• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Usaha Mikro dan Kecil (UMK)

Menurut UU No.20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengahdisebutkan bahwa Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

Sedangkan Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badanusaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yangdimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

Menurut UU No. 20 Tahun 2008 Pasal 1 ayat (1) Usaha Mikro adalah usahaproduktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

Adapun kriteria usaha mikro dapat dilihat pada Pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa:

1. Usaha mikro memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;

2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tigaratus juta rupiah).

(2)

Sedangkan dalam Pasal 1 ayat (2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

Ganewati (1997) menyatakan bahwa Usaha Mikro dan Kecil berdasarkanperdagangan dan investasi dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu:

1. Usaha mikro dan kecil yang sudah go global, yaitu usaha mikro dan kecilyang telah menjalankan kegiatan internasional secara sangat luas, meliputi kawasan global seperti Asia, Eropa atau Amerika Utara.

2. Usaha mikro dan kecil yang sudah internationalized, yaitu usaha mikro dan kecil yang menjalankan satu kegiatan internasional, misalnya ekspor.

3. Usaha Mikro dan Kecil potensial, yaitu usaha mikro dan kecil yang memiliki potensi menjalankan kegiatan internasional.

4. Usaha Mikro dan Kecil yang beroriantasi domestik, yaitu usaha mikro dan kecil yang menjalankan usaha secara domestik.

2.1.1. Ciri-Ciri Usaha Mikro dan Kecil (UMK)

Ciri-ciri usaha mikromenurut Keputusan Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003:

1. Jenis barang/ komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti.

7

(3)

2. Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat.

3. Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha; Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai.

4. Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah.

5. Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank.

6. Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP.

2.1.2. Jenis-Jenis Usaha Mikro dan Kecil (UMK)

Sektor-sektor Usaha Mikro dan Kecil (UMK) meliputi berbagai sektor bisnis, seperti sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri manufaktur, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor transportasi dan telekomunikasi, sektor keuangan, penyewaan dan jasa, dan jasa-jasa lainnya. Sektor industri terbagi lagi menjadi beberapa bagian, yakni makanan, minuman, tembakau, tekstil, pakaian jadi, kayu dan produk-produk kayu, kertas percetakan dan publikasi, serta kimia termasuk pupuk.Adapula produk-produk dari karet, semen dan produk-produk mineral non logam, produk-produk dari besi dan baja, alat-alat transportasi, mesin dan peralatannya, serta olahan-olahan lainnya.(Dikutip dari jurnal Peranan Kredit Usaha Rakyat Terhadap Pengembangan UMK di Kecamatan Gebang Kabupaten

(4)

Langkat (Studi Kasus Bank BRI Unit Kecamatan Gebang Kabupaten Langkat) oleh Ary Sofwan).

2.1.3. Peran Usaha Mikro dan Kecil (UMK)

Usaha mikro dan kecil selain memiliki peran penting dalam penyerapan tenaga kerja, usaha mikro dan kecil juga sebagai mediasi proses industrialisasi suatu negara. Anderson (dikutip Sulistyastuti, 2004) membangun suatu tipologi untuk tahap-tahap industrialisasi suatu negara.

Noer Soestrisno (2004) menjelaskan usaha mikro dan kecil memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi yang ditunjukkan oleh sejumlah indicator sebagai berikut:

1. Ketika pertumbuhan ekonomi mencapai 4,8 persen tahun 2000 dimana Usaha Besar (UB) belum bangkit, banyak pakar memperkirakan hal tersebut kontribusi dari usaha mikro dan kecil selain dari sektor ekonomi.

2. Hasil survei 1998 ketika awal krisis terhadap 225 ribu usaha mikro dan kecil di seluruh Indonesia menunjukkan bahwa hanya 4 persen saja usaha mikro dan kecil menghentikan bisnisnya, 64 persen tidak mengalami perubahan omzet, 31 persen omzetnya menurun, dan bahkan 1 persen justru berkembang.

3. Technical Assistant ADB pada tahun 2001 juga melakukan survei terhadap 500 usaha mikro dan kecil di Medan dan Semarang yang memberikan hasil bahwa 78 persen usaha mikro dan kecil menjawab tidak terkena dampak krisis moneter.

