• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISSN : ANALISIS KINERJA PERDAGANGAN KARET

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ISSN : ANALISIS KINERJA PERDAGANGAN KARET"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ANALISIS

KINERJA PERDAGANGAN KARET

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Kementerian Pertanian

2019

(3)

ii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

(4)

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian iii

ANALISIS

KINERJA PERDAGANGAN KARET

Volume 9 Nomor 2D Tahun 2019

Ukuran Buku : 10,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah Halaman : 49 halaman

Penasehat : Dr.Ir. I Ketut Kariyasa, MSi

Penyunting : Dr. M. Luthful Hakim Sri Wahyuningsih, S.Si

Naskah :

Ir. Wieta B. Komalasari, MSi

Design Sampul : Rinawati, SE

Diterbitkan oleh :

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian

2019

Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya

(5)

iv Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

KATA PENGANTAR

(6)

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga publikasi “Analisis Kinerja Perdagangan Karet Tahun 2019”

telah dapat diselesaikan. Publikasi ini merupakan salah satu output dari Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian dalam mengemban visi dan misinya untuk mempublikasikan data sektor pertanian beserta hasil analisisnya.

Publikasi Analisis Kinerja Perdagangan Karet Tahun 2019 merupakan bagian dari publikasi Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian tahun 2019. Publikasi ini menyajikan keragaan data series komoditas karet secara nasional dan internasional selama 5 tahun terakhir serta dilengkapi dengan hasil analisis indeks spesialisasi perdagangan, analisis daya saing, indeks keunggulan komparatif serta analisis deskriptif lainnya.

Publikasi ini disajikan dalam bentuk hardcopy dan softcopy yang dapat diakses melalui website Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian yaitu http://www.epublikasi.pertanian.go.id. Penerbitan publikasi ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang keragaan dan analisis kinerja perdagangan karet secara lebih lengkap dan menyeluruh kepada para pembaca dan pengguna data lainnya.

Kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan publikasi ini, kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan untuk penyempurnaan dan perbaikan publikasi berikutya.

Jakarta, Desember 2019 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian,

Dr. Ir. I Ketut Kariyasa, MSi NIP. 196904191998031002

(7)

vi Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

(8)

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian vii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

RINGKASAN EKSEKUTIF ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

BAB II. METODOLOGI ... 3

2.1. Sumber Data dan Informasi ... 3

2.2. Metode Analisis ... 3

BAB III. GAMBARAN UMUM KINERJA PERDAGANGAN SEKTOR PERTANIAN ... 9

3.1. Perkembangan Neraca Perdagangan Sektor Pertanian ... 9

3.2. Perkembangan Neraca Perdagangan Sub Sektor Perkebunan ... 11

BAB IV. KERAGAAN KINERJA PERDAGANGAN KARET ... 13

4.1. Sentra Produksi Karet ... 14

4.2. Keragaan Harga Karet ... 16

4.3. Keragaan Kinerja Perdagangan Karet ... 21

BAB V. ANALISIS KINERJA PERDAGANGAN KARET ... 37

5.1. Import Dependency Ratio (IDR) dan Self Sufficiency Ratio (SSR) ... 37

5.2. Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) dan Indeks Keunggulan Komparatif (RSCA) ... 38

5.2. Penetrasi Pasar ... 42

BAB VI. PENUTUP ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(9)

viii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

(10)

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian ix

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1. Perkembangan Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan

Komoditas Pertanian Indonesia, 2014 – 2018 ... 9 Tabel 3.2. Perkembangan Volume Ekspor dan Impor Sub Sektor Perkebunan, 2014 – 2018 ... 11 Tabel 3.3. Perkembangan Volume Ekspor dan Impor Sub Sektor Perkebunan, Januari-September 2018 – 2019 ... 12 Tabel 4.1. Produksi Karet di Provinsi Sentra di Indonesia, 2015 - 2019... 15 Tabel 4.2. Perkembangan Harga Produsen Karet di Indonesia, 2017-2019 .... 17 Tabel 4.3. Perkembangan Harga Karet di Pasar Internasional, 2017 - 2019 .... 19 Tabel 4.4. Perkembangan Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan Karet

Indonesia, 2014 – 2018 ... 22 Tabel 4.5. Perkembangan Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan Karet

Indonesia, Januari-September 2018 – 2019 ... 22 Tabel 4.6. Kode HS 6 Digit Ekspor Impor Karet ... 23 Tabel 4.7. Perkembangan Ekspor dan Impor Karet Indonesia dalam Wujud

Primer dan Olahan, Tahun 2014 – 2018 ... 25 Tabel 4.8. Perkembangan Ekspor dan Impor Karet Indonesia dalam Wujud

Primer dan Olahan, Januari-September 2018 – 2019 ... 26 Tabel 4.9. Perkembangan Nilai Ekspor Karet Indonesia Menurut Kode HS,

Tahun 2014 – 2018 ... 28 Tabel 4.10. Perkembangan Nilai Impor Karet Indonesia Menurut Kode HS,

Tahun 2014 – 2018 ... 29 Tabel 4.11. Negara Tujuan Ekspor Karet Indonesia, Tahun 2018 ... 30 Tabel 4.12. Negara Asal Impor Karet Indonesia, Tahun 2018 ... 32 Tabel 4.13. Perkembangan Nilai Ekspor 9 (Sembilan) Negara Eksportir

Karet Dunia, Tahun 2014 – 2018 ... 33 Tabel 4.14. Perkembangan Nilai Impor 10 (Sepuluh) Negara Importir Karet

Dunia, Tahun 2014 – 2018 ... 35

(11)

x Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Tabel 5.1. Import Dependency Ratio (IDR) dan Self Sufficiency Ratio (SSR)

Karet Indonesia, 2014 – 2018 ... 37 Tabel 5.2. Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) Karet Primer, Karet

Manufaktur dan Total Karet Indonesia, 2014 – 2018 ... 39 Tabel 5.3. Indeks keunggulan komparatif (RSCA) karet total Indonesia

dalam perdagangan dunia, 2014 – 2018 ... 40 Tabel 5.4. Indeks keunggulan komparatif (RSCA) karet Indonesia wujud

lateks dalam perdagangan dunia, 2014 – 2018 ... 41 Tabel 5.5. Indeks Keunggulan Komparatif (RSCA) Karet Indonesia Wujud

