7 BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka
1. Modul Pembelajaran
Modul merupakan salah satu jenis media pembelajaran berupa bahan ajar yang dirancang dan disajikan secara sistematis. Modul pembelajaran bertujuan untuk melatihkan peserta didik melakukan pembelajaran secara mandiri atau tanpa fasilitator (Khabibah, Masykuri, & Maridi, 2017). Menurut Putri, Sumarmin, & Advinda (2018), modul merupakan media pembelajaran yang berisi materi, metode dan cara evaluasi yang dirancang secara sistematis, jelas dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.
Pembelajaran dengan modul memungkinkan siswa yang memiliki kemampuan belajar tinggi akan lebih cepat dalam menyelesaikan suatu kompetensi dasar dibandingkan siswa lainnya (Kementerian Pendidikan, 2004).
Septiani, et.al (2014), menyatakan bahwa penggunaan modul membuat siswa dapat belajar secara individual yang artinya mereka dapat mengatur kecepatan belajar sesuai dengan kemampuannya. Pembelajaran dengan modul membuat siswa mengukur tingkat penguasaan materi yang diberikan. Kurikulum 2013 menekankan siswa untuk berperan aktif pada pembelajaran. Kegiatan pembelajaran harus berkaitan dengan pengalaman pribadi siswa, oleh karena itu kegiatan pembelajaran harus diisi dengan kegiatan yang membiasakan siswa untuk mengamati, bertanya, menalar dan mencoba (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014). Bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik kurikulum 2013 adalah modul, yang mencakup tiga aspek yaitu kognitif, psikomotor dan sikap. Komponen yang ada pada modul seperti lembar kegiatan siswa akan melatih siswa untuk mandiri dan bertanggung jawab dalam belajar. Modul pembelajaran juga memiliki karakter self instructional, yang berarti memudahkan siswa untuk belajar secara mandiri tanpa bergantung pada pihak
commit to user
lain (Widodo & Jasmadi, 2008). Menurut Mulyasa (2006) dalam Rohmah, Hariyono & Sudarmiatin (2017), pembelajaran dengan modul memiliki tujuan utama untuk menciptakan pembelajaran yang efisien dan meningkatkan efektifitas pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal.
Menurut Budiono & Susanto (2006), modul memiliki beberapa komponen yaitu tujuan pembelajaran, lembar kegiatan siswa, lembar kerja, kunci lembar kerja siswa, lembar soal (evaluasi) dan kunci jawaban untuk lembar soal.
Modul pembelajaran dirancang dan disusun secara sistematis karena bertujuan untuk memudahkan siswa dalam menemukan pengetahuan baru, mengasah kemampuan berpikir, dan mampu belajar secara mandiri. Menurut Widodo & Jasmadi (2008), karakteristik modul pembelajaran yaitu: 1) Self instructional, peserta didik mampu belajar secara mandiri dengan tidak tergantung pada guru. 2) Self contained, materi yang terdapat pada suatu modul harus bersifat lengkap dan utuh sesuai dengan kompentensi yang dipelajari. 3) Stand alone, modul bersifat praktis. Dapat berdiri sendiri, penggunaannya tidak bergantung pada media lain. 4) Adaptif, modul yang dikembangkan mampu menyesuaikan dengan ilmu dan teknologi yang berkembang. 5) User friendly, mudah dimengerti oleh penggunanya yaitu peserta didik, agar memudahkan kegiatan pembelajaran bersama guru maupun secara mandiri. 6) Konsistensi.
penggunaan font, tata letak tulisan dan spasi bersifat rapih dan konsisten.
