PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 16/BC/2005
TENTANG
TATACARA PENDIRIAN, PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DI PULAU BATAM, BINTAN DAN KARIMUN
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka menunjang iklim investasi yang konsisten dan berkepastian hukum di Pulau Batam, Kawasan Bintan Industrial Estate dan Kawasan Karimun Industrial Cooperation, dipandang perlu untuk mengatur pelaksanaan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.04/2005 tentang Tempat Penimbunan Berikat di Pulau Batam, Bintan dan Karimun;
b. bahwa dalam rangka pelaksanaan huruf a tersebut diatas, dipandang perlu untuk mengatur Tatacara Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Tempat Penimbunan Berikat di Pulau Batam, Bintan Karimun;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a dan b tersebut di atas, dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tatacara Pendirian, Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Tempat Penimbunan Berikat di Pulau Batam, Bintan dan Karimun;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
4. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612);
5. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1995 tentang Perlakuan Perpajakan Dalam Rangka Kegiatan Konstruksi dan Kegiatan Operasi Pembangunan Proyek Pengembangan Pulau Bintan dan Pulau Karimun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3604);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3638) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1997 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3717);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2003 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah di Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4061) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4514);
9. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004;
10. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 399/KMK.01/1996 tentang Gudang Berikat;
11. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 587/PMK.04/2004;
12. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 123/KMK.05/2000 tentang Entrepot untuk Tujuan Pameran;
13. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 128/KMK.05/2000 tentang Toko Bebas Bea;
14. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 580/KMK.04/2003 tentang Tata Laksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dan Pengawasannya;
15. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 583/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah di Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam;
16. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 584/KMK.04/2003 tentang Pemasukan Barang Dari Luar Pabean ke Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2005;
17. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.04/2005 tentang Tempat Penimbunan Berikat di Pulau Batam, Bintan dan Karimun;
18. Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor Kep-07/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATACARA PENDIRIAN, PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DI PULAU BATAM, BINTAN DAN KARIMUN.
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan :
1. BBK adalah Pulau Batam, Kawasan Bintan Industrial Estate dan Kawasan Karimun Industrial Cooperation.
2. KB adalah Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat, di BBK.
3. PKB adalah Penyelenggara Kawasan Berikat di BBK.
4. PDKB adalah Pengusaha di Kawasan Berikat di BBK.
5. GB adalah Gudang Berikat sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat, di BBK.
6. PGB adalah Penyelenggara Gudang Berikat di BBK.
7. PPGB adalah Pengusaha Pada Gudang Berikat di BBK.
8. ETP adalah Entrepot untuk Tujuan Pameran sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat, di BBK.
9. PETP adalah Pengusaha Entrepot untuk Tujuan Pameran di BBK.
10. TBB adalah Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat, di BBK.
11. TPB adalah Tempat Penimbunan Berikat yang terdiri dari KB, GB, ETP dan TBB di BBK.
12. DPIL Pulau Batam adalah Daerah Pabean Indonesia Lainnya di Pulau Batam.
a. tempat pemasukan barang untuk tujuan TPB dari LDP, DPIL/KITE, TPB luar BBK dan TPB dibawah KPBC yang berbeda; serta
b. tempat pengeluaran barang dari TPB untuk tujuan LDP, DPIL/KITE, TPB di luar BBK dan TPB dibawah KPBC yang berbeda;
dimana ditempatkan petugas Bea dan Cukai.
18. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
19. KPBC adalah Kantor Pelayanan Bea dan Cukai di BBK.
20. Pejabat adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu.
21. Petugas adalah pegawai pelaksana Bea dan Cukai di BBK yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas tertentu.
22. BC 2.3 BBK adalah Pemberitahuan Pemasukan Barang Impor Ke Tempat Penimbunan Berikat BBK sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.04/2005.
23. BC.2.5 BBK adalah Pemberitahuan Pengeluaran Barang untuk tujuan-tujuan tertentu dari Tempat Penimbunan Berikat BBK sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.04/2005.
24. SPPB BC 2.3 BBK adalah Surat Persetujuan Pengeluaran Barang dan merupakan dokumen pelindung pengangkutan barang dari TPS ke TPB yang diterbitkan berdasarkan penggunaan BC 2.3 BBK.
25. SPPB BC 2.5 BBK adalah Surat Persetujuan Pengeluaran Barang dan merupakan dokumen pelindung pengangkutan barang yang diterbitkan berdasarkan penggunaan BC 2.5 BBK.
BAB II PENDIRIAN TPB
Pasal 2
(1) Perusahaan yang akan mengajukan
permohonan untuk memperoleh ijin sebagai :
a. PKB/PKB merangkap
PDKB/PDKB;
b. PGB/PGB merangkap
PPGB/PPGB;
c. PETP;
d. Pengusahaan TBB harus mengajukan permohonan dengan melengkapi dokumen yang dipersyaratkan secara lengkap dan benar kepada Kepala KPBC.
