• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Keluarga Pasien Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial Pada Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Propinsi Sumatera Utara Tahun 2010.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Keluarga Pasien Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial Pada Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Propinsi Sumatera Utara Tahun 2010."

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN KELUARGA PASIEN TENTANG PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL PADA RUANG KELAS III INSTALASI RAWAT INAP TERPADU A DAN RAWAT INAP

TERPADU B RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh :

IKA LAILA AFIFAH NIM. 081000235

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN KELUARGA PASIEN TENTANG PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL PADA RUANG KELAS III INSTALASI RAWAT INAP TERPADU A DAN RAWAT INAP

TERPADU B RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK TAHUN 2010

Oleh :

IKA LAILA AFIFAH NIM. 081000235

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 28 September 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

dr. Taufik Ashar, MKM dr. Devi Nuraini Santi, Mkes NIP.197803312003121001

NIP.197002191998022001

Penguji II Penguji III

Ir. Indra Chahaya S, MSi dr. Surya Dharma, MPH

NIP.196811011993032005 NIP.195804041987021001

Medan, Oktober 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan

(3)

ABSTRAK

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi 3x24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit dan bukan merupakan bawaan dari infeksi sebelumnya. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, pembahasan mengenai infeksi nosokomial tidak lagi hanya tentang pasien, tetapi juga petugas kesehatan dan keluarga pasien. Keluarga pasien merupakan pihak yang akan selalu berada di rumah sakit. Beberapa perilaku mereka selama berada di rumah sakit, beresiko menimbulkan infeksi terhadap pasien maupun mereka sendiri.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga pasien tentang pencegahan infeksi nosokomial pada ruang kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.

Penelitian ini merupakan penelitian survei bersifat deskriptif yang dilakukan pada keluarga dari pasien yang dirawat pada ruang rawat inap kelas III, dengan sampel berjumlah 77 orang. Data primer dari penelitian ini diperoleh dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner tentang gambaran pengetahuan, sikap, tindakan tentang pencegahan infeksi di rumah sakit. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisa serta disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden berada pada kategori kurang yaitu sebanyak 56 orang (72,73%), sikap responden berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 39 orang (50,65%), dan tindakan responden berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 38 orang (49,35%).

Berdasarkan penelitian ini disarankan agar dilaksanakan suatu upaya edukasi dan penyadaran tentang pentingnya pencegahan infeksi di rumah sakit, bekerjasama dalam menjaga kebersihan lingkungan rumah sakit, serta pengawasan terhadap kebijakan yang terkait dengan Pencegahan dan Pengendalian infeksi di rumah sakit.

(4)

ABSTRAC

Nosocomial infection is an infection that occur in 3x24 hours after patient entrance in the hospital and not from the infection before. With a long the progress of knowledge, the discussions about nosocomial infection were not only about the patient, but also hospital officials and the family of the patient (visitor). Visitor is a part that will be able in the hospital. Some of their behaviour when they were in the hospital, can became a risk that makes an infection to the patient and them self.

This research was done to know the descriptions of knowledge, attitude and practice of the visitor about prevention of nosocomial infection in class III room Integrated Inpatient A and Integrated Inpatient B Installation of Center General Hospital Haji Adam Malik.

This research was a descriptive survey wich was done to the visitor from the patient who was caring in the class III room, with 77 of samples. Primary data from this research was gotten by interview that using questionnaire of the descriptions of knowledge, attitude and practice about prevention of nosocomial infection in the hospital. The data wich was taken then was processed, analysed and presented in distribution of frequenty table.

The result of this research reported that the stage knowledge of respondence was in less category that contain 56 person (72,73%), attitude of the respondence was in middle of category that contain 39 person (50,65%), and practice of respondence was in middle of category that contain 38 person (49,35%).

Based on this research suggest for an education programme and awareness about the important of prevention nosocomial infection in the hospital, cooperating in keeping sanitation of the hospital, and also supervision of the policy about prevention and controller infection of the hospital.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Keluarga Pasien

Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial Pada Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Propinsi Sumatera Utara Tahun 2010.

Proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan semua pihak yang

telah turut serta membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan

yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada

dr. Taufik Ashar, MKM dan dr. Devi Nuraini Santi, MKes selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan saran dan

bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Ir. Indra Chahaya, M.Si selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan

dan Dosen Pembimbing Akademik

3. Seluruh dosen dan staf pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

(6)

4. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan serta doa

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu penulis sangat mengaharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Semoga skripsi ini memberikan semangat bagi kita semua.

Medan, September 2010

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Rumah Sakit ... 7

2.1.1. Defenisi Rumah Sakit ... 7

2.1.2. Tugas Rumah Sakit ... 8

2.1.3. Fungsi Rumah Sakit ... 8

2.1.4. Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah ... 10

2.1.5. Ketentuan Umum ... 11

2.1.6. Jenis Perawatan di Rumah Sakit ... 12

2.2. Infeksi Nosokomial ... 13

2.2.1. Defenisi Infeksi Nosokomial ... 13

2.2.2. Mikroorganisme Penyebab Infeksi Nosokomial ... 14

2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial ... 16

2.2.4 Kelompok yang Beresiko ... 17

2.3. Kewaspadaan Universal ... 18

2.3.1. Defenisi Kewaspadaan Universal ... 18

2.3.2. Alasan Dasar Penerapan Kewaspadaan Universal ... 19

2.3.3. Kegiatan Pokok Kewaspadaan Universal ... 20

24. Pengunjung atau Penunggu Pasien ... 24

2.4.1. Pencegahan Infeksi Nosokomial Bagi Pengunjung atau Penunggu Pasien ... 24

2.5. Konsep Perilaku ... 26

2.5.1. Batasan Perilaku ... 26

2.5.2. Perilaku Kesehatan ... 26

2.5.3. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku ... 28

2.5.4. Domain Perilaku ... 29

(8)

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

3.1. Jenis Penelitian ... 35

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 35

3.2.2. Waktu Penelitian ... 36

3.3. Populasi dan Sampel ... 36

3.3.1. Populasi ... 36

3.3.2. Sampel ... 37

3.4. Teknik Pengambilan Sampel ... 39

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 39

3.5.1. Data Primer ... 39

3.5.2. Data Sekunder ... 39

3.6. Defenisi Operasional ... 40

3.7. Aspek Pengukuran ... 41

3.8. Teknik Pengolahan Data ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 44

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 44

4.1.1. Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik ... 45

4.1.2. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik ... 45

4.2. Data Umum Responden ... 49

4.2.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik ... 49

4.3. Data Perilaku Responden ... 50

4.3.1. Pengetahuan Responden ... 50

4.3.2. Sikap Responden ... 51

4.3.3. Tindakan Responden ... 53

4.4. Hasil Penilaian Pengetahuan, Sikap dan Tindakan ... 55

4.5. Tabel Silang ... 55

4.5.1. Tabel Silang Pendidikan, Pekerjaan, dan Sumber Informasi dengan Pengetahuan ... 56

4.5.2. Tabel Silang Pengetahuan dengan Sikap ... 59

4.5.3. Tabel Silang Pengetahuan dengan Tindakan ... 60

BAB V PEMBAHASAN ... 61

5.1. Karakteristik Responden ... 61

5.2. Pengetahuan Responden Tentang Pencegahan Infeksi di Rumah Sakit ... 62

5.3. Sikap Responden Tentang Pencegahan Infeksi di Rumah Sakit ... 64

(9)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 68 6.1. Kesimpulan ... 68 6.2. Saran ... 69

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik pada Ruang Kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Tahun 2010 ………... 49

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial pada Ruang Kelas III

Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Tahun 2010 ………... 51

Tabel 4.3.Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Sikap

Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial pada Ruang Kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Tahun 2010 ……… 52

Tabel 4.4.Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tindakan

Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial pada Ruang Kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Tahun 2010 ……… 54

Tabel 4.5.Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial pada

Ruang Kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Tahun 2010 ……… 55

Tabel 4.6. Tabel Silang Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan Responden pada Ruang Kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Tahun 2010 ……….56

(11)

Tabel 4.8. Tabel Silang Sumber Informasi dengan Tingkat Pengetahuan Responden pada Ruang Kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Tahun 2010 ………58

Tabel 4.9. Tabel Silang Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Responden pada Ruang Kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Tahun 2010 ………. 59

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Keluarga Pasien Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial pada Ruang Kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Tahun 2010.

