narkotika

(27)

Ditinjau Dari Undang-Undang No. 35 Tentang Narkotika Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan”. Fokus masalah yang dikaji ialah

a. Bagaimanakah implementasi pembebasan bersyarat terhadap narapidana penyalahgunaan narkotika sesuai dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 di lembaga pemasyarakatan klas I Medan?

b. Apa kendala yang dihadapi oleh petugas di lembaga peasyarakatan klas I Medan dalam proses pembebasan bersyarat (PB) bagi warga binaan pemasyarakatan yang kasus penyalahgunaan narkotika?

c. Bagaimana sistem pengawasan petugas lembaga pemasyarakatan klas I Mdan terhadap narapidana yang mendapatkan pembebasan bersyarat?

Namun demikian penelitian-penelitian tersebut di atas berbeda dengan penelitian yang akan dilaksanakan ini, sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian yang akan dilaksanakan adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan apabila dikemudian hari ternyata dapat dibuktikan adanya plagiat dalam hasil penelitian ini.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah bagian penting dalam penelitian. Artinya, teori hukum harus dijadikan dasar dalam memberikan preskripsi atau penilaian apa yang seharusnya memuat hukum. Teori juga bisa digunakan untuk menjelaskan fakta dan peristiwa hukum yang terjadi. Teori hukum dalam penelitian berguna sebagai pisau analisis pembahasan tentang peristiwa atau fakta hukum yang

(28)

diajukan dalam masalah penelitian.14 Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain tergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.15

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan pertimbangan dan pegangan teoritis.16 Setiap penelitian membutuhkan titik tolak atau landasan untuk memecahkan dan membahas masalahnya, untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari mana masalah tersebut diamati.17

Kegunaan teori hukum dalam penelitian sebagai pisau analisis pembahasan tentang peristiwa atau fakta hukum yang diajukan dalam masalah penelitian.18

Perlindungan hukum merupakan bentuk tindakan atau perbuatan hukum pemerintah yang diberikan kepada subjek hukum sesuai dengan hak dan kewajibannya yang dilaksanakan berdasarkan hukum positif dimana keadaan

Secara konseptual teori yang digunakan dalam penelitian ialah Teori Perlindungan Hukum.

14 Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 146

15 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2005), hal. 6

16 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80

17 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press, 2003), hal. 39-40

18 Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Op.Cit, hal. 16

(29)

tersebut menunjukkan adanya hubungan hukum.19

Wujud dari perlindungan hukum seperti yang telah diuraikan di atas sangat bersinggungan dengan tujuan hukum. Hal itu disebabkan karena untuk mencapai perlindungan hukum yang maksimal maka harus juga dicapai dengan tujuan hukum secara maksimal. Tujuan hukum yang cukup ideal diutarakan oleh Gustav Radbruch, yaitu:

Perlindungan hukum di Indonesia secara umum dapat dilihat dalam alinea keempat Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, berbunyi:

”Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

20

Keadilan merupakan nilai kebajikan yang paling legal (the most legal of virtues), atau dengan meminjam istilah cicero, keadilan adalah habitusanimi, yakni keadilan merupakan atribut pribadi (personalattribute).

a. Keadilan,

b. Kemanfaatan dan c. Kepastian hukum.

21

19 Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafikan, 2006), hal. 49. Hubungan antara subjek hukum ataupun antara subjek hukum dengan objek hukum yang diatur oleh hukum dan menimbulkan akibat hukum, yaitu hak dan kewajiban. AsyhadieZaeni & Arief Rahman, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2016), hal. 66

20 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum: Suatu Kajian Filisofis Dan Sosiologis, (Jakarta:

Chandra Pratama, 1996), hal. 95-96

21 Megarita, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Saham Yang Digadaikan, (Medan: USU PRESS, 2008), hal. 13

