• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRADISI PEMAKAMAN DALAM MASYARAKAT SAYYID DI DESA CIKOANG KECAMATAN MANGARABOMBANG KABUPATEN TAKALAR (TINJAUAN ETIKA ISLAM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TRADISI PEMAKAMAN DALAM MASYARAKAT SAYYID DI DESA CIKOANG KECAMATAN MANGARABOMBANG KABUPATEN TAKALAR (TINJAUAN ETIKA ISLAM)"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

TRADISI PEMAKAMAN DALAM MASYARAKAT SAYYID DI DESA CIKOANG KECAMATAN MANGARABOMBANG KABUPATEN

TAKALAR (TINJAUAN ETIKA ISLAM)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Agama Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam (S.Ag)

Pada Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat UIN Alauddin Makassar

Oleh:

SARFIA LUKMAN NIM: 30100117021

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2021

(2)

ii

PERYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Sarfia Lukman

Nim : 30100117021

Tempat/Tgl. Lahir : Lengkese, 06 Agustus 1998 Jur/Prodi/Konsentrasi : Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas/Program : Ushuluddin dan Filsafat

Alamat : Samata

Judul : Tradisi Pemakaman Masyarakat Sayyid di Desa Cikoang Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar (Tinjauan Etika Islam).

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat orang lain, Sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Gowa, 02 Agustus 2021 Penulis,

Sarfia Lukman NIM: 30100117021

(3)

iii

(4)

iv

KATA PENGANTAR









Alhamdulillahi Rabbil ‘Aalamiin, puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah swt atas berkat nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi dengan judul “Tradisi Pemakaman Masyarakat Sayyid di Desa Cikoang Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar (Tinjauan Etika Islam)” guna memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Prodi Aqidah dan Filsafat Islam di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Tak lupa pula penulis kirimkan shalawat serta salam diberikan kepada Nabi Muhammad saw. keluarga serta para sahabat karena dengan jasa mereka, Islam dapat tersebar ke setiap penjuru dunia.

Ucapan terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada Ayahanda Lukman dan Ibunda Hawari, beserta keluarga besar yang selalu memberi penulis motivasi disertai dengan doa yang tulus, baik berupa materi, tenaga, doa dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada Prodi Aqidah dan Filsafat Islam di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, semoga jasa- jasa kalian dibalas oleh Allah swt. Aamiin.

Tanpa dipungkiri, penulis sangat menyadari tanpa bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak , penelitian tidak dapat terselesaikan sesuai dengan harapan penulis. Untuk tersebut, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terkait, terutama kepada:

1. Prof. Dr. Hamdan Juhanis MA, Ph.D selaku Rektor Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Prof. Dr. Mardan, M.Ag selaku Wakil Rektor

(5)

v

I, Dr. Wahyudin, M. Hum selaku Wakil Rektor II, Prof. Dr. Darussalam, M.Ag selaku Wakil Rektor III, Dr. H. Kamaluddin Abunawas, M.Ag selaku Wakil Rektor IV UIN Alauddin Makassar.

2. Dr. Muhsin, S.Ag, M.Th.I., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat beserta Wakil Dekan I Dr. Hj. Rahmi Damis, M.Ag., Wakil Dekan II Dr. Darmawati H, M.HI, dan Wakil Dekan III Dr. Abdullah Thalib, M.Ag, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar.

3. Dr. Muhaemin, S.Ag, M.Th.I, M.Ed, selaku Ketua Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam dan Muh. Abdi Goncing, S. Fil. I, M.Phil, selaku Sekretaris Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan Filsafat atas ketulusan dan kebijaksanaan dalam memberikan arahan serta motivasi dalam menyelesaikan studi saya.

4. Prof. Dr. H. Muh. Natsir, MA selaku pembimbing I dan Dr. Hj. Rahmi Damis, M.Ag selaku pembimbing II, terima kasih telah meluangkan banyak waktu dan bersedia membimbing saya dengan baik serta memberikan saran-saran yang membantu hingga skripsi ini dapat selesai.

5. Dr. H. Ibrahim, M.Pd selaku penguji I dan Dra. Akilah Mahmud, M.Pd selaku penguji II.

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada saya selama menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar.

7. Seluruh staf dan pegawai dalam lingkup Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam secara khusus dan dalam lingkup Fakultas Ushuluddin dan Filsafat secara umum yang telah memberikan pelayanan yang berguna dalam kelancaran administrasi.

(6)

vi

8. Kepala Desa Cikoang dan jajarannya serta Sayyid Anwar S.Pd.I Tuan Lemban al-Habib begitu pula dengan tokoh-tokoh masyarakat yang telah memberikan data dan informasi kepada penulis untuk proses penyusunan skripsi ini.

9. Saudara sepondok di Paytreen, khususnya sahabat-sahabatku Icha, Rasmi, Rina, Indah, Mila, Sinar dan Sirab yang telah menjadi support system dalam segala hal sehingga saya bisa sampai dititik ini.

10. Seluruh teman-teman kelas Aqidah dan Filsafat Islam 1 dan teman Angkatan Hypatia 2017 yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaannya, semoga kita semua dapat meraih gelar bersama-sama dan menjadi sarjana yang berguna bagi diri sendiri, keluarga, agama, bangsa dan negara.

11. Yang terakhir, Aku ingin berterima kasih padaku, untuk mempercayaiku, untuk melakukan semua kerja keras ini, untuk tidak pernah berhenti, untuk hanya menjadi diriku setiap saat.

Akhirnya dengan lapang dada, penulis mengharapkan masukan, saran, dan kritikan-kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Semoga bantuan dan ketulusan yang telah diberikan kepada penulis senantiasa bernilai ibadah di sisi Allah swt, aamiin.

Gowa, 02 Agustus 2021 Penulis,

Sarfia Lukman NIM: 30100117021

(7)

vii DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

PERNYATAAN KASLIAN SKRIPSI... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

PEDOMAN LITERASI ... ix

ABSTRAK ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ... 9

C. Rumusan Masalah ... 11

D. Kajian Pustaka ... 12

E. Tujuan dan Kegunaan ... 15

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 17

A. Proses Pemakaman Dalam Islam ... 17

B. Pemakaman Masyarakat Sayyid ... 34

C. Dasar Etika Islam ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 42

A. Jenis Penelitian ... 42

B. Pendekatan Penelitian ... 43

C. Metode Pengumpulan Data ... 44

D. Sumber Data ... 45

E. Instrumen Penelitian... 46

F. Teknik Pengelolaan dan Analisis Data ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 48

(8)

viii

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 48

B. Persepsi Masyarakat Terhadap Budaya dan Gelar Sayyid ... 66

C. Proses Tradisi Pemakaman Sayyid Dilihat dari Segi Etika Islam... 71

D. Dampak Tradisi Pemakaman Dilihat dari Segi Etika Islam... 77

BAB V PENUTUP ... 80

A. Kesimpulan ... 80

B. Impilkasi ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83

DAFTAR INFORMAN ... 87

LAMPIRAN ... 88

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... 93

(9)

ix

PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Huruf Kapital

Walau sistem tulisan Arab tidak mengenalhuruf kapital (All Caps), dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf kapital berdasarka pedoman ejaan Bahasa Indonesia (EYD). Huruf kapital, misalnya digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang,tempat,bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-).

Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang di dahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalaam catatan rujukan (CK,DP,CDK, dan DR). Contoh:

 Wa ma Muhammadun illa rasul

 Inna awwala baitin wudi’a linnasi bi Bakkata mubarakan

 Syahru Ramadan al-Lazi unzila fih al-Qur’an

 Al-Gazali

 Abu Nasr al-Farabi

 Al-Munqiz al-Farabi

Jika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan Abu (bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harus disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau referensi. Contoh:

(10)

x

Abu al-Waid Muhammad ibn Rusyd, ditulis menjadi : Ibnu Rusyd, Abu al- Walid Muhammad (bukan : Rusyd, Abu al-Walid Muhammaad Ibnu) Nasr Hamid Abu Zaid, ditulis menjadi : Abu Zaid, Nasr Hamid (bukan : Zaid,

Nasr Hamid Abu)

B. Daftar Singkatan

Berupa singkatan yang dibakukan adalah : swt. = subhanahu wa ta ‘ala saw. = sallallahu ‘alaihi wa sallam a.s = ‘alaihi al-salam

H = Hijriah

M = Masehi

SM = Sebelum Masehi

L = Lahir tahun (untuk orang yang masih hidup saja)

w. = Wafat tahun

QS.../...:4 = QS al-Baqarah/2:4 atau QS Ali ‘Imran/3:4 HR = Hadis Riwayat

Untuk karya ilmiah berbahasa Arab, terdapat beberapa singkatan berikut:

ﺹ = ﺔﺣﻔﺻ

ﻢﺩ = ﻥﺎﻛﻣﻥﻭﺩﺒ

ﻢﻌﻟﺻ = ﻢﻟﺳﻭﻪﻳﻟﻋﷲﻰﻟﺻ

= ﺔﻌﺑﻂ

ﻥﺩ = ﺭﺸﺎﻨﻥﻭﺩﺑ

ﺦﻟﺍ = ﺭﺨﺍﻰﻟﺍﺎﻫ

= ﻋﺯﺠ

(11)

xi ABSTRAK Nama : Sarfia Lukman

NIM : 30100117021

Jurusan : Akidah Filsafat Islam

Judul : Tradisi Pemakaman Masyarakat Sayyid di Desa Cikoang, Kec. Mangarabombang, Kab. Takalar (Tinjauan Etika Islam)

Inti dari permasalahan ini membahas terkait Tradisi Pemakaman Masyarakat Sayyid di desa Cikoang, Kec. Mangarabombang, Kab. Takalar. (1) Bagaimana proses pelaksanaan tradisi pemakaman dalam masyarakat sayyid ditinjau dari segi etika Islam? (2) Bagaimana persepsi masyarakat terhadap kebudayaan dan gelar Sayyid? (3) Bagaimana dampak tradisi pemakaman dilihat dari segi etika Islam?

