• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN PERILAKU MENYONTEK Hubungan Antara Konformitas Dengan Perilaku Menyontek.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN PERILAKU MENYONTEK Hubungan Antara Konformitas Dengan Perilaku Menyontek."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN

PERILAKU MENYONTEK

NASKAH PUBLIKASI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memenuhi Derajat Sarjana S-1

Diajukan oleh :

Hery Prasetya F. 100 070 036

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)

ii

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN PERILAKU MENYONTEK

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Diajukan oleh :

Hery Prasetya F. 100 070 036

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(3)
(4)
(5)

v

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN PERILAKU MENYONTEK

Hery Prasetya Partini

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Bonthot.gatiil@gmail.com

ABSTRAK

Perilaku menyontek adalah sebuah fenomena yang sering terjadi dalam dunia pendidikan, tetapi kurang mendapat perhatian baik dari pendidik maupun masyarakat. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku menyontek adalah konformitas. Konformitas adalah perubahan perilaku sebagai usaha untuk menyesuaikan diri dengan norma kelompok acuan baik ada maupun tidak ada tekanan secara langsung yang berupa suatu tuntutan tidak tertulis dari kelompok terhadap anggotanya namun memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya perilaku-perilaku tertentu pada anggota kelompok tersebut. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konformitas dengan perilaku menyontek. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan negatif antara konformitas dengan perilaku menyontek.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas XI di SMA Batik 2 Surakarta dengan sampel 6 kelas yaitu kelas IPA 2, IPA 3, IPS 1, IPS 2, IPS 3, IPS 4, dan IPS 5. Penelitian ini menggunakan cluster random sample. Teknik analisis data yang digunakana adalah korelasi product moment.

Berdasarkan hasil analisis product moment diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar -0,480 dengan p < 0,01. Artinya ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara konformitas dengan perilaku menyontek. Semakin tinggi konformitas maka semakin rendah perilaku menyontek, sebaliknya semakin rendah konformitas maka semakin tinggi perilaku menyontek.

(6)

PENGANTAR

Perilaku menyontek adalah sebuah fenomena yang sering terjadi dalam dunia pendidikan, tetapi kurang mendapat perhatian baik dari pendidik maupun masyarakat. Kurangnya perhatian mengenai perilaku menyontek disebabkan oleh kurangnya kesadaran bahwa masalah menyontek bukan merupakan sesuatu yang sifatnya sepele. Dari siswa SD sampai mahasiswa sudah tidak asing dengan kata menyontek, bahkan sebagian telah melakukannya.

Haryono, (2001) berpendapat bahwa perilaku menyontek adalah perilaku yang jamak dijumpai dalam dunia pendidikan. Bower (1961) mendefinisikan menyontek sebagai perbuatan yang dilakukan oleh seseorang secara ilegal atau tidak sah atau curang untuk tujuan yang sah atau terhormat, yang bertujuan memperoleh suatu keberhasilan atau menghindari kegagalan dalam menyelesaikan tugas akademik terutama yang berkaitan dengan evaluasi atau ujian hasil belajar.

Ujian diadakan untuk mengetahui hasil dari kegiatan belajar mengajar selama satu semester atau satu tahun ajaran. Selain itu juga untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta didik akan materi-materi yang telah diberikan. Sudah dimaklumi bahwa orientasi belajar siswa-siswi di sekolah hanya untuk mendapatkan nilai tinggi dan lulus ujian, lebih banyak kemampuan kognitif dan afektif dan psikomotor, inilah yang membuat mereka mengambil jalan pintas, tidak jujur dalam ujian atau melakukan praktek menyontek (Irawati, 2008).