Keadilan sebagai

(30)

fairness atau sebagai pure procedure justice tidak menuntut setiap orang yang terlibat menuntut setiap orang yang terlibat dan menempuh prosedur yang sama juga harus mendapatkan hasil yang sama. Sebaliknya, hasil prosedur yang fair itu harus diterima sebagai adil, juga apabila setiap orang tidak mendapatkan hasil yang sama. Dengan demikian, prinsip keadilan yang lahir dari suatu prosedur yang diterima oleh semua pihak juga harus diterima sebagai prinsip yang pantas berlaku untuk umum.22Kemanfaatan merupakan suatu kebijakan atau tindakan tertentu membawa manfaat atau hasil yang berguna atau sebaliknya kerugian bagi orang-orang yang terkait.23 Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengaharapkan adanya kepastian hukum karena dengan adanya kepastian hukum maka masyarakat akan lebih tertib.24

22 Andre Atan Uja, Keadilan Dan Demokrasi (Telaah Filsafat Politik John Rawl),(Yogyakarta: Kanisius, 1999), hal. 45

23 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Teory) Dan Teori Peradilan (JudicialPrudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legalprudence), (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 273

24 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 2007), hal. 160

Dalam the concept of law menurut H.L.A Hart, ada kalanya kata-kata dalam sebuah undang-undang dan apa yang diperintahkannya dalam suatu kasus tertentu bisa jadi jelas sekali, namun terkadang mungkin ada keraguan terkait dengan penerapannya. Keraguan itu terkadang dapat diselesaikan melalui interpretasi atas peraturan hukum lainnya.

Hal ini menurut H.L.A Hart merupakan suatu ketidakpastian (legal uncertainty)

(31)

dalam ketentuan undang-undang.25

a. Ridwan Syahrani, mengatakan sistem hukum adalah “Suatu susunan atau tatanan yang teratur dari keseluruhan elemen yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu pemikiran untuk mencapai suatu tujuan”.

Teori kedua atau pendukung yang digunakan sebagai alat untuk melakukan analisis dalam penelitian ini ialah teori sistem hukum. Legal system theory atau teori sistem hukum, membedakan dua sistim hukum yaitu : civil law (Continental Europe Legal System) yang didominasi hukum perundang-undangan, dan common law (Anglo-American Legal System) yang didominasi hukum tidak tertulis dan putusan-putusan pengadilan terdahulu (precedent). Dapat dipahami defenisi sistem hukum menurut para pakar berikut ini :

26

b. Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, mengatakan sistem hukum adalah “Suatu kesatuan sistem besar yang tersusun atas sub-sub sistem yang kecil, yaitu sub sistem pendidikan, pembentukan hukum, penerapan hukum, dan lain-lain, yang hakekatnya merupakan sistem tersendiri”.27

Defenisi di atas menunjukkan sistem hukum sebagai suatu kompleksitas sistem yang membutuhkan kecermatan yang tajam untuk memahami keutuhan prosesnya. Tiga komponen dalam sistem hukum yaitu : struktur hukum, substansi

25 H.L.A Hart, The Concept of Law, (New York: Clarendon Press-Oxford, 1997) diterjemahkan oleh M. Khozim, Konsep Hukum, (Bandung: Nusamedia, 2010), hal. 230.

26 Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999), hal. 169

27 Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Mandar Maju, 2003), hal. 151

(32)

hukum, dan kultur hukum.28

Selanjutnya, ketiga komponen di atas mendukung berjalannya sistem hukum disuatu negara. Secara realitas sosial, keberadaan sistem hukum yang terdapat dalam masyarakat mengalami perubahan-perubahan sebagai akibat pengaruh, apa yang disebut dengan modernisasi atau globalisasi baik itu secara evolusi maupun revolusi.

Ketiga komponen tersebut merupakan elemen penting dalam penegakan hukum, jika salah satu elemen dari tiga komponen ini tidak bekerja dengan baik, dapat mengganggu sistem hukum, hingga pada gilirannya akan terjadi kepincangan hukum.

