• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL SPASIAL ALIRAN PERMUKAAN DAN MONITORING TUTUPAN LAHAN DI KOTA SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL SPASIAL ALIRAN PERMUKAAN DAN MONITORING TUTUPAN LAHAN DI KOTA SEMARANG"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Model Spasial Aliran Permukaan dan Monitoring Tutupan Lahan di Kota Semarang ... (Sasmito dan Suprayogi)

MODEL SPASIAL ALIRAN PERMUKAAN DAN MONITORING TUTUPAN

LAHAN DI KOTA SEMARANG

(Runoff Spatial Model and Land Cover Monitoring in Semarang City)

Bandi Sasmito dan Andri Suprayogi

Prodi Teknik Geodesi Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudarto SH, Tembalang, 50275, Indonesia

E-mail: [email protected]

Diterima (received): 30 Juni 2015; Direvisi(revised): 21 Juli 2015; Disetujui dipublikasikan (accepted): 28 Juli 2015 ABSTRAK

Seperti kota-kota lain di dunia, perkembangan pembangunan di Kota Semarang sangat pesat. Pemantauan dan analisis kondisi fisik suatu wilayah sangat penting untuk dilakukan terhadap wilayah dengan tingkat dinamika yang cukup tinggi. Terjadinya pembangunan berpengaruh pada perubahan morfologi aliran permukaan dan kondisi tutupan lahan di sekitarnya, sehingga perlu adanya monitoring secara berkala. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan model spasial aliran permukaan yang nantinya digunakan untuk monitoring tutupan lahan yang ada di Kota Semarang. Hal ini perlu didukung dengan analisis klasifikasi tutupan lahan sehingga menjadi rujukan dalam konservasi daerah pengaliran sungai baik di daerah hulu (recharge area), daerah tengah sebagai penyangga dan daerah hilir sebagai tempat berkumpulnya aliran permukaan yang merasakan dampak paling besar dalam kerusakan. Monitoring aliran permukaan dan kondisi tutupan lahan dapat dilakukan secara cepat dan tepat menggunakan analisis spasial dengan memanfaatkan data DEM (Digital Elevation Model) dan citra satelit. Pemodelan hidrologi aliran permukaan dan kondisi tutupan lahan di atasnya dapat dianalisis secara bersamaan berbasis spasial dengan teknologi Remote Sensing dan Sistem Informasi Geografis. Didapat hasil luas vegetasi yang lebih dari 30% tidak sampai di separuh jumlah DAS (Daerah Aliran Sungai) yang ada, tepatnya hanya 5 (lima) DAS dari keseluruhan 12 (dua belas). Luas terbesar ada di DAS Blorong 62,41%. Dari analisis NDVI lahan bervegetasi dan vegetasi jarang mendominasi sampai 60%. Konservasi dan perlindungan kawasan bervegetasi pada DAS harus dilakukan untuk menghindari efek yang ditimbulkannya seperti bencana banjir.

Kata kunci: aliran permukaan, daerah aliran sungai, tutupan lahan, kerapatan vegetasi, Remote Sensing, Sistem

Informasi Geografis

ABSTRACT

Like other cities in this world, the development in Semarang is very rapidly. Monitoring and analysis of the physical condition is very important to a region with a high level dynamic. The development give effect to the morphological changes in surface runoff and land cover conditions in the vicinity, so periodic monitoring is needed. The purpose of this study is to generate a spatial model of runoff that will be used for monitoring land cover in the city of Semarang. This should be supported by the analysis of land cover classification so that makes reference to the conservation of the drainage area of the river both upstream (recharge area), central area as a buffer, and downstream areas as a gathering place for runoff that is the part that felt the most impact in damages. Monitoring the flow of surface and condition of land cover can be done quickly and accurately using spatial analysis of data utilizing DEM (Digital Elevation Model) and satellite imagery. Hydrological modelling runoff and land cover conditions on it can be analyzed simultaneously with technology spatial using Remote Sensing and Geographic Information Systems. Technology obtained results of extensive vegetation of more than 30% less than in half the number of existing watershed, rather only 5 (five) watershed on the whole 12 (twelve). The largest area is in the Blorong watershed 62.41%. From the analysis of NDVI vegetated land and sparse vegetation rarely indomination up to 60%. Conservation and protection of vegetation in the watershed region must be taken to avoid its effects such as floods.