9

(5)

2.1.4. Azas-Azas Usaha Mikro dan Kecil (UMK)

Menurut UU No. 20 Tahun 2008 pasal 3 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan. Perbedaan UKM dengan perusahaan yang berskala besar salah satunya dari asas. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah berasaskan:

1. Kekeluargaan;

2. Demokrasi ekonomi;

3. Kebersamaan;

4. Efisiensi berkeadilan;

5. Berkelanjutan;

6. Berwawasan lingkungan;

7. Kemandirian;

8. Keseimbangan kemajuan; dan 9. Kesatuan ekonomi nasional.

2.1.5. Permasalahan Usaha Mikro dan Kecil (UMK)

Perkembangan usaha mikro dan kecil di Indonesia tidak lepas dari berbagai macam masalah. Tingkat intensitas dan sifat dari masalah-masalah tersebut tidak bisa berbeda tidak hanya menurut jenis produk atau pasar yang dilayani, tetapi juga berbeda antar wilayah atau lokasi, antar sentra, antar sektor atau subsektor atau jenis kegiatan, dan antar unit usaha dalam kegiatan atau sektor yang sama (Tambunan, 2002).

(6)

Meski demikian masalah yang sering dihadapi oleh usaha mikro dan kecilmenurut Tambunan (2002) adalah:

1. Kesulitan pemasaran

Pemasaran sering dianggap sebagai salah satu kendala yang kritis bagi perkembangan usaha mikro dan kecil.Salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran adalah tekanan-tekanan persaingan, baik pasar domestic dari produk serupa buatan usaha besar dan impor, maupun di pasar ekspor.

2. Keterbatasan Financial

Usaha mikro dan kecil, khususnya di Indonesia menghadapi dua masalah utama dalam aspek financial :mobilitas modal awal (star-up capital) dan akses ke modal kerja, financial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan demi pertumbuhan output jangka panjang.

3. Keterbatasan SDM

Keterbatasan SDM juga merupakan salah satu kendala serius bagi banyak usaha mikro dan kecil di Indonesia, terutama dalam aspek-aspek enterpreunership, manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, engineering design, quality control, organisasi bisnis, akuntansi, data processing, teknik pemasaran, dan penelitian pasar. Keterbatasan ini menghambat usaha mikro dan kecil Indonesia untuk dapat bersaing di pasar domestik maupun pasar internasional.

4. Masalah bahan baku

Keterbatasan bahan baku juga sering menjadi salah satu kendala serius bagi pertumbuhan output atau kelangsungan produksi bagi banyak usaha mikro dan

11

(7)

kecil di Indonesia. Keterbatasan ini dikarenakan harga baku yang terlampau tinggi sehingga tidak terjangkau atau jumlahnya terbatas.

5. Keterbatasan teknologi

Usaha mikro dan kecil di Indonesia umumnya masih menggunakan teknologilama atau tradisional dalam bentuk mesin-mesin tua atau alat-alat produksiyang sifatnya manual. Keterbelakangan teknologi ini tidak hanya membuatrendahnya total factor productivity dan efisiensi di dalam proses produksi,tetapi juga rendahnya kualitas produk yang dibuat.

Menurut Lestari (2007) untuk memenuhi kebutuhan permodalan, UMK paling tidak menghadapi empat masalah, yaitu:

1. Masih rendahnya atau terbatasnya akses UMK terhadap berbagai informasi, layanan, fasilitas keuangan yang disediakan oleh keuangan formal, baik bank, maupun non bank misalnya dana BUMN, ventura.

2. Prosedur dan persyaratan perbankan yang terlalu rumit sehingga pinjaman yang diperoleh tidak sesuai kebutuhan baik dalam hal jumlah maupun waktu, kebanyakan perbankan masih menempatkan agunan material sebagai salah satu persyaratan dan cenderung mengesampingkan kelayakan usaha.

3. Tingkat bunga yang dibebankan dirasakan masih tinggi.

4. Kurangnya pembinaan, khususnya dalam manajemen keuangan, seperti perencanaan keuangan, penyusunan proposal dan lain sebagainya.

