• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Langsat Vol. 4 No. 1 Januari-Juni 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Jurnal Langsat Vol. 4 No. 1 Januari-Juni 2017"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN TIME TOKEN ARENDS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA KELAS VII A

SMP NEGERI 1 TANJUNG Iriana

Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tanjung Tabalong Kalimantan Selatan

ABSTRAK

Berhasil tidaknya pendidikan di sekolah bukan hanya dilihat dari kuantitas lulusan peserta didik akan tetapi yang lebih penting adalah kualitas peserta didik dilihat dari potensinya dalam mengembangkan kemampuan dasar yang dimiliki. Rendahnya kemampuan berbicara siswa KELAS VII-A SMP Negeri 1 Tanjung mengakibatkan prestasi belajar siswa menjadi rendah. Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka pemecahan masalah tersebut adalah PTK dengan model pembelajaran Time Token Arends. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keaktifan guru dan meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Metode yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan pendekatan kualitatif.

Setting Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Tanjungpada siswa KELAS VII-A yang berjumlah 24 orang siswa, terdiri dari 11 orang siswa laki-laki dan 13 orang siswa perempuan. Penelitian dilaksanakan dengan dua siklus, siklus I dua kali pertemuan dan siklus II dua kali pertemuan. Tiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi dan refleksi. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model Time Token Arends dapat meningkatkan aktivitas guru dalam pembelajaran, hal ini terbukti dengan hasil observasi yang dilakukan menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dari pertemuan 1 siklus I yang memperoleh skor 34 yang dikonversikan menjadi 56% dengan kategori cukup baik kemudian meningkat terus di setiap pertemuan hingga puncaknya di pertemuan terakhir yaitu siklus II pertemuan 2 memperoleh skor 55 yang dikonversikan menjadi 91 % dengan kategori sangat baik.

Aktifitas siswa juga terus mengalami peningkatan pada siklus I, pertemuan pertama aktivitas siswa memperoleh rata-rata 47% atau dalam kreteria cukup aktif, pada pertemuan kedua aktivitas siswa memperoleh 59% dalam kreteria cukup aktif, pada pertemuan ketiga aktivitas siswa naik lagi menjadi 71% dalam kreteria Aktif dan terakhir pada pertemuan ke empat aktivitas siswa meningkat signifikan memperoleh rata-rata 87%

dalam kreteria sangat aktif. hasil Belajar siswa dari Pada siklus I rata-rata yang diperoleh sebesar 62,92 meningkat menjadi 66,25 sedangkan pada siklus II, rata-rata yang diperoleh sebesar 72,92 meningkat menjadi 80,42, begitu pula dengan tingkat ketuntasan klasikal yang juga mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II

Kata Kunci: Meningkatkan Kemampuan Berbicara, Time Token Arends, Hasil Belajar

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan upaya menfasilitasi perkembangan individual dari kondisi objektif kepada kondisi normatif. Istilah mempasilitasi mengacu pada proses pemberian kemudahan kepada individual. Peserta didik dipandang memiliki kemampuan untuk berkembang sendiri asalkan ada fasilitas yang tepat, yang artinya dalam pendidikan anak, guru, ataupun orang tua bukan segalanya bagi anak. Mereka berperan sebagai fasilitator bagi perkembangan anak.

Dengan kata lain, dalam konteks pendidikan anak sesungguhnya penentu utama bagi dirinya sendiri (Budiman, 2006 : 1).

Guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksudkan dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 dinyatakan bahwa Guru dan Dosen pada pasal 4

tertulis guru berfungsi untuk untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi meningkatkan mutu pendidikan nasional. Guru yang profesional tentu memiliki kompetensi dalam bidangnya.

Disamping memiliki kompetensi profesional yang berarti menguasai bidang yang diampunya, guru harus memiliki kompetensi pedagogik yaitu menguasai metode pembelajaran baik penguasaan kurikulum, merancang proses pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, mengadakan evaluasi dan analisa pembelajaran serta melaksanakan program tindak lanjut. Oleh sebab itu dalam proses mengajar terdapat kegiatan membimbing siswa agar siswa berkembang sesuai dengan tugas-tugas perkmbangannya, melatih keterampilan baik keterampilan motorik maupun

(2)

intelektual sehingga siswa dapat dan berani hidup dimasyarakat yang cepat berubah dan penuh persaingan, memotivasi siswa agar mereka dapat memecahkan berbagai persoalan hidup dalam masyarakat yang penuh tantangan dan rintangan membentuk siswa yang memiliki kemampuan inovatif, kreatif dan lain sebagainya (Wina sanjaya, 2008:14).

Mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di SMP.

Konsep-konsep yang terdapat dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia disesuaikan dengan perkembangan dan kemampuan dasar anak SMP.

Ada 3 aspek yang diajarkan dalam berbahasa Indonesia, yaitu Kemampuan Berbicara, Menulis dan Membaca.

Aspek keterampilan berbahasa yang paling penting peranannya dalam upaya melahirkan generasi masa depan yang cerdas, trampil, kritis, kreatif, inovatif dan berbudaya adalah keterampilan berbicara. Dengan menguasai keterampilan berbicara, para siswa akan mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara cerdas sesuai konteks dan situasi pada saat dia sedang berbicara. Keterampilan berbicara juga

mampu melahirkan generasi masa depan yang kritis karena mampu

mengemukakan gagasan, pikiran, atau perasaan kepada orang lain secara runtut dan sistematis, karena sudah terbiasa untuk berkomunikasi dengan orang lain sesuai dengan situasi tutur berlangsung (Ahmad Bahrudin Zailani. 2011:3).

Keterampilan berbicara di kalangan siswa SMP belum seperti yang diharapkan dan diinginkan. kondisi ini tidak lepas dari proses pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah yang kurang membantu siswa terampil untuk mengeluarkan pendapat dengan bahasa yang baik dan benar . Yang lebih memprihatinkan adalah siswa yang takut berbicara karena takut salah, ditertawakan, dan malu yang luar biasa ketika disuruh untuk berbicara. Di SMP keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan yang ditekankan pembinaannya, disamping menulis, membaca, dan berhitung. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) ditegaskan bahwa siswa SMP perlu belajar bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan.

Ada 2 (dua) faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat keterampilan siswa dalam berbicara, yaitu faktor keluarga dan masyarakat.

Dari dalam keluarga proses komunikasi sehari- hari, banyak mempergunakan bahasa daerah (bahasa ibu ) sebagai bahasa percakapan di lingkungan keluarga. Begitu pula penggunaan

bahasa Indonesia di tengah-tengah masyarakat masih kurang dipergunakan. Rata-rata bahasa ibulah yang digunakan sebagai sarana komunikasi. Akibatnya siswa tidak terbiasa untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik

sesuai dengan situasi tutur berlangsung.

Faktor dari dalam sekolah, pendekatan pembelajaran, metode, media, atau sumber pembelajaran yang digunakan oleh guru memiliki pengaruh cukup kuat terhadap tingkat keterampilan berbicara bagi siswa SMP. Pada umumnya guru bahasa Indonesia lebih mengutamakan keterampilan membaca dan menulis ketimbang berbicara. Para siswa tidak diajak untuk belajar berbahasa, tetapi cenderung diajak belajar tentang tata bahasa saja. Artinya, apa yang disajikan oleh guru di kelas bukan bagaimana siswa berbicara sesuai konteks dan situasi tutur, melainkan diajak untuk mempelajari teori tentang bicara. Akibatnya, keterampilan berbicara hanya sekedar melekat pada diri siswa sebagai sesuatu yang rasional dan kognitif belaka, belum menyatu secara emosional dan efektif, rendahnya keterampilan berbicara biasanya menjadi hambatan bagi siswa unuk menjadi siswa yang cerdas, kreatif, kritis, dan berbudaya.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka kenyataan yang ditemukan di SMP Negeri 1 Tanjung hampir seluruh siswa KELAS VII- AKemampuan berbicara dengan baik dan benar di kelas dirasakan sangat kurang. Selain itu hasil belajar atau prestasi belajar siswa masih rendah yang disebabkan siswa masih menganggapMata Pelajaran Bahasa Indonesia merupakan pelajaran yang sulit dan membosankan. Disamping itu dalam pembelajaran dirasakan juga guru masih kurang bervariasi dalam memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat lebih aktif, proaktif dalam kegiatan pembelajaran.

Jika kondisi seperti ini dibiarkan, kemungkinan besar keterampilan berbicara dikalangan siswa akan berada ditingkat paling rendah. Dalam kondisi demikian, diperlukan pendekatan pembelajaran keterampilan berbicara yang inovatif dan kreatif serta menyenangkan.

