• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian mengenai pembuatan Sensor WIM berbasis fiber optik dengan modulasi Intensitas untuk skala lapangan dilakukan di lab Optik fotonik Fisika FMIPA UNS. Pada BAB ini dibahas hasil dari penelitian sesuai dengan tujuan dan batsan masalah yang sudah dibuat. Hasil dari penelitian ini dianalisa berdasarkan grafik yang didapatkan dari olahan data.

Sensor WIM berbasis fiber optik dibuat dengan menggukan prinsip loss bending. Fiber sensor terdiri dari silinder berulir yang dililit dengan fiber optik ditanam kedalam karet Polyurethen berbentuk balok panjang. Ketika fiber sensor ini diberi tekanan yang berasal dari beban berjalan, maka terjadi perubahan bentuk pada bagian silinder berulir. Silinder berulir yang semula berbentuk melingkar, berubah menjadi elips ketika diberi tekanan. Perubahan bentuk pada silinder menyebabkan jari-jari kelengkungan pada fiber optik ikut mengalami perubahan, sehingga Intensitas cahaya yang ditransmisikan dalam fiber mengalami penurunan (loss).

Loss (Penurunan) Intensitas cahaya yang di transmisi dalam fiber optik dapat dideteksi dengan dengan menggunakan detector cahaya yang sudah terhubung dengan komputer. Pada prinsipnya detector menangkap Intensitas cahaya dari fiber optik dan merubahnya kedalam bentuk voltase, kemudian voltase dikirim ke komputer melaluli sistem ADC. Komputer akan menerima dam memproses informasi tersebut melalui program yang sudah dibuat didalamnya.

Sehingga dengan demikian perubahan Intensitas cahaya akibat pengaruh tekanan dari suatu kendaraan dapat diketahui dan dianalisa lebih lanjut.

Gambar 4.1. menunjukkan penurunan transmitansi dalam fiber optik, ketika fiber sensor diberi tekanan dalam keadaan statis. Pada gambar tersebut dapat dilihat kondisi awal fiber sensor sebelum diberi tekanan nilai transmitansi cahaya 100 %, sedangkan ketika diberi tekanan nilai transmitansi cahaya dalam fiber optik mengalami penurunan.

(2)

Gambar 4.1. Grafik penurunan transmitansi cahaya 4.1. Fiber sensor

Gambar 4.2. Fiber sensor

Prinsip kerja dari fiber sensor adalah bending loss. Ketika bagian ini ditekan oleh beban dari kendaraan yang berjalan, maka akan terjadi perubahan bentuk pada bagian silinder berulir, perubahan bentuk tersebut dapat mempengaruhi jari- jari kelengkungan pada fiber optik yang dililitkan pada silinder berulir akibatnya, akan terjadi loss cahaya (Zendehname et al, 2010). Semakin besar tekanan yang diberikan, semakin besar pula perubahan jari-jari kelengkungan pada fiber optik dan loss yang akan terjadi juga semakin besar dan hal ini sesuai dengan Persamaan 2.17.

(3)

Gambar 4.3 merupakan ilustrasi perubahan bentuk dan besar jari-jari silinder berulir fiber sensor dengan kondisi pada saat sebelum dan setelah ditekan. Setelah ditekan jari-jari vertikal pada silinder berulir memiliki nilai kurang dari R.

Berkurangnya nilai jari-jari silinder disebabkan oleh perubahan posisi (pergeseran) dari fiber sensor akibat dari tekanan yang diberikan.

(a) (b)

Gambar 4.3. Ilustrasi perubahan bentuk fiber (a) kondisi sebelum ditekan, (b) kondisi setelah ditekan dan terjadi pergeseran.

Sebelum terjadi pergeseran fiber akan berbentuk lingkaran dengan jari-jari r dan keliling . Saat terjadi pergeseran fiber koil akan berubah bentuk dari lingkaran menjadi elips. Lingkaran merupakan elips yang mempunyai sumbu vertikal (b) dan horizontal (a) yang sama (a=b). Saat terjadi pergeseran maka panjang a akan bertambah sedangkan panjang b akan berkurang, tetapi kelilingnya tidak berubah.

