PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN KELUARGA PASIEN TENTANG PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL PADA RUANG KELAS III INSTALASI RAWAT INAP TERPADU A DAN RAWAT INAP
TERPADU B RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK TAHUN 2010
SKRIPSI
Oleh :
IKA LAILA AFIFAH NIM. 081000235
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :
PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN KELUARGA PASIEN TENTANG PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL PADA RUANG KELAS III INSTALASI RAWAT INAP TERPADU A DAN RAWAT INAP
TERPADU B RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK TAHUN 2010
Oleh :
IKA LAILA AFIFAH NIM. 081000235
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 28 September 2010 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Tim Penguji
Ketua Penguji Penguji I
dr. Taufik Ashar, MKM dr. Devi Nuraini Santi, Mkes NIP.197803312003121001
NIP.197002191998022001
Penguji II Penguji III
Ir. Indra Chahaya S, MSi dr. Surya Dharma, MPH
NIP.196811011993032005 NIP.195804041987021001
Medan, Oktober 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan
ABSTRAK
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi 3x24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit dan bukan merupakan bawaan dari infeksi sebelumnya. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, pembahasan mengenai infeksi nosokomial tidak lagi hanya tentang pasien, tetapi juga petugas kesehatan dan keluarga pasien. Keluarga pasien merupakan pihak yang akan selalu berada di rumah sakit. Beberapa perilaku mereka selama berada di rumah sakit, beresiko menimbulkan infeksi terhadap pasien maupun mereka sendiri.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga pasien tentang pencegahan infeksi nosokomial pada ruang kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.
Penelitian ini merupakan penelitian survei bersifat deskriptif yang dilakukan pada keluarga dari pasien yang dirawat pada ruang rawat inap kelas III, dengan sampel berjumlah 77 orang. Data primer dari penelitian ini diperoleh dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner tentang gambaran pengetahuan, sikap, tindakan tentang pencegahan infeksi di rumah sakit. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisa serta disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden berada pada kategori kurang yaitu sebanyak 56 orang (72,73%), sikap responden berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 39 orang (50,65%), dan tindakan responden berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 38 orang (49,35%).
Berdasarkan penelitian ini disarankan agar dilaksanakan suatu upaya edukasi dan penyadaran tentang pentingnya pencegahan infeksi di rumah sakit, bekerjasama dalam menjaga kebersihan lingkungan rumah sakit, serta pengawasan terhadap kebijakan yang terkait dengan Pencegahan dan Pengendalian infeksi di rumah sakit.
ABSTRAC
Nosocomial infection is an infection that occur in 3x24 hours after patient entrance in the hospital and not from the infection before. With a long the progress of knowledge, the discussions about nosocomial infection were not only about the patient, but also hospital officials and the family of the patient (visitor). Visitor is a part that will be able in the hospital. Some of their behaviour when they were in the hospital, can became a risk that makes an infection to the patient and them self.
This research was done to know the descriptions of knowledge, attitude and practice of the visitor about prevention of nosocomial infection in class III room Integrated Inpatient A and Integrated Inpatient B Installation of Center General Hospital Haji Adam Malik.
This research was a descriptive survey wich was done to the visitor from the patient who was caring in the class III room, with 77 of samples. Primary data from this research was gotten by interview that using questionnaire of the descriptions of knowledge, attitude and practice about prevention of nosocomial infection in the hospital. The data wich was taken then was processed, analysed and presented in distribution of frequenty table.
The result of this research reported that the stage knowledge of respondence was in less category that contain 56 person (72,73%), attitude of the respondence was in middle of category that contain 39 person (50,65%), and practice of respondence was in middle of category that contain 38 person (49,35%).
Based on this research suggest for an education programme and awareness about the important of prevention nosocomial infection in the hospital, cooperating in keeping sanitation of the hospital, and also supervision of the policy about prevention and controller infection of the hospital.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Keluarga Pasien
Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial Pada Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Propinsi Sumatera Utara Tahun 2010.
Proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan semua pihak yang
telah turut serta membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan
yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada
dr. Taufik Ashar, MKM dan dr. Devi Nuraini Santi, MKes selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan saran dan
bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Ir. Indra Chahaya, M.Si selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan
dan Dosen Pembimbing Akademik
3. Seluruh dosen dan staf pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
4. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan serta doa
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu penulis sangat mengaharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Semoga skripsi ini memberikan semangat bagi kita semua.
Medan, September 2010
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ... i
ABSTRAK ... ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan ... 5
1.3.1. Tujuan Umum ... 5
1.3.2. Tujuan Khusus ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Rumah Sakit ... 7
2.1.1. Defenisi Rumah Sakit ... 7
2.1.2. Tugas Rumah Sakit ... 8
2.1.3. Fungsi Rumah Sakit ... 8
2.1.4. Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah ... 10
2.1.5. Ketentuan Umum ... 11
2.1.6. Jenis Perawatan di Rumah Sakit ... 12
2.2. Infeksi Nosokomial ... 13
2.2.1. Defenisi Infeksi Nosokomial ... 13
2.2.2. Mikroorganisme Penyebab Infeksi Nosokomial ... 14
2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial ... 16
2.2.4 Kelompok yang Beresiko ... 17
2.3. Kewaspadaan Universal ... 18
2.3.1. Defenisi Kewaspadaan Universal ... 18
2.3.2. Alasan Dasar Penerapan Kewaspadaan Universal ... 19
2.3.3. Kegiatan Pokok Kewaspadaan Universal ... 20
24. Pengunjung atau Penunggu Pasien ... 24
2.4.1. Pencegahan Infeksi Nosokomial Bagi Pengunjung atau Penunggu Pasien ... 24
2.5. Konsep Perilaku ... 26
2.5.1. Batasan Perilaku ... 26
2.5.2. Perilaku Kesehatan ... 26
2.5.3. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku ... 28
2.5.4. Domain Perilaku ... 29
BAB III METODE PENELITIAN ... 35
3.1. Jenis Penelitian ... 35
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 35
3.2.2. Waktu Penelitian ... 36
3.3. Populasi dan Sampel ... 36
3.3.1. Populasi ... 36
3.3.2. Sampel ... 37
3.4. Teknik Pengambilan Sampel ... 39
3.5. Metode Pengumpulan Data ... 39
3.5.1. Data Primer ... 39
3.5.2. Data Sekunder ... 39
3.6. Defenisi Operasional ... 40
3.7. Aspek Pengukuran ... 41
3.8. Teknik Pengolahan Data ... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 44
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 44
4.1.1. Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik ... 45
4.1.2. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik ... 45
4.2. Data Umum Responden ... 49
4.2.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik ... 49
4.3. Data Perilaku Responden ... 50
4.3.1. Pengetahuan Responden ... 50
4.3.2. Sikap Responden ... 51
4.3.3. Tindakan Responden ... 53
4.4. Hasil Penilaian Pengetahuan, Sikap dan Tindakan ... 55
4.5. Tabel Silang ... 55
4.5.1. Tabel Silang Pendidikan, Pekerjaan, dan Sumber Informasi dengan Pengetahuan ... 56
4.5.2. Tabel Silang Pengetahuan dengan Sikap ... 59
4.5.3. Tabel Silang Pengetahuan dengan Tindakan ... 60
BAB V PEMBAHASAN ... 61
5.1. Karakteristik Responden ... 61
5.2. Pengetahuan Responden Tentang Pencegahan Infeksi di Rumah Sakit ... 62
5.3. Sikap Responden Tentang Pencegahan Infeksi di Rumah Sakit ... 64
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 68 6.1. Kesimpulan ... 68 6.2. Saran ... 69
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik pada Ruang Kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Tahun 2010 ………... 49
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial pada Ruang Kelas III
Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Tahun 2010 ………... 51
Tabel 4.3.Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Sikap
Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial pada Ruang Kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Tahun 2010 ……… 52
Tabel 4.4.Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tindakan
Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial pada Ruang Kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Tahun 2010 ……… 54
Tabel 4.5.Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial pada
Ruang Kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Tahun 2010 ……… 55
Tabel 4.6. Tabel Silang Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan Responden pada Ruang Kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Tahun 2010 ……….56
Tabel 4.8. Tabel Silang Sumber Informasi dengan Tingkat Pengetahuan Responden pada Ruang Kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Tahun 2010 ………58
Tabel 4.9. Tabel Silang Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Responden pada Ruang Kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Tahun 2010 ………. 59
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Keluarga Pasien Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial pada Ruang Kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Tahun 2010.