Hasil survey penelitian Davis dkk (1992) mengindikasikan bahwa

sekitar 80% para penyontek biasanya menyalin dari kertas jawaban teman terdekat atau menggunakan kertas contekan. Perilaku menyontek lainnya yang biasa dilakukan selama ujian, ulangan maupun penyelesaian tugas akademis adalah menanyakan jawaban pada teman, mendapatkan soal atau jawaban dari teman yang telah mengerjakan ulangan, melihat catatan, membantu teman menyontek pada saat ujian, menanyakan rumus untuk menjawab soal, mencari kepastian jawaban yang benar dari teman, menyalin hampir seluruh kata demi kata dari sumber dan mengumpulkan tugas sebagai hasil karya sendiri, melihat rangkuman materi, membiarkan orang lain menyalin tugas yang telah dikerjakan seorang siswa atau mahasiswa, menanyakan cara menjawab soal, mengumpulkan tugas yang telah dikerjakan oleh orang lain dengan merubah jenis hurufnya, menggunakan kode-kode tertentu untuk saling menukar jawaban (Abramovits, 2000).

Fishbein dan Ajzen (1975) menyatakan perilaku memiliki empat aspek, yaitu:

(7)

b. Sasaran (target), yaitu objek yang menjadi sasaran perilaku. Objek yang menjadi sasaran dari perilaku spesifik dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu orang tertentu atau objek tertentu (particular object), sekelompok orang atau sekelompok objek (a class of object), dan orang atau objek pada umumnya (any object). Pada konteks menyontek, objek yang menjadi sasaran perilaku dapat berupa catatan jawaban, buku, handphone, kalkulator, maupun teman.

c. Situasi (situation), yaitu situasi yang mendukung untuk dilakukannya suatu perilaku (bagaimana dan dimana perilaku itu akan diwujudkan). Situasi dapat pula diartikan sebagai lokasi terjadinya perilaku. Situasi yang mendorong siswa untuk menyontek menurut Klausmeier (1985) adalah jika siswa merasa perilakunya tidak akan ketahuan. Meskipun ketahuan, hukuman yang diterima tidak akan terlalu berat. d. Waktu (time), yaitu waktu

terjadinya perilaku yang meliputi waktu tertentu, dalam satu periode atau tidak terbatas dalam satu periode, misalnya waktu yang spesifik (hari tertentu, tanggal tertentu, jam tertentu), periode tertentu (bulan tertentu), dan waktu yang tidak terbatas (waktu yang akan datang).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku menyontek, salah satunya dijelaskan oleh Smith (dalam Alhadza, 2004). Faktor tersebut antara lain:

a. Karena terpengaruh oleh teman yang menyontek meskipun pada awalnya tidak memiliki niatan. b. Terpaksa membuka buku karena

pertanyaan terlalu membuku sehingga para siswa dituntut untuk hafal kata-perkata.

c. Merasa guru kurang adil atau diskriminatif dalam pemberian nilai.

d. Adanya peluang karena pengawasan yang kurang ketat. e. Takut gagal, yang bersangkutan

tak siap menghadapi ujian tetapi tidak mau gagal.

f. Ingin nilai tinggi tetapi tidak siap mengimbangi dengan belajar.

g. Tidak percaya diri, sebenarnya yang bersangkutan sudah belajar tetapi ada kekawatiran kalau lupa sehingga membuat catatan kecil untuk sarana mengingat-ingat.

(8)

kelompoknya juga tidak melakukan perilaku menyontek. Tetapi apabila sebagian besar anggota dari kelompoknya melakukan perilaku menyontek, maka perilaku ini besar kemungkinan untuk muncul.

Dalam kehidupan sosial, pelajar atau remaja banyak sekali dipengaruhi oleh teman sebaya. Biasanya para remaja menghabiskan waktu dua kali lebih banyak dengan teman sebayanya daripada dengan orang tuanya. Oleh karena itu remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya (Hurlock, 1980).

Di dalam lingkungan pertemanan, remaja seringkali ingin mengungguli prestasi-prestasi yang dicapai temannya yang lain. Remaja harus pandai dalam memilih teman dalam kelompoknya, jika teman yang dipilih dalam kelompoknya adalah teman yang memiliki prestasi maka remaja dengan akan sendirinya akan termotivasi untuk mengungguli temannya tersebut (Santrock, 1998).

Bila remaja sudah terikat dalam suatu kelompok pertemanan, biasanya remaja akan selalu mengikuti apa yang diinginkan dalam kelompok tersebut. Remaja akan mulai terpengaruh dengan kelompoknya tersebut. Suatu pengaruh sosial dimana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang dinamakan konformitas (Gage dan Berliner, 1998).