Salah satu model yang dapat diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya keterampilan berbicara yaitu dengan menggunakan model “Time Token Arends” karena model pembelajaran model Time Token Arends merupakan salah satu contoh dari penerapan pembelajaran yang demokratis di sekolah, siswa sebagai subyek. Model ini di gunakan untuk melatih siswa dalam mengembangkan keterampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali ,juga karena

(3)

proses pembelajaran bisa berlangsung aktif, efektif dan menyenangkan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa sangat perlu melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “ Meningkatkan kemampuan Berbicara Siswa KELAS VII-AMelalui Penggunaan Model Time Token Arends Pada SMP Negeri 1 Tanjungdi Kecamatan Tanjung Kabupaten Tabalong”.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah penggunaan model pembelajaran Time Token Arends dapat meningkatkan aktifitas guru di KELAS VII-A SMP Negeri1 Tanjung?

2. Apakah penggunaan model pembelajaran Time Token Arends dapat meningkatkan aktifitas Siswa di KELAS VII-A SMP Negeri1 Tanjung?

3. Apakah penggunaan model pembelajaran Time Token Arends dapat meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa KELAS VII-A SMP Negeri 1 Tanjung?

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai lewat penelitian ini adalah untuk :

1. Untuk mengetahui apakah penggunaan model pembelajaran Time Token Arends dapat meningkatkan aktifitas guru dalam proses belajar mengajar di KELAS VII-A SMP Negeri1 Tanjung.

2. Untuk mengetahui apakah penggunaan model pembelajaran Time Token Arends dapat meningkatkan aktifitas Siswa di KELAS VII- A SMP Negeri1 Tanjung

3. Apakah penggunaan model pembelajaran Time Token Arends dapat meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa KELAS VII-A SMP Negeri 1 Tanjung

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Aspek akademis. Hasil Penelitian ini sangat bermanfaat untuk memberikan kesempatan bagi guru sebagai peneliti untuk mengaplikasikan ilmu dan teori-teori yang selama ini sudah dipelajari. Selain itu diharapkan bermanfaat juga untuk menambah wawasan khususnya bagi guru peneliti dalam bidang Penelitian Tindakan Kelas, selain dari pada itu juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan tambahan literatur pada

Perpustakaan SMP Negeri 1

TanjungKabupaten Tabalong.

2. Aspek Pengembangan. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk menganalisa tentang penerapan model pembelajaran Time Token Arends dalam kaitan dengan upaya meningkatkan keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar, serta dalam kaitannya dengan upaya meningkatkan Hasil belajar siswa sehingga dapat digunakan oleh pihak lain yang berkepentingan guna penelitian lebih lanjut.

3. Aspek Praktis. Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam meningkatkan kualitas pendidikan yang meliputi:

a. Manfaat untuk siswa adalah meningkatnya penguasaan konsep KD Manfaat untuk guru adalah memperdalam pemahaman tentang model pembelajaran berpendekatan konstruktivistik Model Pembelajaran Time Token Arends dan menguasai teknikimplementasinya.

b. Manfaat untuk sekolah adalah meningkatnya kualitas pembelajaran karena adanya inovasi model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik Model Pembelajaran Time Token Arends sehingga berdampak pada peningkatan kualitas output dan outcome sekolah.

TINJAUAN PUSTAKA Belajar dan Mengajar

James. O Whittaker merumuskan belajar sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman (Djamarh, 2008:12). Menurut Gagne belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapasitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengaturan, sikap, dan nilai.

Piaget berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan, Lingkungan tersebut mengalami perubahan.

Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang (Dimyati dan Mudjiono, 2009:10-13).

Jadi belajar adalah suatu interaksi yang terjadi, khususnya pada anak yang membawa kearah yang positif ataupun negatif yang didapat dari berbagai situasi dan lingkungan.

Keterampilan Berbicara

Aspek–aspek pembelajaran bahasa Indonesia dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMP mencakup empat keterampilan yaitu, menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Keempat keterampilan berbahasa ini amat penting dikuasai oleh seseorang. Dikatakan mampu

(4)

mendengarkan apabila seseorang dapat menangkap atau menerima dengan benar dan cepat terhadap informasi yang didengarnya. Seseorang dikatakan mampu berbicara jika ia dapat mengemukakan segala idea atau buah pikiran serta perasaan dengan jelas kepada orang lain.

Kemudian, seseorang dikatakan mampu membaca jika ia dapat menangkap atau menerima dengan benar dan cepat dari apa yang dibaca melalui tulisan. Dikatakan mampu menulis jika seseorang dapat ide atau buah pikirannya serta perasaannya kedalam tulisan.Salah satu kemampuan berbahasa yang sangat perlu dikuasai adalah kemampuan berbicara.

Tertulis bahwa berbicara adalah “ bercakap, berkata, berbahasa, atau melahirkan pendapat (dengan perkataan, tulisan, dan sebagainya) atau berunding. Tarigan (1983:15) berpendapat

“bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi–bunyi artikulasi atau kata- kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan”.

