BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seorang pengusaha atau produsen dalam rangka memperkenalkan
produknya baik barang atau jasa dapat melakukan dengan berbagai cara, yaitu
bekerjasama dengan pihak lokal/nasional atau pihak asing. Dengan kata lain
seorang pengusaha/produsen tidak dapat bekerja sendiri, mereka memerlukan
bantuan orang lain untuk membantu dalam pengelolaan perusahaannya.
Pembantu disini dapat dibagi dua yaitu pembantu dalam lingkungan
perusahaan dan pembantu di luar perusahaan. Pembantu dalam lingkungan
perusahaan misalnya pemegang prokurasi, pengurus filial, pelayan toko dan
pekerja keliling. Sedangkan pembantu luar lingkungan perusahaan ada dua jenis
yaitu:
1. Pembantu yang mempunyai hubungan kerja tetap dan koordinatif dengan
pengusaha, termasuk jenis ini adalah perusahaan dan bank.
2. Pembantu yang mempunyai hubungan kerja tidak tetap dan koordinatif dengan
pengusaha, termasuk jenis ini adalah agen, komisioner, notaris, pengacara.1 Mencermati hal tersebut ternyata perusahaan perdagangan tidak hanya
dijalankan oleh pengusaha perdagangan sendiri, melainkan dengan bantuan pihak
lain/perantara dagang untuk mengelola kegiatan perdagangan, mengingat besarnya
volume usaha dan luasnya pemasaran. Kerjasama bisnis yang saling mendukung
1
tersebut terjalin karena masing-masing pihak mempunyai suatu kepentingan yaitu
untuk tercapainya suatu tujuan ekonomi tertentu berupa mendapatkan keuntungan
ekonomis/kebendaan.2
Sebagai organ yang dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
maka pengusaha dan agen dalam melakukan aktivitasnya tentunya juga harus
dilandasi oleh suatu hubungan kerja, baik itu hubungan kerja secara tertulis Selain itu mempunyai tujuan untuk mempercepat proses
pemasaran produknya ke konsumen.
Sebagai salah satu pembantu di luar perusahaan maka keberadaan agen ini
sangat berperan dalam hal penyampaian suatu produk ke tangan pihak ketiga.
Meskipun pada dasarnya seorang pengusaha memiliki pembantu-pembantu yang
memiliki hubungan kerja dengan seorang pengusaha dan dapat dipergunakan
secara maksimal dalam hal penyampaian suatu produk ke tengah masyarakat,
tetapi dalam hal keadaan-keadaan tertentu keberadaan agen sangat memberikan
andil bagi suatu perusahaan. Dimisalkan pada suatu lokasi pemasaran produk suatu
perusahaan tidak mencapai daerah tersebut, maka dengan peran agen produk
tersebut dapat disampaikan.
Selain dapat memotong jalur distribusi suatu produk secara ringkas,
sehingga suatu perusahaan tidak memerlukan jalur produksi yang panjang atau
menempatkan agennya pada suatu wilayah dan harus mengeluarkan biaya untuk
membayar ongkos dan agen maka dengan kebedaan agen hal tersebut dapat diatasi.
Selain memotong saluran distribusi menjadi pendek, maka bagi seorang pengusaha
berhubungan dengan agen akan menjadi lebih ekonomis dan efisien.
maupun tidak tertulis. Kenyataan ini juga menjadikan suatu hubungan antara
pengusaha dan agen merupakan suatu hubungan hukum yang menempatkan hak
dan kewajiban secara bertimbal balik antara kedua belah pihak.
Kajian yang menarik terhadap hal di atas adalah terjadinya hubungan
tersebut dan akibat hukum jika salah satu pihak tidak mendapatkan haknya dan
salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya merupakan suatu hal yang
menarik untuk dikaji dalam bentuk skripsi. Dengan dasar tersebut maka
diketengahkan pembahasan skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap
Perjanjian Keagenen (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 2363 K/Pdt/2011)”.
B. Perumusan Masalah
Adapun permasalahan yang diajukan dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian keagenen?
2. Bagaimana perlindungan hukum perjanjian keagenan?
3. Bagaimana penyelesaian sengketa perjanjian keagenan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian keagenen.
2. Untuk mengetahui perlindungan hukum perjanjian keagenan.
3. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa perjanjian keagenan
Berangkat dari permasalahan-permasalahan di atas penelitian ini
2
diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Dari segi teoritis sebagai suatu bentuk penambahan literatur di bidang hukum
dagang perihal pengaturan perjanjian keagenen.
2. Dari segi praktis sebagai suatu bentuk sumbangan pemikiran dan masukan para
pihak yang berkepentingan sehingga didapatkan kesatuan pandangan tentang
perjanjian keagenen.