2.1.6. Kelebihan dan Kelemahan Usaha Mikro dan Kecil (UMK)

Kelebihan dari Usaha Mikro dan Kecil adalah dapat menjadi dasar pengembangan kewirausahaan, dikarenakan organisasi internal dewasa ini mampu

(8)

meningkatkan ekonomi kerakyatan / padat karya (lapangan usaha dan lapangan kerja) yang berorientasi pada ekspor dan substitusi impor (struktur industri dan perolehan devisa). Selain itu Usaha Mikro dan Kecil (UMK) aman bagi perbankan dalam member kredit karena bergerak dibidang usaha yang cepat menghasilkan.Usaha Mikro dan Kecil juga mampu memperpendek rantai distribusi, lebih fleksibel dan ada abilitas dalam pengembangan usaha.(Sumber:www.wikipedia.org)

Adapun kekurangan dari Usaha Mikro dan Kecil adalah rendahnya kemampuan Sumber Daya manusia (SDM) dalam kewirausahaan dan manajerial yang menyebabkan munculnya ketidakefisienan dalam menjalankan proses usaha.

Terdapat pula masalah keterbatasan keuangan yang menyulitkan dalam pengembangan berwirausaha.Ketidakmampuan aspek pasar, keterbatasan pengetahuan produksi dan teknologi, sarana dan prasarana, dan ketidakmampuan menguasai informasi juga merupakan kekurangan yang sering dialamai dalam Usaha Mikro dan Kecil. Usaha Mikro dan kecil juga tidak didukung kebijakan dan regulasi yang memadai, serta pelakuan dari pelaku usaha besar yang tidak terorganisasi dalam jaringan dan kerja sama, sehingga sering tidak memenuhi standar dan tidak memenuhi kelengkapan aspek legalitas.

(Sumber:www.wikipedia.org).

2.2. Definisi Kredit

Menurut Moh. Tjoekam (1999 : 1), kata “kredit” berasal dari bahasa Latin yaitu credere yang berarti percaya atau to believe atau to trust.

13

(9)

Sedangkan menurut Thomas Suyatno (1993 : 12), istilah “kredit” berasal dari bahasa Yunani yaitu credere juga yang berarti kepercayaan (truth atau faith).

Ada beberapa pengertian kredit secara universal menurut Undang- Undang Perbankan Indonesia, yaitu :

“ Penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain dalam hal mana pihak peminjam berkewajiban melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan (Undang-undang Perbankan No. 14 / 1967)”.

“Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan (Undang- undang Perbankan No. 7 / 1992)”.

“Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga (Undang- undang Perbankan No.

10 / 1998)”.

Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa kredit merupakan perjanjian pinjam meminjam uang antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur.Selain itu, sistem pemberian kredit didasarkan juga atas keyakinan bank atas kemampuan dan kesanggupan nasabah untuk membayar utangnya.Untuk

(10)

memperoleh keyakinan tersebut, makasebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian dengan seksama terhadap watak, kemampuan, modal agunan dan prospek usaha dari debitur.

Definisi kredit menurut para ahli antara lain:

1. Menurut Kent seperti dikutip oleh Hasibuan (2007:12), Kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang di minta, atau pada waktu yang akan dating karena penyerahan barang-barang sekarang.

2. Menurut PAPI revisi 2001 dalam Rinaldy (2009:29), Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam (debitur) untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Termasuk dalam pengertian kredit dalam restrukturisasi, dan pembelian surat berharga debitur yang dilengkapi dengan note purchase agreement atau NPA.

3. Menurut Hariyani (2010:10), Kredit yang diberikan oleh bank didasarkan atas kepercayaan sehingga pemberian kredit merupakan pemberian kepercayaan kepada nasabah.

Dari pengertian yang dikemukan beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa debitur akan mengembalikan pinjaman berserta bunganya sesuai perjanjian yang telah di sepakati.