Lampiran 2. Master Data Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Keluarga Pasien Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial pada Ruang Kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Tahun 2010.

Lampiran 3. Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H.Adam Malik tentang Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RSUP H.Adam Malik

Lampiran 4. Leaflet Infeski Nosokomial dari Instalasi PKRMS RSUP H.Adam Malik

Lampiran 5. Surat Izin Penelitian

(13)

ABSTRAK

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi 3x24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit dan bukan merupakan bawaan dari infeksi sebelumnya. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, pembahasan mengenai infeksi nosokomial tidak lagi hanya tentang pasien, tetapi juga petugas kesehatan dan keluarga pasien. Keluarga pasien merupakan pihak yang akan selalu berada di rumah sakit. Beberapa perilaku mereka selama berada di rumah sakit, beresiko menimbulkan infeksi terhadap pasien maupun mereka sendiri.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga pasien tentang pencegahan infeksi nosokomial pada ruang kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.

Penelitian ini merupakan penelitian survei bersifat deskriptif yang dilakukan pada keluarga dari pasien yang dirawat pada ruang rawat inap kelas III, dengan sampel berjumlah 77 orang. Data primer dari penelitian ini diperoleh dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner tentang gambaran pengetahuan, sikap, tindakan tentang pencegahan infeksi di rumah sakit. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisa serta disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden berada pada kategori kurang yaitu sebanyak 56 orang (72,73%), sikap responden berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 39 orang (50,65%), dan tindakan responden berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 38 orang (49,35%).

Berdasarkan penelitian ini disarankan agar dilaksanakan suatu upaya edukasi dan penyadaran tentang pentingnya pencegahan infeksi di rumah sakit, bekerjasama dalam menjaga kebersihan lingkungan rumah sakit, serta pengawasan terhadap kebijakan yang terkait dengan Pencegahan dan Pengendalian infeksi di rumah sakit.

(14)

ABSTRAC

Nosocomial infection is an infection that occur in 3x24 hours after patient entrance in the hospital and not from the infection before. With a long the progress of knowledge, the discussions about nosocomial infection were not only about the patient, but also hospital officials and the family of the patient (visitor). Visitor is a part that will be able in the hospital. Some of their behaviour when they were in the hospital, can became a risk that makes an infection to the patient and them self.

This research was done to know the descriptions of knowledge, attitude and practice of the visitor about prevention of nosocomial infection in class III room Integrated Inpatient A and Integrated Inpatient B Installation of Center General Hospital Haji Adam Malik.

This research was a descriptive survey wich was done to the visitor from the patient who was caring in the class III room, with 77 of samples. Primary data from this research was gotten by interview that using questionnaire of the descriptions of knowledge, attitude and practice about prevention of nosocomial infection in the hospital. The data wich was taken then was processed, analysed and presented in distribution of frequenty table.

The result of this research reported that the stage knowledge of respondence was in less category that contain 56 person (72,73%), attitude of the respondence was in middle of category that contain 39 person (50,65%), and practice of respondence was in middle of category that contain 38 person (49,35%).

Based on this research suggest for an education programme and awareness about the important of prevention nosocomial infection in the hospital, cooperating in keeping sanitation of the hospital, and also supervision of the policy about prevention and controller infection of the hospital.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Siregar (2004) menyebutkan bahwa rumah sakit adalah suatu organisasi

yang kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan

difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi

dan menangani masalah medik modern, yang semuanya terikat bersama-sama dalam

maksud yang sama, untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik. Dulu

rumah sakit dianggap hanya sebagai suatu tempat penderita ditangani. Sekarang ini

rumah sakit adalah lembaga komunitas yang merupakan instrument masyarakat.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 147/

MENKES/ PER/ I/ 2010 tentang perizinan rumah sakit disebutkan bahwa rumah sakit

adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,

dan gawat darurat.

Usaha pemerintah dalam pelayanan kuratif diantaranya adalah melalui

rumah sakit. Rumah sakit juga sebagai pusat pelayanan masyarakat yang dituntut

kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pelayanan dan pendidikan kesehatan

bagi masyarakat. Rumah sakit tidak hanya memberikan pelayanan tetapi juga

menerima interaksi bahan infektif yang dikenal sebagai infeksi nosokomial (Zuidah,

2007).

(16)

Roper (1987) dalam Zuidah (2007) menyebutkan bahwa infeksi nosokomial

adalah infeksi yang timbul pada pasien yang sudah dirawat minimal selama 72 jam

dan tidak ada gejala infeksi tersebut pada saat pasien masuk rumah sakit. Beberapa

hasil penelitian menunjukkan bahwa infeksi nosokomial merupakan salah satu

penyebab : kenaikan angka kesakitan dan angka kematian di rumah sakit, bertambah

lamanya hari rawatan, serta biaya yang dikeluarkan penderita dan rumah sakit

bertambah.

Pokak, J.D. (2004) dalam Khai, Jong (2006) menyebutkan bahwa

berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) angka prevalens infeksi

nosokomial 11,8% pada daerah timur Meditterranean dan pada daerah Asia Tenggara

sebesar 10% . Sedangkan menurut laporan Center for Disease Control and

Prevention (CDC) angka prevalens infeksi nosokomial di rumah sakit Amerika

mengalami presentase kenaikan sebesar 37% sejak tahun 1975-1998. Hal ini

menghabiskan dana sebesar 4,5 miliar dolar Amerika dengan angka prevalen 5-10%.

Murniati, D. (2004) dalam Khai, Jong (2006) menyebutkan bahwa Point

Prevalence Survey Nosocomial Infection di sepuluh rumah sakit umum pendidikan di

Indonesia pada tahun 1987 yang dilaksanakan oleh Subdit Surveilans Direktorat

Jenderal PPM & PL, menunjukkan angka prevalens infeksi nosokomial cukup tinggi

yaitu 9,8% rentang (6-16%). Selanjutnya rumah sakit khusus penyakit infeksi Prof.

Dr. Sulianti Suroso bekerja sama dengan Perdalin Jaya telah melakukan Point

Prevalence Survey Nosocomial di sebelas rumah sakit di Jakarta diperoleh angka

(17)

nosokomial, yaitu luka operasi (18,9%), infeksi saluran kemih (15,1%), infeksi aliran

darah primer (26,4%), pneumonia (24,5%), infeksi saluran nafas lain (15,1%).

Oleh karena itu perlu diperhatikan agar populasi yang sehat tidak menjadi

sakit, yang sakit tidak menjadi lebih sakit, tetapi sembuh. Berdasarkan hal yang telah

disebutkan sebelumnya, maka diperlukan suatu usaha untuk mencegah terjadinya

infeksi nosokomial. Berdasarkan S.K. Menteri Kesehatan No. 49-1/PD.03.02.E1.

tahun 1990, tentang Pertemuan Penyusunan Pedoman Sistem Surveilans Rumah

Sakit, telah disusun pedoman untuk surveilans rumah sakit, yang dimaksudkan untuk

mencegah terjadinya penyakit nosokomial dengan memutuskan rantai penularan.

