• Tidak ada hasil yang ditemukan

MECHANICAL PROPERTIES OF BAMBOO FIBER REINFORCED POLYESTER COMPOSITES

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MECHANICAL PROPERTIES OF BAMBOO FIBER REINFORCED POLYESTER COMPOSITES"

Copied!
1
0
0

Teks penuh

(1)

Mahdani, Zulfadhli

University of Syiah Kuala, Department of Mechanical Engineering, Jln. Tgk. Syech Abdul Rauf No.7 Darussalam, Banda Aceh 23111

Tel./Fax. +6265153288, +6265152222 E-mail: [email protected]

ABSTRACT

The experimental research here was concerned with the influence of fiber volume fraction with respect to mechanical characteristics of bamboo-fiber composite with the aim to obtain the optimum composition between fiber and matrix. The specification of bamboo-fiber was: E = 3.2170 GPa, max = 0.0716 GPa, density = 0.39 gr/m3, specific modulus E/ = 8.25 and specific strength / = 0.184. The specification of the matrix was: polyester with density = 1.15 gr/cm3. The manufacturing method for the composite specimens was hand lay-up. Testing were done using UTM Dartec with capacity of 250 kN. The experiment shows that bamboo-fiber composite has modulus of elasticity (E) of 2.1642 GPa and tensile strength (max) of 42.56 MPa.

The comparison with previous research (Yong Li, 1999) shows that present result has a better characteristics. It can also be point out that the bamboo-fiber composite concerned has higher mechanical properties compare to other composite using natural fiber (with natural fibers, e.g.

coconut fiber, banana fiber and palm fiber).

Keywords: Mechanical properties, modulus of elasticity, fiber volume fraction, resin polyester, hand lay-up, characteristics static.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan memprediksi pengaruh fraksi volume serat terhadap karakteristik statik komposit serat bambu, untuk mendapatkan komposisi yang optimum antara serat (fiber) sebagai penguat dan matriks (matrix) atau resin sebagai pengikat serat. Serat yang digunakan adalah serat dari bambu duri dengan spesifikasi: modulus elastisitas, E : 3,2170 GPa, kekuatan tarik,

maks : 71.87 MPa, massa jenis, ρ : 0,39 gr/cm3, modulus spesifik, (E/ρ) : 8,25 dan kekuatan spesifik, (

/ρ) : 0,184.Matriks yang digunakan adalah resin polyester dengan massa jenis, ρ = 1,15 gr/cm3. Spesimen uji dibuat menggunakan proses hand lay-up, kemudian diuji tarik dengan mesin UTM Dartec kapasitas 250 kN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa material komposit serat bambu memiliki modulus elastisitas dan kekuatan tarik yang lebih baik jika dibandingkan misalnya dengan hasil penelitian sebelumnya (Yong Li, 1999). Dari penelitian ini ternyata material komposit serat bambu yang diteliti memiliki sifat-sifat mekanik yang lebih baik dari pada bahan komposit yang terbuat dari serat alamiah lain, (seperti: serat kelapa, serat pisang, dan serat palm atau ijuk).

Kata Kunci: Sifat-sifat mekanik, modulus elastisitas, fraksi volume serat, resin polyester, hand lay-up, karakteristik statik.

1. PENDAHULUAN

Dari beberapa penelitian tentang material komposit serat bambu banyak diantaranya yang sudah dipatent-kan, dari tahap pengolahan, produksi dan penggunaannya, diantaranya adalah: Akiyama, US Patent No. 5,397,067; 6,086,804; 6,391,435 B1; Ryan, US Patent No. 5,980,672; Lehman, US Patent No. 5,743,809;

Shibusawa, US Patent No. 5,814,170; 5,786,063; Fuji, US Patent No. 5741589, 5840226. Yong Li, AWC.

Lee, X Bai dan PN. Peralta, mencoba meneliti hal yang sama seperti diatas dengan formulasi yang berbeda.