Keliling elips = Keliling lingkaran (4.1)

(4.2)

(4.3) Dengan menggunakan persamaan 4.3, jika terjadi pergeseran sejauh d maka perubahan pada sumbu vertikal menjadi , sehingga nilai akan menjadi:

(4)

Gambar 4.4. Geometri elips

Gambar 4.4 merupakan elips dengan titik pusat di (0,0), dengan persamaan umum elips tersebut yaitu:

(4.5)

Kelengkungan pada elips dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.14, sehingga diperoleh:

(4.6)

Gambar 4.4 menjelaskan bahwa kelengkungan terjadi pada titik A(-a,0) dan B(a,0), sehingga dapat ditentukan kelengkungan maksimum (Kmax) di titik (-a,0) dari persamaan 4.6, yaitu:

(4.7)

Setelah diketahui kelengkungan pada daerah tersebut, maka dapat ditentukan jari- jari kelengkungannya (R) dengan memasukkan persamaan 4.7 ke persamaan 2.14, sehingga diperoleh:

(4.8)

Nilai jari-jari kelengkungan pada fiber berkaitan dengan bending loss ( ), sehingga persamaan 2.16 menjadi :

(4.9)

(5)

Persamaan 4.9 menunjukkan bahwa nilai loss akan semakin membesar ketika jari- jari kelengkungan pada fiber optic mengecil (Marzuki et al, 2014).

4.2. Sistem ADC dan Program Akuisisi Data

Sistem ADC merupakan bagian interface yang menghubungkan antara sensor dengan computer. Hasil dari pengukuran Intensitas cahaya melalui detector masih dalam bentuk sinyal analog sehingga diperlukan suatu sistem ADC yang dapat mengubah sinyal analog menjadi digital. Dalam penelitian ini ADC yang digunakan adalah jenis arduino UNO R3. Arduino ini memiliki nilai resolusi sebesar 1.024 dan dapat membedakan tegangan sebesar 0,0048828 Volt.

Program akuisisi data dibuat dengan menggunakan software LabView 2012.

Program ini berfungsi sebagai tampilan antarmuka pada saat proses pengambilan data, mengolah dan menyimpan data. Tampilan dari program akuisisi ini pada saat pengambilan data ditunjukkan pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5. Tampilan program (Prasetyo, 2014)

(6)

Program ini bekerja dengan menerima data digital dari sistem ADC melalui komunikasi serial. Data tersebut kemudian ditampilkan dalam bentuk grafik yang terdiri dari Intensitas referensi 1, Intensitas referensi 2, Intensitas modulasi 1 dan Intensitas modulasi 2 secara realtime. Nilai transmitansi yang ditampilkan pada program didapatkan dari persamaan:

(4.10) Data yang diperoleh dari program adalah nilai referensi, modulasi dan transmitansi cahaya yang berasal dari fiber sensor. Data-data yang diperoleh dapat disimpan secara permanen karena perangkat ini dilengkapi fasilitas eksport data ke dalam bentuk file Microsoft Exceel.

4.3. Uji Kebocoran Detector Cahaya

Komponen utama detector cahaya pada penelitian ini adalah LDR sebagai sensor cahaya yang nilai hambatannya dipengaruhi oleh perubahan Intensitas

atau penyaring tegangan dari power supply. Dalam pembuatan sensor WIM berbasis fiber optik, Intensitas cahaya yang diperbolehkan masuk ke dalam detector cahaya hanya berasal dari fiber optik bagian modulasi dan referensi, sehingga cahaya dari luar selain dari fiber optik yang masuk ke dalam detector harus dihilangkan. Hal ini bertujuan agar hasil yang didapatkan dari pengukuran lebih akurat.