Sebagai bentuk atau wujudnya berbicara disebut sebagai suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan yang disusun dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan sang pendengar atau penyimak (Depdikbud,1990:114).

Kemampuan berbicara sangat erat kaitannya dengan keberadaan bahasa lisan. Setiap orang dituntut untuk mampu berbahasa. Kemampuan berbicara dapat diperoleh dengan cara belajar secara formal melalui lembaga pendidikan, dan dapat pula dengan belajar bahasa secara alamiah atau melalui pergaulan yang tanpa disadarinya.

Seperti kita ketahui bahwa dalam kegiatan berbicara diawali dari suatu pesan yang harus dimiliki pembicara yang akan disampaikan kepada penerima pesan agar penerima pesan dapat menerima atau memahami pesan. Dalam menyampaikan pesan seseorang menggunakan media atau alat yaitu bahasa, dalam hal ini bahasa lisan.

Menurut Zulkifli ( 2009:6 ) mengatakan berbicara berarti komunikasi lisan, walaupun bisa saja seseorang berbicara bertolak dari apa yang ada secara tertulis, sebagaimana seseorang melakukan kegiatan membaca dengan nyaring.

Jadi, Pada hakikatnya berbicara merupakan ungkapan pikiran dan perasaan seseorang dalam bentuk bunyi – bunyi bahasa. Pendengar menerima pesan atau informasi melalui rangkaian nada, tekanan, mimik bila komunikasi berlansung secara tatap muka. Berbicara merupakan salah satu kemampuan yang dimiliki oleh manusia. Dengan berbicara manusia dapat berkomunikasi dengan manusia lainnya.

Ada beberapa pengertian berbicara :

1. Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi – bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekpresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.

2. Berbicara adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak.

3. Berbicara adalah proses individu berkomunikasi dengan lingkungan masyarakat untuk menyatakan diri sebagai anggota masyarakat.

4. Berbicara adalah tingkah laku yang dipelajari di lingkungan keluarga, tetangga, dan lingkungan lainnya dieskitar tempatnya hidup sebelum masuk sekolah.

Model Time Token Arends

Buchari Alma menjelaskan pada umumnya model-model mengajar yang baik memiliki sifat- sifat atau ciri-ciri yang dapat dikenali secara umum sebagai berikut:

1) Memiliki prosedur yang sistematik. Sebuah model mengajar bukan sekedar merupakan gabungan berbagai fakta yang disusun secara sembarangan, tetapi merupakan prosedur yang sistematik untuk memodifikasi perilaku siswa, yang didasarkan pada asumsi-asumsi tertentu.

2) Hasil belajar ditetapkan secara khusus. Setiap model mengajar menentukan tujuan-tujuan khusus hasil belajar yang diharapkan dicapai siswa secara rinci dalam bentuk unjuk kerja yang dapat diamati. Apa yang harus dipertunjukkan oleh siswa setelah menyelesaikan urutan pengajaran disusun secara rinci dan khusus.

3) Penetapan lingkungan secara khusus.

Menetapkan keadaan lingkungan secara spesifik dalam model mengajar.

4) Ukuran keberhasilan. Model harus menetapkan kriteria keberhasilan unjuk kerja yang diharapkan dari siswa. Model mengajar senantiasa menggambarkan dan menjelaskan hasil-hasil belajar dalam bentuk perilaku yang seharusnya ditunjukkan oleh siswa setelah menempuh dan menyelesaikan urutan pengajaran.

5) Interaksi dengan lingkungan. Semua model mengajar menetapkan cara yang memungkinkan siswa melakukan interaksi dan bereaksi dengan lingkungan (Buchari Alma.dkk dalam skripsi Ahmad Bahrudin Zailani. 2011:54).

(5)

Suyatno mengemukakan bahwa model time token digunakan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan sosial siswa agar tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali (Suyatno dalam Skripsi Ahmad Bahrudin Zailani. 2011:55).

Ibrahim (2000) mengemukakan bahwa model time token yaitu dimana apabila guru memiliki kelompok-kelompok pembelajaran kooperatif di mana sejumlah kecil siswa mendominasi percakapan dan ada sejumlah kecil yang malu dan tidak pernah berbicara sama sekali, karena model time token ini dapat membantu membagikan peran serta secara merata (Muslimin Ibrahim dalam Skripsi Ahmad Bahrudin Zailani. 2011:55).

Model ini digunakan (Arends, 1998) untuk melatih dan mengembangkan keterampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali. Guru memberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 10-30 detik per kupon pada tiap siswa. Sebelum berbicara, siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu pada guru.

