• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA RUMAH TANGGA DI INDONESIA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA RUMAH TANGGA DI INDONESIA."

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA

RUMAH TANGGA DI INDONESIA

LUH MADE SRIGATI ANTARI NIM. 1203005277

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

ii

PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA

RUMAH TANGGA DI INDONESIA

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

LUH MADE SRIGATI ANTARI

NIM. 1203005277

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

iii

Lembar Persetujuan Pembimbing

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 31 MARET 2016

Pembimbing I

Dr. I Made Udiana, SH.,MH. NIP. 195509251986101001

Pembimbing II

(4)

iv

SKRIPSI INI TELAH DIUJI

PADA TANGGAL : 10 JUNI 2016

Panitia Penguji Skripsi

Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Nomor: 151/UN14.1.11/PP.05.02/2016

Ketua : Dr. I Made Udiana, SH.,MH. (……….)

NIP. 195509251986101001

Sekretaris : I Nyoman Mudana, SH.,MH. (……….)

NIP. 195612311986011001

Anggota :

1. Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH. (……….)

NIP. 195503061984031003

2. I Ketut Markeling, SH.,MH. (……….)

NIP. 195412311984031007

3. I Made Dedy Priyanto, SH.,M.Kn. (……….)

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas

rahmatNya maka penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul

“Pengaturan Perlindungan Hukum Pekerja Rumah Tangga Di Indonesia”. Adapun

penulisan tugas akhir ini untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam meraih

gelar sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Udayana. Penulis menyadari bahwa materi dari tugas akhir ini masih terdapat banyak kekurangan. Dengan

kerendahan hati, semoga tugas akhir ini dapat menambah wawasan bagi yang membacanya. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini banyak mendapat

bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, mulai dari awal sampai seperti saat ini.

Untuk itu dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH.,M.Hum., Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana.

2. Bapak Dr. Gde Made Swardhana, SH.,MH., Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Udayana.

3. Ibu Dr. Ni Ketut Sri Utari, SH.,MH., Pembantu Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Udayana.

4. Bapak Dr. I Gede Yusa, SH.,MH., Pembantu Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Udayana.

(6)

vi

6. Ibu I Gusti Agung Mas Rwa Jayantiari, SH.,M.Kn., Pembimbing Akademik yang dengan penuh perhatian memberikan kemudahan selama

menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

7. Bapak Dr. I Made Udiana, SH.,MH., Pembimbing I yang dengan sabar memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

8. Bapak I Nyoman Mudana, SH.,MH., Pembimbing II yang selalu meluangkan waktu dan memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi

ini.

9. Bapak/Ibu Dosen Pengajar di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan selama

menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

10.Bapak/Ibu Staff Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Udayana yang

telah membantu dan memberikan kemudahan segala urusan administrasi selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

11.Orang Tua I Komang Nitia (Alm) dan Ni Made Citawati, kakak I Gede Surya Narmada, adik Ni Ketut Yunda Ganitri, dan seluruh keluarga yang sudah banyak memberikan dukungan moril, material, arahan dan selalu

mendoakan keberhasilan dan keselamatan dalam penyelesaian skripsi ini dan selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas

Udayana

(7)

vii

13.Teman-Teman KKN XI Tenganan khususnya Mitha, Intan, Laras, Riska, Agus, Dedik, Yudha, Kojek, Gus in, Tebo, Emonk, Antara, Dode, Losiani,

Dewi, Ucup, Gunartha, Yogi, yang telah mendukung dari awal dan selalu mendoakan demi kelancaran pembuatan skripsi ini.

14.Teman-Teman Marching Band Universitas Udayana yang selalu

memberikan doa dan dukungan.

15.I Gede Yogi Adi Saputra, orang terdekat yang telah memberi perhatian,

dukungan dan doa dalam penulisan skripsi ini.

16.Sahabat penulis Fenny Liana, Ade Suryani, Githa Suartini, Gung Wah (alm), Dewi Urwasi, Transform Generation, dan semua yang telah

memberikan semangat dari awal memulai perjalanan studi hingga menulis skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Meskipun demikian, penulis

berharap semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi pihak yang memerlukan.

Denpasar, 4 April 2016

(8)

viii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau dierbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pusaka.

Apabila Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku.

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.

Denpasar, 4 April 2016

Yang menyatakan,

(Luh Made Srigati Antari)

(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI……… iv

KATA PENGANTAR ... v

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... viii

DAFTAR ISI ... ix

ABSTRAK ... xiii

ABSTRACT ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 8

1.4 Orisinalitas Penelitian ... 8

1.5 Tujuan Penulisan ... 9

(10)

x

1.5.2 Tujuan khusus ... 10

1.6 Manfaat Penulisan ... 10

1.6.1 Manfaat teoritis ... 10

1.6.2 Manfaat praktis ... 11

1.7 Landasan Teoritis ... 11

1.8 Metode Penulisan ... 14

1.8.1 Jenis penelitian ... 14

1.8.2 Jenis pendekatan ... 15

1.8.3 Sumber bahan hukum ... 16

1.8.4 Teknik pengumpulan bahan hukum ... 18

1.8.5 Teknik pengolahan dan analisis bahan hukum ... 19

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PKERJA RUMAH TANGGA, PEMBERI KERJA, DAN PERJANJIAN KERJA ... 20

2.1.Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi kerja ... 20

2.1.1 Pengertian pekerja rumah tangga ... 20

2.1.2 Pengertian pemberi kerja ... 22

(11)

xi

2.3 Hubungan Kerja ... 28

2.3.1 Pengertian hubungan kerja ... 28

2.3.2 Pengertian perjanjian kerja ... 30

2.3.3 Syarat sahnya suatu perjanjian ... 37

BAB III HUBUNGAN ANTARA PEKERJA RUMAH TANGGA DENGAN MAJIKAN DI INDONESIA ... 41

3.1 Prosedur Terjadinya Hubungan Sebelum Melakukan Pekerjaan Antara PRT Dengan Majikan ... 41

3.2 Hubungan Antara PRT Dengan Majikan Dalam Melakukan Pekerjaannya ... 42

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENYELESAIAN SENGKETA PEKERJA RUMAH TANGGA YANG BEKERJA DENGAN MAJIKANNYA DI INDONESIA ... 47

4.1 Perkembangan Perlindungan Hukum Pekerja Di Indonesia... 47

4.2 Jenis-Jenis Perlindungan Hukum Ketenagakerjaan ... 56

4.3 Pengaturan Perlindungan Hukum Pekerja Rumah Tangga ... 59

(12)

xii

BAB V PENUTUP ... 70

5.1 Simpulan ... 70

5.2 Saran ... 71

(13)

xiii

PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA

RUMAH TANGGA DI INDONESIA

Penulis :

Luh Made SrigatiAntari

Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK :

Penulisan ini membahas tentang hubungan hukum antara majikan dengan pekerja rumah tangga dalam mengerjakan pekerjaannya dan perlindungan hukum bagi pekerja rumah tangga. Permasalahan yang terjadi bahwa hubungan hukum mengenai pekerjaan pekerja rumah tangga denga majikannya belum diatur dalam peraturan khusus. Sehingga menimbulkan suatu persoalan hukum apabila terjadi pihak yang mengalami kerugian. Tulisan ini bertujuan untuk memahami dan mengerti mengenai hubungan hukum antara pekerja rumah tangga dengan majikan, dan untuk mengetahui perlindungan hukum pekerja rumah tangga dalam mengerjakan pekerjaannya. Penulisan ini menggunakan metode normatif dengan sifat penulisan deskriptif. Tulisan ini menghasilkan penelitian bahwa hubungan hukum yang terjadi antara majikan dengan pekerja rumah tangga adalah hubungan hukum perjanjian. Perlindungan hukum bagi pekerja rumah tangga yang mengerjakan pekerjaanya diatur oleh hukum perjanjian apabila terjadi permasalahan dalam melakukan pekerjaannya.