RSS dalam Perdagangan Dunia, 2014 – 2018 ... 42 Tabel 5.6. Indeks keunggulan komparatif (RSCA) karet Indonesia wujud

TSNR dalam perdagangan dunia, 2014 – 2018 ... 42 Tabel 5.7. Perkembangan Penetrasi Pasar Karet ke Amerika Serikat, Cina

dan Jepang oleh Indonesia dan Thailand, 2014 – 2018 ... 45

(12)

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3.1. Perkembangan Nilai Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan

Komoditas Pertanian, 2014 – 2018 ... 10 Gambar 4. Konsumsi Karet Alam/Natural dan Sintetik Dunia Tahun 2018 ... 13 Gambar 4.1. Kontribusi Produksi Provinsi Sentra Karet di Indonesia, (rata-

rata 2015 – 2019) ... 15 Gambar 4.2. Perkembangan Harga Produsen Karet, 2017 -2019 ... 17 Gambar 4.3. Perkembangan Harga Karet Dunia TSR20 dan SGP/MYS,

Tahun 2017-2019 ... 18 Gambar 4.4. Perkembangan Harga Karet Dunia dan Harga Ekspor

Indonesia untuk TSR20 dan RSS Grade 1, Tahun 2018-2019 ... 20 Gambar 4.5. Perkembangan Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan Karet

Indonesia, 2014 – 2018 ... 21 Gambar 4.6. Ekspor dan Impor Wujud Karet Primer dan Manufaktur Tahun

2018, (Nilai Dalam Ribu USD) ... 24 Gambar 4.7. Share Nilai Ekspor Karet Indonesia Wujud Manufaktur

Berdasarkan Kode HS Tahun 2018 (Nilai Dalam Ribu USD) ... 27 Gambar 4.8. Share Nilai Impor Karet Indonesia Berdasarkan Kode HS

Tahun 2018, (Nilai Dalam Ribu USD) ... 28 Gambar 4.9. Negara Tujuan Ekspor Karet Indonesia, Tahun 2018 ... 30 Gambar 4.10. Negara Asal Impor Karet Indonesia, Tahun 2018 ... 31 Gambar 4.11. Negara Eksportir Karet Terbesar Dunia, Rata-rata 2014 –

2018 ... 33 Gambar 4.12. Negara Importir Karet Terbesar Dunia, Rata-rata 2014 – 2018 .... 34 Gambar 5.1. Wujud karet yang diekspor oleh Indonesia dan Thailand,

Tahun 2014 – 2018 ... 43 Gambar 5.2. Penetrasi pasar Karet Indonesia dan Thailand ke Amerika

Serikat, Cina dan Jepang, Tahun 2014 – 2018 ... 44

(13)

xii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

(14)

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xiii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Indonesia sebagai podusen terbesar karet dunia tergabung dalam ITRC (The International Tripartite Rubber Council) atau konsorsium 3 negara produsen karet bersama-sama Malaysia dan Thailand. Tahun 2017 Vietnam memutuskan bergabung dengan ITRC. Harga karet dunia saat ini menurun karena berlimpahnya produksi. Rata-rata harga karet dunia TSR20 tahun 2019 (sampai bulan September) sebesar USD 1,42 mengalami penurunan 0,11% setiap bulannya. Harga karet jenis SGP/MYS tahun 2019 sebesar USD 1,67 per kg dengan penurunan 0,49%.

Neraca perdagangan karet pada bulan Januari – September tahun 2019 menunjukkan nilai surplus yang mencapai USD 2,80 miliar. Surplus nilai perdagangan karet manufaktur untuk periode Januari – September 2019 menurun 13,31%

menjadi USD 2,81 milyar dari USD 3,25 milyar pada periode yang sama di tahun 2018. Wujud karet yang diekspor oleh Indonesia pada tahun 2018, sebagian besar adalah dalam wujud karet manufaktur yaitu sebesar 99,81%. Wujud ekspor karet manufaktur didominasi oleh TSNR 20 pada tahun 2018 nilai ekspornya sebesar USD 3,62 miliar atau 91,88% dari total nilai ekspor karet wujud manufaktur.

Negara tujuan ekspor karet Indonesia tahun 2018 ke Amerika Serikat menempati urutan pertama yakni mencapai 20,36% atau senilai USD 848,55 juta.

Dari sisi impor, Indonesia hanya tercatat sedikit melakukan impor untuk karet kode HS tertentu dari Thailand, Vietnam, Jepang dan Malaysia dengan total impor USD 67,06 juta dari 4 negara tersebut.

Analisis kinerja perdagangan karet Indonesia tahun 2018 menunjukkan produksi karet domestik sudah berada pada perluasan ekspor di samping untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Komoditas karet Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang sangat baik di perdagangan dunia. Nilai IDR karet pada tahun 2014 – 2018, berkisar antara 3,6% sampai 9,78%. Nilai SSR berkisar antara 493,11% sampai 821,75%. Nilai ISP karet total sebesar 0,96 dan seiring dengan nilai ISP, nilai RSCA juga bernilai positif cukup besar, di tahun 2014 – 2018 berkisar antara 0,92 sampai 0,97.

(15)

xiv Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

(16)

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Karet adalah salah satu komoditas unggulan sub sektor perkebunan menjadi penyumbang surplus kinerja perdagangan komoditas pertanian.

Indonesia sebagai bagian dari konsorsium 3 negara produsen karet atau ITRC (The International Tripartite Rubber Council) sangat berperan dalam kinerja perdagangan karet dunia. Dalam era globalisasi ini kesepakatan para anggota ITRC yang tertuang dalam AETS (Agreed Export Tonnage Scheme) sangat penting untuk mampu mempertahankan harga karet pada kisaran yang layak dan menguntungkan para petani.