Konformitas merupakan salah satu bentuk penyesuaian dengan melakukan perubahan-perubahan perilaku yang disesuaikan dengan norma kelompok. Konformitas terjadi pada remaja karena pada perkembangan sosialnya, remaja

melakukan dua macam gerak yaitu remaja mulai memisahkan diri dari orangtua dan menuju ke arah teman-teman sebaya (Monks dkk, 2004). Konsep konformitas seringkali digeneralisasikan untuk masa remaja karena dari banyak penelitian terungkap, salah satunya adalah penelitian Surya (1999) bahwa pada masa remaja konformitas terjadi dengan frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan masa pertumbuhan lainnya. Hal tersebut dapat dimengerti mengingat pada masa remaja proses pemantapan diri sedang berlangsung sehingga remaja akan lebih rentan terhadap pengaruh perubahan dan tekanan yang ada disekitarnya.

Remaja juga mempunyai keinginan yang besar untuk meluangkan waktu untuk bersama dengan kelompoknya, sehingga tidak jarang menimbulkan aktivitas yang juga bermanfaat bagi lingkungannya (Santrock, 1995).

Hurlock (1994) menjelaskan kebutuhan untuk diterima dalam kelompok sebaya menyebabkan remaja melakukan perubahan dalam sikap dan perilaku sesuai dengan perilaku anggota kelompok teman sebaya.

Menurut Baron dan Byrne (2000), aspek konformitas adalah sebagai berikut:

(9)

b. Penampilan. Konformitas terhadap apa yang berlaku dalam kelompok khususnya berkenaan dengan penampilan. Sikap menyesuaikan diri (conform) dengan teman sebaya selalu dipertahankan remaja walaupun hal itu dapat menimbulkan pertentangan antara remaja dengan orangtuanya akibat perbedaan nilai.

c. Pandangan. Individu akan mulai mempertanyakan pandangan orang tentang dirinya sehingga dia harus mempunyai ciri khas tersendiri. Sementara itu remaja juga mulai mempertanyakan pandangan orang tentang dirinya, sehingga remaja harus mempunyai gaya tersendiri yang dapat diperoleh dari teman-temannya.

Sears (1985) menyebutkan ada empat faktor yang mempengaruhi konformitas, antara lain:

a. Kekompakan kelompok.

Kekompakan kelompok adalah jumlah total kekuatan yang menyebabkan orang tertarik pada suatu kelompok dan yang membuat mereka ingin tetap menjadi anggotanya. Kekompakan yang tinggi menimbulkan konformitas yang semakin tinggi. Semakin tinggi perhatian seseorang terhadap kelompoknya, semakin serius tingkat rasa takutnya terhadap penolakan dan semakin kecil kemungkinan untuk tidak menyetujui kelompoknya.

b. Kesepakatan kelompok.

Orang yang dihadapkan pada keputusan kelompok yang sudah bulat akan mendapat tekanan yang kuat untuk menyesuaikan pendapatnya. Namun, bila kelompok

tidak bersatu, akan tampak adanya penurunan tingkat konformitas. Moris dan Miller (dalam Sears 1985) menunjukkan bahwa saat terjadinya perbedaan pendapat bisa menimbulkan perbedaan. Bila orang menyatakan pendapat yang berbeda setelah mayoritas menyatakan pendapatnya, konformitas akan menurun.

c. Ukuran kelompok.

Serangkaian eksperimen menunjukkan bahwa konformitas akan meningkat bila ukuran mayoritas yang sependapat juga meningkat, setidak-tidaknya sampai tingkat tertentu. Asch (dalam Sears 1985) dalam eksperimennya menemukan bahwa dua orang menghasilkan tekanan yang lebih kuat daripada satu orang, tiga orang memberikan tekanan yang lebih besar daripada dua orang, dan empat orang kurang lebih sama dengan tiga orang.

d. Keterikatan pada penilaian bebas. Keterikatan sebagai kekuatan total yang membuat seseorang mengalami kesulitan untuk melepaskan suatu pendapat. Orang yang secara terbuka dan sungguh-sungguh terikat suatu penilaian bebas akan lebih enggan menyesuaikan diri terhadap perilaku kelompok yang berlawanan.

