DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Yennita Sugianto
Tempat / Tanggal Lahir : Medan, 03 Maret 1985
Agama : Islam
Nama Ayah : Joko Sugianto
Nama Ibu : Juwita Sembiring
Anak ke : 1 dari 2 bersaudara
Alamat : Jln. RPH. No.185 Pasar I Mabar Hilir – Medan
Pendidikan yang pernah dialami :
Tahun 1991 - 1997 : SD Swasta AL-IKHWAN Mabar – Medan Tahun 1997 - 2000 : SMP Negeri 33 Medan
Tahun 2000 - 2003 : SMU DHARMAWANGSA Medan
LEMBAR PERNYATAAN
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP
BIDAN PRAKTEK SWASTA TERHADAP PENCEGAHAN
INFEKSI NOSOKOMIAL DI BANDAR KHALIPAH
KECAMATAN
PERCUT SEI TUAN
KARYA TULIS ILMIAH
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat Karya orang lain yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang lain atau diterbitkan orang lain.
Medan, Juni 2009 Yang membuat pernyataan
Yennita sugianto
Nim. 085102065
Judul : Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Sikap Bidan Praktek Swasta Terhadap Pencegahan Infeksi Nosokomial di Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan
Nama : Yennita Sugianto
Nim : 085102065
Program Studi : D-IV Bidan Pendidik
Pembimbing Penguji
... ...Penguji I (dr. Sarma N Lumbanraja, SPOG (K)) dr. Isti Ilmiahti Pujiati, PKK, Msc,
CM-FM
... penguji II
Dina Indarsita, SST, Spd, M. Kes
...penguji III dr.Sarma N Lumbanraja, SPOG (K)
Program D-IV Bidan Pendidik telah menyetujui Karya Tulis Ilmiah ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan untuk Sarjana Sain Terapan untuk D-IV Bidan Pendidik.
... ... (Nur Asnah S, S.Kep.Ns.M.Kep) (dr. Murniati Manik, MSc, SpKK) NIP. 132 299 794 NIP. 130 810 201
Koordinator Ketua Pelaksana
PROGRAM D IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2009 Yennita Sugianto
Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Sikap Bidan Praktek Swasta Terhadap Pencegahan Infeksi Nosokomial di Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan. Vii + 52 hal + 4 tabel + 11 Lampiran
Abstrak
Masyarakat yang menerima pelayanan medis dan kesehatan baik di RS atau di klinik, dihadapkan kepada resiko terinfeksi kecuali kalau dilakukan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya infeksi, selain itu petugas kesehatan yang melayani mereka dan staf pendukung juga memiliki resiko yang sama. Angka Kematian Ibu di Indonesia yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebabnya adalah perdarahan (42%), eklampsia (13%), infeksi (10%) dan lain-lain (35%). Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan besar sampel sebanyak 76 orang dengan metode pengambilan sampel random sampling. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2008 sampai maret 2009. Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner yang meliputi data demografi, kuesioner pengetahuan dan sikap. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas bidan pengetahuan baik, sikap positif sebanyak 41 responden (53,9%) dan sikap negatif sebanyak 8 responden (10,5%). Pengetahuan cukup, sikap positif sebanyak 7 responden (9,2%) dan sikap negatif sebanyak 20 responden (26,3%). Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap bidan praktek swasta terhadap pencegahan infeksi nosokomial melalui uji Chi Square di dapat nilai P adalah 0,00 artinya terdapat hubungan yang significan antara kedua variabel. Diharapkan kepada semua agar dapat melaksanakan pencegahan infeksi nosokomial secara tepat dan senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam hal pencegahan infeksi nosokomial.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menylesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “ Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Bidan Praktek Swasta Terhadap Pencegahan Infeksi Nosokomial di Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan”.
Penulis mengucapkan terimakasih yang tiada terhingga kepada : 1. Prof. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH selaku DEkan FK USU.
2. dr. Murniati Manik, MSc, SpKK. selaku Ketua Program studi D-IV Bidan Pendidik FK USU.
3. dr. Sarma Lumban Raja SPOG (K) selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan dalam penyusuan karya tulis ilmiah ini.
4. dr. Juliandi Harahap, MA selaku dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam penyusuan karya tulis ilmiah ini.
5. Ibu Dina Indarsita, SST, SPd, MKes, selaku dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam penyusuan karya tulis ilmiah ini.
6. dr. Isti Ilmiati Pujiati, PKK, Msc, CM-FM, selaku dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam penyusuan karya tulis ilmiah ini. 7. Seluruh dosen, staf, dan pegawai administrasi program studi D-IV Bidan Pendidik
8. Kepala Kecamatan Percut Sei Tuan yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian dan Bidan-bidan di Kecamatan Percut Sei Tuan yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
9. Kedua orang tua tersayang yang telah memberikan kasih saying, doa, serta dorongan moril maupun material kepada penulis untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
10.Teman-teman seperjuangan yang telah membantu dan mendukung menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini belum sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, 09 Juni 2009
DAFTAR ISI
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengetahuan ... 8
a. Tingkat Pendidikan ... 8
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap ... 13
C. Infeksi Nosokomial ... 15
1. Defenisi ... 15
2. Tujuan Pencegahan Infeksi ... 16
3. Etiologi Infeksi Nosokomial ... 17
4. Cara Penularan Infeksi ... 17
5. Standar Pelayanan Kebidanan terhadap Pencegahan Infeksi 18
6. Persyaratan ... 18
7. Infeksi Maternal dan Neonatal ... 19
8. Prinsip-prinsip Pencegahan Infeksi ... 20
9. Pencegahan Terjadinya Infeksi ... 21
10.Tindakan Dalam Pencegahan Infeksi ... 21
a. Mencuci Tangan ... 22
b. Memekai Sarung Tangan ... 23
d. Menggunakan Tehnik Aseptik ... 25
e. Memproses Alat Bekas Pakai ... 26
f. Pemrosesan Ulang Alat Sekali Pakai ... 29
g. Pembuangan Sampah ... 30
BAB III KERANGKA PENELITIAN ... 31
A. Kerangka Konseptual ... 31
B. Defenisi Operasional ... 32
C. Hipotesis ... 33
BAB IV METODE PENELITIAN ... 34
A. Disain Penelitian ... 34
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 34
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35
D. Pertimbangan Etik ... 35
E. Instrumen Penelitian ... 36
F. Uji validitas dan reliabilitas ... 38
G. Pengumpulan Data ... 38
H. Pengolahan Data ... 39
I. Analisa Data ... 39
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41
A. Hasil penelitian ... 41
B. Pembahasan ... 46
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 51
A. Kesimpulan ... 51
DAFTAR TABEL
Halaman Table 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Bidan di Bandar Khalipah
Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2009 ... 43 Table 5.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Bidan Terhadap Pencegahan
Infeksi Nosokomial di Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei
Tuan Tahun 2009 ... 45 Table 5.3. Distribusi Frekuensi Sikap Bidan Terhadap pencegahan
infeksi Nosokomial di Bandar Khalipah Kecamatan
Percut Sei Tuan Tahun Table ... 46 Table 5.4 Distribusi Frekuensi Hubungan Pengetahuan dengan Sikap
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Surat Izin Penelitian D-IV Bidan Pendidik LAMPIRAN 2. Surat Persetujuan Melaksanakan Penelitian LAMPIRAN 3. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian LAMPIRAN 4. Lembar Persetujuan Menjadi Responden LAMPIRAN 5 Kuesioner Penelitian
LAMPIRAN 6 Data Hasil Penelitian LAMPIRAN 7 Out Put SPSS
LAMPIRAN 9 Jadwal Kegiatan (Tme Table) LAMPIRAN 10. Curiculum Vitae
PROGRAM D IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2009 Yennita Sugianto
Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Sikap Bidan Praktek Swasta Terhadap Pencegahan Infeksi Nosokomial di Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan. Vii + 52 hal + 4 tabel + 11 Lampiran
Abstrak
Masyarakat yang menerima pelayanan medis dan kesehatan baik di RS atau di klinik, dihadapkan kepada resiko terinfeksi kecuali kalau dilakukan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya infeksi, selain itu petugas kesehatan yang melayani mereka dan staf pendukung juga memiliki resiko yang sama. Angka Kematian Ibu di Indonesia yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebabnya adalah perdarahan (42%), eklampsia (13%), infeksi (10%) dan lain-lain (35%). Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan besar sampel sebanyak 76 orang dengan metode pengambilan sampel random sampling. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2008 sampai maret 2009. Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner yang meliputi data demografi, kuesioner pengetahuan dan sikap. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas bidan pengetahuan baik, sikap positif sebanyak 41 responden (53,9%) dan sikap negatif sebanyak 8 responden (10,5%). Pengetahuan cukup, sikap positif sebanyak 7 responden (9,2%) dan sikap negatif sebanyak 20 responden (26,3%). Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap bidan praktek swasta terhadap pencegahan infeksi nosokomial melalui uji Chi Square di dapat nilai P adalah 0,00 artinya terdapat hubungan yang significan antara kedua variabel. Diharapkan kepada semua agar dapat melaksanakan pencegahan infeksi nosokomial secara tepat dan senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam hal pencegahan infeksi nosokomial.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan di Indonesia saat ini masih sangat memprihatinkan ditandai dengan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal dunia karena berbagai sebab (Tasman, 2005). Sampai saat ini penyebab tingginya AKI di Indonesia yaitu perdarahan (42%), eklamsi (13%), dan infeksi (10%) (Hidayati, 2005). dan Angka Kematian Bayi (AKB) yaitu 35 per 1000 kelahiran hidup, terutama disebabkan oleh antara lain : hipotermi, asfiksia dan berat bayi lahir rendah (Tasman, 2005). Bayi dapat terinfeksi sewaktu masih dalam rahim ibu melalui plasenta, sewaktu melalui jalan lahir atau pada masa neonatal (Tietjen, 2004).