Pada era globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas sudah tidak lagi mengenal batasan teritorial atau kewilayahan antara negara satu dan lainnya. Globalisasi ekonomi yang erat kaitannya dengan perdagangan bebas telah tercipta kawasan perdagangan yang makin luas dan menghilangkan hambatan-hambatan yang menyebabkan tidak lancarnya perdagangan internasional. Aktivitas ekonomi dan perdagangan saat ini telah mencapai kondisi dimana berbagai negara di seluruh dunia menjadi kekuatan pasar yang satu dan semakin terintegrasi tanpa hambatan atau batasan teritorial negara. Globalisasi perekonomian ini berarti adanya keharusan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus barang, jasa serta modal.

Pada saat pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-9 tahun 2003 di Bali, para pemimpin ASEAN menyepakati Bali Concord II yang memuat tiga pilar untuk mencapai visi ASEAN 2020. Yaitu ekonomi, sosial- budaya, dan politik-keamanan. Dalam soal ekonomi, upaya pencapaian visi ASEAN diwujudkan dalam bentuk AEC (Asean Economic Community) atau MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Kerja sama ini merupakan komitmen untuk menjadikan ASEAN, antara lain, sebagai pasar tunggal dan basis

(17)

2 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

produksi serta kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata.

Pembentukan ini dilakukan agar daya saing Asean meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India dalam hal menarik investasi asing.

Peranan sektor pertanian luas dalam kegiatan perekonomian di Indonesia dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2019 Triwulan III yang cukup besar yaitu sekitar 13,45% atau setara Rp 546,92 triliun (angka sangat sangat sementara, BPS) dan menempati urutan kedua setelah sektor industri pengolahan.

Sedangkan menurut lapangan pekerjaan utama, penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian luas sebesar 27,33% (Survei Sakernas bulan Agustus 2019, BPS).

Perdagangan dalam negeri (domestik) dan perdagangan luar negeri (internasional) untuk komoditas sub sektor perkebunan perlu untuk terus dikembangkan dalam rangka mempertahankan daya saing yang sudah sangat baik. Kementerian Pertanian menetapkan isu strategis 5 (lima) tahun kedepan (2015-2019) dalam kebijakan pembangunan pertanian diantaranya pengurangan ketergantungan impor, peningkatan daya saing produk di dalam negeri/antisipasi pasar bebas MEA serta pemantapan dan peningkatan daya saing produk pertanian di pasar internasional.

1.2. Tujuan

Berdasarkan uraian tersebut di atas, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin) telah melakukan analisis mengenai kinerja perdagangan komoditas pertanian, terutama komoditas unggulan seperti karet. Analisis ini dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana kinerja perdagangan karet Indonesia serta posisi dan peluang karet Indonesia di pasar internasional.

(18)

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 3

BAB II. METODOLOGI

2.1. Sumber Data dan Informasi

Analisis Kinerja Perdagangan Komoditas Karet tahun 2019 disusun berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari data sekunder yang bersumber dari instansi terkait baik di lingkup Kementerian Pertanian maupun di luar Kementerian Pertanian seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Perdagangan (Kemendag), World Bank, Food and Agriculture Organization (FAO) dan Trademap.

2.2. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penyusunan analisis kinerja perdagangan komoditas karet adalah sebagai berikut :

A. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan analisis keragaan, diantaranya dengan menyajikan nilai rata-rata pertumbuhan per tahun, rata-rata dan persentase kontribusi (share) yang mencakup indikator kinerja perdagangan komoditas pertanian meliputi :

 Produksi dan Luas Panen

 Harga produsen, konsumen, dan internasional

 Volume dan nilai ekspor-impor, berdasarkan wujud segar/primer dan olahan/manufaktur, serta berdasarkan kode HS (Harmony System)

 Negara tujuan ekspor dan negara asal impor

 Negara eksportir dan importir dunia.

(19)

4 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian B. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif dalam kinerja perdagangan komoditas karet antara lain: 1) Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP), 2) Indeks Keunggulan Komparatif, 3) Import Dependency Ratio (IDR), 4) Self Sufficiency Ratio (SSR) dan 5) Penetrasi Pasar.

 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)

ISP digunakan untuk menganalisis posisi atau tahapan perkembangan suatu komoditas. ISP dapat menggambarkan apakah untuk suatu komoditas, posisi Indonesia cenderung menjadi negara eksportir atau importir komoditas pertanian tersebut. Secara umum ISP dapat dirumuskan sebagai berikut:

 

ia ia

ia ia

M X

M - ISP X

 

dimana :

X

ia = volume atau nilai ekspor komoditas ke-i Indonesia

M

ia = volume atau nilai impor komoditas ke-i Indonesia

Nilai ISP adalah

-1 <ISP≤ -0,5 : komoditas tersebut pada tahap pengenalan dalam perdagangan dunia atau memiliki daya saing rendah atau negara bersangkutan sebagai pengimpor suatu komoditas

-0,5 <ISP≤ 0 : komoditas tersebut pada tahap substitusi impor dalam perdagangan dunia

0 <ISP≤ 0,7 : komoditas tersebut dalam tahap perluasan ekspor dalam perdagangan dunia atau memiliki daya saing yang kuat 0,7 <ISP≤ 1,0 : komoditas tersebut dalam tahap pematangan dalam

perdagangan dunia atau memiliki daya saing yang sangat kuat.

(20)

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 5

 Indeks Keunggulan Komparatif (Revealed Comparative Advantage – RCA) dan RSCA (Revealead Symetric Comparative Advantage)

Konsep comparative advantage diawali oleh pemikiran David Ricardo yang melihat bahwa kedua negara akan mendapatkan keuntungan dari perdagangan apabila menspesialisasikan untuk memproduksi produk- produk yang memiliki comparative advantage dalam keadaan autarky (tanpa perdagangan). Balassa (1965) menemukan suatu pengukuran terhadap keunggulan komparatif suatu negara secara empiris dengan melakukan penghitungan matematis terhadap data-data nilai ekspor suatu negara dibandingkan dengan nilai ekspor dunia. Penghitungan Balassa ini disebut Revealed Comparative Advantage (RCA) yang kemudian dikenal dengan Balassa RCA Index:

w iw

j ij

X X

X X RCA 

dimana:

Xij : Nilai ekspor komoditi i dari negara j (Indonesia)

Xj : Total nilai ekspor non migas negara j (Indonesia)

X

iw : Nilai ekspor komoditi i dari dunia

X

w : Total nilai ekspor non migas dunia

Sebuah produk dinyatakan memiliki daya saing jika RCA>1, dan tidak berdaya saing jika RCA<1. Berdasarkan hal ini, dapat dipahami bahwa nilai RCA dimulai dari 0 sampai tidak terhingga.