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, maka pembahasan

mengenai infeksi nosokomial tidak lagi hanya difokuskan pada pasien yang mendapat

perawatan di rumah sakit. Akan tetapi juga kepada orang-orang yang berada di

lingkungan rumah sakit tersebut. Zulkarnain (1996) dalam Sjaifoellah, dkk (1996)

menyebutkan bahwa ada tiga kelompok yang beresiko terkena dan menularkan

infeksi nosokomial, yaitu : pasien, petugas kesehatan, dan pengunjung atau penunggu

pasien.

Pengunjung atau penunggu pasien merupakan pihak yang akan sering

berada di lingkungan rumah sakit dan kontak dengan pasien yang merupakan

keluarganya. Berdasarkan pengamatan Memon (2007) disebutkan bahwa seorang

pasien yang sedang mendapatkan perawatan di rumah sakit akan mendapat banyak

kunjungan dari keluarga maupun kerabat. Beberapa perilaku keluarga pasien ketika

(18)

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik merupakan rumah sakit tipe A

dimana rumah sakit tersebut mampu memberikan pelayanan spesialis dan

subspesialis luas. Rumah sakit tersebut juga merupakan rumah sakit rujukan dimana

pasien-pasien yang berasal dari berbagai daerah dikirim dan mampu menampung

pasien dalam jumlah yang besar dengan jenis penyakit yang bervariatif. Selain jumlah

pasien yang banyak, jumlah keluarga pasien baik yang menjenguk maupun yang

menunggu pasien juga cukup banyak, bahkan lebih banyak dari jumlah pasien yang

mendapat perawatan. Hal ini dikarenakan belum adanya pembatasan jumlah keluarga

pasien yang berkunjung ke rumah sakit. Selain itu beberapa perilaku keluarga pasien

yang berkunjung ke Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik beresiko sebagai

sumber atau penyebab infeksi nosokomial di rumah sakit.

Adapun beberapa perilaku keluarga pasien yang dapat dilihat di Rumah

Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik yang beresiko menjadi sumber maupun

penyebab terjadinya infeksi nosokomial anatara lain, yaitu : berkunjung ke rumah

sakit beramai-ramai, duduk bahkan tidur di tempat tidur pasien dan sering dijumpai

keluarga pasien yang tidur di bawah tempat tidur pasien dengan menggunakan tikar

sebagai alas, membawa anak berusia di bawah 12 tahun ketika berkunjung ke rumah

sakit, menggunakan peralatan makan dan mandi yang sama dengan pasien, serta tetap

berkunjung ke rumah sakit dan berbicara kepada pasien ketika sedang batuk dan flu.

Kesadaran yang masih rendah tentang bahaya infeksi nosokomial

menyebabkan resiko kejadian infeksi nosokomial semakin besar. Oleh karena itu,

(19)

pasien agar dapat melindungi dirinya dan keluarganya yang sedang mendapatkan

perawatan di rumah sakit dari bahaya infeksi nosokomial.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka penulis melakukan penelitian

tentang “Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Keluarga Pasien Tentang Pencegahan

Infeksi Nosokomial Pada Ruang Kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat

Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Tahun 2010”

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan sebelumnya, rendahnya

kesadaran keluarga pasien tentang bahaya infeksi nosokomial menyebabkan resiko

kejadian infeksi nosokomial semakin besar tidak hanya bagi pasien, tetapi juga bagi

keluarga pasien yang berada di lingkungan rumah sakit.

Oleh karena itu maka dianggap perlu untuk melakukan penelitian mengenai

Pengetahuan, Sikap dan Tindakan keluarga pasien tentang pencegahan infeksi

nosokomial di rumah sakit.

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Keluarga

Pasien Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial Pada Ruang Kelas III Instalasi

Rawat Inap Tepadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji

(20)

1.3.2. Tujuan khusus

1. Mengetahui gambaran karakteristik (nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan, suku, dan sumber informasi) keluarga pasien pada ruang kelas III

Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum

Pusat Haji Adam Malik Tahun 2010.

2. Untuk mengetahui pengetahuan keluarga pasien tentang pencegahan infeksi

nosokomial.

3. Untuk mengetahui sikap keluarga pasien tentang pencegahan infeksi nosokomial.

4. Untuk mengetahui tindakan keluarga pasien tentang pencegahan infeksi

nosokomial.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapakan dapat menjadi bahan masukan bagi keluarga

pasien pada ruang kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap

Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik melalui Instalasi PKRMS

(Penyuluhan Kesehatan Masyarakat)nya agar keluarga pasien dapat terhindar dari

infeksi nosokomial dan juga mencegah bertambahnya resiko kejadian infeksi

nosokomial pada pasien yang sedang menjalani perawatan.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pihak Rumah

Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik agar dapat melaksanakan promosi

pencegahan infeksi nosokomial bagi keluarga pasien di rumah sakit.

3. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi penelitian selanjutnya

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumah Sakit

2.1.1. Defenisi Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.23 tahun 1992,

tentang kesehatan dalam Siregar (2004), rumah sakit adalah salah satu dari sarana

kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap

kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk

mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan

diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),

pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan

kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan

berkesinambungan.

Secara umum menurut Lea and Febinger (1986) dalam Siregar (2004)

disebutkan bahwa rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan

personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik

modern, yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk

(22)

2.1.2. Tugas Rumah Sakit

Pada umumnya tugas rumah sakit ialah menyediakan keperluan untuk

pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor: 983/ Menkes/ SK/ XI/ 1992, tugas rumah sakit umum

adalah melaksanakan upaya kesehatan secara daya guna dan berhasil guna dengan

mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara

serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan

rujukan. (Siregar, 2004)

2.1.3. Fungsi Rumah Sakit

Dalam Siregar (2004) disebutkan bahwa rumah sakit memiliki berbagai

fungsi, yaitu:

1. Pelayanan Penderita

Pelayanan penderita yang langsung di rumah sakit terdiri atas pelayanan medis,

pelayanan farmasi, dan pelayanan keperawatan. Di samping itu, untuk

mendukung pelayanan medis, rumah sakit juga mengadakan pelayanan berbagai

jenis laboratorium.

2. Pendidikan dan Pelatihan

a. Pendidikan dan pelatihan profesi kesehatan, yang mencakup dokter, apoteker,

perawat, pekerja sosial pelayanan medik, personel rekam medik, teknisi

sinar-X, dan laboratorium, teknologi medik, terapis pernafasan, terapis fisik,

(23)

b. Pendidikan dan/ atau pelatihan penderita, merupakan suatu fungsi rumah sakit

yang penting dalam suatu lingkup yang jarang disadari oleh masyarakat. Hal

ini mencakup pendidikan umum bagi anak-anak yang terikat pada

hospitalisasi jangka panjang; pendidikan khusus dalam bidang

rehabilitasi-psikiatri, sosial, fisik, dan okupasional; pendidikan khusus dalam perawatan

kesehatan, misalnya mendidik penderita diabetes atau penderita kelainan

jantung untuk merawat penyakitnya. Pendidikan tentang obat sangat penting

diberikan kepada penderita, untuk peningkatan kepatuhan, mencegah

penyalahgunaan obat, dan untuk meningkatkan hasil terapi yang optimal

dengan penggunaan obat yang sesuai dan tepat.

3. Penelitian

Rumah sakit melakukan suatu fungsi vital untuk dua maksud utama, yaitu

memajukan pengetahuan medik tentang penyakit dan peningkatan atau perbaikan

pelayanan rumah sakit. Kedua maksud tersebut ditujukan pada tujuan dasar dari

pelayanan kesehatan yang lebih baik bagi penderita.