Berdasarkan paparan diatas penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara konformitas dengan perilaku menyontek.

METODE PENELITIAN Subjek

(10)

3, IPS 1, IPS 2, IPS 3, IPS 4, dan IPS 5 dengan total siswa 245. Total siswa yang memenuhi syarat untuk diskoring berjumlah 180 siswa.

Metode Pengumpulan data

Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua skala, yaitu skala konformitas dan skala perilaku menyontek.

Metode analisis data

Pelaksanaan analisis data dilaksanakan melalui 2 tahap yaitu uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji linieritas, kemudian dilakukan uji hipotesis. Uji asumsi dan uji hipotesis ini dilakukan dengan bantuan komputer program SPSS 15.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil perhitungan teknik analisis product moment dari Pearson diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar -0,480 p = 0,000 (p < 0,01), artinya ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara konformitas dengan perilaku menyontek. Semakin tinggi konformitas maka semakin rendah perilaku menyontek, sebaliknya semakin rendah konformitas maka semakin tinggi perilaku menyontek.

Hasil ini sesuai dengan pendapat Mujahidah (2009) bahwa salah satu faktor yang berperan terhadap perilaku menyontek yaitu pengaruh dari teman atau konformitas. Bila dalam suatu kelas terdapat beberapa anak yang menyontek maka akan mempengaruhi anak yang lain untuk menyontek juga. Tetapi karena yang menyontek hanya beberapa anak saja dan sebagian besar dari anak di kelas

tidak melakukannya, kecil kemungkinan bahwa perilaku menyontek ini akan menular kepada teman yang lain. Kesadaran untuk selalu berperilaku sama dengan anggota kelompok yang dominan agar diterima dalam kelompok membuat siswa patuh dengan aturan yang ada untuk tidak ikut-ikutan menyontek.

Berdasarkan hasil analisis diketahui variabel konformitas mempunyai rerata empirik (RE) sebesar 49,93 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 42,5 yang berarti konsep diri pada subjek tergolong tinggi. Kondisi tinggi ini dapat diinterpretasikan bahwa siswa siswi kelas XI SMA Batik 2 Surakarta atau subjek penelitian pada dasarnya memiliki konformitas yang baik.

Variabel perilaku menyontek diketahui memiliki rerata empirik (RE) sebesar 87,19 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 105 yang berarti perilaku menyontek subjek tergolong rendah. Kondisi ini dapat diinterpretasikan bahwa perilaku menyontek yang rendah dikarenakan subjek dapat mengontrol perilakunya untuk tidak menyontek pada saat ujian maupun mengerjakan tugas sekolah. Selain itu subjek memiliki konformitas yang tinggi, sehingga subyek mengikuti perilaku teman-temannya yang positif. Subjek lebih mampu mengatasi perilaku menyontek karena pada dasarnya subjek memiliki konformitas yang tinggi dalam menekan perilaku menyonteknya.

(11)

memiliki konformitas yang tergolong sangat rendah ; 2,2% (4 siswa) yang tergolong rendah konformitasnya; 37,2% (67 siswa) yang tergolong sedang konformitasnya; 41,1% (74 siswa) yang tergolong mempunyai konformitas yang tinggi; 19,5% (35 siswa) yang tergolong mempunyai konformitas yang sangat tinggi. Jumlah dan prosentase terbanyak menempati kategori tinggi. Subjek dalam kategori ini dapat dikatakan mempunyai konformitas yang baik. Semakin tinggi keinginan individu untuk diterima secara sosial maka semakin tinggi pula tingkat konformitasnya (Hurlock, 1992).