15

(11)

2.2.1. Jenis-Jenis Kredit

Menurut Ismail ( 2010: 99-108 ) kredit dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :

1. Kredit dilihat dari Tujuan Penggunaan

a. Kredit Investasi,merupakan kredit yang diberikan oleh bank kepada debitur untuk pengadaan barang-barang modal yang mempunyai nilai ekonomis lebih dari satu tahun.

b. Kredit Modal Kerja, merupakan kredit yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja yang biasanya habis dalam satu siklus usaha.

c. Kredit Konsumtif, merupakan kredit yang diberikan kepada nasabah untuk membeli barang dan jasa untuk keperluan pribadi dan tidak untuk digunakan keperluan usaha.

2. Kredit dilihat dari Jangka Waktunya

a. Kredit Jangka Pendek, merupakan kredit yang diberikan dengan jangka waktu maksimal satu tahun.

b. Kredit Jangka Menengah, merupakan kredit yang diberikan dengan jangka waktu antara satu tahun sampai tiga tahun.

c. Kredit Jangka Panjang, merupakan kredit yang jangka waktunya lebih dari tiga tahun.

3. Kredit dilihat dari Cara Penarikannya

a. Kredit Sekaligus, yaitu kredit yang dicairkan sekaligus sesuai dengan plafon kredit yang disetujui.

(12)

b. Kredit Bertahap, yaitu kredit yang pencairannya tidak sekaligus, akan tetapi secara bertahap 2,3,4 kali pencairan dalam masa kredit.

c. Kredit rekening Koran, yaitu kredit yang penyediaan dananya dilakukan melalui pemindahbukuan.

4. Kredit dilihat dari Sektor Usaha

a. Sektor Industri, yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah yang bergerak dalam sektor industri.

b. Sektor Perdagangan,yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah yang bergerak dalam bidang perdagangan.

c. Sektor Pertanian, Peternakan, Perikanan, dan Perkebunan, yaitu kredit yang diberikan dalam rangka meningkatkan hasil di sektor pertanian,perkebunan, peternakan, dan perikanan.

d. Sektor Jasa, Sebagaimana tersebut dibawah ini yang dapat diberkan kredit oleh bank antara lain: Jasa Pendidikan, Jasa Rumah Sakit, Jasa Angkutan, dan Jasa Lainnya.

e. Sektor Perumahan, yaitu kredit yang diberikan kepada debitur yang bergerak dibidang pembangunan perumahan.

5. Kredit dilihat dari Segi Jaminan

a. Kredit dengan Jaminan (secured loan), merupakan kredit yang didukung dengan jaminan (agunan)

b. Kredit Tanpa Jaminan (unsecured loan), merupakan kredit yang diberikan kepada debitur tanpa didukung adanya jaminan dan diberikan atas unsur kepercayaan.

17

(13)

Contoh Kredit Tanpa Agunan.

Kredit Tanpa Agunan atau yang disingkat dengan nama KTA atau dikenal juga dengan nama Pinjaman Tanpa Agunan adalah merupakan sebuah produk perbankan yang memberikan fasilitas pinjaman kepada peminjam tanpa adanya sebuah aset yang dijadikan jaminan atas pinjaman tersebut. (Tanpa Agunan Tetap Bisa Kredit, Safir Senduk, diakses 20 Januari 2011). Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter serta loyalitas si calon debitur selama berhubungan dengan bank yang bersangkutan.

6. Kredit dilihat dari Jumlahnya

a. Kredit UMKM, merupakan kredit yang diberikan kepada pengusaha dengan skala usaha sangat kecil.

b. Kredit UKM, merupakan kredit yang diberikan kepada pengusaha dengan batasan antara Rp 50.000.000,- dan tidak melebihi Rp 350.000.000,-

c. Kredit Korporasi, merupakan kredit yang diberikan kepada debitur dengan jumlah besar dan diperuntukkan kepada debitur besar (korporasi).

2.2.2. Unsur-Unsur Kredit

Unsur-unsur kredit harus diperhatikan dalam pemberian fasilitas kredit.

Menurut Kasmir (2002:75-76) terdapat lima unsur-unsur kredit, yaitu:

a. Kepercayaan

Keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan baik berupa uang, barang atau jasa akan benar-benar diterima kembali di masa yang datang.

