TEMBANG CIANJURAN PANGAPUNGAN (WANDA
PAPANTUNAN) DALAM TRADISI MAMAOS DI LEMBAGA
KEBUDAYAAN CIANJUR (LKC)
(Analisis Struktur, Konteks Pertunjukan, Proses Penciptaan, Fungsi dan Makna)
SKRIPSI
diajukan sebagai syarat menempuh ujian sidang sarjana sastra
oleh
Ridwan Nugraha F
0906122
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSUTAS PENDIDIKAN INDONESIA
LEMBAR PENGESAHAN
TEMBANG CIANJURAN PANGAPUNGAN (WANDA PAPANTUNAN) DALAM TRADISI MAMAOS DI LEMBAGA
KEBUDAYAAN CIANJUR (LKC)
(Analisis Struktur, Konteks Pertunjukan, Proses Penciptaan, Fungsi dan Makna)
Oleh
Ridwan Nugraha F 0906122
disetujui dan disahkan oleh
Pembimbing I,
Drs. Memen Durachman, M.Hum. NIP 196603201991031004
Pembimbing II,
Dr. Tedi Permadi, M.Hum. NIP 197006242006041001
Diketahui oleh
Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
Universitas Pendidikan Indonesia
TEMBANG CIANJURAN PANGAPUNGAN (WANDA
PAPANTUNAN) DALAM TRADISI MAMAOS DI
LEMBAGA
KEBUDAYAAN CIANJUR (LKC)
Oleh
Ridwan Nugraha F
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
© Ridwan Nugraha F 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Desember 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
i Ridwan Nugraha F, 2013
Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) Dalam Tradisi Mamaos Di Lembaga ABSTRAK
Judul penelitian ini adalah Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) dalam Tradisi Mamaos di Lembaga Kebudayaan Cianjur (LKC). Penelitian ini dipilih berdasarkan ketidaktertarikan masyarakat terhadap Tembang Cianjuran yang bersifat „menak‟ atau “Kedaleman”, selain itu beranjak dari pokok permasalahan: (1) Bagaimana struktur teks Cianjuran Pangapungan (wanda
papantunan)? (2) Bagaimana proses penciptaan Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)? (3) Bagaimana konteks pertunjukan yang terdapat dalam lirik atau
teks Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)? (4) Apa fungsi dari
Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)? (5) Apa makna dari Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)? Berdasarkan pokok permasalahan di atas,
penelitian ini bertujuan: (1) untuk memperoleh gambaran struktur Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan); (2) untuk memperoleh gambaran tentang proses penciptaan Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda
papantunan); (3) untuk memperoleh gambaran tentang konteks pertunjukan
Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan); (4) untuk memperoleh gambaran fungsi Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan); (5) untuk memperoleh gambaran makna dari Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan). Penelitian ini menggunakan pendekatan Lord atau teori formula. Pendekatan Lord atau teori formula merupakan suatu pendekatan dengan menitikberatkan pada kajian formula (frasa dan klausa atau larik dan baris) dalam cerita (puisi) yang dihasilkan dengan dua cara, yaitu dengan mengingat frasa itu dan menciptakan melalui analogi frasa-frasa lain yang telah ada. Formula diinterpretasikan untuk menemukan ide atau gagasan dalam cerita (puisi). Hasil dari interpretasi merupakan pemahaman ide-ide pada cerita (puisi) sebagai ciri sastra lisan. Objek penelitian ini adalah Tembang Cianjuran yang berjudul
Pangapungan (Wanda Papantunan).
ii Ridwan Nugraha F, 2013
Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) Dalam Tradisi Mamaos Di Lembaga
iii Ridwan Nugraha F, 2013
Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) Dalam Tradisi Mamaos Di Lembaga ABSTRACT
The title of this research is tembang Cianjuran Pangapungan ( Wanda Papantunan ) in the Institute of Cultural Tradition mamaos in Cianjur ( LKC ). Study were selected based on tembang Cianjuran public disinterest that is' marvelous ' or ' Kedaleman ", but it went out of the main issues: ( 1 ) How does the structure of the text Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan )? ( 2 ) How does the process of creating Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan )? ( 3 ) How to show the context contained in the lyrics or text Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan )? ( 4 ) What is the function of Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan )? ( 5 ) What is the meaning of Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan )? Based on the above subject matter, this study aims to: ( 1 ) to obtain a picture of the structure of tembang Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan ), ( 2 ) to obtain an overview of the process of creation tembang Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan ), ( 3 ) to obtain an overview of the context Tembang show Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan ), ( 4 ) to obtain a function tembang Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan ), ( 5 ) to obtain a picture of the meaning of tembang Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan ). This study uses a theoretical approach or formula Lord. Lord formula approach or theory is an approach with emphasis on the study of formula ( phrases and clauses or arrays and rows ) in the story ( poem ) generated in two ways, namely by considering the phrase was created by analogy and other terms that have been there. Formula interpreted to find an idea or ideas in the story ( poem ). Interpretation is the result of understanding the ideas in the story ( poem ) as characteristic of oral literature. Object of this study is entitled Pangapungan Cianjuran tembang ( Wanda Papantunan ).
iv Ridwan Nugraha F, 2013
Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) Dalam Tradisi Mamaos Di Lembaga
Based on the results of text analysis tembang Cianjuran Pangapungan ( Wanda Papantunan ), it can be concluded that the text pangapungan an oral literature. Due to the discovery of the composition as a characteristic of oral literature that is, in order to put the word, phrase or array is equal to the repetition of vowel and consonant sounds the same at the end of the phrase.
KATA PENGANTAR
Saya ucapkan Alhamdulillahirobbil1’alamin dengan segala puji dan
syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan segala kemudahannya atas
segala yang dikarunikannya, shalawat serta salam saya ucapkan kepada junjungan
Nabi Muahammad Rosululloh SAW, sehingga penulis mendapatkan puncak
kebahagian dalam menyelesaikan skripsi.
Dalam penelitian maupun penulisan skripsi yang berjudul Tembang
Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) dalam Tradisi Mamaos di Lembaga
Kebudayaan Cianjur (LKC), merupakan karya ilmiah sebagai syarat menempuh
ujian sidang sarjana di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Program
Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan seni, Universitas Pendidikan
Indonesia.
Pada nyatanya dengan skripsi yang berjudul Tembang Cianjuran
Pangapungan (Wanda Papantunan) dalam Tradisi Mamaos di Lembaga
Kebudayaan Cianjur (LKC) ini dapat diselesaikan dengan teori formula
(pendekatan Lord) sebagai ciri sastra lisan.