Menurut Profil Kesehatan Propinsi Sumatera Utara AKI di Sumatera Utara tahun 2004 tercatat sebanyak 330 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB sebesar 367 per 1000 kelahiran hidup (Dinkes, propsu, 2005).
Tindakan pencegahan infeksi tidak terpisah dari komponen-komponen lain dalam asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong dan tenaga kesehatan lainnya dengan jalan menghindarkan transmisi penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur. Juga upaya-upaya menurunkan resiko terjangkit atau terinfeksi persalinan mikroorganisme yang menimbulkan penyakit-penyakit berbahaya yang hingga kini belum ditemukan cara pengobatannya, seperti misalnya hepatitis dan HIV/AIDS (Depkes RI, 2007).
Masyarakat yang menerima pelayanan medis baik di RS atau di klinik, di hadapkan kepada resiko terinfeksi kecuali kalau dilakukan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya infeksi, selain itu petugas kesehatan yang melayani mereka dan staf pendukung (staf rumah tangga, pengolahan sampah dan staf laboratorium) juga memiliki resiko yang sama. Semuanya dihadapkan kepada resiko infeksi nosokomial dan infeksi dari pekerjaan yang merupakan masalah penting di seluruh dunia dan terus meningkat (Tietjen, 2004).
Pencegahan infeksi dalam pelayanan kebidanan merupakan hal penting yang harus selalu diperhatikan (muchtar, 2002). Seorang bidan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa segala sesuatu yang digunakan dalam perawatan ibu dan bayi sudah dibersihkan dengan baik atau desinfeksi (BKKBN, 1999).
kebidanan harus melihat kembali upaya-upaya pencegahan infeksi yang selama ini telah dilakukannya. Upaya-upaya tersebut antara lain : cuci tangan, dekontaminasi, mencuci dan bilas bahan dan alat pakai ulang, sterilisasi penempatan alat dan bahan yang sudah diproses, pembuangan sampah kebidanan dan teknik aseptic lainnya, (Muchtar, 2002). Hal ini penting untuk membersihkan darah dan cairan tubuh lain di dalam persalinan dan peralatan-peralatan, serta untuk persiapan persalinan berikutnya (BKKBN, 1999).
Untuk itu bidan dituntut untuk lebih meningkatkan profesionalisme dalam berbagai aspek pelayanan kesehatan khususnya pencegahan infeksi nosokomial. Salah satu parameter yang penting dalam asuhan kebidanan adalah tidak terjadi infeksi silang antara petugas kesehatan dengan pasien akibat pelayanan yang diberikan.
Melihat besarnya peran bidan untuk menurunkan infeksi tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan dengan sikap bidan praktek swasta terhadap pencegahan infeksi nosokomial di Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan.
B. Masalah penelitian
C. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan sikap bidan praktek swasta terhadap pencegahan infeksi nosokomial di Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengidentifikasi pengetahuan bidan praktek swasta tentang pencegahan infeksi nosokomial.
b. Untuk mengidentifikasi sikap bidan praktek swasta tentang pencegahan infeksi nosokomial.
D. Manfaat penelitian
Penelitian ini bermanfaat antara lain : a. Bagi praktek pelayanan kebidanan
Penelitian ini sebagai bahan masukan bagi para bidan praktek swasta, tentang pencegahan infeksi nosokomial atau jika bidan sudah mengetahui hendaknya bersikap yang benar tentang pencegahan infeksi, sehingga dapat diaplikasikan dalam praktek kebidanan.
b. Bagi pendidikan kebidanan
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi mahasiswa yang berhubungan dengan pencegahan infeksi nosokomial.
c. Bagi peneliti
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
1. Defenisi pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari pendengaran dan penglihatan (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan mencakup 6 tingkatan (Notoatmodjo, 2003), yaitu : a. Know (Tahu)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk pengetahuan. Tingkat ini mengingat kembali sesuatu hal yang spesifik dari seluruh bahan yang pernah di pelajari atau rangsangan yang telah diterima ini adalah tahu pada tingkat yang rendah. Untuk mengukur bahwa orang tahu atau tidak apa yang telah di pelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, mengatakan atau sebagainya. b. Comprehension (Memahami)
menyebutkan contoh, menyimpulkannya terhadap objek yang telah di pelajarinya.
c. Aplication (Aplikasi)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah di pelajari pada situasi atau kondisi yang nyata. Dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumusan metode dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analysis (Analisa)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisisi ini dapat dilihat pada kata kerja sehingga dapat manggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan.
e. Synthesis (Sintesis)
Menunjukkan kepada kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam membentuk suatu keseluruhan yang baru. Sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluation (Evaluasi)
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Pengetahuan yang ingin kita ketahui atau yang kita ukur sehingga dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat pengetahuan seperti yang telah disebutkan di atas.
2. Proses Adopsi Pengetahuan
Dari pengalaman dan penelitian ternyata prilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada prilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan (Notoatmodjo, 2003) yaitu :
a. Awareness (Kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (Objek).
b. Interest (Merasa Tertarik) terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
c. Evaluation (Menimbang) terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial (Mencoba) dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang di kehendaki oleh stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap tahu di atas, (Notoatmodjo 2003).
3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan a. Tingkat pendidikan
Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah diselesaikan oleh seseorang. Pendidikan mempunyai pranan penting dalam menentukan kualitas manusia, kemampuan tersebut harus dikembangkan secara bersama-sama sehingga terbentuk manusia seutuhnya secara harmonis. Menurut konsep Amerika, pendidikan diperlukan untuk memperoleh keterampilan yang dibutuhkan manusia dalam hidup bermasyarakat. Pendidikan pada hakekatnya adalah suatu kegiatan menyampaikan pesan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan adanya pesan tersebut maka diharapkan masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan yang lebih baik (Notoatmodjo, 2002). Maka tingkat pendidikan yang menjadi dasar keberhasilan dalam bidang profesi yang akan membuka jalan bagi individu bersangkutan untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Pendidikan memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas manusia, lewat pendidikan manusia akan memperoleh pengetahuan, implikasinya semakin tinggi pendidikan, hidup manusia akan semakin berkualitas (Hurlock, 1999).
Pedidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang karena dapat membuat seseorang untuk lebih mudah menerima ide-ide dan teknologi baru.
b. Lama kerja
WHO mengatakan bahwa pengetahuan diturunkan atau diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Bagi sebagian orang dewasa muda, terutama mereka yang kurang mempunyai pengalaman kerja dan bahkan belum pernah bekerja sering mengalami banyak kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan pekerjaan yang diembannya. Orang dewasa yang mempunyai cukup pengalaman kerja dapat memperoleh kepuasan jauh lebih baik sesuai dengan pekerjaan yang dipilih dibandingkan dengan mereka yang kurang mempunyai pengalaman kerja (Hurlock, 1999).
Lama bekerja Bidan adalah lamanya Bidan melaksanakan praktek/ pelayanan kebidanan baik secara mandiri maupun di bawah instansi, dengan kategori : kurang dari 5 tahun, 5 sampai 10 tahun, dan lebih dari 10 tahun. Semakin lama seseorang menekuni suatu pekerjaan maka motivasi kerja semakin baik, orang yang sudah lama menekuni pekerjaan akan mengetahui kelemahan dan tehnik dalam melakukan suatu pekerjaan.
tercantum dalam izin prakteknya dan masih memenuhi syarat dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (IBI, 2002).
c. Tempat bekerja
Tempat bekerja adalah suatu tempat dimana seseorang melakukan aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaannya (Yandianto,2000). Secara umum bahwa seorang bidan yang hanya bekerja di tempat praktek swasta yang dia miliki akan berbeda tingkat pengetahuannya dengan bidan praktek swasta yang juga bekerja di puskesmas, Rumah Sakit dan tempat-tempat pelayanan lainnya. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan informasi yang didapat dari tempat-tempat pelayanan kesehatan tersebut.
d. Pelatihan profesi
Pelatihan profesi adalah suatu kegiatan pendidikan, keahlian, keterampilan yang di ikuti untuk memperoleh kemauan atau kecakapan terhadap bidang tertentu (Yandianto, 2000).
Pelatihan profesi adalah kegiatan yang pernah diikuti bidan berupa seminar ataupun pelatihan yang berhubungan dengan penatalaksanaan pencegahan infeksi.
Semakin sering seseorang mengikuti pelatihan-pelatihan maka tingkat pengetahuan dan keterampilan seseorang akan semakin meningkat, pola pikir dan wawasan seseorang juga akan semakin luas.
1. Defenisi
Sikap adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap stimulus atau objek (masalah kesehatan, termasuk penyakit). Sikap yang terdapat pada individu akan memberikan warna atau corak tingkah laku ataupun perbuatan individu yang bersangkutan. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003).
Sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluatif. Respon hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individu. Reaksi evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbul didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk dan nilai baik-buruk, positif-negatif, menyenangkan-tidak menyenangkan yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap (Azwar, 2005).
Sikap adalah keadaan kesiapan mental atau saraf yang mempunyai tiga komponen pokok yakni, kepercayaan (keyakinan); ide dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional terhadap suatu objek dan kecendrungan untuk bertindak (tend to behave). Dengan memahami atau mengetahui sikap seseorang, maka dapat
diperkirakan respon ataupun prilaku yang akan diambil oleh individu yang bersangkutan (Alport,1935; Notoatmodjo, 2003).
Sikap mempunyai tiga komponen yang saling menunjang yaitu: komponen kognitif adalah kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat atau apa yang telah diketahui. Berdasarkan apa yang telah kita lihat, maka terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sikap atau karakteristik umum mengenai suatu objek.sekali kepercayaan terbentuk maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang diharapkan dari objek tertentu. Kepercayaan sebagai komponen kognitif tidak selalu akurat. Kadang-kadang kepercayaan itu terbentuk justru dikarenakan kurang atau tiadanya informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi.
Komponen yang kedua adalah komponen afektif yaitu komponen berhubungan dengan masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu, baik yang positif (rasa senang) maupun negative (rasa tidak senang). Reaksi emosional banyak dipengaruhi oleh apa yang kita percayai sebagai sesuatu yang benar terhadap objek sikap tersebut.
Sedangkan komponen yang ketiga adalah komponen perilaku. Komponen ini menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berprilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Kecenderungan berprilaku menunjukkan bahwa komponen kognitif meliputi bentuk perilaku yang tidak hanya dapat dilihat secara lansung, tetapi bentuk-bentuk perilaku berupa pernyataan yang diucapkan seseorang (Azwar, 2005).
a. Menerima diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.
b. Merespon dengan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah berarti orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai dengan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan masalah adalah suatu indikasi sikap menghargai.
d. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko (Notoatmodjo, 2003).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Sikap
diri individu pada saat itu, serta mengarahkan minat dan perhatian (faktor psikologis), dan perasaan lapar, sakit, haus (faktor fisiologis).
Diantara berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah dari pengalaman pribadi, yakni dengan apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis. Penghayatan itu akan membentuk sikap positif atau sikap negative tergantung pada berbagai faktor lain. Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.
Sebagai suatu sistem yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap lembaga pendidikan dan lembaga agama meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan diperoleh dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan bentuk pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi yang berfungsi sebagai penyalur frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego (Azwar, 2005).
C. Infeksi nosokomial 1. Defenisi
Infeksi adalah suatu organisasi pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai gejala klinis baik lokal maupun sistemik.
Infeksi nosokomial yaitu infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat. Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh, infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ketempat baru yang biasa disebut dengan self infection (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya.
persalinan dan kelahiran, saat memberikan asuhan dasar selama kunjungan antenatal dan pasca persalinan atau bayi baru lahir atau saat menatalaksana penyulit. (Depkes RI, 2007).
2. Tujuan pencegahan infeksi
Tindakan pencegahan infeksi (PI) tidak terpisah dari komponen-komponen lain dalam asuhan selama persalinan dan kelahiran. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan yang bertujuan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga kesehatan lainnya dari infeksi dengan jalan menghindarkan transmisi penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur. Tindakan-tindakan pencegahan infeksi dalam pelayanan asuhan kesehatan bertujuan untuk, (Depkes RI, 2002):
a. Meminimalkan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme
b. Menurunkan resiko penularan penyakit yang mengancam jiwa seperti hepatitis dan HIV/AIDS.
3. Etiologi infeksi nosokomial
dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu : Vegetatif (umpamanya stafilokokus), mikrobakteria (umpamanya tuberculosis) dan endospora (umpamanya tetanus). b. Kolonisasi berarti bahwa organisme yang patogen ada pada seseorang tetapi
belum menimbulkan gejala atau temuan klinik namun orang yang terkolonisasi dapat terjadi sumber pemindahan patogen ke orang lain (kontaminasi silang). Khususnya kalau organisme tersebut menetap pada orang itu, seperti pada HIV.
4. Cara Penularan Infeksi
Penularan infeksi secara umum dapat terjadi beberapa banyak cara (Tietjen, 2004) antara lain :
a. Melalui udara
b. Darah atau cairan tubuh : kalau darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi HIV bersinggungan dengan orang lain, seperti melalui tusukan jarum orang itu dapat terinfeksi
c. Kontak : sentuhan atau cara kontak lainnya dengan luka terbuka atau pustule yang pecah.
d. Fekal-oral, menelan makanan yang terkontaminasi dengan tinja manusia atau binatang (umpamanya memasukkan jari kedalam mulut setelah memegang benda-benda yang terkontaminasi tanpa sebelumnya cuci tangan)
f. Melalui binatang atau serangga : kontak dengan binatang atau serangga yang terinfeksi melalui gigitan, cakaran ludah atau kotorannya.