D. Keaslian Penulisan
Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap
Perjanjian Keagenen (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 2363 K/Pdt/2011)” ini
merupakan luapan dari hasil pemikiran penulis sendiri, dan dari telaah kepustakaan
belum didapatkan judul yang sama dengan judul penelitian ini.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Perjanjian
Apabila membicarakan perjanjian, terlebih dahulu diketahui apa
sebenarnya perjanjian itu dan dimana dasar hukumnya. Perjanjian yang
penulis maksudkan adalah perjanjian yang diatur dalam Buku III KUH
Perdata yang berjudul tentang perikatan yang terdiri dari ketentuan umum
dan ketentuan khusus.
kepada perikatan-perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian, jadi berisi hukum perjanjian.3
Adapun yang dimaksudkan dengan perikatan oleh Buku III KUH Perdata
itu adalah: “Suatu perhubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara
dua orang, yang memberikan kepada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari
yang lainnya, sedangkan orang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu”. 4
“Perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian suatu hubungan hukum/harta
benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada suatu pihak
untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk
menunaikan prestasi.
Perikatan, yang terdiri dari ketentuan umum dan ketentuan khusus itu, mengatur
tentang persetujuan–persetujuan tertentu yang disebut dengan perjanjian
bernama, artinya disebut bernama karena perjanjian tersebut diatur dan diberi nama
oleh pembuat undang-undang, dan di samping perjanjian bernama juga terdapat
perjanjian yang tidak bernama, yang tidak diatur dalam undang-undang, misalnya
perjanjian sewa beli dan lain sebagainya.
5
Perikatan seperti yang dimaksudkan di atas, paling banyak dilahirkan dari
suatu peristiwa dimana dua orang atau lebih saling menjanjikan sesuatu. Peristiwa
ini paling tepat dinamakan “ perjanjian yaitu suatu peristiwa yang berupa suatu
rangkaian janji-janji. Dapat dikonstatir bahwa perkataan perjanjian sudah sangat
populer di kalangan rakyat “.6
Demikian pula Wirjono Prodjodikoro mengemukakan: “Perjanjian adalah
3
R. Subekti, 1998, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, hal. 101. 4
Ibid., halaman 101. 5
suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana
satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal sedang
pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”. 7
Perikatan yang dilahirkan karena undang-undang saja dan undang-undang
karena perbuatan orang, bukanlah merupakan perjanjian karena kedua macam
Menurut pasal 1233 KUH Perdata bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan
baik karena undang-undang, maupun karena adanya suatu perjanjian.
Dengan demikian maka harus terlebih dahulu adanya suatu perjanjian atau
undang, sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian dan
undang-undang itu merupakan sumber suatu ikatan.
Dasar hukum dari persetujuan adalah pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata
yang menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat dengan sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Sedangkan sumber
perikatan yang lahir karena undang-undang dapat dibagi dua pengertian yaitu
undang saja dan undang karena perbuatan orang. Karena
undang-undang saja misalnya kewajiban atau hak orang tua terhadap anak, dan sebaliknya
kewajiban anak terhadap orang tua apabila orang tua tidak berkemampuan.
Undang-undang karena perbuatan orang dapat pula di dalam dua pengertian
yaitu perbuatan yang diperbolehkan undang-undang dan perbuatan yang melawan
hukum. Yang diperbolehkan undang-undang misalnya : mengurus harta orang lain
tanpa sepengetahuan orang tersebut, sedangkan perbuatan melawan hukum adalah
perbuatan yang merugikan orang lain.
6
R. Subekti, 1996, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Bandung: Alumni, hal. 12. 7
perikatan tersebut tidak mengandung unsur janji. Seseorang tidak dapat dikatakan
berjanji hal sesuatu, apabila sesuatu kewajiban dikenakan kepadanya oleh
undang-undang belaka atau dalam hal perbuatan melawan hukum secara bertentangan
langsung dengan kemauannya. Dalam hal ini penulis akan mem-fokuskan diri
pada perikatan yang bersumberkan pada persetujuan atau perjanjian.
2. Pengertian Agen
Berbagai istilah untuk keagenan didapatkan dalam praktek, misalnya
terdapat istilah Autthorized Agent, Sole Agent, Exclusive Agent dan sebagainya.
Dari istilah tersebut yang lebih lazim dipakai dalam praktek adalah istilah Sole
Agent yang dalam bahasa Indonesia disebut Agent Tunggal yang sering pula
disebut pihak perantara.8
Adapun pengertian agen dalam kegaitan bisnis ini biasanya diartikan
sebagai suatu hubungan hukum dimana sesorang/pihak agen diberi kuasa bertindak
untuk dan atas nama orang/pihak prinsipal untuk melaksanakan transaksi bisnis
dengan pihak lain.