4. Kesehatan Masyarakat

Tujuan utama dari fungsi rumah sakit keempat yang relatif baru ini ialah

membantu komunitas dalam mengurangi timbulnya kesakitan (illness) dan

meningkatkan kesehatan umum penduduk. Contoh kegiatan kesehatan masyarakat

adalah hubungan kerja yang erat dari rumah sakit yang mempunyai bagian

kesehatan masyarakat untuk penyakit menular; partisipasi dalam program deteksi

(24)

program inokulasi masyarakat, seperti terhadap influenza dan poliomyelitis, dan

lain-lain.

5. Pelayanan Rujukan Upaya Kesehatan

Adalah suatu upaya pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan

tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah yang timbul, baik secara

vertikal maupun secara horizontal kepada pihak yang mempunyai fasilitas yang

lebih lengkap dan mempunyai kemampuan lebih tinggi.

2.1.4. Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 983/ Menkes/ SK/

XI/ 1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum dalam Siregar (2004)

disebutkan bahwa Rumah Sakit Umum Pemerintah Pusat dan Daerah diklasifikasikan

menjadi Rumah Sakit Umum kelas A, B, C, dan kelas D. Klasifikasi tersebut

didasarkan pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik, dan peralatan.

1. Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dan subspesialistik luas.

2. Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan

subspesialistik terbatas.

3. Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.

4. Rumah Sakit Umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

(25)

2.1.5. Ketentuan Umum

Beberapa ketentuan yang penting dalam Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor: 983/ Menkes/ SK/ XI/ 1992 ialah:

1. Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan

yang bersifat dasar, spesialistik, dan subspesialistik.

2. Rumah Sakit Umum Pemerintah adalah rumah sakit umum milik pemerintah baik

Pusat, Daerah, Departemen Pertahanan dan Keamanan, maupun Badan Usaha

Milik Negara.

3. Rumah Sakit Pendidikan adalah rumah sakit umum pemerintah kelas A dan B

yang digunakan sebagai tempat pendidikan tenaga medik oleh fakultas

kedokteran.

4. Klasifikasi rumah sakit umum adalah pengelompokan rumah sakit umum

berdasarkan pembedaan tingkatan menurut kemampuan pelayanan kesehatan

yang dapat disediakan.

5. Pelayanan medik spesialistik dasar adalah pelayanan medik spesialistik penyakit

dalam, kebidanan dan penyakit kandungan, bedah dan kesehatan anak.

6. Pelayanan medik spesialistik luas adalah pelayanan medik spesialistik luas,

ditambah dengan pelayanan spesialistik telinga, hidung, dan tenggorok, mata,

saraf, jiwa, kulit dan kelamin, jantung, paru, radiologi, anastesi, rehabilitasi

medik, patologi klinis, patologi anatomi, dan pelayanan spesialistis lain sesuai

dengan kebutuhan.

7. Pelayanan medik subspesialistik luas adalah pelayanan subspesialistik di setiap

(26)

8. Rumah sakit swadana adalah rumah sakit milik pemerintah yang diberi wewenang

untuk menggunakan penerimaan fungsional secara langsung.

2.1.6. Jenis Perawatan di Rumah Sakit

Dalam Siregar (2004) disebutkan bahwa jenis perawatan di rumah sakit

terdiri atas :

1. Perawatan Penderita Rawat Tinggal

Dalam perawatan penderita di rumah sakit ada lima unsur tahap pelayanan, yaitu:

a. Perawatan Intensif. Adalah perawatan bagi penderita kesakitan hebat yang

memerlukan pelayanan khusus selama waktu kritis kesakitannya atau lukanya,

suatu kondisi apabila ia tidak mampu melakukan kebutuhannya sendiri. Ia

dirawat dalam ruang perawatan intensif oleh staf medik dan perawat khusus.

b. Perawatan Intermediet, adalah perawatan bagi penderita setelah kondisi fisik

membaik, yang dipindahkan dari ruang perawatan intensif ke ruang perawatan

biasa. Perawatan intermediet merupakan bagian terbesar dari jenis perawatan

di kebanyakan rumah sakit.

c. Perawatan Swarawat, adalah perawatan yang dilakukan penderita yang dapat

merawat diri sendiri, yang datang ke rumah sakit untuk maksud diagnostik

saja atau penderita yang kesehatannya sudah cukup pulih dari kesakitan

intensif atau intemediet, dapat tinggal dalam suatu unit perawatan sendiri

(27)

d. Perawatan Kronis, adalah perawatan penderita dengan kesakitan atau

ketidakmampuan jasmani jangka panjang. Mereka dapat tinggal dalam bagian

rumah sakit atau dalam fasilitas perawatan tambahan atau rumah perawatan

yang juga dapat dioperasikan rumah sakit.

e. Perawatan Rumah, adalah perawatan penderita di rumah yang dapat

menerima layanan seperti biasa tersedia di rumah sakit, di bawah suatu

program yang disponsori oleh rumah sakit.

2. Perawatan Penderita Rawat Jalan

Perawatan ini diberikan kepada penderita melalui klinik, yang menggunakan

fasilitas rumah sakit tanpa terikat secara fisik di rumah sakit. Mereka datang ke

rumah sakit untuk pengobatan atau untuk diagnosis, atau datang sebagai kasus

darurat.

2.2. Infeksi Nosokomial

2.2.1. Defenisi Infeksi Nosokomial

Istilah infeksi nosokomial berasal dari kata Greek nosos (penyakit) dan

komeion (merawat). Nosocomion (atau menurut Latin, nosocomium) merupakan arti

rumah sakit. Secara umum defenisi infeksi nosokomial yang telah disepakati yaitu

setiap infeksi yang didapat selama perawatan di rumah sakit, tetapi bukan timbul

ataupun pada stadium inkubasi pada saat masuk dirawat di rumah sakit, atau

merupakan infeksi yang berhubungan dengan perawatan di rumah sakit sebelumnya

(28)

Menurut Centre for Disease Control and Prevention (1998) dalam

Soedarmo, dkk (2008), suatu infeksi didapatkan di rumah sakit apabila:

1. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda

klinis dari infeksi tersebut.

2. Tanda-tanda klinis infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya setelah 3x24

jam sejak mulai perawatan.

3. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa dari infeksi sebelumnya.

4. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi dan terbukti

infeksi didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang

lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993, infeksi

dikatakan didapat di rumah sakit apabila:

1. Pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda/ gejala atau tidak dalam masa

inkubasi infeksi tersebut.

2. Infeksi terjadi 3x24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit, atau

3. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang

berbeda dari mikroorganisme pada saat masuk rumah sakit atau mikroorganisme

penyebab sama tetapi lokasi infeksi berbeda.

2.2.2. Mikroorganisme Penyebab Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial dapat disebabkan oleh mikroorganisme pathogen

(bakteri, virus, fungi, dan protozoa). Sering disebabkan oleh bakteri yang berasal dari

flora endogen pasien sendiri. Faktor-faktor seperti pengobatan dengan antibiotik, uji

(29)

flora endogen pasien selama dirawat. Beberapa mikroorganisme seperti basili

Gram-negatif, E. coli, spesies enterobakter, klebsiela, pseudomonas aeruginosa,

staphilococcus dan streptococcus merupakan pathogen nosokomial yang paling

sering (Soedarmo, dkk, 2008).

Dalam Soedarmo, dkk, (2008) disebutkan beberapa jenis infeksi nosokomial

yang paling sering terjadi dan mikroorganisme penyebabnya, antara lain yaitu :

1. Infeksi Saluran Kemih

Dari laporan penelitian, tercatat infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi

nosokomial yang paling sering terjadi, lebih kurang 40% dari seluruh infeksi

nosokomial. Saluran kemih merupakan tempat utama masuknya bakteria

Gram-negatif ke dalam darah. Sepsis pada infeksi saluran kemih pada orang dewasa

menyebabkan mortalitas yang tinggi.