(a) (b) Gambar 4.6. (a) Detector dan (b) Kotak hitam

(7)

Untuk melindungi detector terhadap pengaruh cahaya yang berasal dari luar, detector dimasukkan ke dalam kotak hitam seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.6 kemudian dilakukan uji kebocoran untuk memastikan agar tidak ada cahaya selain dari fiber optik yang masuk mengenai detector. Uji kebocoran detector dilakukan dengan cara meletakkan kotak hitam yang berisi detector di tempat terang, kemudian melihat perubahan nilai intensitas cahaya yang terbaca dengan program yang sudah dibuat. Parameter dalam uji kebocoran detector adalah, apabila voltase yang terukur ditempat yang terang sebesar 0 Volt, maka detector dapat dikatakan tidak lagi terpengaruh oleh cahaya dari luar selain light source.

4.4. Uji Tekan Fiber sensor

Uji tekan pada fiber sensor meliputi uji sifat mekanik bahan dan uji loss fiber sensor. Uji sifat mekanik bahan bertujuan untuk menentukan karakteristik pada bahan fiber sensor. Bahan yang yang digunakan adalah material polyurethen.

Pengujian ini dilakukan menggunakan alat Material testing Machine (MTM) seperti pada Gambar 4.8. Karakteristik bahan yang dimaksud yaitu nilai elastisitas atau modulus young. Di mana nilai elastisitas berkaitan dengan kemampuan suatu bahan untuk kembali ke bentuk semula setelah bahan tersebut diberi penekanan.

Hasil dari pengujian ini didapatkan, seperti yang ditunjukkan pada table 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Rubber Pad

Nilai modulus young menentukan tingkat elastisitas suatu material untuk kembali ke bentuk semula ketika menerima tekanan tanpa mengalami perubahan sifat dan bentuk. Pada pengujian ini didapatkan nilai modulus young polyureten

(8)

sebesar 17,096 N/mm2. Hasil ini terbilang tinggi dan menandakan bahwa material yang digunakan mampu menerima beban besar.

Gambar 4.7. Grafik hasil uji tekan testometric

Gambar 4.7 merupakan grafik hasil uji tekan yang dilakukan terhadap sample rubber pad. Fase yang terjadi pada deflection dari 1 hingga 1,8 mm merupakan fase transisi dimana rubber pad mengalami perubahan sifat material.

Pada fasa ini rubber pad cenderung cepat mengalami defleksi sehingga pada fasa ini dikenal sebagai fasa plastis (Callister, 2007). Sedangkan dari nilai deflection 2 mm dan seterusnya, sifat dari rubber pad kembali ke fasa elastis kembali. Fasa ini digunakan untuk menentukan nilai elastisitas dari rubber pad.

Uji loss fiber sensor dilakukan seperti pada Gambar 4.6. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk melihat respon sensor ketika diberi tekanan sehingga dapat menentukan batas minum sensor untuk terjadinya bending. Proses set-up pengujian ini dilakukan dengan cara fiber optik pada sampel fiber sensor dihubungkan ke bagian light source dan detector yang sudah terhubung dengan sistem ADC dan sampel fiber sensor diletakkan di bagian penekan pada alat.

Untuk melakukan uji loss fiber sensor, diperlukan penginputan gaya dengan range 1000 2000 N untuk menekan sampel dari PC, sehingga ketika dihidupkan

(9)

alat akan menekan sampel secara automatis. Pengukuran ini dilakukan dengan mencatat setiap nilai gaya penekan yang merubah Intensitas cahaya.

Gambar 4.8. Uji Tekan Fiber sensor menggunakan MTM

Grafik yang ditunjukkan pada Gambar 4.9 memperlihatkan bahwa ketika gaya yang diberikan kepada fiber sensor semakin besar, maka tekanan yang diberikan oleh permukaan alat testometric terhadap fiber sensor juga semakin semakin besar. Hal ini menyebabkan peristiwa macro-bending pada fiber optik karena jari-jari kelengkungan pada fiber mengalami perubahan yang besarnya sebanding dengan tekanan yang diberikan seperti ditunjukkan pada Gambar 4.3 (b). Pengujian ini sesuai dengan teori yang sudah dijelaskan pada bagian 2.3.3.

Ketika fiber sensor tidak mengalami bending maka cahaya akan ditransmisikan sesuai dengan pemantulan internal total sempurna, namun ketika fiber sensor mengalami bending maka lintasan cahaya dalam fiber optik mengalami perubahan yang mengakibatkan sudut penerimaan lebih kecil dari sudut kritis, yang menyebabkan sebagian mode cahaya dalam fiber mengalami loss dan membuat nilai transmitansi cahaya dalam fiber menurun.

