• Tidak ada hasil yang ditemukan

TERMAL PADA BEBERAPA JENIS KAYU MENGGUNAKAN SENSOR SUHU DAN LOGGER PRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TERMAL PADA BEBERAPA JENIS KAYU MENGGUNAKAN SENSOR SUHU DAN LOGGER PRO "

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

i

TERMAL PADA BEBERAPA JENIS KAYU MENGGUNAKAN SENSOR SUHU DAN LOGGER PRO

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh :

Antonius Dian Pratama NIM : 131424003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2017

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya tulis ini saya persembahkan untuk:

Orangtua saya yang tercinta:

Yosef Suwanto Elisabeth Samini

Adik-adik saya yang terkasih:

Albertus Dimas Kristanto Margaretha Ratih Setianingsih

Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Fisika angkatan 2013

(5)
(6)
(7)

vii ABSTRAK

PENENTUAN NILAI KOEFISIEN KONDUKTIVITAS TERMAL PADA BEBERAPA JENIS KAYU MENGGUNAKAN SENSOR SUHU DAN

LOGGER PRO

Telah dilakukan penelitian untuk menentukan nilai koefisien konduktivitas termal pada beberapa jenis kayu menggunakan sensor suhu dan software Logger Pro. Jenis kayu yang diteliti adalah kayu Akasia, kayu Jati, dan kayu Mahoni.

Kayu-kayu tersebut dibentuk menjadi silinder yang dibor pada bagian porosnya.

Elemen pemanas dimasukkan ke dalam bagian poros silinder kayu yang telah dibor. Beda suhu antara dua buah titik pada kayu dimonitor menggunakan sensor suhu yang terhubung dengan interface Lab Pro. Data beda suhu ditampilkan pada software Logger Pro yang kemudian digunakan untuk diolah. Daya listrik yang digunakan oleh elemen pemanas divariasi, sehingga didapatkan nilai beda suhu yang berbeda-beda. Nilai daya listrik dan beda suhu yang didapatkan digunakan untuk membuat grafik hubungan beda suhu terhadap daya listrik. Nilai gradien grafik yang didapatkan digunakan untuk menghitung nilai koefisien konduktivitas termal untuk masing-masing jenis kayu. Nilai koefisien konduktivitas kayu Akasia, kayu Jati, dan kayu Mahoni yang didapatkan dari penelitian ini berturut- turut adalah (2,9 ± 0,3)x10-1 W/moC, (2,1 ± 0,3)x10-1 W/moC, dan (3,6 ± 0,4)x10-1 W/moC.

Kata kunci: koefisien konduktivitas termal, sensor suhu, software Logger Pro.

(8)

viii ABSTRACT

THE DETERMINATION OF THERMAL CONDUCTIVITY COEFFICIENT VALUE OF SOME KINDS OF WOOD USING TEMPERATURE SENSOR

AND LOGGER PRO

The determination of thermal conductivity coefficient of some kinds of wood using temperature sensor and Logger Pro software has been done. Acacia wood, Teak wood, and Mahogany wood are investigated. All of that woods are shaped cylindrically and drilled in its axis. Heater is inserted in cylindrical wood’s axis that has been drilled before. Temperature difference is monitored by temperature sensors that connected with Lab Pro interface. Temperature difference data is displayed by Logger Pro software and will be processed later.

Electrical power that used by heater is varied, so temperature difference value that obtained is vary. Using electrical power value and temperature difference value, temperature difference and electrical power correlation graph is made.

Gradient value that obtained from the graph is used to calculate the thermal conductivity coefficient value of each type of woods. Thermal conductivity coefficient of Acacia wood, Teak wood, and Mahogany wood that obtain from this investigation respectively are (2,9 ± 0,3)x10-1W/moC, (2,1 ± 0,3)x10-1W/moC, and (3,6 ± 0,4)x10-1W/moC.

Keywords: thermal conductivity coefficient, temperature sensor, Logger Pro software

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat dan rahmat-Nya yang melimpah selama ini. Atas berkat penyertaan-Nya pula, tugas akhir yang berjudul “PENENTUAN NILAI KOEFISIEN KONDUKTIVITAS TERMAL PADA BEBERAPA JENIS KAYU MENGGUNAKAN SENSOR SUHU DAN LOGGER PRO” dapat diselesaikan dengan baik. Tugas akhir ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan studi di Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Sanata Dharma.

Penulisan tugas akhir ini bukan semata hasil kerja keras dari peneliti saja.

Banyak pihak yang telah membantu peneliti dalam penyusunan tugas akhir ini.

Oleh karena itu, peneliti hendak mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Ignatius Edi Santosa, M.S. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar membimbing dan mengarahkan penulis ketika menghadapi berbagai persoalan terkait penulisan tugas akhir ini.

2. Bapak Petrus Ngadiono, selaku laboran Laboratorium Pendidikan Fisika Universitas Sanata Dharma yang selalu membantu mempersiapkan alat yang digunakan untuk pengambilan data.

3. Drs. Tarsisius Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu memotivasi dan memantau perkembangan penulisan tugas akhir dari mahasiswa-mahasiswinya.

4. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Fisika yang telah memberikan ilmu serta pengalaman berharga selama kurang lebih 4 tahun perkuliahan di Universitas Sanata Dharma.

5. Orangtua saya yang tercinta, Yosef Suwanto dan Elisabeth Samini yang selalu memberi semangat untuk selalu mengerjakan tugas akhir dan memberikan sarana serta prasarana untuk mendukung proses pengerjaan tugas akhir ini.

6. Adik-adik saya yang tersayang, Albertus Dimas Kristanto dan Margaretha Ratih Setianingsih yang selalu memberi hiburan pada setiap kesempatan pengerjaan tugas akhir ini.

(10)
(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Batasan Masalah... 4

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 5

F. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II DASAR TEORI ... 7

A. Suhu dan Kalor ... 7

B. Konduktivitas Termal ... 8

C. Konduksi pada Silinder Berongga ... 9

D. Hukum Kekekalan Energi dan Daya ... 11

BAB III METODE PENELITIAN... 14

A. Persiapan Alat ... 14

B. Pengambilan Data ... 18

C. Analisa Data ... 21

(12)

xii

1. Perbedaan Suhu antara Dua Titik pada Kayu... 21

2. Koefisien Konduktivitas Termal ... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

A. Hasil ... 24

1. Spesifikasi Kayu ... 24

2. Penentuan Nilai Koefisien Konduktivitas Termal Kayu Akasia ... 25

3. Penentuan Nilai Koefisien Konduktivitas Termal Kayu Jati ... 29

4. Penentuan Nilai Koefisien Konduktivitas Termal Kayu Mahoni ... 33

5. Nilai Koefisien Konduktivitas Termal Masing-masing Kayu... 36

B. Pembahasan ... 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

A. Kesimpulan ... 41

B. Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

LAMPIRAN ... 44

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Spesifikasi Kayu ... 24 Tabel 4.2 Hubungan Beda Suhu terhadap Daya Listrik yang Digunakan Elemen

Pemanas yang Diberi Nilai Tegangan dan Kuat Arus Tertentu pada Silinder Kayu Akasia ... 28 Tabel 4.3 Hubungan Beda Suhu terhadap Daya Listrik yang Digunakan Elemen

Pemanas yang Diberi Nilai Tegangan dan Kuat Arus Tertentu pada Silinder Kayu Jati ... 32 Tabel 4.4 Hubungan Beda Suhu terhadap Daya Listrik yang Digunakan Elemen

Pemanas yang Diberi Nilai Tegangan dan Kuat Arus Tertentu pada Silinder Kayu Mahoni ... 35 Tabel 4.5 Nilai Koefisien Konduktivitas Termal untuk Kayu Akasia, Kayu Jati,

dan Kayu Mahoni ... 36 Tabel 5.1 Nilai Koefisien Konduktivitas Termal untuk Masing-masing Jenis

Kayu ... 41

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Konduksi kalor pada balok ... 8

Gambar 2.2 Penampang melintang silinder berongga dan penampang membujur silinder berongga ... 10

Gambar 2.3 Arah aliran kalor pada silinder berongga dengan jari-jari dalam r1 dan jari-jari luar r2 ... 10

Gambar 3.1 Skema rangkaian alat dan bahan penelitian ... 15

Gambar 3.2 Foto rangkaian alat dan bahan penelitian ... 16

Gambar 3.3 Posisi elemen pemanas di dalam silinder kayu ... 17

Gambar 3.4 Arah aliran kalor (H) pada silinder kayu dilihat dari penampang melintang kayu ... 17