29 Di Indonesia berbicara struktur hukum maka hal tersebut merujuk pada struktur institusi-institusi penegakan hukum, seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Aspek lain dari sistem hukum adalah substansinya.30

28 Achmad Ali, Op.Cit, hal. 204. Struktur hukum adalah keseluruhan institusi penegakan hukum, beserta aparatnya. Jadi mencakupi kepolisian dengan para polisinya, kejaksaan dengan para jaksanya, kantor-kantor pengacara dengan para pengacaranya, dan pengadilan dengan para hakimnya. Substansi hukum adalah keseluruhan asas-hukum, norma hukum dan aturan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, termasuk putusan pengadilan. Kultur hukum adalah kebiasaan-kebiasaan, opini-opini, cara berpikir dan cara bertindak, baik dari para penegak hukum maupun dari warga masyarakat. Lihat Lawrence M. Friedman, American Law An Introduction, diterjemahkan oleh Wishnu Basuki, Hukum Amerika Sebuah Pengantar, (Jakarta: PT. Tatanusana, 2001), hal. 7-8

29 Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, (Bandung: Refika Aditama, 2007), hal 26

30 Achmad Ali, Keterpurukan Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hal. 8

Substansi adalah aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Jadi substansi hukum menyangkut peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memiliki kekuatan yang mengikat dan menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum. Kultur hukum menyangkut budaya hukum yang merupakan sikap manusia (termasuk budaya hukum aparat penegak

(33)

hukumnya) terhadap hukum dan sistem hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum untuk menjalankan aturan hukum yang ditetapkan dan sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa didukung budaya hukum oleh orang- orang yang terlibat dalam sistem dan masyarakat maka penegakan hukum tidak akan berjalan secara efektif.

2. Konsepsi

Penggunaan konsep dalam suatu penelitian adalah untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap kerangka konsep yang dipergunakan dalam merumuskan konsep dengan menggunakan model definisi operasional.31

a. Perlindungan hukum tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.

Adapun definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :

32

b. Anak adalah adalah Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.33

c. Kurir narkotika adalah seseorang yang mengantarkan barang

31 Universitas Sumatera Utara, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis, (Medan:

Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 72

32 Sutiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), (Surakarta: Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret, 2004), hal. 3

33 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

(34)

haram/narkotika.34Kurir narkotika adalah seseorang yang mengantar barang narkotika baik di ketahuinya maupun tidak ti ketahuinya.35

d. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.36

G. Metode Penelitian

Metode penelitian berisikan uraian tentang metode atau cara yang digunakan untuk memperoleh data atau informasi. Metode penelitian ini berfungsi sebagai pedoman dan landasan tata cara dalam melakukan operasional penelitian untuk menulis suatu karya ilmiah yang peneliti lakukan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang tidak membutuhkan populasi dan sampel.37

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-

Adapun beberapa langkah yang digunakan dalam metode penelitian ialah :

1. Jenis dan Sifat Penelitian

34 Agus Kurniawan, Kurir, aguskrnwn.blogspot.co.id/2009/01/kurir.html?m=1, diakses 10 Februari 2017

35http://irvanviktorsh.blogspot.co.id/2016/08/sanksi-hukum-bandar-narkoba-pengedar.html di akses pada tanggal 14 novembar 2017

36 Lihat Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

37 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 105

(35)

undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat.38 Penelitian yuridis normatif dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan disebut juga penelitian kepustakaan.39

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian.40 Deskriptif analitis merupakan metode yang dipakai untuk menggambarkan suatu kondisi atau keadaan yang sedang terjadi atau berlangsung yang bertujuan agar dapat memberikan data seteliti mungkin mengenai objek penelitian sehingga mampu menggali hal-hal yang bersifat ideal, kemudian dianalisis berdasarkan teori hukum atau peraturan perundang- undangan yang berlaku.41

Dalam penelitian hukum normatif data yang digunakan adalah data sekunder

Dalam penulisan ini akan menguraikan tentang Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Dijadikan Kurir Narkotika.