(2) Berdasarkan pengajuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPBC melakukan penelitian administratif dengan cara meneliti kelengkapan dan kebenaran data pada dokumen yang dipersyaratkan.
(3) Terhadap permohonan yang berkas dokumennya kurang lengkap, dibuatkan pemberitahuan
kekuranglengkapan permohonan kepada yang bersangkutan.
(4) Selanjutnya KPBC melakukan
pemeriksaan/peninjauan lokasi yang hasilnya dituangkan dalam Berita Acara pemeriksaan/peninjauan lokasi.
(5) Pemberian ijin diberikan selambat- lambatnya 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya dokumen secara lengkap dan benar.
(6) Permohonan ijin sebagai TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) baik bangunan sudah berdiri maupun belum, kecuali untuk Ijin ETP setelah fisik bangunan berdiri, dengan menggunakan contoh dalam Lampiran XIV Peraturan Direktur Jenderal ini.
(7) Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai contoh dalam Lampiran XIV Peraturan Direktur Jenderal ini.
(8) Tatacara untuk memperoleh ijin sebagai PKB/PKB merangkap
PDKB/PDKB
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Lampiran I Peraturan Direktur
(9) Tatacara untuk memperoleh ijin sebagai PGB/PGB merangkap
PPGB/PPGB
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal ini.
(10)Tatacara untuk memperoleh ijin sebagai PETP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal ini.
(11)Tatacara untuk memperoleh ijin sebagai Pengusahaan TBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 3
(1) Bagi TPB yang pada saat mengajukan permohonan Ijin sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 belum
menyelesaikan/belum memulai pembangunan untuk TPBnya, maka pembuatan Berita Acara Pemeriksaan Lokasi sebagaimana contoh lampiran XIV Peraturan Direktur Jenderal ini dilakukan setelah fisik bangunan selesai dan TPB siap beroperasi selambat-lambatnya 2 tahun sejak diberikannya Ijin sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (5).
(2) Pengusaha pemegang Ijin sebagai TPB yang pada saat mengajukan permohonan belum menyelesaikan
pembangunan fisik bangunan dan tidak memulai pekerjaan fisik bangunan dalam jangka waktu 6 bulan atau tidak menyelesaikan fisik bangunan dalam jangka waktu 2 tahun sejak diberikannya Ijin sebagai TPB, maka terhadap Ijin tersebut dapat dicabut dan barang yang telah diimpor diselesaikan dengan cara :
a. diekspor kembali;
b. dipindahtangankan kepada TPB lain;
c. dikeluarkan ke DPIL dengan membayar BM, PPN, PPnBM, dan PPh pasal 22 Impor sepanjang telah memenuhi ketentuan umum serta tatalaksana kepabeanan dibidang impor.
d. dimusnahkan dibawah pengawasan pegawai untuk barang-barang yang dapat habis dimusnahkan; atau e. diserahkan untuk
dimusnahkan kepada perusahaan pengolah limbah yang telah diakreditasi oleh Pemerintah untuk barang-barang yang mengandung B3.
a. Lokasi TPB dapat langsung dimasuki dari jalan umum dan dapat dilalui oleh kendaraan pengangkut barang.
b. Lokasi TPB tidak boleh berhubungan langsung dengan bangunan lain.
c. Lokasi TPB dapat mempunyai fasilitas sistem satu pintu utama dan/atau lebih untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari TPB.
d. Lokasi TPB mempunyai pagar pembatas keliling, kecuali untuk TPB yang mempunyai karakteristik produksi tersendiri (antara lain perusahaan galangan kapal sehingga lokasi TPB sebagian tidak dapat dipagari).
e. Batas alam seperti tebing dan jurang, dapat dianggap sebagai pagar sebagaimana dimaksud pada huruf d, namun harus diberi tanda yang jelas sebagai pembatas.
f. Menyediakan ruangan bagi petugas Bea dan Cukai apabila sewaktu-waktu diperlukan dalam melakukan pekerjaan di TPB tersebut atas permintaan pengusaha yang bersangkutan.
g. Memasang papan nama yang dapat dibaca dan tampak jelas di depan perusahaan baik fisik bangunan sudah maupun belum berdiri.
BAB III FASILITAS TPB
Pasal 5
(1) Pemasukan barang dari Luar Daerah Pabean ke TPB diberikan penangguhan Bea Masuk (BM),
pembebasan cukai, dan tidak dipungut PDRI, kecuali barang- barang yang berdasarkan ketentuan yang berlaku
dikenakan BM dan PDRI dan yang tidak digunakan baik langsung maupun tidak langsung untuk proses produksi KB dan kegiatan TPB, yang
pemasukannya mempergunakan dokumen BC 2.0.