Gambar 3.5 Bagian yang berjarak r1 dengan suhu T1 dan bagian yang berjarak r2 dengan suhu T2 pada dilihat dari penampang melintang kayu ... 18

Gambar 3.6 Posisi sensor suhu dilihat dari penampang melintang kayu ... 18

Gambar 3.7 Tampilan awal Logger Pro ... 19

Gambar 3.8 Tampilan menu Data ... 19

Gambar 3.9 Tampilan kotak dialog “New Calculated Column” dan pengaturannya... 19

Gambar 3.10 Tampilan menu “Insert” dan sub menu “Graph” ... 20

Gambar 3.11 Tampilan Logger Pro setelah memilih sub menu “Graph” ... 20

Gambar 3.12 Tampilan kotak dialog “Data Collection” dan pengaturannya ... 21

Gambar 4.1 Grafik hubungan antara suhu pada titik A dan titik B terhadap waktu pada silinder kayu Akasia (l = (9,91 ± 0,05) x10-2 m, rA = (8,3 ± 0,6) x10-3 m, rB = (9,8 ± 0,6) x10-3 m) yang dipanasi menggunakan elemen pemanas dengan daya (7,4 ± 0,4) x10-1 watt ... 26

Gambar 4.2 Grafik hubungan beda suhu terhadap waktu pada silinder kayu Akasia Akasia (l = (9,91 ± 0,05) x10-2 m, rA = (8,3 ± 0,6) x10-3 m, rB = (9,8 ± 0,6) x10-3 m) yang dipanasi menggunakan elemen pemanas dengan daya (7,4 ± 0,4) x10-1 watt ... 27

(15)

xv

Gambar 4.3 Grafik hubungan beda suhu dan daya listrik untk percobaan pada silinder kayu Akasia (l = (9,91 ± 0,05) x10-2 m, rA = (8,3 ± 0,6) x10-3 m, rB = (9,8 ± 0,6) x10-3 m)... 28 Gambar 4.4 Grafik hubungan antara suhu pada titik A dan titik B terhadap

waktu pada silinder kayu Jati (l = (10,16 ± 0,05) x10-2 m, rA = (7,5

± 0,6) x10-3 m, rB = (10,9 ± 0,6) x10-3 m) yang dipanasi menggunakan elemen pemanas dengan daya (13,5 ± 0,5) x10-1 watt. ... 30 Gambar 4.5 Grafik hubungan beda suhu terhadap waktu pada silinder kayu Jati

(l = (10,16 ± 0,05) x10-2 m, rA = (7,5 ± 0,6) x10-3 m, rB = (10,9 ± 0,6) x10-3 m) yang dipanasi menggunakan elemen pemanas dengan daya (13,5 ± 0,5) x10-1 watt ... 31 Gambar 4.6 Grafik hubungan beda suhu dan daya listrik untuk percobaan pada

silinder kayu Jati (l = (10,16 ± 0,05) x10-2 m, rA = (7,5 ± 0,6) x10-3 m, rB = (10,9 ± 0,6) x10-3 m) ... 32 Gambar 4.7 Grafik hubungan antara suhu pada titik A dan titik B terhadap

waktu pada silinder kayu Mahoni (l = (10,03 ± 0,05) x10-2 m, rA = (6,9 ± 0,6) x10-3 m, rB = (9,4 ± 0,6) x10-3 m) yang dipanasi menggunakan elemen pemanas dengan daya (7,4 ± 0,4) x10-1

watt ... 33 Gambar 4.8 Grafik hubungan beda suhu terhadap waktu pada silinder kayu

Mahoni (l = (10,03 ± 0,05) x10-2 m, rA = (6,9 ± 0,6) x10-3 m, rB = (9,4 ± 0,6) x10-3 m) yang dipanasi menggunakan elemen pemanas dengan daya (7,4 ± 0,4) x10-1 watt ... 34 Gambar 4.9 Grafik hubungan beda suhu dan daya listrik untuk percobaan pada

silinder kayu Mahoni (l = (10,03 ± 0,05) x10-2 m, rA = (6,9 ± 0,6) x10-3 m, rB = (9,4 ± 0,6) x10-3 m)... 35

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Termodinamika merupakan salah satu bahasan dalam materi fisika yang membahas tentang panas, dan pertukaran energi dalam suatu sistem. Salah satu hal yang dibahas dalam termodinamika adalah perpindahan panas.

Sendok yang tercelup dalam suatu gelas berisi minuman bersuhu tinggi, lambat laun akan mengalami perubahan suhu pada seluruh bagiannya. Ujung sendok yang tidak tercelup awalnya bersuhu lebih rendah dibandingkan ujung sendok yang tercelup. Lama kelamaan, ujung sendok yang tidak tercelup akan bertambah suhunya. Hal ini karena adanya kalor yang mengalir dari ujung sendok yang tercelup menuju ujung sendok yang tidak tercelup. Aliran kalor ini menyebabkan perubahan suhu pada bagian-bagian yang dilaluinya.

Kejadian ini sering disebut dengan konduksi termal [Tipler, 1998].

Konduksi merupakan salah satu mekanisme perpindahan kalor. Selain konduksi, kalor dapat berpindah dengan cara konveksi dan radiasi. Konduksi terjadi karena adanya perbedaan suhu antara dua buah bagian dalam satu sistem. Aliran kalor yang terjadi selama konduksi berasal dari bagian yang memiliki suhu lebih tinggi menuju bagian yang memiliki suhu lebih rendah.

Konduksi umumnya terjadi pada benda padat, namun pada beberapa kasus bisa juga terjadi pada fluida. Kalor dihantarkan melalui interaksi antar molekul-molekul yang berdekatan satu sama lain dalam benda tersebut.

Proses perpindahan kalor secara konduksi tidak disertai perpindahan molekul- molekul penyusun bahan [Kreith, 1964].

Konduktivitas termal merupakan suatu koefisien yang menyatakan kemampuan suatu bahan dalam menghantarkan kalor. Semakin baik suatu bahan menghantarkan kalor, maka nilai koefisien konduktivitas termal bahan tersebut semakin besar. Sebaliknya jika bahan tersebut kurang baik dalam menghantarkan kalor, maka nilai koefisien konduktivitas termalnya kecil.

Bahan dengan nilai koefisien konduktivitas termal yang besar disebut dengan

(17)

konduktor. Sedangkan bahan dengan nilai koefisien konduktivitas termal yang kecil disebut isolator. Sebagian besar jenis logam merupakan konduktor, sedangkan kayu dan plastik merupakan contoh bahan yang termasuk isolator [Kreith, 1964; Kern, 1965; Giancoli, 2001].

Banyak penelitian yang membahas tentang konduktivitas termal suatu bahan. Salah satu bahan yang digunakan dalam penelitian-penelitian tersebut adalah kayu. Penelitian-penelitian tersebut menggunakan set alat “Lee’s Disc”

untuk menentukan nilai koefisien konduktivitas termalnya. Set alat “Lee’s Disc” terdiri dari statip yang digantungi oleh keping uap, keping logam, dan keping bahan yang ingin diteliti. Keping bahan yang ingin diteliti diletakkan diantara keping uap dan keping logam. Keping uap berada di atas bahan, sedangkan keping logam berada di bawah keping bahan. Keping uap dihubungan dengan selang pada tabung lain yang berisi air dan dipanasi.

Suhu keping uap dan keping logam kemudian dimonitor menggunakan termometer raksa. Setelah suhu pada keping uap dan keping logam cenderung konstan, keping uap dipindahkan. Pada keadaan ini, suhu keping logam mencapai keadaan stabil. Keping logam kemudian dipanasi menggunakan heater hingga suhunya naik 10oC dari suhu pada keadaan stabil. Kemudian, heater dipindahkan dan suhu keping logam dimonitor setiap 30 detik menggunakan termometer raksa hingga suhunya turun 10oC di bawah suhu pada keadaan stabil [Alam et al, 2012; Aggrey-Smith et al, 2016; Vasubsbu et al, 2015]. Panas berasal dari keping uap tidak sepenuhnya mengalir menuju keping bahan, namun juga menyebar ke lingkungan. Hal ini menyebabkan perpindahan panas tidak sepenuhnya melalui proses konduksi.