Sebagaimana untuk membahas permasalahan di atas, maka peneliti mengambil jenis penelitian lapangan yang bersifat deskripsi kualitatif dengan pendekatan teologi dan filsafat. Kemudian pengumpulan data yang digunakan peneliti ialah metode observasi, wawancara, studi dokumen dan dokumentasi.

Untuk mendapatkan data yang peneliti inginkan, maka dibutuhkan sumber data, sumber data primer dan sumber data sekunder. Dimana data primer ialah data yang dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya seperti wawancara langsung kepada informan. Data sekunder ialah sumber data yang dihasilkan dari berbagai sumber yang telah ada, seperti skripsi, tesis, disertasi, buku serta jurnal. Untuk mendapatkan data tersebut, peneliti menggunakan alat tulis beserta kamera smartphone. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Proses pemandian jenazah dalam masyarakat Sayyid menggunakan tujuh jenis air yang berbeda yang wajib ada pada saat memandikan jenazah. Proses mengafani jenazah juga diawali dengan membaca do’a Allahumma kaluu inna lillahi wa innailahi raji’un.

Kemudian jenazah disalatkan sesuai Syariat Islam, setelah itu dilakukan tradisi ta’lele yang berarti tahlil kepada jenazah sembari dilemparkan koin dan beras sebagai bentuk hiburan kepada warga yang ditinggalkan. Dan proses membawa jenazah ke pemakaman menggunakan keranda yang dibuat sendiri dari bambu yang bermakna seperti kain kafan yang penggunaannya sekali pakai. Setelah dilihat dari segi etika dalam Islam, ternyata ada beberapa proses tambahan yang tidak tercakup ke dalam syariat Islam. (2) Persepsi masyarakat terhadap budaya dan gelar Sayyid beragam. Masyarakat berpendapat bahwa budaya dan gelar Sayyid dibawa oleh Jalaluddin Al-Aidid. Mereka ada yang percaya dan ada pula yang ragu terkait Sayyid yang merupakan garis keturunan dari Nabi Muhammad saw. masyarakat menghargai dan menghormati keberadaan Sayyid di Cikoang.

Masyarakat juga antusias apabila tradisi yang digelar masyarakat sayyid dilakukan, seperti maudu’ lompoa. Budaya dan gelar Sayyid juga beberapa orang yang bergelar tersebut melepaskannya dan keluar meninggalkan desa Cikoang

(12)

xii

karena ketidak sanggupan untuk memenuhi syarat tradisi budaya tersebut. (3) Dampak tradisi pemakaman dilihat dari segi etika Islam ada dua menurut Tuan Lemban al-habib, yakni: dampak positif, dimana memudahkan dalam mengurus jenazah, selalu mengingat kematian, dan mengharapkan syafaat Nabi Muhammad saw. Sedangkan dampak negatif, jika tidak melakukan sesuai dengan tradisi maka tidak apa-apa. Tetapi sebagai keturunan Sayyid tentu lebih menjalankannya karena manfaatnya untuk akhirat sangat banyak dibanding dengan moderatnya.

Implikasi dari penelitian ini adalah tradisi komunitas Sayyid perlu dikaji lebih lanjut dengan pendekatan teologi untuk mengintegrasikan dengan syariat islam secara menginternalisasikan dengan nilai-nilai aqidah. Agar tetap menjaga aqidah dari komunitas Sayyid. Serta mengetahui secara mendalam mengenai tinjauan etika Islam terhadap tradisi pemakaman masyarakat Sayyid di desa Cikoang, Kec. Mangarabombang, Kab. Takalar. Dimana, kegiatan ini merupakan salah satu tradisi pemakaman yang dilestarikan dan dipertahankan oleh masyarakat Sayyid hingga kini. Dengan adanya penelitian ini, dapat menambah wawasan serta informasi tentang tradisi pemakaman masyarakat Sayyid agar dapat dikenal oleh khalayak luas.

(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia pada dasarnya akan mengalami kematian. Manusia dilahirkan dan dihadirkan di dunia ini bukan semata-mata karena kehendaknya sendiri, melainkan atas kehendak Allah swt. manusia tidak pernah meminta bahkan tidak bisa memilih kapan dan dimana Ia akan dilahirkan, semuanya tanpa ada kendali dari manusia. Manusia tidak memiliki kemampuan untuk menentukan kelahiran sekaligus kematiannya. Dalam bahasa Heidegger, manusia terlempar dalam dunia ini, dan dengan begitu manusia dihadapkan dengan berbagai kecemasan.1

Kematian adalah sebagai ketiadaan hidup atau antonim dari hidup. Konsep kematian adalah salah satu dari takdir yang telah ditentukan oleh Allah swt.

yang tidak dapat diduga akan kedatangannya. Kematian juga menempati kedudukan tersendiri dalam keimanan.2 Kematian sudah tentu pasti akan datang. Karena Allah swt. yang telah berfirman dalam QS Ali Imran/3:185 yang berbunyi:

















































1Save M. Dagun, Filsafat Eksistensialisme (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 81

2M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 1994), h. 237-238

(14)

Terjemahnya:

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, Maka sungguh Ia telah beruntung.

Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan”3

Sebagaimana ayat di atas ditafsirkan oleh Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalalluddin As-Suyuti. Dalam tafsir jalalain, beliau menafsirkan.

ۗ ِت ْوَمْﻟﺍ ُتَقِئآَذ ٍسْﻔَﻨُّلُﻛ يِقْﻟﺍ َم ْوَﻳ ْﻢُﻛ َﺭ ْوُجُﺍ َﻥ ْوَف َوُت ﺎَمَّنِﺍ َﻭ

ِﺔم (setiap diri akan merasai

kematian dan hanya pada hari kiamatlah pahalamu disempurnakan) artinya pada hari kiamatlah ganjaran amal pebuatanmu dipenuhi dengan cukup. َح ِزْﺣ ُﺯ ْنَمَف (Barangsiapa yang dijauhkan) setelah itu – َلَخْﺩُﺍ َﻭ ِﺭﺎَّﻨﻟﺍ ِنَﻋ

َّﻨَﺠْﻟﺍ

َﺔ (dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia beruntung) karena mencapai apa yang dicita-citakannya. – ﺎَيْنُّدﻟﺍُةو يَحﻟﺍﺎَﻣ َﻭ َﺯﺎَفْدَقَف (Kehidupan dunia ini tidak lain) maksudnya hidup di dunia ini – ُعﺎَتَﻣ َّلَِّﺍ ﺭ ْﻭ ُرُغْﻟﺍ (hanyalah kesenangan yang memperdayakan – semata – ) artinya yang tidak sebenarnya karena dinikmati hanya sementara, lalu ia segera sirna.4

Tafsiran di atas dijelaskan, manusia tidak akan pernah menduga akan datangnya hari kematiannya dan mereka tidak akan pernah dapat menghidari kematian. Orang-orang yang telah berbuat baik maupun berbuat selama hidup di dunia, akan mendapatkan balasan yang sesuai dengan perbuatan yang mereka lakukan. Dan bagi mereka yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka ia memperoleh kemenangan. Dan kesenangan yang ada di dunia hanyalah sementara.

Keluarga, ketika mengetahui bahwa saudaranya telah meninggal dunia, terdapat beberapa hal yang wajib mereka kerjakan terhadap saudaranya yang telah meninggal dunia. Dalam hal itu, terdapat memandikan, mengkafani, mensalati serta menguburkan jenazah yang demikian merupakan bagian dari fardu kifayah yakni sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan, apabila tidak seorang pun yang melakukan hal tersebut maka seluruh kampung dan

3Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahan (Surabaya: Halim Publishing, 2013), h. 74

4Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalin: Berikut Asbabun Nuzul Ayat Surat Al-Fatihah s.d. Al-Isra 1(t.t: Sinar Baru Algensindo, t.th), h. 289

(15)

3

penduduk di sekitar kediaman jenazah tersebut akan berdosa. Oleh karena itu, mengurus jenazah adalah keharusan yang mesti dikerjakan. Dan apabila hal tersebut telah dilaksanakan, maka putuslah kewajiban penduduk muslim setempat.5

Pengurusan jenazah dan tata cara pelaksanaannya telah diketahui demikian dari petunjuk Rasulullah saw. atas petunjuk dan bimbingan yang terbaik yang dibawakan oleh beliau, berbeda dengan petunjuk umat yang lain.6 Dari bimbingan beliau dalam hal pengurusan jenazah di dalamnya mencakup beberapa aturan yang memperhatikan jenazah.