(14)

xiv ABSTRACT:

This legal research is about legal relation between the employer with their workers households. In this research critise about legal relation between the workers households with their employer that have not arranged in special regulations. There for a that makes a legal problem when happended parties losses. This research are purpose about to comprehend and to understand about legal relation between the employer with their worker households in their jobs. The research use the normative research method with dind of description research. The conclution of this research are result about legal relation between the employer with their workers households called engagement legal result. Legal protection for the worker households that doing job arranged by engagement legal when happenend with their job.

(15)

15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Meningkatnya kebutuhan ekonomi menyebabkan setiap orang perlu

mendapatkan pekerjaan. Sehingga semakin meningkat pula tenaga kerja yang mencari suatu pekerjaan, tapi dalam mencari suatu pekerjaan tidaklah mudah

karena banyak lapangan kerja yang memiliki syarat tertentu untuk memilih tenaga kerja yang akan dipekerjakan ditempatnya. Selain melihat keahlian dan ketrampilan dari calon tenaga kerja status pendidikan juga diperhitungkan. Seperti

yang kita tau di Indonesia sangat banyak masyarakat yang tidak menuntaskan pendidikannya akibat faktor ekonomi. Masalah ini pula yang menyebabkan

timbulnya pengangguran, sehingga dari mereka harus menemukan berbagai cara untuk mendapatkan pekerjaan agar menutupi kebutuhan ekonomi.

Tiga masalah besar bidang ketenagakerjaan saat ini, antara lain : Pertama,

masalah pengangguran dari total angkatan kerja pada 2006 berjumlah 105,8 juta, sekitar 40,8 juta adalah pengangguran, baik yang kentara maupun yang tidak kentara. Masalah kesempatan kerja dan pengangguran yang tinggi dan semakin

meningkat tersebut menjadi beban negara dan setiap saat dapat menjadi bom waktu bagi negara kita. Padahal untuk mengatasi segala persoalan

ketenagakerjaan tersebut roda perekonomian harus diputar dan keberadaan investor sangat diperlukan, sangat dilematis memang di satu sisi untuk menjaga dan menghormati hak-hak pekerja perlu dilindungi dengan Undang-Undang

(16)

16

yang efektif pula, hal ini menjadi tarik-menarik yang kuat apabila kepentingan masing-masing pihak tidak terakomodasi. Masalah-masalah seperti soal

pemogokan, pesangon, upah, out sourching, kontrak kerja, dan tenaga kerja asing adalah masalah-masalah yang sampai sekarang menjadi persoalan baik dari sisi pengusaha maupun pekerja. Kedua, masalah produktivitas dan kualitas sumber

daya manusia Indonesia. Dan Ketiga, masalah kepastian hukum dan penegakan hukum (law enforcement) bagi pengusaha maupun pekerja yang berkaitan dengan

sistem peradilan dalam rangka penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Ketiga masalah tersebut mengakibatkan Indonesia tidak dapat bersaing dan berkompetisi dengan negara-negara lain, secara perlahan-lahan ekonomi

Indonesia semakin sulit untuk berkembang.1

Banyaknya masalah dalam bidang ketenagakerjaan di Indonesia juga

disebabkan karena ada beberapa pekerjaan yang belum diatur oleh Undang-Undang. Indonesia merupakan negara hukum, negara hukum sudah merupakan

tipe negara yang umum dimiliki oleh bangsa-bangsa di dunia dewasa ini. Negara hukum meninggalkan tipe negara yang memerintah berdasarkan keamanan sang penguasa dan berpatokan pada hukum yang mengatur.2

Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri

1Abdul.R. Saliman, 2005, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori Dan Contoh Kasus, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, h. 242-243.

(17)

17

maupun masyarakat. Pengertian setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri

maupun untuk masyarakat dapat meliputi setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain atau setiap orang yang bekerja sendiri dengan tidak menerima upah atau imbalan. Tenaga kerja meliputi pegawai

negeri, pekerja formal, pekerja informal, dan orang yang belum bekerja atau penggangguran. Dengan kata lain, pengertian tenaga kerja adalah lebih luas dari

pada pekerja/buruh.3

Hukum ketenagakerjaan adalah hukum yang mengatur tentang tenaga kerja. Apabila ditelaah dari pengertian istilah, hukum ketenagakerjaan terdiri atas

dua kata, yaitu hukum dan ketenagakerjaan. Hukum dan ketenagakerjaan merupakan dua konsep hukum.4 Konsep hukum sangat dibutuhkan apabila kita

mempelajari hukum. Konsep hukum pada dasarnya adalah batasan tentang suatu istilah tertentu. Tiap istilah ditetapkan arti dan batasan maknanya setajam dan

sejelas mungkin yang dirumuskan dalam suatu definisi. Istilah dan arti tersebut diupayakan agar digunakan secara konsisten. Konsep yuridis (legal concept) yaitu konsep konstruktif dan sistematis yang digunakan untuk memahami suatu aturan

hukum atau sistem aturan hukum.

Hukum merupakan keseluruhan peraturan-peraturan dimana tiap-tiap

orang yang bermasyarakat wajib mentaatinya. Sistem peraturan untuk menguasai

3Asri Wijayanti, 2009, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, h.1.

(18)

18

tingkah laku manusia dalam masyarakat atau bangsa5. Kemudian menurut Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, ketenagakerjaan

adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Bekerja pada orang lain dapat diartikan orang tersebut bekerja diluar hubungan kerja dan mereka yang bekerja di dalam hubungan kerja.

Bekerja pada orang lain didalam hubungan kerja meliputi mereka yang bekerja kepada negara dan mereka yang bekerja pada orang lain. Bekerja pada negara

disebut pegawai negeri atau pegawai pemerintahan, adapun mereka yang bekerja kepada orang lain adalah mereka yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja atau perjanjian pemborongan.6

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya tenaga kerja meliputi pegawai negeri, tenaga kerja formal dan tenaga kerja informal. Perekonomian

dikebanyakan negara berkembang bahkan dibeberapa negara maju adalah fenomena jumlah dan tingginya peningkatan penduduk yang bekerja di sektor

informal. Hal ini didorong oleh tingkat urbanisasi yang tinggi dimana penawaran pasar tenaga kerja mampu direspon oleh permintaan tenaga kerja sektor informal. Pengelompokan definisi formal dan informal menurut Hendri Saparini dan M.

Chatib Basri dari Universitas Indonesia menyebutkan bahwa tenaga kerja sektor informal adalah tenaga kerja yang bekerja pada segala jenis pekerjaan tanpa ada

perlindungan negara dan atas usaha tersebut tidak dikenakan pajak. Definisi lainnya adalah segala jenis pekerjaan yang tidak menghasilkan pendapatan yang

(19)

19

tetap, tempat pekerjaan yang tidak terdapat keamanan kerja (job security), tempat bekerja yang tidak ada status permanen atas pekerjaan tersebut dan unit usaha atau

lembaga yang tidak berbadan hukum. Sedangkan ciri-ciri kegiatan-kegiatan informal adalah mudah masuk , artinya setiap orang dapat kapan saja masuk ke jenis usaha informal ini, bersandar pada sumber daya lokal, biasanya usaha milik

keluarga, operasi skala kecil, padat karya, keterampilan diperoleh dari luar sistem formal sekolah dan tidak diatur dan pasar yang kompetetif. Contoh dari jenis

kegiatan sektor informal antara lain pedagang kaki lima (PKL), pengamen dan anak jalanan, pedagang pasar, buruh tani, pekerja rumah tangga, dan lainnya. Tuntutan pekerjaan dengan dilihat pendidikan dan ketrampilan memadai di

perkotaan menjadi kendala pencari kerja dalam memperoleh pekerjaan. Mereka yang pada mulanya berkeinginan bekerja di sektor formal pada akhirnya bermuara

di sektor informal.7

Pekerjaan yang termasuk didalam sektor informal salah satunya adalah

pekerja rumah tangga. Pekerja rumah tangga merupakan pekerjaan yang diperlukan untuk membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Pekerjaan ini biasanya diperlukan oleh keluarga yang memiliki suatu aktifitas diluar rumah

sehingga urusan pekerjaan rumah tangga perlu ada yang menangani. Dilihat dari banyaknya pengangguran saat ini akibat tidak terpenuhinya status pendidikan dan

tidak adanya ketrampilan untuk menyediakan suatu barang/ jasa untuk perusahaan pekerjaan menjadi pekerja rumah tangga menjadi salah satu pilihan. Selain tidak perlu memperhatikan status pendidikan pekerjaan ini hanya membutuhkan tenaga

(20)

20

dan keahlian untuk mengurus pekerjaan rumah tangga. Sebelum memulai melakukan pekerjaannya, pekerja rumah tangga atau sering disebut PRT ini

biasanya dilakukannya perjanjian kerja secara lisan antara majikan dan PRT tersebut. Perjanjian tersebut berisi perintah dari majikan tentang apa saja yang harus dilakukan beserta upah yang akan diterima oleh PRT.