(10)

Gambar 4.9. Grafik hubungan transmitansi terhadap Gaya

Pada grafik diatas terlihat bahwa, fiber sensor mulai mengalami penurunan transmitansi pada saat diberi gaya sebesar 20.000N atau sebanding dengan bobot muatan sebesar 2 ton yang merupakan batas minimum sensor untuk mengalami bending. Nilai R2 yang diperoleh sebesar 0,97487 yang menunjukkan hubungan kelinieritasan antara pengaruh gaya penekan terhadap penurunan transmitansi.

Sehingga dapat dinyatakan bahwa fiber sensor ini bekerja sesuai dengan prinsipnya.

4.5. Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan membandingkan perubahan transmitansi cahaya pada fiber sensor ketika dilewati kendaraan dengan beban yang berbeda dalam keadaan statis dan dinamis. Pada saat sebelum pengambilan data nilai transmisi cahaya dalam program labView dinormalisasi terlebih dahulu dengan cara mengatur agar Intensitas referensi dan modulasi sama sehingga nilai transmitansi fiber sensor sebelum dikenai beban adalah 100%.

Muatan total antara kendaraan dan beban yang dibawa adalah 13.612 kg untuk pengujian model dual fiber sensor, dan 7.644 kg untuk pengujian model single fiber sensor. Di mana fiber sensor pada penelitian ini diletakkan diatas

(11)

permukaan yang datar dan posisinya tegak lurus terhadap ban kendaraan. Masing- masing fiber sensor akan mendeteksi transmitansi cahaya akibat tekanan yang diberikan oleh ban pada kendaraan. Analisis pada penelitianini dilakukan dengan menghitung nilai rugi-rugi transmitansi (loss) yang terukur berdasarkan kedalaman lembah atau puncak (H) yang terbentuk. Pengukuran kedalaman lembah atau puncak (H) dapat dilakukan dengan mengurangi nilai transmitansi fiber sensor ketika diberi penekanan terhadap transmitansi awal. Seperti yang ditunjukkan pada persamaan berikut ini :

(4.11)

Kemudian nilai puncak yang dihasilkan dikelompokkan berdasarkan bobot muatan yang diukur dan disajikan kedalam bentuk grafik.

4.5.1. Dual Fiber Sensor 4.5.1.1. Beban Statis

Gambar 4.10 merupakan jenis sensor WIM berbasis fiber optik dengan model dual sensor. Pengukuran beban statis dilakukan dengan menghitung loss cahaya yang terukur pada kedua bagian fiber sensor ketika diinjak oleh ban bagian depan dan bagian belakang. Pada beban statis pengukuran kesebandingan nilai antara bobot muatan terhadap transmitansi, dilakukan dengan membuat rata- rata nilai transmitansi. Perekaman data dimulai pada saat ban menginjak fiber sensor dalam kondisi statis hingga selesai. Ketika fiber sensor mengalami bending akibat tekanan yang diberikan oleh ban truk, maka akan terjadi penurunan nilai Intensitas dan transmitansi cahaya secara signifikan pada fiber optik. Penurunan ini tidak berlangsung secara terus menerus, melainkan akan berhenti pada posisi dimana fiber sensor tidak dapat terdeformasi (perubahan bentuk) lagi, sehingga nilai transmitansi cahaya yang terbaca pada sistem ADC akan kembali konstan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1.

(12)

Gambar 4.10. Sensor WIM berbasis fiber optik dengan model dual sensor Gambar 4.11 dan gambar 4.12 adalah grafik hubungan antara bobot muatan dan loss cahaya pada variasi beban statis yang terukur oleh fiber sensor bagian kanan dan bagian kiri. Pada gambar tersebut terlihat bahwa nilai loss pada fiber optik akan semakin membesar ketika muatan yang diukur semakin besar. Loss pada fiber terjadi karena proses bending akibat dari tekanan yang diberikan oleh suatu kendaraan terhadap fiber sensor. Sehingga jari-jari pada fiber optik yang semula bernilai R, setelah diberi tekanan nilainya <R seperti Gambar 4.3. Nilai jari-jari pada fiber optik bergantung dengan tekanan yang diberikan dari suatu beban. Hasil pengukuran yang terdapat dalam grafik sesuai dengan Persamaan (2.15) yaitu hubungan jari jari kelengkungan terhadap loss.

