• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Pengaruh Tunneling Incentive, Intangible Asset, Dan Debt Covenant Terhadap Keputusan Transfer Pricing Dengan Tax Minimization Sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-202

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Pengaruh Tunneling Incentive, Intangible Asset, Dan Debt Covenant Terhadap Keputusan Transfer Pricing Dengan Tax Minimization Sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-202"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Ekombis Review

Jurnal Ilmiah Ekonomi dan Bisnis

Available online at : https://jurnal.unived.ac.id/index.php/er/index DOI: https://doi.org/10.37676/ekombis.v11i1

Pengaruh Tunneling Incentive, Intangible Asset, Dan Debt Covenant Terhadap Keputusan Transfer Pricing Dengan Tax Minimization Sebagai Variabel Moderasi

(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-2021)

Azka Aminah Azzuhriyyah 1) ; Kurnia 2)

1) 2) Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Telkom University Email: 1) azkaazzuhriyyah@gmail.com; 2) akukurnia@telkomuniversity.ac.id How to Cite :

Azzuhriyyah, A.A., Kurnia. (2023). Pengaruh Tunneling Incentive, Intangible Asset, dan Debt Covenant Terhadap Keputusan Transfer Pricing Dengan Tax Minimization Sebagai Variabel Moderasi Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-2021, EKOMBIS REVIEW:

Jurnal Ilmiah Ekonomi Dan Bisnis, 11(1). doi: https://doi.org/10.37676/ekombis.v11i1

ARTICLE HISTORY

Received [16 Agustus 2022]

Revised [25 November 2022]

Accepted [30 Desember 2022]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh tunneling incentive,intangible asset, dan debt covenant terhadap transfer pricing dengan tax minimization sebagai variabel moderasi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2015-2021. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2015-2021. Teknik pemilihan sampel yang digunakan yaitu purposive sampling dan diperoleh 18 sampel perusahaan dengan periode penelitian selama 7 tahun sehingga diperoleh 126 total observasi penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data laporan keuangan perusahaan. Metode analisis data dalam penelitian ini adalah analisis regresi logistik dan moderate regression analysis yang diuji dengan menggunakan software SPSS 26. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa tunneling incentive, intangible asset, dan debt covenant setelah dimoderasi oleh tax minimization berpengaruh secara simultan terhadap keputusan transfer pricing. Secara parsial, debt covenant berpengaruh negatif terhadap transfer pricing.

Sedangkan tunneling incentive dan intangible asset tidak berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2021.

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of tunneling incentives, intangible assets, and debt covenants on transfer pricing with tax minimization as a moderating variable in manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX) for the 2015-2021 period. The population in this study are manufacturing sector companies listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX) in 2015-2021. The sample selection technique used is purposive sampling and obtained 18 samples of companies with a research period of 7 years in order to obtain a total of 126 research observations. The data used in this financial research is obtained from company report data. The data analysis method in this study is logistic regression analysis and moderate regression analysis which was tested with SPSS 26 software. . Partially, debt covenants have a positive effect on transfer pricing.

Meanwhile, tunneling incentives and intangible assets have no effect on transfer KEYWORDS

tunneling incentive, intangible asset, debt covenant, tax minimization, dan transfer pricing.

This is an open access article under the CC–BY-SA license

(2)

pricing decisions for manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange in 2015-2021.

PENDAHULUAN

Perkembangan ekonomi dunia dan persaingan bisnis perusahaan yang sangat pesat telah memberikan dampak yang signifikan terhadap model bisnis dan sikap para pengusaha. Dengan perkembangan dari sisi teknologi, transportasi, dan komunikasi memberikan kontribusi yang besar terhadap berjalannya proses perdagangan sehingga arus barang, jasa, tenaga kerja, dan investasi mengalami perkembangan yang signifikan. Perkembangan pada dunia usaha tersebut mendorong timbulnya perusahaan nasional menjadi perusahaan multinasional yang aktivitasnya tidak hanya terkonsentrasi pada suatu negara, tetapi juga dapat bekerja sama di beberapa negara lainnya.

Perkembangan pada dunia bisnis yang sangat pesat berdampak pada transaksi antar perusahaan baik dari dalam negeri maupun luar negeri dapat mengalami perbaikan untuk menjadikan transaksi antar perusahaan tersebut meningkat secara positif. Banyak perusahaan yang mendirikan anak perusahaan, cabang, dan perwakilan usaha di berbagai negara untuk memperkuat aliansi strategisnya serta pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan impor (Hidayat et al., 2019).