1. Memandikan Jenazah

Memandikan jenazah terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Yakni, mempersiapkan air yang telah tercampur dengan daun bidara atau dengan pengganti lainnya seperti sabun. Saudara atau saudari yang memandikan jenazah mendahulukan untuk membalut kedua tangannya sebelum membersihkan kotoran jenazah. Selepas itu, mewudukan jenazah seperti mengambil wudu untuk salat. Kemudian memulai dengan membasuh kepala jenazah, tubuh jenazah dan seterusnya, memandikan jenazah sebanyak tiga, lima atau tujuh kali. Pada bilasan terakhir air jenazah diberikan kabur barus atau wewangian. Setelah proses itu selesai, jenazah dilap dengan handuk atau kain sebelum dikafani.7 Seperti dalam hadis Rasulullah saw yang berbunyi:

5Achmad Abdillah Irianto, Aplikasi Tata Cara Penyelenggaraan Jenazah Berdasarkan Syariat Islam Berbasis Android, Skripsi (Makassar: UIN Alauddin Makassar, 2017), h. 1

6Abdurrahman Al-Juzairi, Fikih Empat Mahzab (Jakarta: PT Darul Ulum, 1996), h. 236

7Firmansyah dan M Dini Handoko, Fiqih Janaiz Berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah (Lampung: CV. Iqro’, 2017), h. 48

(16)

َّلسو ِهيلع ُالله ىَّلص ِيبنلا ِتانب ىدحإ ْتيفوُت : لاقف جرخف ، َم

ذ َُّتُيأر نإ كلذ نم َرثكأ وأ ، ااسخم وأ ، اثًلاث اهَنْلِسْغا ٍءابم ، كل

وأ ، ااروفاك ِةرخلآا في َنلعجاو ، ٍردسو ف ،ٍروفاك نم اائيش

َُّتُغرف اذإ

نارفضف هوقح انيلإ ىقلأف هناذآ انغرف املف ِنَِّنِذآف نورر ثلاث اارعش

اهفلخ ااانيقلأو

Artinya :

“Salah seorang putri Nabi saw meninggal (yaitu Zainab). Maka beliau keluar dan bersabda: “mandikanlah Ia tiga kali, atau lima kali atau lebih dari itu jika kalian menganggap itu perlu. Dengan air dan daun bidara.

Jadikanlah siraman akhirnya adalah air yang dicampur kapur barus, atau sedikit kapur barus. Jika kalian sudah selesai, maka biarkanlah Aku masuk”. Ketika kami telah menyelesaikannya, maka kami beritahukan beliau. Kemudin diberikan kepada kami kain penutup badannya, dan kami menguncir rambutnya menjadi tiga kunciran, lalu kami arahkan ke belakangnya” (HR. Bukhari No. 1258, Muslim No. 939)8

2. Mengkafani Jenazah

Setelah memandikan jenazah, yang dilakukan selanjutnya adalah mengkafani jenazah. Kain kafan yang digunakan menurut ajaran Rasulullah saw yaitu kain putih bersih. Kain kafan yang diberikan kepada jenazah terdiri atas tiga lembar kain. Kain kafan yang diberikan kepada jenazah haruslah lebar dan tidak sempit agar seluruh aurat jenazah dapat tertutup dengan baik.9 Seperti dalam hadis Rasulullah saw bersabda:

ِيسَحُيْلَ ف ُهاَخَا ْمُكُدحَا َنَّفَك اَذِا َطتْسا ِنِا( ُهَنَفَك ْن

ََ ا

Artinya:

“Jika salah seorang diantara kalian mengkafani saudaranya maka hendaklah dia memberikan kafan yang terbaik (jika dia mampu).” (H.R

8Yulian Purnama, S.Kom, Fikih Pengurusan Jenazah (1): Memandikan dan Mengkafani https://muslim.or.id/43876-fikih-pengurusan-jenazah-1-memandikan-dan-mengkafani.html diakses pada Sabtu, 27 Februari 2021, pukul 08.04 WITA

9Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Hukum dan Tata Cara Mengurus Jenazah Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah (t.t: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, t.th), h. 151-167

(17)

5

Muslim No. 50, Ibnu Jarud No. 268, dan Ibnu Majah dari hadis Abu Qatadah dan at-Tarmidzi)10

3. Mensalatkan Jenazah

Setelah jenazah dibungkus oleh kain kafan yang bersih, dilanjutkan dengan menyalatkan jenazah. Untuk menyalatkan jenazah terdapat beberapa perbedaan anatara jenazah laki-laki dan jenazah perempuan. Perbedaannya terletak pada bacaan salat jenazah dan tempat imam menyalatkan jenazah.

Untuk jenazah laki-laki, pada saat akan disalatkan, imam berada tepat di kepala jenazah sedangkan untuk jenazah perempuan, imam berada di tengah jenazah perempuan. Untuk membedakan bacaan salat jenazah laki-laki dan jenazah perempuan ialah terletak pada bacaan kata lahû dan lahâ. Bacaan lahû untuk jenazah perempuan dan lahâ untuk jenazah laki-laki hingga salat jenazah selesai.11 Dalam hadis sahih Rasulullah saw bersabda,

ْنِﻣ ﺎَﻣ َﺍ َﻪِت َﺯﺎَﻨَج ﻰَلَﻋ ُم ْوُقَيَف ُت ْوُمَﻳ ٍﻢِلْسُﻣ ٍلُج َﺭ

ُﻛ ِرْﺸُﻳ َلَّ ًلاُج َﺭ َﻥ ْوُﻌَﺑ ْﺭ َﻥؤن

ِﻪْيِف ُﷲ ُﻢُهَﻌَﻔَش َّلَِّﺍ ًﺎئْيَش ِلله ﺎِﺑ

Artinya:

“Tidaklah seorang muslim laki-laki meninggal dunia, lalu empat puluh laki-laki berdiri mensalati jenazahnya, yang tidak menyekutukan sesuatu dengan Allah, melainkan Allah memberikan syafaat kepada mereka padanya.” (H.R. Muslim, Kitab al-Jana’iz, Bab Man Shalla ‘Alaihi Arba’un Syuffi’u Fihi (59)(948)).12

4. Menguburkan Jenazah

Prosesi terkahir dalam pemakaman yang merupakan fardu kifayah adalah penguburan. Wajib menguburkan jenazah walaupun jenazah orang kafir, berdasarkan sabda Rasulullah saw kepada Ali bin Abi Thalib r.a ketika Abu Thalib meninggal dunia dalam kitab jenazah hadis Sunan An-Nasa’i.

ِه ِﺭﺍ َوَف ْبَﻫْذِﺍ ...

)ءسﻨﻟﺍ ةﺍﻭﺭ ( …

10Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Hukum dan Tata Cara Mengurus Jenazah Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah (t.t: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, t.th), h. 153

11Ibnu Muhammad Salim, Panduan Merawat Jenazah (t.t: PT. Qaf Media Kreativa, 2013), h.

21-25

12Syeikh Utsaimin, Fatwa Jenazah (t.t: Darul Haq, t.th), h. 101

(18)

Artinya:

“…Pergilah dan uruslah penguburannya…” Sahih (Sahih Sunan an-Nasa’i No. 1979).13

Proses penguburan jenazah, terdapat beberapa waktu yang dilarang untuk menguburkan jenazah, yakni pada saat matahari terbit, matahari tenggelam dan matahari tepat berada di atas kepala. Kuburan jenazah juga harus digali sedalam kurang lebih 2 meter, luas dan bagus. Jenazah yang sudah dimasukkan ke liang lahat harus miring ke kanan menghadap kiblat dan menyandarkan tubuh jenazah ke dinding kubur.14

Petunjuk dan bimbingan Rasulullah saw. dalam mengurus jenazah merupakan aturan yang paling sempurna bagi jenazah. Aturan yang sangat tepat dalam mempersiapkan seseorang yang telah meninggal untuk kemudian bertemu dengan Sang Maha Pencipta dengan kondisi yang paling baik. Bukan hanya itu, keluarga dengan orang-orang yang terdekat sang jenazah pun disiapkan sebagai barisan orang-orang yang memuji Allah dan memintakan ampunan serta rahmat-Nya bagi yang meninggal, termasuk memberi tuntunan yaitu bagaimana sebaiknya keluarga dan kerabatnya memperlakukan jenazah15

Akan tetapi, saat ini masih banyak sekali penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh umat manusia mengenai tata cara pengurusan jenazah, sehingga tidak sedikit umat muslim yang bingung mengenai tata cara pengurusan jenazah yang baik dan benar sesuai dengan ajaran Rasulullah

13Firmansyah dan M. Dini Handoko, Fiqih Janaiz: Berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah (Lampung: CV. Iqro, 2017), h. 173

14Sutomo Abu Nashr, Pengantar Fikih Jenazah (Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publishing, 2018), h. 39-43

15Kurniawati Burhan, Prosesi Pengurusan Jenazah (Studi Kasus Di Desa Waiburak- Flores), Skripsi (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2019), h. 1

(19)

7

saw.16 Sebagai contoh masyarakat di Desa Cikoang yang masih melakukan beberapa ritual tradisi sebelum melakukan penguburan. Yakni, mengharuskan adanya peralatan rumah untuk orang yang meninggal dunia, seperti lemari pakaian, kasur dan bantal serta ranjang tidur. Bukan hanya itu, terdapat juga perlatan rumah tangga layaknya piring, panci dan lain sebagainya. Salah satunya yang akan penulis teliti juga ialah pelemparan uang koin dengan beberapa jumlah yang ditentukan dan beras kepada jenazah yang akan dibawa ke kuburan.