Setiap tampil berbicara satu kupon. Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa lainnya. Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Siswa yang masih memegang kupon harus bicara sampai semua kuponnya habis.

Menurut beberapa sumber di atas tentang model time token ini dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Time Token Arends merupakan salah satu contoh kecil dari penerapan pembelajaran yang demokratis di sekolah. Proses pembelajaran yang demokratis adalah proses belajar yang menempatkan siswa sebagai subyek.

Mereka harus mengalami sebuah perubahan ke arah yang lebih positif. Dari yang tidak bisa menjadi bisa, dari tidak paham menjadi paham, dan dari tidak tahu menjadi tahu. Di sepanjang proses belajar itu, aktivitas siswa menjadi titik perhatian utama. Dengan kata lain mereka selalu dilibatkan secara aktif. Guru dapat berperan untuk mengajak siswa mencari solusi bersama terhadap permasalahan yang ditemui.

Sintak Model Pembelajaran Time Token Arends

Sintak dari model pembelajaran Time Token Arends ini adalah sebagai berikut:

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.

2. Guru mengkondisikan kelas.

3. Guru memberi tugas pada siswa.

4. Guru memberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik per kupon pada tiap siswa.

5. Guru meminta siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu sebelum berbicara atau memberi komentar. Setiap tampil berbicara satu kupon. Siswa dapat tampil lagi setelah

bergiliran dengan siswa lainnya. Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi.

Siswa yang masih memegang kupon harus bicara sampai semua kuponnya habis.

Demikian seterusnya hingga semua anak berbicara.

6. Guru memberi sejumlah nilai sesuai waktu yang digunakan tiap siswa

Kerangka Berfikir

Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah. Mengajar dilakukan oleh seorang guru, sedangkan belajar dilakukan oleh siswa. Segala pembelajaran adalah membelajarkan siswa dengan menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar, yang kesemua menjadi penentu dalam keberhasilan pendidikan. Pembelajaran adalah suatu proses di mana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia ikut serta dalam tingkah laku dalam kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu.

Menurut Goodman yang dikutip oleh salah satu situs di internet menyatakan bahwa belajar bahasa akan lebih mudah jika pembelajaran bersifat holistik, realistik, relevan, bermakna, dan fungsional, serta tidak lepas dari konteks pembicaraan. Saat siswa belajar berbahasa baik lisan maupun tulisan, perlu banyak latihan membaca dan menulis melalui pengalaman- pengalaman yang bermakna. Mereka juga perlu kebebasan untuk berbuat keliru dan belajar dari kekeliruannya. Guru dalam hal ini harus memberikan waktu dan kesempatan belajar praktek untuk perkembangan baca-tulis seluas- luasnya. Menurut Eisele, untuk kelancaran belajar anak, peran guru dalam pembelajaran bahasa adalah mendemonstrasikan dan sebagai membaca dan menulis. Sebagai model, guru selama proses pembelajaran maupun di luar proses pembelajaran selalu menggunakan bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau yang dianggap baku yang merupakan bahasa yang benar atau betul.

Model pembelajaran Time Token Arends merupakan salah satu contoh kecil dari penerapan pembelajaran yang demokratis di sekolah. Proses pembelajaran yang demokratis adalah proses belajar yang menempatkan siswa sebagai subyek.

Mereka harus mengalami sebuah perubahan ke arah yang lebih positif. Dari yang tidak bisa menjadi bisa, dari tidak paham menjadi paham, dan dari tidak tahu menjadi tahu. Di sepanjang proses belajar itu, aktivitas siswa menjadi titik perhatian utama. Dengan kata lain mereka selalu dilibatkan secara aktif. Guru dapat berperan untuk mengajak siswa mencari solusi bersama terhadap permasalahan yang ditemui.

Hipotesis

(6)

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, hipotesis penelitian yang dapat dirumuskan adalah : “Jika menerapkan model pembelajaran Time Token pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di KELAS VII-A SMP Negeri 1 Tanjung, maka keterampilan siswa dalam berbicara dan Keaktifan siswa akan meningkat dan menjadi lebih baik”.

METODOLOGI

Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas yang merupakan suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan serta memperbaiki kondisi yang ada dalam praktik- praktik pembelajaran yang dilakukan dengan siklus, yaitu: (1) Pengembangan fokus masalah penelitian (2) Perencanaan tindakan (3) Pelaksanaan tindakan obsevasi dan evaluasi (4) analisis dan refleksi (5) Perencanaan tindakan lanjutan.