Lampiran 2. Master Data Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Keluarga Pasien Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial pada Ruang Kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Tahun 2010.
Lampiran 3. Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H.Adam Malik tentang Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RSUP H.Adam Malik
Lampiran 4. Leaflet Infeski Nosokomial dari Instalasi PKRMS RSUP H.Adam Malik
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian
ABSTRAK
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi 3x24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit dan bukan merupakan bawaan dari infeksi sebelumnya. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, pembahasan mengenai infeksi nosokomial tidak lagi hanya tentang pasien, tetapi juga petugas kesehatan dan keluarga pasien. Keluarga pasien merupakan pihak yang akan selalu berada di rumah sakit. Beberapa perilaku mereka selama berada di rumah sakit, beresiko menimbulkan infeksi terhadap pasien maupun mereka sendiri.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga pasien tentang pencegahan infeksi nosokomial pada ruang kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.
Penelitian ini merupakan penelitian survei bersifat deskriptif yang dilakukan pada keluarga dari pasien yang dirawat pada ruang rawat inap kelas III, dengan sampel berjumlah 77 orang. Data primer dari penelitian ini diperoleh dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner tentang gambaran pengetahuan, sikap, tindakan tentang pencegahan infeksi di rumah sakit. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisa serta disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden berada pada kategori kurang yaitu sebanyak 56 orang (72,73%), sikap responden berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 39 orang (50,65%), dan tindakan responden berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 38 orang (49,35%).
Berdasarkan penelitian ini disarankan agar dilaksanakan suatu upaya edukasi dan penyadaran tentang pentingnya pencegahan infeksi di rumah sakit, bekerjasama dalam menjaga kebersihan lingkungan rumah sakit, serta pengawasan terhadap kebijakan yang terkait dengan Pencegahan dan Pengendalian infeksi di rumah sakit.
ABSTRAC
Nosocomial infection is an infection that occur in 3x24 hours after patient entrance in the hospital and not from the infection before. With a long the progress of knowledge, the discussions about nosocomial infection were not only about the patient, but also hospital officials and the family of the patient (visitor). Visitor is a part that will be able in the hospital. Some of their behaviour when they were in the hospital, can became a risk that makes an infection to the patient and them self.
This research was done to know the descriptions of knowledge, attitude and practice of the visitor about prevention of nosocomial infection in class III room Integrated Inpatient A and Integrated Inpatient B Installation of Center General Hospital Haji Adam Malik.
This research was a descriptive survey wich was done to the visitor from the patient who was caring in the class III room, with 77 of samples. Primary data from this research was gotten by interview that using questionnaire of the descriptions of knowledge, attitude and practice about prevention of nosocomial infection in the hospital. The data wich was taken then was processed, analysed and presented in distribution of frequenty table.
The result of this research reported that the stage knowledge of respondence was in less category that contain 56 person (72,73%), attitude of the respondence was in middle of category that contain 39 person (50,65%), and practice of respondence was in middle of category that contain 38 person (49,35%).
Based on this research suggest for an education programme and awareness about the important of prevention nosocomial infection in the hospital, cooperating in keeping sanitation of the hospital, and also supervision of the policy about prevention and controller infection of the hospital.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Siregar (2004) menyebutkan bahwa rumah sakit adalah suatu organisasi
yang kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan
difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi
dan menangani masalah medik modern, yang semuanya terikat bersama-sama dalam
maksud yang sama, untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik. Dulu
rumah sakit dianggap hanya sebagai suatu tempat penderita ditangani. Sekarang ini
rumah sakit adalah lembaga komunitas yang merupakan instrument masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 147/
MENKES/ PER/ I/ 2010 tentang perizinan rumah sakit disebutkan bahwa rumah sakit
adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat.
Usaha pemerintah dalam pelayanan kuratif diantaranya adalah melalui
rumah sakit. Rumah sakit juga sebagai pusat pelayanan masyarakat yang dituntut
kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pelayanan dan pendidikan kesehatan
bagi masyarakat. Rumah sakit tidak hanya memberikan pelayanan tetapi juga
menerima interaksi bahan infektif yang dikenal sebagai infeksi nosokomial (Zuidah,
2007).
Roper (1987) dalam Zuidah (2007) menyebutkan bahwa infeksi nosokomial
adalah infeksi yang timbul pada pasien yang sudah dirawat minimal selama 72 jam
dan tidak ada gejala infeksi tersebut pada saat pasien masuk rumah sakit. Beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa infeksi nosokomial merupakan salah satu
penyebab : kenaikan angka kesakitan dan angka kematian di rumah sakit, bertambah
lamanya hari rawatan, serta biaya yang dikeluarkan penderita dan rumah sakit
bertambah.
Pokak, J.D. (2004) dalam Khai, Jong (2006) menyebutkan bahwa
berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) angka prevalens infeksi
nosokomial 11,8% pada daerah timur Meditterranean dan pada daerah Asia Tenggara
sebesar 10% . Sedangkan menurut laporan Center for Disease Control and
Prevention (CDC) angka prevalens infeksi nosokomial di rumah sakit Amerika
mengalami presentase kenaikan sebesar 37% sejak tahun 1975-1998. Hal ini
menghabiskan dana sebesar 4,5 miliar dolar Amerika dengan angka prevalen 5-10%.
Murniati, D. (2004) dalam Khai, Jong (2006) menyebutkan bahwa Point
Prevalence Survey Nosocomial Infection di sepuluh rumah sakit umum pendidikan di
Indonesia pada tahun 1987 yang dilaksanakan oleh Subdit Surveilans Direktorat
Jenderal PPM & PL, menunjukkan angka prevalens infeksi nosokomial cukup tinggi
yaitu 9,8% rentang (6-16%). Selanjutnya rumah sakit khusus penyakit infeksi Prof.
Dr. Sulianti Suroso bekerja sama dengan Perdalin Jaya telah melakukan Point
Prevalence Survey Nosocomial di sebelas rumah sakit di Jakarta diperoleh angka
nosokomial, yaitu luka operasi (18,9%), infeksi saluran kemih (15,1%), infeksi aliran
darah primer (26,4%), pneumonia (24,5%), infeksi saluran nafas lain (15,1%).