Satu diantara patent yang berhubungan erat dengan makalah ini adalah US Patent No. 5,882,745 yang dilakukan oleh Yong Li dari The Hongkong University of Science and Technology yang berjudul “Bamboo Fiber Reinforced Polypropylene Composite”, yaitu bambu dengan serat pendek/serbuk bambu berorientasi acak yang dicampur dengan resin polypropylene dan meleated yang diperlakukan melalui proses pemanasan,

(2)

sehingga menghasilkan material komposit serat bambu dengan kekuatan tarik maksimum sebesar 36 Mpa.

Sedangkan perbandingan antara massa serat dan resin yang optimum adalah sebesar 40-50% massa serat.

Dalam makalah ini, masalah dibatasi pada penentuan karakteristik statik yaitu modulus elastisitas dan kekuatan tarik dari material komposit serat bambu-polyester terhadap perubahan fraksi volume serat dengan orientasi serat bersudut 0 (unidirectional), dengan uji tarik menggunakan mesin UTM (universal testing machine) Dartec, kapasitas 250 kN yang dilengkapi dengan “system software manager”. Proses pembuatan material komposit serat bambu-polyester ini, menggunakan metoda hand lay-up dengan memvariasikan fraksi volume seratnya. Material komposit serat bambu-polyester ini selanjutnya dianggap sebagai benda isotropik (sifat-sifatnya sama dalam semua arah), dengan kandungan void (rongga udara yang terjebak) diabaikan.

2. MATERIAL KOMPOSIT

Berdasarkan pengertiannya material komposit adalah campuran dari dua atau lebih bahan dasar yang dicampur secara makroskopis, artinya sifat asli dari bahan pembentuknya masih terlihat. Berbeda dengan paduan (alloy) yang campurannya mikroskopis (atomic)3]. Keunggulan dari material koposit adalah penggabungan sifat-sifat yang unggul dari masing-masing unsur pembentuknya. Hal ini disebabkan jumlah unsur-unsur pencampurannya cukup besar (> 5%). Secara umum material komposit terdiri dari dua unsur yaitu serat (fiber) sebagai bahan penguatnya dan matriks sebagai bahan pengikat serat. Serat inilah yang akan menentukan karakteristik material komposit seperti kekakuan, kekuatan dan sifat mekanik lainnya. Serat pula yang menahan sebagian besar gaya-gaya yang bekerja pada material komposit. Sedangkan matriks bertugas melindungi dan mengikat serat agar dapat bekerja dengan baik4]. Karenanya bahan serat yang digunakan haruslah bahan yang kuat dan getas, seperti karbon, kaca dan boron, sebagai serat buatan, serta dari serat alam.

Bahan matriks dipilih bahan-bahan yang lunak seperti plastik dan logam-logam lunak (aluminium, tembaga dsb) 5]. Dari definisi diatas akan terlihat bahwa sebagian besar struktur-struktur alami yang terdapat dialam ini dapat dikategorikan sebagai material komposit, seperti daun dan batang bambu. Terlihat bahwa material komposit meskipun memiliki kelangsingan (aspect ratio) yang tinggi, relatif kaku, sehingga lendutannya relatif kecil7]. Dengan kata lain perancangan untuk memperoleh kinerja yang lebih tinggi, efisien dan optimum (struktur yang ringan dan kaku) haruslah menggunakan material komposit.

2.1 Klasifikasi Material Komposit

Material komposit dapat diklasifikasikan kedalam beberapa jenis tergantung dari sifat serat dan geometrinya. Sifat-sifat mekanik material komposit seperti kekakuan, kekuatan dan keliatan serta ketahanan Secara garis besar material komposit terdiri dari material komposit partikel (particulate composite) dan material komposit serat (fibre composite) yang terdiri dari serat panjang (continuous fibre) dan serat pendek (short fibre/whisker)3]. Material komposit serat adalah material komposit yang umum dikenal, paling banyak dipakai dan dibicarakan. Karena itu penyebutan material komposit berarti material komposit serat. Material komposit sangat efisien dalam menerima beban, karena tugas tersebut ditanggung oleh serat.