2. Infeksi Luka Operasi

Infeksi pada luka operasi menduduki peringkat ke dua dari seluruh kejadian

infeksi nosokomial di rumah sakit umum. Infeksi luka operasi seringkali

disebabkan oleh streptococcus, staphylococcus, enterobacteria, pseudomonas,

dan basili Gram-negatif lainnya.

3. Infeksi Saluran Nafas

Infeksi saluran nafas menempati urutan ke tiga dari seluruh kejadian infeksi

nosokomial. Kebanyakan infeksi saluran nafas disebabkan oleh basil

Gram-negatif usus (klebsiela, enterobakter, seratia, E.coli, dan proteus) dan

pseudomonas. Basil Gram-negatif lain yang berhubungan dengan air seperti

(30)

4. Bakteremia dan Infeksi Nosokomial pada kateter Intravena

Bakteri yang paling berperan dalam terjadinya infeksi intravena ialah stafilokokus

(S.aureus dan S.epidermidis), spesies klebsiela (klebsiela, enterobakter, dan

seratia), enterokokus dan pseudomonas aeruginosa.

Dalam Soedarmo, dkk, (2008) dapat disimpulkan bahwa gejala infeksi

nosokomial yang spesifik hanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan

khusus seperti pemeriksaan laboratorium. Secara umum gejala non-spesifik yang

dapat dilihat dari seseorang yang menderita infeksi nosokomial antara lain, yaitu:

1. Perubahan temperatur atau suhu tubuh (demam)

2. Diare atau mencret

3. Mual dan muntah

4. Pneumonia (flu, batuk, dan sebagainya

2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial Secara umum faktor yang mempengaruhi infeksi nosokomial terdiri atas 2

bagian besar, yaitu (Parhusip, 2005):

1. Faktor Endogen

Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri penderita, seperti:

a. Umur : bayi dan orang tua lebih beresiko terhadap infeksi nosokomial.

b. Penyakit penyerta dan kondisi-kondisi lokal seperti adanya luka terbuka.

c. Seseorang dengan daya tahan tubuh yang rendah beresiko mendapatkan

(31)

2. Faktor Eksogen

Merupakan faktor yang berasal dari luar diri penderita, seperti:

a. Lama penderita dirawat

Semakin lama penderita dirawat, resiko atau kecenderungan untuk terkena

infeksi nosokomial akan semakin besar.

b. Kelompok yang merawat

Tenaga kesehatan yang merawat selama di rumah sakit merupakan salah satu

faktor yang dapat menyebabkan seseorang terkena infeksi nosokomial.

c. Alat medis serta lingkungan

Alat-alat yang digunakan dan lingkungan dapat menjadi media transmisi

masuknya kuman pathogen penyebab infeksi nosokomial ke dalam tubuh

penderita.

2.2.4. Kelompok yang Beresiko

Menurut Zulkarnain (1996) dalam Sjaifoellah, dkk, (1996) adapun

kelompok yang beresiko mendapatkan infeksi nosokomial yaitu

1. Pasien

Seseorang yang mendapatkan perawatan di rumah sakit.

2. Petugas kesehatan

Dokter, perawat, maupun tenaga kesehatan lainnya yang berada di rumah sakit

(32)

3. Pengunjung atau penunggu paien

Seseorang atau sekelompok orang yang datang ke rumah sakit dengan tujuan

untuk melihat atau menjaga kerabat yang sedang menjalani perawatan di rumah

sakit.

2.3. Kewaspadaan Universal

2.3.1. Defenisi Kewaspadaan Universal

Defenisi kewaspadaan universal yang direkomendasikan oleh CDC Atlanta

(1988) dalam Zuidah (2007) adalah upaya pencegahan infeksi yang menitik beratkan

penyebaran melalui cairan tubuh, darah dan jaringan tubuh lainnya secara universal

tanpa memandang status infeksi pasien. CDC (1994) mendefenisikan kewaspadaan

universal sebagai upaya pencegahan infeksi di sarana kesehatan yang merupakan

kewaspadaan yang bersikap umum dan diterapkan pada semua pasien tanpa

memandang status diagnosisnya.

Depkes RI (2000) dalam Zuidah (2007) menyebutkan bahwa kewaspadaan

universal adalah merupakan salah satu upaya pengendalian infeksi di rumah sakit,

yang artinya kewaspadaan universal adalah pedoman untuk meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan dalam memenuhi standart

pencegahan infeksi guna meminimalkan resiko penularan penyakit kepada pasien dan

diri mereka sendiri. Rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan merupakan ujung

tombak pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayan preventif dan kuratif bagi

sebagian besar masyarakat Indonesia. Semua petugas kesehatan mulai dari dokter

hingga petugas kebersihan beresiko menularkan penyakit kepada pasien atau tertular

(33)

universal bisa mengurangi resiko penularan penyakit kepada petugas kesehatan dan

mencegah penyebaran penyakit melalui pelayanan kesehatan kepada masyarakat luas.

2.3.2. Alasan Dasar Penerapan Kewaspadaan Universal

Bagi masyarakat umum, sarana kesehatan merupakan tempat pemeliharaan

kesehatan. Pasien mempercayakan sepenuhnya kesehatan dirinya atau keluarganya

kepada petugas kesehatan. Maka kewajiban petugas kesehatan adalah menjaga

kepercayaan tersebut. Pelaksanaan kewaspadaan universal merupakan langkah

penting untuk menjaga sarana kesehatan. Sebagai tempat penyembuhan, bukan

menjadi sumber penyebab infeksi (Zuidah, 2007)

Bachroen (2000) dalam Zuidah (2007) menyebutkan bahwa berdasarkan

hasil survey tentang upaya pencegahan infeksi di puskesmas, masih ditemukannya

beberapa tindakan petugas yang potensial meningkatkan penularan penyakit kepada

diri mereka, pasien yang dilayani dan masyarakat luas, yakni: cuci tangan yang tidak

benar, penggunaan sarung tangan yang tidak tepat, penutupan kembali jarum suntik

secara tidak aman, pembuangan peralatan tajam secara tidak aman, teknik

dekontaminasi dan sterilisasi yang tidak tepat, serta praktek kebersihan ruangan yang

belum memadai. Hal tersebut dapat saja meningkatkan resiko petugas kesehatan

tertular karena tertusuk jarum atau terpajan darah/ cairan tubuh terinfeksi. Sementara

pasien dapat tertular melalui peralatan yang terkontaminasi atau menerima darah atau

(34)

2.3.3. Kegiatan Pokok Kewaspadaan Universal

Sejak AIDS dikenal, kebijakan baru yang bernama kewaspadaan universal

dikembangkan. Dalam sarana kesehatan (rumah sakit, puskesmas, praktik dokter, dan

sebagainya), penerapan kewaspadaan universal harus diterapkan secara penuh oleh

petugas pelayanan kesehatan.

CDC Atlanta (1987) dalam Zuidah (2007) menyebutkan bahwa prinsip

utama pencegahan infeksi pada pelayanan kesehatan adalah menjaga higiene

individu, higiene ruangan, dan sterilisasi instrument.

Larson & Lusk (1985) dan Leonard (1986) dalam Zuidah (2007) juga

mengemukakan kesalahan teknik mencuci tangan yang tidak tepat. Semua laporan

tersebut menekankan kurangnya pelajaran teknik mencuci tangan yang adekuat.

Larutan pencuci tangan kloreksidin terbukti merupakan metode yang praktis dan

mudah. Penurunan jumlah infeksi klabsiella merupakan bukti kuat bahwa tangan

berperan sebagai jalur utama transmisi infeksi nosokomial.