Peningkatan transaksi antar negara dan perkembangan jumlah aktivitas pada perusahaan multinasional dapat menyebabkan adanya transaksi afiliasi. Mekanisme dalam menentukan kebijakan dan skema dari transaksi afiliasi tersebut dapat dikatakan sebagai transfer pricing karena berhubungan dengan kebijakan dalam penentuan harga. Transfer pricing merupakan harga transaksi yang terkandung dalam setiap produk atau jasa antar perusahaan dari satu divisi ke divisi lainnya dalam perusahaan yang memiliki hubungan istimewa (Hartati et al., 2015).

Dalam penentuan transfer pricing terdapat dua kategori yaitu harga transfer yang ditentukan yang disebabkan transaksi yang dilakukan antar divisi dalam satu perusahaan (intra-company transfer pricing) dan harga transfer yang dilakukan karena transaksi antar perusahaan yang memiliki hubungan istimewa (inter-company transfer pricing). Inter-company transfer pricing diklasifikasikan menjadi transfer pricing domestik dan transfer pricing internasional (Refgia, 2017).

Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2011 mengatur tentang transfer pricing, dimana transaksi yang dilakukan dengan pihak istimewa harus disesuaikan dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Peraturan Direktorat Jendral Pajak Nomor PER-32/PJ/2011 Pasal 3 ayat (2) memaparkan prinsip kewajaran dan kelaziman dalam dunia usaha dilakukan dengan analisis kesebandingan dengan menentukan pembanding, menentukan metode penentuan harga transfer yang tepat.

Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) mencatat jumlah sengketa transfer pricing pada negara yang merupakan anggota dari OECD pada tahun 2018 meningkat 20 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Suwiknyo, 2019). The Mutual Agreement Procedure (MAP) 2018 menyatakan terdapat 14 kasus sengketa transfer pricing di Indonesia yang harus diselesaikan oleh OECD pada awal tahun 2018 dan terdapat 4 kasus yang telah ditutup pada akhir tahun 2018. Fenomena adanya praktik transfer pricing di Indonesia yang dilakukan oleh salah satu perusahaan multinasional terjadi pada PT. Adaro Energy Tbk dan Coaltrade Services International Pte Ltd menerapkan praktik transfer pricing. Coaltrade Services International Pte Ltd merupakan anak perusahaan dari PT. Adaro Energy Tbk yang berada di Singapura untuk memasarkan batu bara di pasar internasional. Perusahaan ini mengenakan ketentuan Harga Patokan Batubara (HPB) serta menerapkan aturan perpajakan dan royalti yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. PT. Adaro Energy Tbk membayar pajak lebih rendah pada tahun 2009-2017 yaitu sebesar US$ 125 daripada nominal pajak yang seharusnya dibayarkan di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan PT. Adaro Energy Tbk memindahkan sejumlah laba yang telah diterima ke Coaltrade Services International Pte Ltd yaitu dengan cara melakukan penjualan batu bara dengan mengenakan harga yang lebih murah, lalu pihak Coaltrade Services International Pte Ltd akan menjual kembali batu bara tersebut dengan menggunakan harga pasar.

(3)

Dengan timbulnya aktivitas transfer pricing yang terjadi di Indonesia maka pada penelitian ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai transfer pricing. Pada penelitian ini penulis berfokus pada beberapa faktor yang mempengaruhi perusahaan multinasional untuk melakukan praktik transfer pricing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh tunneling incentive,intangible asset, dan debt covenant terhadap transfer pricing dengan tax minimization sebagai variabel moderasi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2015-2021.