Sebagaimana ritual di atas sangat membebani keluarga karena sebelum melakukan ritual, keluarga wajib membawa barang-barang yang telah ditentukan. Sehingga untuk menutupi biaya ini, pihak keluarga yang berduka yang kurang mampu akan meminjam uang bahkan menggadai barang-barang.

Di dalam Islam Rasulullah saw. menganjurkan agar meringankan beban keluarga yang ditimpa musibah kematian. Anjuran tersebut diantaranya, ta’ziyah dalam rangka meringankan beban keluarga yang ditimpa musibah kematian dan menghibur keluarga yang telah berduka.17

Salah satu anjuran Rasulullah saw. saat pengurusan jenazah adalah dengan menguburkan jenazah dengan cepat dan tidak menunda-nunda proses pemakaman. Seperti dalam hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah.

ى َوِﺳ ُكَﻳ ْﻥِإ َﻭ ﺎَهَنوُﻣِ دَقُت ٌرْيَﺨَف ًﺔَحِﻟﺎَﺻ ُكَت ْﻥِإَف ِة َﺯﺎَﻨ ِﺠْﻟﺎِﺑ ﺍوُﻋ ِرْﺳَأ ﻢُكِﺑﺎَق ِﺭ ْنَﻋ ُﻪَنوُﻌَضَت ٌّرَﺸَف َكِﻟَذ

16Kurniawati Burhan, Prosesi Pengurusan Jenazah (Studi Kasus di Desa Waiburak-Flores), Skripsi (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2019), h. 2

17Kurniawati Burhan, Prosesi Pengurusan Jenazah (Studi Kasus di Desa Waiburak-Flores), Skripsi (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2019), h. 2

(20)

Artinya:

“Dari Abu Hurairah Radliyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Bersegeralah di dalam (mengurus) jenazah. Jika ia orang salih maka kebaikanlah yang kalian persembahkan kepadanya, tetapi jika ia tidak seperti itu maka keburukanlah yang kalian letakkan dari atas pundak-pundak kalian.”18

Contoh hadis di atas maka sudah jelas dalam hukum Islam tidak diperbolehkan melakukan ritual-ritual sebelum penguburan dan tidak dibolehkan membebani keluarga yang berduka. Karena dalam Islam hanya menganjurkan 4 hal yakni memandikan, mengkafani, mensalatkan dan menguburkan jenazah.19

Latar belakang tersebut di atas yang menjadi inti pembicaraan adalah sekarang ini masih banyak masyarakat yang melakukan suatu ritual sebelum dilakukan penguburan jenazah. Di daerah Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar tepatnya di provinsi Sulawesi Selatan. Terdapat suatu kelompok masyarakat dengan sebutan Sayyid atau keturunan Nabi Muhammad saw. yang memiliki suatu tradisi proses pemakaman yang disebut dengan Pemakaman serta dilakukan dengan tidak biasa dan berbeda dengan proses pemakaman dalam syariat Islam pada umumnya. Dari hal tersebut saya selaku penulis dan peneliti mengambil judul “Tradisi Pemakaman Masyarakat Sayyid di Desa Cikoang Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar (Tinjauan Etika Islam)”. Dan proses pemakaman dari tradisi Sayyid akan dideskripsikan dan dijelaskan lebih rinci dalam penelitian ini. Semoga dalam penelitian saya dilancarkan oleh Allah swt. dan dimudahkan segala urusan penelitian ini. Dan saya sangat berharap penelitian ini bermanfaat untuk para peneliti yang mengkaji topik yang sama.

18M. Saifuddin Hakim, Hukum Menunda Pemakaman Jenazah, Fatwa Ulama https://muslim.or.id/55113-hukum-menunda-pemakaman-jenazah.html diakses pada Sabtu 30 Januari 2021, pukul 15.30 WITA

19Kurniawati Burhan, Prosesi Pengurusan Jenazah (Studi Kasus di Desa Waiburak-Flores), Skripsi (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2019), h. 4

(21)

9

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus 1. Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis akan memberikan gambaran terkait ruang lingkup yang akan diteliti, penelitian ini berfokus pada:

a. Tradisi Pemakaman di Desa Cikoang Kec. Mangarabombang, Kab. Takalar Tradisi Pemakaman ini merupakan suatu tradisi yang dilaksanakan apabila terjadi kematian dari anggota masyarakat Sayyid di Desa Cikoang. Tradisi atau ritual ini sudah dilaksanakan secara turun temurun oleh nenek moyang dan masih dipertahankan oleh generasi berikutnya sampai sekarang.

b. Proses Pelaksanaan Tradisi Pemakaman

Proses ialah rangkaian pelaksanaan yang dilakukan untuk menyelesaikan kegiatan ritual dari awal hingga selesainya kegiatan dengan ketentuan dan syarat yang berlaku dalam tradisi tersebut. Dalam pelaksanaan tradisi pemakaman, terdapat beberapa tahapan yang dilakukan, yakni: waktu pelaksanaan, tata cara pelaksanaannya dan pihak yang terlibat dalam tradisi pemakaman.

c. Persepsi Masyarakat Terhadap kelompok Sayyid

Persepsi ini ditujukan kepada tanggapan atau pendapat masyarakat setempat terkait kebudayaan dan gelar kehormatan kelompok masyarakat Sayyid.

d. Dampak tradisi pemakaman dilihat dari segi etika Islam

Ditilik dari sudut pandang Islam, al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai pedoman hidup yang telah menjelaskan bagaimana aturan atau etika dalam agama. Dalam etika Islam tidak berupaya untuk menghapus tradisi atau adat yang berada dalam suatu daerah karena Islam memiliki tradisinya sendiri yang langsung diturunkan oleh Allah swt lewat Rasulullah saw. Islam hanya

(22)

menyaring nilai-nilai tradisi yang bertolak belakang dengan dasar etika Islam agar masyarakat muslim tidak boleh menyelisihkan aturan atau etika dalam Islam. Misalnya, tradisi atau kebiasaan meminta sesuatu atau berdo’a kepada selain dari Allah swt.

2. Deskripsi Fokus Penelitian

Untuk menghindari kekeliruan pembaca dalam memahami penelitian ini, maka peneliti mendeskripsikan fokus penelitian sebagai berikut:

a. Tradisi merupakan adat kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan dalam masyarakat. Penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar.20

b. Pemakaman, dalam Kamus Bahasa Indonesia, pemakaman berasal dari akar kata makam yang berarti kubur. Pemakaman adalah pekuburan atau tempat mengubur.21 Adanya makam dimaksudkan untuk mengenang keluarga yang telah meninggal dunia.

c. Kelompok Sayyid di Cikoang, Sayyid berasal dari bahasa Arab yang berarti Tuan yang mulia. Dalam bahasa Indonesia sayyid berarti gelar keturunan Nabi Muhammad saw. Kata ini berarti pimpinan, pemuda, atau pengurus masyarakat. Adanya keturunan Sayyid di Desa Cikoang tidak terlepas dari golongan Hadramaut. Hadramaut adalah sebuah daerah pantai di desa-desa nelayan dan sebagian daerahnya adalah pegunungan. Penduduk Hadramaut dibentuk dalam empat golongan yang berbeda, yaitu golongan sayyid, suku-

20Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Ed. 4, Cet. I; Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1483

21Dendy Sugono, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 970

(23)

11

suku, golongan menengah dan golongan budak.22 Kelompok sayyid di Desa Cikoang inilah yang masih melestarikan tradisi Pemakaman ini.

d. Desa Cikoang merupakan salah satu desa yang terdapat pada kecamatan Mangarabombang kabupaten Takalar dan terdapat beberapa dusun.

e. Tinjauan etika Islam adalah pandangan dari segi fikih, hukum atau aturan dalam Islam terhadap tradisi pemakaman.

No. Fokus Penelitian Deskripsi Fokus Penelitian

1.