5. Standar pelayanan kebidanan terhadap pencegahan infeksi
Bidan harus mampu mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi yang di sebabkan oleh mikroorganisme dan mencegah terjadinya penularan penyakit berbahaya seperti hepatitis dan PMS / AIDS (BKKBN, 1999).
6. Persyaratan
Dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
a. Bidan terlatih dan terampil dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi
b. Tersedianya peralatan dan perlengkapan penting yang diperlukan dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi, misalnya sarung tangan, larutan klorin, alat-alat untuk memasak (dandang), larutan alcohol, larutan Yodium Iodofor, celemek, masker dan lain-lain.
7. Infeksi Maternal Dan Neonatal
frekuensi dan keparahan endometritis. Sedangkan infeksi lainnya yaitu infeksi saluran kemih nosokomial yang kebanyakan terjadi pada perempuan yang mengalami seksio sesaria, infeksi episiotomi, pneumonia nosokomial, septicemia, dan infeksi payudara (mastitis) pada perempuan menyusui.
Infeksi janin dan bayi baru lahir diklasifikasi atas dasar apakah bayi tersebut terinfeksi. Bayi dapat terinfeksi sewaktu melalui jalan lahir (transmisi vertical), atau pada masa neonatal (yaitu dalam 28 hari pertama setelah lahir) bahkan masih dalam rahim bayi dapat terinfeksi melalui plasenta (Tietjen, 2004).
Penyakit infeksi pada kehamilan membawa masalah khusus yang khas, pertama : penyakit infeksi mungkin mengakibatkan komplikasi (penyulit) bagi kehamilan, dimana komplikasi kehamilan akibat penyakit infeksi meliputi kemayian janin, cacat kongenital, penularan kuman langsung dari ibu ke janin (transmisi vertikal) dan proses patologis lain. Kedua : kehamilan mungkin memperburuk perjalanan penyakit infeksi, meningkatkan mobiditas dan mortalitas ibu akibat penyakit tersebut, kemungkinan ini masih jarang terjadi. Ketiga : penatalaksanaan infeksi pada kehamilan memerlukan penyesuaian, seperti terapi obat harus aman serta tidak membahayakan kehamilan dan janin, disamping efektif mengatasi infeksi (Suryo, 2007).
8. Prinsip-Prinsip Pencegahan Infeksi
a. Setiap seorang (ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan) harus dianggap dapat menularkan penyakit karena infeksi yang terjadi bersifat asimptomatik (tanpa gejala).
b. Setiap orang harus dianggap beresiko terkena infeksi.
c. Permukaan tempat pemeriksaan, peralatan, dan benda-benda lain yang akan dan telah bersentuhan dengan kulit tidak utuh (selaput mukosa atau darah, harus dianggap terkontaminasi sehingga setelah selesai digunakan harus dilakukan proses pencegahan infeksi secara benar.
d. Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya telah diproses dengan benar, harus dianggap telah terkontaminasi.
e. Resiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total, tapi dapat dikurangi hingga sekecil mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan pencegahan infeksi yang benar dan konsisten.
9. Pencegahan terjadinya Infeksi
Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk :
b. Mengontrol resiko penularan dari lingkungan
c. Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi.
d. Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasive. e. Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.
10.Tindakan Dalam Pencegahan Infeksi
Salah satu strategi yang sudah terbukti bermanfaat dalam pengendalian infeksi nisokomial adalah peningkatan kemampuan petugas kesehatan dalam metode universal precaution atau dalam bahasa indonesia kewaspadaan universal (KU) yaitu suatu cara penanganan baru untuk meminimalkan pajanan darah dan cairan tubuh dari semua pasien tanpa memperdulikan status infeksi.
Ada berbagai praktek pencegahan infeksi yang membantu mencegah mikroorganisme berpindah dari satu individu ke individu lainnya (ibu, bayi baru lahir dan para penolong persalinan) dan menyabarkan infeksi. Tindakan pencegahan infeksi dapat dilakukan dengan cuci tangan, memakai sarung tangan, memakai perlengkapan pelindung diri, menggunakan asepsis atau teknik aseptik, memproses alat bekas pakai, menangani peralatan tajam dengan aman, menjaga kebersihan dan kerapian lingkungan serta pembuangan sampah secara benar (Pusdiknakes, 2002).
Mencuci tangan adalah prosedur yang paling penting dari pencegahan penyebaran infeksi yang menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. Tujuan cuci tangan adalah untuk menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara. Cuci tangan dengan sabun biasa dan air sama efektifnya dengan cuci tangan menggunakan sabun anti microbial. Cuci tangan sebaiknya dilakukan sebelum dan sesudah memeriksa (kontak langsung) dengan pasien, atau sebelum dan sesudah memakai sarung tangan (Tietjen, 2004).
Cara melakukan cuci tangan (Depkes RI, 2002) yaitu : 1) Lepaskan perhiasan di tangan dan di pergelangan 2) Basahi tangan dengan air bersih dan mengalir 3) Bila tidak tersedia air mengalir :
a) Gunakan ember tertutup dengan keran biasa ditutup pada saat mencuci tangan dan dibuka kembali jika ada membilas
b) Gunakan botol yang sudah diberi lubang agar air bias mengalir c) Minta orang lain menyiramkan air ketangan
d) Gunakan pencuci tangan yang mengandung anti mikroba berbahan dasar alkohol.
4) Gosok dengan kuat kedua tangan gunakan sabun biasa atau mengandung anti mikroba selama 15-30 detik (pastikan menggosok sela-sela jari) tangan yang terlihat kotor harus di cuci lebih lama.
6) Biarkan tangan kering dengan cara di angin-anginkan atau keringkan dengan kertas tisu yang bersih dan kering atau handuk pribadi yang bersih dan kering. b. Memakai sarung tangan
Gunakan sarung tangan sebelum menyentuh sesuatu yang basah (kulit tak utuh, selaput mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya) atau peralatan, sarung apapun yang akan mengakibatkan kontak dengan jaringan dibawah kulit seperti persalinan, penjahitan, atau pengambilan darah serta sampah yang terkontaminasi (Depkes RI, 2002).
Yang perlu di perhatikan dalam memakai sarung tangan (Tietjen, 2004) yaitu : 1) Pakailah sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya sarung tangan
bedah. Jika ukuran tidak sesuai dengan tangan pada pelaksanaan prosedur, dapat terganggu atau mudah robek.
2) Gantilah sarung tangan secara berkala pada tindakan yang memerlukan waktu lama.
3) Potonglah kuku cukup pendek untuk mengurangi resiko robek atau berlubang. 4) Tariklah sarung tangan sampai meliputi tangan baju.
5) Pakailah cairan pelembab yang tidak mengandung lemak untuk mencegah kulit tangan dari kekeringan (berkerut).
6) Jangan pakai cairan atau krim berbasis minyak karena akan merusak sarung tangan bedah dan sarung tangan pemeriksa dari lateks.
8) Jangan simpan sarung tangan ditempat dengan suhu terlalu panas atau terlalu dingin.
Sarung tangan sekali pakai lebih dianjurkan, tapi jika sarananya sangat terbatas sarung tangan bisa digunakan berulang kali jika dilakukan dekontaminasi, cuci dan bilas, DTT atau sterilisasi (Depkes RI, 2007).
c. Perlengkapan perlindungan diri.