Gambar 4.11. Grafik hubungan kedalaman lembah terhadap muatan pada fiber sensor kanan

(13)

Gambar 4.12. Grafik hubungan kedalaman lembah terhadap muatan pada fiber sensor kiri

Pada gambar 4.11 dan gambar 4.12 terlihat bahwa trend kedalaman lembah yang terjadi pada ban truk bagian belakang lebih besar daripada bagian depan. Hal ini dikarenakan truk dengan model dua sumbu, nilai distribusi beban pada sumbu roda bagian belakang adalah 66% dan distribusi beban pada sumbu roda bagian depan 34% (Napitu, 2006). Oleh karena itu distribusi gaya berat pada kendaraan cenderung lebih besar pada sumbu bagian belakang jika dibandingkan dengan bagian depan, sehingga tekanan yang dihasilkan oleh sumbu bagian belakang lebih besar dan akan mengakibatkan banyak loss.

Penjumlahan kedalaman lembah yang terukur antara ban depan dan ban belakang dilakukan untuk menyatakan berat dari muatan total pada suatu kendaraan. Karena pada penelitian ini digunakan dua fiber sensor maka penjumlahan kedalaman lembah tersebut sebanding dengan setengah dari muatan total, dengan pusat massa jika ditinjau dari bagian depan terletak pada bagian tengah truk. Distribusi muatan truk antara bagian kiri dan kanan pada penelitian ini dikondisikan sama, hal ini bertujuan agar loss yang terukur pada kedua fiber sensor ini sama, selain itu untuk melihat respond dan presisi sensor dalam

(14)

Gambar 4.13. Grafik Penjumlahan kedalaman lembah dual sensor pada pengukuran statis

Berdasarkan Gambar 4.13 hasil dari pengukuran loss cahaya pada fiber sensor kanan dan kiri terdapat perbedaan yang signifikan sehingga terjadi selisih pengukuran loss sebesar 6,39 %. Perbedaan hasil pengukuran disebabkan oleh kedalaman silinder berulir pada fiber sensor tidak sama. Seperti yang sudah dijelaskan pada bagian 4.1 mengenai fabrikasi fiber sensor. Kedalaman fiber sensor mempengaruhi pengukuran, karena gaya untuk menekanan yang dibutuhkan agar fiber pada silinder berulir mengalami bending pada setiap kedalaman berbeda. Faktor yang mempengaruhi perbedaan kedalaman silinder berulir adalah pada proses pencetekan. Ketika proses pencetakan, kedua fiber sensor tidak dibuat secara bersamaan, melainkan secara bergantian dalam selang waktu 7 hari sampai keadaan silinder berulir yang dilapisi oleh polyurethen mengeras. Oleh karena itu proses pengapungan silinder antara fiber sensor kanan dan kiri berbeda saat dituangkan cairan polyurethen, sehingga letak kedalaman slinder pada masing-masing fiber sensor berbeda.

(15)

4.5.1.2. Beban Dinamis

Proses untuk melakukan pengukuran terhadap beban dinamis sama seperti beban statis, bedanya terletak pada kelajuan kendaraan, yaitu kelajuan kendaraan ketika melintasi dan menginjak fiber sensor dalam kelajuan dengan range 0 10 km/jam. Tujuan pengukuran ini dilakukan untuk melihat nilai loss yang dihasilkan ketika fiber sensor dilewati beban berjalan, dan membandingkan nilai loss antara beban statis dan dinamis.

Gambar 4.14. Puncak (kedalaman lembah) pada pengukuran beban dinamis Gambar 4.14 merupakan pola grafik pada pengukuran beban dinamis.