Dua hal yang membuat serat dapat menahan beban dengan efektif yaitu bila:

1. Perekatan (bonding) antara serat dan matriks (disebut juga interfacial bonding) sangat baik dan kuat sehingga serat tidak mudah lepas dari matriks (debonding).

2. Kelangsingan (aspect ratio), yaitu perbandingan antara panjang dan diameter serat harus cukup besar. Hal ini disyaratkan agar tegangan geser yang terjadi pada permukaan antara serat dan matriks kecil. Biasanya disyaratkan kelangsingan serat lebih besar dibanding 100, agar serat dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

2.2 Bahan Serat

Syarat utama suatu serat haruslah kuat, kaku dan getas. Hal ini terjadi karena seratlah yang terutama menahan gaya luar, sehingga serat haruslah kaku dan kuat. Kekuatan dari serat terletak pada ukurannya yang sangat kecil, kadang-kadang dalam orde mikron. Ukuran yang kecil menghilangkan cacat-cacat dan ketidak sempurnaan kristal yang bisa terdapat pada bahan yang berbentuk padatan besar sehingga serat menyerupai kristal tunggal yang tanpa cacat, sehingga kekuatannya sangat besar. Sebagai contoh, gelas padatan akan pecah pada tekanan beberapa psi saja, tetapi serat gelas mempunyai kekuatan hingga 400.000-700.000 psi, bahkan dalam skala laboratorium dapat mencapai 1.000.000 psi. Hal yang sama terjadi bila serat dibuat dari bahan polimer. Dengan cara mengatur arah molekulnya akan diperoleh serat dengan kekuatan yang besar. Ini terjadi pada serat aramid (sebagai contoh kevlar) dan karbon. Serat-serat yang disebutkan diatas termasuk dalam serat pabrik yang banyak dipasaran dan harganya cukup mahal, namun banyak digunakan di dunia industri.

Disamping itu adapula serat alami yang mudah didapat dan lebih murah serta mudah dalam hal pengadaanya.

Penggunaan serat alami selama ini masih sangat jarang. Oleh karenanya pada penelitian ini digunakan material

(3)

komposit serat bambu dengan orientasi arah serat acak dan bersudut 0° (unidirection), yang dikelompokkan kedalam serat sisal, dan mempunyai harga modulus elastisitas (E = 17 GPa).

2.3 Serat Alam

Serat alam adalah jenis serat yang terdapat di alam tanpa melalui proses produksi. Jenis serat alam seperti serat kapas, silk, wool jute dan sisal, telah digunakan secara meluas untuk bahan pembuatan tekstil, twine dan rope, yang dihasilkan oleh hewan dan tumbuh-tumbuhan yang ada dialam ini. Tabel 2.1 menunjukkan beberapa jenis serat alami dengan kandungan dan kekuatan yang dimilikinya. Kayu dan bambu merupakan contoh material komposit serat alami, dimana selulosa yang berupa serat diikat oleh lignin yang bertindak sebagai matriks.

Tabel 2.1 Beberapa serat alami dengan kandungan yang dimilikinya.

Density Cellulose Hemicellulose Lignin (Mg/m3) (%) (%) (%)

Wood 1.5 40 40 20

Jute 1.3 72 14 14

Hemp - 71 22 7

Sisal 0.7 74 - 26

Young’s Tensile Specific Specific Modulus Strength Modulus Strength (GPa) (MPa) [Gpa/( Mg/m3)] [Gpa/( Mg/m3)] Wood - 500 - 333