Penelitian lain terkait penentuan nilai koefisien konduktivitas termal suatu bahan juga telah dilakukan, yaitu penelitian tentang konduksi panas pada silinder berongga. Penelitian tersebut menggunakan kayu, plastik, dan beberapa jenis logam untuk diteliti. Bahan-bahan tersebut kemudian dibentuk menjadi silinder berongga, kemudian dipanaskan menggunakan elemen pemanas. Elemen pemanas yang digunakan terbuat dari hambatan listrik berupa kawat yang diselubungi oleh pipa aluminium. Elemen pemanas

(18)

dimasukkan ke dalam silinder berongga, hal ini bertujuan agar panas yang berasal dari pemanas sepenuhnya diberikan pada bahan. Sehingga panas berpindah secara konduksi sepenuhnya pada bahan dan tidak menyebar ke lingkungan. Jumlah panas yang dialirkan oleh elemen pemanas dapat diketahui dengan menghitung daya listrik yang digunakan. Suhu pada bagian poros silinder dan suhu pada bagian permukaan luar silinder kemudian dimonitor menggunakan termometer raksa. Pengamatan dilakukan hingga keadaan konduksi pada bahan stabil. Hal ini ditunjukkan oleh nilai suhu yang relatif konstan pada termometer raksa [Ortuno et al, 2001]. Termometer raksa yang digunakan sebagai alat untuk memonitor perubahan suhu pada bahan dirasa kurang efektif. Nilai yang didapatkan dari hasil pembacaan pada termometer raksa terkadang berada pada di antara garis-garis skala termometer raksa. Hal ini menyebabkan peneliti perlu melakukan perkiraan nilai yang didapatkan dari hasil pengukuran.

Beberapa keterbatasan alat konvensional dalam menampilkan hasil pengukuran menyebabkan kesulitan dalam penelitian. Sehingga dikembangkan peralatan-peralatan yang berbasis komputer. Penelitian- penelitian berbasis komputer juga telah banyak dilakukan. Salah satu penelitian yang pernah dilakukan adalah penelitian tentang analisa proses pendinginan pada beberapa jenis bejana. Penelitian tersebut menggunakan sensor suhu dan software Logger Pro untuk memonitor penurunan suhu air pada bejana. Jangka waktu yang diperlukan dalam pengambilan data terbilang cukup lama, sehingga penggunaan sensor suhu sangat membantu peneliti.

Hasil yang didapatkan juga lebih akurat dan lebih mudah diolah menggunakan software Logger Pro [Natalia, 2015].

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai koefisien konduktivitas termal dari beberapa jenis kayu. Kayu-kayu yang diteliti dibentuk menjadi silinder berongga kemudian dipanaskan menggunakan elemen pemanas pada bagian poros kayu. Hal tersebut dilakukan supaya panas diberikan sepenuhnya kepada kayu dan tidak hilang ke lingkungan. Perubahan suhu pada dua buah titik pada kayu dimonitor menggunakan sensor suhu yang

(19)

terhubung ke interface Lab Pro. Penggunaan sensor suhu bertujuan mengatasi kesulitan pembacaan yang mungkin terjadi jika menggunakan termometer raksa. Data kemudian ditampilkan pada software Logger Pro yang telah terinstall di laptop. Data yang didapatkan kemudian digunakan untuk mencari nilai koefisien konduktivitas termal dari beberapa jenis kayu.

Penelitian ini memberi informasi kepada masyarakat tentang kayu yang lebih baik dalam mengisolasi panas. Banyak perabot dapur seperti serok yang terbuat dari kayu ataupun pegangan wajan atau panci. Penggunaan kayu yang tepat dapat menghindari cedera pada tangan akibat suhu tinggi ketika memasak. Selain itu, dalam konstruksi bangunan, rangka atap dan dinding bangunan sering menggunakan kayu sebagai bahan penyusunnya.

Penggunaan kayu bertujuan untuk membuat bagian dalam rumah tidak terasa panas. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam memilih jenis kayu yang hendak digunakan dalam bahan konstruksi bangunan.

Selain dalam bidang bangunan dan perabot rumah tangga, penelitian ini juga diharapkan dapat berguna bagi bidang pendidikan. Para guru diharapkan dapat menjadikan metode yang dilakukan pada penelitian ini sebagai referensi dalam melaksanakan praktikum. Mengingat praktikum pada jenjang SMA sangat diperlukan bagi peserta didik sebagai sarana pendukung dalam memahami teori-teori fisika yang ada. Dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini diharapkan siswa lebih memahami konsep perpindahan panas terutama konduksi. Metode dalam penelitian ini juga dapat digunakan untuk praktikum pada tingkat universitas.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana metode untuk menentukan koefisien konduktivitas termal suatu bahan?

2. Berapa nilai koefisien konduktivitas termal untuk kayu Akasia, kayu Jati, dan kayu Mahoni?

(20)

C. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Software yang digunakan untuk memonitor suhu kayu, serta mengolah data adalah Logger Pro.

2. Bahan yang digunakan adalah kayu Akasia, kayu Jati, dan kayu Mahoni.

3. Kayu dibentuk menjadi silinder dengan jari-jari dalam r1 dan jari-jari luar r2, dengan panjang l.

4. Elemen pemanas terbuat dari hambatan termal yang diselubungi aluminium, dengan panjang elemen pemanas l.

D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui metode untuk menentukan koefisien konduktivitas termal suatu bahan.

2. Mengetahui nilai koefisien konduktivitas termal dari kayu Akasia, kayu Jati, dan kayu Mahoni.

E. Manfaat Penelitian

1. Mengetahui cara untuk menganalisis data menggunakan software Logger Pro.

2. Mengetahui jenis bahan yang baik untuk perabot rumah tangga, khususnya perabot dapur.

3. Mengetahui jenis kayu yang tepat untuk bahan konstruksi bangunan yang menyejukkan ruangan.

4. Menjadi referensi dalam melakukan praktikum di tingkat SMA ataupun universitas, khususnya pada materi perpindahan panas secara konduksi.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:

1. BAB I Pendahuluan

Dalam bab ini disampaikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

(21)

2. BAB II Dasar Teori

Dalam bab ini dijelaskan mengenai teori-teori yang digunakan 3. BAB III Metode Penelitian

Dalam bab ini dijelaskan mengenai metode pengambilan data dan metode untuk menganalisinya.

4. BAB IV Hasil dan Pembahasan

Dalam bab ini disampaikan hasil penelitian serta pembahasan hasil penelitian.

5. BAB V Kesimpulan dan Saran

(22)

7 BAB II DASAR TEORI

A. Suhu dan Kalor

Dalam kehidupan sehari-hari sering digunakan istilah suhu. Istilah suhu sering digunakan oleh beberapa orang untuk menanyakan atau menyatakan keadaan suatu benda. Keadaan yang dimaksud di sini adalah derajat panas atau dinginnya suatu benda. Suhu menyatakan besarnya energi kinetik molekuler dalam sebuah benda. Semakin besar energi kinetik molekuler sebuah benda, maka makin besar pula nilai suhu yang dimiliki benda tersebut.

Untuk menyatakan nilai suhu, digunakan beberapa satuan. Satuan-satuan tersebut adalah Celcius, Reamur, Fahrenheit, dan Kelvin. [Tipler, 1998;

Giancoli, 2001].

Ketika 2 buah benda yang memiliki perbedaan suhu bersentuhan satu sama lain, akan terjadi perpindahan kalor. Kalor merupakan suatu bentuk energi yang mengalir ketika terdapat perbedaan suhu antara dua buah benda.

Umumnya kalor mengalir dari benda atau sistem bersuhu tinggi menuju benda atau sistem bersuhu rendah. Aliran kalor tidak hanya terjadi antara benda ke benda, namun juga antara benda ke lingkungannya. Kalor tidak dimiliki oleh benda tertentu, meskipun suhu benda tersebut tinggi. Kalor dipahami sebagai suatu aliran yang dipengaruhi oleh perbedaan suhu antara dua buah sistem atau lebih. Bila dua buah sistem yang berbeda suhunya disentuhkan satu sama lain, lambat laun kedua sistem tersebut akan memiliki suhu yang sama. Keadaan ini sering disebut dengan kesetimbangan termal.

Pada keadaan ini, tidak ada kalor lagi yang mengalir. Kalor dinyatakan dalam satuan kalori. Kalori didefinisikan sebagai kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 gram air sebesar 1 derajat Celcius [Djojodihardjo, 1985 ; Giancoli, 2001].