Tiada pencapaian tertinggi dalam mengerjakan suatu hal. Semua berawal
dari kritikan dan proses yang panjang. Tiada yang pantas untuk dibanggakan di
hadapanNya, karena hasil karya manusia jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Demikian dengan skripsi ini, masih membutuhkan masukan atau
kritikan untuk perbaikan.
Semoga karya ini bermanfaat dan menjadi acuan bagi siapa saja yang
v Ridwan Nugraha F, 2013
Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) Dalam Tradisi Mamaos Di Lembaga Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis merupakan manusia biasa yang tidak bisa mengerjakan suatu hal
dengan sendri. Masih banyak memerlukan bantuan dari Sang Pencipta dan
makhluknya yang perduli dengan segala keluh-kesah yang dirasakan penulis.
Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak-banyak rasa
syukur terimakasih ke hadirat Alloh SWT yang telah memberikan hidayahnya
terhadap penulis atas kesabaran, ketekunan, keuletan dan tiada henti-hentinya
memberi cobaan yang menjadikan penulis lebih bermotivasi untuk mengerjakan
skripsi. Selain itu penulis pun perlu mengucapkan banyak-banyak terimakasih dan
memberi penghargaan yang sangat pantas dipersembahkan untuk:
1. Mamah, Mamah, Mamah dan Bapa yang tak pernah bosan dan tiada
henti-hentinya untuk memberi nasehat rohani maupun jasmani dengan segala
doa-doa yang tercurah. Khaturnuhun Mah, Pa;
2. Emak Hj. Siti Sholihat (Ma Engkat), yang selalu mendoakan cucumu ini
dalam segi apapun, tanpa dorongan doa beliau penulis tidak akan menjadi
seperti ini. Khaturnuhun Emak;
3. Bapak Drs. Memen Durachman, M.Hum. yang merupakan pembimbing I
yang tiada henti-hentinya memberikan masukan, membimbing dengan
sabar dan meminjamkan buku-buku yang menunjang penyelesaian skripsi
vi Ridwan Nugraha F, 2013
Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) Dalam Tradisi Mamaos Di Lembaga
4. Bapak Dr. Tedi Permadi, M.Hum. yang merupakan pembimbing II yang
telah memberikan bimbingan dan dorongan dengan bijaksana dalam
penulisan skripsi ini;
5. Dr. Dadang S. Anshori, S.Pd., M.Si. selaku ketua jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia dan Progran Non Kependidikan Bahasa dan
sastra Indonesia;
6. Bapak Dr. Sumiyadi, M.Hum. selaku pembimbing akademik;
7. Ibu Nenden Lilis A., M.Pd. dan Bapak Ari Kapin yang selalu membantu
dan memberikan motivasi terhadap segala keluhan penulis;
8. jajaran staf tata usaha Bahasa dan Sastra Indonesia, Kang Wawan, Kang
Aep dan Mas Joko. Yang selalu kompak dalam memenuhi segala
keluh-kesah mahasiswa;
9. rekan-rekan nondik B dan sastra ‟09, dari mulai sanggar sastra
(SANGKURIANG), lorong ratapan, pangandaran hingga konser Ari Kapin.
Kita akan selalu ingat kenangan itu kawan;
10.team penghibur; Wili Azhari (Dul Matin), Diki Nugraha (Mr. Bean), Aldi
Febrian (Boyot), Rony (Waos), Koko (Ramsey), Sobar (Komeng), Rizwan
(Kodok), Zaenal (Parto), Rizki (bokir), Muldani (woles), Resa (kribo).
Dan seterusnya rekan-rekan angkatan 2009;
11.dan semua pihak yang tak sempat penulis sebutkan
Jazakumullah Khairan Katsiran.
vii Ridwan Nugraha F, 2013
DAFTAR ISI
ABSTRAK ……….i
ABSTRACT ………..ii
KATA PENGANTAR ……….iii
UCAPAN TERIMAKASIH ………... iv
DAFTAR ISI ………vi
DAFTAR TABEL ……….x
DAFTAR BAGAN ………..xii BAB 1 ... Error! Bookmark not defined. PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. 1.1 Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined. 1.2 Batasan Masalah ... Error! Bookmark not defined. 1.3 Perumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1.4.1 Tujuan ... Error! Bookmark not defined. 1.4.2 Manfaat ... Error! Bookmark not defined. 1.4.2.1 Manfaat Secara Teoritis ... Error! Bookmark not defined. 1.4.2.2 Manfaat Secara Praktis ... Error! Bookmark not defined. 1.5 Definisi Operasional ... Error! Bookmark not defined.
1.5.1 Tembang Cianjuran Pangapungan Wanda PapantunanError! Bookmark not defined.
1.5.2 Struktur ... Error! Bookmark not defined. 1.5.3 Fungsi ... Error! Bookmark not defined.
LANDASAN TEORI ... Error! Bookmark not defined. 2.1 Tembang Sunda Cianjuran Merupakan Sastra LisanError! Bookmark not defined.
2.2 Struktur Teks ... Error! Bookmark not defined. 2.2.1 Bentuk ... Error! Bookmark not defined. 2.2.2 Formula Sintaksis ... Error! Bookmark not defined.
2.2.3 Formula Bunyi ... Error! Bookmark not defined. 2.2.3.1 Rima ... Error! Bookmark not defined. 2.2.3.2 Aliterasi dan Asonansi ... Error! Bookmark not defined. 2.2.4 Formula Irama ... Error! Bookmark not defined. 2.2.5 Gaya ... Error! Bookmark not defined. 2.2.5.1 Majas ... Error! Bookmark not defined. 2.2.5.2 Diksi... Error! Bookmark not defined. 2.2.6 Tema ... Error! Bookmark not defined. 2.3 Fungsi ... Error! Bookmark not defined. 2.4 Proses Penciptaan ... Error! Bookmark not defined. 2.5 Konteks Pertunjukan ... Error! Bookmark not defined. 2.6 Makna ... Error! Bookmark not defined. BAB 3 ... Error! Bookmark not defined. METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. 4.1 Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 4.2 Instrumen Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 4.3 Prosedur Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 4.3.1 Teknik pengumpulan data ... Error! Bookmark not defined.
Pemilihan Narasumber ... Error! Bookmark not defined. Perekaman ... Error! Bookmark not defined.
_Toc373041090BAB 4 ... Error! Bookmark not defined. ANALISIS TEMBANG CIANJURAN PANGAPUNGAN (WANDA
PAPANTUNAN) ... Error! Bookmark not defined.
4.1 Tembang Cianjuran Pangapungan Wanda PapantunanError! Bookmark not defined.
4.2 Analisis Struktur Teks ... Error! Bookmark not defined. 4.2.1 Teks Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan). Error! Bookmark not defined.