LANDASAN TEORI

Teori Keagenan

Teori keagenan menjelaskan mengenai hubungan kontrak antara pemegang saham (principal) dan manajer perusahaan (agent) selaku penanggungjawab keputusan dan kinerja perusahaan (Andriawan & Wijaya, 2019). Pihak principal mempercayai agent untuk melaksanakan tata kelola perusahaan dan kegiatan operasionalnya dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang maksimal dengan biaya yang minimal. Adanya perbedaan pemisahan tugas dan tanggung jawab tersebut menyebabkan pihak principal dan agent menimbulkan adanya konflik kepentingan antara dua pihak tersebut. Perusahaan multinasional memiliki kewajiban untuk membayar pajak kepada pemerintah, hal tersebut yang membuat perusahaan pada akhirnya mendapat tekanan dikarenakan memiliki kewajiban untuk membayar pajak secara rutin. Maka pihak perusahaan yaitu manajer perusahaan yang memiliki wewenang untuk mengatur sumber daya akan cenderung memilih strategi dengan memanfaatkan hubungan istimewa dengan mencari celah bagaimana perusahaan dapat membayar pajak dengan tarif lebih rendah. Di sinilah muncul masalah keagenan dimana kepentingan manajer berbeda dengan pemegang saham. Dampak yang disebabkan perusahaan dalam meminimalkan pembayaran pajak yaitu dapat merugikan pemerintah karena dapat menurunkan pendapatan negara yang diperoleh melalui pembayaran pajak.

Transfer Pricing

Transfer pricing merupakan harga transaksi yang terkandung dalam setiap produk atau jasa antar perusahaan dari satu divisi ke divisi lainnya dalam perusahaan yang memiliki hubungan istimewa (Hartati et al., 2015). Menurut PMK Nomor 7/PMK.03.2015 menyatakan bahwa penentuan harga transfer merupakan penetapan harga dalam transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa. Perusahaan melakukan transfer pricing melalui transfer profit perusahaan yang terdapat di Negara Indonesia ke perusahaan perantara yang terdapat diluar negeri dengan tarif pajak yang lebih kecil. Hal ini dilaksanakan oleh perusahaan yang terdaftar di Indonesia dalam bentuk upaya mengurangi beban pajak dan mengoptimalkan keuntungan perusahaan.

Tunneling Incentive

Tunneling incentive merupakan aktivitas yang dilakukan dengan cara mengalihkan aset dan laba perusahaan yang dilakukan oleh pemegang saham pengendali dengan tujuan untuk keuntungan yang akan diterima oleh mereka pribadi, namun biaya yang timbul akan dibebankan juga kepada pemegang saham minoritas (Hartati et al., 2015). Tunneling terjadi dikarenakan adanya masalah keagenan antara pemegang saham pengendali dengan pemegang saham minoritas, semakin besarnya persentase kepemilikan pemegang saham, maka semakin besar peluang terjadinya tunneling incentive (Hartati et al., 2015).

Intangible Asset

PSAK No.19 (Revisi 2010) menyatakan bahwa intangible asset merupakan aset tidak lancar (non-current asset) yang tidak berbentuk tetapi memberikan hak keekonomian dan hukum kepada pemiliknya kemudian dalam laporan keuangan tidak dicakup secara terpisah dalam klasifikasi aset yang lain. Aset tidak berwujud cenderung lebih sulit untuk dinilai, dikarenakan karakteristiknya

(4)

bertolak belakang dengan aset berwujud. Aset tidak berwujud tidak dapat dilihat maupun disentuh, tetapi memiliki nilai terhadap pemilik aset. Intangible asset memiliki karakteristik tingkat ketidakpastian nilai yang menyebabkan sulit terdeteksi dan diukur nilai wajarnya. Intangible asset menjadi salah satu hal yang berpengaruh terhadap transaksi pada entitas berhubungan terutama dengan perusahaan multinasional. Grup tersebut dapat mendistribusikan intangible asset mereka kepada anggota perusahaan yang berlokasi pada negara yang tarif pajaknya rendah, dimana yang melakukan distribusi intangible asset tersebut berada di negara yang tarif pajaknya tinggi (Novira et al., 2020).

Debt Covenant

Debt covenant merupakan perjanjian yang memiliki tujuan untuk melindungi pemberi pinjaman dari tindakan manajer terhadap kepentingan kreditor seperti tindakan dalam melakukan pembagian dividen yang berlebihan, atau membiarkan ekuitas di bawah tingkat yang telah ditentukan (Harahap, 2012). Debt covenant merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keputusan perusahaan untuk melakukan aktivitas transfer pricing. Hal tersebut sejalan dengan the debt covenant hypotesis dalam teori akuntansi positif yang menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat rasio hutang yang lebih tinggi memilih untuk melakukan kebijakan akuntansi yang membuat laba perusahaan menjadi semakin tinggi. Peluang perusahaan memilih prosedur akuntansi dengan perubahan laba yang dilaporkan dari periode masa depan pada periode masa kini, dan salah satu praktik perubahan laba adalah dengan melakukan transfer pricing (Pramana, 2014).