Peralatan perlindungan pribadi mencegah pemaparan terhadap infeksi dengan menggunakan penghalang (kaca mata pelindung, masker wajah, sepatu boat atau sepatu tertutup celemek) selama melaksanakan prosedur klinik. Hal ini dapat melindungi penolong terhadap percikan dan luka terkena benda tajam. Masker wajah dan celemek plastic sederhana dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan dan sumber daya yang ada di masing-masing daerah jika perlengkapan sekali pakai tidak tersedia (Depkes RI, 2002).
d. Menggunakan tehnik aseptik.
desinfektan digunakan untuk dekontaminasi peralatan dan benda-benda yang digunakan dalam prosedur bedah, (Depkes RI, 2007).
Larutan antiseptic yang dianjurkan (Teitjen, 2004) yaitu :
1) Larutan yang berbahan dasar alcohol (tingtur), seperti iodine atau Klorheksidin.
2) Alkohol (60-90 % etil, isopropyl).
3) Klorheksidin glukonat (2-4 %), Misalnya hibitame, hibiscrub, hibiclens. 4) Klorheksidin glukonat dan setrimit, bermacam konsentrat minimal 2%
(missal salvon).
5) Iodine (3%), larutan iodine dan produk yang mengandung alcohol (tingtur dari iodine).
6) Iodofor (7,5 – 10 %), konsentrat lain (missal betadine).
7) Kloroksinol (para-kloro-metaksilenol atau PCMX) (0,5 – 3,75 %), konsentrat lain (dettol).
e. Memproses alat bekas pakai
Pemprosesan peralatan dan benda-benda lainnya dengan upaya pencegahan infeksi direkomendasikan untuk melalui tiga langkah pokok (Depkes RI, 2002) yaitu :
1) Dekontaminasi
Dekontaminasi membuat benda-benda lebih aman untuk ditangani petugas pada saat dilakukan pembersihan.
Segera setelah digunakan masukkan benda-benda yang terkontaminasi kedalam larutan klorin 0.5% selama 10 menit. Ini akan dengan cepat mematikan virus hepatitis B dan HIV. Pastikan bahwa benda-benda yang terkontaminasi telah terendam seluruhnya dalam larutan klorin. Daya kerja larutan klorin akan cepat mengalami penurunan sehingga harus diganti paling sedikit setiap 24 jam, atau lebih cepat jika terlihat telah kotor atau keruh.
2) Pencucian dan pembilasan
Pencucian adalah cara paling efektif untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme pada peralatan/ perlengkapan yang kotor sudah digunakan. Jika perlengkapan untuk sterilisasi tidak tersedia, pencucian yang seksama merupakan cara mekanik satu-satunya menghilangkan sebagian besar endospora bakteri.
3) Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) dan sterilisasi
Meskipun sterilisasi merupakan cara yang paling efektif untuk membunuh mikroorganisme, sterilisasi tidak selalu memungkinkan dan tidak selalu praktis. DTT adalah satu-satunya alternative untuk situasi tersebut. DTT bisa dicapai dengan cara merebus, mengukus atau secara kimiawi. Untuk peralatan, perebusn sering kali merupakan metode DTT yang paling sederhana dan efisien.
Agar DTT atau sterilisasi menjadi efektif, lakukan terlebih dahulu proses dekontaminasi dan pencucian peralatan dengan sebaik-baiknya (Depkes RI, 2007).
a) DTT dengan cara merebus
Rebus peralatan selama 20 menit, perhitungan waktu dilakukan setelah air mendidih. Semua permukaan peralatan harus terendam di dalam air dan tidak di perbolehkan menambahkan apapun kedalam panci rebusan setelah air mendidih. Angkat peralatan dari air setelah 20 menit dan biarkan peralatan mengering pada area yang bersih di dalam ruangan. Gunakan segera peralatan yang telah didinginkan atau simpan di dalam wadah tertutup yang telah di DTT. Peralatan ini dapat di simpan hingga satu minggu.
b) DTT dengan uap panas pada sarung tangan
Setelah sarung tangan didekontaminasi dan dicuci, maka sarung tangan ini siap DTT dengan uap tanpa diberi talek.
(1) Gunakan panci perebus yang memiliki 3 susun nampan pengukus
(2) Gulung bagian atas sarung tangan sehingga setelah DTT selesai, sarung tangan dapat dipakai tanpa membuat kontaminasi baru
(3) Letakkan sarung tangan pada baki atau nampan pengukus yang berlubang dibawahnya. Agar mudah dikeluarkan dari bagian atas panci pengukus letakkan sarung tangan dengan bagian jarinya kearah tengah panci, jangan menumpuk sarung tangan.
(5) Letakkan penutup diatas panci pengukus dan panaskan air hingga mendidih.
(6) Jika uap mulai keluar dari celah-celah diantara panci pengukus, mulailah penghitungan waktu
(7) Kukus sarung tangan selama 20 menit
(8) Angkat nampan pengukus paling atas yang berisi sarung tangan dan goyangkan perlahan-lahan agar air yang tersisa pada sarung tangan dapat menetes keluar.
(9) Letakkan nampan pengukus diatas panci perebus yang kosong di sebelah kompor
(10) Ulangi langkah tersebut hingga semua nampan pengukus yang berisi sarung tangan tersusun diatas panci perebus yang kosong. Letakkan penutup diatasnya hingga sarung tangan menjadi dingin dan kering tanpa terkontaminasi
(11) Biarkan sarung tangan kering dengan di angin-anginkan sampai kering di dalam panci selam 4-6 jam
(12) Jika sarung tangan tidak akan dipakai segera, setelah kering, gunakan cunam penjepit atau pinset DTT untuk memindahkan sarung tangan. Letakan sarung tangan tersebut dalam wadah DTT lalu tutup rapat. Sarung tangan tersebut bias disimpan sampai satu minggu.
Desinfeksi tingkat tinggi secara kimia dilakukan terhadap alat (benda) yang tidak tahan panas, misalnya endoskopi. Usahakan untuk tidak melakukan DTT cara kimiawi terhadap jarum suntik dan spuit, karena dikhawatirkan akan ada residu bahan kimia yang akan menyebabkan reaksi terhadap obat – obatan yang disuntikan, (BKKBN, 1990).
f. Pemprosesan ulang alat sekali pakai
Masalah utama pada penggunaan kembali jarum dan spuit adalah resiko transmisi HIV, HVB dan HCV kepada pasien, jika sesudah pemakaian tidak diproses dengan benar, atau beberapa suntikan diberikan dengan jarum dan spuit yang sama. Untuk meminimalkan resiko ini, tahun-tahun terakhir diperkenalkan spuit sekali pakai dan jarum yang lebih baru atau jarum yang tidak dapat diisi kembali. Agar pemprosesan kembali spuit plastic sekali pakai merupakan alternative secara ekonomis dan praktis, diperlukan pengawasan sebagai berikut (Tietjen 2004) :
1. Jarum dan spuit yang steril atau DTT digunakan hanya untuk satu kali suntikan 2. Sesudah dipakai, spuit dan jarum yang telah dipisahkan didekontaminasi dan
ditempatkan dalam wadah benda tajam
3. Spuit sebaiknya jangan tidak diproses sesuai dengan pencegahan infeksi yang dianjurkan (Tietjen, 2004).
g. Pembuangan sampah
tidak dibuang benar, sampah terkontaminasi berpotensi untuk menginfeksi siapapun yang melakukan kontak atau menangani sampah tersebut, termasuk anggota masyarakat. Sampah terkontaminasi termasuk darah, nanah, urine, kotoran manusia dan benda-benda yang tercemar oleh cairan tubuh.
Setelah selesai melakukan suatu tindakan (menolong persalinan) dan sebelum melepaskan sarung tangan, letakkan sampah terkontaminasi (kassa, gulungan kapas, perban dan lain-lain) kedalam tempat sampah kantung plastik sebelum dibuang. Hindarkan terjadinya kontak sampah terkontaminasi dengan permukaan luar kantung. Pembuangan secara benar untuk benda-benda tajam yang terkontaminasi dengan menempatkannya dalam wadah tahan bocor. Singkirkan sampah terkontaminasi dengan cara dibakar.