Kategorisasi skala perilaku menyontek dapat diketahui bahwa terdapat 15,6% (28 siswa) yang tergolong sangat rendah perilaku menyonteknya; 43,3% (78 siswa) yang tergolong rendah perilaku menyoteknya; 38,9% (70 siswa) yang tergolong sedang perilaku menyonteknya; 2,2%(4 siswa) yang tergolong tinggi perilaku menyonteknya; 0% (0 siswa) yang tergolong sangat tinggi perilaku menyonteknya. Jumlah dan prosentase terbanyak menempati kategori rendah. Subjek dalam kategori ini dapat dikatakan mempunyai tingkat perilaku menyontek yang rendah. Subjek yang memiliki tingkat perilaku menyontek yang rendah akan berusaha memperoleh nilai tinggi dengan cara-cara jujur seperti membentuk kelompok belajar bersama teman-temannya. Bower (1961) mendefinisikan menyontek sebagai perbuatan yang dilakukan oleh seseorang secara ilegal atau tidak sah atau curang untuk tujuan yang sah atau terhormat, yang

bertujuan memperoleh suatu keberhasilan atau menghindari kegagalan dalam menyelesaikan tugas akademik terutama yang berkaitan dengan evaluasi atau ujian hasil belajar.

Sumbangan efektif (SE) variabel konformitas terhadap perilaku menyontek sebesar 23% ditunjukkan oleh koefisien determinan (r²) = 0,230. Berarti masih terdapat 77% yang mempengaruhi perilaku menyontek diluar variabel konformitas seperti orientasi tujuan, kurikulum, iklim akademis sekolah, intelegensi, jenis kelamin, usia, moralitas, self-esteem dan need for approval.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konformitas memiliki pengaruh terhadap perilaku menyontek, meskipun perilaku menyontek tidak hanya dipengaruhi oleh variabel tersebut. Ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku menyontek pada siswa siswi. Sesuai dengan pendapat dari Mujahidah (2009) bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi perilaku menyontek, yaitu (1) faktor situasional: orientasi tujuan, kontrol atau pengawasan selama ujian, banyaknya jumlah siswa dalam kelas, kurikulum, pengaruh teman sebaya, soal tes yang sulit, kesiapan mengikuti ujian, (2) faktor disposisional: iklim akademis sekolah, intelegensi, (3) faktor personal: kurang percaya diri, ketakutan terhadap kegagalan, kompetisi dalam memperoleh nilai dan peringkat akademis, elf-esteem

(12)

lebih rinci mengenai faktor-faktor perilaku menyontek baik saat ujian maupun dalam mengerjakan tugas pribadi yaitu (1) karena terpengaruh oleh teman yang menyontek meskipun pada awalnya tidak memiliki niatan, (2) terpaksa membuka buku karena pertanyaan terlalu membuku sehingga para siswa dituntut untuk hafal kata-perkata, (3) merasa guru kurang adil atau diskriminatif dalam pemberian nilai, (4) adanya peluang karena pengawasan yang kurang ketat, (5) takut gagal, yang bersangkutan tak siap menghadapi ujian tetapi tidak mau gagal, (6) ingin nilai tinggi tetapi tidak siap mengimbangi dengan belajar, (7) tidak percaya diri, sebenarnya yang bersangkutan sudah belajar tetapi ada kekawatiran kalau lupa sehingga membuat catatan kecil untuk sarana mengingat-ingat, (8) terlalu cemas menghadapi ujian, sehingga hilang ingatan sama sekali lalu terpaksa buka buku atau bertanya pada teman.

Dalam hal ini, konformitas memiliki kontribusi yang negatif terhadap perilaku menyontek pada siswa siswi kelas XI di SMA Batik 2 Surakarta yang berarti semakin tinggi tingkat konformitas subjek maka semakin rendah perilaku menyontek, sebaliknya semakin rendah konformitas maka semakin tinggi perilaku menyonteknya. Hal ini sesuai pendapat yang dikemukakan oleh Hurlock (1994) yang menjelaskan bahwa kebutuhan untuk diterima dalam kelompok sebaya menyebabkan remaja melakukan perubahan dalam sikap dan perilaku sesuai dengan perilaku anggota kelompok teman sebaya. Sehingga apabila kelompok yang

diikuti siswa tersebut dalam hal ini adalah teman-teman satu kelasnya tidak menyontek, maka siswa tersebut juga tidak akan berperilaku menyontek.