2. Sumber Data

42

38Ibid

39 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurumateri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994), hal. 9

40Ibid, hal. 105

41Ibid, hal. 223

42 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 23-24

, maka didalam penelitian hukum normatif yang termasuk data sekunder, yaitu:

(36)

a. Bahan hukum primer, meliputi seluruh peraturan perundang-undangan yang mengikat dengan permasalahan dan tujuan penelitian43

1) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945;

, antara lain :

2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

3) Undang-Undang No. 12 Tahun 1999 Tentang Pemasyarakatan;

4) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia;

5) Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak;

6) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika;

7) Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak;

8) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak;

9) Perma No. 4 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.

b. Bahan hukum sekunder, merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer sebagaimana yang terdapat dalam kumpulan pustaka yang bersifat sebagai penunjang dari bahan hukum primer44

43Ibid, hal. 13

44Ibid

yang terdiri dari :

(37)

1) Buku-buku;

2) Jurnal;

3) Majalah;

4) Artikel;

5) dan berbagai tulisan lainnya.

c. Bahan hukum tertier yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder45

1) Kamus;

, seperti:

2) Ensiklopedi dan lain sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research). Studi ini dilakukan dengan jalan meneliti dokumen-dokumen yang ada, yaitu dengan bahan hukum dan informasi baik yang berupa buku, karangan ilmiah, peraturan perundang-undangan dan bahan tertulis lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu dengan mencari, mempelajari dan mencatat serta menginterpretasikan hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian.46

Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam kategori-kategori dan satuan uraian dasar, sehingga ditemukan 4. Metode Analisis Data

45Ibid

46 Ronny Hanitijo Soemitro, Op.Cit, 225

(38)

tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja, seperti yang disaran oleh data.47 Analisis data yang akan dilakukan secara kualitatif. Kegiatan ini diharapkan akan dapat memudahkan dalam menganalisis permasalahan yang akan dibahas, menafsirkan dan kemudian menarik kesimpulan. Peraturan perundang-undangan dianalisis secara kualiatif dengan menggunakan logika berfikir dalam menarik kesimpulan yang dilakukan secara deduktif48, pada akhirnya dapat menjawab permasalahan penelitian ini.

47 Analisa data menurut Patton adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan kedalam suatu pola, kategoridan satuan uraian dasar. Analisa berbeda dengan penafsiran yang memberikan arti yang signifikan terhadap hasil analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan diantara dimensi. Lihat Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 280

48 Penarikan kesimpulan yang dilakukan secara deduktif, yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan yang konkret. Lihat Jhonny Ibrahim, Teori Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya: Bayu Media, 2005), hal. 393

(39)

BAB II

PENGATURAN HUKUM

ANAKSEBAGAIKURIRNARKOTIKAMENURUTHUKUM PIDANA

A. Hukum Pidana Indonesia

Istilah tindak pidana. Ada beberapa ahli yang menyebut perbuatan pidana dan lain sebagainya, untuk memperjelas pengertian tindak pidana berikut beberapa pendapat ahli hukum, yaitu :

1. Simons dalam Roni Wiyanto mendefinisikan tindak pidana sebagai suatu perbuatan (handeling) yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan dengan hukum (onrechtmatig) dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab.49

2. Van Hammel juga sependapat dengan rumusan tindak pidana dari simons, tetapi menambahkan adanya “sifat perbuatan yang mempunyai sifat dapat dihukum”.

Rumusan pengertian tindak pidana oleh simons dipandang sebagai rumusan yang lengkap karena akan meliputi :

a. Diancam dengan pidana oleh hukum b. Bertentangan dengan hukum

c. Dilakukan oleh seseorang dengan kesalahan (schuld)

d. Seseorang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya.