Melalui perjanjian tersebut terdapat hubungan kerja yang dilakukan oleh PRT dengan majikan. Hubungan kerja adalah suatu hubungan hukum yang

dilakukan oleh minimal dua subjek hukum mengenai suatu pekerjaan. Subjek hukum yang melakukan hubungan kerja adalah pengusaha/pemberi kerja dengan pekerja/buruh8. Mantan guru besar hukum ketenagakerjaan Universitas Indonesia

Prof. Imam Soepomo secara rinci menjelaskan pengertian dari unsur-unsur hubungan kerja sebagai berikut : Pada dasarnya hubungan kerja, yaitu hubungan

antara buruh dan majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah

dan dimana majikan menyatakan kesanggupannya untuk memperkerjakan buruh dengan membayar upah. Perjanjian yang sedemikian itu disebut perjanjian kerja. Istilah perjanjian kerja menyatakan bahwa perjanjian ini mengenai kerja, yakni

dengan adanya perjanjian kerja timbul kewajiban suatu pihak untuk bekerja.

Unsur- unsur perjanjian kerja yang menjadi dasar hubungan kerja sesuai

dengan ketentuan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 adalah :

1. Adanya pekerjaan (arbeid);

(21)

21

2. Dibawah perintah/gezag ver houding (maksudnya buruh melakukan pekerjaan atas perintah majikan, sehingga bersifat subordinasi);

3. Adanya upah tertentu/loan;

4. Dalam waktu (tijd) yang ditentukan (dapat tanpa batas waktu/pension atau

berdasarkan waktu tertentu).

Berdasarkan unsur-unsur tersebut dapat dikatakan perjanjian PRT dengan majikannya memenuhi semua unsur yang telah ditentukan. Jadi, PRT juga

termasuk dalam pengertian pekerja tetapi dalam pekerja sektor informal. Selain itu hubungan PRT dengan majikan dipermasalahkan mengenai pengertian majikan yang menyebabkan tidak terjadinya hubungan kerja. Sehingga, belum ada

pengaturan hukum dalam menjaga hak dan kewajiban dari pekerjaan PRT dan untuk melindungi hubungan pekerjaannya dengan majikannya. Dalam konteks

pengaturan hukum terhadap pekerja rumah tanga tersebut penulis bermaksud membahasnya dengan judul “PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM

PEKERJA RUMAH TANGGA DI INDONESIA”

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat

dikemukakan dua rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah hubungan antara PRT dengan majikan menimbulkan hubungan

kerja di Indonesia ?

(22)

22

1.3.Ruang Lingkup Masalah

Mengingat luasanya masalah yang terkait dengan pengaturan perlindungan

hukum pekerja rumah tangga ini maka merupakan hal yang tidak mungkin untuk membahas semuanya dalam bentuk penulisan skripsi. Sehingga dalam hal penulisan ini ruang lingkup permasalahannya hanya dibatasi mengenai bentuk

hubungan hukum antara pekerja rumah tangga dengan majikan dan bentuk perlindungan hukum pekerja rumah tangga. Ruang lingkup permasalahan ini pun

dibahas memperhatikan literatur yang membahas permasalahan ini dan Perundang-Undangan Indonesia.

1.4.Orisinalitas Penelitian

Penulisan skripsi ini memiliki originalitas penulisan. Karena, belum ada masalah yang sama dengan penulisan ini. Penelitian yang saya dapat temukan

sejenis adalah yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Hak Konstitusional Pembantu Rumah Tangga” penelitian tersebut dibuat oleh Dosen Fakultas Hukum

Universitas Jember dengan permasalahannya “ Apakah Undang-Undang No 13

Tahun 2003 memberikan perlindungan bagi PRT ?” sedangkan penelitian saya

mengangkat mengenai bagaimana perlindungan hukum yang diberikan sesuai

dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Selain itu penulisan skripsi yang berjudul “tinjauan yuridis terhadap

perlindungan hukum bagi pembantu rumah tangga” yang dibuat oleh mahasiswa

(23)

23

Berbeda dengan penulisan saya yang mengangkat apa bentuk pengaturan hukum bagi pekerja rumah tangga dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Dalam penulisan ini penulis mengambil judul “Pengaturan Perlindungan Hukum Pekerja Rumah Tangga di Indonesia” jadi penelitian ini belum pernah diteliti oleh peneliti lain. Kajian pada penelitian ini berbeda dengan penelitian

sebelumnya. Penulis mengkaji perumusan masalah mengenai bagaimana perlindungan hukum terhadap pembantu rumah tangga menurut Undang-Undang

Ketenagakerjaan dan akibat hukum terhadap tidak terpenuhinya hak dan kewajiban pekerja rumah tangga menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan. Sehingga penulis tertarik mengambil masalah ini yang berbeda dari penulisan

sebelumnya. Dengan demikian penulisan ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

1.5.Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1.5.1. Tujuan umum

1. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada

bidang penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa.

2. Untuk melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran ilmia

secara tertulis.

(24)

24

4. Untuk mengembangkan diri pribadi mahasiswa dalam kehidupan masyarakat.

5. Untuk memenuhi pesyaratan memperoleh gelar sarjana hukum.

6. Untuk mengetahui hubungan hukum yang terjadi antara pekerja rumah tangga dengan majikannya dalam melakukan pekerjaannya.

7. Untuk mengetahui perlindungan hukum yang diberikan kepada pekerja rumah tangga dalam penyelesaian sengketa yang terjadi antara pekerja

rumah tangga dan majikannya.

1.5.2. Tujuan khusus

1. Untuk memahami bentuk hubungan hukum antara pekerja rumah tangga dengan majikan.

2. Untuk memahami bentuk perlindungan hukum pekerja rumah tangga yang bekerja dengan majikannya di Indonesia.

1.6.Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang didapat dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1.6.1. Manfaat teoritis

1. Untuk memeberikan gambaran terhadap hubungan hukum antara

(25)

25

2. Untuk menambah referensi bagi mahasiswa pada umumnya dan penulis pada khususnya dalam hal pengetahuan hukum yang terkait

dengan pengaturan hukum terhadap hak dan kewajiban dari pekerja rumah tangga.

3. Untuk menambah pengetahuan bagi penulis tentang

permasalahan-permasalahan yang menyangkut tentang masalah pekerja rumah tangga di Indonesia mengenai pengaturan hukum terhadap hak dan

kewajibannya.

1.6.2. Manfaat praktis

1. Secara praktis tulisan ini dapat dipakai sebagai pedoman baik di para

pihak, pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan yang sejenis.

1.7.Landasan Teoritis

Penulisan skripsi ini berpedoman pada kaidah dan norma hukum ketenagakerjaan. Ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang objeknya hukum.