(14)

b. Kesepakatan

Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian di mana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajiannya masing-masing.

c. Jangka Waktu

Jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati.

d. Resiko

Resiko kerugian dapat terjadi akibat dua hal yaitu resiko kerugian yang diakibatkan nasabah sengaja tidak mau membayar kreditnya padahal mampu dan resiko kerugian yang diakibatkan oleh hal-hal yang tidak disengaja seperti musibah dan bencana alam.Dan hal ini menjadi tanggungan si pemberi kredit.

e. Balas Jasa

Keuntungan atas pemberian kredit atau jasa yang dikenal sebagai bunga bagi bank konvensional. Sedangkan bagi bank Syariah balas jasa ditentukan dengan system hasil bagi.

2. 2. 3 Fungsi Kredit

Fungsi kredit bagi masyarakat menurut Hasibuan (2008: 88), antara lain:

1. Menjadi motivator dan dinamisator peningkatan kegiatan perdagangan dan perekonomian.

2. Memperluas lapangan kerja bagi masyarakat.

3. Memperlancar arus barang dan arus uang.

4. Meningkatkan hubungan internasional (L/C, CGI, dan lain-lain).

19

(15)

5. Meningkatkan produktifitas dana yang ada.

6. Meningkatkan daya guna (utility) barang.

7. Meningkatkan kegairahan berusaha masyarakat.

8. Memperbesar modal kerja perusahaan.

9. Meningkatkan income percapital (IPC) masyarakat.

10. Mengubah cara berpikir atau bertindak masyarakat untuk lebih ekonomis.

2.2.4. Tujuan Kredit

Menurut Suyatno (2007: 15) menyatakan bahwa tujuan kredit yang diberikan oleh suatu bank, khususnya bank pemerintah yang akan mengembangkan tugas sebagai agent of development adalah untuk:

1. Turut menyukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan.

2. Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.

3. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat memperluas usahanya.

Sedangkan Kasmir (2008: 100) mengemukakan tujuan pemberian suatu kredit, yaitu :

1. Untuk mencari keuntungan.

Bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut.Hasil tersebut terutama dalam bentuk Bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah.

2. Untuk meningkatkan usaha nasabah debitur.

(16)

Untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan memperluas usahanya.

3. Untuk membantu pemerintah.

Bahwa, dengan banyaknya kredit yang disalurkan oleh bank-bank, hal ini berarti dapat meningkatkan pembangunan disegala sector, khususnya disektor ekonomi.

2.2.5. Prinsip-Prinsip Kredit

Adapun prinsip-prinsip pemberian kredit konsep 5C menurut Siamat(1995) sebagai berikut:

1. Character (Watak)

Watak atau sifat seseorang, dalam hal ini calon debitur.

2. Capacity (Kemampuan)

Untuk melihat kemampuan nasabah dalam membayar kredit yang dihubungkan dengan kemampuannya mengelola bisnis serta kemampuannya mencari laba.

3. Capital (Modal)

Untuk mengetahui sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki nasabah terhadap usaha yang akan dibiayai oleh bank.

4. Collateral (Jaminan)

Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun nonfisik.

21

(17)

5. Condition (Keadaan)

Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi sekarang dan untuk masa yang akan dating sesuai sector masing-masing.

Menurut Abdulkadir dan Rilda (2000: 61) Apabila Bank menerima permohonankredit dari nasabah, bank perlu melakukan analisis kredit terlebih dahulu. Analisis kredit meliputi:

a. Latar belakang nasabah/ perusahaan nasabah.

b. Prospek usaha yang akan dibiayai.

c. Jaminan yang diberikan.

d. Hal-hal lain yang ditentukan oleh bank.

Atas dasar hasil analisis kredit, bank memberikan pertimbangan dengan hati-hati apakah permohonan nasabah tersebut layak untuk dikabulkan.

2.2.6. Kebijakan Kredit

Menurut Muljono (2007:20) dalam menetapkankebijaksanaan perkreditan tersebut harus diperhatikan 3 (tiga) asaspokok yaitu :

1. Asas likuiditas

Asas likuiditas adalah suatu asas yang mengharuskan bank untuk tetap dapat menjaga tingkat likuiditasnya, karena suatu bank yang tidak likuid akibatnya akan sangat parah yaitu hilangnya kepercayaan dari para nasabahnya atau dari masyarakat luas. Suatu bank dikatakan likuid apabila memenuhi kreteria antara lain :

a. Bank tersebut memiliki cash assets sebesar kebutuhan yang akan digunakan untuk memenuhi likuiditasnya.