Tradisi pemakaman Masayarakat Sayyid

a) Sejarah b) Pengertian

2. Proses Pelaksanaan

a) Waktu dan tempat b) Pelaksanaan c) Pihak yang terlibat

3. Tinjauan Etika Islam

Pengaruh Etika Islam a) Tokoh Agama b) Tokoh Masyarakat C. Rumusan Masalah

Beradasarkan judul penelitian dan latar belakang di atas, maka penulis menetapkan pokok permasalahan dalam penelitian ini yang selanjutnya diuraikan dalam sub-masalah berikut ini:

1. Bagaimana proses pelaksanaan tradisi pemakaman dalam masyarakat Sayyid ditinjau dari segi etika Islam?

2. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap kebudayaan dan gelar Sayyid?

22Syarifah Nurul S, Upacara Attaumate Di Kalangan Masyarakat Sayyid DI Desa Cikoang Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar, Skripsi (Makassar: UIN Alauddin Makassar, 2019), h. 5

(24)

3. Bagaimana dampak tradisi pemakaman dilihat dari segi etika Islam?

D. Kajian Pustaka

Dalam hal ini penulis skripsi untuk menunjang penelitiannya, penulis melengkapi referensinya dengan mengangkat beberapa kajian pustaka antara lain sebagai berikut:

1. Skripsi Syarifah Nurul S yang berjudul “Upacara Attaumate Di Kalangan Masyarakat Sayyid di Desa Cikoang Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar” pada tahun 2019. Dalam penelitian beliau, membahas terkait proses pelaksanaan pemakaman kelompok Sayyid. Proses pemakaman ini disebut sebagai upacara kematian. Upacara kematian ini dilakukan selama empat puluh hari empat puluh malam. Terdapat persamaan dan perbedaan dari penelitian yang akan penulis teliti dengan skripsi ini. Penulis yang meneliti tradisi pemakaman dalam proses pemakaman kelompok Sayyid, sedangkan skripsi dari Syarifah Nurul ialah lebih memfokuskan kepada upacara kematian yang dilakukan selama empat puluh hari empat puluh malam ini. Tentu saja skripsi ini akan menjadi salah satu referensi dari penelitian ini untuk menunjang penelitian ini ke depannya.

2. Skripsi Achmad Abdillah Irianto yang berjudul “Aplikasi Tata Cara Penyelenggaraan Jenazah Berdasarkan Syariat Islam Berbasis Android”

pada tahun 2017. Dimana dalam penelitiannya, Beliau lebih memfokuskan tata cara penyelenggaraan jenazah berbasis android atau melalui smartphone. Dalam artian proses pembelajaran terhadap penyelenggaraan jenazah bisa dilakukan lewat smartphone kapan saja dan dimana saja. Dalam penelitian beliau pun lebih mengarah kepada pengelolaan teknologi modern yang semakin berkembang di kalangan

(25)

13

manusia. Memanfaatkan segala yang ada untuk memudahkan proses yang akan dilakukan nanti. Di dalam skripsi Beliau pun menjelaskan bagaimana cara mengoperasikan aplikasi teknologi yang digunakan untuk pengelolaan penyelenggara jenazah hingga proses penguburan jenazah. Hubungan atau persamaan penelitian ini dengan Achmad Abdillah Irianto adalah peneliti dapat mengetahui proses penyelenggaraan jenazah dari sudut pandang yang berbeda. Serta tentu saja sebagai referensi baru terkait definisi jenazah.

3. Skripsi Taufiq Rahman Nasution Abu Masykur dalam judulnya “ Tradisi Mengurus Jenazah dalam Masyarakat Bajau Di Daerah Semporna, Sabah (Studi Terhadap Surah Al-Baqarah Ayat 170) pada tahun 2017. Dalam skripsi beliau berfokus pada proses pengurusan jenazah dalam masyarakat di daerah Semporna, Sabah dengan menggunakan surah al-baqarah ayat 170 sebagai pacuan. Dalam skripsi beliau menjelaskan terkait tradisi dan kebudayaan yang terdapat dalam salah satu suku yang diteliti oleh beliau. Bagaimana proses pelaksanaan pemakaman jenazah terlihat berbeda dari apa yang diajarkan dalam Islam. Dimana dalam tradisi masyarakat bajau sebagai tempat penelitian penulis, beliau menemukan tidak seperti proses pemakaman jenazah yang diajarkan sesuai dengan syariat Islam. Dalam proses pemakamannya itu masih terdapat campuran unsur tradisi dari nenek moyang mereka. Hubungan dengan penelitian saya, karena penelitian beliau yang juga meneliti proses pemakaman dari budaya dan tradisi di suatu daerah. Yang kemudian pun sama dengan penelitian yang akan saya teliti. Penelitian yang sama tetapi beda tradisi. Kemudian

(26)

penelitian beliau juga menjadi salah satu bahan referensi bagi penelitian ini.

4. Skripsi Kurnia Illahi dengan judul “Kontribusi Imam Masjid Al-Ihlas dalam Menumbuhkan Keterampilan Penyelenggaraan Jenazah di Desa Mendalo Darat Kecamatan Jambi Luar Kabupaten Muaro Jambi” pada tahun 2019. Dalam penelitian beliau memfokuskan bagaimana perhatian imam masjid terhadap proses penyelenggaraan pemakaman jenazah. Dimana beliau dalam penelitiannya bertujuan untuk mengembangkan realita keadaan imam masjid dalam memberikan kontribusinya pada masyarakat dan lain sebagainya. Dalam hal ini, imam diwajibkan memberikan pengetahuan kepada para jema’ahnya terkait penyelenggaraan proses jenazah. Memberikan edukasi dan tausiah baik pada saat proses penyelenggaraan, proses pemakaman maupun pada saat lepas salat berjama’ah. Hubungan dengan penelitian saya ini ialah sebagai bahan referensi ke depan untuk penelitian ini.

Karena memiliki persamaan terkait jenazah walaupun berbeda tujuan.

5. Skripsi Kurniawati Burhan dalam judulnya “Prosesi Pengurusan Jenazah (Studi Kasus Di Desa Waibuk-Flores)” pada tahun 2019.

Dalam penelitian beliau, menyangkut terkait proses pemakaman jenazah. Dimana terdapat satu tradisi yang harus dilakukan pada saat proses pemakaman berlangsung. Dalam penelitian beliau mendapati bahwa proses pemakaman yang dilakukan warga setempat disana masih terikat dengan tradisi nenek moyang atau leluhur mereka. Hubungan dengan penelitian saya, penelitian yang beliau lakukan terkait dengan tradisi dan begitu pula dengan penelitian yang akan saya teliti. Dan

(27)

15

skripsi ini pula akan menjadi bahan referensi penulis untuk memenuhi teori penelitian.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun beberapa tujuan dalam penelitian ini yakni:

1. Tujuan Penelitian

Adapun beberapa tujuan dari penelitian ini yakni:

a. Untuk mengetahui proses pelaksanaan tradisi pemakaman di Desa Cikoang, Kec. Mangarabombang, Kab. Takalar

b. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap kebudayaan dan gelar sayyid c. Untuk mengetahui dampak tradisi pemakaman yang dilihat dari segi etika Islam pada proses pemakaman kelompok Sayyid di Desa Cikoang, Kec.

Mangarabombang, Kab. Takalar.

2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Praktis

1) Bagi masyarakat, memberikan pemahaman lebih serta gambaran terkait ajaran etika agama agar masyarakat lebih mengerti hal-hal yang mengarah ke musyrikan.

2) Bagi peneliti, menambah pengetahuan serta wawasan terbaru terhadap apa yang diteliti.

3) Bagi pembaca, memberikan pengetahuan baru terkait tradisi pemakaman di Desa Cikoang, Kec. Mangarabombang, Kab, Takalar.

b. Kegunaan Teoritis

1) Penelitian diharapkan mampu memperkaya ilmu pengetahuan mengenai tradisi pemakaman di Desa Cikoang, Kec. Mangarabombang, Kab.

Takalar.

2) Penelitian ini bisa menjadi sumber rujukan bagi penelitian berikutnya.

(28)

3) Sebagai bahan renungan bagi masyarakat, mengenai hal yang mana aturan agama dan mana aturan adat.

4) Sebagai kontribusi terhadap tanggung jawab akademik.

(29)

17 BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A. Proses Pemakaman Dalam Islam

Pemakaman dalam ensiklopedia Islam berasal dari akar kata makam yang berarti kubur. Pemakaman ialah penguburan atau tempat mengubur seorang yang meninggal dunia sebagai bentuk penghormatan untuk mengenangnya.23 Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1987 penyediaan penggunaan tanah untuk keperluan tempat pemakaman yang dimaksud dengan:24

1. Tempat pemakaman umum adalah areal tanah yang disediakan untuk keperluan pemakaman jenazah bagi setiap orang tanpa membedakan agama dan golongan, yang pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat II atau pemerintah desa.

2. Tempat pemakaman bukan umum adalah areal tanah yang disediakan untuk keperluan pemakaman jenazah yang pengelolaannya dilakukan oleh badan sosial dan atau badan keagamaan.

3. Tempat pemakaman khusus adalah areal tanah yang digunakan untuk tempat pemakaman yang karena faktor sejarah dan faktor kebudayaan mempunyai arti khusus.