Dengan demikian, maka ilmu hukum akan mempelajari semua seluk-beluk mengenai hukum, misalnya mengenai asal mula, wujud, asas-asas, sistem, macam pembagian, sumber-sumber, perkembangan, fungsi, dan kedudukan hukum di

dalam masyarakat yang tidak terbatas pada hukum positif negara tertentu dan berlaku secara universal. Adapun, hukum Indonesia adalah keseluruhan hukum

positif Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang sedang berlaku di Indonesia dalam garis besarnya (hukum positif Indonesia sebagai objeknya).9

(26)

26

Hukum ketenagakerjaan adalah hukum yang mengatur tentang tenaga kerja. Menurut Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,

Ketenagakerjaan adalah segal hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum,selama dan sesudah masa kerja. Dalam segi apapun dan bidang manapun hukum selalu ikut berperan aktif. Selain hukum sebagai aturan, hukum

juga berperan sebagai perlindungan. Didalam pemahaman hukum ketenagakerjaan yang ada dapat diketahui adanya unsur – unsur hukum ketenagakerjaan, meliputi :

1. Serangkaian aturan yang berkembang kedalam bentuk lisan maupun tulisan.

2. Mengatur hubungan antara pekerja dan pemilik perusahaan.

3. Adanya tingkatan pekerjaan, yang pada akhirnya akan diperoleh balas jasa. 4. Mengatur perlindungan pekerja/buruh, meliputi masalah keadaan sakit,

hamil, melahirkan, keberadaan organisasi pekerja dsb.

Tenaga kerja dibagi atas tenaga kerja formal, tenaga kerja informal dan orang yang belum bekerja atau pengangguran. Sektor informal yaitu suatu istilah

yang mencakup pengertian berbagai kegiatan yang seringkali tercakup dalam

istilah umum “usaha sendiri”. Dengan kata lain, sektor informal merupakan jenis

kesempatan kerja yang kurang terorganisir, sulit dicacah, dan sering dilupakan dalam sensus resmi, serta merupakan kesempatan kerja yang persyaratan kerjanya jarang dijangkau oleh aturan-aturan hukum. Aktifitas-aktifitas informal tersebut

merupakan cara melakukan sesuatu yang ditandai dengan mudah untuk dimasuki, bersandar pada budaya lokal, usaha milik sendiri, operasinya dalam skala kecil,

(27)

27

sistem sekolah formal dan tidak terkena secara langsung oleh regulasi dan pasarnya bersifat kompetitif. Agar tetap betahan hidup, banyak orang yang tidak

menempuh pendidikan formal melakukan aktifitas-aktifitas informal sebagai sumber mata pencaharian mereka. Dengan demikian, sektor informal memiliki peranan penting dalam memberikan sumbangan bagi pembngunan perkotaan,

karena sektor informal mampu menyerap tenaga kerja terutama masyrakat kelas bawah yang cukup signifikan sehingga mengurangi problem pengangguran

diperkotaan. Selain itu, sektor informal memberikan kontribusi bagi pendapatan pemerintahan kota.

Pekerja rumah tangga termasuk salah satu pekerja sektor informal. Pekerja

rumah tangga bekerja atas perintah dari majikan. Segala hubungan yang dilakukan oleh pekerja dan majikannya disepakati melalui perjanjian secara lisan oleh

karena itu menggunakan teori hubungan hukum perjanjian. Tentu saja didalamnya berisi mengenai hak dan kewajiban dari pekerja rumah tangga tersebut. Hak

sebagai pekerja rumah tangga merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia merupakan hak yang melekat dengan kuat di dalam diri manusia. Keberadaannya

diyakini sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia.10

Karena belum diaturnya permasalahan pekerja rumah tangga dalam peraturan perundang-undangn makan perlu adanya kontruksi hukum. Kontruksi

norma hukum merupakan sebuah proses atau langkah penemuan atau penciptaan

(28)

28

hukum, hukum itu tidak ada atau kekosongan hukum yang disebut wet vacuum. Lembaga yang memiliki kewenangan dalam hal ini adalah Hakim, Pembentuk

hukum seperti DPR dengan Presiden dan Peneliti.

1.8.Metode Penelitian

a. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian normatif. Penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang

mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek yaitu asepek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan pasal demi pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu

undang-undang,serta bahasa hukum yang digunakan, tetapi tidak mengkaji aspek terapan atau implementasinya. Karena tidak mengkaji aspek terapan atau implementasi

maka penelitian hukum normatif sering juga disebut penelitian hukum dogmatik atau penelitian hukum teoritis (dogmatic or theretical law research).11

Penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang meletakan hukum

sebagai sebuah bangunan sistem norma, menempatkan sistem norma sebagai objek kajian. Sistem norma sebagai objek kajian adalah seluruh unsur-unsur dari

norma yang berisi nilai-nilai tentang bagaimana seharusnya manusia bertingkah laku.

(29)

29

Pendekatan normatif ini digunakan untuk menelaah ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan pengaturan hukum tentang hak dan kewajiban pekerja

rumah tangga menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan.

b. Jenis pendekatan

Dalam penulisan skripsi ini, pendekatan masalah yang digunakan adalah

pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan

pendekatan perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian12.

Pendekatan undang dilakukan dengan menelaah semua

undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.13 Pendekatan perundang-undangan ini merupakan suatu bahan untuk

memberikan argumen dalam memecahkan isu yang dihadapi. Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua peraturan yang bersangkutan dengan ketenagakerjaan khususnya yang mengatur pekerja rumah

tangga. Selain itu, digunakan untuk mempelajari hukum dan sanksi didalam ilmu hukum, penulis akan menemukan ide-ide yang melahirkan peraturan hukum,

konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan pengaturan hukum terhadap pekerja rumah tangga.

12Johnny Ibrahim, 2005, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, h. 302.

(30)

30

Pendekatan konseptual (conceptual approach) dilakukan manakala peneliti tidak beranjak dari aturan hukum yang ada. Hal itu dilakukan karena

memang belum ada atau tidak ada aturan hukum untuk masalah yang dihadapi.14 Selain itu, pendekatan konseptual (conceptual approaching) digunakan dalam mengkaji berbagai konsep yang berkaitan dengan maslah yang dibahas, dalam hal

ini konsep mengenai pengaturan hukum terhadap hak dan kewajiban dari pekerja rumah tangga yang belum diatur dalam undang-undang. Dengan demikian,

ditemukan konsep yang jelas mengenai makna semua konsep yang ada sehingga merupakan bahan hukum yang siap untuk dianalisa.

Jenis pendekatan ini digunakan untuk memecahkan masalah dalam

penulisan ini karena dalam masalah pekerja rumah tangga, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak mengatur mengenai pekerja rumah

tangga sehingga menimbulkan kekosongan norma yang mengatur pekerja rumah tangga, yang pada saaat ini banyak masyarakat yang bekerja sebagai pekerja

rumah tangga khususnya di Indonesia.

c. Sumber bahan hukum

Penelitian hukum normatif merupakan penelitian kepustakaan, yaitu

penelitian terhadap data sekunder.15 Suatu penelitian normatif tidak mengenal istilah data. Untuk memecahkan isu hukum dan sekligus memberikan preskripsi

mengenai apa yang seyogianya, diperlukan sumber-sumber penelitian.

14Johnny Ibrahim, Op.cit, h. 177.

(31)

31

sumber penelitian dapat dibedakan menjadi sumber penelitian dalam yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 16 Dalam penelitian ini

menggunakan dua sumber bahan hukum, yaitu :

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai otoritas (autoritatif).17 Bahan-bahan hukum primer terdiri dari

perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.

Dalam penelitian sumber bahan hukum primer yang digunakan adalah :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun1945

b. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan

c. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks,

kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. 18 Bahan hukum sekunder yang

digunakan sesuai dengan pembahasan mengenai pengaturan hukum terhadap hak dan kewajiban dari pekerja rumah tangga.