Menurut Prastowo (2014), modul memiliki berbagai jenis berdasarkan pengunaanya dan berdasarkan tujuan penyusunannya. Modul berdasarkan pengunaanya memiliki dua macam jenis modul yaitu modul untuk siswa dan modul untuk guru. Modul siswa berisi serangkaian kegiatan belajar yang akan dilakukan oleh siswa. Modul guru berisi soal-soal evaluasi, kunci jawaban evaluasi dan petunjuk pembelajaran untuk guru. Modul berdasarkan tujuan penyusunannya memiliki dua macam jenis modul yaitu modul inti dan modul pengayaan. Modul inti merupakan modul yang berasal dari penjabaran kurikulum dasar. Modul ini merupakan tuntutan dari pendidikan dasar umum
commit to user
yang dibutuhkan oleh seluruh peserta didik di Indonesia. Modul Pengayaan merupakan modul yang dibuat dengan tujuan untuk melatih siswa lebih dalam memahami materi pembelajaran apabila telah menyelesaikan tugas dasar yang harus dikerjakan.
Menurut Robinson & Crittenden (1972), terdapat dua jenis modul pembelajaran berdasarkan bentuk fisik dan kegunaannya, yaitu modul cetak, berupa media cetak yang berdiri sendiri dan dapat digunakan oleh individu maupun kelompok kecil dan modul perangkat lunak (e-modul), dalam penggunaannya terdapat instruksi khusus, terprogram dan penggunaannya dibantu komputer.
2. Kemampuan Berpikir Kritis
Kata “critical”, berasal dari bahasa Yunani “kritikos” yang berarti menilai, dalam artian menilai dengan cara menganalisis (McGregor, 2007).
Menurut Husna et al., (2019), berpikir kritis adalah kemampuan yang melampaui hafalan. Saat siswa berpikir secara kritis, mereka didorong untuk berpikir sendiri, mempertanyakan hipotesis, menganalisis dan mensintesis peristiwa. Berpikir kritis diartikan juga sebagai sebuah proses intelektual secara kompleks dalam memproses suatu informasi. Pemikir yang kritis adalah seseorang dengan kecapakan dalam membuat konsep, memecahkan masalah, menganalisis, mensintesis dan mengaplikasikan suatu informasi. lnformasi tersebut berasal dari temuan yang didapatkan seperti hasil observasi, pengalaman maupun sebuah refleksi yang kemudian akan dijadikan dasar untuk mengambil sebuah tindakan Walker (2006) dalam Ardiyanti (2016).
Kemampuan berpikir kritis juga diartikan oleh Facione (2015), adalah pemikiran yang memiliki tujuan yaitu membuktikan suatu hal, menafsirkan apa arti dari sesuatu dan memecahkan masalah.
Abad 21 menuntut sumber daya manusia yang berkualitas agar mampu menjawab tantangan dan tuntutan zaman. Pada era globalisasi permasalahan
commit to user
yang akan menjadi tantangan kehidupan akan semakin kompleks. Dibutuhkan individu yang memiliki keterampilan sesuai dengan karakteristik abad ini, oleh karena itu setiap individu diharuskan memiliki keterampilan abad 21 sebagai bekal untuk menyesuaikan diri dan menghadapi tantangan era globalisasi.
Berpikir kritis akan menuntun individu dalam mengambil keputusan maupun menyelesaikan masalah dengan solusi dan pemikiran yang tepat (Redhana, 2019). Kemampuan berpikir kritis dikatakan penting untuk keberhasilan pembelajaran, pekerjaan dan persaingan dalam era globalisasi yang mengedepankan teknologi dan informasi, hal tersebut dikarenakan berfikir kritis memanfaatkan sudut pandang individu untuk mengenali masalah, memecahkan masalah, menemukan solusi, mengambil keputusan secara cepat, tanggap dan bertanggung jawab (Suryani et al., 2018).
Kemampuan bepikir kritis dikatakan sangat penting dimiliki oleh peserta didik karena berpikir kritis akan menjadi modal intelektual utama dalam pembelajaran. Berpikir kritis akan melatihkan seseorang untuk menemukan solusi yang tepat dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Menurut Fithriyah, Sa‟dijah & Sisworo (2016), individu dengan kemampuan berpikir kritis akan selalu menganalisis dan mengevaluasi tiap informasi yang diterimanya terlebih dahulu. Pemikir kritis juga akan memiliki kemampuan dalam memunculkan pertanyaan dari sebuah masalah, mengobservasi dan menilai sebuah informasi yang relevan menggunakan ide maupun argumennya, berpikiran terbuka, serta dapat menyampaikan idenya atau berkomunikasi secara efektif. Seseorang dengan kemampuan kritis juga terbiasa untuk mengkritisi, memberi pertanyaan, mengevaluasi, dan merefleksi informasi yang diperoleh.