Lokasi penelitian diambil di SMP Negeri 1 Tanjung. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 1 Tanjung dengan jumlah 24 orang terdiri dari 11 orang laki-laki dan 13 orang perempuan, pada mata pelajaran Bahasa Indonesia semester II tahun pelajaran 2015/2016.

Model yang digunakan peneliti yaitu model Time Token Arends, hal ini sesuai dengan karakteristik siswa Sekolah Menengah pada SMP yang cenderung lebih senang untuk belajar dengan kegiatan yang kongkrit. Karena model Time Token Arends merupakan model yang dalam kegiatannya cenderung lebih mengarahkan anak kepada belajar sambil berfikir secara kongkrit, maka peneliti menggunakan model Time TokenArends tersebut dalam penelitian yang dilakukan.

Jenis data dalam PTK ini dikumpulkan melalui data kuantitatif dan kualitatif. Untuk Data Kualitatif Hasil belajar siswa setiap akhir siklus yang dinyatakan dalam bentuk persentasi menyatakan ketuntasan belajar secara klasikal.

Data aktivitas siswa dan guru diperoleh dari observasi proses pembelajaran dengan model pembelajaran Time Token Arends dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa dan guru.

Untuk Data kuantitatif Hasil belajar siswa diperoleh disetiap pertemuan dengan menilai hasil pekerjan siswa, kemudian mencari nilai rata-rata di setiap siklus.

Untuk mengukur keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah apabila memenuhi criteria di bawah ini :

1. Prestasi hasil belajar siswa secara perorangan.

Seorang siswa telah tuntas belajar apabila ia telah mencapai skor nilai ≥65

2. Prestasi hasil belajar secara klasikal. Suatu kelas tuntas belajar apabila kelas tersebut telah terdapat 75% yang telah mencapai nilai

≥ 65

3. Aktivitas siswa berhasil apabila mencapai kategori baik atau sangat baik secara klasikal 4. Aktivitas pelaksanaan pembelajaran oleh guru

berhasil bila mencapai 75% siswa mengalami ketuntasan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Observasi kegiatan pembelajaran

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di SMP Negeri 1 Tanjung yang dilaksanakan dalam dua siklus. Siklus I yang terdiri dari pertemuan pertama dan kedua memperlihatkan hasil yang kurang memuaskan. Sedangkan siklus II yang terdiri dari pertemuan pertama dan kedua hasilnya mengalami peningkatan dan dapat mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan.

Kendala yang dihadapi penulis adalah pada pertemuan pertama yaitu belum dapat menyesuaikan dengan keadaan lapangan, siswa yang belum terbiasa dengan model yang diterapkan dan tergolong sangat baru bagi mereka serta waktu yang sedikit membuat pembelajaran pada pertemuan pertama masih kurang dari yang diharapkan, namun pada pertemuan selanjutnya berdasarkan pengalaman dari pertemuan selanjutnya lebih kegiatan pembelajaran lebih diperbaiki dan pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Untuk lebih jelasnya perbandingan hasil observasi pada pada guru baik pada siklus I dan siklus II akan diuraikan pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Aktivitas guru siklus I dan siklus II

Siklus I Siklus II

Pertemuan 1 56% 68%

Pertemuan 2 78% 91%

Peningkatan aktivitas guru dapat dilihat dari diagram berikut ini.

Diagram 1. Aktivitas guru siklus I dan II Peningkatan hasil aktivitas guru dalam pembelajaran di atas disebabkan oleh adanya perbaikan pembelajaran ketika dilakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan. Refleksi merupakan pengkajian terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian tujuan sementara.

Pelaksanaan refleksi ini adalah berupa diskusi yang dilakukan peneliti dengan observer untuk menerangkan dan menyimpulkan, menelaah hasil

(7)

tindakan. Hal ini dapat dilihat dalam refleksi pada setiap pertemuan yang dilakukan baik pada siklus I maupun pada siklus II. Dalam setiap pertemuan guru selalu memberikan motivasi pada siswa agar proses belajar mengajar bisa berjalan dengan lancar.

Observasi Aktivitas Siswa

Berdasarkan hasil observasi dalam pembelajaran kooperatif tipe Time Token Arends terlihat adanya peningkatan aktivitas belajar para siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel aktivitas siswa dalam belajar kelompok yang dalam tiap pertemuan selalu terjadi peningkatan.