49 Roni Wijayanto, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: CV. Mandar Madju, 2012), hal. 160

(40)

Jadi, pengertian tindak pidana menurut Van Hamael meliputi lima unsur, sebagai berikut :50

3. Moeljatno menyebut tindak pidana sebagai perbuatan pidana adalah perbuatan yang diancam dengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut.

a. Diancam dengan pidana oleh hukum b. Bertentangan dengan hukum

c. Dilakukan oleh seseorang dengan kesalahan (schuld)

d. Seseorang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya.

e. Sifat perbuatan yang mempunyai sifat dapat dihukum.

51

4. J. Bauman mengatakan perbuatan/tindak pidana adalah perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan.52

50Ibid

51 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan Kedua, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal.

54

52 Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia dalam Perspektif Pembaharuan, (Malang : UMM Press, 2004), hal. 106

Berdasarkan uraian di atas maka pendapat yang dikemukakan mengarah kepada 2 (dua) pandangan besar tentang tindak pidana, yaitu monistis dan dualistis.

Pandangan Simons, J.Bauman dan Van Hammel mengarah kepada pandangan monistis dimana dalam pandangan ini berpendapat bahwa tindak pidana didalamnya sudah tercakup perbuatan yang dilarang dan pertanggungjawaban pidana sedangkan Moeljatno masuk kepada aliran dualistis, dimana menurut aliran ini terdapat pemisahan antara tindak pidana dengan pertanggungjawaban pidana. Artinya, tidak cukup hanya sebatas terjadi sebuah tindak pidana akan tetapi harus dilihat pula unsur kesalahan dan kemampuan bertanggung jawab.

(41)

Selanjutnya mengenai pertanggungjawaban pidana harus memenuhi 3 (tiga) unsur, yaitu:53

Pidana erat kaitannya dengan penjatuhan sanksi atau hukuman yang harus diterima seseorang akibat kejahatan atau pelanggaran yang dilakukannya dimana hal tersebut jelas harus diatur kedalam peraturan perundang-undangan.

1. Adanya kemampuan bertanggungjawab.

2. Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan.

3. Tidak adanya alasan penghapus kesalahan (alasan pemaaf).

54

53Ibid, hal. 225

54 Istilah hukuman adalah istilah umum yang diper-gunakan untuk semua jenis sanksi baik dalam ranah hukum perdata, administratif, disiplin dan pidana, sedangkan istilah pidana diartikan secara sempit yaitu hanya sanksi yang berkaitan dengan hukum pidana. Hukuman atau pidana yang dijatuhkan dan perbuatan-perbuatan apa yang diancam pidana, harus lebih dahulu tercantum dalam undang-undang pidana. Suatu asas yang disebut dengan nullum crimen sine lege, yang tercan-tum dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. Letak perbedaan antara istilah hukuman dan pidana, bahwa suatu pidana harus berdasarkan kepada ketentuan undang-undang (pidana), sedangkan hukuman lebih luas pengertiannya, meliputi pula misalnya, guru yang merotan murid, orang tua yang menjewer kuping anaknya, yang semuanya didasarkan kepada kepatutan, kesopanan, kesusilaan dan kebiasaan. Kedua istilah ini, juga mempunyai persamaan, yaitu keduanya berlatar belakang tata nilai (value), baik dan tidak baik, sopan dan tidak sopan, diperbolehkan dan dilarang dan sebagainya. Andi Hamzah dan Siti Rahayu, Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan Di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo, 1983), hal. 20

Terkait dengan hal tersebut jelas terdapat keterlibatan negara dalam penjatuhan hukuman kepada seseorang yang melakukan tindak pidana. Dengan demikian, pemberian penderitan kepada seseorang pelaku tindak pidana merupakan bagian dari pelaksanaan hukuman yakni berupa penderitaan akan perampasan hak untuk hidup bebas dari orang tersebut. Namun, konsep pemberian penderitaan kepada seorang pelaku tindak pidana tidak dapat diterima begitu saja karena pada hakikatnya pemberian hukuman harus dilakukan kepada pelaku tindak pidana akan tetapi harus mampu memberi perubahan