3. Scoping Review
Scoping review adalah bentuk sintesis bukti di mana terdapat pencarian literatur secara sistematis, memilih studi, dan meringkas hasil menggunakan metode yang didefinisikan dengan jelas untuk menjawab pertanyaan yang telah ditentukan. Scoping review tidak menganalisis data untuk menjawab pertanyaan
commit to user
sempit, melainkan memberikan gambaran luas tentang apa yang telah dipublikasikan pada topik yang didiskusikan (Colquhoun et al., 2014).
Pendekatan untuk penelitian Scoping review memiliki lima tahap kerangka kerja berdasarkan Arksey dan O'Malley (2005), disertai dengan proses transparansi yang ketat, pencarian artikel secara sistematis dan meningkatkan keandalan temuan studi. Lima tahapan kerangka Arksey dan O'Malley yaitu identifikasi pertanyaan penelitian, identifikasi data berupa penelitian yang relevan, pemilihan atau penyeleksian penelitian, charting data (pemetaan data) dan menyusun, meringkas dan melaporkan hasil yang digunakan dalam studi literatur ini.
B. Kerangka Berpikir
Salah satu kemampuan yang harus dimiliki setiap individu dalam menghadapi tantangan pada era globalisasi adalah kemampuan berpikir kritis.
Berpikir kritis akan menuntun individu dalam mengambil keputusan maupun menyelesaikan masalah dengan solusi dan pemikiran yang tepat (Redhana, 2019).
Salah satu upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada individu adalah melalui kegiatan pembelajaran.
Faktanya, kemampuan berpikir kritis siswa di Indonesia masih tergolong rendah. Hal tersebut dibuktikan oleh data dari Trends Internasional in Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2015, yang menunjukan bahwa kemampuan berpikir siswa Indonesia pada pelajaran sains berada pada urutan 44 dari 49 negara.
Indonesia memiliki nilai rata-rata 397 dari rata-rata skor dunia 500 (Hadi &
Novaliyosi, 2019). Pada tahun 2018 berdasarkan hasil survey Programme for International Student Assessment (PISA), kemampuan berpikir siswa di Indonesia pada materi sains menempati peringkat 70 dari 78 negara. Peringkat tersebut termasuk dalam kategori rendah. Indonesia memiliki rerata skor 396 sedangkan rerata skor dunia 489.
commit to user
Kegiatan pembelajaran diharuskan menjadi wadah untuk memberdayakan dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada siswa. Salah satu komponen penting dalam kegiatan pembelajaran adalah bahan ajar yang digunakan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan bahan ajar sebagai sumber belajar merupakan salah satu upaya pemecahan masalah belajar. Komponen pada kegiatan pembelajaran yang sangat berperan dalam menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa adalah penggunaan bahan ajar yang menunjang, bukan hanya dari segi suasana pembelajaran saja. Salah satu bahan ajar yang sering digunakan dan dikembangkan oleh pendidik adalah modul pembelajaran. Pengembangan modul pembelajaran biologi sebagai bahan ajar yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa telah banyak dilakukan oleh peneliti. Untuk melihat bukti bahwa modul pembelajaran biologi yang dikembangkan peneliti dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, perlu dilakukan identifikasi, evaluasi dan interpretasi hasil penelitian terdahulu melalui review artikel.
Berdasarkan hal tersebut, akan dilakukan scoping review untuk memberikan informasi mengenai berbagai macam modul pembelajaran biologi yang telah dikembangkan peneliti dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Review artikel yang dilakukan dilihat berdasarkan tipe modul, model pembelajaran yang dijadikan sebagai basis modul dan hubungan antara indikator berpikir kritis dengan model pembelajaran yang digunakan. Lebih jelasnya, kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1
commit to user
B. Kerangka Berpikir
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
commit to user