Oleh karena itu perlu diperhatikan agar populasi yang sehat tidak menjadi
sakit, yang sakit tidak menjadi lebih sakit, tetapi sembuh. Berdasarkan hal yang telah
disebutkan sebelumnya, maka diperlukan suatu usaha untuk mencegah terjadinya
infeksi nosokomial. Berdasarkan S.K. Menteri Kesehatan No. 49-1/PD.03.02.E1.
tahun 1990, tentang Pertemuan Penyusunan Pedoman Sistem Surveilans Rumah
Sakit, telah disusun pedoman untuk surveilans rumah sakit, yang dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya penyakit nosokomial dengan memutuskan rantai penularan.
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, maka pembahasan
mengenai infeksi nosokomial tidak lagi hanya difokuskan pada pasien yang mendapat
perawatan di rumah sakit. Akan tetapi juga kepada orang-orang yang berada di
lingkungan rumah sakit tersebut. Zulkarnain (1996) dalam Sjaifoellah, dkk (1996)
menyebutkan bahwa ada tiga kelompok yang beresiko terkena dan menularkan
infeksi nosokomial, yaitu : pasien, petugas kesehatan, dan pengunjung atau penunggu
pasien.
Pengunjung atau penunggu pasien merupakan pihak yang akan sering
berada di lingkungan rumah sakit dan kontak dengan pasien yang merupakan
keluarganya. Berdasarkan pengamatan Memon (2007) disebutkan bahwa seorang
pasien yang sedang mendapatkan perawatan di rumah sakit akan mendapat banyak
kunjungan dari keluarga maupun kerabat. Beberapa perilaku keluarga pasien ketika
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik merupakan rumah sakit tipe A
dimana rumah sakit tersebut mampu memberikan pelayanan spesialis dan
subspesialis luas. Rumah sakit tersebut juga merupakan rumah sakit rujukan dimana
pasien-pasien yang berasal dari berbagai daerah dikirim dan mampu menampung
pasien dalam jumlah yang besar dengan jenis penyakit yang bervariatif. Selain jumlah
pasien yang banyak, jumlah keluarga pasien baik yang menjenguk maupun yang
menunggu pasien juga cukup banyak, bahkan lebih banyak dari jumlah pasien yang
mendapat perawatan. Hal ini dikarenakan belum adanya pembatasan jumlah keluarga
pasien yang berkunjung ke rumah sakit. Selain itu beberapa perilaku keluarga pasien
yang berkunjung ke Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik beresiko sebagai
sumber atau penyebab infeksi nosokomial di rumah sakit.
Adapun beberapa perilaku keluarga pasien yang dapat dilihat di Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik yang beresiko menjadi sumber maupun
penyebab terjadinya infeksi nosokomial anatara lain, yaitu : berkunjung ke rumah
sakit beramai-ramai, duduk bahkan tidur di tempat tidur pasien dan sering dijumpai
keluarga pasien yang tidur di bawah tempat tidur pasien dengan menggunakan tikar
sebagai alas, membawa anak berusia di bawah 12 tahun ketika berkunjung ke rumah
sakit, menggunakan peralatan makan dan mandi yang sama dengan pasien, serta tetap
berkunjung ke rumah sakit dan berbicara kepada pasien ketika sedang batuk dan flu.
Kesadaran yang masih rendah tentang bahaya infeksi nosokomial
menyebabkan resiko kejadian infeksi nosokomial semakin besar. Oleh karena itu,
pasien agar dapat melindungi dirinya dan keluarganya yang sedang mendapatkan
perawatan di rumah sakit dari bahaya infeksi nosokomial.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka penulis melakukan penelitian
tentang “Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Keluarga Pasien Tentang Pencegahan
Infeksi Nosokomial Pada Ruang Kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat
Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Tahun 2010”
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan sebelumnya, rendahnya
kesadaran keluarga pasien tentang bahaya infeksi nosokomial menyebabkan resiko
kejadian infeksi nosokomial semakin besar tidak hanya bagi pasien, tetapi juga bagi
keluarga pasien yang berada di lingkungan rumah sakit.
Oleh karena itu maka dianggap perlu untuk melakukan penelitian mengenai
Pengetahuan, Sikap dan Tindakan keluarga pasien tentang pencegahan infeksi
nosokomial di rumah sakit.
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Keluarga
Pasien Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial Pada Ruang Kelas III Instalasi
Rawat Inap Tepadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji
1.3.2. Tujuan khusus
1. Mengetahui gambaran karakteristik (nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, suku, dan sumber informasi) keluarga pasien pada ruang kelas III
Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Tahun 2010.
2. Untuk mengetahui pengetahuan keluarga pasien tentang pencegahan infeksi
nosokomial.
3. Untuk mengetahui sikap keluarga pasien tentang pencegahan infeksi nosokomial.
4. Untuk mengetahui tindakan keluarga pasien tentang pencegahan infeksi
nosokomial.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapakan dapat menjadi bahan masukan bagi keluarga
pasien pada ruang kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap
Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik melalui Instalasi PKRMS
(Penyuluhan Kesehatan Masyarakat)nya agar keluarga pasien dapat terhindar dari
infeksi nosokomial dan juga mencegah bertambahnya resiko kejadian infeksi
nosokomial pada pasien yang sedang menjalani perawatan.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pihak Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik agar dapat melaksanakan promosi
pencegahan infeksi nosokomial bagi keluarga pasien di rumah sakit.
3. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi penelitian selanjutnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rumah Sakit
2.1.1. Defenisi Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.23 tahun 1992,
tentang kesehatan dalam Siregar (2004), rumah sakit adalah salah satu dari sarana
kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap
kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan
diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan.
Secara umum menurut Lea and Febinger (1986) dalam Siregar (2004)
disebutkan bahwa rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan
gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan
personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik
modern, yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk
2.1.2. Tugas Rumah Sakit
Pada umumnya tugas rumah sakit ialah menyediakan keperluan untuk
pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor: 983/ Menkes/ SK/ XI/ 1992, tugas rumah sakit umum
adalah melaksanakan upaya kesehatan secara daya guna dan berhasil guna dengan
mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara
serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan
rujukan. (Siregar, 2004)
2.1.3. Fungsi Rumah Sakit
Dalam Siregar (2004) disebutkan bahwa rumah sakit memiliki berbagai
fungsi, yaitu:
1. Pelayanan Penderita
Pelayanan penderita yang langsung di rumah sakit terdiri atas pelayanan medis,
pelayanan farmasi, dan pelayanan keperawatan. Di samping itu, untuk
mendukung pelayanan medis, rumah sakit juga mengadakan pelayanan berbagai
jenis laboratorium.
2. Pendidikan dan Pelatihan
a. Pendidikan dan pelatihan profesi kesehatan, yang mencakup dokter, apoteker,
perawat, pekerja sosial pelayanan medik, personel rekam medik, teknisi
sinar-X, dan laboratorium, teknologi medik, terapis pernafasan, terapis fisik,
b. Pendidikan dan/ atau pelatihan penderita, merupakan suatu fungsi rumah sakit
yang penting dalam suatu lingkup yang jarang disadari oleh masyarakat. Hal
ini mencakup pendidikan umum bagi anak-anak yang terikat pada
hospitalisasi jangka panjang; pendidikan khusus dalam bidang
rehabilitasi-psikiatri, sosial, fisik, dan okupasional; pendidikan khusus dalam perawatan
kesehatan, misalnya mendidik penderita diabetes atau penderita kelainan
jantung untuk merawat penyakitnya. Pendidikan tentang obat sangat penting
diberikan kepada penderita, untuk peningkatan kepatuhan, mencegah
penyalahgunaan obat, dan untuk meningkatkan hasil terapi yang optimal
dengan penggunaan obat yang sesuai dan tepat.