Zuidah (2007) menyebutkan bahwa ada beberapa hal penting yang perlu

diperhatikan dalam pelaksanaan kewaspadaan universal, yaitu:

a. Mencuci Tangan

Cuci tangan harus selalu dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah

melakukan tindakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung

lain untuk menghilangkan/ mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga

penyebaran penyakit dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan

harus dicuci sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. Cuci tangan tidak dapat

(35)

Ada tiga cara cuci tangan yang dilaksanakan sesuai kebutuhan, yaitu: 1).

cuci tangan higienik atau rutin, mengurangi kotoran dan flora yang ada di tangan

dengan menggunakan sabun atau detergen. 2). Cuci tangan aseptik, sebelum tindakan

aseptik pada pasien dengan menggunakan antiseptik. 3). Cuci tangan bedah (surgical

hand scrub), sebelum melakukan tindakan bedah cara aseptik dengan antiseptik dan

sikat steril.

b. Sarana Cuci Tangan

Air mengalir adalah sarana utama untuk cuci tangan dengan saluran

pembuangan atau bak penampung yang memadai. Dengan guyuran air mengalir

tersebut atau bak yang memadai, maka mikroorganisme yang terlepas karena gesekan

mikroorganisme atau kimiawi saat cuci tangan akan terhalau dan tidak menempel lagi

di permukaan kulit.

Sabun dan detergen, bahan tersebut tidak membunuh mikroorganisme tetapi

menghambat dan mengurangi jumlah mikroorganisme dengan jalan mengurangi

tegangan permukaan sehingga mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan

mudah terbawa oleh air. Jumlah mikroorganisme semakin berkurang dengan

meningkatnya frekuensi cuci tangan, namun di lain pihak dengan seringnya

menggunakan sabun atau detergen maka lapisan lemak kulit akan menghilang dan

membuat kulit menjadi kering dan pecah-pecah. Hilangnya lapisan lemak akan

memberi peluang untuk timbulnya kembali mikroorganisme.

Larutan antiseptik atau disebut juga antimikroba topikal, dipakai kulit atau

(36)

pada kulit. Antiseptik memiliki bahan kimia yang memungkinkan untuk digunakan

pada kulit dan selaput mukosa. Antiseptik memiliki keragaman dalam hal efektivitas.

Kulit manusia tidak dapat disterilkan. Tujuan yang ingin dicapai adalah

penurunan jumlah mikroorganisme pada kulit secara maksimal terutama kuman

transier.

Asepwandi (2008) menyebutkan bahwa beberapa jenis sabun ataupun

larutan desinfektan yang sering digunakan di rumah sakit antara lain yaitu :

1. Chlorhexidine Glukonat

Merupakan jenis desinfektan yang paling sering digunakan. Larutan pencuci

tangan jenis ini sangat praktis dan mudah digunakan karena tidak memerlukan

air sebagai pembilas.

2. Phenolic/ Fenol

Fenol merupakan zat kristal tak berwarna yang memiliki bau khas. Fenol

bersifat asam dan merupakan komponen utama pada antiseptik dagang.

3. Chloroxylenol

Merupakan komponen utama pada sabun anti bakteri seperti dettol.

4. Thymol

Thymol merupakan desinfektan yang berasal dari tanaman. Thymol sedikit

larut dalam air pada pH netral, tetapi sangat larut dalam alkohol. Thymol juga

memiliki toksisitas yang minimal pada manusia.

5. Ethanol/ Alkohol

Alkohol bukan merupakan jenis sabun desinfektan. Akan tetapi alkohol sering

(37)

sering dijumpai jenis handsanitiser yang salah satu kandungan utamanya

adalah alkohol.

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik menggunakan larutan pencuci

tangan yang mengandung Chlorhexydin Glukonat 0,5% dan berwarna merah muda.

c. Menggunakan Alat Pelindung

Alat pelindung tubuh digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir

petugas dari resiko pajanan urin dan semua jenis cairan tubuh, serta kulit yang luka,

yang akan mudah terpajan dan potensial terinfeksi. Indikasi pemakaian alat pelindung

disesuaikan dengan jenis pelindung tubuh yang dipakai dan tergantung pada jenis

tindakan atau kegiatan yang akan dikerjakan.

d. Pengelolaan Alat Kesehatan

Kejadian infeksi yang sering di sarana kesehatan salah satu faktor resikonya

adalah pengelolaan alat kesehatan atau cara dekontaminasi dan desinfeksi yang

kurang tepat. Meskipun tidak semua alat kesehatan yang digunakan dalam pelayanan

medis kepada pasien harus disterilkan, tetapi pengelolaannya harus dengan cara yang

benar dan tepat. Dalam hal ini harus diidentifikasi apakah alat perlu dicuci saja atau

didesinfeksi atau perlu disterilkan.

e. Desinfeksi Lokasi Tindakan

Desinfeksi adalah suatu proses untuk menghilangkan sebagian atau semua

(38)

2.4. Pengunjung atau Penunggu Pasien

Menurut Memon, BA, (2007) pengunjung atau penunggu pasien merupakan

salah satu penyebab utama terjadinya infeksi nosokomial. Berdasarkan hasil

pengamatan yang dilakukannya, seorang pasien yang sedang dirawat di rumah sakit

akan mendapat banyak kunjungan dari keluarga maupun kerabat. Kesadaran tentang

bahaya infeksi nosokomial yang masih rendah menyebabkan terjadinya infeksi

tersebut. Adapun beberapa hal yang sering dilakukan pengunjung yang beresiko

sebagai sumber maupun penyebab terjadinya infeksi nosokomial antara lain yaitu :

sepatu pengunjung yang berasal dari luar rumah sakit, tangan yang terkontaminasi

kuman dan bakteri, batuk atau bersin ketika berbicara dengan pasien, menggunakan

peralatan makan yang sama (piring, sendok, gelas) ketika berada di rumah sakit. Oleh

karena itu melindungi pasien dari infeksi adalah tanggung jawab semua orang,

termasuk pengunjung atau penunggu pasien.

2.4.1. Pencegahan Infeksi Nosokomial bagi Pengunjung atau Penunggu Pasien Berdasarkan NHS Foundation Trust (2009) dan Infection Prevention and

Control Team (2007) ada beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan

pengunjung atau penunggu pasien di rumah sakit, yaitu:

1. Membatasi jumlah orang yang datang berkunjung tidak lebih dari dua orang

untuk tiap pasien.

2. Tidak duduk di tempat tidur pasien.

3. Tidak membiarkan anak-anak di bawah usia 12 tahun bermain-main atau

(39)

4. Tidak menyentuh perban luka pasien baik yang kering ataupun basah, serta

perangkat yang terpasang pada pasien seperti kateter dan sebagainya.

5. Jika membawa makanan, pastikan bahwa pasien diperbolehkan untuk

mengkonsumsi makanan tersebut dan pastikan bahwa makanan tersebut dalam

keadaan baik serta terbungkus atau tertutup.

6. Tidak menggunakan perlatan makan dan mandi bersama-sama dengan pasien.

7. Tidak berkunjung ke rumah sakit ketika kondisi tubuh sedang tidak sehat,

misalnya : batuk, flu, dan sebagainya.

8. Bekerjasama dengan rumah sakit dalam hal menjaga kebersihan lingkungan

rumah sakit dengan membuang sampah pada tempat-tempat yang sudah

disediakan serta menjaga kebersihan dan kerapian lemari tempat penyimpanan

barang-barang pasien.

9. Kebersihan tangan tidak hanya penting bagi pasien dan petugas kesehatan, akan

tetapi bagi pengunjung juga. Mencuci tangan penting dilakukan sebelum dan

sesudah bersentuhan dengan pasien, alat-alat, dan lingkungan rumah sakit.