Adapun hasil observasi dan evaluasi pada penelitian ini baik siklus I maupun siklus II dapat disampaikan sebagai berikut:

Berdasarkan rata-rata nilai aktivitas siswa dalam proses pembelajaran pada siklus I dan siklus II dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 2. Aktivitas Siswa Siklus I dan II

Pertemuan Skor Rata-rata Kreteria

1 47% Cukup Aktif

2 59% Cukup Aktif

3 71% Aktif

4 87% Sangat Aktif

Berdasarkan Tabel diatas dapat diketahui bahwa aktivitas siswa dari siklus I sampai siklus II terjadi peningkatan. Dimana pada siklus I, pertemuan pertama aktivitas siswa memperoleh rata-rata 47% atau dalam kreteria cukup aktif, pada pertemuan kedua aktivitas siswa memperoleh 59% dalam kreteria cukup aktif, pada pertemuan ketiga aktivitas siswa naik lagi menjadi 71%

dalam kreteria Aktif dan terakhir pada pertemuan ke empat aktivitas siswa meningkat signifikan memperoleh rata-rata 87% dalam kreteria sangat aktif.

Peningkatan dari segi aktivitas siswa ini disebabkan oleh ketepatan guru dalam melaksanakan dan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Time Token Arends dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Adapun peningkatan tersebut dapat dilihat dari segi siswa baik aktivitasnya, minat siswa maupun peningkatan kemampuan siswa itu sendiri dalam pembelajaran.

Hasil Belajar

Berdasarkan nilai yang diperoleh dari hasil evaluasi siklus I dan siklus II yang dilaksanakan, diperoleh data perbandingan nilai siswa siklus I dan siklus II sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil Belajar Siswa Siklus I dan II

Pertemuan Rata-rata

1 62,92

2 66,25

3 72,92

4 80,42

Dilihat dari tabel di atas dapat diketahui nilai rata-rata pada setiap pertemuan mengalami peningkatan. Pada siklus I rata-rata yang diperoleh sebesar 62,92 meningkat menjadi 66,25 sedangkan pada siklus II, rata-rata yang diperoleh sebesar 72,92 meningkat menjadi 80,42, begitu pula dengan tingkat ketuntasan klasikal yang juga mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II.

Adanya peningkatan hasil belajar setelah diterapkannya model pembelajaran Time Token Arends dapat beralasan karena:

a. Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing- masing. Karena itu, bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap informasi yang berhubungan dengan bakat yang dimilkinya b. PembelajaranBahasa Indonesia akan berhasil

dengan baik apabila guru memahami perkembangan intelektual anak.

c. Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas- tugas akademik.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan melalui pelaksanaan penelitian tindakan kelas dalam pembelajaran Bahasa Indonesia melalui model Time Token Arends dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Bahwa Penggunaan model Time Token Arends dalam pembelajaran dapat meningkatkan aktivitas guru dalam pembelajaran, hal ini terbukti dengan hasil observasi yang dilakukan menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dari pertemuan 1 siklus I yang memperoleh skor 34 yang dikonversikan menjadi 56% dengan kategori cukup baik kemudian meningkat terus di setiap pertemuan hingga puncaknya di pertemuan terakhir yaitu siklus II pertemuan 2 memperoleh skor 55 yang dikonversikan menjadi 91 % dengan kategori sangat baik.

2. Bahwa Penggunaan model Time Token Arends dapat meningkatkan Aktifitas siswa juga terus mengalami peningkatan pada siklus I, pertemuan pertama aktivitas siswa memperoleh rata-rata 47% atau dalam kreteria cukup aktif, pada pertemuan kedua aktivitas siswa memperoleh 59% dalam kreteria cukup aktif, pada pertemuan ketiga

(8)

aktivitas siswa naik lagi menjadi 71% dalam kreteria Aktif dan terakhir pada pertemuan ke empat aktivitas siswa meningkat signifikan memperoleh rata-rata 87% dalam kreteria sangat aktif..

3. Bahwa Penggunaan model Time Token Arends dalam pembelajaran Bahasa Indonesia juga dapat hasil Belajar siswa dari Pada siklus I rata-rata yang diperoleh sebesar 62,92 meningkat menjadi 66,25 sedangkan pada siklus II, rata-rata yang diperoleh sebesar 72,92 meningkat menjadi 80,42, begitu pula dengan tingkat ketuntasan klasikal yang juga mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II.

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan yang telah diuraikan dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Untuk Siswa. Hendaknya siswa dapat membuka diri dalam belajar serta dapat mengembangkan potensi yang ada dalam diri secara optimal dan mandiri.