(42)

kepada seorang pelaku tindak pidana. Keberetan terhadap konsep pemberian semata hanya penderitaan kepada pelaku tindak pidana diutarakan oleh Jan Rammelink, sebagai berikut:55

Kondisi di atas tentunya dapat dilihat penerapannya dalam lembaga pemasyarakatan di Indonesia. Konsep yang diterapkan oleh lembaga pemasyarakatan Indonesia sebagai tempat para pelaku tindak pidana menjalankan hukuman masih menyimpang dari tujuan keberadaan lembaga pemasyarakatan.

1. Keberatan religius

Leo Tolstoi, seorang filsuf Rusia misalnya, berpendapat bahwa kita tidak mungkin menghukum dengan nurani bersih. Mereka yakin bahwa orang- orang jahat jangan dilawan atau ditolak, orang-orang seperti itu yang membenci kita justru harus dikasihi.

2. Keberatan biologis

Kewenanangan untuk menghukum juga ditolak dari pandangan fatalis- materialistis, yang menyebutkan bahwa kiranya meru-pakan kekeliruan untuk memandang perilaku manusia sebagai tindakan yang bersumber dari kehendak bebas sehingga mereka dianggap harus bertanggung jawab.

Fenomena kesadaran dan juga karena itu kehendak harus dipandang sebagai produk sampingan proses fisiologi otak manusia, dan hanya seolah-olah muncul dari kemampuan manusia menimbang untung-rugi dan memilih antara baik dan buruk. Beranjak dari pandangan di atas, maka gagasan pertanggungjawaban harus ditolak dan pidana dianggap suatu campur tangan yang buruk.

3. Kategori ketiga mempertanyakan kewenangan negara untuk menghukum, karena negara sendiri yang secara langsung mau-pun tidak menetapkan syarat-syarat atau batasan tentang kriminalitas. Keberatan ini diajukan oleh Thomas Morus (filsuf Inggris) kepada raja Hendrik VIII.

56

55 Jan Remmelink, Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal. 595- 596

56 Sahardjo mengatakan penjara tidak hanya menimbulkan rasa derita pada terpidana akan tetapi karena dihilangkan kemerdekaan bergerak, membimbing terpidana aga bertaubat, mendidik supaya menjadi seorang anggota masyarakat Indonesia yang berguna. Bachtiar Agus Salim, Pidana Penjara Dalam Stelsel Pidana Di Indonesia, (Medan: USU Press, 2009), hal. 7

Lembaga pemasyarakatan Indonesia menuntut adanya partisipasi terpadu antara

(43)

pemasyarakatan, narapidana dan masyarakat. Tanpa adanya partisipasi terpadu tercapainya tujuan luhur lembaga pemasyarakatan akan menghadapi kelambatan atau kemacetan.57 Keadaan lembaga pemasyarakatan di Indoneia cenderung mengalami kelambatan. Romli Atmasasmita mencatat beberapa kesimpulan, sebagai berikut:58

1. Strategi pemasyarakatan berlandaskan proses pemasyarakatan sebagai metoda kerjanya belum sepenuhnya menunjang ke arah tercapainya tujuan resosialisasi narapidana,

2. Strategi pemasyarakatan pada dewasa ini masih belum memasyarkatkan dan belum melembaga di kalangan aparat penegak hukum hal mana sering menimbulkan kesimpang siuran dan tafsiran yang keliru atas strategi pemasyarakatan di dalam usaha menanggulangi kejahatan,

3. Strategi pemsyarakatan dewasa ini dinilai terlalu menitikberatkan pada usaha- usaha reformatif tanpa mempertimbangkan usaha-usaha penjaraanya sehingga dengan demikian dianggap mengandung kelemahan-kelemahan berarti di dalam rangka penegakan hukum di Indonesia.