_Toc373041096 4.2.2 Bentuk ... Error! Bookmark not defined. 4.2.2.1 Jumlah Larik ... Error! Bookmark not defined. 4.2.3 Formula Sintaksis ... Error! Bookmark not defined. 4.2.4 Formula Bunyi ... Error! Bookmark not defined. 4.2.5 Formula Irama ... Error! Bookmark not defined. 4.2.6 Diksi dan Majas ... Error! Bookmark not defined. 4.2.6.1 Diksi... Error! Bookmark not defined. 4.2.6.2 Majas ... Error! Bookmark not defined. 4.2.6.2.1 Majas Hiperbola ... Error! Bookmark not defined. 4.2.6.2.2 Majas Metafora ... Error! Bookmark not defined. 4.2.7 Tema ... Error! Bookmark not defined. 4.3 Proses Penciptaan ... Error! Bookmark not defined.
4.3.1 Proses Pewarisan Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda
Papantunan) ... Error! Bookmark not defined.
4.3.2 Proses Penciptaan Teks Cianjuran ... Error! Bookmark not defined. 4.4 Konteks Pertunjukan Cianjuran PangapunganError! Bookmark not defined.
4.4.1.3 Peralatan atau Media ... Error! Bookmark not defined. 4.4.1.4 Teknik Pertunjukan ... Error! Bookmark not defined. 4.4.2 Konteks Budaya ... Error! Bookmark not defined. 4.4.2.1 Lokasi ... Error! Bookmark not defined. 4.4.2.2 Penutur dan Pendengar... Error! Bookmark not defined. 4.4.2.3 Latar Sosial Budaya... Error! Bookmark not defined.
4.4.2.4 Kondisi Sosial Ekonomi... Error! Bookmark not defined. 4.5 Fungsi Tembang Cianjuran Pangapungan ... Error! Bookmark not defined. 4.6 Makna Teks Tembang Cianjuran Pangapungan ... Error! Bookmark not defined.
4.6.1 Makna Pangapungan yang Dianalisis oleh IsotopiError! Bookmark not defined.
BAB 5 ... Error! Bookmark not defined. SIMPULAN ... Error! Bookmark not defined. 5.1 Struktur Teks ... Error! Bookmark not defined. 5.2 Proses Penciptaan ... Error! Bookmark not defined. 5.3 Konteks Pertunjukan ... Error! Bookmark not defined. 5.4 Fungsi ... Error! Bookmark not defined. 5.5 Makna ... Error! Bookmark not defined. 5.6 Saran ... Error! Bookmark not defined. PUSTAKA ACUAN ... Error! Bookmark not defined. LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined. Lampiran 1: Sumber Data ... Error! Bookmark not defined. Lampiran 2: Daftar Informan dan Pengikut Mamaos .... Error! Bookmark not
defined.
Lampiran 3: Gambar/Foto Mamaos Cianjuran . Error! Bookmark not defined.
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Teks tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan) ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.2 Analisis Sintaksis kalimat 1 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.3 Analisis Sintaksis kalimat 2 ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.4 Analisis Sintaksis kalimat 3 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.5 Analisis Sintaksis kalimat 4 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.6 Analisis Sintaksis kalimat 1 ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.7 Analisis Sintaksis kalimat 2 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.8 Analisis Sintaksis kalimat 3 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.9 Analisis Sintaksis kalimat 4 ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.10 Analisis Sintaksis kalimat 5 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.11 Analisis Sintaksis kalimat 6 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.12 Analisis Sintaksis kalimat 7 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.13 Analisis Sintaksis kalimat 8 ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.14 Analisis Sintaksis kalimat 9 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.15 Analisis Sintaksis kalimat 1 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.16 Analisis Sintaksis kalimat 2 ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.17 Analisis Sintaksis kalimat 3 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.18 Analisis Sintaksis kalimat 4 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.19 Analisis Sintaksis kalimat 5 ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.21 Analisis Sintaksis kalimat 7 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.22 Analisis Sintaksis kalimat 8 ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.23 Analisis Sintaksis kalimat 9 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.24 Analisis Sintaksis kalimat 1 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.25 Analisis Sintaksis kalimat 2 ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.26 Analisis Sintaksis kalimat 3 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.27 Analisis Sintaksis kalimat 4 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.28 Analisis Sintaksis kalimat 5 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.29 Analisis Sintaksis kalimat 6 ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.30 Analisis Sintaksis kalimat 7 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.31 Analisis Sintaksis kalimat 8 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.32 Analisis Sintaksis kalimat 1 ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.33 Analisis Sintaksis kalimat 2 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.34 Analisis Sintaksis kalimat 3 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.35 Analisis Sintaksis kalimat 4 ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.36 Analisis Sintaksis kalimat 5 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.37 Analisis Sintaksis kalimat 6 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.38 Analisis Sintaksis kalimat 7 ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.39 Bunyi Vokal dan Bunyi Konsonan ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.40 Bunyi Vokal dan Bunyi Konsonan ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.41 Bunyi Vokal dan Bunyi Konsonan ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.42 Bunyi Vokal dan Bunyi Konsonan ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.43 Bunyi Vokal dan Bunyi Konsonan ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.44 Analisis Tema (Isotopi Manusia) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.45 Analisis Tema (Isotopi Alat) ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.49 Analisis Tema (Isotopi Tuhan) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.50 Analisis Tema (Isotopi Benda) ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.51 Analisis Tema (Isotopi Kegiatan) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.52 Analisis Tema (Isotopi Kesempurnaan Hidup) Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.53 Analisis Tema (Isotopi Sakti) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.54 Analisis Tema (Isotopi Kekuatan) ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.55 Analisis Tema (Isotopi Ketaatan) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.56 Analisis Tema (Isotopi Harapan) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.57 Analisis Tema (Isotopi Permintaan) .... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.58 Analisis Tema (Isotopi Perasaan) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.59 lima unsur alam semesta utama “Agama Hindu”Error! Bookmark not defined.
DAFTAR BAGAN
Bagan 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian ... Error! Bookmark not defined. Bagan 4.1 Teks tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan) .. Error! Bookmark not defined.
Bagan 4.2 Analisis Isotopi yang Membentuk Motif BersamaError! Bookmark not defined.
Bagan 4.3 Proses Pewarisan Secara Vertikal Tembang Cianjuran ... Error! Bookmark not defined.
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Istilah „sastra lisan‟, di dalam bahasa Indonesia, merupakan terjemahan bahasa Inggris oral literature. Ada juga yang mengatakan bahwa istilah ini
berasal dari bahasa Belanda orale letterkunde (Finnegan dalam Hutomo, 1991:1).