(23)

B. Konduktivitas Termal

Ketika terdapat perbedaan suhu antara dua buah titik pada suatu benda, maka kalor akan mengalir dari ujung yang bersuhu lebih tinggi menuju ujung yang bersuhu lebih rendah. Hal yang sama juga terjadi ketika dua buah benda yang memiliki perbedaan suhu tertentu disentuhkan sama lain. Perpindahan kalor tersebut sering disebut dengan konduksi. Pada proses konduksi, kalor dihantarkan melalui interaksi antar atom-atom dalam medium tersebut. Proses ini tidak disertai dengan perpindahan atom-atom dalam medium tersebut.

Ketika suatu bagian dalam suatu medium dipanaskan, atom-atom pada bagian tersebut akan bergetar. Hal ini diakibatkan atom-atom tersebut mengalami kenaikan suhu, sehingga energi kinetik atom-atom tersebut bertambah.

Akibatnya, atom-atom tersebut menumbuk atom-atom di sekitarnya. Atom- atom yang tertumbuk mengalami kenaikan suhu dan energi kinetiknya juga bertambah. Proses tersebut terjadi secara berantai, sehingga terjadi aliran energi dari ujung yang bersuhu tinggi menuju ujung yang bersuhu rendah.

Energi yang dialirkan akibat proses tersebut adalah kalor [Kreith, 1958 ; Tipler, 1998].

Aliran kalor pada proses konduksi ditunjukkan pada gambar 2.1. Ketika sebuah balok dengan konduktivitas termal k memiliki beda suhu antara kedua sisinya, maka akan terjadi aliran kalor. Kalor mengalir dari sisi balok yang bersuhu lebih tinggi T1 pada koordinat x1 menuju sisi balok yang bersuhu lebih rendah T2 pada koordinat x2, melalui luas bidang A.

Gambar 2.1 Konduksi kalor pada balok

T1 T2

A

x2 x1

Arah aliran kalor Bagian bersuhu rendah Bagian bersuhu

tinggi

(24)

Besarnya kalor yang mengalir tiap satu satuan waktu melalui bidang balok dapat dinyatakan dengan persamaan [Kern, 1965 ; Naga, 1991]:

1 2

1 2

x x

T kA T

H 

 

 (2.1)

dx kAdT

H (2.2)

dengan, H : kalor yang mengalir tiap satu satuan waktu (Watt) k : koefisien konduktivitas termal (W/m.oC)

A : luas bidang yang dilalui kalor (m2) dT : selisih suhu (oC)

dx : tebal bahan (m)

Tanda negatif menunjukkan kalor mengalir dari bagian yang bersuhu lebih tinggi menuju bagian yang bersuhu lebih rendah. Nilai k merupakan nilai yang menunjukkan konduktivitas termal suatu bahan. Konduktivitas termal merupakan koefisien yang menunjukkan kemampuan suatu bahan dalam menghantarkan kalor. Nilai k untuk masing-masing bahan berbeda- beda. Semakin besar nilai k maka semakin baik kemampuan suatu bahan dalam menghantarkan kalor secara konduksi. Sebaliknya, semakin kecil nilai k, maka semakin buruk kemampuan bahan tersebut dalam menghantarkan kalor secara konduksi. Bahan-bahan yang baik dalam menghantarkan kalor secara konduksi disebut dengan konduktor. Sedangkan bahan-bahan yang buruk dalam menghantarkan kalor secara konduksi disebut isolator. Sebagian besar logam termasuk ke dalam konduktor. Sedangkan bahan seperti kayu, wol, fiberglass, dan plastik merupakan beberapa contoh isolator [Giancoli, 2001; Kreith, 1958].

C. Konduksi pada Silinder Berongga

Persamaan (2.2) menjelaskan besarnya kalor yang mengalir pada suatu benda. Aliran kalor berasal dari salah satu bidang yang bersuhu lebih tinggi menuju bidang lainnya yang bersuhu lebih rendah. Pada balok di gambar 2.1,

(25)

luas area yang dilalui oleh kalor memiliki nilai yang tetap. Pada silinder berongga, luas area yang dilalui oleh kalor memiliki besar yang berbeda- beda. Luas area yang dilalui kalor merupakan luas bidang selimut silinder.

Luas bidang selimut silinder dengan penampang berupa lingkaran yang memiliki jari-jari r dan memiliki panjang l adalah As. Gambar 2.2 menunjukkan luas bidang selimut silinder berongga [Kreith, 1958].

l r π 2

As  (2.3)

dengan, As : luas bidang selimut silinder (m2) r : jari-jari penampang silinder (m) l : panjang silinder (m)

Gambar 2.2 Penampang melintang silinder berongga dan penampang membujur silinder berongga.

Ketika bagian dalam silinder berongga diberi sumber panas berupa heater, maka akan terjadi aliran kalor. Aliran kalor berasal dari bidang selimut silinder yang bersentuhan langsung dengan heater yang memiliki jari-jari r1 menuju bidang selimut silinder dengan jari-jari r2. Bidang selimut silinder yang memiliki jari-jari r1 memiliki suhu T1 dan bidang selimut silinder yang memiliki jari-jari r2 memiliki suhu T2. Arah aliran kalor pada silider berongga ditunjukkan pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Arah aliran kalor pada silinder berongga dengan jari-jari dalam r1 dan jari- jari luar r2.

r

r2

l

r1

T1 T2

H H

(26)

Besarnya kalor yang mengalir dari pada bidang selimut silinder dengan jari- jari r1 menuju bidang selimut silinder dengan jari-jari r2 adalah:

dr ldT r 2 k

H  (2.5)

dT l 2 k r dr

H   (2.6)

) T - (T l π 2 r k

ln r

H 2 1

1 2 

 

 (2.7)

ΔT r ln r

l π 2 H k

1 2 



 

 (2.8)

Berbeda dengan bidang balok, pada bidang silinder, luas permukaan yang dilalui kalor pada bidang selimut silinder berbeda untuk tiap nilai jari-jarinya.

Ketika kalor mengalir dari titik yang berjarak r1 dari poros silinder menuju titik yang berjarak r2 dari poros silinder, maka besarnya kalor yang mengalir mengikuti persamaan (2.8) [Kern, 1965; Kreith, 1958; Naga, 1991].

D. Hukum Kekekalan Energi dan Daya

Energi didefinisikan sebagai kemampuan suatu benda untuk melakukan kerja. Beberapa bentuk energi yang paling sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari adalah energi gerak, energi panas, dan energi listrik, serta energi cahaya. Sebuah benda secara umum memiliki energi total dengan jumlah yang konstan. Energi total dari benda tersebut merupakan kombinasi dari beberapa bentuk energi. Ketika sebuah benda melepas sejumlah energi, energi lain akan masuk ke dalam benda tersebut. Sebaliknya, ketika sebuah benda mendapat sejumlah energi, benda tersebut juga akan melepas sejumlah energi.

Sebagai contoh, sebuah lampu pijar yang dihubungkan dengan sumber tegangan akan menerima energi listrik. Lampu pijar tersebut kemudian menyala dan bertambah suhunya. Hal ini menunjukkan bahwa lampu pijar tersebut melepaskan sejumlah energi berupa energi panas dan energi cahaya.

Besarnya energi yang dilepaskan oleh sebuah benda tiap satu satuan waktu

(27)

dikenal dengan istilah daya. Besarnya daya dalam kehidupan sehari-hari sering dinyatakan dalam satuan Watt. [Giancoli, 2001; Tipler, 1998; Alonso

& Finn, 1966; Sears & Zemansky, 1960].

Sebuah pemanas yang dihubungkan dengan sumber tegangan PLN akan menerima energi listrik. Energi listrik ini kemudian diubah menjadi energi panas atau kalor. Besarnya energi listrik yang diterima oleh suatu sistem atau benda (dalam kasus ini pemanas) tiap satu satuan waktu disebut dengan daya listrik. Besarnya daya listrik yang diterima oleh suatu sistem atau sebuah benda merupakan hasil kali antara nilai tegangan dan kuat arus yang mengalir pada benda tersebut.