(2) Pemasukan Barang Kena Pajak (BKP) dari DPIL ke TPB tidak dipungut PPN dan PPnBM.
(3) Pemasukan Barang Kena Cukai (BKC) dari DPIL ke TPB diberikan pembebasan cukai.
(4) Pemasukan barang dari TPB diluar BBK ke TPB tidak dipungut PPN dan PPnBM.
(5) Pemasukan barang dalam rangka sub kontrak dari PDKB, PDKB di luar BBK atau dari DPIL ke PDKB tidak dipungut PPN dan PPnBM termasuk PPN atas jasa pekerjaan sub kontrak.
(6) Pemasukan barang ke TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4) harus
digunakan baik langsung maupun tidak langsung untuk proses produksi KB atau sesuai peruntukan kegiatan TPB tersebut.
Pasal 6
(1) Pemasukan barang modal dan peralatan pabrik dari LDP dalam kondisi bukan baru ke TPB tidak memerlukan persetujuan impor dari Departemen Perdagangan ataupun Certificate of
Inspection dari Surveyor.
(2) Pemasukan barang dalam rangka relokasi pabrik dari LDP ke TPB tidak memerlukan persetujuan impor dari Departemen Perdagangan ataupun Certificate of
Inspection dari Surveyor.
Pasal 7
(1) Pengeluaran barang impor dari TPB ke TPB diluar BBK diberikan
penangguhan Bea Masuk, pembebasan cukai, dan tidak dipungut PDRI.
(2) Pengeluaran barang asal DPIL dari TPB ke TPB lainnya tidak dipungut PPN dan PPnBM atas penyerahan BKP.
(3) Pengeluaran barang dari TPB di Pulau Batam ke DPIL Pulau Batam tidak dikenakan BM, Cukai dan PDRI kecuali terhadap barang-barang yang berdasarkan
ketentuan yang berlaku dikenakan BM dan PDRI.
(4) Pengeluaran barang dari TPB ke DPIL dikenakan BM, Cukai dan PDRI kecuali ditujukan kepada pihak yang memperoleh fasilitas penangguhan BM, Cukai dan tidak dipungut PDRI.
(5) Pengeluaran barang dan hasil olahan dalam rangka sub kontrak dari PDKB ke PDKB diluar BBK atau ke DPIL tidak dipungut BM, Cukai, dan PDRI termasuk PPN atas jasa pekerjaan sub kontrak.
(6) Pengeluaran barang dan/atau bahan dari PDKB ke DPIL berupa :
a. barang hasil olahan dari PDKB ke DPIL yang seluruh bahan bakunya berasal DPIL;
b. barang selain hasil olahan asal DPIL;
c. barang sisa dan/atau potongan dari hasil olahan yang bahan bakunya berasal dari DPIL;
dipungut PPN,
(7) Pengeluaran kembali barang asal DPIL yang
direparasi/direkondisi di PDKB, dipungut BM dan PDRI atas komponen/Spare part yang berasal dari LDP yang dipasang pada barang tersebut.
(8) Pengeluaran kembali barang asal DPIL yang
direparasi/direkondisi di PDKB dipungut PPN atas komponen/Spare part yang berasal dari DPIL yang dipasang pada barang tersebut.
(9) Penyerahan Jasa Kena Pajak atas pengerjaan
reparasi/rekondisi sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) tidak dipungut PPN atas jasa.
(10)Pengeluaran barang asal LDP yang direparasi/direkondisi di PDKB ke DPIL, dipungut BM dan PDRI.
(11)Pengeluaran barang asal LDP yang direparasi/direkondisi di PDKB dengan menggunakan komponen/Spare part asal DPIL ke DPIL, dipungut PPN atas
komponen/Spare part yang berasal dari DPIL yang dipasang pada barang tersebut.
(12)Pengeluaran barang asal DPIL yang tidak diproses lebih lanjut, kemudian
dikembalikan
(reject) dari PDKB ke DPIL tidak dipungut PPN sepanjang pengirim dan penerima barang di DPIL adalah perusahaan pemilik yang sama.
Pasal 8
(1) Semua perusahaan TPB yang beroperasi di BBK
digolongkan sebagai perusahaan yang masuk dalam kategori Daftar Putih.
(2) Pengecualian dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah apabila suatu perusahaan TPB yang beroperasi di BBK
berdasarkan suatu bukti pendahuluan yang cukup, dianggap telah melakukan tindak pidana kepabeanan.
(3) Segala bentuk jaminan yang berdasarkan ketentuan yang berlaku
dipersyaratkan bagi
penyelenggaraan TPB, dapat diberikan dalam bentuk Jaminan Tertulis.