Menyadari keterbatasan RCA tersebut, maka dikembangkan Revealed Symmetric Comparative Advantage (RSCA), dengan rumus sebagai berikut:

(21)

6 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

1) (RCA

1) - RSCA (RCA

 

Konsep RSCA membuat perubahan dalam penilaian daya saing, dimana nilai RSCA dibatasi antara -1 sampai dengan 1. Sebuah produk disebut memiliki daya saing jika memiliki nilai di atas nol, dan dikatakan tidak memiliki daya saing jika nilai dibawah nol.

Import Dependency Ratio (IDR)

Import Dependency Ratio (IDR) merupakan formula yang menyediakan informasi ketergantungan suatu negara terhadap impor suatu komoditas.

Nilai IDR dihitung berdasarkan definisi yang dibangun oleh FAO (Food and Agriculture Organization of the United Nations).

Penghitungan nilai IDR tidak termasuk perubahan stok dikarenakan besarnya stok (baik dari impor maupun produksi domestik) tidak diketahui.

Ekspor 100 Impor

Produksi

Impor

IDR 

 

Self Sufficiency Ratio (SSR)

Nilai SSR menunjukkan besarnya produksi dalam kaitannya dengan kebutuhan dalam negeri. SSR diformulasikan sbb:

Ekspor 100 Impor

Produksi

Produksi

SSR 

 

Market Penetration (Penetrasi Pasar)

Market Penetration adalah mengukur perbandingan antara ekspor produk tertentu (X) dari suatu negara (Y) ke negara lainnya (Z) terhadap Ekspor produk tertentu (X) dari dunia ke-Z. Market Penetration bertujuan untuk mengetahui seberapa besar penetrasi (perembesan) komoditi tertentu dari suatu negara di negara tujuan ekspor. Semakin besar nilai penetrasinya dibandingkan nilai penetrasi dari negara lain maka berarti komoditi dari

(22)

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 7 negara tersebut mempunyai daya saing yang cukup kuat. Analisis penetrasi pasar ini terutama dilakukan untuk komoditas andalan ekspor.

Rumus:

MP = Export produk X dari negara Y ke negara Z x 100%

Ekspor produk X dari dunia ke Z

Atau

MP = Impor produk X negara Z dari Y x 100%

Impor produk X negara Z dari dunia

(23)

8 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

(24)

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 9

BAB III. GAMBARAN UMUM

KINERJA PERDAGANGAN SEKTOR PERTANIAN

3.1. Perkembangan Neraca Perdagangan Sektor Pertanian

Gambaran umum kinerja perdagangan komoditas pertanian dapat dilihat dari neraca perdagangan luar negeri (ekspor dikurangi impor) komoditas pertanian yang meliputi sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan selama tahun 2014 sampai dengan 2018 terlihat mengalami surplus baik dari sisi volume neraca perdagangan maupun nilai neraca perdagangan, hal ini dapat dilihat secara rinci pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Perkembangan Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia, 2014 – 2018

Berdasarkan Tabel 3.1 terlihat bahwa surplus neraca perdagangan komoditas pertanian dari tahun 2014 – 2018 berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat di tahun 2017. Pada tahun 2014 nilai neraca perdagangan sebesar USD 13,68 milyar namun tahun 2014-2016 surplus neraca perdagangan mengalami penurunan menjadi sebesar USD 10,89 milyar di tahun 2016. Surplus neraca perdagangan ini meningkat di tahun 2017 menjadi USD 16,33 milyar (11,78 juta ton). Pada tahun 2018 surplus sedikit menurun menjadi USD 10,19 milyar (10,44 juta ton).

Pertumb. (%) 2014 2015 2016 2017 2018 2014 - 2018 1 Ekspor

- Volume (Ton) 36.071.670 40.386.272 35.494.137 41.545.108 42.612.312 4,87 - Nilai (000 USD) 31.038.800 28.046.157 26.728.444 33.520.269 29.386.966 -0,32 2 Impor

- Volume (Ton) 25.793.721 26.483.094 29.648.202 29.766.994 32.169.384 5,77 - Nilai (000 USD) 17.360.040 14.491.076 15.843.337 17.189.859 19.194.671 3,24 3 Neraca Perdagangan

- Volume (Ton) 10.277.949 13.903.178 5.845.935 11.778.114 10.442.929 16,86 - Nilai (000 USD) 13.678.760 13.555.080 10.885.107 16.330.410 10.192.295 -2,04 Sumber : BPS di ol a h Pus da tin

Ketera nga n : Da ta tahun 2014 - 2016 mengguna ka n kode HS s es ua i denga n kl a s i fi ka s i BTKI 2012 Da ta ta hun 2017 - 2018 mengguna ka n kode HS s es ua i denga n kl a s i fi ka s i BTKI 2017

No. Uraian Tahun

(25)

10 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Jika dilihat rata-rata pertumbuhannya per tahun, surplus volume neraca perdagangan tahun 2014 - 2018 terlihat mengalami peningkatan rata-rata sebesar 16,86% per tahun. Jika dilihat dari sisi nilai neraca perdagangan sedikit menunjukkan penurunan surplus dengan rata-rata per tahun sebesar 2,04%, di mana rata-rata penurunan nilai ekspor sebesar 0,32% per tahun sementara nilai impor meningkat sebesar 3,24 % per tahun (Tabel 3.1).

Nilai neraca perdagangan komoditas pertanian dapat dilihat pada Gambar 3.1. Surplus nilai neraca perdagangan terbesar dicapai pada tahun 2017 yaitu sebesar USD 16,33 Milyar, dengan nilai ekspor sebesar USD 33,52 milyar dan nilai impor sebesar USD 17,19 milyar. Sementara tahun 2014 – 2016 dan 2018 secara umum terjadi penurunan surplus nilai neraca perdagangan.