(18)

b. Bank tersebut memiliki assets lainnya yang dapat dicairkan sewaktu- waktu tanpa mengalami penurunan nilai pasarnya.

c. Bank tersebut mempunyai kemampuan untuk menciptakan cash assets baru melalui berbagai bentuk utang.

2. Asas solvabilitas

Asas solvabilitas, usaha pokok perbankan yaitu menerima simpanan dana dari masyarakat dan disalurkan dalam bentuk kredit.

3. Asas rentabilitas

Asas rentabiltas, sebagaimana halnya pada setiap kegiatan usaha akan selalu mengharapkan untuk memperoleh laba, baik untuk mempertahankan eksistensinya maupun untuk keperluan mengembangkan dirinya.

2. 3 Kerangka Konseptual

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa sejauh mana pengetahuan pengusaha UMK tentang kredit perbankan.Analisis tersebut dapat diketahui ketika

Pengusaha UMK

Kredit

Perbankan Pengetahuan

Pengusaha UMK terhadap Kredit

Perbankan

Kendala Pengusaha UMK Mengakses Kredit Perbankan

23

(19)

pengusaha UMK mempunyai kendala-kendala saat mengakses kredit perbankan.Pengusaha UMK mempunyai kendala dalam modal usahanya dan tidak mengetahui kredit perbankan dapat digunakan sebagai modal usaha.Sementara pihak perbankan kurang begitu dekat dengan pengusaha UMK sehingga pihak penbankan dan pengusaha UMK tidak terjalin kerjasama.

Menurut Andang (2007), permasalahan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dapat dikategorikansebagai berikut:

1. Permasalahan yang bersifat klasik dan mendasar pada UMKM (basic problems), antara lain berupa permasalahan modal, bentuk badan hokum yang umumnya non formal, sumber daya manusia (SDM), pengembangan produk dan akses pemasaran;

2. Permasalahan lanjutan (advanced problems), antara lain pengenalan dan penetrasi pasar ekspor yang belum optimal, kurangnya pemahaman terhadap desain produk yang sesuai dengan karakter pasar, permasalahan hokum yang menyangkut hak paten, prosedur kontrak penjualan serta peraturan yang berlaku di negara tujuan ekspor;

3. Permasalahan antara (intermediate problems), yaitu permasalahan dari instansi terkait untuk menyelesaikan masalah dasar agar mampu menghadapi persoalan lanjutan secara lebih baik. Permasalahan tersebut antara lain dalam hal manajemen keuangan, agunan dan keterbatasan dalam kewirausahaan.

(20)

2.4. Hipotesis

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Pengusaha UMK tidak mengetahui tentang kredit perbankan untuk modal usahanya di Kabupaten Langkat.

2. Pengusaha UMK mempunyai kendala saat mengakses kredit perbankan di Kabupaten Langkat.

3. Kurang terjalinnya kerjasama antara pengusaha UMK dan pihak perbankan di Kabupaten Langkat.

25

Referensi

Dokumen terkait

Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang-perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau

Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau

Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan

Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan

Pembinaan terhadap kursus ini diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kepmendikbud) Nomor 0151/U/1977 tentang Pokok-pokok Pelaksanaan Pembinaan

pengelompokkan 6 faktor yang menetukan pengaruh kesulitan belajar pada mata pelajaran Otomatisasi Perkantoran Kelas X Program Studi Administrasi Perkantoran Di SMK

Berdasarkan uraian latar belakang diatas yang menunjukkan bahwa hasil penelititian terdahulu yang tidak konsisten, maka penulis bermaksud untuk membuat sebuah tulisan dari

Kegiatan pelatihan ini mendapat respon positif dari peserta pelatihan, adapun manfaat yang didapat oleh peserta pelatihan adalah menumbuhkan minat guru dalam