Pasal 9
(1) PKB, PDKB, PGB, atau PPGB dengan persetujuan kepala KPBC, dapat menggunakan :
a. BC 2.3 BBK dengan fasilitas pengajuan Berkala;
b. BC 3.0 Berkala;
c. BC 2.5 BBK Berkala.
(2) PJT yang membawa barang TPB dengan persetujuan Kepala KPBC dapat menggunakan BC 2.3 BBK dengan fasilitas pengajuan Berkala.
(3) Penggunaan
pemberitahuan berkala dan/atau pengajuan secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada PKB, PDKB, PGB atau PPGB yang mempunyai reputasi baik, dengan kriteria :
a. Penggunaan BC 2.3 BBK, BC 2.5 BBK dan BC 3.0 tersebut mempunyai frekuensi yang tinggi serta perlu segera digunakan; atau b. Berdasarkan
pertimbangan dari Kepala KPBC.
(4) Penggunaan BC 2.3 BBK dengan fasilitas pengajuan Berkala :
a. Memberitahukan kepada Kepala KPBC untuk mendapat persetujuan pengajuan Berkala BC 2.3 BBK;
b. Pengeluaran barang dengan mempergunakan dokumen pelengkap pabean (invoice,
packing list, B/L dan dokumen lain yang
diperlukan);
c. Pengeluaran barang dari TPS mempergunakan SPPB-BC2.3 BBK Berkala yang diterbitkan oleh KPBC dengan
mencantumkan nomor dan tanggal BC 2.3 BBK;
d. BC 2.3 BBK dibuat untuk setiap SPPB BC 2.3 BBK yang diajukan pada bulan yang bersangkutan.
e. Paling lambat pada hari kerja ketiga bulan berikutnya mengajukan seluruh BC 2.3 BBK dengan dilampiri dokumen pelengkap pabean, SPPB BC 2.3 BBK rangkap ke-1 dan bukti bayar PNBP
(5) Penggunaan BC 2.5 BBK Berkala :
a. Memberitahukan kepada Kepala KPBC untuk mendapat persetujuan pengajuan BC 2.5 BBK Berkala;
b. Pengeluaran barang dengan mempergunakan dokumen pelengkap pabean;
c. Pengeluaran barang dari TPB/TPS mempergunakan SPPB-BC2.5 BBK Berkala yang diterbitkan oleh KPBC;
d. 1 (satu) BC 2.5 BBK Berkala dibuat untuk seluruh SPPB- BC2.5 BBK Berkala yang diajukan pada bulan yang bersangkutan.
e. Paling lambat pada hari kerja ketiga bulan berikutnya pengajuan BC 2.5 BBK Berkala dengan dilampiri dokumen pelengkap pabean, SPPB BC 2.5 BBK Berkala dan bukti bayar PNBP untuk penjualan ke DPIL/KITE
(6) Penggunaan BC 3.0 Berkala :
a. Memberitahukan untuk mendapat persetujuan pengajuan BC 3.0 berkala;
b. Pengeluaran barang dengan mempergunakan dokumen pelengkap pabean;
c. Pemasukan barang ke TPS mempergunakan Persetujuan Ekspor (PE) Berkala yang diterbitkan oleh KPBC;
d. 1 (satu) BC 3.0 Berkala dibuat untuk seluruh PE Berkala yang diajukan pada bulan yang bersangkutan;
e. Paling lambat pada hari kerja ketiga bulan berikutnya mengajukan BC3.0 Berkala dengan
dilampiri dokumen pelengkap pabean, PE Berkala dan bukti bayar PNBP.
BAB IV KEWAJIBAN TPB
Pasal 10
Pengusaha TPB berkewajiban untuk :
a. Menyelenggarakan pembukuan, menyimpan dan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya buku, catatan, dokumen pabean serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang Kepabeanan;
b. Menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan TPB yang diwajibkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini apabila dilakukan Audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak.
Pasal 11
(1) Penyelenggara
Kawasan Berikat atau Penyelenggara
Gudang Berikat berkewajiban untuk :
a. Memberikan rekomendasi kepada calon PDKB/PPGB di wilayahnya yang akan mengajukan ijin sebagai PDKB/PPGB;
b. Menyediakan sarana dan prasarana bagi PDKB/PPGB di wilayahnya;
c. Memberikan laporan kepada KPBC dalam hal :
1) PDKB/PPHB tidak
melakukan kegiatan berturut- turut selama 3 (tiga) bulan;
2) ada petunjuk bahwa PDKB/PPGB yang berada diwilayahnya akan
menutup usahanya secara diam- diam;
3) ada petunjuk bahwa PDKB/PPGB yang berada diwilayahnya melakukan pelanggaran di bidang kepabeanan;
4) 3 (tiga) bulan
sebelum berakhirnya kontrak sewa menyewa yang tidak diperpanjang antara PKB/PGB dengan PDKB/PPGB di
wilayahnya.