Keywords: runoff, watershed, land cover, vegetation density, Remote Sensing, Geographic Information Systems PENDAHULUAN

Sekitar awal tahun 2000 terjadi fenomena peningkatan pembangunan perumahan di kawasan perbukitan Kota Semarang. Pembangunan yang dilaksanakan oleh pengembang, sebagian kurang memperhatikan peraturan dan kebijakan tentang penentuan lokasi perumahan (Sunarti, 2012).

Pemantauan dan analisis kondisi fisik suatu wilayah sangat penting untuk dilakukan, khususnya terhadap wilayah dengan tingkat dinamika yang

cukup tinggi ataupun terhadap wilayah yang sedang berkembang. Terjadinya pembangunan berpengaruh pada perubahan morfologi aliran permukaan dan kondisi tutupan lahan di sekitarnya, sehingga perlu adanya monitoring secara berkala.

Air merupakan salah satu kebutuhan yang paling esensial yang tidak dapat digantikan dengan benda apapun, bahkan tidak ada benda yang dapat digunakan untuk mensubsitusi air, dimana kebutuhan manusia terhadap air terus meningkat. Air juga merupakan salah satu sumber daya alam

(2)

yang mempunyai nilai ekonomis tinggi bila dikelola dan dikembangkan dengan optimal. Air apabila tidak dikelola dengan manajemen yang baik akan menimbulkan bencana dan malapetaka bagi kehidupan.

Monitoring aliran permukaan dan kondisi tutupan lahan dapat dilakukan secara cepat dan tepat menggunakan analisis spasial dengan memanfaatkan data DEM (Digital Elevation Model) dan citra satelit. Pemodelan hidrologi aliran permukaan dan kondisi tutupan lahan di atasnya dapat dianalisis secara bersamaan berbasis spasial keruangan dengan memanfaatkan teknologi

Remote Sensing dan Sistem Informasi Geografis. Data DEM (Digital Elevation Model) dari ASTER-GDEM Versi 2 diproduksi dengan gridding

dan struktur tile yang sama dengan Versi 1. Perbaikan atas versi 1 meliputi penggunaan scene

tambahan untuk meningkatkan cakupan, kernel korelasi lebih kecil untuk menghasilkan resolusi spasial dan pengamatan aliran air yang lebih tinggi (ASTER, 2011). Citra Landsat 8 digunakan untuk mendukung analisis klasifikasi tutupan lahan sehingga menjadikan rujukan dalam konservasi daerah pengaliran sungai baik di daerah hulu (recharge area), daerah tengah sebagai penyangga dan daerah hilir sebagai tempat berkumpulnya aliran permukaan yang merasakan dampak paling besar dalam kerusakan.

METODE

Lokasi berada di daerah aliran permukaan yang mempengaruhi aliran air harian di Kota Semarang, jadi analisis dilakukan dari daerah hulu yang ada di daerah Kota Semarang atas sampai daerah hilir pada outlet sungai yang bermuara di Laut Jawa di bagian utara Kota. Hal ini dapat dijelaskan oleh Gambar 1.

Aliran permukaan dari suatu area merupakan hasil perpaduan dari seluruh faktor Hidrologi dan Meteorologi di dalam suatu daerah aliran. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi aliran permukaan yaitu iklim, morfometri dan relief, serta tutupan lahan (Asdak, 2007). Karakteristik DAS pada umumnya tercermin dari penggunaan lahan, jenis tanah, topografi, kemiringan, panjang lereng, serta pola aliran yang ada. Pola aliran dalam DAS dapat terbentuk dari karakteristik fisik dari DAS.

Sumber:Google Map

Gambar 1. Lokasi Penelitian Kota Semarang dan

Wilayah Hulu DAS.

Digital Elevation Model (DEM) merupakan bentuk penyajian ketinggian permukaan bumi secara digital. Dilihat dari distribusi titik yang mewakili bentuk permukaan bumi dapat dibedakan dalam bentuk teratur, semi teratur dan acak. DEM sangat diperlukan bagi banyak analisis seperti ekstraksi fitur topografi, analisis aliran permukaan, analisis kerentanan longsor dan sebagainya (Suganthi, 2010).