Sastra lisan adalah kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga
suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturun-temurunkan secara lisan (dari
mulut ke mulut), (Hutomo, 1991: 1). Sastra rakyat itu komunal, milik bersama
rakyat bersahaja maka sastra ini juga disebut orang folk literature atau sastra
rakyat. Bukan berarti sastra tersebut tidak ada dalam masyarakat kota yang telah
maju (Hutomo, 1991: 4).
Menurut Jan Harold Brunvand, nyanyian rakyat adalah salah satu genre
atau bentuk folklor yang terdiri dari kata-kata dan lagu, yang beredar secara lisan
di antara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional, serta banyak mempunyai
varian (Bruvand dalam Danandjaja, 1982: 141).
Tembang merupakan bentuk puisi yang terikat oleh banyak baris dalam
suatu bait dan rima tetap pada akhir baris. Terdapat berbagai bentuk yang
masing-masing memiliki ketentuan banyaknya baris dalam bait banyaknya suku kata
dalam setiap baris, setiap bentuk tembang memiliki jenis lagu tersendiri yang
suasana lagunya sesuai dengan kandungan arti bentuk tembang tersebut.
(Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 16)
Tembang Sunda kebanyakan menggunakan bentuk puisi yakni,
papantunan, sisindiran, guguritan dan lirik khusus. Memang benar tembang
Sunda merupakan jenis kesenian yang oleh sementara orang dianggap paling
tinggi nilainya dan sekaligus paling kompleks (Wibisana, 2000: 266).
Objek yang akan dikaji yakni, Tembang Cianjuran Pangapungan. Objek
yang dipilih, selain tertarik pada teks Cianjuran untuk dianalisis pemilihan
2
terkandung pada setiap kata dari teks Tembang Cianjuran Pangapungan. Banyak
makna yang tersirat dalam setiap larik atau kalimat teks Cianjuran Pangapungan.
Selain itu, peneliti memilih objek Tembang Cianjuran Pangapungan yaitu untuk
mengetahui struktur teks, proses penciptaan, konteks penuturan/pertunjukan,
fungsi dan makna dari teks Tembang Cianjuran Pangapungan tersebut.
Berdasarkan hasil keputusan Seminar Tembang Sunda (1962), Tembang
Sunda tidak hanya Cianjuran, banyak lagam-lagam lain yang namanya diambil
dari nama daerah yang melahirkannya. Antara lain Ciawian (yang berasal dari
daerah Ciawi, Tasikmalaya), Cigawiran (yang berasal dari Cigawir Limbangan,
Garut). Pada tembang sunda lagam Ciawian dan Cigawiran tidak ada
wanda-wanda seperti pada lagam Cianjuran (Wibisana, 2000: 268).
Sekar gending mamaos cianjuran disajikan dalam enam wanda, yakni:
papantunan, jejemplangan, dedegungan, rarancangan, kakawen, dan panambih.
Objek cianjuran yang peneliti teliti wanda papantunan yakni cianjuran
Pangapungan. Wanda papantunan dan wanda jejemplangan adalah lagu-lagu
cianjuran yang isinya berupa ceritera-ceritera dalam pantun. Ciri-ciri wanda ini
adalah: (1) lagu-lagunya mempunyai gelenyu dan pirigen-nya mandiri; (2)
jatuhnya irigan lagu pada nada 2 dan 3 pada laras pelog; (3) syairnya berbentuk
puisi pantun (berjumlah 8 suku kata pada setiap barisnya dan murwakanti); (4)
berbentuk sisindiran dan pupuh; (5) lagu yang dibawakannya pndek-pendek
dengan suara dada; dan (6) pepantunnya agung.
Wanda dedegungan ciri yang tampak hanya dalam alunan lagunya saja.
Dedegungan banyak menggunakan senggol yang berasal dari lagu-lagu degung
klasik, liriknya berupa pupuh, kinanti, sinom, asmarandana.
Wanda rarancangan hanya di tampilkan dalam beberapa surupan, yaitu
dalam laras pelog, salendro, nyorog ( pelog nyorog)
Wanda kakawen atau dadalangan. Wanda tersebut merupakan tradisi
dalang wayang golek purwa dipriangan dalam melagukan kakawen. Lirik
3
Wanda panambih merupakan lagu-lagu yang segar sebagai penenang
sehabis melagukan mamaos. Panambih tidak lagi berupa lirik pantun maupun
pupuh melainkan berupa sisindiran atau puisi bebas.
Lagu-lagu dalam wanda papantunan di antaranya Papatat, Rajamantri,
Mupu Kembang, Randegan, Randegan Kendor, Kaleon, Manyeuseup, Balagenyat,
Layar Putri, Pangapungan, Rajah, Gelang Gading, Candrawulan, dsb. Sementara
dalam wanda jejemplangan di antaranya terdiri dari Jemplang Panganten,
Jemplang, Cidadap, Jemplang Leumpang, Jemplang Titi, Jemplang Pamirig, dsb.
Wanda dedegungan di antaranya Sinom Degung, Asmarandana Degung, Durma
Degung, Dangdanggula Degung, Rumangsang Degung, Panangis Degung dan
sebagainya. Wanda rarancangan di antaranya; Manangis, Bayubud, Sinom Polos,
Kentar Cisaat, Kentar Ajun, Sinom Liwung, Asmarandana Rancag, Setra, Satria,
Kulu-kulu Barat, Udan Mas, Udan Iris, Dangdanggula Pancaniti, Garutan,
Porbalinggo, Erang Barong dan sebagainya. Wanda kakawen di antaranya:
Sebrakan Sapuratina, Sebrakan Pelog, Toya Mijil, Kayu Agung, dan sebagainya.
Wanda panambih di antaranya: Budak Ceurik, Toropongan, Kulu-kulu Gandrung
Gunung, Renggong Gede, Panyileukan, Selabintana, Soropongan, dsb.
Peneliti akan mengangkat sebuah Tembang Sunda Cianjuran yang
berjudul Pangapungan (wanda papantunan) ke dalam pembahasan. Tembang
Cianjuran Pangapungan ini merupakan tembang Sunda Cianjuran yang
berwanda papantunan. Tembang Cianjuran Pangapungan dapat disebut tembang
Sunda Cianjuran karena tembang Sunda ini merupakan teks lisan yang di tuturkan
oleh seorang penembang yang berasal dari Cianjur yaitu Tjakradiparana. Pada
jamannya Tjakradiparana merupakan penembang atau juru pantun di tempat
Kabupaten (Kadaleman). Beliau mendapatkan teks/karya tersebut dari bupati
Cianjur yang menulis karya untuk ditembangkan olehnya, sebab pada saat itu
yang memulai menggali kesenian pantun adalah RAA. Kusumaningrat yang
terkenal dengan nama Dalem Pancaniti.