Gambar 3.1. Perkembangan Nilai Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, 2014 – 2018

- 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000

2014 2015 2016 2017 2018

(Juta USD)

Nilai Ekspor Nilai Impor Neraca Perdagangan

(26)

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 11 3.2. Perkembangan Neraca Perdagangan Sub Sektor Perkebunan

Volume ekspor sub sektor perkebunan pada tahun 2014 – 2018 meningkat rata-rata sebesar 4,90% setiap tahun. Sebaliknya nilai ekspor sedikit menurun 0,28% setiap tahunnya pada periode yang sama. Tahun 2018, nilai ekspor sub sektor perkebunan sebesar USD 28,09 milyar atau setara dengan 41,44 juta ton. Kontribusi volume dan nilai ekspor sub sektor perkebunan terhadap sektor pertanian cukup tinggi yaitu berkisar antara 95% sampai 97% (Tabel 3.2).

Tabel 3.2. Perkembangan Volume Ekspor dan Impor Sub Sektor Perkebunan, 2014 – 2018

Volume dan nilai impor sub sektor perkebunan meningkat setiap tahunnya masing-masing sebesar 13,04% dan 8,07%. Tahun 2018 nilai impor sub sektor perkebunan sebesar USD 5,23 milyar atau setara 6,58 juta ton. Kontribusi volume impornya berkisar antara 15,97% sampai 20,46%

sementara nilai impor berkisar antara 22,82% sampai 29,64% (Tabel 3.2).

Surplus sub sektor perkebunan dari sisi volume mengalami kenaikan 4,10% setiap tahun. Surplus volume tahun 2018 sebesar 34,86 juta ton.

2014 2015 2016 2017 2018

1 Ekspor

- Volume (Ton) 35.027.481 39.225.432 34.627.785 40.638.174 41.442.543 4,90 - Nilai (000 USD) 29.722.483 26.813.884 25.535.797 32.282.679 28.093.925 -0,28 2 Impor

- Volume (Ton) 4.120.361 4.449.210 5.889.624 5.875.024 6.582.583 13,04 - Nilai (000 USD) 4.089.970 3.306.411 4.373.400 5.094.557 5.231.978 8,07 3 Neraca Perdagangan

- Volume (Ton) 30.907.119 34.776.222 28.738.161 34.763.150 34.859.960 4,10 - Nilai (000 USD) 25.632.512 23.507.472 21.162.397 27.188.122 22.861.946 -1,43

1 Ekspor

- Volume (Ton) 97,11 97,13 97,56 97,82 97,25 0,04 - Nilai (000 USD) 95,76 95,61 95,54 96,31 95,60 -0,04 2 Impor

- Volume (Ton) 15,97 16,80 19,87 19,74 20,46 6,61 - Nilai (000 USD) 23,56 22,82 27,60 29,64 27,26 4,29 Sumber : BPS di ol a h Pus da tin

Ketera nga n : Da ta tahun 2014 - 2016 mengguna ka n kode HS s es ua i denga n kl a s i fi ka s i BTKI 2012 Da ta ta hun 2017 - 2018 mengguna ka n kode HS s es ua i denga n kl a s i fi ka s i BTKI 2017

Persentase terhadap Pertanian

No. Uraian Tahun Pertumb. (%)

2014 - 2018

(27)

12 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Surplus yang terjadi untuk nilai perdagangan menunjukkan sedikit penurunan sebesar 1,42% setiap tahun. Tahun 2018 nilai surplus neraca perdagangan sub sektor perkebunan adalah USD 22,86 milyar (Tabel 3.2).

Tabel 3.3. Perkembangan Volume Ekspor dan Impor Sub Sektor Perkebunan, Januari – September 2018-2019

Kinerja perdagangan sub sektor perkebunan secara umum mengalami penurunan di tahun 2019. Nilai ekspor komoditas perkebunan menurun 15,14% dari USD 21,13 milyar di bulan Januari – September tahun 2018 menjadi USD 17,93 milyar di tahun 2019. Walaupun demikian, volume ekspor mengalami kenaikan 1,85% dari 29,81 juta ton pada bulan Januari – September di tahun 2018 menjadi 30,36 juta ton di tahun 2019 periode bulan yang sama (Tabel 3.3).

Penurunan nilai ekspor berdampak pada menurunnya surplus perdagangan komoditas perkebunan walaupun impor mengalami penurunan. Impor perkebunan menurun sebesar 10,18% (volume) dan 16,62% (nilai). Surplus nilai perdagangan menurun 14,80% dari USD 17,19 milyar di tahun 2018 menjadi USD 14,65 milyar di tahun 2018 pada periode Januari – September. Sementara surplus volume justru meningkat 4,10%

dari 25,13 juta ton menjadi 26,16 juta ton di tahun 2019 (Tabel 3.3).

2018 2019

1 Ekspor

- Volume (Ton) 29.810.044 30.362.985 1,85 - Nilai (000 USD) 21.130.718 17.932.406 -15,14 2 Impor

- Volume (Ton) 4.680.654 4.204.343 -10,18 - Nilai (000 USD) 3.931.436 3.277.986 -16,62 3 Neraca Perdagangan

- Volume (Ton) 25.129.390 26.158.642 4,10 - Nilai (000 USD) 17.199.281 14.654.420 -14,80 Sumber : BPS di ol a h Pus da tin

Ketera nga n : Da ta tahun 2014 - 2016 mengguna ka n kode HS s es ua i denga n kl a s i fi ka s i BTKI 2012 Da ta ta hun 2018 - 2019 mengguna ka n kode HS s es ua i denga n kl a s i fi ka s i BTKI 2017

No. Uraian Januari-September

Pertumb. (%)

(28)

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 13

IV. KERAGAAN KINERJA PERDAGANGAN KARET

Perkembangan pasar karet alam di dunia dalam kurun waktu tiga tahun terakhir cukup kondusif bagi para produsen karet. Menurut data dari International Rubber Study Group (IRSG), total produksi dunia untuk jenis karet alam meningkat dengan laju sekitar 2,43% pada tahun 2018. Namun pada triwulan 1 2019 produksinya menurun 14,41% dibandingkan triwulan 4 2018. Konsumsi karet alam dunia pada tahun 2018 sekitar 13,77 juta ton.