Data DEM dari ASTER-GDEM produk satelit Terra ASTER digunakan untuk mengetahui pola aliran permukaan dan pemetaan daerah tangkapan hujan wilayah Kota semarang dengan pemodelan spasial dengan perangkat lunak SIG (Sistem Informasi Geografis) Surface Hydrology Extention

yang disediakan oleh perangkat lunak ArcGIS. Data citra satelit Landsat 8 multi spektral digunakan untuk mengetahui komposisi dan klasifikasi tutupan lahan dan kerapatan vegetasi di daerah tangkapan hujan dan mengkaji kondisi terkininya untuk mendapatkan Peta Tematik tentang kondisi wilayah aliran.

Pemutakhiran deliniasi DAS aliran permukaan yang ada di Kota Semarang menggunakan ekstrasi data ASTER-GDEM. Metode deliniasi memanfaatkan

Raster Analysis (W-Berolo, 2008) dan Archidro River Catchment Extraction (Altansukh et al., 2013). Langkah deliniasi adalah sebagai berikut:

Rekondisi DEM

Sistem ini menyesuaikan elevasi permukaan DEM untuk konsisten terhadap cakupan vektor. vektor disini adalah merujuk pada jaringan sungai. (Hellweger, 1997). Hasilnya dapat dilihat di Gambar 2.

Gambar 2. Visualisasi DEM Wilayah Kota Semarang: (a) Sebelum Rekondisi; (b) Sesudah Rekondisi (Sasmito, 2014).

(3)

Model Spasial Aliran Permukaan dan Monitoring Tutupan Lahan di Kota Semarang ... (Sasmito dan Suprayogi)

Fill Sink

Fungsi ini digunakan untuk menghilangkan kesalahan DEM dalam mendefinisikan ketinggian dengan memodifikasi nilai grid jika terjadi suatu nilai grid lebih rendah dikelilingi oleh grid yang lebih tinggi sehingga tidak memungkinkan suatu ailiran air tidak dapat mengalir (W-Berolo, 2008).

Flow Direction

Fungsi ini menghitung arah aliran grid tertentu. Jika sebuah sel mempunyai ketinggian lebih rendah dari delapan sel di sekitarnya, maka sel tersebut diberikan nilai paling kecil dan aliran mengalir menuju sel tersebut. Nilai-nilai dalam sel-sel dari arah aliran jaringan menunjukkan arah kecuraman dari sel tersebut. Jika dua sel mengalir ke satu sama lain, maka akan tenggelam dan memiliki arah aliran tak terdefinisi, metode berasal arah aliran dari DEM (Jenson, 1988). Dapat dijelaskan oleh Gambar 3.

Flow Accumulation

Fungsi ini menghitung akumulasi aliran pada grid, tiap sel berisi nilai akumulasi aliran dalam sebuah jaringan sungai. Jika diketahui kemana arah akumulasi air, maka dapat digambarkan grid (sel-sel) yang mempunyai kelebihan akumulasi air yang dibandingkan dengan daerah (sel-sel) lain.

Stream Definition

Air mengalir biasanya mengalir dalam arah tertentu di saluran, didefinisikan dalam beberapa

aliran atau badan air. Aliran dapat diklasifikasikan dalam: waktu, alam, musiman, atau abadi (Lo, 1992). Stream Definition merupakan proses pendefinisian aliran untuk grid baru (grid aliran) dengan sel dari grid akumulasi aliran yang melebihi batas yang telah ditentukan. Proses ini dimaksudkan untuk memberikan batasan aliran sesuai dengan batasan area yang telah ditentukan. Stream Segmentation

Stream Segmentation, pada dasarnya adalah untuk membuat link kotak aliran dari grid aliran (setiap link antara dua persimpangan sungai mempunyai tanda pengenal tersendiri yang membedakannya dengan yang lain).

Catchment Grid Delineation

Proses ini digunakan untuk membuat segmen daerah tangkapan hujan yang berhubungan dengan arah aliran. Fungsi ini mengidentifikasikan aliran mengalir ke daerah tangkapan hujan dan dipastikan masuk kedalam setiap sungai yang telah terbentuk sebelumnya.

Catchment Polygon Processing

Merupakan suatu proses yang digunakan untuk membuat batas yang berupa garis vektor daerah tangkapan hujan hasil dari grid yang telah terbentuk dari proses sebelumnya. Proses

Catchment Polygon dan Catchment Grid Delineation

dapat dilihat pada Gambar 4.