I V

P (2.9)

dengan, P : daya listrik (watt) V : tegangan (volt) I : kuat arus (ampere)

Ketika pemanas tersebut digunakan untuk memanaskan suatu bahan berbentuk silinder berongga, maka besarnya kalor yang mengalir pada bahan mengikuti persamaan (2.8). Kalor yang dihasilkan merupakan hasil konversi dari energi listrik yang diterima oleh pemanas. Kalor yang mengalir tiap satu satuan waktu sama dengan daya listrik yang digunakan pemanas. Sehingga persamaan (2.8) dapat dituliskan menjadi:

ΔT r ln r

l π 2 P k

1

2

 

 

 (2.10)

dengan, P : daya listrik (watt)

k : koefisien konduktivitas termal (W/moC) l : panjang silinder (meter)

r1 : jarak titik pertama dari poros silinder (meter) r2 : jarak titik kedua dari poros silinder (meter)

∆T : beda suhu antara titik pertama dan titik kedua (oC)

(28)

Berdasarkan persamaan (2.10), perbedaan suhu yang terjadi pada bahan berbanding lurus dengan nilai daya listrik yang digunakan oleh pemanas.

Perubahan suhu yang terjadi pada bahan disebabkan oleh panas yang diberikan oleh pemanas. Sehingga, nilai beda suhu yang terjadi pada bahan ditentukan oleh nilai daya listrik yang digunakan pemanas. Berdasarkan hal tersebut, persamaan (2.10) dapat dituliskan menjadi:

l P π 2 k

r ln r

ΔT 1

2

 

 (2.11)

(29)

14 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Persiapan Alat

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Kayu

Kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu akasia, kayu jati, dan kayu mahoni. Kayu-kayu tersebut kemudian dibentuk menjadi silinder berongga.

2. Elemen pemanas

Elemen pemanas yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk tabung. Elemen pemanas ini terbuat dari lilitan kawat nikelin berdiameter 0,15 mm yang selubungi pipa aluminium. Untuk menjaga kawat nikelin berada pada bagian dalam aluminium, digunakan Plastic Steel untuk menutup lubang pipa aluminium.

3. Amperemeter

Amperemeter yang digunakan merupakan amperemeter untuk arus bolak balik. Hal ini dikarenakan arus listrik yang hendak diukur berasal dari sumber tegangan bolak balik PLN.

4. Multimeter

Multimeter digunakan untuk mengukur tegangan yang digunakan selama penelitian.

5. Slide regulator

Slide regulator berfungsi untuk mengatur besarnya tegangan yang digunakan selama penelitian.

6. Sensor Suhu

Sensor suhu digunakan untuk merekam perubahan suhu pada kayu tiap satu satuan waktu. Sensor suhu yang digunakan merupakan produk Vernier bernama Stainless Steel Temperature Probe Sensor. Sensor suhu yang digunakan memiliki batas ukur suhu mulai dari -40oC hingga 135oC. Resolusi yang dimiliki oleh sensor suhu adalah 0,17 oC pada suhu

(30)

-40oC sampai 0oC, 0,03oC pada suhu 0oC sampai 40oC, 0,1oC pada suhu 40oC sampai 100oC, dan 0,25oC pada suhu 100oC sampai 135oC [www.vernier.com].

7. Interface

Interface merupakan alat yang digunakan untuk menyambungkan sensor suhu dan laptop. Tujuannya agar hasil rekaman sensor suhu dapat ditampilkan pada laptop untuk kemudian diolah. Interface yang digunakan dalam penelitian ini adalah interface LabPro.

8. Laptop

Laptop digunakan untuk menampilkan hasil rekaman sensor suhu, serta menyimpan hasil rekaman. Selanjutnya, hasil rekaman dianalisa menggunakan software LoggerPro yang telah terinstall di laptop.

Alat dan bahan kemudian dirangkai seperti gambar 3.1 dan 3.2.

Gambar 3.1 Skema rangkaian alat dan bahan penelitian

Keterangan gambar : 1. Sumber tegangan 2. Slide regulator 3. Amperemeter AC

4. Kayu dan elemen pemanas di dalamnya 5. Sensor suhu

6 5

4

3 2

1

7

(31)

6. Interface Lab Pro 7. Laptop

Gambar 3.2 Foto rangkaian alat dan bahan penelitian

Elemen pemanas yang digunakan dalam penelitian ini merupakan elemen pemanas elektrik. Elemen pemanas terbuat dari kumparan kawat nikelin yang diselubungi oleh pipa aluminium dengan diameter penampang pipa 9 mm.

Kayu yang hendak diteliti dibentuk menjadi silinder pejal yang dibor pada bagian porosnya. Besarnya diameter hasil pemboran kayu memiliki besar yang sama dengan diameter elemen pemanas. Tujuannya supaya ketika elemen pemanas dimasukkan pada kayu, elemen pemanas mengalami kontak langsung dengan kayu. Pada keadaan ini, panas yang nanti dihasilkan oleh elemen pemanas ditransfer sepenuhnya pada kayu. selain itu, ukuran panjang elemen pemanas dan silinder kayu juga dibuat relatif sama. Tujuannya supaya elemen pemanas sepenuhnya berada di dalam kayu dan tidak ada panas yang menyebar ke lingkungan. Besarnya panas yang dilepaskan oleh elemen pemanas tiap satu satuan waktu pada keadaan ini sama dengan daya listrik yang digunakan oleh elemen pemanas.

(32)

Gambar 3.3. Posisi elemen pemanas di dalam silinder kayu.

Ketika elemen pemanas dihubungkan pada sumber tegangan PLN, elemen pemanas akan mengalami kenaikan suhu. Perbedaan suhu antara elemen pemanas dan kayu menyebabkan aliran kalor. Arah aliran kalor pada keadaan ini ditunjukkan oleh gambar 3.4.

Gambar 3.4. Arah aliran kalor (H) pada silinder kayu dilihat dari penampang melintang kayu.

Kalor mengalir ke segala arah, atau dapat dikatakan mengalir secara radial. Karena hal tersebut, maka bagian-bagian yang terletak pada jarak yang sama dari poros silinder memiliki suhu yang sama. Pada gambar 3.6, bagian kayu yang berjarak r1 dari poros silinder memiliki suhu yang sama besar pada setiap bagiannya. Bagian kayu yang berjarak r2 dari poros silinder juga memiliki suhu yang sama pada setiap bagiannya. Bagian-bagian kayu yang berjarak r1 dan r2 digambarkan dengan bentuk lingkaran dengan sisi putus- putus.

H

H

H

H H H H

H

Elemen pemanas Kayu

(33)

Gambar 3.5. Bagian yang berjarak r1 dengan suhu T1 dan bagian yang berjarak r2 dengan suhu T2 dilihat dari penampang melintang kayu.

Suhu pada dua buah titik pada kayu dimonitor menggunakan sensor suhu.

Posisi sensor suhu yang digunakan untuk memonitor suhu pada titik A (bentuk persegi) yang berjarak rA dari poros silinder dan titik B (bentuk lingkaran) yang berjarak rB dari poros silinder dapat dilihat pada gambar 3.6.

Gambar 3.6. Posisi sensor suhu dilihat dari penampang melintang kayu.

B. Pengambilan Data

Dalam penelitian ini, data yang dicari adalah perbedaan suhu antara dua buah titik yang berada di dalam kayu. Langkah-langkah untuk mendapatkan data tersebut adalah sebagai berikut,

1. Merangkai alat seperti pada gambar (3.1).

2. Mengatur tampilan Logger Pro (Gambar 3.7).

r1 r2

T1 T2

A B

(34)

Gambar 3.7. Tampilan awal Logger Pro

3. Menambahkan kolom “Perbedaan Suhu” pada tabel yang tercantum dalam Logger Pro dengan memilih sub menu “New Calculated Column”

pada menu “Data” (Gambar 3.8), kemudian mengatur nilai-nilai pada kotak dialog “New Calculated Column” (Gambar 3.9).

Gambar 3.8. Tampilan menu Data

Gambar 3.9. Tampilan kotak dialog “New Calculated Column” dan pengaturannya

(35)

4. Menambahkan grafik beda suhu dengan memilih sub menu “Graph”

pada menu “Insert” (Gambar 3.10).

Gambar 3.10. Tampilan menu “Insert” dan sub menu “Graph”

Gambar 3.11. Tampilan Logger Pro setelah memilih sub menu “Graph”

5. Mengatur durasi perekaman dengan memilih menu “Data Collection”

(Gambar 3.12). Data suhu direkam setiap 30 detik selama kurang lebih 1,5 jam hingga 2 jam.