Belum maksimalnya lembaga pemasyarakat di Indonesia menyebabkan dampak negatif kepada pelaku tindak pidana akibat penerapan pidana, khususnya pidana perampasana kemerdekaan antara lain dapat disebut, sebagai berikut:59

1. Seorang narapidana dapat kehilangan kepribadian atau identitas diri, akibat peraturan dan tata cara hidup di lembaga (loos of personality),

2. Selama menjalani pidana, narapidana selalu dalam pengawasan petugas sehingga ia merasa kurang aman, merasa selalu dicurigai atas tindakannya (loos of security),

3. Dengan menjalani pidana jelas kemerdekaan individualnya terampas, hal ini dapat menimbulkan perasaan tertekan, pemurung, mudah marah sehingga dapat menghambat proses pembinaan (loos of liberty),

4. Dengan menjalani pidana dalam lembaga pemasyarakatan maka kebebasan untuk berkomunikasi dengan siapapun dibatasi (loos of communication), 5. Selama di dalam lembaga pemasyarakatan narapidana merasa kehilangan

pelayanan yang terbaik karena semua harus dilakukan sendiri (loos of good and service),

57Ibid, hal. 104

58Ibid

59 C.I. Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, (Jakarta: Djambatan, 1995), hal. 60

(44)

6. Dengan pembatasan bergerak dan penempatan narapidana menurut jenis kelamin, jelas narapidana akan merasa terampasnya naluri seks, kasih sayang dan kerinduan pada keluarga (loos of heterosexual),

7. Selama dalam lembaga pemasyarakatan dan munculnya perlakukan yang bermacam-macam baik dari petugas maupun sama narapidana dapat menghilangkan harga dirinya (loos of prestige),

8. akibat dari berbagai perampasan kemerdekaan di dalam lembaga narpidana akan kehilangan rasa percaya diri (loos of believe),

9. narapidana selama menjalani pidananya di dalam lembaga karena perasaan tertekan dapat kehilangan daya kreatifnya, gagasan-gagasannya dan imajinasinya (loos of creatifity).

Lembaga pemasyarakat di Indonesia memang sejatinya belum dapat melepaskan diri dari stigma negatif berupa penderitaan. Muhari Agus Santoso mengatakan pidana terkan-dung unsur penderitaan tidaklah disangkal. Penderitaan dalam konteks membebaskan harus dilihat sebagai obat untuk dibebaskan dari dosa dan kesalahan. Jadi penderitaan sebagai akibat pidana merupakan kunci jalan keluar yang membebaskan dan yang memberi kemungkinan bertobat dengan penuh keyakinan.60

Keberadaan pidana dan lembaga pemasyarakatan sangat diperlukan hal tersebut dapat dilihat dari kesimpulan yang diutarakan oleh Muladi dan Barda Nawawi Arief, sebagai berikut:61

2. Sanksi pidana merupakan alat atau sarana terbaik yang tersedia, yang kita miliki untuk menghadapi kejahatan-kejahatan atau bahaya besar dan segera serta untuk menghadapi ancaman-ancaman dari bahaya. (The criminal sanction is 1. Sanksi pidana sangatlah diperlukan; kita tidak dapat hidup, sekarang maupun di masa yang akan datang, tanpa pidana. (The criminal sanction is indispensable, we could not, now or in the foreseeable future, get along without it),

60 Muhari Agus Santoso, Paradigma Baru Hukum Pidana, (Malang: Averroes Press, 2002), hal. 25

61 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung: Alumni, 2005), hal. 155-156

(45)

the best available device we have for dealing with gross and immediate harms and threats of harm),

3.Sanksi pidana suatu ketika merupakan penjamin yang utama/ terbaik' dan suatu ketika merupakan 'pengancam yang utama dari kebebasan manusia. la merupakan penjamin apabila diguna-kan secara hemat-cermat dan secara manusiawi, ia merupakan pengancam, apabila digunakan secara sembarangan dan secara paksa. (The criminal sanction is at once prime guarantor and prime threatener of human freedom. Used providently and humanely, it is guarantor, used indiscriminately and coercively, it is threatener).