16Peter Mahmud Marzuki, op.cit , h.181.

(32)

32

d. Teknik pengumpulan bahan hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan (library research) dimana studi kepustakaan ini dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier dan atau bahan non-hukum. Penelusuran bahan-bahan hukum tersebut dapat dilakukan dengan

membaca, melihat, mendengarkan, maupun sekarang banyak dilakukan penelusuran bahan hukum tersebut dengan melalui media internet.19

Melalui pendekatan perundang-undangan penulis mencari peraturan

perundang-undangan mengenai atau yang berkaitan dengan masalah yang dibahas tentang pengaturan hukum terhadap pekerja rumah tangga. Selain itu, melalui

pendekatan konseptual dapat dilihat dari buku-buku hukum yang banyak mengandung konsep-konsep hukum dan bisa juga dilakukan dengan mengumpulkan putusan-putusan pengadilan di Indonesia dan putusan-putusan

dari negara lain mengenai isu yang bersangkutan.

(33)

33

e. Teknik pengolahan dan analisis bahan hukum

Analisa data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa melakukan

kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya.20 Adapun teknik pengolahan bahan hukum yaitu setelah bahan hukum terkumpul kemudian dianalisis menggunakan teknik

deskripsi yaitu dengan memaparkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder apa adanya.21

Bahan hukum primer dan sekunder yang terkumpul selanjutnya diberikan penilaian (evaluasi), kemudian dilakukan interpretasi dan selanjutnya diajukan argumentasi. Argumentasi disini dilakukan oleh penulis untuk memberikan

penilaian mengenai benar atau salah maupun apa yang seharusnya menurutnya hukum terhadap fakta atau peristiwa hukum dari hasil penelitian. Dan hal tersebut

nantinya akan ditarik kesimpulan secara sistematis agar tidak menimbulkan kontradiksi antara bahan hukum yang satu dengan bahan hukum yang lain. Teknik lainnya yang penulis gunakan adalah teknik analisis, yaitu pemaparan secara

mendetail dari penjelasan yang didapat pada tahap sebelumnya yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini sehingga keseluruhannya membentuk

satu kesatuan yang saling berhubungan secara logis.

20H. Zainuddin Ali, Op.cit, h.183.

(34)

34

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA, PEMBERI KERJA, DAN PERJANJIAN KERJA

2.1

Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja

2.1.1. Pengertian pekerja rumah tangga

Dalam berbagai kepustakaan dinyatakan bahwa, pekerja merupakan suatu istilah ketenagakerjaan yang dikenal dalam Undang-Undang Ketenagakerjaann.

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa pekerja

adalah “Setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam

bentuk lain”.

Pekerja merupakan orang yang menggunakan tenaga dan kemampuannya yang bekerja kepada pemberi kerja atau pengusaha atau majikan untuk mendapatkan penghasilan atau imbalan lainnya demi melengkapi kebutuhan

hidupnya. Pekerja rumah tangga merupakan bagian dari pekerja, karena tujuannya mencari penghasilan untuk membiayai kebutuhan hidupnya dan keluarganya.

Peluang kerja sebagai pekerja rumah tangga sangat terbuka. Setiap rumah tangga yang anggota keluarganya memiliki pekerjaan yang padat tentu tidak bisa

mengurus pekerjaan rumah tangganya sendiri sehingga tidak heran kalau banyak yang menggunakan jasa pekerja rumah tangga.

Pekerja rumah tangga merupakan pekerjaan dibidang membantu mengurus

(35)

35

membersihkan rumah, menyapu, mengepel, mencuci, memasak sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati dengan majikan.

Pekerja rumah tangga atau yang sering disingkat sebagai PRT ini adalah seseorang yang bekerja dengan tujuan untuk membantu meringankan urusan pekerkerjaan rumah tangga orang yang meminta jasanya. Dalam melaksanakan

pekerjaannya PRT diberikan upah atau imbalan sesuai dengan kesepakatan yang dibuat oleh majikannya.

Menurut Konvensi Tentang Pekerjaan Yang Layak Bagi Pekerja Rumah Tangga Tahun 2011, istilah pekerjaan rumah tangga berarti pekerjaan yang dilaksanakan di dalam atau untuk satu atau beberapa rumah tangga. Kemudian,

pekerja rumah tangga berarti setiap orang yang terikat dalam pekerjaan rumah tangga dalam suatu hubungan kerja.22

Pekerja rumah tangga memiliki tanggung jawab atas pekerjaan yang dilimpahkan oleh majikannya untuk membantu mengurus pekerjaan rumah

tangga. Hubungan yang terikat antara PRT dengan majikan ini ditimbulkan oleh adanya perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak sebelum melakukan suatu pekerjaan, yang di dalamnya berisi unsur-unsur hubungan kerja berupa pekerjaan,

upah dan perintah.

(36)

36

2.1.2. Pengertian pemberi kerja

Pemberi kerja merupakan orang yang menawarkan, mengajak,

memberikan pekerjaan pada seseorang dengan diberikan upah untuk menjalankan suatu perusahaan maupun bekerja di bidang atau tempat lainnya tergantung

pekerjaan yang ditawarkan.

Pengertian istilah pemberi kerja tertuang di dalam pasal 1 angka 4 Undang-Undang Ketenagakerjaan, yaitu “Orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang memperkerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain”.

Istilah pemberi kerja juga sering disebut majikan. Pengertian majikan

dapat kita jumpai di dalam beberapa peratiran perundangan perburuhan kita. Diantaranya di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 dikatakan, bahwa

majikan adalah : orang atau badan hukum yang memperkerjakan buruh. Dan di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1953 (tentang kewajiban melaporkan

perusahaan) dikatakan, bahwa majikan adalah orang atau badan hukum yang memperkerjakan buruh dengan memberikan upah untuk menjalankan perusahaan.

2.2

Hak – Hak dan Kewajiban Sebagai Pekerja Rumah Tangga dan

Pemberi Kerja

Perjanjian kerja mempunyai obyek perjanjian dimana isi dalam obyek perjanjian tersebut menyangkut hak-hak dan kewajiban para pihak yang membuat

(37)

37

hak-hak asasi, mapun hak yang bukan asasi. Hak asasi adalah hak yang melekat pada diri pekerja/buruh itu sendiri yang dibawa sejak lahir dan jika hak tersebut

terlepas/terpisah dari diri pekerja itu akan menjadi turun derajat dan harkatnya sebagai manusia. Sedangkan hak yang bukan asasi berupa hak pekerja/buruh yang

telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang sifatnya non asasi.23

Kewajiban para pihak dalam perjanjian pada umumnya disebut prestasi. Menurut pendapat Soebekti, prestasi artinya, “suatu pihak yang memperoleh hak -hak dari perjanjian itu juga menerima kewajiban-kewajiban yang merupakan kebalikan dari hak yang diperolehnya, dan sebaliknya suatu pihak yang memikul kewajiban-kewajiban juga memperoleh hak-hak yang dianggap sebagai

kebalikannya kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya”. 24

Dengan mendasarkan diri pada pengertian diatas maka penguaraian

selanjutnya dibagi menjadi dua yaitu hak dan kewajiban pekerja/buruh dan hak dan kewajiban pemberi kerja/majikan. Dalam melaksanakan kewajibannya seorang buruh haruslah bertindak baik. Bertindak sebagai seorang buruh yang

baik merupakan salah satu kewajiban buruh.

Di dalam KUH Perdata pada 1603 huruf d dikatakan bahwa buruh yang

baik adalah “Buruh yang menjalankan kewajiban-kewajiban dengan baik, yang

dalam hal ini kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan segala sesuatu

dalam keadaan yang sama, seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan”.

23Adrian Sutedi, 2009, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, h. 17.