(4)

Drainage Line Processing dan Drainage Point Proses ini digunakan untuk membuat aliran arus keluaran dalam bentuk vektor hasil dari grid hasil segmentasi aliran. Arus keluaran dari proses pengolahan inilah yang nantinya digunakan sebagai acuan untuk menggabungkan poligon–poligon kecil daerah tangkapan hujan agar menjadi sebuah poligon area yang lebih besar, yang nantinya akan didefinisikan sebagai satu daerah tangkapan hujan. Adjoint Catchment Processing dan Accumulate Shape

Proses ini berfungsi sebagai penggabungan beberapa daerah tangkapan hujan yang terbentuk dari pengolahan data DEM. Fungsi ini membatasi daerah yang saling mempengaruhi dalam akumulasi aliran permukaan menuju sungai utama.

Proses selanjutnya adalah melakukan monitoring tutupan lahan di wilayah DAS tersebut. Monitoring tutupan lahan ini dilakukan dengan metode klasifikasi supervised dan indeks kerapatan vegetasi (NDVI). Dalam produksi Peta Tematik penggunaan lahan digunakan Citra Landsat 8 yang didapatkan dari USGS (United State Geologi Survey) pada path-row 120-165 terekam tanggal 7 agustus 2013 yang didalamnya mencakup seluruh wilayah Kota Semarang. Aplikasi Citra Landsat telah

digunakan dalam banyak hal, untuk bermacam-macam studi tentang bentuk bumi. Data Landsat dengan resolusi spasial tinggi telah terbukti sangat berguna dalam memantau perubahan di permukaan tanah (Vogelman et al., 2001).

Metode Klasifikasi menggunakan Supervised Classification dengan type algoritma "Maximum Likelihood Enhance" dengan membuat 16 training sample obyek lapangan dengan kunci interpretasi dan pengecekan lapangan.

Penilaian akurasi (acuracy asessment) hasil klasifikasi digunakan matriks konfusi (confusion matrix) untuk penilaian 16 kelas lahan menghasilkan overall accuracy 98.599%, sehingga hasil klasifikasi ini dapat digunakan untuk proses selanjutnya.

Klasifikasi Kerapatan Vegetasi digunakan algoritma Normalized Difference Vegetation Index

(NDVI). NDVI pertama kali diungkapkan oleh Rouse (1973) dan masih banyak digunakan para peneliti sesudahnya (Andrew et al., 2000, Thomas et. al, 2004, Sarah et. al. 2015), adalah rasio band

reflektansi dan indikator untuk daerah bervegetasi dan kesehatannya. Vegetasi sehat menyerap hampir semua spektrum gelombang visible dan memantulkan sebagian besar spektrum infrared

dekat.

Gambar 4. Hasil Analisis: (a) Catchment Grid Delineation; (b) Catchment Polygon Processing (Sasmito, 2014).

Gambar 5. Hasil Klasifikasi Tutupan Lahan.

(b) (a)

(5)

Model Spasial Aliran Permukaan dan Monitoring Tutupan Lahan di Kota Semarang ... (Sasmito dan Suprayogi)

NDVI = ((NIR-VIS)) / ((NIR + VIS)) ... (1) dimana:

NIR = spektral reflektansi band 5 di Landsat 8 (inframerah-dekat)

VIS = spektral reflektansi band 4 di Landsat 8 (merah terlihat)

Nilai NDVI berkisar antara -1 dan 1; nilai yang lebih tinggi menunjukkan vegetasi yang lebat, 0 berarti tidak ada vegetasi dan badan air mungkin dalam kisaran negatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Terjadi perbedaan pada beberapa batas DAS, hasil deliniasi dengan DEM dari bentuk terdapat penggabungan beberapa DAS menjadi satu. Penggabungan terjadi pada DAS Banjir Kanal Barat, Bringin, Silandak, Tugu, Barat, dan Tengah.

Penggabungan juga terjadi pada DAS Banjir Kanal Timur dan Timur. Pada DAS Blorong, Plumbon, dan Babon juga terdapat perbedaan bentuk walaupun tidak terjadi penggabungan serta pemecahan (Sasmito, 2014). Tergabungnya batas DAS hasil deliniasi ini bisa terjadi dikarenakan aliran air saling mempengaruhi satu sama lain, akumulasi aliran saling bertukar dimana terdapat arah aliran (stream line) yang memotong di beberapa batas DAS.

Tutupan lahan pada hasil klasifikasi supervised

pada wilayah Kota Semarang dibagi menjadi tiga kelas vegetasi. Hasil klasifikasi nampak tutupan lahan di dominasi oleh non-vegetasi. Berikut grafik tutupan lahan hasil analisis klasifikasi supervised

dari landsat 8 pada wilayah administrasi Kota Semarang.