(36)

Gambar 3.12. Tampilan kotak dialog “Data Collection” dan pengaturannya

6. Mengatur slide regulator untuk memberikan tegangan dengan nilai tertentu dalam rangkaian.

7. Merekam perubahan suhu pada kayu dengan menekan “Collect”.

Pengumpulan data dihentikan ketika grafik beda suhu sudah relatif konstan.

8. Mencatat nilai kuat arus dan tegangan pada rangkaian.

9. Melakukan langkah 6 sampai 8 kembali untuk 4 atau 5 nilai tegangan yang berbeda. Nilai tegangan diatur menggunakan slide regulator.

10. Melakukan langkah 3 sampai 9 kembali untuk jenis kayu yang berbeda.

C. Analisa Data

1. Perbedaan Suhu antara Dua Titik pada Kayu

Data yang direkam oleh Logger Pro merupakan data perubahan suhu pada dua buah titik yang berada pada kayu. Titik-titik tersebut kemudian diberi nama titik A dan titik B. Titik A merupakan titik yang berada pada jarak rA dari poros silinder kayu. Titik B merupakan titik yang berada pada jarak rB dari poros silinder kayu. Suhu pada kedua buah titik direkam

Menu “Data Collection”

(37)

setiap 30 detik hingga suhu pada kedua buah titik tersebut relatif konstan.

Hal ini dapat dilihat dengan bentuk grafik perubahan suhu yang ditampilkan oleh Logger Pro. Ketika grafik yang ditampilkan sudah cenderung landai, maka proses perekaman data dihentikan.

Nilai perbedaan suhu antara dua buah titik yaitu titik A dan titik B kemudian dicari menggunakan data-data yang didapatkan pada grafik perubahan suhu antara titik A dan titik B terhadap waktu. Setelah didapatkan grafik hubungan beda suhu terhadap waktu, dicari kurva grafik yang cenderung landai. Kurva grafik yang cenderung landai menunjukkan nilai beda suhu yang relatif konstan. Data-data yang termasuk dalam range kurva grafik yang cenderung landai tersebut kemudian dicari nilai rata- ratanya. Nilai rata-rata inilah yang kemudian digunakan dalam perhitungan nilai koefisien konduktivitas termal kayu.

2. Koefisien Konduktivitas Termal

Nilai koefisien konduktivitas dapat dihitung dengan terlebih dulu mengetahui nilai beberapa besaran. Besaran-besaran tersebut adalah daya listrik, jarak dua buah titik terhadap poros silinder, beda suhu antara dua buah titik tersebut, dan panjang silinder berongga. Selain daya listrik dan beda suhu, semua besaran yang digunakan dalam perhitungan memiliki nilai yang konstan. Nilai koefisien konduktivitas termal ditentukan menggunakan grafik hubungan antara beda suhu antara dua buah titik pada kayu (∆T) terhadap daya listrik (P). Daya listrik yang digunakan menunjukkan besarnya kalor yang dilepaskan oleh elemen pemanas setiap satu satuan waktu. Grafik hubungan beda suhu terhadap daya listrik yang diperoleh merupakan grafik linear dengan persamaan grafik:

dT = mP + b (3.1)

dengan, dT : beda suhu (oC)

m : gradien grafik (oC/Watt) P : daya listrik (Watt) b : konstanta

(38)

Berdasarkan persamaan (2.11) dan (3.1), diperoleh persamaan gradien grafik:

l π 2 k

r ln r

m 1

2 

 

 (3.2)

Berdasarkan persamaan (3.2), nilai koefisien konduktivitas termal dapat dihitung menggunakan persamaan:

l π 2 m

r ln r

k 1

2 

 

 (3.3)

(39)

24 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu Akasia, kayu Jati, dan kayu Mahoni. Ketiga kayu tersebut diteliti menggunakan metode yang sama. Kayu-kayu tersebut dipanasi menggunakan elemen pemanas menggunakan daya listrik yang berbeda-beda. Hal ini bertujuan untuk melihat perubahan suhu yang terjadi pada kayu. Kemudian, dari perubahan suhu tersebut dilihat besarnya nilai perbedaan suhu antara dua buah titik pada kayu. Grafik hubungan antara beda suhu terhadap daya listrik dibuat untuk menentukan nilai koefisien konduktivitas termal masing-masing kayu.

1. Spesifikasi Kayu

Kayu yang akan diteliti terlebih dahulu dibentuk menjadi silinder berongga. Kayu kemudian dibor pada dua buah tempat, sehingga didapatkan dua buah lubang sebagai tempat memasukkan sensor suhu.

Titik-titik tersebut dinamai sebagai titik A dan titik B. Titik A memiliki jarak rA terhadap poros silinder dan titik B memiliki jarak rB terhadap poros silinder. Hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Spesifikasi Kayu

No. Jenis Kayu

Panjang Kayu (x10-2

m)

Jarak Titik A terhadap poros (rA)

(x10-3 m)

Jarak Titik B terhadap poros rB

(x10-3 m)

1 Akasia 9,91 ± 0,05 8,3 ± 0,6 9,8 ± 0,6

2 Jati 10,16 ± 0,05 7,5 ± 0,6 10,9 ± 0,6

3 Mahoni 10,03 ± 0,05 6,9 ± 0,6 9,4 ± 0,6

Data pengukuran secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 1.

(40)

2. Penentuan Nilai Koefisien Konduktivitas Termal Kayu Akasia

Kayu Akasia yang telah dibentuk menjadi silinder dengan panjang (9,91 ± 0,05) x10-2 m dan dibor pada dua buah titik dengan jarak masing- masing dari poros silinder adalah rA = (8,3 ± 0,6) x10-3 m dan rB = (9,8 ± 0,6) x10-3 m dipanasi menggunakan elemen pemanas. Daya yang digunakan dibuat bervariasi untuk mendapatkan nilai beda suhu yang berbeda-beda. Nilai daya listrik divariasi dengan mengatur nilai tegangan yang digunakan oleh elemen pemanas. Slide regulator digunakan untuk mengatur besarnya tegangan yang digunakan pada elemen pemanas.

Pertama-tama, besarnya tegangan yang digunakan diatur sebesar (7,4 ± 0,1) volt. Nilai kuat arus yang ditunjukkan oleh amperemeter adalah (10,0 ± 0,5) x 10-2 A. Nilai daya listrik merupakan hasil kali antara tegangan dan kuat arus. Nilai daya listrik dihitung menggunakan persamaan (2.9) dan didapatkan nilai 7,4 x 10-1 watt. Nilai ketidakpastian yang didapatkan dari hasil perhitungan adalah ± 4 x 10-1 watt.

Elemen pemanas kemudian mengalami kenaikan suhu, sehingga terdapat perbedaan suhu antara elemen pemanas dan kayu. Hal ini menyebabkan terjadinya aliran kalor yang berasal dari elemen pemanas menuju kayu. Adanya aliran kalor menyebabkan kenaikan suhu pada setiap titik pada kayu. Data perubahan suhu pada dua titik pada kayu dimonitor oleh Logger Pro, kemudian dihasilkan grafik perubahan suhu pada titik A dan titik B. Gambar 4.1 merupakan grafik hubungan antara suhu pada titik A dan titik B terhadap waktu pada silinder kayu Akasia yang dipanasi menggunakan elemen pemanas dengan daya listrik (7,4 ± 0,4) x10-1 watt.

(41)

Gambar 4.1. Grafik hubungan antara suhu pada titik A dan titik B terhadap waktu pada silinder kayu Akasia (l = (9,91 ± 0,05) x10-2 m, rA = (8,3 ± 0,6) x10-3 m, rB = (9,8 ± 0,6) x10-3 m) yang dipanasi menggunakan elemen pemanas dengan daya (7,4 ± 0,4) x10-1

watt.

Setelah didapatkan grafik seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.1, dibuatlah grafik hubungan beda suhu terhadap waktu seperti pada gambar 4.2. Grafik pada gambar 4.2 digunakan untuk mencari nilai beda suhu antara titik A dan titik B pada keadaan konduksi yang stabil. Hal ini ditunjukkan oleh kurva grafik beda suhu yang cenderung landai.

(42)

Gambar 4.2. Grafik hubungan beda suhu terhadap waktu pada silinder kayu Akasia Akasia (l = (9,91 ± 0,05) x10-2 m, rA = (8,3 ± 0,6) x10-3 m, rB = (9,8 ± 0,6) x10-3 m) yang

dipanasi menggunakan elemen pemanas dengan daya (7,4 ± 0,4) x10-1 watt.