Puncak pada grafik tersebut muncul karena adanya proses pemulihan ketika fiber optik mengalami tekanan sampai kembali dalam keadaan normal. Puncak yang timbul dari pengukuran, menunjukkan besarnya loss ketika fiber sensor diberi tekanan. Puncak pertama menyatakan loss yang dialami fiber sensor ketika dilewati ban depan, kemudian puncak kedua menyatakan besarnya loss ketika diinjak ban belakang.

(16)

(a)

(b)

Gambar 4.15. Grafik hubungan kedalaman lembah terhadap muatan (a) fiber sensor kanan, (b) fiber sensor kiri pada pengukuran beban dinamis

Gambar 4.15 (a) dan (b) adalah hasil pengukuran loss cahaya terhadap beban berjalan. Kedua grafik tersebut menunjukkan adanya penambahan loss ketika bobot muatan suatu benda bertambah. Hasil yang didapatkan pada pengukuran beban dinamis serupa dengan hasil yang didapatkan pada pengukuran beban statis. Hal ini menunjukkan bahwa sensor masih dapat mendeteksi tekanan dari suatu benda dengan kelajuan kurang dari 10 km/jam. Pada pengujian beban dinamis, data yang dihasilkan kurang bagus. Hal ini dikarenakan pengaruh kelajuan dari kendaraan, dan dalam penelitian ini kelajuan kendaraan belum terukur secara presisi, sehingga belum bisa menganalisis pengaruh kelajuan.

Faktor lain yang dimungkinkan dapat mempengaruhi pengukuran adalah terseretnya fiber sensor ketika dilewati kendaraan, pada saat melewati fiber sensor ban kedaraan tidak menginjak secara sempuran karena adanya perbedaan ketinggian antara fiber sensor dengan jalan yang dapat menyebabkan kendaraan mengalami loncatan.

(17)

Gambar 4.16. Grafik penjumlahan kedalaman lembah variasi beban dinamis pada model dual fiber sensor

Grafik pada gambar 4.16 merupakan hasil penjumlahan kedalaman lembah ban depan dan belakang pada pengukuran beban dinamis. Terlihat hasil pengukuran pada beban dinamis juga mengalami perbedaan loss yang begitu signifikan antara kedua sensor terhadap bobot muatan yang tipikal, hal ini disebabkan karena proses fabrikasi fiber sensor yang berbeda seperti yang sudah dijelaskan pada bagian pengukuran beban statis.

4.5.2. Single Fiber Sensor

Gambar 4.17 adalah sensor WIM berbasis fiber optik dengan model single fiber sensor merupakan pengembangan dari model sebelumnya (dual fiber sensor). Dimana pada model ini sensor memiliki ukuran panjang 3 m yang disesuaikan dengan ukuran lebar kendaraan, agar ban pada kendaraan dapat menginjak sensor secara bersamaan. Selain itu pembuatan model single fiber sensor bertujuan untuk menangani masalah perbedaan nilai transmitansi antara ban kanan dan kiri yang terjadi pada kasus dual fiber sensor. Pengujian sensor ini

(18)

Gambar 4.17. Sensor WIM berbasis fiber optik dengan model single sensor

4.5.2.1. Low-Speed

Sedangkan pada pengujian sensor dengan kondisi low speed dilakukan dengan cara menentukan puncak rugi-rugi transmitansi yang terbentuk akibat tekanan yang diberikan oleh ban kendaraan dengan muatan yang berbeda.

Pengukuran dengan kondisi low speed pada dasarnya mirip dengan kondisi statis, karena kendaraan melewati fiber sensor dengan kelajuan yang sangat rendah atau hampir dalam keadaan statis dengan range kelajuan 1-5 km/jam.

Hasil pengujian sensor pada kondisi low speed ditunjukkan pada Gambar 4.18. Gambar tersebut menunjukkan hubungan linier antara muatan yang diberikan terhadap kedalaman lembah yang terbentuk. Berat total muatan pada sensor ini dinyatakan dengan penjumlahan nilai transmitansi yang dihasilkan oleh sumbu roda bagian depan dan belakang. Selain itu nilai linieritas tranmistansi total yang didapatkan dari pengujian sensor ini lebih baik jika dibandingkan dengan model sensor sebelumnya yaitu 0,99.