3. Penelitian
Rumah sakit melakukan suatu fungsi vital untuk dua maksud utama, yaitu
memajukan pengetahuan medik tentang penyakit dan peningkatan atau perbaikan
pelayanan rumah sakit. Kedua maksud tersebut ditujukan pada tujuan dasar dari
pelayanan kesehatan yang lebih baik bagi penderita.
4. Kesehatan Masyarakat
Tujuan utama dari fungsi rumah sakit keempat yang relatif baru ini ialah
membantu komunitas dalam mengurangi timbulnya kesakitan (illness) dan
meningkatkan kesehatan umum penduduk. Contoh kegiatan kesehatan masyarakat
adalah hubungan kerja yang erat dari rumah sakit yang mempunyai bagian
kesehatan masyarakat untuk penyakit menular; partisipasi dalam program deteksi
program inokulasi masyarakat, seperti terhadap influenza dan poliomyelitis, dan
lain-lain.
5. Pelayanan Rujukan Upaya Kesehatan
Adalah suatu upaya pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan
tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah yang timbul, baik secara
vertikal maupun secara horizontal kepada pihak yang mempunyai fasilitas yang
lebih lengkap dan mempunyai kemampuan lebih tinggi.
2.1.4. Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 983/ Menkes/ SK/
XI/ 1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum dalam Siregar (2004)
disebutkan bahwa Rumah Sakit Umum Pemerintah Pusat dan Daerah diklasifikasikan
menjadi Rumah Sakit Umum kelas A, B, C, dan kelas D. Klasifikasi tersebut
didasarkan pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik, dan peralatan.
1. Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dan subspesialistik luas.
2. Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan
subspesialistik terbatas.
3. Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.
4. Rumah Sakit Umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
2.1.5. Ketentuan Umum
Beberapa ketentuan yang penting dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor: 983/ Menkes/ SK/ XI/ 1992 ialah:
1. Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan
yang bersifat dasar, spesialistik, dan subspesialistik.
2. Rumah Sakit Umum Pemerintah adalah rumah sakit umum milik pemerintah baik
Pusat, Daerah, Departemen Pertahanan dan Keamanan, maupun Badan Usaha
Milik Negara.
3. Rumah Sakit Pendidikan adalah rumah sakit umum pemerintah kelas A dan B
yang digunakan sebagai tempat pendidikan tenaga medik oleh fakultas
kedokteran.
4. Klasifikasi rumah sakit umum adalah pengelompokan rumah sakit umum
berdasarkan pembedaan tingkatan menurut kemampuan pelayanan kesehatan
yang dapat disediakan.
5. Pelayanan medik spesialistik dasar adalah pelayanan medik spesialistik penyakit
dalam, kebidanan dan penyakit kandungan, bedah dan kesehatan anak.
6. Pelayanan medik spesialistik luas adalah pelayanan medik spesialistik luas,
ditambah dengan pelayanan spesialistik telinga, hidung, dan tenggorok, mata,
saraf, jiwa, kulit dan kelamin, jantung, paru, radiologi, anastesi, rehabilitasi
medik, patologi klinis, patologi anatomi, dan pelayanan spesialistis lain sesuai
dengan kebutuhan.
7. Pelayanan medik subspesialistik luas adalah pelayanan subspesialistik di setiap
8. Rumah sakit swadana adalah rumah sakit milik pemerintah yang diberi wewenang
untuk menggunakan penerimaan fungsional secara langsung.
2.1.6. Jenis Perawatan di Rumah Sakit
Dalam Siregar (2004) disebutkan bahwa jenis perawatan di rumah sakit
terdiri atas :
1. Perawatan Penderita Rawat Tinggal
Dalam perawatan penderita di rumah sakit ada lima unsur tahap pelayanan, yaitu:
a. Perawatan Intensif. Adalah perawatan bagi penderita kesakitan hebat yang
memerlukan pelayanan khusus selama waktu kritis kesakitannya atau lukanya,
suatu kondisi apabila ia tidak mampu melakukan kebutuhannya sendiri. Ia
dirawat dalam ruang perawatan intensif oleh staf medik dan perawat khusus.
b. Perawatan Intermediet, adalah perawatan bagi penderita setelah kondisi fisik
membaik, yang dipindahkan dari ruang perawatan intensif ke ruang perawatan
biasa. Perawatan intermediet merupakan bagian terbesar dari jenis perawatan
di kebanyakan rumah sakit.
c. Perawatan Swarawat, adalah perawatan yang dilakukan penderita yang dapat
merawat diri sendiri, yang datang ke rumah sakit untuk maksud diagnostik
saja atau penderita yang kesehatannya sudah cukup pulih dari kesakitan
intensif atau intemediet, dapat tinggal dalam suatu unit perawatan sendiri
d. Perawatan Kronis, adalah perawatan penderita dengan kesakitan atau
ketidakmampuan jasmani jangka panjang. Mereka dapat tinggal dalam bagian
rumah sakit atau dalam fasilitas perawatan tambahan atau rumah perawatan
yang juga dapat dioperasikan rumah sakit.
e. Perawatan Rumah, adalah perawatan penderita di rumah yang dapat
menerima layanan seperti biasa tersedia di rumah sakit, di bawah suatu
program yang disponsori oleh rumah sakit.
2. Perawatan Penderita Rawat Jalan
Perawatan ini diberikan kepada penderita melalui klinik, yang menggunakan
fasilitas rumah sakit tanpa terikat secara fisik di rumah sakit. Mereka datang ke
rumah sakit untuk pengobatan atau untuk diagnosis, atau datang sebagai kasus
darurat.
2.2. Infeksi Nosokomial
2.2.1. Defenisi Infeksi Nosokomial
Istilah infeksi nosokomial berasal dari kata Greek nosos (penyakit) dan
komeion (merawat). Nosocomion (atau menurut Latin, nosocomium) merupakan arti
rumah sakit. Secara umum defenisi infeksi nosokomial yang telah disepakati yaitu
setiap infeksi yang didapat selama perawatan di rumah sakit, tetapi bukan timbul
ataupun pada stadium inkubasi pada saat masuk dirawat di rumah sakit, atau
merupakan infeksi yang berhubungan dengan perawatan di rumah sakit sebelumnya
Menurut Centre for Disease Control and Prevention (1998) dalam
Soedarmo, dkk (2008), suatu infeksi didapatkan di rumah sakit apabila:
1. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda
klinis dari infeksi tersebut.
2. Tanda-tanda klinis infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya setelah 3x24
jam sejak mulai perawatan.
3. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa dari infeksi sebelumnya.
4. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi dan terbukti
infeksi didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang
lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993, infeksi
dikatakan didapat di rumah sakit apabila:
1. Pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda/ gejala atau tidak dalam masa
inkubasi infeksi tersebut.
2. Infeksi terjadi 3x24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit, atau
3. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang
berbeda dari mikroorganisme pada saat masuk rumah sakit atau mikroorganisme
penyebab sama tetapi lokasi infeksi berbeda.
2.2.2. Mikroorganisme Penyebab Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial dapat disebabkan oleh mikroorganisme pathogen
(bakteri, virus, fungi, dan protozoa). Sering disebabkan oleh bakteri yang berasal dari
flora endogen pasien sendiri. Faktor-faktor seperti pengobatan dengan antibiotik, uji
flora endogen pasien selama dirawat. Beberapa mikroorganisme seperti basili
Gram-negatif, E. coli, spesies enterobakter, klebsiela, pseudomonas aeruginosa,
staphilococcus dan streptococcus merupakan pathogen nosokomial yang paling
sering (Soedarmo, dkk, 2008).