Data grafik perubahan suhu pada titik A dan titik B, grafik beda suhu, dan tabel data percobaan secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 2.

Data-data pada kurva grafik yang cenderung landai dihitung rata- ratanya. Daerah yang diblok pada grafik di gambar 4.2 merupakan daerah kurva grafik yang cenderung landai. Nilai beda suhu yang didapatkan dari hasil perhitungan nilai beda suhu rata-rata adalah (0,6 ± 0,1)oC.

Setelah didapatkan nilai beda suhu pada percobaan menggunakan elemen pemanas dengan daya (7,4 ± 0,4) x10-1 watt, kayu dibiarkan turun suhunya. Setelah suhu kayu mendekati suhu ruangan (sekitar 28oC hingga 30oC), kayu dipanasi kembali menggunakan elemen pemanas dengan daya listrik yang berbeda. Langkah yang sama dilakukan untuk mendapatkan data beda suhu antara titik A dan titik B untuk masing- masing nilai daya listrik yang digunakan oleh elemen pemanas. Data-data yang didapatkan, yaitu nilai tegangan, kuat arus, daya listrik, dan beda suhu antara titik A dan titik B yang dimasukkan ke dalam tabel 4.3.

(43)

Tabel 4.2. Hubungan Beda Suhu terhadap Daya Listrik yang Digunakan Elemen Pemanas yang Diberi Nilai Tegangan dan Kuat Arus Tertentu pada Silinder Kayu Akasia.

No. Tegangan (volt) Kuat Arus (x10-2 A)

Daya Listrik (x10-1 W)

Beda Suhu (oC) 1 7,4 ± 0,1 10,0 ± 0,5 7,4 ± 0,4 0,6 ± 0,1 2 10,0 ± 0,5 15,0 ± 0,5 15,0 ± 0,9 1,3 ± 0,2 3 13,0 ± 0,5 20,0 ± 0,5 26,0 ± 1,2 2,1 ± 0,2 4 14,0 ± 0,5 23,0 ± 0,5 32,2 ± 1,3 3,0 ± 0,3 5 20,0 ± 0,5 25,0 ± 0,5 50,0 ± 1,6 4,7 ± 0,3

Data beda suhu dan daya listrik pada tabel 4.2 kemudian digunakan untuk membuat grafik hubungan antara beda suhu dan daya listrik.

Gradien grafik ini kemudian digunakan untuk menghitung nilai koefisien konduktivitas termal kayu Akasia menggunakan persamaan (2.13) dan (3.2).

Gambar 4.3. Grafik hubungan beda suhu dan daya listrik untk percobaan pada silinder kayu Akasia (l = (9,91 ± 0,05) x10-2 m, rA = (8,3 ± 0,6) x10-3 m, rB = (9,8 ± 0,6) x10-3

m).

Nilai gradien yang diperoleh dari grafik pada gambar 4.3 adalah C/Watt

0,045) 0,967

(

m  o

(44)

Nilai gradien yang diperoleh kemudian digunakan untuk menentukan nilai koefisien konduktivitas termal berdasarkan persamaan (3.3). Melalui perhitungan, didapatkan nilai koefisien konduktivitas termal kayu Akasia sebesar 0,29 W/moC.

Perhitungan nilai ketidakpastian dari koefisien konduktivitas termal adalah sebagai berikut:

C W/m 03 0

91 9

05 0 967

0 045 0 3

, 8

6 , 0 8

, 9

6 , 0 287

0

o

2 2 2

2

2 2 2

2

Δk ,

, , ,

, ,

Δk

l Δl m

Δm r

Δr r

Δr k

Δk

B B A

A



 





 





 





 

 



 





 





 





 

 

Nilai koefisien konduktivitas termal untuk kayu Akasia adalah:

k = (2,9 ± 0,3) x10-1W/moC

3. Penentuan Nilai Koefisien Konduktivitas Termal Kayu Jati

Kayu Jati yang telah dibentuk menjadi silinder dengan panjang (10,16 ± 0,05) x10-2 m dan dibor pada dua buah titik dengan jarak dari poros silinder masing-masing rA = (7,5 ± 0,6) x10-3 m dan rB = (10,9 ± 0,6) x10-3 m, kemudian dipanasi menggunakan elemen pemanas. Kayu Jati mula-mula dipanasi menggunakan elemen pemanas yang diberi tegangan (9,0 ± 0,1) volt. Besarnya kuat arus yang mengalir pada rangkaian adalah (15,0 ± 0,5) x10-2 A. Nilai daya listrik yang digunakan pada elemen pemanas adalah sebesar (13,5 ± 0,5) x10-1 watt.

Data perubahan suhu pada dua titik pada kayu dimonitor oleh Logger Pro, kemudian dihasilkan grafik perubahan suhu pada titik A dan titik B. Gambar 4.4 merupakan grafik hubungan antara suhu pada titik A dan titik B terhadap waktu pada silinder kayu Jati yang dipanasi menggunakan elemen pemanas dengan daya listrik (13,5 ± 0,5) x10-1 watt.

(45)

Gambar 4.4. Grafik hubungan antara suhu pada titik A dan titik B terhadap waktu pada silinder kayu Jati (l = (10,16 ± 0,05) x10-2 m, rA = (7,5 ± 0,6) x10-3 m, rB = (10,9 ± 0,6) x10-3 m) yang dipanasi menggunakan elemen pemanas dengan daya (13,5 ± 0,5) x10-1

watt.

Setelah didapatkan grafik pada gambar 4.4, dibuatlah grafik hubungan beda suhu terhadap waktu seperti pada gambar 4.5. Pada grafik hubungan beda suhu terhadap waktu ditentukan kurva grafik yang cenderung landai.

(46)

Gambar 4.5. Grafik hubungan beda suhu terhadap waktu pada silinder kayu Jati (l = (10,16 ± 0,05) x10-2 m, rA = (7,5 ± 0,6) x10-3 m, rB = (10,9 ± 0,6) x10-3 m) yang dipanasi

menggunakan elemen pemanas dengan daya (13,5 ± 0,5) x10-1 watt.

Data grafik perubahan suhu pada titik A dan titik B, grafik beda suhu, dan tabel data percobaan secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 3.

Data-data yang termasuk ke dalam kurva grafik yang cenderung landai dihitung nilai beda suhu rata-ratanya. Cara perhitungan yang digunakan sama seperti cara perhitungan nilai beda suhu rata-rata silinder kayu Akasia. Nilai beda suhu rata-rata yang didapatkan adalah (1,5 ± 0,1)oC. Data beda suhu untuk setiap daya listrik yang diberikan pada elemen pemanas untuk memanaskan silinder kayu Jati ditampilkan pada tabel 4.3.

(47)

Tabel 4.3. Hubungan Beda Suhu terhadap Daya Listrik yang Digunakan Elemen Pemanas yang Diberi Nilai Tegangan dan Kuat Arus Tertentu pada Silinder Kayu Jati.

No. Tegangan (volt) Kuat Arus (x10-2 A)

Daya Listrik

(x10-1 W) Beda Suhu (oC) 1 9,0 ± 0,1 15,0 ± 0,5 13,5 ± 0,5 1,5 ± 0,1 2 10,5 ± 0,5 17,5 ± 0,5 18 ± 1 3,0 ± 0,2 3 12,0 ± 0,5 20,0 ± 0,5 24,0 ± 1,2 3,9 ± 0,1 4 13,5 ± 0,5 22,5 ± 0,5 30,4 ± 1,3 5,4 ± 0,3 5 14,5 ± 0,5 25,0 ± 0,5 36,2 ± 1,4 8,3 ± 0,4

Grafik hubungan beda suhu terhadap daya listrik kemudian dibuat menggunakan data beda suhu dan daya listrik pada tabel 4.3.

Gambar 4.6. Grafik hubungan beda suhu dan daya listrik untuk percobaan pada silinder kayu Jati (l = (10,16 ± 0,05) x10-2 m, rA = (7,5 ± 0,6) x10-3 m, rB = (10,9 ± 0,6) x10-3 m).