Jute 55.5 442 43 340

Hemp - 460 - -

Sisal 17 530 24 757

Sumber: Composite Materials Engineering and Science, Matthews & Rawlings, 1994 Dari 125 species bambu di Asia, 38 jenis yang berasal dari 10 marga terdapat di Indonesia, jenis serat bambu yang dipilih adalah dari jenis bambu duri (bambusa blumeana)11]. Bambu ini banyak terdapat dan digunakan juga sebagai pengikat pengganti tali oleh masyarakat. Selain fungsinya yang kuat dan fleksibel, bambu jenis ini juga banyak dipergunakan untuk konstruksi dan dekorasi rumah tangga. Kekuatan tarik yang dimiliki bambu ini mencapai 89,59 Mpa11]. Hal ini dibuktikan dengan pengujian tarik yang dilakukan (Zulfadhli, 2002). Bambu ini selanjutnya diraut untuk diambil seratnya. Rautan berukuran panjang satu ruasan bambu (± 500 mm) dengan ketebalan 0,5 – 1 mm dan lebar 10 – 25 mm. Kemudian lembaran serat bambu ini dibersikan dari debu dan ditarik saat pencetakan untuk dijadikan specimen uji. 2.4 Bahan Matriks Fungsi utama matriks adalah mengikat serat-serat secara bersama-sama karena sekumpulan serat tanpa matriks tidak dapat menahan gaya tekan dan gaya transversal. Matriks juga berguna meneruskan gaya ke serat- serat lainnya dan melindungi serat dari pengaruh lingkugan yang merusak. Oleh karenanya bahan matriks biasanya dipilih dari bahan yang lunak dan liat agar mampu meneruskan tegangan geser. Mekanisme penguatan kedua jenis bahan komposit tersebut berbeda dengan bahan komposit lainnya. Resin polimer (plastic) merupakan bahan umum yang biasa digunakan sebagai bahan matriks. 3. METODE PENGUJIAN 3.1 Massa Jenis Serat Bambu Massa jenis serat bambu

 

 dapat ditentukan dengan cara menimbang sejumlah serat dengan menggunakan timbangan mekanis untuk megetahui beratnya, kemudian memasukkannya ke dalam gelas ukur yang telah berisi air. Setiap perubahan volume yang terjadi pada gelas ukur dicatat, selanjutnya massa serat yang telah ditimbang dibandingkan dengan perubahan volume air. Untuk mendapatkan harga massa jenis dari serat bambu digunakan rumus: VM  1)

(4)

Agar memperoleh hasil yang akurat, maka sebaiknya pengukuran dilakukan berulang-ulang sehingga diperoleh massa jenis serat rata-rata:

(gr/ml) V

M

f f f

gr /ml

10 87656 ,

 3

≈ 0,387656 (gr / ml)

≈ 0,387656 (gr / cm3) 3.2 Massa Jenis Resin

Resin yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis resin yang banyak terdapat dipasaran dengan data dan spesifikasi seperti berikut ini:

Jenis resin: polyester

Sifat-sifat pada temperature 25°C

- viskositas : 450-500 cPs

- waktu pembekuaan : 15-30 menit

- warna : merah muda cerah

- massa jenis : 1,15 gr/cm3

Perbandingan katalis-resin;(1 kg resin : 20 cc katalis) 3.3 Perbandingan Volume Serat Dan Resin

Untuk mendapatkan fraksi volume serat dan resin yang berbeda-beda maka kita harus menentukan massa dan volume dari serat dan resin. Proses pencampurannya dilakukan dengan menggunakan rumus:

1

f

m v

v dimana;

serat volume fraksi

v

matriks volume

fraksi v

f m

: :

Dalam pengujian ini volume larutan serat bambu-polyester sama dengan volume cetakan yaitu:

= panjang x lebat x tinggi (mm)

= 170 x 118 x 2 (mm)

= 40.120 (mm3) ≈ 40,120 ≈ 40 ml

Volume serat dan resin (matriks) divariasikan sesuai dengan perbandingan fraksi volume serat yang telah ditentukan sesuai dengan tabel 3.1

Tabel 3.1

Perbandingan volume serat dan matriks

fraksi volume Volume serat Massa serat Volume matriks Massa matriks Katalis

serat (ml) (gr) (ml) (gr) (ml)