Tax Minimization

Tax minimization merupakan salah satu strategi yang dilakukan oleh perusahaan untuk meminimalkan beban pajak pada perusahaan (Nuradila & Wibowo, 2018). Praktik transfer pricing dilaksanakan dengan cara melakukan rekayasa melalui pembebanan harga transaksi antarperusahaan yang memiliki hubungan istimewa dengan tujuan untuk meminimalkan beban pajak terutang secara keseluruhan (Rahayu, 2010). Tax minimization yang dilakukan oleh perusahaan yaitu dengan cara melakukan pengalihan penghasilan serta biaya suatu perusahaan yang memiliki hubungan istimewa kepada perusahaan yang berada di negara lain yang bertarif pajak lebih rendah (Hartati et al., 2015).

METODE PENELITIAN

Metode Analisis

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif.

Populasi keseluruhan penelitian ini adalah manufacturing company yang listing di IDX (Indonesia Stock Exchange) tahun 2015 hingga 2021, dengan memanfaatkan teknik purposive sampling, yang menggunakan beberapa kriteria sebagai berikut: (1) Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015- 2021, (2) Perusahaan yang membuat laporan keuangan pada tahun 2015-2021, (3) Perusahaan yang tidak mengalami kerugian di tahun 2015-2021, (4) Perusahaan yang tidak mencatat intangible asset dalam laporan keuangan, (5) Perusahaan yang tidak memiliki anak perusahaan yang berada di luar negeri, (6) Perusahaan yang menyajikan laporan keuangan dalam mata uang rupiah. Oleh karena itu, sampel untuk penelitian ini adalah 18 perusahaan manufaktur.

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi moderasi dan analisis regresi logistik. Persamaan analisis regresi logistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

L𝑛 𝑌 = 𝛼 + 𝛽1𝑋1 + 𝛽2𝑋2 + 𝛽3𝑋3 + β4X1*Z + β5X2*Z + β6X3*Z + 𝜀 (1-Y)

(5)

Keterangan:

𝐿𝑛 𝑌 = Keputusan transfer pricing (1−𝑌)

𝛼 = Konstanta

X1 = Tunneling incentive X2 = Intangible asset

X3 = Debt covenant

𝛽1𝛽2𝛽3 𝛽4 𝛽5 = Koefisien regresi Z = Tax Minimization

X1*Z = Interaksi antara tunneling incentive dengan tax minimization X2*Z = Interaksi antara intangible asset dengan tax minimization X3*Z = Interaksi antara debt covenant dengan tax minimization 𝜀 = Tingkat kesalahan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Statistik Deskriptif

Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2015-2021. Teknik pemilihan sampel yang digunakan yaitu purposive sampling dan diperoleh 18 sampel perusahaan dengan periode penelitian selama 7 tahun sehingga diperoleh 126 total observasi penelitian. Berikut ini merupakan analisa statistik deskriptif pada penelitian ini.

Tabel 1. Hasil Pengujian Analisis Statistik Deskriptif Variabel Berskala Rasio

Keterangan N Minimum Maksimum Mean Std. Deviation

Tunneling Incentive 126 0,258 0,930 0,59286 0,215325

Intangible Asset 126 3,603 12,054 7,35026 2,368112

Debt Covenant 126 0,076 4,547 0,94598 0,931318

Tax Minimization 126 0,029 2,371 0,27552 0,221485

Sumber: Data Diolah, 2022

Berdasarkan tabel 1, hasil pengujian statistik deskriptif dapat diketahui bahwa nilai mean tunneling incentive, intangible asset, debt covenant, dan tax minimization menunjukkan hasil lebih besar dibandingkan nilai standar deviasi. Sehingga dari hasil tabel 1 menjelaskan bahwa data variabel dalam penelitian ini merupakan data berkelompok atau tidak bervariasi.

Tabel 2. Hasil Pengujian Analisis Statistik Deskriptif Variabel Berskala Nominal Transfer Pricing

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Terindikasi Transfer Pricing 44 34,9 34,9 34,9

Terindikasi Transfer Pricing 82 65,1 65,1 100,0

Total 126 100,0 100,0

Sumber: Output SPSS 26, 2022

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 126 data sampel terdapat 44 sampel atau 34,9% yang tidak terindikasi melakukan transfer pricing. Sedangkan, sebanyak 82 sampel atau sebesar 65,1%

terindikasi melakukan transfer pricing. Dengan demikian, hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa

(6)

mayoritas perusahaan manufaktur yang menjadi sampel dalam penelitian ini terindikasi melakukan kegiatan transfer pricing.