Menurut Dian Hendrayana (wawancara, 2013), wanda papantunan terdiri
dari 13 lagu yang salah satunya berjudul Pangapungan, yang diciptakan oleh
4
Kanjeng Pancaniti. Oleh karena itulah dia terkenal dengan nama Kangjeng
Pancaniti. Bahan mamaos berasal dari berbagai seni suara Sunda, seperti pantun,
beluk (mamaca), degung, serta tembang macapat Jawa, yaitu pupuh. Lagu-lagu
mamaos yang diambil dari vokal seni pantun dinamakan lagu pantun atau
papantunan, atau disebut pula lagu Pajajaran, diambil dari nama keraton Sunda
pada masa lampau. Pada masa awal penciptaannya, Cianjuran merupakan
revitalisasi dari seni Pantun. Kacapi dan teknik memainkannya masih jelas dari
seni Pantun. Begitu pula lagu-lagunya hampir semuanya dari sajian seni Pantun.
Rumpaka lagunya pun mengambil dari cerita Pantun Mundinglaya Dikusumah.
Tembang Cianjuran Pangpungan (wanda papantunan) ini merupakan penggalan
dari cerita pantun Mundinglaya Dikusumah pada saat terbang ke angkasa (dunia
langit) untuk mencari jimat lalayang salakadomas. Dalam teks Pangapungan ini,
RAA. Kusumaningrat secara detail menjelaskan cara Mundinglaya Dikusumah
terbang ke angkasa.
Pada zaman dulu tembang Sunda Cianjuran hanya didengarkan oleh para
Dalem atau pejabat daerah, jadi tidak semua masyarakat dapat mendengarkannya.
Kini tembang Sunda Cianjuran dapat didengarken oleh masyarakat luas.
Tembang Sunda Cianjuran masa kini selain dapat didengarkan oleh siapa saja,
kitapun dapat mendengar dan melihat tembang tersebut melalui telivisi, radio dan
kaset. Tetapi dengan kemajuan dibidang teknologi, Tembang Cianjuran sebagai
tradisi lisan tidak dapat terhindar dari persaingan dengan budaya luar (moderen)
yang lebih menarik dengan ditawarkan melalui kemeasan. Persaingan itu
mengAkibatkan tradisi lisan atau tembang cianjuran kurang diminati. Sekarang
sudah jarang yang ingin belajar Tembang Cianjuran, generasi sekarang
menganggap bahwa lagu-lagu tembang cianjuran sudah ketinggalan zaman, selain
itu ada anggapan bahwa tembang cianjuran hanya milik kaum menak.
Menurut Dadan (wawancara, 2012), seni tradisi mamaos cianjuran yang
berbentuk penggabungan bacaan kisah adiluhung dengan permainan kecapi mulai
berkembang di Cianjur pada 1834. Seni tradisi itu diwariskan oleh Dalem
Pancanitiatau RAA Kusumaningrat, Bupati Cianjur saat itu. Mamaos cianjuran
5
Masih banyak orang-orang yang menyebutkan tembang Cianjuran dengan nama
Pajajaran, karena isi dari tembana Cianjuran merupakan kisah dari kerajaan
Pajajaran.
Seni tradisi itu dulu dipentaskan saat pernikahan, pertemuan, atau rapat
warga yang dianggap sebagai momentum tepat untuk memberikan wejangan.
Ketika hiburan modern terus berkembang dalam berbagai bentuk, seni mamaos
cianjuran makin terpinggirkan. Belakangan ini seni mamaos cianjuran hampir
sulit ditemukan dalam acara-acara yang diadakan masyarakat Sunda-Cianjur.
Pasalnya, bait-bait dalam mamaos cianjuran umumnya tidak
terdokumentasikan dengan baik. Penggalan-penggalan wejangan hidup itu
disampaikan secara turun-temurun dalam bentuk lisan, dan itu berarti hanya
mengandalkan daya ingat para senimannya (Natamihardja, Deni Rusyandi.
2011:7).
Penelitian terhadap tembang Cianjuran telah banyak dilakukan, yaitu
sebagai berikut:
Pertama, A Tjitjah Apung (1996) menulis Rumpaka Lagu-lagu Tembang
Sunda Wanda Papantunan, Jejemplangan, Dedegungan, Rarancangan,
Panambih. Penelitian ini hanya sebatas mengumpulkan lagu-lagu tembang sunda
cianjuran.
Kedua, Elis Rosliani (1998) berupa skripsi tentang Teknik vokal A. Tjitjah
dalam Tembang Sunda Cianjuran. Penelitian ini menitikberatkan pada
pengolahan vokal.
Ketiga, Rina Sarinah (1994) berupa skripsi menulis Teknik Penyuaraan
Tembang Sunda Cianjuran Wanda Papantunan dan Jejemplangan Bakar
Abubakar. Penelitian ini menitikberatkan pada teknik penyuaraan tembang pada
wanda papantunan dan jejempalangan yang diajarkan Bakang Abubakar.
Keempat, Enip Sukanda (1983) Menulis Tembang Sunda Cianjuran
Sekitar Pembentukan dan Perkembangannya. Penelitian ini fokus pada
perkembangan dan penciptaan tembang cianjuran dari masa Dalem
6
Kelima, Rina Sarinah (1999) Menulis Lagu-lagu Tembang Sunda
Cianjuran (Suatu Dokumentasi). Penelitian terfokus pada aturan menembangkan
tembang cianjuran.
Keenam, W. Van Zanten (1987) berupa disertasi menulis Tembang Sunda:
An Ethnomusicological Study of The Cianjuran Music is West Java. Penelitian ini
terfokus pada musik tembang cianjuran sebagai ciri budaya sunda dengan melihat
irama, metode dan melodi dengan teori etnomusikologi. Dalam penelitiannya Van
Zanten membahas beberapa aspek umum Sunda estetika. Lebih khusus lagi,
beliau membahas prinsip-prinsip estetik genre vokal yang dikenal sebagai
tembang Sunda cianjuran (kompetisi), yang merupakan jenis musik kamar.
Penyanyi disertai dengan lebar kecapi dan seruling bambu, dan kadang-kadang
sitar sedikit lebih bernada tinggi. Dalam lagu-lagu yang berdasarkan sistem tonal
yang disebut salendro, dua senar biola menggantikan seruling bambu. Elit
menganggap jenis tembang Sunda sebagai 'business card' musik Sunda.