Sementara pada triwulan I 2019 sebesar 3,39 juta ton atau menurun 1,79%

dibanding triwulan 4 tahun 2018. Tahun 2018 dilaporkan terjadi surplus penyediaan dan permintaan untuk karet alam sekitar 110 ribu ton.

Sebaliknya tahun 2019 pada triwulan 1 terjadi defisit 165 ribu ton (IRSG, 2019).

Gambar 4. Konsumsi Karet Alam/Natural dan Sintetik Dunia Tahun 2018

Produksi dunia untuk karet sintetis diperkirakan akan meningkat sebesar 1,28% pada tahun 2018 dan menurun 1,28% pada triwulan I tahun 2019. Sementara itu total konsumsi karet sintetis dunia meningkat

Natural, 13,766 , 47.16%

Sintetik, 15,427 , 52.84%

(29)

14 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

dari 15,19 juta ton pada tahun 2017 menjadi 15,43 juta ton pada tahun 2018 atau naik 1,53%. Demikian juga di triwulan I 2019 naik 0,21% dari triwulan 4 tahun 2018 (IRSG, 2019). Konsumsi karet dunia pada tahun 2018 adalah sekitar 52,84% untuk karet sintetis dan 47,16% karet alam (Gambar 4). Pada tahun 2023, permintaan untuk karet sintetis diperkirakan sekitar 22,0 juta ton. Prospek untuk pasokan karet sintetis ini positif, cukup untuk memenuhi permintaan industri untuk semua perkiraan tahun berdasarkan tiga skenario yang disusun IRSG.

Indonesia mendominasi sebagai negara pengekspor karet terbesar dunia bersama dengan Malaysia dan Thailand. Dengan kenyataan ini, maka peran Indonesia dalam perdagangan karet global sangat diperhitungkan.

Namun demikian, beberapa regulasi perdagangan global menjadi tantangan tersendiri bagi produk-produk pertanian agar dapat bersaing dengan negara produsen lainnya. Mulai Januari 2015, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai diberlakukan dan hal ini memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara.

Secara langsung hal ini akan membuat persaingan menjadi semakin ketat, jika tidak diantisipasi dengan instrumen yang tepat, akan dapat mengancam kinerja industri hilir karet, diantaranya melalui pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan strategi tarif menjadi harapan terakhir pengusaha lokal untuk tetap menjaga daya saing produknya.

4.1. Sentra Produksi Karet

Berdasarkan data produksi rata-rata per provinsi tahun 2015 – 2019, terdapat 10 (sepuluh) provinsi sentra produksi karet dengan total kontribusi sebesar 87,61% terhadap total produksi karet Indonesia, seperti yang disajikan pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1.

(30)

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 15 Tabel 4.1. Produksi Karet di Provinsi Sentra di Indonesia, 2015 - 2019

Gambar 4.1. Kontribusi Produksi Provinsi Sentra Karet di Indonesia, (rata-rata 2015 – 2019)

Berdasarkan Tabel dan Gambar 4.1 terlihat provinsi-provinsi di Pulau Sumatera mendominasi sentra produksi karet Indonesia sebesar 70,14%. Empat provinsi terbesar yakni Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Riau, dan Jambi secara kumulatif berkontribusi 59,57% terhadap produksi nasional, masing-masing 28,08%, 12,78%, 10,14%, dan 8,56%. Sementara Lampung, Sumatera Barat dan Bengkulu menempati peringkat setelah Kalimantan. Sementara provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan

2015 2016 2017 2018*) 2019**)

1 Sumatera Selatan 943.965 962.368 1.035.605 982.423 950.254 974.923 28,08 28,08 2 Sumatera Utara 409.834 432.771 460.901 461.189 453.157 443.570 12,78 40,86 3 Riau 322.517 338.545 368.573 368.904 361.403 351.988 10,14 51,00 4 Jambi 260.635 287.037 315.413 315.724 307.827 297.327 8,56 59,57 5 Kalimantan Barat 233.468 252.766 275.748 275.937 273.781 262.340 7,56 67,12 6 Kalimantan Selatan 165.129 177.613 193.131 193.341 190.941 184.031 5,30 72,42 7 Lampung 117.945 140.466 159.813 160.022 156.739 146.997 4,23 76,66 8 Kalimantan Tengah 119.957 135.884 155.229 155.368 153.455 143.979 4,15 80,81 9 Sumatera Barat 74.764 86.193 152.370 152.508 148.338 122.835 3,54 84,35 10 Bengkulu 95.798 107.514 122.357 122.522 117.696 113.177 3,26 87,61 Lainnya 401.386 436.794 441.288 442.330 429.580 430.276 12,39 100,00 Indonesia 3.145.398 3.357.951 3.680.428 3.630.268 3.543.171 3.471.443 100,00

Sumber : Di rektora r Jendera l Perkebuna n Ketera nga n: *) Angka Sementara **) Angka Es ti ma s i

Share kumulatif

(%)

No Provinsi Rata2

(Ton) Share

(%) Tahun (Ton)

Sumatera Selatan 28.08%

Sumatera Utara 12.78%

Riau 10.14%

Jambi 8.56%

Kalimantan Barat 7.56%

Kalimantan Selatan

5.30%

Lampung 4.23%

Kalimantan Tengah

4.15%

Sumatera Barat 3.54%

Bengkulu 3.26%

Lainnya 12.39%

(31)

16 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

masing-masing berkontribusi sebesar 7,56% dan 5,30%. Provinsi lainnya memiliki share di bawah 5% dari total produksi karet Indonesia.

Sebagai salah satu negara produsen terbesar Indonesia menempati urutan pertama untuk luas areal karet dunia dengan rata-rata 3,41 juta hektar selama tahun 2014 – 2018 dengan laju pertumbuhan 4,65% setiap tahunnya. Thailand berada pada peringkat ke-2 dengan rata-rata 2,3 juta hektar namun dengan laju pertumbuhan cukup tinggi yaitu 11,08% per tahun. Malaysia sebagai negara peringkat ke-3 dan juga merupakan anggota The International Tripartite Rubber Council (ITRC) laju peningkatan luas panennya sekitar 1,22% setiap tahun atau rata-rata 1,04 juta hektar selama tahun 2010 – 2014 (FAO, 2017).