0,10 0,30 0,40 0,50

04 12 16 20

1,5506 4,6519 6,2025 7,7531

36 28 24 20

41,4 32,2 27,6 23,0

0,828 0,644 0,552 0,460 Sumber: Hasil Pengujian

Untuk memudahkan perhitungan dan pengukuran dalam menentukan volume serat dan resin maka satuan berat diubah menjadi satuan volume (ml). Fraksi volume serat dipilih 0,10; 0,30; 0,40 dan 0,50 karena untuk fraksi volume yang lain (lebih besar dari 0,50 atau vf > 0,5) akan cukup sulit dalam pembuatan material ujinya. Jika resin terlalu banyak maka kemungkinan terjadi kebocoran atau keluarnya resin dari cetakan cukup besar, sedang bila resin terlalu sedikit maka akan sangat sulit untuk meratakan resin di seluruh permukaan serat. Pengujian dilakukan dengan menggunakan mesin uji tarik (UTM: univerasal testing machine) buatan Dartec berkapasitas 250 kN, dilengkapi dengan Dartec Software System Manager yang dapat menampilkan grafik pembebanan (

P

) terhadap maktu (t), pertambahan panjang (

L

), stroke dan ekstensional. Pada uji

(5)

tarik ini, dimensi specimen dibuat berdasarkan ASTM D 3039 dengan ukuran panjang x lebar x tebal, masing- masing adalah: 170 x 20 x 2 (mm)

38 mm 67 - 90 mm 38 mm

Gbr. 3.1 Contoh Specimen Uji Tarik Material Komposit Serat Bambu

untuk setiap orientasi sudut serat. Namun dalam pembuatan material uji dengan cara hand lay-up ini banyak permasalahan yang mungkin terjadi, diantaranya terjadinya void (gelembung-gelembung udara yang terjebak) di dalam material komposit, juga ukuran specimen yang mungkin tidak akan sama satu sama lain akibat dari hasil pemotongan yang tidak rata, pengampelasan permukaan hasil pemotongan secara manual yang mengakibatkan ukuran specimen uji menjadi berbeda satu sama lain.

4. HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

Dari pengujian tarik yang dilakukan terhadap beberapa specimen material komposit serat bambu- polyester dengan orientasi sudut dan fraksi volume serat yang berbeda-beda, diperoleh data hasil pengujian sebagaimana terlampir. Tegangan yang terjadi pada saat material putus atau patah, dianggap sebagai tegangan maksimum atau merupakan kekuatan tarik dari material komposit tersebut. Untuk menentukan modulus elastisitas dari grifik uji tarik tegangan terhadap regangan, digunakan harga kemiringan (gradien) dari data grifik yang diperoleh, sehingga persamaan   E. terpenuhi.

Tabel 4.1 Hasil pengujian tarik

No A (mm2) mak(GPa)

(%) E1 (GPa) vf Letak Patah di Keterangan A1

A2 A3 A4

36,750 38,000 53,750 42,500

0,01193741 0,02158420 0,01987200 0,02333600

0,0220 0,0170 0,0147 0,0117

1,9201 2,8381 2,3224 3,3135

0,1 0,1 0,1 0,1

Ujung Ujung Tengah Tengah

Karena adanya void Karena adanya void

- - B1

B2 B3 B4

37,187 54,880 35,200 57,500

0,00004616 0,02537172 0,06367000 0,03234300

0,0180 0,0335 0,0257 0,0191

0,0027 1,5470 4,6520 3,1805

0,3 0,3 0,3 0,3

Ujung Ujung Tengah Tengah

Karena adanya void Karena adanya void

- - C1

C2 C3 C4

60,750 75,000 67,350 60,562

0,04489876 0,04692133 0,04021500 0,03322700

0,0236 0,0293 0,0212 0,0168

2,2422 2,1821 2,1463 3,3345

0,4 0,4 0,4 0,4

Ujung Ujung Tengah Tengah

Karena adanya void Karena adanya void

- - D1

D2 D3

49,500 50,287 47,730

0,02015468 0,01839622 0,02377749

0,0114 0,0146 0,0234

2,8080 2,4416 2,2946

0,5 0,5 0,5

Tengah Tengah Ujung

- -

Karena adanya void Sumber: Hasil Pengujian

Dari tabel diatas, dapat dibuat grafik modulus elastisitas (E), kekuatan tarik (

) dan regangan (

), terhadap fraksi volume serat bambu (vf). Berikut ini diperlihatkan gambar grafik yang diperoleh dari hasil pengujian, sebagai berikut:

(6)

Grafik E - vf

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6

Fraksi Volume Serat, vf

Modulus Elastisitas, E (GPa)

Gambar 4.1 Grafik Modulus Elastisitas (E), terhadap fraksi volume serat (vf ).