(38)

38

Dalam hubungan kerja, hak dan kewajiban para pihak saling bertimbal balik, hal-hal yang menjadi hak pekerja merupakan kewajiban pengusaha untuk

memenuhi, sebaliknya hal-hal yang menjadi hak penguasa adalah merupakan kewajiban pekerja. Pada umumnya kewajiban pengusaha adalah menyediakan pekerjaan yang akan dilakukan pekerja dan membayar upah atau imbalan atas

pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja. Di sisi lain, pekerja berhak untuk melakukan pekerjaan sesuai perjanjian yang diadakan dan memperoleh imbalan

atau upah atas pekerjaan yang dilakukan. Menjadi kewajiban pekerja dalam hal tersebut adalah melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya atas petunjuk atau

perintah yang diberikan oleh pengusaha, sesuai dengan waktu yang ditentukan.25

Terkait dengan pekerjaan yang dilakukan pekerja, menjadi kewajiban pengusaha untuk mengupayakan agar pekerja mendapat jaminan ketika

melakukan pekerjaan, jaminan dimaksud yaitu adanya kepastian kelangsungan hubungan kerja, upah, dan jaminan sosial serta perlindungan atas kesehatan dan keselamatan kerja. Oleh karena ketentuan yang mengatur kewajiban pengusaha

pada umumnya berasal dari kaidah heteronom, dan dalam rangka memberi perlindungan bagi pekerja, maka biasanya juga diatur mengenai sanksi terhadap

pengabaian kewajiban tertentu sebgaiamana tercantum dalam ketentuan terkait.26

Selanjutnya di dalam KUH Perdata dirinci tentang berbagai kewajiban dari

buruh atau dalam hal ini menyangkut pekerja rumah tangga, yaitu :

25Aloysious Uwiyono, 2014, Asas-Asas Hukum Perburuhan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 60.

(39)

39

1. Buruh berkewajiban melakukan pekerjaan yang dijanjikan menurut kemampuannya dengan sebaik-baiknya;

2. Buruh berkewajiban melakukan sendiri pekerjaannya, hanya dengan seizin majikan ia dapat menyuruh orang ketiga untuk menggantikannya;

3. Buruh wajib taat terhadap peraturan mengenai hal melakukan pekerjaannya;

4. Buruh yang tinggal pada pengusaha, wajib berkelakuan baik menurut tata tertib rumah tangga pengusaha/majikan.

Selanjutnya, kewajiban umum dari majikan sebagai akibat dari timbulnya

hubungan kerja adalah membayar upah. Sedangkan kewajiban tambahan adalah memberikan surat keterangan kepada buruh yang dengan karena kemauannya

sendiri hendak berhenti bekerja di perusahaan itu. Demikian pula dapat dikatakan sebagai kewajiban pokok lainnya yaitu, mengatur pekerjaan, mengatur tempat

kerja, mengadakan buku upah dan mengadakan buku pembayaran upah.27

Dengan terjadinya perjanjian kerja, timbulah hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi masing-masing pihak yaitu baik majikan maupun buruh.

Kewajiban salah satu pihak merupakan hak dari pihak lainnya, demikian juga sebaliknya hak dari pihak yang satu merupakan kewajiban dari pihak lainnya. Adapun kewajiban yang utama bagi majikan adalah membayar upah. Selain itu

kewajiban lainnya dari majikan yaitu member hari istirahat dan hari libur,

(40)

40

mengatur tempat kerja dan alat-alat kerja, member surat keterangan, bertindak sebagai majikan yang baik. Selain itu ada kewajiban majikan terhadap buruh yang

bertempat tinggal pada majikan.28

Dengan adanya perjanjian kerja, buruh mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu antara lain wajib melakukan pekerjaan wajib mentaati tata tertib

perusahaan wajib membayar denda dan ganti rugi serta bertindak sebagai buruh yang baik. Selain itu untuk buruh yang bertempat tinggal pada majikan wajib

mentaati tata tertib rumah tangga majikan.29

Hak pekerja/buruh dapat terwujud secara efektif apabila diperhatikan

hal-hal sebagai berikut :

1. Para pekerja/buruh sebagai pemegang hak-hak dapat menikmati hak-hak mereka tanpa ada hambatan dan gangguan

dari pihak manapun.

2. Para pekerja/buruh selaku pemegang hak tersebut dapat

melakukan tuntutan melalu prosedur hukum adressant. Dengan kata lain, bila ada pihak-pihak yang mengganggu, menghamabat atau tidak melaksanakan hak tersebut,

pekerja/buruh dapat menuntut melalui prosedur hukum yang ada untuk merealisasikan hak dimaksud.30

28FX. Djumialdji, 1987, Perjanjian Kerja, Bina Aksara, Jakarta, h. 33. 29Ibid, h. 59.

(41)

41

Guna terlaksananya hak-hak pekerja/buruh (rights)ada beberapa syarat, yaitu sebagai berikut :

1. Adanya pengetahuan dan pemahaman para pekerja/buruh terhadap hak-hak mereka yang telah secara tegas diatur dalam peraturan perundang-undangan.

2. Hak tersebut dipandang dan dirasakan oleh para pekerja/buruh sebagai sesuatu yang esensial untuk melindungi kepentingan

mereka.

3. Adanya prosedur hukum yang memadai yang diperlukan guna menuntut agar hak para pekerja/buruh itu tetap dihormati dan

dilaksanakan.

4. Adanya kecakapan dari para pekerja/buruh untuk

memperjuangkan dan mewujudkan haknya.

5. Adanya sumber daya politik yang memadai yang diperlukan oleh para pekerja/buruh guna memperjuangkan perwujudan hak

mereka.31

Menurut Konvensi No. 189 bagi pekerja rumah tangga, standar

ketenagakerjaan atau hak-hak fundamental pekerja rumah tangga, yaitu :32

1. Hak-hak dasar pekerja rumah tangga

(42)

42

- Promosi dan perlindungan hak asasi manusia seluruh pekerja rumah tangga (pembukaan; Pasal 3)

- Penghormatan dan perlindungan prinsip-prinsip dan hak-hak dasar di tempat kerja :

a. Kebebasan berserikat dan pengakuan efektif terhadap hak

atas perundingan bersama;

b. Penghapusan segala bentuk kerja paksa atau kerja wajib;

c. Penghapusan pekerja anak

d. Penghapusan diskriminasi dalam hal pekerjaan dan jabatan e. Perlindungam efektif dari segala bentuk penyalahgunaan,

pelecehan dan kekerasan

f. Ketentuan kerja yang fair dan kondisi hidup yang layak

Konvensi tentang pekerjaan yang layak bagi pekerja rumah tangga, telah menjabarkan mengenai hak fundamental dari pekerja rumah tangga yang dapat dijadikan patokan bagi pekerja rumah tangga dalam menjalankan pekerjaan

dengan majikannya.

2.3

Hubungan Kerja

2.3.1. Pengertian hubungan kerja

Hubungan kerja merupakan suatu hubungan hukum yang dilakukakn oleh dua atau lebih subjek hukum mengenai suatu pekerjaan, subjek hukum yang

(43)

43

antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang

mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah”.

Pada dasarnya hubungan kerja, yaitu hubungan antara buruh dan majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah

dimana majikan menyatakan kesanggupannya untuk memperkerjakan buruh dengan membayar upah.33

Hubungan kerja pada pada dasarnya memiliki subjek hukum yang melakukan hubungan hukum yaitu pemberi kerja dan pekerja/buruh. Subjek hukum dapat mengalami perluasan yaitu meliputi perkumpulan majikan,

gabungan perkumpulan majikan atau APINDO untuk perluasan majikan. Selain itu terdapat serikat pekerja/buruh, gabungan serikat pekerja/buruh sebagai

perluasan dari buruh.34

Objek hukum dalam hubungan kerja adalah pekerjaan yang dilakukan oleh

pekerja. Dengan kata lain tenaga yang melekat pada diri pekerja merupakan objek hukum dalam hubungan kerja.35 Objek hukum dalam perjanjian kerja, yaitu hak dan kewajiban masing-masing pihak secara timbal balik yang meliputi

syarat-syarat kerja atau hal lain akibat adanya hubungan kerja. Syarat-syarat-syarat kerja selalu

33 Iman Soepomo, 1983, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, h. 53.

34Asri Wijayanti, loc.cit.