Pengolahan karet Thailand relatif lebih baik dibandingkan dengan Indonesia dan Malaysia, terbukti dari peringkatnya jika dilihat dari produksi karet alamnya. Menurut data FAO, Thailand menempati urutan pertama dengan rata-rata produksi 3,88 juta ton dan laju peningkatan sebesar 10,74% selama tahun 2010 – 2014. Indonesia menempati peringkat ke-2 dengan rata-rata produksi 3,0 juta ton (laju kenaikan 3,68% setiap tahun) pada periode yang sama. Sebaliknya Malaysia mengalami penurunan rata- rata 7,71% setiap tahun atau rata-rata 870,66 ribu ton. Vietnam yang bukan merupakan anggota ITRC berdasarkan data FAO menempati peringkat ke-4 dengan laju kenaikan 6,40% dan rata-rata produksinya 865,28 ribu ton.

4.2. Keragaan Harga Karet

Data harga produsen karet bulanan yang bersumber dari Ditjen Perkebunan disajikan untuk periode Januari 2017 sampai September 2019 seperti pada Gambar 4.2. Data harga produsen disini disajikan untuk wujud karet “Lump”. Secara umum perkembangan harga produsen karet tahun 2017 menunjukkan pola pertumbuhan yang cenderung menurun.

Sementara tahun 2018 – 2019 menunjukkan kecenderungan stabil

(32)

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 17 walaupun berfluktuasi. Harga di tahun 2017 walaupun sempat melonjak pada bulan Februari yang disebebkan oleh menlonjaknya harga karet dunia, namun kemudian kembali mengalami penurunan di bulan Maret sampai Mei 2017.

Gambar 4.2. Perkembangan Harga Produsen Karet, 2017 – 2019

Tabel 4.2. Perkembangan Harga Produsen Karet di Indonesia, 2017 - 2019

Harga produsen karet secara rata-rata menunjukkan penurunan, Rp 7.460,-/kg di tahun 207 menurun menjadi Rp 6.547,-/kg di tahun 2018.

Sementara di tahun 2019 sampai bulan September terjadi peningkatan harga rata-rata menjadi Rp. 6.799,-/kg. Laju penurunan di tahun 2017 rata-rata 0,66% per tahun, sementara tahun 2018 menunjukkan kenaikan

6,000 6,500 7,000 7,500 8,000 8,500 9,000 9,500 10,000 10,500

Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep

2017 2018 2019

(Rp/Kg)

(Rp/kg)

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

2017 8.258 10.136 8.840 7.927 6.606 6.832 6.855 6.309 6.963 6.565 7.038 7.187 7.460 -0,66 2018 6.680 6.627 6.526 6.138 6.428 6.316 6.294 6.389 6.578 7.022 6.906 6.660 6.547 0,03

2019*) 6.971 6.927 6.538 6.945 6.750 7.002 6.885 6.643 6.533 6.799 -0,74

Sumber : Ditjen Perkebunan

Keterangan: *) 2019 sampai dengan bulan September Harga Produsen karet dalam wujud lump

Tahun Bulan Rata2 Pertumb.

Rata2 (%)

(33)

18 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

harga rata-rata 0,03%. Harga di tahun 2019 walaupun secara rata-rata mengalami kenaikan dari tahun 2018 namun lajunya mengalami penurunan 0,74% setiap bulannya. Harga terendah pada periode 2017 – 2019 adalah pada bulan April 2018 yaitu Rp. 6.138,- per kg dan harga tertinggi pada bulan Februari 2017 yaitu Rp. 10.136,- per kg. (Tabel 4.2).

Jenis karet yang dipantau harganya secara internasional di antaranya adalah TSR dan SGP (MYS). TSR (Technically Specified Rubber) adalah karet alam yang sudah diolah lebih lanjut, termasuk ke dalam bentuk manufaktur. Harga karet dunia dikumpulkan oleh World Bank dari berbagai sumber di antaranya Singapore Exchange (SGX previously SICOM), Bloomberg, Rubber Association of Singapore Commodity Exchange (RASCE), International Rubber Study Group, Asian Wall Street Journal.

Seiring dengan perkembangan harga karet domestik, pada Gambar 4.3 terlihat harga karet internasional cukup berfluktuasi dengan kecenderungan menurun pada periode 2017 – 2018 dan meningkat di tahun 2019.

Gambar 4.3. Perkembangan Harga Karet Dunia TSR20 dan SGP/MYS, Tahun 2017 – 2019

1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00 2.20 2.40 2.60

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep

2017 2018 2019

($/Kg)

TSR20 SGP/MYS

(34)

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 19 Tabel 4.3. Perkembangan Harga Karet di Pasar Internasional, 2017 - 2019

Pada tahun 2017, harga internasional karet untuk jenis TSR20 sekitar USD 1,67 per kg. Lonjakan harga di Februari 2017 ternyata tidak membuat harga karet naik secara rata-rata di tahun tersebut, sebaliknya mengalami penurunan dengan laju 3,26% setiap bulannya. 2018 harga dunia karet menunjukkan rata-rata USD 1,37 dengan laju penurunan rata- rata 1,53% setiap bulannya. Harga karet jenis TSR20 ini di tahun 2019 sampai bulan September secara rata-rata sekitar USD 1,42 dan mengalami penurunan 0,11% setiap bulannya (Tabel 4.3).

Harga internasional untuk karet jenis SGP/MYS atau dikenal dengan karet RSS Grade 1 ini sedikit lebih tinggi dibandingkan TSR20.

Perkembangan harga yang terjadi secara umum sama dengan TSR20 dimana laju pertumbuhan mengalami penurunan pada tahun 2017 sampai 2019 (September). Tahun 2017 harga rata-rata karet SGP/MYS berkisar sekitar 2,0 USD/kg dan turun menjadi rata-rata 1,57 USD/kg di tahun 2018.

Tahun 2019 harga rata-ratanya kembali naik menjadi USD 1,67 (Tabel 4.3).