Hal ini mencerminkan bahwa konformitas menjadi salah satu cara untuk dapat menekan perilaku menyontek pada siswa siswi kelas XI di SMA Batik 2 Surakarta. Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa konformitas dapat digunakan sebagai prediktor perilaku menyontek pada siswa siswi kelas XI SMA Batik 2 Surakarta. Namun, generalisasi dari hasil penelitian-penelitian ini terbatas pada populasi dimana tempat penelitian dilakukan. Sehingga penerapan pada ruang lingkup yang lebih luas dengan karakteristik yang berbeda kiranya perlu dilakukan penelitian lagi dengan menggunakan atau menambah variabel-variabel lain yang belum disertakan dalam penelitian ini, ataupun dengan menambah dan memperluas ruang lingkup penelitian.

Adapun kelemahan dalam penelitian ini adalah hanya melihat pengaruh konformitas dari beberapa variabel yang mempengaruhi perilaku menyontek dan generalisasi dari hasil penelitian hanya terbatas pada populasi dimana penelitian dilakukan yaitu siswa siswi kelas XI SMA Batik 2 Surakarta.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa :

(13)

menyontek pada siswa siswi SMA Batik 2 Surakarta. Artinya, semakin tinggi konformitas maka semakin rendah perilaku menyontek pada siswa siswi SMA Batik 2 Surakarta, sebaliknya semakin rendah konformitas, maka semakin tinggi perilaku menyontek. b. Tingkat konformitas pada siswa

siswi SMA Batik 2 Surakarta tergolong tinggi.

c. Tingkat perilaku menyontek pada siswa siswi SMA Batik 2 Surakarta tergolong rendah. d. Sumbangan efektif konformitas

terhadap perilaku menyontek adalah 23%

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh selama pelaksanaan penelitian, maka penulis memberikan saran yang diharapkan dapat bermanfaat, yaitu: 1. Bagi Kepala sekolah SMA Batik

2 Surakarta diharapkan dapat mempertahankan tingkat konformitas yang tinggi dan perilaku menyontek yang rendah pada siswa siswi SMA Batik 2 Surakarta agar dapat lebih berprestasi melalui cara-cara yang jujur dan positif dengan cara meningkatkan aspek-aspek konformitas seperti perilaku, penampilan, dan pandangan sesuai dengan konformitas positif.

2. Bagi Guru SMA Batik 2 Surakarta. Dari hasil penelitian yang diperoleh, diketahui konformitas memiliki hubungan negatif yang sangat signifikan dengan perilaku menyontek. Guru diharapkan mampu

memberikan kegiatan yang dapat meningkatkan konformitas pada para siswa sebagai salah satu cara untuk menekan perilaku menyontek pada siswa siswi SMA Batik 2 Surakarta. Misalnya teknik belajar menggunakan pembentukan kelompok-kelompok belajar. Sehingga siswa siswi yang memiliki konformitas positif dapat memberi pengaruh untuk

conform kepada siswa siswi yang lain, karena meskipun mayoritas siswa memiliki tingkat perilaku menyontek yang rendah, tetapi masih banyak siswa yang memiliki tingkat perilaku menyontek yang sedang.

3. Bagi siswa siswi SMA Batik 2 Surakarta diharapkan untuk dapat mempertahankan konformitas positif yang tinggi dengan cara meningkatkan aspek-aspek konformitas seperti perilaku yang jujur dalam menghadapi ujian, penampilan yang sesuai dengan peraturan sekolah dan membuat sebuah mind set bahwa menyontek adalah perbuatan yang salah. Manfaat yang lebih besar dari konformitas adalah mampu untuk menggali potensi-potensi siswa yang berkaitan dengan prestasi akademiknya sehingga mampu menekan perilaku menyontek.

(14)

baik. Penulis menyarankan untuk mengukur perilaku menyontek selain dari variabel konformitas, sehingga dapat mengungkap lebih baik mengenai perilaku menyontek. Penulis juga berharap sedikit kelebihan dari penelitian ini dapat menjadi manfaat dan masukan bagi penelitian selanjutnya untuk menjadi masukan dalam penelitian identifikasi faktor menyontek. Serta banyak kekurangan yang terdapat pada penelitian ini dapat dijadikan pelajaran sehingga dapat dioptimalkan pada penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abramovitz, M. (2000). "Why Cheating is Wrong?"