(2) Pengusaha Di Kawasan Berikat atau Pengusaha Pada Gudang Berikat wajib menyerahkan kepada PKB/PGB copy dokumen pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari PDKB/PPGB (SPPB- BC 2.3 BBK, SPPB- BC 2.5 BBK, Persetujuan Ekspor).
BAB V
PEMASUKAN BARANG KE TPB Pasal 12
Pemasukan barang ke TPB dapat berasal dari : a. Luar Daerah Pabean (LDP)/Impor;
b. Antar TPB yang berada dibawah pengawasan KPBC yang sama;
c. Antar TPB yang berada dibawah pengawasan KPBC yang berbeda;
d. TPB diluar BBK;
e. DPIL;
f. Perusahaan KITE di DPIL;
g. DPIL di Pulau Batam.
Pasal 13
(1) Pemasukan barang dari LDP ke TPB adalah barang :
a. impor;
dan/atau b. reimpor.
(2) Pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
(3) Pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilampiri PEB/BC 3.0 saat
pengeluaran barang ke LDP.
(4) BC 2.3 BBK dibuat oleh pengusaha TPB dan diajukan ke KPBC.
(5) Pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) : a. tidak dilakukan pemeriksaan fisik oleh petugas Bea dan Cukai;
b. tidak dilakukan penyegelan maupun pengawalan oleh petugas Bea dan Cukai;
c. tidak diberlakukan ketentuan tataniaga di bidang impor, kecuali barang yang terkena peraturan larangan impor.
(6) Pengeluaran barang dari TPS dan pemasukan ke TPB
menggunakan SPPB-BC 2.3 BBK yang diterbitkan oleh pejabat KPBC.
(7) Formulir SPPB-BC 2.3 BBK
sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), sesuai contoh dalam Lampiran XIV Peraturan Direktur Jenderal ini.
(8) Tatacara pemasukan barang dari LDP tujuan TPB
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam
Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 14
(1) Pemasukan dan
pengeluaran barang antar TPB yang berada
(2) Pemasukan dan
pengeluaran barang antar TPB yang berada
dibawah KPBC yang berbeda dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan BC 2.5 BBK.
(3) BC 2.5 BBK dibuat oleh Pengusaha TPB asal barang dan diajukan kepada KPBC yang membawahi TPB asal barang.
(4) Pemasukan dan
pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan penyegelan.
(5) Pengeluaran barang dari TPB asal barang dan pemasukan ke TPB tujuan barang
menggunakan SPPB-BC 2.5 BBK yang diterbitkan oleh Pejabat KPBC yang membawahi TPB asal barang.
(6) Formulir SPPB-BC 2.5 BBK
sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), sesuai contoh dalam Lampiran XIV Peraturan Direktur Jenderal ini.
(7) Tatacara pemasukan dan
pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dalam
Lampiran VI Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 15
(1) Pemasukan barang dari TPB di luar BBK ke TPB dengan
menggunakan dokumen pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang berlaku mengenai Tempat
Penimbunan Berikat
(2) Tatacara
pemasukan barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam :
a. Keputusan Direktur Jenderal tentang Tatacara Pendirian dan
Tatalaksana Pemasukan dan
Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan Berikat;
b. Keputusan Direktur Jenderal tentang Tatacara Pendirian dan
Tatalaksana Pemasukan dan
Pengeluaran Barang ke dan dari Gudang Berikat;
c. Keputusan Direktur Jenderal tentang Tatacara Pendirian dan
Tatalaksana Pemasukan dan
Pengeluaran Barang ke dan dari Entrepot untuk Tujuan Pameran;
d. Keputusan Direktur Jenderal tentang Tatacara Pengusahaan dan
Tatalaksana Pemasukan dan
Pengeluaran
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022
Pasal 16
(1) Pemasukan barang ke DPIL ke KB dengan menggunakan dokumen pemberitahuan BC 4.0.
(2) Tatacara pemasukan barang- barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam
Keputusan Direktur Jenderal tentang Tatacara Pendirian dan Tatalaksana Pemasukan dan
Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan Berikat.
Pasal 17
(1) Pemasukan barang dari perusahaan KITE di DPIL ke KB dengan menggunakan dokumen pemberitahuan BC 2.4.
(2) Tatacara pemasukan barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam
Keputusan Direktur Jenderal tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor.
Pasal 18
(1) Pemasukan barang dari DPIL Pulau Batam ke TPB Pulau Batam dilakukan tanpa menggunakan dokumen pabean.
(2) Pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dicatat oleh Pengusaha TPB, sebagai bagian dari penyelenggaraan pembukuan.
(3) Pemasukan barang dari DPIL Pulau Batam ke KB Kawasan Bintan Industrial Estate dan Karimun
Industrial Cooperation dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan BC 4.0.