Kewajiban keluarga untuk mengurus jenazah merupakan fardu kifayah.

Apabila kewajiban ini tidak dilaksanakan maka keluarga akan berdosa. Bukan

23Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Enksilopedia Islam 3 (Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Vanhove, 1997), h. 616.

24Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1987, Bab 1 Pasal 1, Penyediaan Penggunaan Tanah Untuk Keperluan Tempat Pemakaman.

(30)

hanya keluarga, tetapi masyarakat yang ada di dalam suatu daerah tersebut akan berdosa.25 Sebelum pemakaman, terdapat beberapa hal yang wajib dikerjakan umat Islam apabila terdapat salah satu keluarganya yang meninggal dunia. Hal-hal yang dilaksanakan ialah: memandikan, mengafani, menyalatkan, dan menguburkan. Empat hal ini adalah wajib bagi kaum muslim dan termasuk fardu kifayah, apabila kewajiban empat perkara ini tidak dilaksanakan maka akan mendapatkan dosa bagi mereka yang berada dalam daerah itu.26

Cara mengurus jenazah dan tata cara pemakaman telah disampaikan oleh Rasulullah saw. atas petunjuk dan bimbingan dari beliau. Kemudian petunjuk tersebut dilanjutkan oleh para sahabat-sahabat Rasulullah saw dan menjadi hadis sebagai sumber rujukan umat muslim.27

1. Memandikan Jenazah

Ulama telah bersepakat atas mewajibkan jenazah seorang muslim untuk dimandikan. Dari Imam An-Nawawi telah menukil bahwa hukum memandikan jenazah adalah fardu kifayah. Terdapat pula orang yang mati syahid tidak perlu dimandikan. Hal tersebut sesuai dengan perintah Rasulullah saw untuk menguburkan para syuhada dalam perang uhud begitu saja, tanpa adanya dilakukan pemandian terlebih dahulu.28

25Sutomo Abu Nashr, Pengantar Fiqih Jenazah (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2018), h.

12

26Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, Fiqh Madzhab Syafi’I (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), h. 450

27Abu Utsman Kharisman, Tata Cara Mengurus Jenazah Sesuai Sunnah Nabi Shollallahu alaihi wasallam (Syarah Kitab al-Janaiz Min Bulughil Maram) (Probolinggo: Pustaka Hudaya, 2013), h. 159

28Syaikh Muhammad Bayumi, Fikih Jenazah, Terj. Yessi H.M. Basyaruddin, (Jakarta: t.tp, 2004), h. 68.

(31)

Terdapat beberapa perbedaan pendapat di kalangan para ulama fikih dalam jumlah memandikan jenazah. Sebagian kalangan ulama berpendapat bahwa proses memandikan jenazah yang wajib hanyalah satu kali saja. Karena hal tersebut merupakan bagian dari mandi wajib. Apabila tidak ada najis lain dalam tubuhnya. Hal tersebut sama dengan proses mandi junub dan haid. Dan disunahkan untuk memandikannya sebanyak tiga kali. Setiap kali memandikan dianjurkan untuk mempergunakan air dan tumbuhan yang kesat.29

Keterangan lain diterangkan bahwa jenazah wajib dimandikan sebanyak tiga kali. Pertama, airnya sedikit dan dicampur dengan daun bidara. Kedua, airnya dicampur kapur, dan ketiga, dimandikan dengan air bersih. Dan orang yang memandikan wajib memulai dalam memandikannya dari kepala, kemudian tubuh bagian kanan, dan ke tubuh bagian kiri.30 Dan adapun jenazah yang haram dimandikan, ialah:

a. Orang yang mati syahid yaitu orang-orang yang mati di medan perang untuk menegakkan atau membela agama Allah dan mayat ini haram pula untuk disalatkan.

b. Orang kafir dan munafik, kafir ialah orang yang terang-terangan mengingkari ajaran Islam, sedang munafik ialah orang yang lahirnya beragama Islam tetapi batinnya memusuhi Islam.31

29Syaikh Muhammad Bayumi, Fikih Jenazah, Terj. Yessi H.M. Basyaruddin, h. 71

30Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Terj. Masykur A.B. dkk (Jakarta:

Lentera Basritaman, 1996), h. 46.

31Moh. Rifa’I Ilmu Fiqih Islam Lengkap (Semarang: Karya Toha Putra, t.th),h. 290.

(32)

Menurut Imam Syafi’i, orang yang memandikannya yang lebih utama ialah orang yang paling berhak menyalatkannya. Namun, apabila dikerjakan orang lain tidak mengapa.32 Sebagaimana dalam hadis Rasulullah saw.

َﻣ :َﻢَّلَﺳ َﻭ ِﻪْيَلَﻋ ُﷲ ﻰَّلَﺻ ِﷲ ُل ْوُﺳ َﺭ َلﺎَق : َلﺎَق ُﻪْﻨَﻋ ُﷲ َي ِض َﺭ ٍعِفﺍ َﺭ يِﺑَأ ْنَﻋ َلَّسََ ْن

ِﻪْيَلَﻋ َﻢَتَكَف ﺎتْيَﻣ َل َرَﻔَﺣ ْنَﻣ َﻭ ًة َرْيِﺒَﻛ َنْيِﻌَﺑ ْﺭَأ ُﻪَﻟ ﷲ َرَﻔََ

َّتَﺣ ﺍ ًرْﺒَق ِﻪْي ِخ َأ ﺎمَّنَنَكَف ُﻪَّﻨ ِﺠَﻳ ﻰ

َثَﻌْﺒُﻳ ﻰَّتَﺣ ﺎًﻨَكْسَﻣ ُﻪضتَكْﺳ

Artinya:

“Siapa yang memandikan mayat lalu dia menyembunyikan (aibnya), Allah ampuni dia empat puluh (dosa) besar. Dan siapa yang menggali kuburan untuk saudaranya hingga dikuburkan maka seakan-akan dia telah memberinya tempat tinggal hingga dia dibangkitkan.” (H.R. Tabrani dalam al-Kabir dan Hakim, dia berkata bahwa hadis ini shahih berdasarkan syarat muslim).33

Menurut jumhur ulama, mereka yang memandikan saudaranya lalu menutup aibnya, mereka akan diampuni dosanya. Kecuali jika si jenazah semasa hidupnya adalah seorang terela dalam agama dan sunnah, mahsyur atau terkenal sebagai mubtadi (ahli bid’ah). Maka diperbolehkan menampakkan kejelekannya dalam rangka memperingatkan umat. Dari kebid’ahannya. Dan mereka yang menggali kuburan dan menguburkan saudaranya. Maka dia akan diberi pahala seperti pahala membuatkan rumah untuk jenazah sampai hari kiamat.34

Hukum memandikan jenazah merupakan fardu kifayah yang berarti wajib untuk dikerjakan bagi setiap muslim. Sebelum jenazah dikafani, disalatkan

32Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, Fiqh Madzhab Syafi’I, h. 451

33Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al-Jarullah, Tata Cara Mengurus Jenazah, Terj.

Abdullah Haidir (t.t: t.tp, t.th), h. 9

34Firmansyah dan Handoko, Fiqih Janaiz Berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah (Lampung:

CV Iqro, 2017), h. 82

(33)

dan dikuburkan, jenazah terlebih dahulu dimandikan. Syarat untuk memandikan jenazah ada dua, yakni:

a. Jika jenazahnya laki-laki, maka yang memandikannya juga harus laki-laki.

Perempuan tidak boleh memandikan jenazah laki-laki, kecuali istri atau mahramnya, begitupun dengan sebaliknya.35

b. Dalam memandikan jenazah yang paling berhak adalah keluarganya, anak- anaknya, saudara-saudaranya, kemudian orang lain yang berpengetahuan dalam memandikan jenazah.36

Proses pemandian jenazah dalam syariat islam ada beberapa langkah yang harus diperhatikan, yaitu:

a. Memandikan jenazah harus di tempat tertutup. Tidak dihadiri oleh orang lain, kecuali yang terlibat langsung dalam memandikan jenazah atau orang yang membatu memandikan jenazah. Dalam memandikan jenazah hanya beberapa orang saja dan tidak perlu terlalu banyak.37

b. Menyediakan air secukupnya dan telah dicampurkan dengan daun bidara atau kapur barus. Demikian mengikuti sunnah Rasulullah dan daun tersebut mengandung zat pembersih dan harum. Persediaan air mandi jenazah tidak boleh terkena dengan percikan bekas air mandi jenazah. Menyediakan sarung tangan atau kain untuk menggosok tubuh jenazah, seperti handuk dan sabun.38

35Ibnu Muhammad Salim, Panduan Merawat Jenazah (t.tp: PT Qaf Media Kreativa, 2013), h. 19

36Ibnu Muhammad Salim, Panduan Merawat Jenazah, h. 19

37Syeikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Fatwa-Fatwa Lengkap Seputar Jenazah (t.tp:

Darul Haq, t.th), h. 80

38Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, Hukum dan Tata Cara Mengurus Jenazah menurut al-Qur’an dan as-Sunnah (t.tp: Pusataka Imam Syafi’I, t.th), h. 130

(34)

c. Jenazah diletakkan di tempat yang tinggi seperti dipan. Bagian kepala lebih ditinggikan sehingga bekas air mandi jenazah dapat mengalir dengan baik.