Mencuci tangan sebaiknya menggunakan air yang mengalir dan sabun yang

mengandung antiseptik atau desinfektan. Adapun waktu yang disarankan untuk

melakukan cuci tangan, yaitu:

a. Sebelum memasuki bangsal atau ruang perawatan

b. Setelah meninggalkan bangsal atau ruang perawatan

c. Setelah membantu atau mengurus pasien

(40)

10.Ikuti petunjuk mengenai tindakan pencegahan infeksi yang terdapat di rumah

sakit, terutama pada ruangan-ruangan khusus seperti : ruang isolasi, ICU, dan

sebagainya.

Jika pengunjung mengikuti tindakan pencegahan yang ada, maka angka

kejadian infeksi nosokomial dapat ditekan. Karena pada dasarnya pengendalian

infeksi nosokomial dapat dilakukan melalui tindakan pencegahan (Parhusip, 2005).

2.5. Konsep Perilaku 2.5.1. Batasan Perilaku

Menurut Notoadmodjo (2003) dari segi biologis, perilaku adalah suatu

kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Dengan kata

lain perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang dapat

diamati langsung seperti berbicara, berjalan, tertawa, dan sebagainya, maupun yang

tidak dapat diamati oleh pihak luar seperti berfikir, berfantasi, dan sebagainya.

Skinner dalam Notoadmodjo (2003) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon

atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

2.5.2. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap

stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan

kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan.

Seorang ahli bernama Becker dalam Notoadmodjo (2003) membuat

klasifikasi perilaku kesehatan menjadi tiga yaitu : perilaku hidup sehat, perilaku sakit,

(41)

1. Perilaku Hidup Sehat

Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya

atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya,

antara lain :

a. Makan dengan menu seimbang

b. Olahraga teratur

c. Tidak merokok

d. Tidak minum minuman keras dan narkoba

e. Istirahat cukup

f. Mengendalikan stress

g. Perilaku atau gaya hidup yang positif bagi kesehatan

2. Perilaku Sakit

Perilaku sakit mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit,

persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit,

pengobatan penyakit, dan sebagainya (Notoadmoadjo, 2003).

3. Perilaku Peran Sakit

Dari segi sosiologis, orang sakit (pasien) mempunyai peran, yang mencakup

hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Hak dan

kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain (terutama

keluarganya), yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit (the sick role).

(42)

a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.

b. Mengenal/ mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/ penyembuhan penyakit

yang layak.

Mengatahui hak (hak memperoleh perawatan, memperoleh pelayanan

kesehatan, dan sebagainya) serta kewajiban orang sakit (memberitahukan

penyakitnya kepada orang lain terutama kepada dokter dan petugas kesehatan,

tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain, dan sebagainya).

2.5.3. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku

Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2002), faktor-faktor yang

merupakan penyebab perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi

seperti pengetahuan, sikap, keyakinan, dan nilai, berkenaan dengan motivasi

seseorang bertindak. Faktor pemungkin atau faktor pendukung (enabling) perilaku

adalah fasilitas, sarana, atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi

terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Terakhir adalah faktor penguat seperti

keluarga, petugas kesehatan dan lain-lain.

1. Umur

Umur merupakan variable yang sangat penting dalam mempelajari masalah

kesehatan khususnya tehadap organ reproduksi bagi wanita, karena organ reproduksi

wanita sangat rentan terhadap gangguan kesehatan.

2. Pendidikan

Pendidikan diartikan sebagai suatu usaha, pengaruh, perlindungan dan

bantuan yang diberikan kepada anak, yang bertujuan kepada pendewasaan anak.

(43)

penyampaian bahan/materi pendidikan oleh pendidik guna mencapai perubahan

perilaku (tujuan).

3. Status Perkawinan

menurut Becker yang dikutip oleh Graeff (1996), seseorang melakukan

tindakan atau melakukan suatu perilaku tidak lepas dari peran pertimbangan keluatga

seperti anak dan suami.

4. Status Sosial Ekonomi

Menurut teori Green status sosial ekonomi seseorang juga menentukan

seseorang melakukan suatu tindakan. Berdasarkan status sosial ekonomi orang akan

memilih apa yang akan dilakukan. Menurut Sarwono (1997), seorang memilih dan

menentukan suatu keputusan untuk melakukan tindakan akan dipengaruhi oleh

ketersediaan biaya dimiliki

2.5.4. Domain Perilaku

Menurut Notoadmodjo (2003) meskipun perilaku adalah bentuk respons

atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun

dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor

lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama

bagi beberapa orang, namun respon tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang

membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku.

Di dalam Notoadmodjo (2003) dijelaskan bahwa Benyamin Bloom seorang

ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia ke dalam 3 (tiga) domain yaitu:

(44)

dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yaitu : pengetahuan

(knowledge), sikap (attitude), tindakan (practice).

1. Pengetahuan (Knowledge)

Defenisi pengetahuan menurut Notoadmodjo (2003) adalah hasil dari tahu

yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.

Pengetahuan yang ada pada diri manusia bertujuan untuk dapat menjawab

masalah kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan digunakan untuk menawarkan

berbagai kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat diibaratkan

sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan yang

dihadapi (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan mempunyai 6 tingkatan, yaitu :

a. Tahu, yaitu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali

(recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu’ merupakan tingkat

pengetahuan yang rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang tahu dapat

diukur dari kemampuan orang tersebut menyebutkannya, menguraikan dan

mendefinisikan.

b. Memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menguraikan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

(45)

harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, memyimpulkan, meramalkan,

terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi, yaitu diartikan sebagai kemampuan untuk memperguankan materi

yang telah dipelajari pada kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat

diartikan sebagai penggunakan hokum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam

konteks atau situasi lain.

d. Analisis, yaitu kemampuan untuk memjabarkan materi atau suatu objek ke

dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi

tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis, yaitu menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formalisasi dari formulasi-formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang

ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria – criteria yang telah ada.

2. Sikap (Attitude)

Menurut Zimbardo dan Ebbesen dalam Ahmadi (2007) sikap adalah suatu

predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) terhadap seseorang, ide atau objek yang

berisi komponen-komponen cognitive, affective, dan behavior. Menurut D. Krech

and Crutchfield dalam Ahmadi (2007) sikap adalah organisasi yang tetap dari proses

(46)

Secara umum dalam Ahmadi (2007) dapat disimpulkan bahwa sikap adalah

kesiapan merespons yang sifatnya positif atau negatif terhadap objek atau situasi

secara konsisten.

Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap dalam Ahmadi (2007)

ada dua hal, yaitu:

a. Faktor intern

Yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Faktor ini

berupa selectivity atau daya pulih seseorang untuk menerima dan mengolah

pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Pilihan terhadap pengaruh dari luar

itu biasanya disesuaikan dengan motif dan sikap di dalam diri manusia,

terutama yang menjadi minat perhatiannya. Misalnya : orang yang sangat haus

akan memperhatikan perangsang yang dapat menghilangkan hausnya itu dari

perangsang-perangsang yang lain.

b. Faktor ekstern

Yaitu faktor yang terdapat di luar pribadi manusia. Faktor ini berupa interaksi

sosial di luar kelompok.

Pembentukan dan perubahan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Sikap

terbentuk dalam hubungannya dengan suatu objek, orang, kelompok, lembaga, nilai,

melalui hubungan antara individu, hubungan di dalam kelompok, komunikasi surat

kabar, buku, poster, radio, televisi dan sebagainya, terdapat banyak kemungkinan

yang mempengaruhi timbulnya sikap. Lingkungan yang terdekat dengan kehidupan

sehari-hari banyak memiliki peranan. Keluarga yang terdiri dari orang tua, dan

(47)

Fungsi Sikap

Fungsi sikap dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu:

a. Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri

b. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku

c. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman

d. Sikap berfungsi sebagai alat pernyataan kepribadian

3. Tindakan (Practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan diperlukan

faktor-faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah

fasilitas. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari

pihak lain.