(4) Tatacara pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam
keputusan Direktur Jenderal tentang Tatacara
Pendirian dan Tatalaksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan Berikat;
Pasal 19
(1) Pemasukan barang dari Luar Daerah Pabean (LDP)/Impor dan dari DPIL ke TPB dapat juga
dilakukan dengan cara :
a. Melalui perusahaan Jasa Titipan;
b. Hand Carry;
(2) Pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak
dibatasi
(3) Tatacara pemasukan barang dari LDP ke TPB
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam Lampiran XII Peraturan Direktur Jenderal ini.
BAB VI
PENGELUARAN BARANG DARI TPB Pasal 20
Pengeluaran barang dari TPB dapat ditujukan ke : a. Luar Daerah Pabean (LDP);
b. TPB di luar BBK;
c. TPB lain;
d. DPIL;
e. Perusahaan KITE di DPIL;
f. DPIL Pulau Batam.
Pasal 21
(1) Pengeluaran barang dari TPB ke LDP dengan menggunakan dokumen pemberitahuan BC 3.0.
(2) Tatacara pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam keputusan Direktur Jenderal tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Ekspor.
Pasal 22
(1) Pengeluaran barang dari TPB ke TPB diluar BBK dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan BC 2.5 BBK.
(2) BC 2.5 BBK dibuat oleh pengusaha TPB asal barang dan diajukan ke KPBC.
(3) Pengeluaran barang dari TPB dan pemasukan barang ke TPB di luar BBK
menggunakan SPPB-BC 2.5
(4) Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) a. tidak dilakukan pemeriksaan fisik oleh petugas Bea dan Cukai.
b. dilakukan penyegelan oleh Petugas Bea dan Cukai.
(5) Tatacara pengeluaran barang dari TPB ke TPB diluar BBK sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam
Lampiran VII Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 23
(1) Pengeluaran barang dari TPB ke DPIL dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan 2.5 BBK.
(2) BC 2.5 BBK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat oleh pengusaha TPB dan diajukan ke KPBC.
(3) Pengeluaran barang asal impor dari TPB ke DPIL dipungut BM, Cukai dan PDRI dan diberlakukan ketentuan umum di bidang impor.
(4) Dasar perhitungan pungutan negara atas pengeluaran hasil olahan PDKB ke DPIL adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.
(5) Pengeluaran barang dari TPB
menggunakan SPPB-BC 2.5 BBK yang diterbitkan oleh pejabat KPBC.
(6) Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan fisik oleh petugas Bea dan Cukai.
(7) Pemeriksaan fisik
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan di TPB yang bersangkutan.
(8) Tatacara Pengeluaran barang dari TPB ke DPIL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Lampiran VIII Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 24
(1) Pengeluaran barang dari TPB ke Perusahaan KITE di DPIL
dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan BC 2.5.BBK.
(2) BC 2.5 BBK diajukan oleh pengusaha TPB ke KPBC setelah ditandatangani dan dilakukan pembayaran BM dan PDRI oleh pengusaha KITE.
(3) Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan fisik di TPB oleh petugas Bea dan Cukai.
(4) Pengeluaran barang dari TPB
menggunakan SPPB-BC 2.5 BBK yang diterbitkan oleh pejabat KPBC.
(5) Tatacara pengeluaran barang dari TPB ke Perusahaan KITE sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam
Lampiran IX Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 25
(1) Pengeluaran barang asal impor dari TPB di Pulau Batam ke DPIL Pulau Batam melalui darat dilakukan tanpa
menggunakan dokumen pabean kecuali untuk barang- barang yang berdasarkan ketentuan yang berlaku
dikenakan BM dan PDRI dilakukan dengan menggunakan dokumen
(2) Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat oleh Pengusaha TPB, sebagai bagian dari penyelenggaraan pembukuan.
(3) Pengeluaran barang asal impor dari TPB Kawasan Bintan Industrial Estate dan Kawasan Karimun Industrial Cooperation ke DPIL Pulau Batam
menggunakan dokumen pabean pemberitahuan BC 2.5 BBK sesuai dengan ketentuan umum di bidang impor.
(4) Pembayaran BM dan PDRI atas
pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya untuk barang- barang yang berdasarkan ketentuan yang berlaku
dikenakan BM dan PDRI.
(5) BC 2.5 BBK dibuat oleh pengusaha TPB dan diajukan ke KPBC.
(6) Dasar perhitungan pungutan negara atas pengeluaran hasil olahan PDKB ke DPIL Pulau Batam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (3) adalah
berdasarkan pada Pasal 30.
(7) Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (3) dilakukan pemeriksaan fisik oleh petugas Bea dan Cukai.
(8) Pemeriksaan fisik
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan di TPB yang bersangkutan.
(9) Pengeluaran barang dari TPB ke DPIL Pulau Batam menggunakan SPPB-BC 2.5 BBK yang diterbitkan oleh Pejabat KPBC.