Analisis Regresi Logistik

Menilai Kelayakan Model Regresi Tabel 3. Hosmer and Lemeshow Test

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 14,170 8 ,077

Sumber: Output SPSS 26, 2022

Berdasarkan tabel 3 diketahui hasil pengujian Hosmer and Lemeshow, diperoleh nilai chi- square sebesar 14,170 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,077. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi lebih besar dari nilai a (alpha) 0,05 sehingga H0 diterima atau dapat dikatakan model regresi yang digunakan sesuai dengan data observasinya sehingga dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.

Overall Model Fit

Tabel 4. Overall Model Fit

Overall Model Fit (-2LogL)

-2LogLBlock Number = 0 163,043

-2LogLBlock Number = 1 147,810

Sumber: Output SPSS 26, 2022

Pada tabel 4 menunjukkan bahwa nilai -2 Log likelihood awal (block number-0) memiliki nilai sebesar 163,043 dan nilai -2 Log likelihood akhir (block number = 1) sebesar 147,810. Berdasarkan hasil dari kedua nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya penurunan nilai -2 Log likelihood atau H0 diterima dan apabila -2 Log likelihood akhir lebih rendah dari nilai -2 Log likelihood awal menunjukkan bahwa model regresi yang baik atau model yang dihipotesiskan fit dengan data sehingga model regresi ini layak digunakan untuk analisis selanjutnya.

Koefisien Determinasi (R2) Tabel 5. Model Summary

Model Summary

Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square

1 142,267a ,152 ,209

a. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than ,001.

Sumber: Output SPSS 26, 2022

Berdasarkan tabel 5 pengujian koefisien determinasi menggunakan regresi logistik menghasilkan nilai Cox & Snell R Square sebesar 0,152 dan nilai Nagelkerke R Square sebesar 0,209 atau 20,9% sehingga menunjukkan bahwa variabel independen berupa tunneling incentive, intangible asset, dan debt covenant dapat memengaruhi variabel dependen yaitu transfer pricing dengan tax minimization sebagai variabel moderasi sebesar 20,9% sementara sisanya 79,1% dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian ini.

(7)

Hasil Pengujian Simultan

Tabel 6. Omnibus Tests of Model Coefficients

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 20,765 7 ,004

Block 20,765 7 ,004

Model 20,765 7 ,004

Sumber: Output SPSS 26, 2022

Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa nilai chi-square yang dihasilkan sebesar 20,765 dengan degree of freedom sebesar 7. Tingkat signifikansi yang diperoleh yaitu sebesar 0,004. Dapat disimpulkan nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian berdasarkan hasil tersebut H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti secara simultan variabel independen berupa tunneling incentive, intangible asset, dan debt covenant berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen yaitu transfer pricing dengan tax minimization sebagai variabel moderasi.

Hasil Pengujian Parsial

Tabel 7. Variables in the Equation

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a X1 -3,231 3,541 ,832 1 ,362 ,040

X2 ,502 ,311 2,595 1 ,107 1,651

X3 2,434 1,273 3,656 1 ,056 11,404

Z 19,262 13,070 2,172 1 ,141 232027832,412

X1Z 12,872 12,643 1,037 1 ,309 389432,649

X2Z -2,437 1,373 3,151 1 ,076 ,087

X3Z -9,370 4,654 4,052 1 ,044 ,000

Constant -3,267 3,208 1,037 1 ,308 ,038

a. Variable(s) entered on step 1: X1, X2, X3, Z, X1Z, X2Z, X3Z.

Sumber: Output SPSS 26, 2022

Pengaruh Tunneling Incentive Terhadap Transfer Pricing

Hasil pengujian regresi yang telah dilakukan menghasilkan nilai koefisien variabel tunneling incentive sebesar 12,872 dengan tingkat signifikansi 0,309 > 0,05 (α = 5%). Hal ini menunjukkan bahwa tunneling incentive tidak berpengaruh terhadap transfer pricing secara parsial pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2015-2021. Tunneling incentive merupakan aktivitas yang dilakukan dengan cara mengalihkan aset dan laba perusahaan yang dilakukan oleh pemegang saham pengendali dengan tujuan untuk keuntungan yang akan diterima oleh mereka pribadi, namun biaya yang timbul akan dibebankan juga kepada pemegang saham minoritas (Hartati et al., 2015). Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Noviastika et al. (2016) tunneling incentive dapat timbul dalam dua bentuk. Pertama, pemegang saham mayoritas dapat melakukan dengan cara pemindahan sumber daya dari perusahaan kepada dirinya sendiri melalui transaksi antara perusahaan dengan pemilik yang menggunakan bentuk transaksi seperti penjualan aset, kontrak harga transfer, kompensasi eksekutif yang berlebihan,