2. Untuk Guru: (a) Hendaknya guru Bahasa Indonesia dapat menggunakan pendekatan dan model pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Alternatif pendekatan dan model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa, salah satunya yaitu dengan model pembelajaran Time Token Arends , karena selain meningkatkan hasil belajar siswa juga dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran. Namun hal tersebut juga harus didukung oleh aktivitas guru dalam menggunakan model pembelajaran; (b) Dalam kegiatan pembelajaran sebaiknya untuk merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) model pembelajaran Time Token Arends harus disesuaikan dengan konsep pelajaran yang akan disampaikan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.Selain itu sebaiknya dapat memperhitungkan segala keperluan yang akan dipersiapkan untuk menunjang jalannya pembelajaran agar menjadi lebih aktif, kreatif dan efektif.

3. Untuk Kepala Sekolah. Penelitian ini dapat menjadi salah satu alternatif untuk dijadikan sebagai bahan masukkan dalam Pembinaan guru yang melaksanakan penelitian tindakan kelas dengan model pembelajaran Time Token Arends.

DAFTAR RUJUKAN

Aadesanjaya. http://aadesanjaya.blogspot.com.

Diakses tanggal 21Januari 2016

Aadessanjaya. http://aadesanjaya.blogspot.com.

diakses tanggal 21 Januari 2016

Arikunto, S. (2010). Penelitian Tindakan Kelas.

Jakarta: Bumi Aksara

Budiman. N. (2006). Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1990).

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka

Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Standar Kompetensi dan Kompetensi DasarTingkat SD/MI. Jakarta: Departeman Pendidikan Nasional

Dimyati & Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Djamarah, S. B. (2008). Psikologi Belajar.

Jakarta: Rineka Cipta

Fansuri, H. (2010). Model - Model Pembelajaran S-1 PGSD Berasrama. Banjar Baru: Unlam Banjar Baru

Inggridwati, K. (2007). Perkembangan Peserta Didik. Depdiknas

Kasiram, M. (2010). Metodologi Penelitian, Rrefleksi Pengembangan dan Pemahaman dan Penguasaan Metodologi Penelitian.

Malang: UIN- Maliki Press

Metanggel. http://metanggel.blogspot.com.

Diakses tanggal 18 Februari 2016

Pustekkom. http://pustekkom.depdiknas.go.id.

Diakses tanggal 25 Februari 2016 Putychan. http://putychan.wordpress.com.

Diakses tanggal 18 Februari 2016

Sanjaya, Wina .2008. Strategi Pembelajaran Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Penada media

Suriansyah, A dkk. (2009). Strategi Pembelajaran.

Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat.

Suyadi. (2010). Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Jokjakara: Diva Press

Tarigan, H. G. (1992). Berbicara. Bandung:

Angkasa

Tim Penyusun. (2008). SBI Bahasa Indonesia.

Klaten. Intan Pariwara

Winataputra, U. S. (2007). Teori belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.

Zailani, A. B. (2011). Meningkatkan Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia Melalui Model Time Token Siswa Kelas V Semester 2 SDN Sei Kumap Kabupaten Tabalong.

Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat (PTK).

Zulkifli. H. (2009). Terampil Berbicara Teori dan Pedoman Penerapannya. Banjarmasin:

Program Pascasarjana PBSID FKIP Unuversitas Lambung Mangkurat

Gambar

Tabel 1. Aktivitas guru siklus I dan siklus II

Referensi

Dokumen terkait

Turunya nilai COP sistem seiring dengan bertambahnya panjang pipa kapiler disebabkan karena semakin panjang pipa kapiler memiliki mass flow rate yang semakin kecil, kondisi

Struktur modal ialah pemakaian utang berjangka panjang pada ekuitas, dalam riset ini memakai struktur modal ditakar dengan DER, ialah salah satu kelompok rasio liabilitas

Keputusan Walikota Semarang No 875.1/2 Tahun 2011 tentang Pendelegasian Wewenang Penandatanganan Perijinan dan Non Perijinan kepada Kepala Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT)

Akan tetapi beberapa pejabat tertentu yang ditunjuk atau ditetapkan Menteri keuangan, dibebaskan dari kewajiban merahasiakan informasi atau data Wajib

Dari hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Prediction, Observation and Explanation (POE) disertai lembar

Namun dalam keadaan di mana tidak membekalkan bahan kontraseptif akan mendatangkan kemudaratan lebih besar kepada penzina atau kepada anak yang mungkin akan lahir serta

Konsentrasi 20% PEG 6000 dapat digunakan untuk mendeteksi varietas yang toleran ceka man ke keringan terhadap bobot kering plu mula, bobot kering aka r, ratio

Berdasar beberapa penjelasan dari Alquran dan hadis tersebut dapat ditarik bahwasanya seorang istri memiliki hak untuk memutuskan ikatan perkawinan jika ia sudah merasa