Nilai gradien yang didapatkan dari grafik pada gambar 4.6 adalah (2,785

± 0,322) oC/watt. Nilai koefisien konduktivitas termal dari kayu Jati kemudian dihitung dengan persamaan (3.3), beserta ketidakpastiannya adalah:

k = (2,1 ± 0,3) W/moC

(48)

4. Penentuan Nilai Koefisien Konduktivitas Termal Kayu Mahoni Kayu Mahoni yang telah dibentuk menjadi silinder dengan panjang (10,03 ± 0,05) x10-2 m dan dibor pada dua buah titik yang berjarak dari poros silinder masing-masing adalah rA = (6,9 ± 0,6) x10-3 m, rB = (9,4 ± 0,6) x10-3 m, kemudian dipanasi menggunakan elemen pemanas. Metode yang digunakan dalam penentuan nilai koefisien konduktivitas termal kayu Mahoni sama dengan metode yang digunakan untuk menentukan koefisien konduktivitas termal kayu Akasia dan kayu Jati. Mula-mula elemen pemanas diberi tegangan sebesar (7,4 ± 0,1) volt. Kuat arus yang terukur pada rangkaian adalah (10,0 ± 0,5) x 10-2 A. Daya listrik yang digunakan elemen untuk memanaskan kayu adalah (7,4 ± 0,4) x10-1 watt.

Data perubahan suhu pada dua titik pada kayu dimonitor oleh Logger Pro, kemudian didapatkan grafik perubahan suhu pada titik A dan titik B. Gambar 4.7 merupakan grafik hubungan antara suhu pada titik A dan titik B terhadap waktu pada silinder kayu Mahoni yang dipanasi menggunakan elemen pemanas dengan daya listrik (7,4 ± 0,4) x10-1 watt.

Gambar 4.7. Grafik hubungan antara suhu pada titik A dan titik B terhadap waktu pada silinder kayu Mahoni (l = (10,03 ± 0,05) x10-2 m, rA = (6,9 ± 0,6) x10-3 m, rB = (9,4 ±

0,6) x10-3 m) yang dipanasi menggunakan elemen pemanas dengan daya (7,4 ± 0,4) x10-1 watt.

(49)

Setelah didapatkan grafik pada gambar 4.7, dibuatlah grafik hubungan beda suhu terhadap waktu seperti pada gambar 4.8. Dari grafik hubungan beda suhu terhadap waktu ditentukan kurva yang memiliki bentuk cenderung landai.

Gambar 4.8. Grafik hubungan beda suhu terhadap waktu pada silinder kayu Mahoni (l = (10,03 ± 0,05) x10-2 m, rA = (6,9 ± 0,6) x10-3 m, rB = (9,4 ± 0,6) x10-3 m) yang dipanasi

menggunakan elemen pemanas dengan daya (7,4 ± 0,4) x10-1 watt.

Data grafik perubahan suhu pada titik A dan titik B, grafik beda suhu, dan tabel data percobaan secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 4.

Nilai beda suhu rata-rata kemudian dihitung. Data-data yang termasuk ke dalam kurva grafik dengan bentuk cenderung landai digunakan dalam perhitungan. Cara perhitungan yang digunakan sama seperti cara perhitungan nilai beda suhu rata-rata silinder kayu Akasia dan silinder kayu Jati. Nilai beda suhu rata-rata yang didapatkan adalah (1,0 ± 0,2)oC.

Data beda suhu untuk setiap daya listrik yang diberikan pada elemen pemanas untuk memanaskan silinder kayu Mahoni ditampilkan pada tabel 4.4.

(50)

Tabel 4.4. Hubungan Beda Suhu terhadap Daya Listrik yang Digunakan Elemen Pemanas yang Diberi Nilai Tegangan dan Kuat Arus Tertentu pada Silinder Kayu Mahoni.

No. Tegangan (volt) Kuat Arus (x10-2 A)

Daya Listrik

(x10-1 W) Beda Suhu (oC) 1 7,4 ± 0,1 10,0 ± 0,5 7,4 ± 0,4 1,0 ± 0,2 2 10,0 ± 0,5 15,0 ± 0,5 15,0 ± 0,9 2,1 ± 0,2 3 11,5 ± 0,5 18,0 ± 0,5 20,7 ± 1,1 2,8 ± 0,2 4 12,5 ± 0,5 20,0 ± 0,5 25,0 ± 1,2 3,5 ± 0,2

Grafik hubungan beda suhu terhadap daya listrik yang digunakan elemen pemanas kemudian dibuat menggunakan data pada tabel 4.4.

Gambar 4.9. Grafik hubungan beda suhu dan daya listrik untuk percobaan pada silinder kayu Mahoni (l = (10,03 ± 0,05) x10-2 m, rA = (6,9 ± 0,6) x10-3 m, rB = (9,4 ± 0,6) x10-3

m).

Nilai gradien yang didapatkan dari grafik pada gambar 4.9 adalah (1,399

± 0,043) oC/watt. Nilai koefisien konduktivitas termal dari kayu Jati kemudian dihitung dengan persamaan (3.3), beserta ketidakpastiannya adalah:

k = (3,6 ± 0,4) W/moC

(51)

5. Nilai Koefisien Konduktivitas Termal

Berdasarkan perhitungan-perhitungan yang telah dilakukan, didapaikan nilai koefisien konduktivitas termal untuk masing-masing kayu. Data nilai koefisien konduktivitas termal ditampilkan pada tabel 4.8.

Tabel 4.5. Nilai Koefisien Konduktivitas Termal untuk Kayu Akasia, Kayu Jati, dan Kayu Mahoni.

No Jenis Kayu Nilai Koefisien Konduktivitas Termal (x10-1W/moC)

1 Akasia 2,9 ± 0,3

2 Jati 2,1 ± 0,3

3 Mahoni 3,6 ± 0,4

B. Pembahasan

Ketika dua buah benda yang memiliki perbedaan suhu disentuhkan satu sama lain, atau ketika dua buah ujung benda memiliki perbedaan suhu, maka akan terjadi perpindahan kalor. Perpindahan kalor terjadi dari bagian yang bersuhu tinggi menuju bagian yang bersuhu rendah. Perpindahan kalor dengan cara tersebut merupakan perpindahan kalor secara konduksi. Energi berupa panas dihantarkan melalui interaksi antar atom-atom penyusun dalam bahan tersebut. Ketika atom-atom diberi panas, maka energi kinetik atom- atom penyusun bahan semakin tinggi. Hal ini mengakibatkan atom-atom tersebut bergetar dan mengimbas atom-atom di sekitarnya [Tipler, 1998]. Jika benda atau sistem tersebut berbentuk silinder perpindahan kalor terjadi secara radial. Hal ini dapat terpenuhi ketika bagian poros silinder memiliki suhu yang lebih tinggi dibanding suhu pada permukaan luar silinder. Besarnya kalor yang mengalir pada keadaan ini mengikuti persamaan (2.8).

Kalor yang mengalir tiap satu satuan waktu melalui suatu bahan atau sistem dipengaruhi beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah tebal bahan dan luas bidang yang dilewati oleh kalor, serta perbedaan suhu antara dua buah titik pada suatu bahan atau sistem. Selain itu, jenis bahan juga mempengaruhi jumlah kalor yang mengalir tiap satu satuan waktu. Jenis

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Berdasarkan data hasil penelitian yang telah dilaksanakan peneliti bekerjasama dengan guru kolaborator, maka masalah dan sub masalah yang telah dirumuskan tercapai

Easton (1969) memberikan pengertian kebijakan publik sebagai “pengalokasian nilai – nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Sehingga cukup

Dikatakan sebagai bilangan yang nyata (real) karena suatu bilangan tersebut dapat digunakan dalam operasi bilangan seperti yang dilakukan biasanya.. Bilangan real

Sebagai contoh pada Kecamatan Pontianak Barat dan Pontianak Timur, hasil perhitungan pada Matlab menunjukkan hasil yang berbeda dengan data aslinya, dimana data

Sampah-sampah yang sudah dibuang dianggap sudah tidak berfungsi lagi namun ada banyak cara untuk memanfaatkan limbah sampah-sampah tersebut menjadi sebuah karya manusia

Karena penggunaannya yang khusus tersebut, nominalisasi adjektiva yang termasuk dalam proses derivasi menjadi menarik untuk diteliti sehingga dapat diketahui

Dalam hubungannya transparansi dengan meningkatkan kinerja dari perusahaan, prinsip ini mengatur berbagai hal diantaranya mengatur pengembangan teknologi informasi manajemen

Penelitian ini meneliti tentang gaya bahasa lisan yang ditampilkan oleh pembawa acara ajang pencarian bakat memasak Masterchef Indonesia musim ketiga ketika mereka