(8)

pemberian pinjaman, dan lain-lain. Kedua, pemegang saham mayoritas dapat meningkatkan bagian kepemilikannya di perusahaan tanpa melakukan pengalihan aset melalui penerbitan saham dilutif atau transaksi keuangan lainnya yang mengakibatkan kerugian bagi pemegang saham minoritas.

Selain itu, menurut Wafiroh dan Hapsari (2015) menyatakan bahwa aktivitas tunneling incentive dapat dilakukan dengan cara menjual produk kepada pihak berelasi dengan menerapkan harga yang lebih rendah dari harga pasar, mempertahankan posisi atau jabatan pekerjaannya meskipun sudah tidak kompeten atau berkualitas lagi dalam menjalankan usahanya atau menjual aset perusahaan kepada pihak berelasi (pihak terafiliasi). Tidak berpengaruhnya tunneling incentive terhadap transfer pricing dikarenakan tunneling incentive yang dilakukan perusahaan melalui transfer pricing, justru dianggap akan lebih menimbulkan konflik diantara para stakeholder dalam suatu perusahaan. Bukan hanya akan terjadi konflik kepentingan antara pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas tetapi juga akan berdampak pada entitas atau perusahaan itu sendiri seperti kegiatan operasional yang dilakukan perusahaan. Dengan demikian bahwa tunneling incentive yang diukur dengan kepemilikan saham terbesar sebagai pemegang saham pengendali (mayoritas) tidak selalu dapat mempengaruhi keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sevti et al. (2017) yang menyatakan bahwa tunneling incentive tidak berpengaruh terhadap transfer pricing.

Pengaruh Intangible Asset Terhadap Transfer Pricing

Hasil pengujian regresi yang telah dilakukan menghasilkan nilai koefisien variabel intangible asset sebesar -2,437 dengan tingkat signifikansi 0,076 > 0,05 (α = 5%). Hal ini menunjukkan bahwa intangible asset tidak berpengaruh terhadap transfer pricing secara parsial pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2015-2021. Menurut PSAK 19 mengenai intangible asset menyatakan bahwa intangible asset adalah suatu bentuk berupa aktiva yang memiliki masa manfaat dengan jangka waktu panjang dan tidak memiliki wujud fisik serta dapat digunakan oleh perusahaan dalam aktivitas pengoprasian (Anisyah, 2018). Perusahaan dapat melakukan transfer pricing dari pembayaran atas teknologi, merk dagang, hak paten, dan intangible asset lainnya dalam bentuk royalti kepada perusahaan terafiliasi dikarenakan aset tersebut memiliki karakteristik tingkat ketidakpastian nilai yang menyebabkan sulitnya pendektesian dan diukur nilai wajarnya. Intangible asset menjadi salah satu hal yang berpengaruh terhadap transaksi pada entitas yang berhubungan terutama dengan perusahaan multinasional. Perusahaan dapat melakukan distribusi intangible asset kepada cabang atau anggota perusahaan yang berlokasi pada negara yang memiliki tarif pajak lebih rendah. Tidak berpengaruhnya intangible asset terhadap transfer pricing dikarenakan intangible asset bukan merupakan sebuah komponen dalam aktivitas operasional yang dapat memberikan dampak terhadap laba perusahaan. Upaya perusahaan untuk melakukan transfer pricing merupakan sebuah langkah dari manajemen perusahaan untuk memainkan laba yang dihasilkan oleh perusahaan guna menghindari beban pajak yang besar. Oleh karena itu, besarnya intangible asset yang dimiliki oleh perusahaan tidak mendorong manajer perusahaan untuk melakukan tindakan transfer pricing. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jafri dan Mustikasari (2018) yang menyatakan bahwa intangible asset tidak berpengaruh terhadap transfer pricing.