(10)Tatacara pengeluaran barang dari TPB tujuan DPIL Pulau Batam
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (3) diatur dalam Lampiran X
Pasal 26
(1) Pengeluaran barang dari TPB ke Luar Daerah Pabean
(LDP)/ekspor dan ke DPIL dapat juga dilakukan dengan cara :
a. Melalui perusahaan Jasa Titipan;
b. Hand Carry.
(2) Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak dibatasi nilai dan berat barang.
(3) Tatacara pengeluaran barang dari TPB ke LDP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam Lampiran XIII Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 27
Pengeluaran barang yang telah diolah di TPB dapat dikeluarkan dengan tujuan DPIL atau DPIL di Pulau Batam tanpa dikaitkan dengan realisasi ekspor.
Pasal 28
Pengeluaran barang dari TPB ke DPIL berupa mesin dan perlengkapan pabrik yang pada saat pemasukannya dalam kondisi bukan baru, menggunakan BC 2.5 BBK dilampiri Laporan Surveyor/Certificate of Inpection dari Surveyor yang telah mendapat akreditasi dari pemerintah, yang menyatakan bahwa barang tersebut bukan merupakan scrap.
BAB VII PEMUSNAHAN
Pasal 29
(1) Pemusnahan barang asal impor di BBK yang dilakukan di bawah pengawasan KPBC yang sama, tidak menggunakan dokumen pabean.
(2) Pemusnahan barang asal impor di BBK yang dilakukan di bawah pengawasan KPBC yang berbeda atau di luar BBK dilakukan dengan :
a. menggunakan dokumen pemberitahuan BC 2.5 BBK;
b. diawasi oleh KPBC tempat pemusnahan;
c. dibuatkan Berita Acara Pemusnahan oleh KPBC tempat
pemusnahan.
(3) Pemusnahan barang asal impor di BBK dan di luar BBK wajib dicatat sebagai kewajiban dalam menyelenggarakan pembukuan dan diberitahukan oleh pengusaha TPB kepada Kepala KPBC.
(4) Pengawasan oleh KPBC sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak diperlukan apabila barang yang dimusnahkan
tersebut merupakan barang yang mengandung B3 dan tempat
pemusnahannya dilakukan ditempat pengolah limbah yang telah mendapat akreditasi dari pemerintah. Dalam hal demikian surat keterangan yang dikeluarkan oleh perusahaan pengolah limbah tersebut dianggap sebagai Berita Acara Pemusnahan.
(5) Pemusnahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan setalah mendapat
persetujuan Pejabat KPBC.
(6) Pemusnahan barang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan (2) tidak dipungut BM, Cukai dan PDRI.
(7) Tatacara
pemusnahan barang dari TPB sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Lampiran XI Peraturan Direktur Jenderal ini.
BAB VIII
DASAR PERHITUNGAN PUNGUTAN NEGARA Pasal 30
Dasar perhitungan pungutan negara atas pengeluaran hasil olahan PDKB ke DPIL atau DPIL Pulau Batam adalah sebagai berikut :
a. BM berdasarkan tarif BM bahan baku dengan pembebanan dan kurs valuta asing yang berlaku pada saat dikeluarkan dari PDKB dan nilai pabean bahan baku pada saat diimpor ke PDKB;
b. Apabila pembebanan tarif BM untuk bahan baku lebih tinggi dari pembebanan tarif BM untuk barang hasil olahan, BM didasarkan pada pembebanan tarif BM barang hasil olahan yang berlaku pada saat dikeluarkan dari PDKB dan nilai pabean bahan baku pada saat diimpor ke PDKB.
c. Cukai berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. PPN,PPnBM berdasarkan tarif PPN atau PPnBM dikalikan harga jual;
e. PPh Pasal 22 berdasarkan tarif PPN dan PPnBM dikalikan harga jual;
f. PPh Pasal 22 berdasarkan tarif PPh dikalikan dengan prosentase kandungan bahan impor dikalikan harga jual, dalam hal bahan baku yang digunakan berasal impor dan DPIL.
BAB IX
PELAYANAN DAN PENGAWAN KEPABEANAN Pasal 31
(1) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak melakukan pengawasan atas pergerakan barang yang diangkut lewat darat di TPB dan di DPIL Pulau Batam kecuali:
a. terhadap barang- barang yang berdasarkan ketentuan yang berlaku;
b. ada petunjuk yang nyata telah terjadi pelanggaran Kepabeanan.
(2) Kepala KPBC di BBK tidak menempatkan pejabat Bea Cukai disetiap TPB kecuali atas permintaan
Pengusaha TPB dalam rangka pelayanan
Kepabeanan dan Cukai.