Tindakan mempunyai beberapa tingkatan, yaitu:

a. Persesi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek.

b. Respons Terpimpin (Guided Response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai.

c. Mekanisme (Mecanism)

Dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah

(48)

d. Adopsi (Adoption)

Suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya

tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan

tersebut.

2.6. Kerangka Konsep

                                     

Perilaku Keluarga Pasien tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit - Pengetahuan - Sikap - Tindakan Karakteristik keluarga pasien : - Umur

- Jenis Kelamin - Pendidikan - Pekerjaan - Suku

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif, untuk mengetahui

pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga pasien tentang pencegahan infeksi

nosokomial pada ruang kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap

Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A

dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik karena rawat

inap kelas III merupakan ruang rawat inap yang jumlah pasien rawatannya padat dan

banyak terdapat pengunjung dan keluarga pasien yang datang ke tempat itu. Selain itu

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik merupakan rumah sakit umum terbesar

di Propinsi Sumatera Utara yang menampung pasien dari berbagai daerah yang

mampu memberikan perawatan spesialistik dan subspesialistik yang luas sehingga

jenis penyakit yang terdapat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

bervariatif.

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik juga merupakan salah satu

rumah sakit yang memiliki Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di

Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 270/ Menkes/

SK/ III/ 2007 tentang Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di

(50)

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juli-September tahun 2010.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga dari seluruh pasien yang

dirawat pada ruang kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu

B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik yang sudah berusia 18 tahun atau

lebih yaitu yang sudah dianggap dewasa berdasarkan batas usia anak menurut

Undang-Undang RI No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dimana setiap

pasien diwakili oleh satu orang keluarga. Sementara itu jumlah keluarga pasien

dihitung berdasarkan jumlah tempat tidur pasien agar angkanya konstan (tidak

berkurang atau bertambah).

Adapun jumlah tempat tidur pada ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit

Umum Pusat Haji Adam Malik adalah :

1. Rawat Inap Terpadu (Rindu) A

a. Rawat Inap Terpadu (Rindu) A1 : 24 tempat tidur

b. Rawat Inap Terpadu (Rindu) A2 : 24 tempat tidur

c. Rawat Inap Terpadu (Rindu) A3 : 24 tempat tidur

d. Rawat Inap Terpadu (Rindu) A4 : 36 tempat tidur

e. Rawat Inap Terpadu (Rindu) A5 : 24 tempat tidur

2. Rawat Inap Terpadu (Rindu) B

a. Rawat Inap Terpadu (Rindu) B1 : 48 tempat tidur

(51)

c. Rawat Inap Terpadu (Rindu) B3 : 24 tempat tidur

d. Rawat Inap Terpadu (Rindu) B4 : 32 tempat tidur

Maka jumlah seluruh populasi adalah 308 orang.

3.3.2. Sampel

Adapun sampel dalam penelitian ini adalah jumlah sampel yang

dianggap mewakili populasi diperoleh dengan rumus yang dikutip dari

Notoadmodjo (2005)

dimana : 

N = besar populasi

n = besar sampel

d = tingkat kepercayaan/ ketepatan yang diinginkan

Maka

 

orang

Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah sampel yang akan diambil dalam

penelitian ini minimal sebanyak 75 orang.

Untuk pengambilan jumlah sampel di tiap-tiap ruangan dilakukan dengan

cara proporsional sampling karena responden dari penelitian ini terdiri dari dua

kelompok besar yaitu Rawat Inap Terpadu (Rindu) A dan Rawat Inap Terpadu

(Rindu) B yang masing-masing kelompok terbagi lagi menjadi kelompok-kelompok

(52)

Rindu A1, Rindu A2, Rindu A3, Rindu A4, dan Rindu A5. Sedangkan untuk Rawat

Inap Terpadu (Rindu) B terbagi menjadi 4 kelompok kecil yaitu Rindu B1. Rindu B2,

Rindu B3, dan Rindu B4. Dari perbandingan jumlah sampel yang dibutuhkan dengan

jumlah populasi, diperoleh sampel fraction dengan rumus :

      

Maka sampel dalam penelitian ini untuk masing-masing ruangan yaitu :

1. Rawat Inap Terpadu (Rindu) A

a. Rawat Inap Terpadu A1 : 24 x 24,35% = 6 sampel

b. Rawat Inap Terpadu A2 : 24 x 24,35% = 6 sampel

c. Rawat Inap Terpadu A3 : 24 x 24,35% = 6 sampel

d. Rawat Inap Terpadu A4 : 36 x 24,35% = 9 sampel

e. Rawat Inap Terpadu A5 : 24 x 24,35% = 6 sampel

2. Rawat Inap Terpadu (Rindu) B

a. Rawat Inap Terpadu B1 : 48 x 24,35% = 12 sampel

b. Rawat Inap Terpadu B2 : 72 x 24,35% = 18 sampel

c. Rawat Inap Terpadu B3 : 24 x 24,35% = 6 sampel

d. Rawat Inap Terpadu B4 : 32 x 24,35% = 8 sampel

Berdasarkan hasil perhitungan sample fraction, maka diperoleh jumlah

(53)

3.4. Teknik Pengambilan Sampel

Untuk mengambil 77 sampel tersebut, maka dilakukan dengan cara random

sampling, dimana sampel yang diambil adalah keluarga dari pasien ruang kelas III

Instalasi Ruang rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit

Umum Pusat Haji Adam Malik yang sudah berusia 18 tahun yang diambil secara

acak pada keluarga dari pasien yang terlebih dahulu diberi penomoran yang diperoleh

dari pasien yang dirawat selama bulan Agustus 2010.

3.5. Metode Pengumpulan Data 3.5.1. Data Primer

Data primer yang diperlukan diperoleh dari observasi langsung ke lapangan

dan mengadakan wawancara kepada responden dengan menggunakan kuesioner yang

telah dipersiapkan mencakup pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga pasien

tentang pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit.

3.5.2. Data Sekunder

Data sekunder mengenai Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Pusat Haji

Adam Malik diperoleh dengan cara mengambil data yang ada dari Bagian Tata Usaha

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Untuk data tentang Komite Pencegahan

dan Pengenda

Gambar

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik pada Ruang Kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Tahun 2010
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial pada Ruang Kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Tahun 2010
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial pada Ruang Kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Tahun 2010
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tindakan Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial pada Ruang Kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Tahun 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap mahasiswa D-III keperawatan yang sedang menjalani praktik terhadap pencegahan infeksi

Pengendalian dan Pencegahan Infeksi (PPI) adalah tindakan yang harus dipatuhi oleh perawat untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi nosokomial yang bisa menyebar dari

Pengendalian dan Pencegahan Infeksi (PPI) adalah tindakan yang harus dipatuhi oleh perawat untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi nosokomial yang bisa menyebar dari

WHO (2004) faktor yang berhubungan dengan kejadian infeksi nosokomial adalah tindakan invasif yang dapat menembus barier, contohnya pemasangan infus,

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian edukasi pencegahan dan pengendalian infeksi yang dilakukan perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Haji Adam

Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tambahan kepada mahasiswa mengenai bagaimana edukasi pencegahan dan pengendalian infeksi yang dilakukan perawat di ruang rawat

Sebagian besar praktik perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial mendapat skor tinggi meskipun sikap perawat sebagian besar skor rendah, hal ini disebabkan

Hasil uji chi square, diperoleh tidak ada hubungan yang signifikan antara kepemimpinan efektif kepala ruangan dengan tindakan pencegahan infeksi nosokomial perawat pelaksana dalam