(44)

44

berkaitan dengan upaya peningkatan produktivitas bagi majikan dan upaya peningkatan kesejahteraan oleh buruh.36

2.3.2. Pengertian perjanjian kerja

Perikatan dilahirkan baik karena perjanjian maupun karena

undang-undang. Perikatan timbul akibat adanya suatu perjanjian, yang diatur lebih lanjut di dalam Bab Kedua Buku Ketiga KUH Perdata tentang perikatan-perikatan yang

dilahirkan dari kontrak ataupun perjanjian.

Semua tindakan, baik perikatan yang terjadi karena undang-undang maupun perjanjian merupakan fakta hukum. Fakta hukum adalah kejadian-kejadian, perbuatan/tindakan, atau keadaan yang menimbulkan, beralihnya,

berubahnya atau berakhirnya suatu hak. Singkatnya fakta hukum adalah fakta yang menimbulkan akibat hukum.37

Perjanjian adalah suatu perbuatan/tindakan hukum yang terbentuk dengan tercapainya kata sepakat yang merupakan pernyataan kehendak bebas dari dua orang (pihak) atau lebih, dimana tercapainya sepakat tersebut tergantung dari para

pihak yang menimbulkan akibat hukum untuk kepentingan pihak yang satu dan atas beban pihak yang lain atau timbal balik dengan mengindahkan ketentuan

perundang-undangan.38 Singkatnya, perjanjian adalah perbuatan hukum yang menimbulkan, berubahnya, hapusnya hak, atau menimbulkan suatu hubungan

36Asri Wijayanti, loc.cit.

37Herlien Budiono, 2009, Ajaran Umum Hukum Perjanjian Dan Penerapannya Di Bidang Kenotariatan, Penerbit PT Citra Aditya Bakti,Bandung, h. 1.

(45)

45

hukum dan dengan cara demikian, perjanjian menimbulkan akibat hukum yang merupakan tujuan para pihak. Jika suatu perbuatan hukum adalah perjanjian,

orang-orang yang melakukan tindakan hukum tersebut disebut pihak-pihak.

Perjanjian merupakan suatu perbuatan dimana salah satu pihak berjanji kepada pihak lainnya utnuk melaksanakan suatu hal. Oleh karena itu,, suatu

perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang mengikatkan diri, serta mengakibatkan timbulnya suatu hubungan antara dua pihak yang dinamakan

perikatan. Perjanjian itu melahirkan suatu perikatan antara dua pihak atau lebih yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berisi rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan secara lisan maupun tertulis.

Obyek perjanjian adalah isi dari perjanjian tersebut, yang menyangkut hak-hak dan kewajiban dari para pihak yang membuat perjanjian tersebut.

Perjanjian kerja merupakan dasar dari terbentuknya hubungan kerja. Perjanjian kerja adalah sah apabila memenuhi syarat sahnya perjanjian dan asas-asas hukum perikatan.39 Pengertian istilah perjanjian kerja diatur dalam Pasal 1

angka 14 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, adalah

“Perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang

memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak”.

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada

orang lain, atau dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa ini timbulah suatu hubungan antara dua orang tersebut

(46)

46

yang dinamakan perikatan. Setiap perjanjian itu akan menimbulkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, pada hakikatnya

perjanjian itu adalah suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.40

Subjek hukum dalam perjanjian kerja pada hakikatnya adalah subjek

hukum dalam hubungan kerja. Yang menjadi objek dalam perjanjian kerja adalah tenaga yang melekat pada diri pekerja. Atas dasar tenaga telah dikeluarkan oleh

pekerja/buruh maka ia akan mendapatkan upah.41

Perjanjian kerja merupakan perjanjian yang dibuat antara buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan

dengan menerima upah dan majikan menyatakan kesanggupannya untuk memperkerjakan buruh dengan membayar upah.42

Perjanjian kerja dapat dilakukan oleh buruh yang bersifat individual dengan pihak majikan. Seorang buruh dapat melakasanakan perjanjian kerja

dengan majikannya dimana perjanjian tersebut berisi mengenai hak dan kewajiban untuk melakukan pekerjaan. Perjanjian kerja yang dibuat dapat diadakan

sewaktu-waktu tanpa adanya serikat buruh, jadi oleh buruh perorangan dengan majikan.

Dalam suatu perjanjian harus adanya kata sepakat dari kedua belah pihak, dalam hal pekerja dengan majikan sepakat yang dimaksudkan adalah adanya

40Koko Kosidin, 1999, Perjanjian Kerja Perjanjian Perburuhan Dan Peraturan Perusahaan, Mandar Maju, Bandung, h. 2.

41Asri Wijayanti, op.cit, h. 41.

(47)

47

kesepakatan antara pihak-pihak yang melakukan perjanjian yaitu pihak pekerja/buruh dengan pihak majikan. Kesepakatan yang terjadi antara buruh dan

majikan secara yuridis haruslah bebas dalam arti tidak cacat hukum yang meliputi adanya penipuan, paksaan, dan kekhilafan.

Perjanjian kerja dibagi menjadi dua bentuk perjanjian kerja, yaitu :

1) Perjanjian Kerja Lisan

Perjanjian kerja lisan merupakan perjanjian yang dilakukan scara

tidak tertulis. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK), perjanjian secara lisan diperbolehkan dimana pengusaha diwajibkan untuk membuat surat

pengangkatan untuk karyawan tersebut. Dimana didalam surat pengangkatan tersebut harus memuat beberapa hal antara lain :43

 Nama & alamat kerja

 Tanggal mulai bekerja

 Jenis pekerjaan

 Besarnya upah

Perjanjian lisan tidaklah salah tetapi terdapat kekurangan dalam

melakukan perjanjian ini, salah satunya adalah jika dikemudian hari terjadi suatu persoalan dan permasalahan kerja antara pekerja

(48)

48

dan pengusaha memang tidak ada bukti yang kuat terutama untuk para pekerja.

2) Perjanjian Kerja Tertulis

Perjanjian kerja tertulis memiliki perlindungan hukum yang pasti

karena dari pihak pengusaha maupun pekerja/buruh dalam hal ini di dalam perjanjian tertulis kedua belah pihak terutama pekerja dapat melihat klausul dari perjanjian yang ditawarkan oleh pemberi

kerja/majikan. Didalam perjanjian kerja tertulis juga terdapat tanda tangan atas kesepakatan dari kedua belah pihak. Dengan adanya perjanjian kerja tersebut berarti telah adanya hak dan kewajiban

yang sama-sama harus dipenuhi oleh kedua belah pihak.

Seperti yang telah diketahui, ada beberapa pengertian perjanjian kerja

yang dikemukakan oleh para sarjana. Sebagai perbandingan, pengertian umum dari perjanjian kerja terdapat didalam Pasal 1601a KUH Perdata, yang

menyebutkan istilah perjanjian kerja dengan persetujuan perburuhan dan

merumuskan pengertiannya sebagai berikut “persetujuan perburuhan adalah suatu

persetujuan dengan mana pihak ke satu, buruh, mengikatkan diri untuk di bawah

pimpinan pihak lain, majikan, untuk waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan

menerima upah.”