Gambar 6. Grafik Perbandingan Luas Tutupan Lahan Hasil Klasifikasi Supervised.

(6)

Gambar 8. Batas DAS di Kota Semarang: (a) Eksisting; (b) Hasil Deliniasi DEM (Sasmito, 2014). Perbandingan luasan pada masing-masing

kelas tutupan lahan hasil analisis klasifikasi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Tutupan Lahan hasil klasifikasi Supervised.

Landcover Luas HA Persentase

Gedung/Fasum 3.283,74 8,53

Tanah Kosong Tinggi 152,10 0,40

Tanah Kosong 148,23 0,39 Vegetasi 1 244,44 0,64 Vegetasi 2 7.929,45 20,61 Awan 1,17 0,00 Tegalan 174,96 0,45 Permukiman 19.924,11 51,78 Tambak Kering 1.335,15 3,47 Tambak 1.090,98 2,84 Sawah 2.516,85 6,54 Vegetasi 3 1.679,40 4,36

Sumber: Hasil Analisis

Perbandingan persentase tutupan lahan dari Tabel 1 menunjukkan bahwa di Kota Semarang luasan vegetasi adalah 32,15% dan non-vegetasi sejumlah 67,85%.

Gambar 9. Grafik Perbandingan Persentase Luas

Tutupan Lahan Vegetasi dan Non-vegetasi. Luas tutupan lahan vegetasi dan non-vegetasi pada pembagian menurut wilayah tiap DAS seperti ditunjukkan pada Gambar 10, terlihat daerah dengan luas vegetasi yang lebih dari 30% tidak sampai separuh jumlah DAS yang ada, tepatnya hanya 5 (lima) DAS dari keseluruhan 12 (dua

belas). Luas terbesar ada di DAS Blorong yaitu 62,41%.

Gambar 10. Grafik Perbandingan Persentase Luas

Tutupan Lahan Vegetasi dan Non-vegetasi Menurut Wilayah DAS.

Vegetasi di enam DAS terdeteksi kritis dengan luasan vegetasi tidak mencapai 10% dari luasannya, bahkan di 2 (dua) DAS tidak mencapai 1% luasannya ada pada DAS Silandak dan Tengah yaitu sebesar 0,24% dan 0,72%. Pembangunan yang memang sangat tinggi di 2 (dua) wilayah administrasi dalam DAS ini yaitu di Kecamatan Semarang Barat dan Kecamatan Semarang Tengah mempengaruhi kecilnya luasan vegetasi.

Klasifikasi Kerapatan Vegetasi digunakan algoritma Normalized Difference Vegetation Index

(NDVI). Hasil klasifikasi nampak tutupan lahan di dominasi oleh kelas kerapatan vegetasi ―Sangat Jarang‖. Berikut grafik tutupan lahan hasil analisis klasifikasi kerapatan vegetasi dengan algoritma NDVI.

(7)

Model Spasial Aliran Permukaan dan Monitoring Tutupan Lahan di Kota Semarang ... (Sasmito dan Suprayogi)

Gambar 11. Grafik Luasan Hasil Klasifikasi Kerapatan

Vegetasi.

Perbandingan luasan pada masing-masing kelas tutupan lahan hasil analisis klasifikasi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas Kelas Kerapatan Vegetasi di Kota

Semarang.

KELAS Luas HA Persentase

No Vegetasi 11.638,8 30,25%

Sangat Jarang 11.669,76 30,33%

Jarang 8.950,14 23,26%

Sedang 6.030,63 15,67%

Lebat 190,89 0,50%

Sumber: Hasil Analisis

Perbandingan persentase kelas kerapatan vegetasi dari tabel diatas menunjukkan bahwa di kondisi vegetasi di Kota Semarang 23,26% pada kelas Jarang, 15,67% Sedang, dan 0,50% Lebat. Kelas non-vegetasi menjelaskan wilayah yang sama sekali tanpa vegetasi, sedang kelas ―Sangat Jarang‖ ini menjelaskan suatu lahan yang bervegetasi sebagian, seperti pekarangan atau vegetasi berupa taman di sepanjang jalan.