Dalam Soedarmo, dkk, (2008) disebutkan beberapa jenis infeksi nosokomial
yang paling sering terjadi dan mikroorganisme penyebabnya, antara lain yaitu :
1. Infeksi Saluran Kemih
Dari laporan penelitian, tercatat infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi
nosokomial yang paling sering terjadi, lebih kurang 40% dari seluruh infeksi
nosokomial. Saluran kemih merupakan tempat utama masuknya bakteria
Gram-negatif ke dalam darah. Sepsis pada infeksi saluran kemih pada orang dewasa
menyebabkan mortalitas yang tinggi.
2. Infeksi Luka Operasi
Infeksi pada luka operasi menduduki peringkat ke dua dari seluruh kejadian
infeksi nosokomial di rumah sakit umum. Infeksi luka operasi seringkali
disebabkan oleh streptococcus, staphylococcus, enterobacteria, pseudomonas,
dan basili Gram-negatif lainnya.
3. Infeksi Saluran Nafas
Infeksi saluran nafas menempati urutan ke tiga dari seluruh kejadian infeksi
nosokomial. Kebanyakan infeksi saluran nafas disebabkan oleh basil
Gram-negatif usus (klebsiela, enterobakter, seratia, E.coli, dan proteus) dan
pseudomonas. Basil Gram-negatif lain yang berhubungan dengan air seperti
4. Bakteremia dan Infeksi Nosokomial pada kateter Intravena
Bakteri yang paling berperan dalam terjadinya infeksi intravena ialah stafilokokus
(S.aureus dan S.epidermidis), spesies klebsiela (klebsiela, enterobakter, dan
seratia), enterokokus dan pseudomonas aeruginosa.
Dalam Soedarmo, dkk, (2008) dapat disimpulkan bahwa gejala infeksi
nosokomial yang spesifik hanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan
khusus seperti pemeriksaan laboratorium. Secara umum gejala non-spesifik yang
dapat dilihat dari seseorang yang menderita infeksi nosokomial antara lain, yaitu:
1. Perubahan temperatur atau suhu tubuh (demam)
2. Diare atau mencret
3. Mual dan muntah
4. Pneumonia (flu, batuk, dan sebagainya
2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial Secara umum faktor yang mempengaruhi infeksi nosokomial terdiri atas 2
bagian besar, yaitu (Parhusip, 2005):
1. Faktor Endogen
Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri penderita, seperti:
a. Umur : bayi dan orang tua lebih beresiko terhadap infeksi nosokomial.
b. Penyakit penyerta dan kondisi-kondisi lokal seperti adanya luka terbuka.
c. Seseorang dengan daya tahan tubuh yang rendah beresiko mendapatkan
2. Faktor Eksogen
Merupakan faktor yang berasal dari luar diri penderita, seperti:
a. Lama penderita dirawat
Semakin lama penderita dirawat, resiko atau kecenderungan untuk terkena
infeksi nosokomial akan semakin besar.
b. Kelompok yang merawat
Tenaga kesehatan yang merawat selama di rumah sakit merupakan salah satu
faktor yang dapat menyebabkan seseorang terkena infeksi nosokomial.
c. Alat medis serta lingkungan
Alat-alat yang digunakan dan lingkungan dapat menjadi media transmisi
masuknya kuman pathogen penyebab infeksi nosokomial ke dalam tubuh
penderita.
2.2.4. Kelompok yang Beresiko
Menurut Zulkarnain (1996) dalam Sjaifoellah, dkk, (1996) adapun
kelompok yang beresiko mendapatkan infeksi nosokomial yaitu
1. Pasien
Seseorang yang mendapatkan perawatan di rumah sakit.
2. Petugas kesehatan
Dokter, perawat, maupun tenaga kesehatan lainnya yang berada di rumah sakit
3. Pengunjung atau penunggu paien
Seseorang atau sekelompok orang yang datang ke rumah sakit dengan tujuan
untuk melihat atau menjaga kerabat yang sedang menjalani perawatan di rumah
sakit.
2.3. Kewaspadaan Universal
2.3.1. Defenisi Kewaspadaan Universal
Defenisi kewaspadaan universal yang direkomendasikan oleh CDC Atlanta
(1988) dalam Zuidah (2007) adalah upaya pencegahan infeksi yang menitik beratkan
penyebaran melalui cairan tubuh, darah dan jaringan tubuh lainnya secara universal
tanpa memandang status infeksi pasien. CDC (1994) mendefenisikan kewaspadaan
universal sebagai upaya pencegahan infeksi di sarana kesehatan yang merupakan
kewaspadaan yang bersikap umum dan diterapkan pada semua pasien tanpa
memandang status diagnosisnya.
Depkes RI (2000) dalam Zuidah (2007) menyebutkan bahwa kewaspadaan
universal adalah merupakan salah satu upaya pengendalian infeksi di rumah sakit,
yang artinya kewaspadaan universal adalah pedoman untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan dalam memenuhi standart
pencegahan infeksi guna meminimalkan resiko penularan penyakit kepada pasien dan
diri mereka sendiri. Rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan merupakan ujung
tombak pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayan preventif dan kuratif bagi
sebagian besar masyarakat Indonesia. Semua petugas kesehatan mulai dari dokter
hingga petugas kebersihan beresiko menularkan penyakit kepada pasien atau tertular
universal bisa mengurangi resiko penularan penyakit kepada petugas kesehatan dan
mencegah penyebaran penyakit melalui pelayanan kesehatan kepada masyarakat luas.
2.3.2. Alasan Dasar Penerapan Kewaspadaan Universal
Bagi masyarakat umum, sarana kesehatan merupakan tempat pemeliharaan
kesehatan. Pasien mempercayakan sepenuhnya kesehatan dirinya atau keluarganya
kepada petugas kesehatan. Maka kewajiban petugas kesehatan adalah menjaga
kepercayaan tersebut. Pelaksanaan kewaspadaan universal merupakan langkah
penting untuk menjaga sarana kesehatan. Sebagai tempat penyembuhan, bukan
menjadi sumber penyebab infeksi (Zuidah, 2007)
Bachroen (2000) dalam Zuidah (2007) menyebutkan bahwa berdasarkan
hasil survey tentang upaya pencegahan infeksi di puskesmas, masih ditemukannya
beberapa tindakan petugas yang potensial meningkatkan penularan penyakit kepada
diri mereka, pasien yang dilayani dan masyarakat luas, yakni: cuci tangan yang tidak
benar, penggunaan sarung tangan yang tidak tepat, penutupan kembali jarum suntik
secara tidak aman, pembuangan peralatan tajam secara tidak aman, teknik
dekontaminasi dan sterilisasi yang tidak tepat, serta praktek kebersihan ruangan yang
belum memadai. Hal tersebut dapat saja meningkatkan resiko petugas kesehatan
tertular karena tertusuk jarum atau terpajan darah/ cairan tubuh terinfeksi. Sementara
pasien dapat tertular melalui peralatan yang terkontaminasi atau menerima darah atau
2.3.3. Kegiatan Pokok Kewaspadaan Universal
Sejak AIDS dikenal, kebijakan baru yang bernama kewaspadaan universal
dikembangkan. Dalam sarana kesehatan (rumah sakit, puskesmas, praktik dokter, dan
sebagainya), penerapan kewaspadaan universal harus diterapkan secara penuh oleh
petugas pelayanan kesehatan.