Journal Current Health 2,

27 (2).

Alhadza, A. (2012). Masalah Perilaku Menyontek (cheating) Di Dunia Pendidikan.

http://indriasri.blogspot.com

/2007/06/masalah- menyontek-cheating-di-dunia.html. Diakses pada tanggal 13 Desember 2012.

Baron, R.A., & Byrne, D. (2005).

Psikologi Sosial edisi 10. Jakarta: Penerbit Erlangga

Bowers, William J. (1964). Student Dishonesty and Its Control in College, Colombia University Bound. New York: McMillan

Davis, S.F., Grover, C.A., Becker, A.H. & McGregor, L.N. (1992). "Academic dishonesty: Prevalence, Determinants, Techniques and Punishmenta".

Teaching of Psychology, 19 (1), 16-20

Fishbein, M. & Ajzen, I. (1975).

Belief, attitude, intention, and behavior: An introduction to theory and research. Reading, MA: Addison-Wesley.

Gage, N. L., & Berliner, D. C. (1998) Educational psychology (6th ed.). Boston, MA: Hougton Mifflin

Haryono, W., Hardjanta, G., dan Eriyani, P. (2001). Perilaku Menyontek Ditinjau dari Persepsi terhadap Intensitas Kompetisi Dalam Kelas dan Kebutuhan Berprestasi.

Jurnal Psikodimensia. Volume 2. No. 1, hal 10-16 September Desember 2001. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata.

Hurlock, E.B. (1993). Psikologi Perkembangan Anak Jilid II. (terjemahan : Meitasaritjandrasa).

(15)

Irawati, I. (2008). Budaya Menyontek di Kalangan Pelajar. (dalam

http://www.kabarindonesia. com/, diakses 21 Desember 2012)

Monks, F, J. & Haditono, K, A.M.P. (2002). Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai Bagian.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Mujahidah (2009). Budaya Menyontek di Dunia Pendidikan (dalam http://syariffathulhamdi.blo gspot.com/, diakses 13 Desember 2012)

Santrock, J. W. (2009). Psikologi Pendidikan. Edisi Tiga Buku 1 (Terjemahan oleh Diana Angelica). Jakarta: Salemba Humanika.

Santrock, J.W. (2002). Life Span Development

Perkembangan Masa Hidup

Jilid 2 Edisi kelima. Jakarta: Erlangga

Sears, D.O. (1985). Psikologi Sosial

(Terjemahan oleh Michael Adiyanto dan Savitri Soekrisno). Jakarta: Erlangga.

Surya, A.S. (2001). Perbedaan Tingkat Konformitas Ditinjau dari Gaya Hidup Pada Remaja. Psikologika: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi. Nomor 7. Hal 64-72. Yogyakarta:

Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Apakah ada hubungan antara karakteristik konsumen (pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan usia) dengan atribut perumahan (fasilitas/infrastruktur, harga, kualitas bangunan, dan

The objectives of this final report are to describe the roles and responsibilities of local guides in Puro Mangkunegaran, and to identify the constraints the local

Jarak pagar genotipe Medan I-5-1, Dompu, IP-2P-3-4-1, Sulawesi, dan Bima M tergolong toleran tanah masam karena pada pH 5.0 memiliki hasil yang lebih baik

Swasta PNS/TNI/Polri Wiraswasta

Selanjutnya pengaruh temperatur pemasukan batang pengaduk terhadap terhadap harga faktor bentuk F butir α (Al) primer hasil rheocasting diperlihatkan pada Gambar 4..

Struktur Genetik Manggis ( Garcinia mangostana L.) Berbasis Marka Morfologi dan Molekuler. Dibimbing oleh SOBIR, ROEDHY POERWANTO dan EDI SANTOSA. Pengetahuan tentang

Di Daerah Otonomi Baru kinerja keuangan efisiensi dan Pengelolaan Belanja berpengaruh positif signifikan terhadap belanja operasi, sedangkan Kemandirian dan

Manfaat yang dapat dalam penulisan tugas akhir ini adalah.. memberi kemudahan dalam melakukan transaksi lelang