9
Menurut Muhammad Agen perusahaan adalah orang yang
mewakilkan pengusaha untuk mengadakan dan melaksanakan perjanjian dengan
pihak ketiga atas nama pengusaha.10
8
Munir Fuady, 1997, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Bandung: Citra Aditya Bakti, hal. 152.
9
Richard Burton Simatupang, 1996, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 67.
10
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal. 29.
Sedangkan menurut Encyclopedia Dictionary
Of Business (Prentice Hall Inc Englewood, New York) agen adalah “orang/pihak
Mencermati defenisi tersebut, dapat dikatakan bahwa agen adalah seorang
atau badan yang usahanya menjadi perantara, dia bertindak atas nama pemberi
kuasa bukan bertindak atas namanya sendiri. Sehingga dalam keagenan terdapat 3
pihak yaitu :
a. Yang member perintah/kuasa untuk melakukan perbuatan hukum disebut
prinsipal
b. Yang diberi perintah/menerima kuasa untuk melakukan perbuatan hukum
disebut agen
c. Yang dihubungi oleh agen dengan siapa transaksi diselenggarakan, disebut
pihak ketiga.
Oleh karena agen bertindak atas nama prinsipal maka agen tidak
melakukan pembelian dari prinsipal. Perbuatan apa saja yang harus dilakukan oleh
agen untuk prinsipalnya, diatur dalam perjanjian keagenan yang dibuat oleh agen
dan prinsipal.
3. Jenis-Jenis Agen
Menurut Munir Fuady dalam bukunya yang berjudul Hukum Bisnis dalam
Teori dan praktek, bahwa dalam praktek perdagangan ada 2 macam keagenan,
yaitu :
a. Agen institusional
Yang dimaksud dengan agen insidental adalah agen yang semata-mata bertugas atau mempunyai bisnis yang tidak semata-mata di bidang keagenan. Misalnya, dalam hal adanya suatu sindikasi kredit diantara beberapa bank yang ditunjuk sebuah bank untuk menjadi agen sindikasi (in casu agen insidental) yang akan mewakili dan bertindak untuk dan atas nama seluruh bank anggota sindikasi.11
F. Metodologi Penulisan
Metodologi penulisan yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Materi / Bahan penelitian
Materi / bahan penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi
ini bersumber dari data sekunder. Data sekunder didapatkan melalui:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni
undang-undang yang di dalamnya mengandung mengenai perjanjian keagenan, seperti
KUH Perdata dan KUH Dagang.
b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer, seperti: hasil-hasil penelitian, karya dari kalangan hukum dan
sebagainya.
c. Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang mencakup :
1) Bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan
terhadap hukum primer dan sekunder.
2) Bahan-bahan primer, sekunder dan tertier (penunjang) di luar bidang
hukum seperti kamus, ensklopedia, majalah, koran, makalah, dan
sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan.
11
2. Alat Pengumpul Data
Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah melalui studi literatur atau studi kepustakaan.
3. Analisis Hasil penelitian
Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran
kepustakaan, maka hasil penelitian ini menggunakan analisa kualitatif.
Analisis kualitatif ini pada dasarnya merupakan pemaparan tentang
teori-teori yang dikemukakan, sehingga dari teori-teori-teori-teori tersebut dapat ditarik
beberapa hal yang dapat dijadikan kesimpulan dan pembahasan skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab
terdiri dari unit-unit bab demi bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat dalam
bentuk uraian:
Bab I. Pendahuluan
Dalam Bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti penelitian
pada umumnya yaitu, Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan
dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan,
Metodologi Penulisan serta Sistematika Penulisan.
Bab II. Pelaksanaan Perjanjian Keagenan
Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang Syarat Sahnya
Perjanjian, Wewenang Keagenan, Dasar Hukum Perjanjian Keagenen,
Bab III. Perlindungan Hukum Perjanjian Keagenan.
Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan tentang: Para Pihak
Dalam Perjanjian Keagenen, Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam
Perjanjian Keagenen serta Perlindungan Hukum Terhadap Perjanjian
Keagenen.
Bab IV. Penyelesaian Sengketa Perjanjian Keagenen.
Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan terhadap Tanggung
Jawab Perdata Terhadap Kemungkinan Timbulnya Kerugian
Berdasarkan Perbuatan Agen, Upaya Hukum Jika Terjadi Wanprestasi
serta Tahapan Penyelesaian Sengketa Perjanjian Keagenan.
Bab V. Kesimpulan dan Saran
Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana akan