Dari gambar 4.1 memperlihatkan, kenaikan fraksi volume serat pada material komposit serat bambu, diikuti dengan penurunan harga modulus elastisitasnya. Ini menunjukkan bahwa semakin besar fraksi volume serat, maka material komposit serat bambu semakin elastis. Pada gambar 4.2, kenaikan fraksi volume serat diikuti dengan penurunan harga kekuatan tarik, yang berarti: kekuatan tarik (tensile strength) semakin rendah dengan bertambahnya fraksi volume serat. Sedangkan gambar 4.3, menunjukkan kenaikan fraksi volume serat diikuti dengan penurunan harga regangan (strain), yang berarti bahwa regangan dari material komposit bambu semakin berkurang apabila fraksi volume serat bertambah.

Grafik Tegangan maksimum - vf

0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6

Fraksi volume serat, vf

Kekuatan tarik (GPa)

Gambar 4.2 Grafik Kekuatan tarik (

), terhadap fraksi volume serat (vf ).

(7)

Grafik Regangan - vf

0 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025 0,03 0,035 0,04

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6

Fraksi volume serat, vf

Regangan (%)

Gambar 4.3 Grafik Regangan (

), terhadap fraksi volume serat (vf ).

4.1 Menentukan Modulus Elastisitas Hasil Percobaan dan Teori

Untuk memprediksi modulus elastisitas (E) dari material komposit serat bambu, digunakan “hukum percampuran” dan/atau “persamaan Halpin-Tsai”, lalu membandingkannya dengan data hasil pengujian. Pada gambar 4.4, terlihat bahwa modulus elastisitas hukum percampuran dan/atau persamaan Halpin-Tsai masih mendekati modulus elastisitas pengujian pada fraksi volume serat, vf = 0,4 dengan modulus elastisitas matriks, Em = 1,3 GPa; (modulus elastisitas matriks minimum).

Grafik E - vf Perbandingan hasil pengujian dan teoritik

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6

Fraksi volume serat, vf

Modulus elastisitas, E (GPa)

Pengujian Hk.Percampuran

Gambar 4.4 Grafik Modulus Elstisitas terhadap Fraksi volume serat hasil pengujian dan teoritik

(8)

Modulus elastisitas material komposit serat bambu dalam arah transversal, E2 dapat dihitung dengan anggapan bahwa tegangan transversal dikenakan sama besar pada serat dan matriks, maka harga E2 adalah:

m f f m

m f

v E v E

E E E

. .

.

2  

dimana;

Ef : modulus elastisitas serat = 3,217 (GPa).

Em : 1,3 – 4,5 (GPa).

vf : 0,1; 0,3; 0,4 dan 0,5 vm : 0,9; 0,7; 0,6 dan 0,5

Dengan memasukkan kedalam persaman diatas akan didapat harga E2 seperti pada tabel berikut:

No A

(mm2)

(GPa)

(%)

E (GPa)

vf

(%) Ef

(GPa) Em

(GPa) vm

(%)

E1

(GPa)