Jenis perjanjian kerja berdasarkan ketentuan Pasal 56 Undang-Undang

(49)

49

(PKWTT). Perjanjian kerja waktu tertentu didalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep. 100/Men/VI/2004

tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu dan untuk pekerjaan tertentu. Syarat-syarat yang harus

dipenuhi dalam pembuatan perjanjian kerja waktu tertentu sesuai dengan Pasal 56 sampai dengan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, adalah :

a. Perjanjian kerja waktu tertentu harus dibuat tertulis dan harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin; b. Perjanjian kerja waktu tertentu yang dibuat tidak dengan

tertulis maka dianggap perjanjian kerja waktu tidak tertentu itu artinya pekerja tersebut berubah statusnya

menjadi karyawa tetap;

c. Perjanjian kerja waktu tertentu tidak mensyaratkan masa percobaan;

d. Jika di dalam perjanjian kerja waktu tertentu disebutkan adanya masa percobaan berarti perjanjian tersebut batal

demi hukum;

e. Perjanjian kerja waktu tertentu tidak untuk pekerjaan yang

bersifat terus menerus atau tidak terputus-putus.

(50)

50

dalam waktu tertentu, menurut Pasal 59 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentan Ketenagakerjaan, yaitu :

a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya; b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu

yan tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;

c. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau

d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan

baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerja yang

bersifat tetap. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbarui. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangka

waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu ) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.44

Perjanjian kerja waktu tidak tertentu menurut Kep.100/Men/VI/2004 Pasal 1 angka 2 adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. Perjanjian kerja waktu tidak

tertentu ini dapat mensyartkan masa percobaan kepada pekerja asal hal itu dituangkan dalam perjanjian kerja tertulis atau bila perjanjian kerja dilakukan

secara lisan masa percobaan harus dicantumkan dalam surat pengangkatan. Namun jika dalam masa percobaan ini tidak disebutkan dalam perjanjian dan tidak

(51)

51

disebutkan juga dalam surat pengangkatan maka masa percobaan itu dianggap tidak pernah ada.45

Dengan adanya perjanjian kerja waktu tidak tertentu itu tentunya berakibat adanya perubahan status karyawan tersebut menjadi pekerja tetap dan ini ada konsekuensinya yang harus ditanggung oleh pengusaha pada pekerja tersebut

apabila terjadi PHK dan ini pun dilihat dari prosedur PHK yang harus dilakukan begitupun dengan kompensasi yang seharusnya diterima oleh pekerja baik itu

pesangon maupun uang penghargaan kerja, dll yang seharusnya diterima oleh pekerja.46

2.3.3. Syarat sahnya perjanjian

Hubungan kerja antara pengusaha/majikan dengan pekerja/buruh terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara pengusaha/majikan sebagai pemberi kerja

dan pekerja/buruh. Dalam hal ini perjanjian kerja ini harus memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak karena dengan adanya perjanjian ini berarti

kedua belah pihak telah terikat dan dengan demikian akan timbul hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak.47 Perjanjian kerja seperti perjanjian pada umumnya harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian.

Adapun syarat sahnya perjanjian adalah :

1. Kesepakatan kedua belah pihak

(52)

52

Pada dasarnya perjanjian dan perikatan itu telah dilahirkan sejak tercapainya kata sepakat. Kata sepakat yaitu pernyataan

kehendak beberapa orang (duorum vel plurium in idem placitum consensus). Artinya, perjanjian hanya dapat timbul

dengan kerja sama dari dua orang atau lebih atau perjanjian

dibangun oleh perbuatan dari beberapa orang. Karenanya, perjanjian digolongkan sebagai perbuatan hukum berganda.48

Perjanjian sudah dianggap sah apabila sudah mendapatkan kata sepakat. Jadi, dalam perjanjian kerja ini pengusaha mempunyai kepentingan dalam arti membutuhkan pekerja/buruh tersebut

untuk bekerja di perusahaannya begitupun pekerja/buruh sudah bisa menerima tugas/pekerjaan seperti arahan dan pengusaha

dan mendapatkan gaji seperti yang telaj diperjanjikan sebelumnya.49

2. Kemampuan/kecakapan melakukan perbuatan hukum

Kecakapan di sini mempunyai arti kedua belah pihak dianggap mampu untuk melakukan perbuatan hukum. Penjelasan Pasal

52 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa dengan kemampuan atau

kecakapan adalah para pihak yang mampu atau cakap menurut hukum untuk membuat perjanjian sedangkan bagi tenaga kerja anak yang menandatangani perjanjian adalah orang tua atau

(53)

53

walinya. Hukum perburuhan membagi usia kerja dari tenaga kerja menjadi anak-anak (14 tahun ke bawah), orang muda

(14-18 tahun), dan orang dewasa ((14-18 tahun ke atas). Untuk orang muda dan anak-anak dapat atau boleh bekerja asalkan tidak ditempat yang dapat membahaykan jiwanya. Kenyataannya,

karena alasan ekonomi, banyak anak-anak dan orang muda yang bekerja dan mungkin tempat kerjanya dapat

membahayakan jiwanya.50 Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata jo Pasal 1329, Pasal 1330 KUH Perdata, subyek hukum yang membuat perjanjian harus cakap untuk melakukan

tindakan hukum menurut hukum. 3. Adanya pekerjaan yang dijanjikan

Berdasarkan Pasal 52 huruf c Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 di mana suatu perjanjian kerja harus mempunyai

pekerjaan yang diperjanjikan. Hal tersebut mengandung makna bahwa yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian kerja harus mempunyai unsur – unsure pekerjaan, perintah, upah.

4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku

Berdasarkan Pasal 52 huruf d Undang-Undang No.13 Tahun 2003 jo Pasal 1320 jo Pasal 1335-Pasal 1337 KUH Perdata,

(54)

54

suatu perjanjian kerja harus berdasarkan suatu sebab yang halal. Maksud sebab disini adalah tujuan atau maksud yang

dikehendaki dari suatu perjanjian kerja. Adapun yang dimaksud dengan halal adalah isi perjanjian kerja tersebut tidak boleh

melanggar undang-undang kesusilaan dan ketertiban umum.

Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif, artinya harus semua terpenuhi baru dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah. Syarat kemampuan

kecakapan dan kemauan bebas kedua belah pihak dalam membuat perjanjian pada hukum perdata disebut syarat subjektif karena menyangkut mengenai orang yang membuat perjanjian, sedangkan syarat adanya pekerjaan yang diperjanjikan dan

hal itu harus halal disebut syarat objektif karena menyangkut objek perjanjian. Kalau syarat objektif tidak dipenuhi oleh syarat subjektif, maka akibat dari

perjanjian tersebut adalah dapat dibatalkan, pihak-pihak yang tidak memberikan persetujuan secara tidak bebas, demikian juga orang tua/wali pengampun bagi orang yang tidak cakap membuat perjanjian dapat meminta pembatalan perjanjian

itu kepada hakim. Dengan demikian, perjanjian tersebut mempunyai ketentuan hukum belum dibatalkan oleh hakim.51

Referensi

Dokumen terkait

Perlindungan hukum bagi pekerja anak itu sendiri sebenarnya telah ditetapkan di Indonesia dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Sebagai suatu bentuk dari perikatan, perjanjian pengikatan jual beli tanah mengandung hak dan kewajiban dari para pihak yang membuatnya, sehingga apabila hal-hal yang telah

Sebagaimana diuraikan diatas bahwa Notaris hanya memformulasikan kehendak para pihak kedalam akta. Akta Notaris merupakan perjanjian para pihak yang mengikat mereka membuatnya, oleh

Alasan yuridis mengenai perlindungan PRT sebenarnya sudah tertuang dalam Pasal 27 UUD 1945, dinyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang

• Indonesia dan Malaysia juga harus bertekad membuat negosiasi perjanjian bilateral mengenai pekerja rumah tangga yang berisi standar kontrak dengan ketentuan-ketentuan mengenai

1 menggariskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan,

Maka dari itu, dibuatlah perjanjian kerja harian lepas secara tertulis yang memiliki tujuan untuk menjamin kepastian hukum dalam melindungi hak dan kewajian pihak pekerja harian lepas

Potensi masalah yang timbul adalah apakah pembuat dan penegak undang- undang di satu pihak dan para pengusaha dan industriawan di lain pihak mempunyai pengertian dan interpretasi yang