Pengaruh Debt Covenant Terhadap Transfer Pricing

Hasil pengujian regresi yang telah dilakukan menghasilkan nilai koefisien variabel debt covenant sebesar -9,370 dengan tingkat signifikansi 0,044 > 0,05 (α = 5%). Hal ini menunjukkan bahwa debt covenant berpengaruh negatif terhadap transfer pricing secara parsial pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2015-2021. Debt covenant merupakan perjanjian yang memiliki tujuan untuk melindungi pemberi pinjaman dari tindakan manajer terhadap kepentingan kreditor seperti tindakan dalam melakukan pembagian dividen yang berlebihan, atau membiarkan ekuitas di bawah tingkat yang telah ditentukan (Harahap, 2012). Debt covenant membatasi ruang gerak kemampuan manajer untuk berinvestasi, membayar dividen,

(9)

menambah pinjaman dan kemudian membatasi aktivitas yang berpeluang akan merugikan manajer. Debt covenant berpengaruh negatif secara signifikan terhadap keputusan perusahaan untuk menerapkan transfer pricing. Hal ini menunjukkan bahwa debt to equity ratio (DER) yang semakin rendah akan membuat perusahaan memutuskan untuk menerapkan transfer pricing. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tjandrakirana dan Diani (2020) yang menyatakan bahwa debt covenant berpengaruh negatif secara signifikan terhadap transfer pricing.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Tunneling incentive, intangible asset, dan debt covenant setelah dimoderasi oleh tax minimization berpengaruh secara simultan terhadap transfer pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2021.

2. Berdasarkan pengujian signifikansi parsial diperoleh hasil sebagai berikut:

a. Tunneling incentive secara parsial tidak berpengaruh terhadap transfer pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2021.

b. Intangible asset secara parsial tidak berpengaruh terhadap transfer pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2021.

c. Debt covenant secara parsial berpengaruh negatif terhadap transfer pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2021.

3. Berdasarkan pengujian koefisien determinasi menggunakan regresi logistik menghasilkan nilai Cox & Snell R Square sebesar 0,152 dan nilai Nagelkerke R Square sebesar 0,209 atau 20,9%

sehingga menunjukkan bahwa variabel independen berupa tunneling incentive, intangible asset, dan debt covenant dapat memengaruhi variabel dependen yaitu transfer pricing dengan tax minimization sebagai variabel moderasi sebesar 20,9% sementara sisanya 79,1% dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian ini.

Saran

Dalam penelitian ini peneliti menyarankan untuk penelitian selanjutnya melakukan perluasan objek selain perusahaan sektor manufaktur juga menambah jumlah sampel dengan menambah jumlah periode penelitian serta menambah variabel bebas di luar penelitian ini. Bagi manajemen perusahaan sektor manufaktur diharapkan indikator debt covenant dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan transfer pricing dan bagi Direktorat Jenderal Pajak hasil penelitian ini dapat memperketat pengawasan atas jalannya praktik transfer pricing dengan menetapkan Advance Pricing Agreement (APA) sebagai cara mengantisipasi apabila perusahaan melakukan praktik transfer pricing.

DAFTAR PUSTAKA

Andriawan, Y., & Wijaya, N. (2019). Pengaruh Tata Kelola Perusahaan, karakteristik Perusahaan, dan Faktor Lainnya Terhadap Manajemen Laba. Perbanas Review, 4(1), 2019.

Anisyah, F. (2018). Pengaruh Beban Pajak, Intangible Assets, Profitabilitas, Tunneling Incentive Dan Mekanisme Bonus Terhadap Transfer Pricing (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listing di BEI Periode 2014-2016). JOM Fekon, 1(1), 1–14.

Harahap, S. N. (2012). Peranan Struktur Kepemilikan, Debt Covenant, Dan Growth Opportunities Terhadap Konservatisme Akuntansi. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi, 1(2), 69–73.

Hartati, W., Desmiyawati, & Julita. (2015). Tax Minimization, Tunneling Incentive dan Mekanisme Bonus terhadap Keputusan Transfer Pricing Seluruh Perusahaan yang Listing di Bursa Efek Indonesia. Jurnal SNA, 241–246.

Hidayat, W. W., Winarso, W., & Hendrawan, D. (2019). Pengaruh Pajak Dan Tunneling Incentive

(10)

Terhadap keputusan Transfer Pricing Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2012-1017. Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan Manajemen (JIAM), 15(1), 235–240.