E2

(GPa) A1 36,750 0,011937 0,0220 1,9201 0,1 3,217 1,3 0,9 1,49170 1,382375 A2 38,000 0,021584 0,0170 1,3866 0,1 3,217 1,3 0,9 1,49170 1,382375 A3 53,750 0,019872 0,0147 1,5501 0,1 3,217 1,3 0,9 1,49170 1,382375 A4 42,500 0,023336 0,0117 2,4693 0,1 3,217 1,3 0,9 1,49170 1,382375 B1 37,187 4,62E-05 0,0180 0,0027 0,3 3,217 1,3 0,7 1,87510 1,582990 B2 54,880 0,025372 0,0335 1,5470 0,3 3,217 1,3 0,7 1,87510 1,582990 B3 35,200 0,063670 0,0257 2,8429 0,3 3,217 1,3 0,7 1,87510 1,582990 B4 57,500 0,032343 0,0191 2,2292 0,3 3,217 1,3 0,7 1,87510 1,582990 C1 60,750 0,044899 0,0236 2,2422 0,4 3,217 1,3 0,6 2,06680 1,706840 C2 75,000 0,046921 0,0293 2,1821 0,4 3,217 1,3 0,6 2,06680 1,706840 C3 67,350 0,040215 0,0212 2,1463 0,4 3,217 1,3 0,6 2,06680 1,706840 C4 60,562 0,033227 0,0168 1,8937 0,4 3,217 1,3 0,6 2,06680 1,706840 D1 49,500 0,020155 0,0114 1,9314 0,5 3,217 1,3 0,5 2,25850 1,851716 D2 50,287 0,018396 0,0146 1,8724 0,5 3,217 1,3 0,5 2,25850 1,851716 D3 47,730 0,023777 0,0234 1,4390 0,5 3,217 1,3 0,5 2,25850 1,851716 Sumber: Hasil Pengujian dan Perhitungan

Dari data hasil pengujian dan perhitungan tersebut, diperoleh beberapa masukan untuk didiskusikan diantaranya adalah:

1. Modulus elastisitas antara serat dan matriks relatif sama yaitu berkisar antara 1,3 – 4,5 (GPa); karena pada sudut 90º, hampir tidak ada serat yang menahan beban tarik, beban tersebut ditahan oleh matriks.

2. Antara serat dan matriks terjadi slip, karena daya rekat matriks yang lemah mengakibatkan saat terjadi pembebanan, serat dan matriks tidak bersamaan menahan beban, matriks yang pertama menerima beban, baru kemudian serat sampai specimen putus.

3. Jumlah serat persatuan luas yang tidak sama pada tiap tipe specimen, mengakibatkan perbedaan pada kekuatan tarik masing-masing specimen. Ini disebabkan karena proses dan cara pembuatan specimen yang masih sangat sederhana, sehingga data antara specimen satu dengan yang lainnya yang setipe berbeda.

4. Modulus elastisitas terhadap fraksi volume serat cenderung meningkat, akibat dari ikatan antar atom (serat dan matriks) lebih sedikit kadar matriksnya, sedang tegangan terhadap fraksi volume serat menjadi menurun, karena luas permukaan material dan gaya yang diberikan untuk setiap material berbeda, semakin besar volume fiber, maka semakin kecil gaya yang diberikan yang mengakibatkan tegangan yang terjadi semakin kecil (fenomena anomaly).

5. Ukuran serat yang tidak sama dalam satu specimen, mempengaruhi kekuatan tariknya.

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

1. Pembuatan specimen dengan cara hand lay-up, mengakibatkan porositas yang sukar untuk dihindari.

2. Semakin besar fraksi volume serat, semakin kecil terjadi tegangan (gaya/satuan luas yang semakin kecil).

3. Semakin besar fraksi volume serat, semakin tinggi modulus elastisitasnya, karena ikatan antar matriks dan serat semakin baik. Pertambahan harga modulus elastisitas sangat kecil karena harga E serat

E matriks.

4. Dari data hasil pengujian diperoleh antara lain:

(9)

-

maks = 0,06367 (GPa), pada specimen B3 dengan vf = 0,3.

-

min = 0,00046 (GPa), pada specimen B1 dengan vf = 0,3.

- E2maks = 1,85176 (GPa), pada specimen Ddengan vf = 0.5

- E2min = 1,38237 (GPa), pada specimen Adengan vf = 0,1.

-

maks = 0,03350 (GPa), pada specimen B2dengan vf = 0,3.

-

min = 0,01140 (GPa), pada specimen D1 dengan vf = 0,5.

- E maks = 2,84290 (GPa), pada specimen B3 dengan vf = 1,0.

- E min = 0,00270 (GPa), pada specimen B1 dengan vf = 0,3.