(19)

Gambar 4.18. Hubungan kedalaman lembah terhadap muatan kendaraan pada model single fiber sensor

4.5.2.2. Variasi Kelajuan

Pengujian variasi kelajuan dilakukan untuk menentukan pengaruh kecepatan terhadap sinyal optik yang keluaran dari fiber sensor. Dalam pengujian ini dibutuhkan sensor kecepatan yang digunakan untuk mencatat kelajuan kendaraan ketika menginjak fiber sensor.

Hasil yang didapatkan pada pengujian ini menunjukkan adanya perbedaan nilai transmitansi atau kedalaman lembah ketika kelajuan kendaraan berbeda saat melintasi sensor. Gambar 4.19 adalah grafik transmitansi cahaya ketika dilewati oleh kendaraan yang nilai kelajuannya berbeda.

(a) (b)

Gambar 4.19. Grafik transmitansi fiber sensor ketika dilewati kendaraan (a)

(20)

Gambar 4.18 merupakan hasil yang diperoleh dari pengukuran pada variasi ini, yang menunjukkan bahwa kelajuan dapat mempengaruhi nilai transmitansi.

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Benteko et al (2011).

Gambar 4.19 adalah grafik hasil dari pengujian Benteko, yang menggunakan kendaraan dengan 5 sumbu sebagai pembawa muatan pada kelajuan yang berbeda. Pada gambar tersebut terlihat bahwa nilai amplitudo mengecil ketika kelajuan kandaraan semakin cepat.

Gambar 4.20. Contoh grafik sensor WIM ketika dilewati kendaraan dengan kelajuan berbeda (Benteko et al, 2011)

Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat dikelompokkan nilai transmitansi atau kedalaman lembah yang terbentuk dari beban yang tipikal dengan kelajuan yang berbeda. Gambar 4.21 adalah puncak puncak yang terbentuk akibat dari perbedaan kelajuan.

(21)

Gambar 4.21. Puncak transmitansi yang terbentuk berdasarkan kelajuan yang berbeda pada (a) muatan 3.190 kg (b) muatan 4.374 kg (c) muatan 5.625 kg (d)

muatan 7.644 kg

Grafik pada Gambar 4.21 di atas menunjukkan nilai kedalaman lembah yang terbentuk akibat dari pengaruh kelajuan kendaraan pada saat menginjak sensor.

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa nilai penurunan transmitansi akan semakin besar ketika kelajuan kendaraan semakin lambat dan penurunan transmitansi akan semakin mengecil ketika kelajuan kendaraan semakin cepat.

Hasil dari pengukuran pada masing-masing model fiber sensor kemudian dibandingkan. Perbandingan ini bertujuan untuk melihat nilai transmitansi yang terukur pada setiap variasi dalam pengukuran. Hasil perbandingan ditampilkan dalam bentuk grafik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.22.

(22)

Gambar 4.22. Grafik Perbandingan kedalaman lembah terhadap variasi beban statis dan dinamis pada dual sensor

Gambar 4.23. Grafik perbandingan kedalaman lembah terhadap variasi kelajuan pada single sensor

Pada gambar 4.23 kedalaman lembah pada variasi kelajuan 4,04 m/s hanya hanya diambil 3 titik. Hal ini dikarenakan variasi kelakuan pada pengujian beban dinamis untuk model single sensor dilakukan dengan cara random (kelajuan kendaraan tidak ditentukan). Sehingga kelajuan yang tipikal atau yang hasilnya saling mendekati berjumlah sedikit seperti yang ditunjukkan pada lampiran. Oleh karena trend grafik pada variasi kelajuan hanya terdiri dari 3 titik.

