BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan unit pelayanan kesehatan yang sangat kompleks
karena di rumah sakit tidak hanya terapi dan diagnosis penyakit yang diperhatikan, tetapi tenaga keperawatan dan tenaga kesehatan lainnya yang juga harus diperhatikan (Darmadi, 2008). Rumah sakit tidak hanya menjadi tempat pengobatan, tetapi bisa
juga menjadi sarana pelayanan kesehatan yang dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain (Septiari, 2012).
Infeksi yang terjadi di rumah sakit disebut infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah Infeksi yang muncul selama pasien dirawat di rumah sakit dan mulai
menunjukkan suatu gejala selama pasien itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut
infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan
tanda infeksi yang kurang dari 3x24 jam, menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit
telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan
gejala setelah 3x24 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial
(Darmadi, 2008).
kesehatan pasien, lamanya masa perawatan dan masa penyembuhan yang panjang
menambah pengeluaran pasien selama di rumah sakit (Potter dan Perry, 2005).
Salah satu upaya untuk mencegah penyakit (preventif) dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). APD merupakan suatu alat yang dipakai untuk
melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana secara teknis dapat mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan kerja yang terjadi.
Peralatan pelindung diri tidak menghilangkan atau pun mengurangi bahaya yang ada. Peralatan ini hanya mengurangi jumlah kontak dengan bahaya dengan cara penempatan penghalang antara tenaga kerja dengan bahaya (Suma’mur, 2009).
Kemampuan perawat untuk mencegah transmisi infeksi di rumah sakit dan upaya pencegahan adalah tingkatan pertama dalam pemberian pelayanan bemutu.
Perawat berperan dalam pencegahan infeksi nosokomial, hal ini disebabkan perawat merupakan salah satu anggota tim kesehatan yang berhubungan langsung dengan klien dan bahan infeksius di ruang rawat (Habni, 2009). Perawat juga bertanggung
jawab menjaga keselamatan klien di rumah sakit melalui pencegahan kecelakaan, cidera, trauma dan melalui penyebaran infeksi nosokomial di unit perawatan intensif
aktifitas perawat tinggi dan cepat, hal ini sering menyebabkan perawat kurang memperhatikan teknik aseptik dalam melakukan tindakan keperawatan (Potter, 2005).
Kejadian infeksi nosokomial berkisar dari terendah 1% di beberapa negara
Eropa danAmerika hingga 40% di beberapa tempat di Asia, Amerika Latin dan Sub Sahara (Lynch dkk, 1997 dalam Tientjen, 2004). Suatu penelitian yang dilakukan
berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan adanya
infeksi nosokomial dan untuk Asia Tenggara sebanyak 10% (Mayone, 1988 dalam Tientjen, 2004). Menurut WHO (2002) infeksi nosokomial yang paling umum terjadi dirumah sakit adalah infeksi saluran kencing (40%), infeksi sehubungan dengan
penggunaan alat intravaskular (20%), pneumonia nosokomial (18%), infeksi bedah (15%) dan infeksi nosokomial lainnya. Tingginya angka kejadian infeksi nosokomial
telah dijadikan sebagai salah satu tolak ukur mutu pelayanan rumah sakit, untuk itu tindakan pencegahan infeksi nosokomial ini sangat penting diperhatikan oleh setiap pemberi layanan kesehatan di rumah sakit (Septiari, 2012).
Peningkatkan mutu pelayanan rumah sakit harus dilakukan oleh semua jajaran manajemen rumah sakit, salah satunya adalah tenaga perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan (Darmadi, 2008). Perawat merupakan salah satu pemberi layanan kesehatan yang menjadi pelaksana utama pencegahan infeksi nosokomial, karena perawat memiliki waktu yang relatif lebih banyak untuk berinteraksi dengan pasien
saat melakukan prosedur keperawatan sehingga berpeluang untuk menularkan infeksi kepada pasien (Darmadi, 2008). Dengan demikian setiap prosedur yang dilakukan
oleh perawat harus dapat mencegah terjadinya infeksi nosokomial pada pasien.
Pelaksanaan setiap prosedur yang dilakukan oleh perawat dengan tepat, akan mencerminkan sikap patuh perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial. Hasil
penelitian Panjaitan (2011) menyatakan bahwa perilaku patuh perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial diperoleh sebesar 98,5%. Menurut Smet dalam
cara atau berperilaku sesuai dengan apa yang disarankan atau dibebankan kepadanya.