Dada juga harus tinggi tapi tidak sejajar dengan kepala, gunanya agar perut jenazah bisa diurut dengan mudah untuk menghilangkan kotoran di dalam tubuh jenazah. Jenazah, saat dimandikan harus menghadap kiblat.39

d. Pada saat memandikan Jenazah, pakaian yang dipakai jenazah dilepas dengan perlahan dan menutupi tubuh aurat si jenazah dengan kain. Jenazah tersebut dimandikan di atas kain yang menutupi tubuh si jenazah.40

e. Jenazah, kemudian diusap perutnya sembari ditekan secara perlahan guna mengeluarkan kotoran dan najis yang masih ada di dalam tubuh jenazah dan diikuti dengan siraman air untuk membersihkan kotoran. Bersihkan semua kotoran dan najis yang ada pada tubuh jenazah.41

f. Menyatukan kedua tangan jenazah. Kemudian berniat memandikan jenazah dan membaca bismillah, kemudian mewudukan jenazah sebagaimana wudu untuk salat, terkecuali dalam berkumur dan memasukkan air ke hidung. Dan untuk mengganti hal kedua tersebut, cukup dengan mengusap gigi si jenazah dan lubang hidung dengan jari-jari si jenazah yang telah basah ataupun dibungkus dengan kain basah dan tidak boleh memasukkan air kedalam mulut dan hidung si jenazah.42

g. Jenazah kemudian disiram dengan air dari bagian kanan tubuhnya ke bagian kiri dan seluruh anggota tubuh lainnya dengan menggosok tubuh jenazah

39Sutomo Abu Nashr, Pengantar Fiqih Jenazah (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2018), h.

43

40Abu Utsman Kharisman, Tata Cara Mengurus Jenazah Sesuai Sunnah Nabi Shollallaahu alaihi wasallam: Syarh Kitab al-Janaiz Min Bulughil Maram (t.tp: Pustaka Hudaya, 2013), h. 162

41Ibnu Muhammad Salim, Panduan Merawat Jeanzah, h. 20

42Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al-Jarullah, Tata Cara Mengurus Jenazah, Terj.

Abdullah Haidir (t.t: t.tp, t.th), h. 14

(35)

menggunakan air bidara dan sabun, begitu seterusnya. Menggosok tubuh jenazah haruslah menggunakan sarung tangan terutama bagian auratnya.

Memandikan jenazah sebanyak tiga atau lima kali. Setelah jenazah dimandikan kemudian disunahkan untuk diwudukan.43

h. Jenazah yang telah dimandikan kemudian dikeringkan dengan handuk dengan cara mengusap tubuh jenazah sembari menutup aurat jenazah dengan handuk kering yang lain dan jenazah siap dikafani.44

i. Menyisir rambut jenazah. Apabila jenazahnya perempuan, maka rambutnya harus dikepang menjadi tiga bagian dan meletakkannya di belakang tubuh jenazah.45

Petunjuk ini diperkuat oleh hadis yang dibawa oleh para muhaddisin. Yang menjadi dalil dalam hal tersebut adalah hadis Ummu ‘Athiyyah r.a dimana beliau menjelaskan:

ُّيِﺒَّﻨﻟﺍ ﺎَﻨْيَلَﻋ َلَخ َﺩ(

( ُﻪَتَﻨْﺑﺍ ُلِسْغَن ُنْحَن َﻭ , ﷺ َهَﻨْلِسَْﺍ : َلﺎَقَف ,) َبَﻨْﻳ َﺯ

ْﻭَأ ,ﺎًََلاََ ﺎ

ذ ْن ِﻣ َرَثْﻛَأ ْﻭَأ ,)ﺎًﻌْﺒَﺳ ْﻭَأ( ﺎًسْمَخ ذ َّنُتْﻳَأ َﺭ ْﻥِإ , َكِﻟ

ٍﺭْدِﺳ َﻭ ٍءﺎَمِﺑ , َكِﻟ ْتَﻟﺎَق(

:

ُتْلُق ,)ْﻢَﻌَن :َلﺎَق ؟ﺍ ًرْتِﻭ : َنْلَﻌْجﺍ َﻭ

ْيِف لآﺍ َﻛ ْن ِﻣ ﺎًئْيَش ْﻭَأ ﺍ ًﺭ ْوُفﺎَﻛ ِة َر ِﺣ , ٍﺭ ْو ُفﺎ

,يِﻨَّنِذآَف َّنُتَْ َرَف ﺍَذِإَف ﺎَّمَلَف

,ُهﺎَّنَذآ ﺎَﻨَْ َرَف َلﺎَقَف ُهﺍ َوْقَﺣ ﺎَﻨْيَﻟِإ ﻰَقْﻟَنَف

: ُهﺎَّﻳِإ ﺎَهَن ْرِﻌْش َأ

ََ َّﻢَُ ُﻪْضَقَن :ٍﺔَﻳﺍ َﻭ ِرْيِف َﻭ( ,) ٍﻥ ْﻭ ُرُقَﺔَََلاََ ﺎَﻫﺎَﻨْطَّﺸَﻣ َﻭ : ْتَﻟﺎَق( ,)ُهﺍ َﺭﺍ َﺯِإ يِﻨْﻌَت(

)ُﻪَﻨْلَس

ْتَﻟﺎَق( ,)ﺎَهَﻔْلَخ ﺎَهِتَي ِﺻ ﺎَن َﻭ ﺎَهْيَن ْرَق :ٍثَلاََْأ َﺔَََلاََ ﺎَﻫ َرْﻌَش ﺎَن ْرض ﻔَضَف ( :ﺎَﻨَﻟ َلﺎَق َﻭ :

)) )ﺎَهْﻨِﻣِء ْوُض ُوْﻟﺍ ِع ِض ﺍ َوَﻣ َﻭ ﺎَهِﻨِﻣ ﺎَيَمِﺑ َﻥْأَدْﺑﺍ

43Ibnu Muhammad Salim, Panduan Merawat Jenazah, h. 21

44Syeikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Fatwa-Fatwa Lengkap Seputar Jenazah (t.tp:

Darul Haq, t.th), h. 81

45Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, Hukum dan Tata Cara Mengurus Jenazah menurut al-Qur’an dan as-Sunnah, h. 131

(36)

Artinya:

“Rasulullah saw. datang menghampiri kami yang tengah memandikan putrinya (Zainab) kemudian beliau bersabda, ‘Mandikanlah tiga atau lima atau tujuh kali atau lebih dari itu bila menurutmu kalian diperlukan’. ‘saya katakan, dngan hitungan ganjil?’ beliau menjawab ‘Ya, dan jadikanlah akhir pencucian dengan dicampur sedikit kapur barus. Apabila telah usai beritahukanlah kepadaku’. Setelah kami selesai, kami beritahukan beliau.

Beliau melemparkan kain kepada kamidan bersabda: ‘Jadikanlah ini sebagai kain pembungkusnya. ‘Lalu kami sisiri rambutnya menjadi tiga kepangan. Maka kami pun mengepang rambutnya menjadi tiga bagian lalu kami kebelakangkan. Rasulullah saw. bersabda, “Mulailah dengan bagian- bagian sebelah kanannya dan anggota-anggota badan yang biasa dibasuh apabila berwudu.” (H.R. Imam bukhari, Muslim, Abu Daud, an-Nasa’i, at- Tarmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Jarud, dan Ahmad).46

2. Mengkafani Jenazah

Mengafani jenazah setelah dimandikan juga termasuk fardu kifayah. Kafan yang digunakan untuk jenazah hendaklah dibeli dari hartanya. Apabila jenazah tersebut tidak memiliki harta, maka kewajiban tersebut beralih pada orang yang wajib memberikan nafkah kepadanya. Kain kafan digunakan untuk membungkus jenazah mencukupi untuk menutup seluruh tubuhnya.

Para ulama berpendapat, yang dimaksud dengan membungkuskan kain kafan adalah bersih, tebal, dan menutupi seluruh jasadnya secara sederhana. Kain kafan yang diberikan kepada jenazah haruslah lebar untuk menutupi seluruh badan jenazah.47 Sebagaimana dalam hadis yang ditunjukkan oleh Jabir bi Abdillah r.a

رﻛ ذف ﺎﻣ وﻳ بطﺣ ﻢلﺳﻭ ﻪيلﻋ ﷲ ﻰلﺻ يﺒﻨﻟﺍ ﻥأ ضﺒق ﻪﺑﺎحﺻأ نﻣ لاجﺭ

نﻔكف

رﻟﺍ رﺒقﻳ ﻥأ ﻢلﺳﻭ ﻪيلﻋ ﷲ ﻰلﺻ يﺒﻨﻟﺍ رجزف ,لايﻟ رﺒقﻭ ,لئﺎط ريَ

ليلﻟ ﺎﺑ لج

ﻋ ﷲ ﻰلﺻ يﺒﻨﻟﺍ لﺎقﻭ ,كﻟذ ﻰﻟإ ﻥﺎسنإ رطضﻳ ﻥأ لَّإ ﻪيلﻋ ﻰلصﻳ ﻰتﺣ :ﻢلﺳﻭ ﻪيل

عﺎطتﺳﺍ ﻥإ ﻪﻨﻔﻛ نسحيلف هﺎخأ ﻢﻛدﺣأ نﻔﻛ ﺍذإ

46Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Tuntunan Lengkap Mengurus Jenazah (Jakarta:

Gema Insani, 1999), h. 62

47Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Ahkamul-Janaa’iz wa Bid’ihaa. Terj. A.M.