(3) Keberadaan
pejabat Bea dan Cukai di TPB hanya dalam rangka
pemeriksaan fisik barang yang diminta oleh pengusaha TPB berkenaan dengan kegiatan
Kepabeanan.
(4) Pengawasan oleh Bea Cukai dilakukan di pelabuhan
pemasukan dan pengeluaran barang di BBK.
(5) Pelayanan
Kepabeanan dan Cukai
dilaksanakan 7 (tujuh) hari dalam seminggu dan 24 (dua puluh empat) jam sehari.
(6) Kepala KPBC mengatur
pelaksanaan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat melakukan audit di bidang Kepabeanan terhadap pengusaha TPB.
Pasal 32
(1) Pemeriksaan fisik barang dilakukan di TPB atau tempat lain atas
permintaan pengusaha TPB yang disetujui oleh Kepala Kantor.
(2) Pemeriksaan dimulai paling lambat 3 (tiga) jam setelah diterimanya permintaan dari ybs.
BAB X
WEWENANG KEPALA KPBC
DALAM PERSETUJUAN DAN PENCABUTAN TBB Pasal 33
(1) Kepala KPBC berwenang untuk :
a. menetapkan suatu kawasan atau tempat sebagai TPB;
b. memberikan ijin sebagai PKB atau PKB
merangkap PDKB atau PDKB, PGB atau PGB merangkap PPGB atau PPGB, PETP dan pengusahaan TBB;
c. mencabut penetapan suatu kawasan atau tempat sebagai TPB;
d. mencabut ijin sebagai sebagai PKB atau PKB merangkap PDKB atau PDKB, PGB atau PGB merangkap PPGB atau PPGB, PETP dan pengusahaan TBB;
e. mengubah keputusan pemberian ijin
sebagaimana dimaksud pada huruf;
f. memberikan ijin lainnya yang
(2) Pemberian ijin dan perubahan ijin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar.
(3) Kepala KPBC di BBK membuat laporan
pertanggungjawaban kepada Direktur Jenderal apabila pelaksanaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan lebih dari 7 (tujuh hari) kerja.
BAB XI DATA BASE KPBC
Pasal 34
(1) KPBC membuat Data Base masing-masing Pengusaha/Penyelenggara TPB untuk setiap pemasukan dan pengeluaran barang dari dan ke TPB di BBK yang diangkut melalui pelabuhan
pembongkaran dan pemuatan di BBK.
(2) Data base sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk "T-account"
yang :
a. dibagian debetnya sekurang-
kurangnya
memuat : nomor urut; tanggal dan nomor dokumen pemasukan;
pelabuhan
bongkar, jumlah dan jenis barang;
jumlah devisa;
asal barang.
b. dibagian kreditnya sekurang- kurangnya
memuat : nomor urut; tanggal dan nomor dokumen pengeluaran;
pelabuhan
pemuatan, jumlah dan jenis barang;
jumlah devisa;
tujuan barang.
BAB XII
SANKSI ATAS PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH PENGUSAHA TPB
Pasal 35
(1) Pengusaha TPB yang terbukti melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan
berdasarkan suatu putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dicabut izinnya sebagai pengusaha TPB.
(2) Pengusaha TPB yang telah dicabut izinnya
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dimasukan ke dalam daftar hitam (black list) dan tidak dapat diberikan pelayanan kepabeanan
(diblokir).
(3) Pengajuan kembali sebagai pengusaha TPB dilayani setelah yang bersangkutan menjalani/memenuhi sanksi pidana yang dijatuhkan oleh Hakim yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap.
BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 36
Pengajuan dokumen pabean dapat dilakukan secara manual, disket maupun melalui Pertukaran Data Elektronik (PDE).
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN Pasal 37
(1) Semua ketentuan pelaksanaan
Keputusan Menteri Keuangan yang mengatur tentang Tempat Penimbunan Berikat sepanjang tidak
diatur/disempurnakan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, dinyatakan tetap berlaku.
(2) Dengan ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal ini, Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP- 58/BC/2005 tanggal 20 Juni 2005 dinyatakan tidak berlaku.
(3) Semua keputusan mengenai pendirian suatu kawasan atau tempat sebagai TPB dan persetujuan PKB atau PKB merangkap PDKB serta PGB atau PGB merangkap PPGB yang telah diterbitkan sebelum diberlakukannya peraturan Direktur Jenderal ini dinyatakan tetap berlaku.
(4) Semua permasalahan yang menyangkut TPB yang belum diselesaikan pada waktu berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, dapat diselesaikan
berdasarkan
peraturan Direktur Jenderal ini.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP Pasal 38
Apabila dikelak kemudian hari terdapat adanya kekeliruan dan kekurangan dalam peraturan ini akan diadakan perbaikan dan penambahan seperlunya.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 September 2005 DIREKTUR JENDERAL, ttd.
EDDY ABDURRACHMAN NIP 060044459