BAB III
KERANGKA PENELITIAN
A. Kerangka Konseptual
Kerangka konsep penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap bidan praktek swasta terhadap pencegahan infeksi nosokomial adalah sebagai berikut:
Variabel dependent Variabel independent
: Variabel yang diteliti
Pengetahuan bidan praktek swasta
Sikap bidan praktek sawsta
C. Hipotesis
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi yang bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan sikap bidan praktek swasta terhadap pencegahan infeksi nosokomial di Bandar khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah bidan praktek swasta yang berada di wilayah Bandar khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan dengan jumlah populasi 94 orang. Sampel yang digunakan adalah dengan teknik simple random sampling karena pengambilan sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut (Santoso, 2005). Jumlah sampel yang diambil berdasarkan rumus penelitian ( Nursalam, 2003) yaitu:
2
) ( 1 N d
N n
n = 2
C. Lokasi dan Waktu Peneliti
Penelitian ini dilaksanakan bulan Desember 2008 sampai Maret 2009, di Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan. Karena tempat ini banyak bidan praktek swasta dan belum pernah dilakukan penelitian tentang pencegahan infeksi nosokomial.
D. Pertimbangan etik
E. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner di buat sendiri oleh peneliti dan disusun sesuai dengan tinjauan pustaka yang berisikan pertanyaan yang harus dijawab. Instrumen ini terdiri dari beberapa bagian yaitu data demografi, pengetahuan dan sikap yang berkaitan dengan infeksi nosokomial,
Kuesioner demografi
Data demografi responden memberikan informasi, yaitu pendidikan responden, tempat bekerja, lama bekerja dan latihan profesi tentang pencegahan infeksi nosokomial.
Kuesioner pengetahuan
Kuesioner pengetahuan disusun dalam bentuk pertanyaan terdiri 12 butir item untuk jawaban benar diberi skore 1 dan untuk jawaban salah diberi score 0 sehingga nilai terendah yang mungkin dicapai responden 1 dan nilai tertinggi yang mungkin dicapai responden adalah 12,
Berdasarkan rumus statistik P =
s banyakkela
g rentan
Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang ( nilai tertinggi dikurangi nilai terendah ) sebesar 12 dan 3 kategori untuk pengetahuan ( baik, cukup, kurang ) didapatlah panjang kelas sebesar 4
1-4 = pengetahuan buruk 5-8 = pengetahuan cukup 9-12 = pengetahuan baik Kuesioner sikap
Menggunakan skala Guttman ( Hidayat, 2007) yang terdiri atas 10 butir item pernyataan dengan pilihan jawaban Ya dan Tidak. Score tertinggi pada skala ini adalah 1 dan terendah 0.
Dari 10 pernyataan tersebut terdapat 5 butir item favorable ( mendukung ) dengan bobot tiap item adalah sebagai berikut :
a. Ya : 1 b. Tidak : 0
Dan 5 butir item unfavorable ( Tidak mendukung ) dengan bobot tiap item adalah sebagai berikut :
a. Ya : 0 b. Tidak : 1
pengukuran sikap ini sama halnya dengan pengukuran pengetahuan diatas dengan rentang sebesar 10 dengn 2 kategori kelas untuk sikap (sikap positif dan negatif) didapatlah panjang kelas sebesar 5
Maka untuk penilaian sikap terhadap responden dapat dikategorikan : a. Positif atau setuju bila mendapat skor 6-10
F. Uji validitas dan reliabilitas
Uji validitas ini menggunakan program SPSS (terlampir), dimana setiap item dari pertanyaan dinyatakan valid jika r hitung > r tabel. Jumlah responden dalam uji coba ini sebanyak 30 orang dan telah dilakukan pada bidan praktek swasta di kecamatan percut sei tuan dengan cara menyebarkan kuesioner. Dari hasil analisis didapat nilai hitung dari item 1-30 mempunyai nilai lebih besar dari r tabel sebesar 0,361. Sedangkan uji reliabiliti instrumen dilakukan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, sehingga alat ukur yang digunakan dapat diandalkan. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan komputerisasi yaitu program SPSS, hasil analisa yang didapatkan bahwa instrumen memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi jika nilai koefisien yang diperoleh > 0,60. Oleh karena itu dari seluruh item pertanyaan pada penelitian ini dinyatakan reliabel sehingga diperoleh hasil Cronbach Alpha pengetahuan 0,690 dan sikap 0,615 (hasil terlampir).
G. Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data penelitian menggunakan data primer yang datanya diambil langsung dari responden dengan menggunakan kuisioner. Sebelumnya penulis memberikan penjelasan bagaimana cara pengisian kuesioner. Selanjutnya setiap responden diberikan informed consent dan diikuti dengan pembagian kuesioner kepada responden dengan tiga bagian pertanyaan, bagian pertama ialah data demografi berupa pendidikan, tempat bekerja, lama bekerja, dan latihan profesi. Bagian kedua yaitu pengetahuan bidan tentang pencegahan infeksi nosokomial dan yang ketiga ialah sikap bidan terhadap pencegahan infeksi nosokomial. Selesai pengisian kuesioner dikumpul hari itu juga.
H. Pengolahan data
(1) Editing yaitu: Memeriksa kelengkapan data yang terkumpul apakah sudah terisi secara sempurna atau belum benar pengisiannya untuk diperbaiki.
(2) Coding yaitu: memberikan kode cekles pada jawaban yang benar dan memberikan tanda silang pada jawaban yang salah.
(3) Tabulating yaitu: mentabulasi atau mengelompokan data sesuai yang telah di tentukan, kemudian data tersebut dimasukkan kedalam tabel.
I. Analisa data
Analisa data dapat dibagi menjadi :
1. Univariat : untuk mendapatkan gambaran frekuensi karakteristik responden 2. Bivariat : digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
pengetahuan dengan sikap bidan praktek swasta terhadap pencegahan infeksi nosokomial dengan menggunakan uji statistik Chi- square.
Dengan rumus sebagai berikut :
X2
= Σ E
e O )2 (
Keterangn :
0 = frekwensi observasi / observed frequencies E = frekwensi harapan / expected frequencies E = total baris x total kolom
Grand total
Apabila X hitung lebih besar dari X tabel pada taraf kepercayaan 0,05 atau 95% maka Ha diterima dan Ho ditolak, hipotesa menyatakan bahwa ada hubungan pengetahuan dengan sikap bidan praktek swasta terhadap pencegahan infeksi nookoimal diterima. Sebaliknya hipotesa akan ditolak apabila X hitung lebih kecil dari X tabel, Ho diterima dan Ha ditolak.
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Setelah melakukan pengumpulan data maka dilakukan pengolahan data dan analisa data. Adapun hasil dari pengolahan data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
1. Karakteristik responden
Tabel 5.1.
Distribusi Frekuensi Karakteristik Bidan di Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2009.
Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%) 1. Tingkat Pendidikan 4. Latihan Profesi
2. Tingkat Pengetahuan Bidan Praktek Swasta tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial
Tingkat pengetahuan bidan terhadap pencegahan infeksi nosokomial di Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan dapat dilihat pada tabel 5.2 sebagai berikut :
Table 5.2.
Distribusi Frekwensi Pengetahuan Bidan Terhadap Pencegahan Infeksi Nosokomial di Bandar khalipah Kecamatan Percut Sie Tuan Tahun 2009
Pengetahuan Frekwensi Persentase (%) Baik
Cukup Kurang
49 27 0
64,5 35,5 0
Total 76 100%
3. Sikap bidan
Sikap bidan terhadap pencegahan infeksi nosokomial di Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan dapat dilihat pada tabel 5.3. sebagai berikut :
Tabel 5.3.