CDC Atlanta (1987) dalam Zuidah (2007) menyebutkan bahwa prinsip
utama pencegahan infeksi pada pelayanan kesehatan adalah menjaga higiene
individu, higiene ruangan, dan sterilisasi instrument.
Larson & Lusk (1985) dan Leonard (1986) dalam Zuidah (2007) juga
mengemukakan kesalahan teknik mencuci tangan yang tidak tepat. Semua laporan
tersebut menekankan kurangnya pelajaran teknik mencuci tangan yang adekuat.
Larutan pencuci tangan kloreksidin terbukti merupakan metode yang praktis dan
mudah. Penurunan jumlah infeksi klabsiella merupakan bukti kuat bahwa tangan
berperan sebagai jalur utama transmisi infeksi nosokomial.
Zuidah (2007) menyebutkan bahwa ada beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan kewaspadaan universal, yaitu:
a. Mencuci Tangan
Cuci tangan harus selalu dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah
melakukan tindakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung
lain untuk menghilangkan/ mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga
penyebaran penyakit dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan
harus dicuci sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. Cuci tangan tidak dapat
Ada tiga cara cuci tangan yang dilaksanakan sesuai kebutuhan, yaitu: 1).
cuci tangan higienik atau rutin, mengurangi kotoran dan flora yang ada di tangan
dengan menggunakan sabun atau detergen. 2). Cuci tangan aseptik, sebelum tindakan
aseptik pada pasien dengan menggunakan antiseptik. 3). Cuci tangan bedah (surgical
hand scrub), sebelum melakukan tindakan bedah cara aseptik dengan antiseptik dan
sikat steril.
b. Sarana Cuci Tangan
Air mengalir adalah sarana utama untuk cuci tangan dengan saluran
pembuangan atau bak penampung yang memadai. Dengan guyuran air mengalir
tersebut atau bak yang memadai, maka mikroorganisme yang terlepas karena gesekan
mikroorganisme atau kimiawi saat cuci tangan akan terhalau dan tidak menempel lagi
di permukaan kulit.
Sabun dan detergen, bahan tersebut tidak membunuh mikroorganisme tetapi
menghambat dan mengurangi jumlah mikroorganisme dengan jalan mengurangi
tegangan permukaan sehingga mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan
mudah terbawa oleh air. Jumlah mikroorganisme semakin berkurang dengan
meningkatnya frekuensi cuci tangan, namun di lain pihak dengan seringnya
menggunakan sabun atau detergen maka lapisan lemak kulit akan menghilang dan
membuat kulit menjadi kering dan pecah-pecah. Hilangnya lapisan lemak akan
memberi peluang untuk timbulnya kembali mikroorganisme.
Larutan antiseptik atau disebut juga antimikroba topikal, dipakai kulit atau
pada kulit. Antiseptik memiliki bahan kimia yang memungkinkan untuk digunakan
pada kulit dan selaput mukosa. Antiseptik memiliki keragaman dalam hal efektivitas.
Kulit manusia tidak dapat disterilkan. Tujuan yang ingin dicapai adalah
penurunan jumlah mikroorganisme pada kulit secara maksimal terutama kuman
transier.
Asepwandi (2008) menyebutkan bahwa beberapa jenis sabun ataupun
larutan desinfektan yang sering digunakan di rumah sakit antara lain yaitu :
1. Chlorhexidine Glukonat
Merupakan jenis desinfektan yang paling sering digunakan. Larutan pencuci
tangan jenis ini sangat praktis dan mudah digunakan karena tidak memerlukan
air sebagai pembilas.
2. Phenolic/ Fenol
Fenol merupakan zat kristal tak berwarna yang memiliki bau khas. Fenol
bersifat asam dan merupakan komponen utama pada antiseptik dagang.
3. Chloroxylenol
Merupakan komponen utama pada sabun anti bakteri seperti dettol.
4. Thymol
Thymol merupakan desinfektan yang berasal dari tanaman. Thymol sedikit
larut dalam air pada pH netral, tetapi sangat larut dalam alkohol. Thymol juga
memiliki toksisitas yang minimal pada manusia.
5. Ethanol/ Alkohol
Alkohol bukan merupakan jenis sabun desinfektan. Akan tetapi alkohol sering
sering dijumpai jenis handsanitiser yang salah satu kandungan utamanya
adalah alkohol.
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik menggunakan larutan pencuci
tangan yang mengandung Chlorhexydin Glukonat 0,5% dan berwarna merah muda.
c. Menggunakan Alat Pelindung
Alat pelindung tubuh digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir
petugas dari resiko pajanan urin dan semua jenis cairan tubuh, serta kulit yang luka,
yang akan mudah terpajan dan potensial terinfeksi. Indikasi pemakaian alat pelindung
disesuaikan dengan jenis pelindung tubuh yang dipakai dan tergantung pada jenis
tindakan atau kegiatan yang akan dikerjakan.
d. Pengelolaan Alat Kesehatan
Kejadian infeksi yang sering di sarana kesehatan salah satu faktor resikonya
adalah pengelolaan alat kesehatan atau cara dekontaminasi dan desinfeksi yang
kurang tepat. Meskipun tidak semua alat kesehatan yang digunakan dalam pelayanan
medis kepada pasien harus disterilkan, tetapi pengelolaannya harus dengan cara yang
benar dan tepat. Dalam hal ini harus diidentifikasi apakah alat perlu dicuci saja atau
didesinfeksi atau perlu disterilkan.
e. Desinfeksi Lokasi Tindakan
Desinfeksi adalah suatu proses untuk menghilangkan sebagian atau semua
2.4. Pengunjung atau Penunggu Pasien
Menurut Memon, BA, (2007) pengunjung atau penunggu pasien merupakan
salah satu penyebab utama terjadinya infeksi nosokomial. Berdasarkan hasil
pengamatan yang dilakukannya, seorang pasien yang sedang dirawat di rumah sakit
akan mendapat banyak kunjungan dari keluarga maupun kerabat. Kesadaran tentang
bahaya infeksi nosokomial yang masih rendah menyebabkan terjadinya infeksi
tersebut. Adapun beberapa hal yang sering dilakukan pengunjung yang beresiko
sebagai sumber maupun penyebab terjadinya infeksi nosokomial antara lain yaitu :
sepatu pengunjung yang berasal dari luar rumah sakit, tangan yang terkontaminasi
kuman dan bakteri, batuk atau bersin ketika berbicara dengan pasien, menggunakan
peralatan makan yang sama (piring, sendok, gelas) ketika berada di rumah sakit. Oleh
karena itu melindungi pasien dari infeksi adalah tanggung jawab semua orang,
termasuk pengunjung atau penunggu pasien.
2.4.1. Pencegahan Infeksi Nosokomial bagi Pengunjung atau Penunggu Pasien Berdasarkan NHS Foundation Trust (2009) dan Infection Prevention and
Control Team (2007) ada beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan
pengunjung atau penunggu pasien di rumah sakit, yaitu:
1. Membatasi jumlah orang yang datang berkunjung tidak lebih dari dua orang
untuk tiap pasien.
2. Tidak duduk di tempat tidur pasien.
3. Tidak membiarkan anak-anak di bawah usia 12 tahun bermain-main atau
4. Tidak menyentuh perban luka pasien baik yang kering ataupun basah, serta
perangkat yang terpasang pada pasien seperti kateter dan sebagainya.