Ketujuh, Cecep Saeful Gunawan (1998) berupa skripsi menulis proses
morfologis kata kerja dalan Rumpaka Lagu-lagu Tembang cianjuran Wanda
Kakawen. Penelitian tersebut meninjau ciri-ciri kata keja, kata kerja dasar, kata
kerja turunan, dan morfofonemik dari tembang Cianjuaran wanda kakawen.
Kedelapan, Neni Marliah (2003) berupa skripsi menulis Nilai-nilai Islam
dalam Seni Tembang cianjuran. Penelitian terfokus pada tema dan pesan yang
terkandung dalam tembang dan proses penciptaan tembang.
Terakhir, Siti Rohilah (2005) berupa skripsi menulis Tembang cianjuran
Wanda Papantunan: Struktur, Konteks Pertunjukan, Proses Penciptaan dan
Fungsi. Penelitian terfokus pada struktur, konteks pertunjukan, proses penciptaan
dan fungsi dari tembag cianjuran wanda papantunan.
Penelitian-penelitian tersebut di atas berbeda dengan penelitian yang akan
dilakukan. Namun, ada satu pembahasan yang hampir sama yaitu penelitian pada
Siti Rohilah. Penelitian yang menganalisis teks tembang cianjuran dengan teori
formula (Pendekatan Lord) sebagai ciri sastra lisan. Perbedaan penelitian antara
peneliti dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Siti Rohilah adalah pada
7
meneliti dengan detail judul dari wanda papantunan, sedangkan yang diteliti Siti
Rohilah hanya disebutkan wandanya saja. Dalam konteks pertunjukan peneliti
meneliti dengan dalam petunjukan dalam acara mamaos yang dilakukan secara
rutinitas kelompok atau komunitas yang berada di LKC (Lembaga Kebudayaan
Cianjur), sedangkan Siti Rohilah meneliti dengan konteks pertunjukan dalam
acara wejengan. Selain itu, peneliti pun menganalisis dari segi makna. Sedangkan
penelitian yang dilakukan Siti Rhohilah tidak menganalisis segi makna.
Berdasarkan pemikiran di atas perlu kiranya diadakan penelitian terhadap
tembang cianjuran dengan menggunakan Pendekatan Lord atau teori formula,
menganalisis struktur teks tembang cianjuran sebagai ciri sastra lisan.
Keformulaikan bahasa sebagai ciri sastra lisan (Teeuw, 1994: 3).
Dalam penelitian ini peneliti akan mengkaji suatu sastra lisan dengan
pendekatan Lord atau teori formula. Penelitian dengan menggunakan pendekatan
Lord atau formula, agar peneliti dapat menganalisis teks Cianjuran tersebut
dengan fomulaik untuk mengetahui isi atau kandungan teks. Selain itu peneliti
dapat menganalisis struktur teks tembang cianjuran sebagai ciri sastra lisan.
Dalam penelitian ini peneliti memilih jenis sastra lisan Tembang
Cianjuran. Pemilihan tersebut didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut:
1. Tembang Cianjuran termasuk sastra lisan yang berbentuk puisi terikat,
jadi perlu dikaji berdasarkan strutur teks (pendekatan Lord).
2. Proses penciptaan adalah hal yang penting karena setiap lirik lagu yang
diciptakan menghasilkan makna atau ciptaan dan gubahan baru.
3. Banyak yang melakukan penelitian terhadap sastra lisan. Penelitian
terhadap Tembang Cianjuran yang telah dipaparkan di atas hanya satu
peneliti yang memperhatikan aspek kelisanan teks.
4. Selain berdasarkan teori, adapun hal yang menarik yaitu ketidaktarikan
masyarakat terhadap Tembang Cianjuran dan bersifat “kedaleman”.
5. Wanda papantunan merupakan lagu-lagu Tembang Cianjuran yang
8
1.2 Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka pembahasan penelitian ini perlu
membuat batasan masalah. Penelitian ini akan membahas tentang menganaliasis
struktur, konteks penuturan, proses penciptaan, fungsi, dan makna.
Adapun cakupan dari pembahasan penelitian yang akan saya kaji yaitu:
1. Lokasi penelitian berada di Lembaga Kebudayaan Cianjur
2. Tembang Cianjuran yang akan diteliti adalah Tembang Cianjuran
Pangapungan (wanda papantunan)
3. Peneliti menganalisis dari 5 aspek dalam lirik/konteks lagu Cianjuran
Pangapungan (wanda papantunan) yakni struktur, proses Penciptaan,
konteks Penuturan, fungsi dan Makna.
4. Ada hal yang menarik yaitu ketidaktertarikan masyarakat terhadap
Tembang Cianjuran karena bersifat “menak” atau “Kedaleman”.
1.3 Perumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang yang dikemukakan, peneliti
menemukan beberapa masalah yang terdapat pada teks jangjawokan tersebut.
Masalah yang akan disajikan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana struktur teks Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)?
2. Bagaimana proses penciptaan Tembang Cianjuran Pangapungan
(wanda papantunan)?
3. Bagaimana konteks pertunjukan yang terdapat dalam lirik atau teks
Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)?
4. Apa fungsi dari Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda
papantunan)?
5. Apa makna dari Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda
papantunan)?
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan
9
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui:
1. Struktur teks Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)
2. Proses penciptaan Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)
3. Konteks pertunjukan yang terdapat dalam lirik atau teks Tembang
Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)
4. Fungsi dari Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan).
5. Makna dari Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan).
1.4.2 Manfaat
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan sesuatu yang
bermanfaat. Beberapa manfaat itu antara lain:
1.4.2.1 Manfaat Secara Teoritis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam penelitian
mengenai sastra lisan khususnya Cianjuran. Selain itu, penelitian ini berguna
untuk pendokumentasian jenis Cianjuran. Bahan apresiasi dasar penciptaan dan
sebagai sumbangan terhadap ilmu sastra.
1.4.2.2 Manfaat Secara Praktis
Sehubungan dengan itu, peneliti merasa perlu mengadakan penelitian
mengenai folklor nyanyian rakyat (folksong) yang berasal dari Cianjur yaitu
Cianjuran. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran atau deskripsi
ragam budaya atau tradisi lisan disetiap daerah tertentu, dan memberikan
wawasan kepada setiap pembaca agar tergugah untuk melestarikan Cianjuran itu,
sebelum kebudayaan kita ini dibajak oleh orang asing. Selain itu, peneliti
berupaya melestarikan tradsi lisan yang kini mulai terkikis keberadannya.