Distribusi Frekwensi Sikap Bidan Tehadap Pencegahan Infeksi Nosokomial di Bandar Khalifah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2009
Sikap Frekwensi Persentase(%) Positif
Negatif
48 28
63,2 36,8
Total 76 100
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 76 responden mayoritas mempunyai sikap positif sebanyak 48 orang (63,2%) dan minoritas mempunyai sikap negatif sebanyak 28 orang (36,8%) tentang pencegahan infeksi nosokomial.
4. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan sikap Bidan
Hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap bidan praktek swasta terhadap pencegahan infeksi nosokomial dapat dilihat pada tabel 5.4. sebagai berikut :
Tabel 5.4.
Distribusi Frekwensi Hubungan Pengetahuan dan sikap Bidan Terhadap Pencegahan Infeksi Nosokomial Di Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan
Tahun 2009.
Tingkat
pengetahuan
Sikap Total Nilai P
Positif Negatif
N % N % N N
0.00
Baik 41 53,9 8 10,5 49 64,5
Cukup 7 9,2 20 26,3 27 35,5
Total 48 63,2 28 36,8 76 100
Berdasarkan tabel diatas diketahui dari 76 responden mayoritas pengetahuan baik, sikap positif sebanyak 41 orang (53,9%) dan sikap negatif 8 orang (10,5%) dan minoritas pengetahuan cukup, sikap positif sebanyak 7 orang (9,2%) dan sikap negatif 20 orang (26,3%).
B. Pembahasan
1. Karakteristik responden
Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa rata-rata bidan diwilayah Bandar khalipah kecamatan Percut Sei Tuan sudah banyak yang mempunyai tingkat pendididikan DIII kebidanan berarti sudah sesuai dengan Permenkes 900 tahun 2000 yang menyatakan bahwa bidan harus menyelesaikan DIII kebidanan, untuk bidan yang masih DI kebidanan diharapkan untuk mengikuti pendidikan lanjutan.
Pendapat Notoatmodjo, (2003) menyatakan bahwa pengalaman bekerja seseorang dalam melakukan asuhan memiliki kaitan terhadap hasil kerja yang dilakukan, semakin lama seseorang melakukan bidang kerja tertentu maka diharapkan bahwa hasil kerjanya semakin baik. Bagi bidan yang masih kurang pengalaman kerjanya diharapkan dapat mengikuti pendidikan dan pelatihan untuk dapat lebih meningkatkan pelayanan kesehatan.
perkembangan ilmu pengetahuan seperti di Instansi Pendidikan, RS, maupun di Puskesmas.
Pendapat Yandianto, (2000) menyatakan bahwa semakin banyak pelatihan yang diikuti maka informasi atau keterampilan yang dimiliki akan semakin banyak sesuai dengan profesi yang diikutinya.
2. Tingkat pengetahuan bidan praktek swasta terhadap pencegahan infeksi nosokomial
Menurut asumsi penulis responden yang berpengetahuan cukup diakibatkan karena responden kurang mendapat informasi dan tidak mengikuti seminar-seminar khususnya tentang pencegahan infeksi nosokomial atau belum mengikuti pendidikan DIII kebidanan. Walaupun demikian pengetahuan yang dimiliki responden belum tentu semuanya baik, untuk itu kita harus mempertinggi pengetahuan kita. Pengetahuan yang baik akan mendorong seseorang untuk bersikap baik pula, karena melalui pengetahuan akan membentuk dan menampilkan sikap yang sesuai dengan pengetahuan dan akhirnya akan digambarkan melalui tindakan yang akan dimunculkan.
3. Sikap bidan praktek sawsta terhadap pencegahan infeksi nosokomial
keterampilan dalam melaksanakan tugasnya. Dilihat dari hasil penelitian yang mempunyai sikap positif karakteristik responden mayoritas memiliki lama bekerja 5-10 tahun dan diatas 5-10 tahun.
Menurut asumsi penulis responden yang bersikap negatif terhadap pernyataan yang mendukung, ini diakibatkan karena responden kurang mendapat informasi dan tidak mengikuti pelatihan profesi khususnya tentang pencegahan infeksi nosokomial atau belum mengikuti pendidikan DIII kebidanan. Walaupun demikian pengetahuan yang dimiliki responden belum tentu semuanya baik sikapnya positif, untuk itu kita harus mempertinggi pengetahuan dan pengalaman kita. Pengetahuan yang baik serta pengalaman kerja yang cukup akan mendorong seseorang untuk bersikap baik pula, karena melalui pengetahuan akan membentuk dan menampilkan sikap yang sesuai dengan pengetahuan dan akhirnya akan digambarkan melalui tindakan yang akan dimunculkan.
4. Hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap bidan praktek swasta terhadap pencegahan infeksi nosokomial.
Diketahui dari 76 orang responden mayoritas berpengetahuan baik sebanyak 49 responden (64,5%), bersikap positif sebanyak 41 orang (53,9%) dan bersikap negatif 8 orang (10,5%) dan minoritas pengetahuan cukup 27 responden (35,5%), bersikap positif sebanyak 7 orang (9,2%) dan bersikap negatif 20 orang (26,3%).
orang ( 64,5%) yang berpengetahuan baik dan sikapnya dominan positif sebanyak 41 orang (53,9%) sedangkan sikap negatif hanya 8 orang (10,5%).
Hal tersebut didukung dengan hasil analisa melalui uji Chi-Square didapat Degree of freedom (df) nilai x² dalam tabel (df =1) adalah 3,841 dengan tingkat
kepercayaan 0,05 (95%). Dan hasil x² hitung (24,948) > x² tabel (3,841) dengan nilai P= 0,00<0,05 artinya Hipotesis Nol/Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat hubungan yang significan antara pengetahuan dengan sikap bidan praktek swasta terhadap pencegahan infeksi nosokomial.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan tentang hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap bidan praktek swasta di Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan tentang pencegahan infeksi nosokomial tahun 2009 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hubungan tingkat pengetahuan dan sikap bidan dari 76 responden berpengetahuan baik sebanyak 49 responden (64,5%), bersikap positif sebanyak 41 orang (53,9%) dan bersikap negatif 8 orang (10,5%) dan minoritas pengetahuan cukup 27 responden (35,5%), bersikap positif sebanyak 7 orang (9,2%) dan bersikap negatif 20 orang (26,3%). Berdasarkan hasil analisa melalui uji Chi-Square didapat X²hitung > X²tabel dan P(0,00) < 0,05 berarti menunjukkan Ho ditolak dan Ha diterima. artinya tingkat pengetahuan berhubungan secara bermakna dengan sikap bidan praktek swasta terhadap pencegahan infeksi nosokomial.
3. Distribusi frekuensi berdasarkan sikap bidan praktek swasta tentang pencegahan infeksi nosokomial persentasi tertinggi ditemukan dengan sikap positif sebanyak 48 orang (63,2%).
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan tahun 2009 maka disarankan beberapa hal berikut :
1. Perlu peningkatan pengetahuan tentang pencegahan infeksi nosokomial
Bidan yang belum mengikuti pendidikan DIII kebidanan agar mengikuti pendidikan DIII supaya mendapatkan pelayanan yang berkualitas dan dapat menambah pengetahuannya atau yang belum mengikuti pendidikan tapi melakukan seminar-seminar agar dapat menambah pengetahuan.
2. Pada organisasi profesi agar mengadakan pelatihan terhadap bidan sesuai dengan ilmu-ilmu yang up-date kepada bidan termasuk pencegahan infeksi nosokomial.
PERNYATAAN BERSEDIA MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan besedia untuk berpartisipasi sebagai responden penelitian yang dilakukan mahasiswa program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
Nama : Yennita Sugianto
Nim : 085102065
Judul : “Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Sikap Bidan Praktek Swasta Terhadap Pencegahan Infeksi Nosokomial di Kecamatan Percut Sei Tuan.