Hasil perbandingan kedalaman lembah terhadap variasi pengukuran pada Gambar 4.22 menunjukkan bahwa nilai kedalaman lembah yang terukur pada beban statis lebih besar jika dibandingkan dengan pengukuran pada beban dinamis pada model dual sensor, dan Gambar 4.23 pada pengujian meggunakan model single sensor menunjukkan adanya pengaruh kecepatan terhadap nilai kedalaman lembah, semakin cepat kendaraan meintasi sensor maka semakin kecil kedalaman lembah yang terbentuk. Fenomena yang terjadi pada penelitian ini belum dapat dijelaskan oleh Benteko (2011). Mengacu pada penelitian pendahulu yang dilakukan oleh Prasetyo tahun 2014 dan Chandra tahun 2015, fenomena

(23)

pengurangan kedalaman lembah pada pengukuran beban berjalan dapat dijelaskan dengan pendekatan konsep impuls. Ketika suatu beban bergerak dengan kelajuan tertentu melewati fiber sensor, maka fiber sensor akan menerima gaya berat dari kendaraan, selama waktu kontak terhadap beban tersebut ( ).

(4.12) Di mana pada Persamaan 4.2 merupakan gaya berat pada sumbu roda kendaraan.

Fiber sensor yang bahan utamanya adalah rubber (karet) dipandang sebagai deretan pegas. Ketika lewati oleh kendaraan seperti yang diilustrasikan pada Gambar 4.24, maka pegas akan mengalami penurunan sejauh . Di mana penurunannya sesuai dengan gaya yang diterima.

Gambar 4.24. Ilustrasi fiber sensor sebagai pegas ketika dilewati roda kendaraan Ketika pegas menerima gaya dari roda kendaraan, maka pegas akan begeser sebesar seperti Gambar 4.24. Sehingga energi kinteik kendaraan dirubah menjadi energi potensial pegas.

(4.13)

Massa real dari kendaraan ditunjukkan dengan simbol , sedangan adalah

(24)

dalam selang waktu tertentu. Seperti yang sudah dijelaskan di atas sehingga impuls akan bekerja, dan Persamaan 4.13 menjadi :

(4.14) Dengan mensubtistusi , maka persamaan 4.14 menjadi :

(4.15)

merupakan pergeseran fiber sensor, sedangkan adalah waktu kontak antara beban dengan fiber sensor. Persamaan di atas menunjukkan kesebandingan antara waktu kontak terhadap pergesaran. Semakin kecil waktu kontak antara sensor terhadap beban berjalan, maka semakin kecil pula pergeseran yang ditimbulkan.

Waktu kontak berhubungan dengan kelajuan kendaraan ketika melintasi fiber sensor yang dituliskan secara matematis sebagai berikut :

(4.16) Di mana adalah lebar dari fiber sensor dan adalah kelajuan kendaraan.

Persamaan 4.16 terlihat bahwa ( terhadap sensor berbanding terbalik dengan , semakin kecil maka semakin besar nilai , hal ini menyebabkan pergeseran ( yang dialami oleh fiber sensor semakin kecil. Pergeseran pada fiber sensor mempengaruhi nilai jari-jari kelengkungan ( ) fiber pada silinder berulir seperti yang sudah dijelaskan pada 4.1 mengenai pergeseran fiber. Ketika pegeseran pada fiber sensor semakin besar, maka nilai jari-jari kelengkungan fiber semakin kecil sehingga nilai loss yang dihasilkan semakin besar.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil temuan penelitian diatas bila disejajarkan dengan temuan pada penelitian ini adalah dalam berkomunikasi masyarakat di Desa Rubit selalu mengarah pada

Dan yang terakhir narasumber ke tujuh Sella Amalia adalah mahasiswa Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah

provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)dengan skor 83,3 sedang yang terendah adalah Daerah Istimewa Aceh dengan skor 62,8.. 3 Potensi daerah yang dimiliki Desa Sindang

Hasil wawancara diketahui bahwa keterampilan proses sains siswa interpretasi data sangat kurang disebabkan beberapa faktor, yaitu: keliru membuat tabel dalam bentuk

yang tidak merugikan Bank Syariah dan/atau UUS dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya.” Dengan demikian berdasarkan ketentuan dalam perundang-undangan

Peryataan tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Heriansyah (2013) yang menyebutkan bahwa kinerja pegawai memiliki hubungan yang positif dan

dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada

Dari variabel peneliatian yang sudah dijelaskan di atas peneliti menggunakan dua faktor yang dirasa penting untuk diteliti lebih lanjut: yaitu faktor label halal yang