Gambar 12. Grafik Perbandingan Persentase Kelas

Kerapatan Vegetasi. KESIMPULAN

Diperoleh beberapa temuan yang terkait dengan data, proses, dari analisis klasifikasi tutupan lahan didapatkan luas vegetasi yang lebih dari 30% terdapat tidak sampai di separuh jumlah DAS yang ada, tepatnya hanya 5 (lima) DAS dari keseluruhan

12 (dua belas). Luas terbesar ada di DAS Blorong 62,41%. Dari analisis NDVI lahan tidak bervegetasi dan vegetasi jarang mendominasi sampai 60%. Jadi luasan vegetasi kritis didapatkan dari kedua metode, pada metode klasifikasi lahan didapatkan luasan terkecil di DAS Silandak 0,24%, sedangkan NDVI di DAS Tengah 2,67%. Konservasi dan perlindungan kawasan bervegetasi pada DAS harus dilakukan untuk menghindari efek yang ditimbulkannya seperti bencana banjir.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih kepada semua staf Laboratorium Fotogrametri dan Penginderaan Jauh serta staf di lingkungan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang atas segala bantuannya sehingga tulisan ini dapat diselesaikan. DAFTAR PUSTAKA

Altansukh, O., Munkhdavaa, M., Ariunsanaa, B. E., & Solongo, T. (2013). Zavkhan River and Its Catchment Area Delineation Using Satellite Image. Journal of Water Resource and Protection, 5(10), 919.

Elmore, A. J., Mustard, J. F., Manning, S. J., & Lobell, D. B. (2000). Quantifying Vegetation Change in Semiarid Environments: Precision and Accuracy of Spectral Mixture Analysis and The Normalized Difference Vegetation Index. Remote sensing of environment, 73(1), 87-102.

Asdak, C. (2007). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Gadjah Mada University Press.ISBN 0979 – 420 – 737-3.

Hellweger, F., & Maidment, D. (1997). AGREE-DEM Surface Reconditioning System. University of Texas, Austin.

Jenson, S. K., & Domingue, J. O. (1988). Extracting Topographic Structure from Digital Elevation Data for Geographic Information System Analysis. Photogrammetric Engineering and Remote Sensing, 54(11), 1593-1600.

Lo, S. S. (1992). Glossary of hydrology. Water Resources Publications.

Sarah J.R. Statona, 1, Andrea Woodwardb, Josemar A. Castilloa, 2, Kelly Swingc, Mark A. Hayes. (2015). Ground level environmental protein concentrations in various ecuadorian environments: Potential uses of aerosolized protein for ecological research. Ecological Indicators ELSEVIER. Volume 48, January 2015, Pages 389–395.

Sasmito, Bandi (2014). Model Spasial Aliran Permukaan dan Monitoring Tutupan Lahan di Kota Semarang. Prosiding Konferensi Teknik dan Sains Informasi Geospasial ke-2, Menuju Pengelolaan Informasi Secara Spasial, Yogyakarta 20 September 2014. Suganthi, S., & Srinivasan, K. (2010). Digital elevation

model generation and its application in landslide studies using cartosat-1. International Journal of Geomatics and Geosciences, 1(1), 41.

Sunarti, S., & Aurelia, R. (2016). Pengendalian Pembangunan Perumahan di Kawasan Perbukitan Kota Semarang. TATALOKA, 14(2), 156-170.

(8)

Jackson, T. J., Chen, D., Cosh, M., Li, F., Anderson, M., Walthall, C., ... & Hunt, E. R. (2004). Vegetation Water Content Mapping using Landsat Data Derived Normalized Difference Water Index for Corn and Soybeans. Remote Sensing of Environment, 92(4), 475-482.

Vogelmann, J. E., Howard, S. M., Yang, L., Larson, C. R., Wylie, B. K., & Van Driel, N. (2001). Completion of the 1990s National Land Cover Data Set for the

Conterminous United States from Landsat Thematic Mapper Data and Ancillary Data Sources. Photogrammetric Engineering and Remote Sensing, 67(6).

W-Berolo (2008), Watershed And Stream Network Delineation, Archydro: GIS For Water Resources, Center for Research in Water Resources, Tutorial, University of Texas at Austin.

Gambar

Gambar 1.  Lokasi Penelitian Kota Semarang dan  Wilayah Hulu DAS.
Gambar 3.  Visualisasi Hasil Analisis  Flow Direction  (Sasmito, 2014).
Gambar 5.  Hasil Klasifikasi Tutupan Lahan.
Gambar 6.  Grafik Perbandingan Luas Tutupan Lahan Hasil Klasifikasi  Supervised .
+3

Referensi

Dokumen terkait

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,