Saya menyadari bahwa penelitian ini tidak berakibat negatif terhadap saya sehingga jawaban yang saya berikan adalah yang sebenarnyadan akan dirahasiakan.
Demikianlah pernyataan ini saya perbuat agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Percut Sei Tuan 2009
Responden
( )
INSTRUMEN PENELITIAN
Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Sikap Bidan Praktek Swasta Terhadap Pencegahan Infeksi Nosokomial Di Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan.
I. Data Demografi:
1. No. Responden :
2. Pendidika Kebidanan Terakhir : D I Kebidanan
D II Kebidanan D III Kebidanan
3. Lama Bekerja Melaksanakan Praktek Kebidanan : Tahun 4. Tempat Kerja lain selain di Bidan Praktek Swasta :
RS
Puskesmas
Dinas kesehatan / pendidikan
II. Kuesioner pertanyaan :
1. Infeksi nosokomial adalah .... ....
a. infeksi yang muncul selama orang tersebut dirawat dirumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama orang itu dirawat atau setelah selesai dirawat.
b. Infeksi yang berasal dari dalam maupun luar tubuh penderita atau disebut dengan self infection.
c. A dan B benar
2. Yang dimaksud dengan pencegahan infeksi adalah .... .... a. Menghindari penyakit pada pasien.
b. Mencegah penularan kuman dan mikroorganisme dari seseorang (petugas kesehatan) kepada orang lain (ibu, BBL, dan keluarga), dan dari peralatan / sarana kesehatan.
c. Petugas kesehatan menggunakan sarung tangan 3. Mencuci tangan sebaiknya dilakukan pada ……
a. Air jernih
b. Air dalam baskom yang diberi cairan desinfektan c. Dibawah air bersih yang mengalir / air keran
4. Peralatan yang sudah terkontaminasi sebaiknya direndam didalam larutan klorin 0,5% selama… …
a. 5 menit b. 10 menit c. 15 menit
5. Alat-alat logam yang sudah di lakukan dekontaminasi, pencucian dan pembilasan dianjurkan untuk direbus selama… …
6. Cara yang paling efektif untuk membunuh mikroorganisme adalah… a. Mencuci seluruh peralatan sampai bersih dan kemudian menyimpannya b. Alat di dekontaminasi setelah di DTT
c. Lakukan terlebih dahulu dekontaminasi dan pencucian peralatan kemudian DTT
7. Dekontaminasi adalah… … …
a. Merendam peralatan, perlaengkapan dan benda-benda lainnya dengan menggunakan larutan klorin
b. Merebus / mengukus peralatan, perlengkapan dan benda-benda lainnya dengan menggunakan larutan klorin
c. Mencuci dan membilas peralatan, perlengkapan dan benda lainnya dengan menggunakan larutan klorin.
8. Bila merendam peralatan dalam larutan klorin 0,5% terlalu lama dapat mengakibatkan .. … …
a. Alat-alat sangat bersih
b. Alat-alat semakin mudah di cuci c. Alat-alat mudah rusak seperti berkarat 9. Prinsip dari pencegahan infeksi adalah… … …
a. Setiap orang harus dianggap dapat menularkan infeksi b. Setiap orang dianggap steril
c. Setiap orang mampu membersihkan diri sendiri
10.Antiseptik adalah bahan kimia yang diusapkan pada kulit atau jaringan hidup lainnya untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme. Larutan antiseptic yang dianjurkan adalah. . … …
11.Yang paling mudah menyebabkan infeksi adalah …. ... a. Mikroorganisme
b. Kolonisasi c. A dan B benar
12.Pencegahan penyebaran infeksi memerlukan penghilangan satu atau lebih agen penyebab infeksi dengan .... ...
a. Menghambat atau membunuh agent
b. Memastikan bahwa orang-orang, khususnya petugas kesehatan kebal c. A dan B benar
III. Pernyataan sikap
No
Pernyataan Setuju Tidak
setuju 1. Sangat penting bagi bidan untuk melaksanakan pencegahan
infeksi pada saat menolong persalinan dan kelahiran bayi.
2. Bidan tidak mampu mencegah terjadinya infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme dan mencegah terjadinya penularan penyakit berbahaya seperti hepatitis dan HIV/AIDS 3. Bidan tidak harus melakukan tindakan pencegahan infeksi dalam
aspek asuhan ibu, BBL, keluarga, penolong persalinan, dan tenaga kesehatan lainnya dari infeksi dengan jalan menghindarkan transmisi penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur.
4. Bidan harus tahu bahwa bayi dapat terinfeksi sewaktu melalui jalan lahir atau bahkan masih dalam rahim melalui plasenta dan pada masa neonatal.
yang mengalami seksio sesaria dan infeksi episiotomi.
6. Bidan wajib mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah melakukan tindakan pelayanan untuk mencegah infeksi.
7. Tujuan cuci tangan adalah untuk menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan mengurangi mikroorganisme sementara.
8. Agar sterilisasi ataupun DTT menjadi efektif, dekontaminasi dan pencucian tidak perlu dilakukan.
9. Dalam membersihkan alat bekas pakai bidan hanya mencucinya dengan sabun biarkan hingga kering kemudian disimpan dalam wadah tertutup untuk pemakaian selanjutnya.
Daftar pustaka
Arikunto, 2002. Prosedur penelitian satu pendekatan praktek, Yogyakarta : Rineka Cipta.
Azwar S, 2005. Sikap Manusia, Yogyakarta; Bina Pustaka.
BKKBN, 1999. Acuan peserta dan panduan pelatihan pencegahan infeksi, Jakarta : Pengurus Ikatan Bidan Indonesia Propinsi Sumatra utara.
Dempsey, 2002. Riset Keperawatan Buku Ajar dan Latihan, Jakarta: EGC Depkes RI, 2003. Konsep Asuhan Kebidanan, Jakarta : JHPIEGO.
________, 2007. Asuhan Persalinan Normal, Jakarta : Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi.
Dinkes Propsu, 2005. Profil Kesehatan Propinsi Sumatra Utara, Medan : Dinkes Propinsi Sumatra Utara.
Destaman, 2005. Angka Kematian Ibu dan Bayi Masih Tinggi, Jakarta:
http://www.kompas.co.id kompas-cetak/0504/07 humaniora/1669802. Htm. Kamis, 07 April 2005.
Hidayat, 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa (edisi pertama), Jakarta: Salemba Medika
Hidayati, 2005. Ajakan Untuk Meningkatkan Keselamatn Ibu, Jakarta: http://www.depkes.co.id jumat 10 Mei 2005.
Hurlock, 1999. Psikologi Perkembangan suatu pendekatan selama Rentang Kehidupan, Jakarta: Erlangga.
Muchtar, 2002. Majalah Bidan, Media Komunikasi Bidan dan Kluarga Indonesia. Edisi 51, Jakarta: IBI.
___________, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat.Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta. Cetakan I: Rineka Cipta.
Nursalam, 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Surabaya: Salemba Medika.
Santoso, 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatf dan Kualitatif, jakarta: Prestasi Pustaka.
Sofyan, Mustika, 2001. 50 Tahun Ikatan Bidan Indonesia Bidan Menyongsong Masa Depan, Jakarta : IBI.
Tasman, 2005. Setiap Jam 2 Orang Ibu Bersalin Meninggal Dunia. Jakarta:
http://www.depkes.co.id Infeksi Persalinan, tanggal 15 April 2005
Tietjen, 2004. Panduan Pencegahan Infeksi. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.
Tim Manajemen PSIK, 2008. Panduan Penulisan Karya Tulis Ilmiah, Medan: PSIK FK USU.
Crosstabs
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
pengetahuan responden * sikap responden Crosstabulation
Computed only for a 2x2 table a.
0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,95.
Symmetric Measures
Not assuming the null hypothesis. a.