Basalamah. Tuntunan Lengkap Mengurus Jenazah (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h. 69-70

(37)

Artinya:

“Bahwasanya Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam suatu hari berkhotbah dan menyebutkan seseorang dari sahabat beliau yang telah meninggal, lalu dikafani dengan kain yang sempit dan dikuburkan pada malam hari. Maka Nbai shollallohu ‘alaihi wa sallam menegurnya untuk tidak menguburkannya malam-malam sampai disalatkan, kecuali jika dalam keadaan darurat. Nabi shollallohu ‘alahi wa sallam bersabda: “Jika seorang dari kalian mengafani saudaranya, maka hendaknya membaguskan kafannya jika memungkinkan.” (H.R. Muslim, Ibnu Jarud, Abu Daud dan Ahmad).48

Menurut ulama, jika memang terpaksa melakukan pemakaman pada malam hari, maka hal ini dibolehkan walaupun harus menggunakan lampu dan meletakkan lampu itu di liang lahat agar memudahkan proses pemakaman.49

Mengafani jenazah bukan sebatas mengafani saja, akan tetapi dalam mengafani jenazah merupakan suatu amalan dengan keutamaannya yang sangat besar bagi yang melakukannya dengan ikhlas dan mengharapkan keridaan Allah swt. Keutamaan tersebut dapat dijumpai dalam sabda Rasulullah saw.50

ويهلﻟﺍﺎت هﺎسﻛ ﻪﻨﻔﻛ نﻣﻭ ﺔﻨﺠﻟﺍ قرﺒتﺳ ﺍﻭ سدﻨﺳ نﻣ ﺔﻣﺎيقﻟﺍ م

Artinya:

“Siapa yang mengafani jenazah, maka Allah akan memberinya pakaia pada hari kiamat dengan pakaian dari sutera, baik yang tipis maupun yang tebal berasal dari surga. (H.R. al Hakim, Baihaqi dari Abu Rofi’ r.a)”51

48Firmansyah dan M. Dini Handoko, Fiqih Janaiz Berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah (Lampung: CV. Iqra, 2018), h. 89-90

49Firmansyah dan M. Dini Handoko, Fiqih Janaiz Berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah, h.

176

50Firmansyah dan M. Dini Handoko, Fiqih Janaiz Berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah, h.

105

51Abu Utsman Kharisman, Tata Cara Mengurus Jenazah Sesuai Sunnah Nabi Shallallahu alaihi wasallam: syarh Kitab al-Janaiz Min Bulughil Maram (t.tp: Pustaka Hudaya, 2013), h. 163

(38)

Mengenai kain kafan yang akan dibalutkan kepada jenazah, terdapat tata cara dalam mengafani jenazah, berikut ini:

a. Hendaknya memilih kain kafan yang bagus, bersih, menutupi seluruh tubuh.

Maksud dari bagus ialah bukan menunjukkan pada sikap yang berlebih- lebihan atau pemborosan. Tetapi, maksud demikian ialah kebersihan, kesucian, ketebalan kain, dan menutupi seluruh tubuh jenazah serta kain kafan harus berwarna putih bersih dan masih baru yang terbuat dari kain katun.52

b. Jenazah laki-laki dikafani dengan tiga lembar kain, tanpa baju dan sorban.

Sedangkan jenazah perempuan dikafani dengan lima lembar kain dimana:

satu lembar untuk sarung (kain bawah), satu kembar untuk baju, satu lembar untuk jibab dan dua lembar untuk menutupi seluruh tubuh jenazah.53

c. Mengkafani juga sebaiknya ada tambahan kapas secukupnya. Menambahkan kapur barus atau pewangi lainnya yang ditaburkan di atas kain kafan.54

d. Ujung kain kafan yang lebih dikumpulkan pada bagian kepala dan kaki, kemudian diikat dengan tali. Jumlah ikatan tali tidak ada ketentuan dan disesuaikan dengan kebutuhan. Ikatan tersebut nantinya dilepas pada saat jenazah diletakkan di liang lahad. Usahakan agar simpul ikatan berada di sebelah kiri tubuh sehingga memudahkan saat melepaskannya.55

3. Salat Jenazah

52Syaikh Muhammad Bayumi, Fikih Jenazah, Terj. Yessi H.M. Basyaruddin, h. 104-105

53Ibnu Muhammad Salim, Panduan Merawat Jenazah, h. 22

54Sutomo Abu Nashr, Pengantar Fiqih Jenazah (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2018), h.

34

55Abu Utsman Kharisman, Tata Cara Mengurus Jenazah Sesuai Sunnah Nabi Shallallahu alaihi wasallam: syarh Kitab al-Janaiz Min Bulughil Maram, h. 164

(39)

Salat jenazah disepakati oleh para ulama sebagai sebuah kewajiban atau fardu kifayah.56 Salat jenazah memiliki rukun-rukun bila salah satu diantaranya tidak dipenuhi, maka batal dan tidak dianggap oleh syara’ dan rukunnya adalah sebagai berikut:

a. Niat

Mengenai niat bahwa tempatnya adalah dalam hati, dan mengucapkannya tidaklah disyariatkan.57 Lafal niat untuk jenazah laki-laki dan perempuan sangat berbeda.

Lafal niat untuk jenazah laki-laki

لَﻋ ْيِ لَﺻُأ ﻫ ﻰ

ِﺔَﻳﺎَﻔِكْﻟﺍ َض ْرَف ٍت ﺍ َرْيِﺒْكَت َعَﺑ ْﺭَأ ِتِ يَمْﻟﺍ ﺍَذ ﻟﺎَﻌَت ِ ِلِل ﺎًﻣ ْؤنُﻣْنَﻣ

.ﻰ

Artinya:

“Saya berniat salat atas mayat ini empat takbir fardhu kifayah (sebagai makmum) karena Allah.”58

Lafal niat untuk Jenazah perempuan

لَﻋ ْيِ لَﺻُأ ﻫ ﻰ

ِﺔَﻳ ﺎَﻔِكْﻟﺍ َض ْرَف ٍت ﺍ ًرْيِﺒْكَت َعَﺑ ْﺭَأ ِﺔَتِ يَمْﻟﺍ ِهِذ ﻟ ﺎَﻌَت ِ ِلِل ﺎًﻣ ْوُﻣْنَﻣ

Artinya:

“Saya berniat salat atas mayat ini empat takbir fardu kifayah (sebagai makmum) karena Allah.”59

56Sutomo Abu Nashr, Pengantar Fiqih Jenazah (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2018), h.

35

57Firmansyah dan M. Dini Handoko, Fiqih Janaiz Berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah, h.

112

58Ibnu Muhammad Salim, Panduan Merawat Jenazah, h. 23

59Ibnu Muhammad Salim, Panduan Merawat Jenazah, h. 24

Gambar

Foto Keranda Jenazah yang dibuat sendiri dari Bambu
Foto Proses Ta’lele dilakukan pada Jenazah Almarhum  Saldiansyah (Keluarga Pengikut Sayyid)
Foto  Bersama Sayyid Anwar, S.Pd. I  Tuan Lemban AL-Habib Imam Desa

Referensi

Dokumen terkait

berjudul Tradisi Nyuwang Nganten di Kalangan Masyarakat Dusun Kecicang Islam Desa Bungaya Kangin Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem Bali dapat diselesaikan

Melihat kondisi yang ada terkait kedatangan wisatawan asing ke Desa Bira yang mayoritas masyarakat beragama Islam, dengan berbagai etika yang menjadi sikap dan kebiasaan mereka

Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh Gelar

Universitas Islam Negeri Sayyid Ali RahmatullahTulungagung Guna Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana Hukum Ekonomi Syariah

MASYARAKAT DI DESA MANONGKOKI KECAMATAN POLONGBANGKENG UTARA KABUPATEN TAKALAR Skripsi ini adalah studi tentang Tradisi Apanaung Panganreang bagi masyarakat di Desa

Kahar Lahae. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1.) alasan anak perempuan keturunan Sayyid dianggap tidak cakap dalam hal mewaris, 2.) kedudukan anak

Misalnya Adat ritual Mappakatau Ri Ta Marajae (penghormatan terhadap Raja) dilakukan karena masyarakat Pakalu khususnya keturunan asli dari Orang besar/Raja sering kali di hantui

Faktor pendukung dari tradisi ma’ batutu Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengungkapkan bahwa faktor pendukungnya adalah lembaga adat yang sangat membantu masyarakat dalam