5. Dari data yang diperoleh, maka diketahui bahwa spesifikasi dari serat bambu yaitu:

Modulus tarik, E : 3,2170 (GPa) Kekuatan tarik,

maks : 0,06367 (GPa) Massa jenis, ρ : 0,39 (gr/cm3) Modulus spesifik, (E/ρ) : 8,25

Kekuatan spesifik, (

/ρ) : 0,164

6. Material komposit serat bambu ini bisa digunakan sebagai material dengan kekuatan struktur yang rendah.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan pengujian ulang dan uji lentur, serta uji yang lain, untuk memperoleh perbandingan modulus elastisitas, dengan specimen yang lebih baik tanpa void, sehingga mengurangi terjadinya slip antara resin dan serat.

2. Untuk memperoleh kekuatan yang lebih baik, gunakan resin jenis lain sebagai matriks, dengan orientasi serat bersudut, beberapa lapisan (laminat).

Daftar Pustaka

1. Aksa, M. F. 1999, “Uji Tarik Material Komposit Serat Ijuk-Polyester dengan Penambahan Talkum, Jurusan Teknik Mesin Unsyiah

2. Callister, W. D, 1994, “Materials Science and Engineering An Introduction”, John Willey & Sons, United State of America

3. Hadi, B.K. 2000, “Mekanika Struktur Komposit”, Catatan Kuliah, Departemen Teknik Penerbangan, Penerbit ITB, Bandung

4. Hull, D, 1981, “An Introduction to Composite Materials”, Cambridge Univ. Press, Cambridge, London 5. Jones, R.M, 1975, “Mechanics of Composites Materials”, New York, McGraw-Hill Book Company 6. Kartiko, D, 2000, “Prediksi Modulus Elastisitas Bahan Komposit Serat Pelepah Pisang dengan Uji Tarik”,

Jurusan Teknik Mesin ITENAS

7. Matthews, F. L and Rawlings, R. D, 1994, “Composite Materials: Engineering and Science”, Chapman &

Hall, New York

8. Nugroho, N and Ando, N, 1999, “ Development of Sructural Composite Board Made From Bamboo Zephyr Strand”, Proceeding of Pacific Timber Engineering Conference, Rotorua, New Zealand

9. Rizal, R.M, 2000, “Prediksi Modulus Elastisitas Material Komposit Serat Kelapa-Polyester dengan Uji Tarik”, Jurusan Teknik Mesin ITENAS

10. Yong Li, M.I, 1999, “Bamboo Fiber Reinforced Polypropylene Composite”, United States Patent and Trademark Office, No.5,882,745, USA

11. Zulfadhli, 2002, “Sifat-sifat Mekanik Material Komposit Serat Bambu Dengan Uji Tarik”, Thesis Magister Teknik Penerbangan ITB, Bandung

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah variabel biaya bauran promosi yang meliputi periklanan dan promosi penjualan secara individu dan secara bersama-sama

Kajian ini mencakup tentang teknik budidaya bunga gerbera dan bauran pemasaran yang meliputi empat aspek yaitu produk, harga, tempat dan promosi dalam pemasaran bunga gerbera

Injil Lukas yang memperlihatkan sisi kemanusiaan Yesus secara khusus dalam kisah Di Taman Getsemani (Luk 22:39-46) memang memberikan keteladanan bagaimana menghadapi situasi

dikenal dengan Hallyu diplomasi publik yang dijalankan oleh Korea Selatan mampu menarik perhatian dari

Melalui pemahaman bahwa ilmu adalah bersumber pada Yang Satu maka tidaklah heran jika muncullah konsep Sembilan Pilar Pendidikan Lembaga Pendidikan Islam yang dapat diterapkan

Oleh karena itu, semua unsur pendidikan yang ada, terutama di sekolah, harus dikondisikan dengan baik untuk membentuk karakter peserta didik. Misalnya, jika kita

Kamu telah mengetahui berbagai media tanam di bagian sebelumnya. Lihatlah di daerah sekitarmu! Media tanam apa yang banyak tersedia. Keterbatasan media tanam tanah tidak