5. Jika membawa makanan, pastikan bahwa pasien diperbolehkan untuk
mengkonsumsi makanan tersebut dan pastikan bahwa makanan tersebut dalam
keadaan baik serta terbungkus atau tertutup.
6. Tidak menggunakan perlatan makan dan mandi bersama-sama dengan pasien.
7. Tidak berkunjung ke rumah sakit ketika kondisi tubuh sedang tidak sehat,
misalnya : batuk, flu, dan sebagainya.
8. Bekerjasama dengan rumah sakit dalam hal menjaga kebersihan lingkungan
rumah sakit dengan membuang sampah pada tempat-tempat yang sudah
disediakan serta menjaga kebersihan dan kerapian lemari tempat penyimpanan
barang-barang pasien.
9. Kebersihan tangan tidak hanya penting bagi pasien dan petugas kesehatan, akan
tetapi bagi pengunjung juga. Mencuci tangan penting dilakukan sebelum dan
sesudah bersentuhan dengan pasien, alat-alat, dan lingkungan rumah sakit.
Mencuci tangan sebaiknya menggunakan air yang mengalir dan sabun yang
mengandung antiseptik atau desinfektan. Adapun waktu yang disarankan untuk
melakukan cuci tangan, yaitu:
a. Sebelum memasuki bangsal atau ruang perawatan
b. Setelah meninggalkan bangsal atau ruang perawatan
c. Setelah membantu atau mengurus pasien
10.Ikuti petunjuk mengenai tindakan pencegahan infeksi yang terdapat di rumah
sakit, terutama pada ruangan-ruangan khusus seperti : ruang isolasi, ICU, dan
sebagainya.
Jika pengunjung mengikuti tindakan pencegahan yang ada, maka angka
kejadian infeksi nosokomial dapat ditekan. Karena pada dasarnya pengendalian
infeksi nosokomial dapat dilakukan melalui tindakan pencegahan (Parhusip, 2005).
2.5. Konsep Perilaku 2.5.1. Batasan Perilaku
Menurut Notoadmodjo (2003) dari segi biologis, perilaku adalah suatu
kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Dengan kata
lain perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang dapat
diamati langsung seperti berbicara, berjalan, tertawa, dan sebagainya, maupun yang
tidak dapat diamati oleh pihak luar seperti berfikir, berfantasi, dan sebagainya.
Skinner dalam Notoadmodjo (2003) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon
atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
2.5.2. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap
stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan.
Seorang ahli bernama Becker dalam Notoadmodjo (2003) membuat
klasifikasi perilaku kesehatan menjadi tiga yaitu : perilaku hidup sehat, perilaku sakit,
1. Perilaku Hidup Sehat
Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya
atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya,
antara lain :
a. Makan dengan menu seimbang
b. Olahraga teratur
c. Tidak merokok
d. Tidak minum minuman keras dan narkoba
e. Istirahat cukup
f. Mengendalikan stress
g. Perilaku atau gaya hidup yang positif bagi kesehatan
2. Perilaku Sakit
Perilaku sakit mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit,
persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit,
pengobatan penyakit, dan sebagainya (Notoadmoadjo, 2003).
3. Perilaku Peran Sakit
Dari segi sosiologis, orang sakit (pasien) mempunyai peran, yang mencakup
hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Hak dan
kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain (terutama
keluarganya), yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit (the sick role).
a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.
b. Mengenal/ mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/ penyembuhan penyakit
yang layak.
Mengatahui hak (hak memperoleh perawatan, memperoleh pelayanan
kesehatan, dan sebagainya) serta kewajiban orang sakit (memberitahukan
penyakitnya kepada orang lain terutama kepada dokter dan petugas kesehatan,
tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain, dan sebagainya).
2.5.3. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2002), faktor-faktor yang
merupakan penyebab perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi
seperti pengetahuan, sikap, keyakinan, dan nilai, berkenaan dengan motivasi
seseorang bertindak. Faktor pemungkin atau faktor pendukung (enabling) perilaku
adalah fasilitas, sarana, atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi
terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Terakhir adalah faktor penguat seperti
keluarga, petugas kesehatan dan lain-lain.
1. Umur
Umur merupakan variable yang sangat penting dalam mempelajari masalah
kesehatan khususnya tehadap organ reproduksi bagi wanita, karena organ reproduksi
wanita sangat rentan terhadap gangguan kesehatan.
2. Pendidikan
Pendidikan diartikan sebagai suatu usaha, pengaruh, perlindungan dan
bantuan yang diberikan kepada anak, yang bertujuan kepada pendewasaan anak.
penyampaian bahan/materi pendidikan oleh pendidik guna mencapai perubahan
perilaku (tujuan).
3. Status Perkawinan
menurut Becker yang dikutip oleh Graeff (1996), seseorang melakukan
tindakan atau melakukan suatu perilaku tidak lepas dari peran pertimbangan keluatga
seperti anak dan suami.
4. Status Sosial Ekonomi
Menurut teori Green status sosial ekonomi seseorang juga menentukan
seseorang melakukan suatu tindakan. Berdasarkan status sosial ekonomi orang akan
memilih apa yang akan dilakukan. Menurut Sarwono (1997), seorang memilih dan
menentukan suatu keputusan untuk melakukan tindakan akan dipengaruhi oleh
ketersediaan biaya dimiliki
2.5.4. Domain Perilaku
Menurut Notoadmodjo (2003) meskipun perilaku adalah bentuk respons
atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun
dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor
lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama
bagi beberapa orang, namun respon tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang
membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku.
Di dalam Notoadmodjo (2003) dijelaskan bahwa Benyamin Bloom seorang
ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia ke dalam 3 (tiga) domain yaitu:
dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yaitu : pengetahuan
(knowledge), sikap (attitude), tindakan (practice).
1. Pengetahuan (Knowledge)
Defenisi pengetahuan menurut Notoadmodjo (2003) adalah hasil dari tahu
yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Pengetahuan yang ada pada diri manusia bertujuan untuk dapat menjawab
masalah kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan digunakan untuk menawarkan
berbagai kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat diibaratkan
sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan yang
dihadapi (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
a. Tahu, yaitu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali
(recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu’ merupakan tingkat
pengetahuan yang rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang tahu dapat
diukur dari kemampuan orang tersebut menyebutkannya, menguraikan dan
mendefinisikan.
b. Memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menguraikan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, memyimpulkan, meramalkan,
terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi, yaitu diartikan sebagai kemampuan untuk memperguankan materi
yang telah dipelajari pada kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat
diartikan sebagai penggunakan hokum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam
konteks atau situasi lain.
d. Analisis, yaitu kemampuan untuk memjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi
tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis, yaitu menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formalisasi dari formulasi-formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria – criteria yang telah ada.
2. Sikap (Attitude)
Menurut Zimbardo dan Ebbesen dalam Ahmadi (2007) sikap adalah suatu
predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) terhadap seseorang, ide atau objek yang
berisi komponen-komponen cognitive, affective, dan behavior. Menurut D. Krech
and Crutchfield dalam Ahmadi (2007) sikap adalah organisasi yang tetap dari proses
Secara umum dalam Ahmadi (2007) dapat disimpulkan bahwa sikap adalah
kesiapan merespons yang sifatnya positif atau negatif terhadap objek atau situasi
secara konsisten.
Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap dalam Ahmadi (2007)
ada dua hal, yaitu:
a. Faktor intern
Yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Faktor ini
berupa selectivity atau daya pulih seseorang untuk menerima dan mengolah
pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Pilihan terhadap pengaruh dari luar
itu biasanya disesuaikan dengan motif dan sikap di dalam diri manusia,
terutama yang menjadi minat perhatiannya. Misalnya : orang yang sangat haus
akan memperhatikan perangsang yang dapat menghilangkan hausnya itu dari
perangsang-perangsang yang lain.
b. Faktor ekstern
Yaitu faktor yang terdapat di luar pribadi manusia. Faktor ini berupa interaksi
sosial di luar kelompok.
Pembentukan dan perubahan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Sikap
terbentuk dalam hubungannya dengan suatu objek, orang, kelompok, lembaga, nilai,
melalui hubungan antara individu, hubungan di dalam kelompok, komunikasi surat
kabar, buku, poster, radio, televisi dan sebagainya, terdapat banyak kemungkinan
yang mempengaruhi timbulnya sikap. Lingkungan yang terdekat dengan kehidupan
sehari-hari banyak memiliki peranan. Keluarga yang terdiri dari orang tua, dan
Fungsi Sikap
Fungsi sikap dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu:
a. Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri
b. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku
c. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman
d. Sikap berfungsi sebagai alat pernyataan kepribadian
3. Tindakan (Practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan diperlukan
faktor-faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah
fasilitas. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari
pihak lain.
Tindakan mempunyai beberapa tingkatan, yaitu:
a. Persesi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek.
b. Respons Terpimpin (Guided Response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai.
c. Mekanisme (Mecanism)
Dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah
d. Adopsi (Adoption)
Suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya
tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut.
2.6. Kerangka Konsep
Perilaku Keluarga Pasien tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit - Pengetahuan - Sikap - Tindakan Karakteristik keluarga pasien : - Umur
- Jenis Kelamin - Pendidikan - Pekerjaan - Suku
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif, untuk mengetahui
pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga pasien tentang pencegahan infeksi
nosokomial pada ruang kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap
Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A
dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik karena rawat
inap kelas III merupakan ruang rawat inap yang jumlah pasien rawatannya padat dan
banyak terdapat pengunjung dan keluarga pasien yang datang ke tempat itu. Selain itu
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik merupakan rumah sakit umum terbesar
di Propinsi Sumatera Utara yang menampung pasien dari berbagai daerah yang
mampu memberikan perawatan spesialistik dan subspesialistik yang luas sehingga
jenis penyakit yang terdapat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
bervariatif.
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik juga merupakan salah satu
rumah sakit yang memiliki Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 270/ Menkes/
SK/ III/ 2007 tentang Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Juli-September tahun 2010.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga dari seluruh pasien yang
dirawat pada ruang kelas III Instalasi Rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu
B Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik yang sudah berusia 18 tahun atau
lebih yaitu yang sudah dianggap dewasa berdasarkan batas usia anak menurut
Undang-Undang RI No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dimana setiap
pasien diwakili oleh satu orang keluarga. Sementara itu jumlah keluarga pasien
dihitung berdasarkan jumlah tempat tidur pasien agar angkanya konstan (tidak
berkurang atau bertambah).
Adapun jumlah tempat tidur pada ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik adalah :
1. Rawat Inap Terpadu (Rindu) A
a. Rawat Inap Terpadu (Rindu) A1 : 24 tempat tidur
b. Rawat Inap Terpadu (Rindu) A2 : 24 tempat tidur
c. Rawat Inap Terpadu (Rindu) A3 : 24 tempat tidur
d. Rawat Inap Terpadu (Rindu) A4 : 36 tempat tidur
e. Rawat Inap Terpadu (Rindu) A5 : 24 tempat tidur
2. Rawat Inap Terpadu (Rindu) B
a. Rawat Inap Terpadu (Rindu) B1 : 48 tempat tidur
c. Rawat Inap Terpadu (Rindu) B3 : 24 tempat tidur
d. Rawat Inap Terpadu (Rindu) B4 : 32 tempat tidur
Maka jumlah seluruh populasi adalah 308 orang.
3.3.2. Sampel
Adapun sampel dalam penelitian ini adalah jumlah sampel yang
dianggap mewakili populasi diperoleh dengan rumus yang dikutip dari
Notoadmodjo (2005)
dimana :
N = besar populasi
n = besar sampel
d = tingkat kepercayaan/ ketepatan yang diinginkan
Maka
orang
Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah sampel yang akan diambil dalam
penelitian ini minimal sebanyak 75 orang.
Untuk pengambilan jumlah sampel di tiap-tiap ruangan dilakukan dengan
cara proporsional sampling karena responden dari penelitian ini terdiri dari dua
kelompok besar yaitu Rawat Inap Terpadu (Rindu) A dan Rawat Inap Terpadu
(Rindu) B yang masing-masing kelompok terbagi lagi menjadi kelompok-kelompok
Rindu A1, Rindu A2, Rindu A3, Rindu A4, dan Rindu A5. Sedangkan untuk Rawat
Inap Terpadu (Rindu) B terbagi menjadi 4 kelompok kecil yaitu Rindu B1. Rindu B2,
Rindu B3, dan Rindu B4. Dari perbandingan jumlah sampel yang dibutuhkan dengan
jumlah populasi, diperoleh sampel fraction dengan rumus :
Maka sampel dalam penelitian ini untuk masing-masing ruangan yaitu :
1. Rawat Inap Terpadu (Rindu) A
a. Rawat Inap Terpadu A1 : 24 x 24,35% = 6 sampel
b. Rawat Inap Terpadu A2 : 24 x 24,35% = 6 sampel
c. Rawat Inap Terpadu A3 : 24 x 24,35% = 6 sampel
d. Rawat Inap Terpadu A4 : 36 x 24,35% = 9 sampel
e. Rawat Inap Terpadu A5 : 24 x 24,35% = 6 sampel
2. Rawat Inap Terpadu (Rindu) B
a. Rawat Inap Terpadu B1 : 48 x 24,35% = 12 sampel
b. Rawat Inap Terpadu B2 : 72 x 24,35% = 18 sampel
c. Rawat Inap Terpadu B3 : 24 x 24,35% = 6 sampel
d. Rawat Inap Terpadu B4 : 32 x 24,35% = 8 sampel
Berdasarkan hasil perhitungan sample fraction, maka diperoleh jumlah
3.4. Teknik Pengambilan Sampel
Untuk mengambil 77 sampel tersebut, maka dilakukan dengan cara random
sampling, dimana sampel yang diambil adalah keluarga dari pasien ruang kelas III
Instalasi Ruang rawat Inap Terpadu A dan Rawat Inap Terpadu B Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik yang sudah berusia 18 tahun yang diambil secara
acak pada keluarga dari pasien yang terlebih dahulu diberi penomoran yang diperoleh
dari pasien yang dirawat selama bulan Agustus 2010.
3.5. Metode Pengumpulan Data 3.5.1. Data Primer
Data primer yang diperlukan diperoleh dari observasi langsung ke lapangan
dan mengadakan wawancara kepada responden dengan menggunakan kuesioner yang
telah dipersiapkan mencakup pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga pasien
tentang pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit.
3.5.2. Data Sekunder
Data sekunder mengenai Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik diperoleh dengan cara mengambil data yang ada dari Bagian Tata Usaha
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Untuk data tentang Komite Pencegahan
dan Pengenda