1.5 Definisi Operasional
1.5.1 Tembang Cianjuran Pangapungan Wanda Papantunan
Tembang Cianjuran Wanda Papantunan adalah salah satu wanda (jenis)
dari Tembang Cianjuran yang beberbentuk atas 8 sampai 12 larik yang
masing-masing larik memiliki 8 suku kata dan bersifat purwakanti.
10
Cianjuran yang akan dianalisis merupakan teks Cianjuran yang biasa
dilantunkan untuk acara hajatan atau bisa juga untuk syukuran seperti pernikahan,
khitanan dan lain-lain. Dalam konteks Cianjuran mempunyai struktur unsur-unsur
pembentuk yakni, formula sintaksis, formula bunyi, majas, tema dan isotopi. Dari
setiap unsur saling berhubungan dengan satu sama lain dalam bentuk satu
kesatuan teks. Pada pembentukan kalimat dalam tiap-tiap teks Cianjuran
Pangapungan (wanda papantuan) ada beberapa larik teks yang terdiri satu frasa.
Sedangkan jumlah suku kata banyak menggunakan 8 suku kata.
1.5.3 Fungsi
Fungsi merupakan pengungkapan perasaan masyarakat pemilik Tembang
Cianjuran Pangapungan Wanda Papantunan. Sedangkan, nilai yang terkandung
di dalamnya tidak hanya sekedar estetika semata, tetapi juga kerjasama dan
kreativitas. Nilai kerjasama tercermin dalam suatu pementasan. Dalam hal ini jika
penembang laki-laki beristirahat, maka penembang perempuan tampil
mengisinya. Dengan demikian, suasana tidak vakum tetapi berkesinambungan.
Nilai kreativitas tidak hanya tercermin dari keterampilan para pemainnya dalam
sisindiran, tetapi juga dalam pengadopsian jenis-jenis kesenian lain (degung)
tanpa menghilangkan rohnya (jatidiri kesenian mamaos cianjuran). Selain itu,
fungsi Cianjuran di sini dapat dianalogikan sebagai alat pengesah kebuyaan.
1.5.4 Konteks Pertunjukan
Konteks pertunjukan adalah bagaimana sikap masyarakat dan penembang
terhadap Tembang Cianjuran pada saat pertunjukan berlangsung.
Dalam konteks pertunjukan Cianjuran terdiri atas penutur, setting, dan
waktu. Setting yang digunakan oleh penutur biasanya dalam suatu pementasan,
baik dalam rangka memeriahkan suatu helatan (khajatan) maupun hari-hari besar
nasional (17 Agustusan), diawali dengan gending bubuka (pembukaan) yang
berupa karawitan gending kacapi dan suling dalam bentuk intrumental.
Kemudian, diteruskan dengan pasieup kacapi dan gelenyu atau narangtang yang
11
barulah pelantunan lagu wanda papantuan yang dilakukan oleh wanita.
Pementasan diakhiri dengan gending penutup yang berupa kacapi suling.
1.5.5 Proses penciptaan
Proses penciptaan merupakan proses kreatif untuk menciptakan Tembang
Cianjuran Wanda Papantunan berdasarkan struktur teks Tembang Cianjuran
wanda Papantunan tersebut.
1.5.6 Makna
Makna adalah arti atau isi dari teks Tembang Cianjuran Pangapungan
(Wanda Papantunan) tersebut. Dalam penelitian ini, tidak lengkap apabila kita
sebagai peneliti tidak mengetahui arti atau makna dari isi konteks Tembang
Cianjuran tersebut. Alangkah baiknya peneliti menganalisis makna disetiap bait
konteks Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) dari segi
25
BAB 3
METODE PENELITIAN
1.1
Metode PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif. Fokusnya adalah
penggambaran secara menyeluruh tentang bentuk, fungsi, dan makna ungkapan
larangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Bogdan dan Taylor (1975) dalam
Moleong (2002: 3) yang menyatakan ”metodologi kualitatif” sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan kata lain, penelitian ini
disebut penelitian kualitatif karena merupakan penelitian yang tidak mengadakan
perhitungan.
Penelitian kualitatif harus mempertimbangkan metodologi kualitatif itu
sendiri. Metodologi kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data
deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa (Djajasudarma,
2006: 11). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendekatan kualitatif yang
menggunakan data lisan suatu bahasa memerlukan informan. Pendekatan yang
melibatkan masyarakat bahasa ini diarahkan pada latar dan individu yang
bersangkutan secara holistik sebagai bagian dari satu kesatuan yang utuh. Oleh
karena itu, dalam penelitian bahasa jumlah informan tidak ditentukan jumlahnya.
Dengan kata lain, jumlah informannya ditentukan sesuai dengan keperluan
penelitian.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan. Data dikumpulakan dari
lapangan, yaitu dengan mendatangi informan. Penelitian ini mengkaji Tembang
Cianjuran berjudul Pangapungan Wanda Papantunan dengan lima permasalahan,
yaitu (1) struktur teks (2) proses penciptaan (3) konteks penuturan (4) fungsi, dan
(5) makna.
Penelitian ini akan dikumpulan dengan wawancara dan pengamatan.
Wawancara yang digunakan adalah tidak terstruktur tetapi berfokus, digunakan
26
tembang cianjuran. Pengamatan digunakan untuk melihat bagaimana sikap
penembang dan pendengar pada saat menembangkan cianjuran. Kedua metode
tersbut akan saling melengkapi, data yang tidak didapatkan dari pengamatan akan
dilengkapi dengan wawancara.
Kedua metode di atas akan dibantu dengan teknik perekaman (tape
recorder) dan pencatatan. Hasil rekaman (sebanyak dua cd) akan dipisahkan
terlebih dahulu mana yang merupakan bentuk wawancara dan bentuk tembang,
dan hasil rekaman tersebut digunakan untuk menguji keabhasan data. Teks
tembang direkam dan dicatat kemudian ditranskripsikan dan diterjemahkan
(transliterasi) ke dalam bahasa Indonesia dengan tidak mengubah atau
menghilangkan aslinya.
Metode lain yang digunakan dalam pengumpulan data adalah studi
pustaka. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data yang tidak terdapat pada
wawancara dan pengamatan. Dengan cara mengumpulkan buku sumber yang
berkenaan dengan data yang akan diteliti.
Data yang dikumpulkan akan dianalisis dengan menggunakan metode
pendekatan Lord, yaitu dengan langakah sebagai berikut:
Pertama, menganalisis struktur teks. Analisis difokuskan pada komposisi
teks Tembang Cianjuran Pangapungan Wanda Papantunan, yaitu bentuk, formula
bunyi, formula irama, gaya bahasa dan tema. Komposisi tersebut akan
memperlihatkan teks Tembang Cianjuran Pangapungan Wanda Papantunan
sebagai ciri sastra lisan.