Kepatuhan yang dimaksud merupakan kepatuhan perawat dalam pencegahan infeksi yang terjadi di rumah sakit, diantaranya adalah kepatuhan perawat dalam mencuci tangan dan pemasangan infus.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Saragih dan Rumapea (2012) menyatakan bahwa tingkat kepatuhan perawat melakukan cuci tangan dikategorikan
kepatuhan minimal yaitu sebesar 72,61%. Berdasarkan hasil penelitian Syarif (2012) didapatkan hasil kepatuhan perawat dalam melaksanakan standar operasional prosedur pemasangan infus sebesar 59,2%.
Infeksi yang berasal dari petugas juga berpengaruh pada mutu pelayanan. Semua kegiatan perawat, dokter dan tenaga profesi lainnya yang mengadakan
interaksi secara profesional dengan pasiennya, semakin patuh tenaga profesi menjalankan standarts of good practice yang telah diterima dan diakui oleh masing-masing ikatan profesi akan semakin tinggi pula mutu asuhan terhadap pasien
(Nurmantono, 2005).
Profesi perawat di rumah sakit merupakan salah satu tenaga kesehatan yang
diposisikan sebagai garda terdepan dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien yang setiap saat selalu kontak langsung dengan pasien sehingga berpotensi akan terjadi infeksi nosokomial. Dengan demikian bila tidak
dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas pelindung diri dan kepatuhan perawat untuk menggunakan APD maka sangat dikhawatirkan akan terjadi resiko infeksi
pengawasan yang melekat pada perawat dalam penggunaan APD setiap melakukan
tindakan keperawatan. Pihak rumah sakit juga berupaya meningkatkan cara untuk menghindari terjadinya infeksi silang dengan cara melakukan pendidikan dan pelatihan pada tenaga perawat dan petugas kesehatan lainnya dalam pemakaian APD.
Berdasarkan penelitian awal yang dilakukan di RS Sari Mutiara Medan diketahui bahwa masih banyak perawat yang tidak memakai masker dan sarung
tangan sebagai APD. Banyaknya perawat yang tidak menggunakan APD disebabkan karena persediaan APD di RS masih minim sehingga APD harus digunakan berkali-kali. Selain itu dari pihak RS diketahui bahwa tidak ada pengawasan dan teguran
pada perawat jika tidak menggunakan APD saat melakukan pelayanan.
Banyaknya perawat yang tidak menggunakan menggunakan APD tentu saja
sangat riskan terkena penyakit infeksi nosokomial. Berdasarkan wawancara dengan perawat di RS Sari Mutiara diketahui bahwa kejadian infeksi nosokomial pada pasien cukup tinggi sedangkan pada perawat diketahui bahwa ada satu orang yang terkena
penyakit menular yaitu Tuberculosis paru. Penyakit menular tersebut diderita pada saat perawat bekerja di RS, hal ini diketahui dari wawancara dengan perawat yang
menderita penyakit menular yang menyatakan bahwa di lingkungan tempat tinggalnya tidak ada yang menderita Tuberkulosis dan penyakit yang dideritanya ini dialami pada saat melayani pasien tidak menggunakan APD.
perawat terhadap penggunaan alat pelindung diri dalam pencegahan infeksi
nosokomial di Rumah Sakit Sari Mutiara Medan tahun 2014.
1.2. Permasalahan
Bagaimana pengaruh pengetahuan, sikap dan kepatuhan perawat terhadap
penggunaan alat pelindung diri dalam pencegahan infeksi nosokomial di ruang rawat inap rumah sakit sari mutiara Medan tahun 2014?
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan, sikap dan kepatuhan perawat
terhadap penggunaan alat pelindung diri dalam pencegahan infeksi nosokomial di ruang rawat inap Rumah Sakit Sari Mutiara Medan tahun 2014.
1.4. Hipotesis
Ada pengaruh pengaruh pengetahuan, sikap dan kepatuhan perawat terhadap penggunaan alat pelindung diri dalam pencegahan infeksi nosokomial di ruang rawat inap Rumah Sakit Sari Mutiara Medan tahun 2014.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan bagi pihak manajemen Rumah Sakit Sari Mutiara Medan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan kepatuhan dalam menggunakan APD
dalam tindakan pencegahan infeksi nosokomial.
2. Sebagai masukan bagi perawat untuk mengetahui potensi bahaya penyakit infeksi
3. Sebagai masukan bagi tim tenaga kesehatan untuk mengenal dan mengetahui
potensi bahaya penyakit infeksi nosokomial dalam pentingnya penggunaan APD. 4. Sebagai masukan bagi peneliti lebih lanjut dalam penggunaan APD dan upaya