Jafri, H. E., & Mustikasari, E. (2018). Pengaruh Perencaan Pajak, Tunnneling Incentive dan Aset Tidak Berwujud Terhadap Perilaku Transfer Pricing pada Perusahaan Manufaktur yang Memiliki Hubungan Istimewa yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2014-2016. Berkala Akuntansi Dan Keuangan Indonesia, 3(2), 63. https://doi.org/10.20473/baki.v3i2.9969

Noviastika, D., Mayowan, Y., & Karjo, S. (2016). PENGARUH PAJAK, TUNNELING INCENTIVE DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) TERHADAP INDIKASI MELAKUKAN TRANSFER PRICING PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (STUDI PADA BURSA EFEK INDONESIA YANG BERKAITAN DENGAN PERUSAHAAN ASING). Jurnal Perpajakan (JEJAK), 8(1), 1–9.

Novira, A. R., Suzan, L., & Asalam, A. G. (2020). Pengaruh Pajak, Intangible Assets, dan Mekanisme Bonus Terhadap Keputusan Transfer Pricing (Studi Kasus pada Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-2018). Journal of Applied Accounting and Taxation, 5(1), 17–23.

Nuradila, R. F., & Wibowo, R. A. (2018). Tax Minimization sebagai Pemoderasi Hubungan antara Tunneling Incentive, Bonus Mechanism dan Debt Convenant dengan Keputusan Transfer Pricing. Journal of Islamic Finance and Accounting, 3(2), 111–120.

Pramana, A. H. (2014). Pengaruh Pajak,Bonus Plan, Tunneling Incentive dan Debt Covnant Terhadap Keputusan Perusahaan untuk Melakukan Transfer Pricing. Skripsi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Diponegoro, Hal 1-40.

Rahayu, N. (2010). Regulatory Evaluation of Foreign Investment Tax Avoidance Practices. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Indonesia, 7(1), 61–78.

Refgia, T. (2017). Pengaruh Pajak, Meknisme Bonus, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Asing, dan Tunneling Incentive terhadap Transfer Pricing. JOM Fekon, 4(1), 543–555.

Sevti, W., Oko, S., & Budianti, W. (2017). Pengaruh Pajak Dan Tunneling Incentive Terhadap Transfer Pricing Pada Perusahaan Sub Sektor Otomotif Dan Komponen Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2017.

Tjandrakirana, R., & Diani, E. (2020). Tax, Debt Covenant and Exchange Rate (Analisis Atas Fenomena Transfer Pricing). Balance : Jurnal Akuntansi Dan Bisnis, 5(1), 26.

https://doi.org/10.32502/jab.v5i1.2456

Wafiroh, N. L., & Hapsari, N. N. (2015). Pajak, Tunneling Incentive Dan Mekanisme Bonus Pada Keputusan Transfer Pricing. El Muhasaba: Jurnal Akuntansi, 6(2), 157.

https://doi.org/10.18860/em.v6i2.3899

Referensi

Dokumen terkait

mengandung informasi mutakhir dengan mengutamakan nilai-nilai keterbaruan (novelty), keaslian (originality), dan kemanfaatan (usility). Adapun tujuan penerbitannya adalah

Tingkat pencahayaan yang digu- nakan memiliki nilai standar yang harus dipenuhi dan telah ditentukan oleh Standar Nasional Indonesia ( SNI ). Politeknik Negeri

Alat yang digunakan untuk menjalankan pengolahan yaitu alat regresi data panel dengan menggunakan program Eviews 8.1 dalam menganalisis pengaruh tunnelling incentive,

Alat - alat yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut : timbangan merek Oxone kapasitas 5 kg dengan ketelitian 1 g, timbangan digital dengan ketelitian 0,0001 g untuk

Pengaruh Pajak dan Tunneling Incentive pada Keputusan Transfer Pricing Perusahaan Manufaktur yang Listing di Bursa Efek Indonesia. Jurnal

Merepresentasikan bahwa mahasiswa yang sering berkunjung ke perpustakaan STIE Perbanas Surabaya sebagian besar adalah mahasiswa semester 3-4 sebanyak 34.3%..

2012 tentang Analisis Biaya Dan Analisis Gizi Pada Penyelenggaraan Makanan Di Asrama Sma Negeri 2 Tinggimoncong (Sekolah Andalan Sulsel) Kabupaten Gowa

Artinya bahwa, computer fear tidak berpengaruh terhadap keahlian siswa akuntansi dalam menggunakan aplikasi MYOB. Karena t-hitung lebih kecil dari r-tabel dan