B. Konsep Anak Di Indonesia 1. Anak Sebagai Subjek Hukum

Anak merupakan bagian dari wujud manusia yang belum memasuki usia dewasa. Artinya, jika ia merupakan wujud manusia yang belum dewasa maka dianggap belum cakap melakukan perbuatan hukum secara normal akan tetapi dalam keadaan mendesak maka ia dapat dianggap cakap melakukan perbuatan hukum. Misalnya seorang anak dapat dianggap cakap bertindak secara hukum karena kepentingan kewarisannya. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, berbunyi:

”Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah dilahirkan bilamana kepentingan si anak menghendakinya”.

Bunyi pasal di atas menunjukkan bahwa jika kepentingan anak mendesak maka ia dapat menjadi subjek hukum. Artinya, anak sebagai subjek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban. Secara terperinci anak dianggap

(46)

mampu mengadakan hubungan hukum dimana hubungan itu akan mempunyai akibat hukum yang disebut hak dan kewajiban.62

Hal tersebut juga dipertegas oleh C.S.T Kansil, sebagai berikut:63

Tindak hanya dalam ruang lingkup perdata saja seorang anak dapat dikatakan sebagai subjek hukum akan tetapi didalam konteks hukum publik, yakni hukum pidana, anak juga merupakan subjek hukum. Hal tersebut dapat dilihat, anak dapat pula dimintai pertanggungjawaban secara pidana apabila melakukan tindak pidana. Penyebutan anak yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana ialah anak yang berkonflik dengan

”Manusia sebagai subjek hukum atau pembawa hak dan kewajiban mulai berlaku mulai dari seorang dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia, malah seorang anak yang masih dalam kandungan ibunya dapat dianggap langusung sebagai pembawa hak (telah dianggap lahir) jika kepentingannya memerlukan (untuk menjadi ahli waris)”.

Pendapat C.S.T Kansil di atas juga menyebutkan secara tersirat bahwa anak juga merupakan subjek hukum. Hal itu terlihat dari frase kalimat ” manusia sebagai subjek hukum atau pembawa hak dan kewajiban mulai berlaku mulai dari seorang dilahirkan”, dimana manusia yang baru dilahirkan jika dikategorikan dalam frase perkembangan kehidupan manusia maka ia masuk pada kategori anak.

62 Noviyanti Wulandari & Muhammad Iqbal Tarigan, Pengantar Tata Hukum Indonesia (Suatu Rangkuman), (Yogyakarta: Leutikaprio, 2016), hal. 49

63 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum & Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal. 117

Referensi

Dokumen terkait

Pemilihan bahan koagulan yang ramah lingkungan merupakan faktor penting dalam pemurnian air sehingga tidak mencemari lingkungan.Tujuan penelitian ini adalah

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan kasih-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat melakukan

Berdasarkannhasil pembahasanipenelitian yangitelah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: (1) pengetahuan lingkungan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap

We have asked whether Copperfield’s knowledge of the immorality or cruelty of Creakle’s actions is arrived at or sustained with an inference, or whether it is instead

Dari kurva tegangan regangan diatas menunjukan bahwa variasi campuran arang batok kelapa 5% dengan perendaman air sungai didapat nilai kuat tekan terbesar berada pada

Jika pada periode berikutnya, jumlah kerugian penurunan nilai berkurang dan pengurangan tersebut dapat dikaitkan secara obyektif pada peristiwa yang terjadi setelah

Pengaruh yang diberikan atribut produk (X1) terhadap brand switching (Y) produk Indomie adalah negative, yang artinya semakin baik atribut produk Indomie dari

Apakah sudah kamu kerjakan semua soal dalam pelajaran