Penurunan kinerja karet baik domestik maupun internasional terutama karena adanya penambahan luas tanam karet yang dilakukan oleh Thailand. Hal ini dianggap melanggar kesepakatan yang telah disusun oleh ITRC (The International Tripartite Rubber Council) atau konsorsium 3 negara produsen karet yaitu Indonesia, Malaysia dan Thailand. Penanaman yang dilakukan Thailand sekitar 1 juta hektar di daerah timur laut Thailand mengakibatkan produksi karet berlimpah sehingga harga karet jatuh.

(USD/Kg)

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

TSR20

2017 2,16 2,23 1,97 1,65 1,53 1,44 1,52 1,55 1,61 1,46 1,43 1,46 1,67 -3,26

2018 1,50 1,46 1,44 1,39 1,44 1,38 1,31 1,34 1,33 1,32 1,23 1,26 1,37 -1,53

2019 1,36 1,40 1,47 1,50 1,50 1,50 1,41 1,31 1,34 1,42 -0,11

SGP/MYS

2017 2,56 2,71 2,35 2,21 2,10 1,72 1,75 1,84 1,86 1,64 1,57 1,65 2,00 -3,57

2018 1,72 1,72 1,76 1,73 1,70 1,56 1,47 1,47 1,44 1,43 1,35 1,44 1,57 -1,56

2019 1,59 1,65 1,72 1,72 1,77 1,93 1,67 1,50 1,50 1,67 -0,49

Sumber: World Bank

Rata-rata Pertumb.

(% ) Rata2 Tahun

Bulan

(35)

20 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Tahun 2012 produksi karet Thailand meningkat 23,60% dari tahun sebelumnya, dan tahun 2014 luas panen meningkat 10,70% dibandingkan tahun 2013 walaupun produksinya hanya meningkat 5,6%.

Indonesia dan Malaysia sebagai anggota ITRC lainnya, hanya menaikkan luas panen sekitar 1% saja pada tahun yang sama. Bahkan produksi karet Malaysia mengalami penurunan sebesar 19,1% di tahun 2014 jika dibandingkan tahun 2013. Vietnam sebagai negara di luar ITRC perlu dicermati dengan peningkatan luas panen dan produksi sekitar 6%

setiap tahunnya pada periode 2010 – 2014, karena dapat menjadi potensi kembali menurunnya harga karet dunia disebabkan over produksi yang terjadi. ITRC pada akhir tahun 2015 menyepakati AETS (Agreed Export Tonnage Scheme) atau skema kesepakatan mengurangi volume ekspor di tahun 2016 untuk menaikkan harga karet dunia. Hal ini terbukti dengan naiknya harga karet dunia sampai dengan bulan Februari 2017.

Gambar 4.4. Perbandingan Perkembangan Harga Karet Dunia dan Harga Ekspor Indonesia untuk TSR20 dan RSS Grade 1, Tahun 2018-2019

Harga ekspor karet Indonesia pada tahun 2018 secara umum berada di atas harga internasional dengan marjin yang cukup berfluktuasi.

Harga ekspor karet Indonesia sedikit terdepresiasi oleh harga internasional dengan marjin yang relatif rendah di tahun 2018, bahkan di bulan Mei harga ekspor Indonesia sedikit lebih rendah dari harga internasional. Tahun 2019 sampai bulan Juni harga ekspor masih belum terkoreksi (Gambar 4.4).

1.20 1.30 1.40 1.50 1.60 1.70 1.80 1.90 2.00

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep

2018 2019

(USD/Kg) Karet TSNR 20

Eskpor Indonesia World Bank

1.20 1.30 1.40 1.50 1.60 1.70 1.80 1.90 2.00

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep

2018 2019

(USD/Kg) Karet RSS Grade 1

Eskpor Indonesia World Bank

(36)

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 21 Kinerja karet jenis RSS Grade 1 secara umum juga sama dimana sepanjang tahun 2018 cenderung lebih baik dari harga internasional, kecuali di bulan Maret – April. Sementara di tahun 2019 terdepresiasi sehingga lebih rendah dari harga dunia. Keragaan harga ekspor ini kembali membaik di bulan Juli sampai September 2019 (Gambar 4.4).

4.3. Keragaan Kinerja Perdagangan Karet

Perkembangan ekspor dan impor karet pada sub bab berikut ini akan menggambarkan keragaan kinerja perdagangannya secara nasional. Neraca perdagangan karet menunjukkan nilai surplus yang besar, hal ini karena Indonesia adalah negara eksportir karet dengan produksi yang menempati peringkat atas dunia. Namun demikian nilai neraca perdagangan karet Indonesia cenderung menurun pada periode 2014 – 2016 (Gambar 4.5).

Gambar 4.5. Perkembangan Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan Karet Indonesia, tahun 2014 - 2018

0 1,000,000 2,000,000 3,000,000 4,000,000 5,000,000 6,000,000

2014 2015 2016 2017 2018

(000 USD)

Ekspor Impor Neraca perdagangan

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan untuk kriteria role model yang negatif yang paling utama baik pada mahasiswa yang menempuh pendidikan profesi maupun pendidikan sarjana kedokteran adalah cara mengajar

Anggota-anggota sebagai tersebut dalam ayat (1) pasal ini ditunjuk oleh masing-masing jawatan yang bersangkutan sedang yang dari partikelir diangkat oleh Pemerintah Kotapraja

Berisikan latar belakang (apa yang melatarbelakangi penelitian mahasiswa, alasan ilmiah yang memperkuat penelitian mahasiswa), batasan masalah, maksud dan tujuan penelitian,

Salah satu drama seri yang paling menonjol saat ini adalah Catatan Hati Seorang Istri yang diluncurkan pada awal Juni dan dengan cepat telah menjadi hit drama seri dengan

Tujuan dari perancangan ini adalah merancang konten multimedia sebagai pendukung environtmental graphic design Museum Surabaya khususnya untuk konten zona A:

Dalam penelitiannya Daryanto (2014:39) menyatakan kemunculan perangkat Gamelan Pakurmatan Sekaten sebagai sarana penyebaran agama Islam dapat dimaknai sebagai konsep

Setelah peneliti melakukan pengujian terhadap rangkaian sensor tinggi permukaan air maka dari pengujian dan data yang diperoleh, sensor dapat bekerja dengan baik