Kedua, menganalisis konteks pertunjukan atau penuturan. Analisis
difokuskan pada penembang, pendengar, musik, setting, dan interaksi penembang
dan pendengar. Dari analisis tersebut akan dilihat perannya dalam menentukan
makna penyajian tembang.
Ketiga, menganalisis proses penciptaan. Analisis difokuskan pada
teks-teks atau variasi yang dihubungkan dengan konsep formula dan pendapat
penembang.
Keempat, menganalisis fungsi. Analisis difokuskan pada hubungan antara
27
Kelima, menganalisis makana. Analisis difokuskan kepada informan
setempat yang tahu arti atau makna dari teks Tembang Cianjuran Pangapungan
Wanda Papantunan.
1.2
Instrumen PenelitianPenelitian yang dilakukan memiliki beberapa instrumen penelitian.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah observasi dan wawancara.
Observasi dilakukan untuk mencari jadwal pertunjukan cianjuran yang akan
dilaksanakan dengan bertanya ke semua pihak yang terlibat atau mengetahui
tentang cianjran tersebut. Sedangkan wawancara berupa instrument berisi daftar
pertanyaan terhadap masyarakat setempat dan informan terpilih yang di dalamnya
terlibat pada konteks pertunjukan cianjuran.
Dalam penelitian lapangan, selain merekam dan observasi peneliti wajib
mencatat semua yang perlu dicatat untuk memudahkan peneliti memasukan data
mengenai Cianjuran. Adapun catatan lapangan yang harus diperhatikan yaitu; (1)
rekaman (tanggal rekaman, tempat rekaman, keaslian rekaman, dan perekam); (2)
informan (hal-hal yang berkaitan dengan identitas informan); (3) masyarakat
setempat (tanggapan mengenai cianjuran di daerah tempat perekaman) dan (4)
bahan (genre, konteks penuturan, proses penciptaan dan fungsi).
1.3
Prosedur Penelitian1.3.1 Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi dan wawancara. Peneliti melakukan Observasi langsung ke Lembaga
Kebuyaan Cianjur (LKC) yang berada tepat di Jl. Surso No.46a untuk merekam
sekaligus wawancara mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian
mengenai Tembang Cianjuran. Sebelum ke tahap perekaman pertunjukan
Tembang Cianjuran, peneliti mewawancara salah seorang informan untuk
mengetahui lebih dalam tentang mamaos cianjuran. Selain mengetahui seluk
28
pertunjukan yang biasa dilaksanakan. Adapun tahap-tahap langkah kerja yang
dilakukan peneliti selama penelitian: Pemilihan Narasumber
Dalam pemilihan narasumber peneliti lebih memprioritaskan kepada
informan untuk mengetahui lebih detail mengenai Tembang Cianjuran. Informan
yang dipilih merupakan pelestari dan pelopor Tembang Cianjuran yang
mengetahui seluk-beluk cianjuran dari awal perkembangan zaman Dalem
Pancanitihingga saat ini. Selain mewawancara narasumber, peneliti mewawancara
banyak pihak yang terlibat dalam pertunjukan Tembang Cianjuran.
Perekaman
Perekaman dalam sastra lisan dilakukan dengan dua cara yakni perekaman
dalam konteks asli (natural)/ pendekatan etnography. Kedua perekaman dalam
konteks tak asli yakni perekaman yang sengaja diadakan (hutomo; 1991: 77).
Perekaman yang dilakukan peneliti yaitu dengan cara perekaman dalam knteks
asli (natural). Hal ini dikarenakan karena sifat penelitian ini bersifat konteks
pertunjukan yang dituntut untuk merekam dengan seasli mungkin untuk
mengetahui konteks pertunjukan.
3.3.2 Teknik pengolahan data
Pengolahan data penelitian ini dilakukan dengan beberpa tahapan antara
lain: transkripsi, transliterasi, dan analisis data.
Transkripsi menurut KBBI (2008: 1729), pengalihan tuturan (yang
berwujud bunyi) ke dalam bentuk tulisan; penelitian kata atau kalimat atau teks
berdasarkan lambang-lambang bunyi. Transkripsi dalam penelitian ini dilakukan
untuk memudahkan peneliti dalam menganalisis data selain itu sebagai acuan
dalam penelitian. Transkripsi tidak hanya berupa tuturan dari penutur saja tetapi
juga berisi keterangan tindakan yang dilakukan oleh penutur sehingga dapat
menggambarkan situasi saat perekaman itu terjadi. Transkripsi dalam penelitian
ini untuk memudahkan peneliti dalam mengidentifikasikan objek berdasarkan data
29
Transliterasi dilakukan untuk menyalin dari suatu bahasa ke bahasa lain.
Hal ini untuk memudahkan peneliti ataupun pembaca memahami maksud dari
tuturan. Oleh karena itu, peneliti sebaiknya dapat memahami kedua bahasa
tersebut yakni bahasa asli dalam teks tuturan dan bahasa terjemahan lain.
Tuturan yang digunakan oleh informan maupun penembang yaitu bahasa
Sunda (Cianjur). Oleh karena itu peneliti menerjemahkan seluruh tuturan ke
dalam Bahasa Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk membantu orang lain yang
tidak memahami Bahasa Sunda dapat memahami isi teks dalam Bahasa
Indonesia.
Setelah melalui beberapa tahapan di atas, data kemudian dianalisis.
Penganalisisan dilakukan dengan beberapa tahapan yakni analisis struktur, Proses
Penciptaan, Konteks Pertunjukan, Fungsi, dan Makna.
3.3.3 Hasil Penelitan
Pada tahapan ini peneliti akan menyajikan hasil analisis dari data yang
diteliti, yakni Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) ditinjau
dari segi Struktur, Proses Penciptaan, Konteks Pertunjukan, Fungsi dan Makna.
1.4
Sumber DataDalam penelitian ini peneliti menganalisis satu buah judul Tembang
Cianjuran Wanda Papantunan yaitu Pangapungan. Kenapa peneliti hanya
mengambil satu judul karena dalam satu judul Pangapungan terdapat lima bait
dan 56 larik. Selain itu, dalam Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda
papantunan) merupakan data empirik yang dapat dianalisis dengan lima
pembahasan yaitu; struktur, proses penciptaan, konteks pertunjukan, fungsi dan
makna. Sekiranya cukup untuk dijadikan sebagai bahan penelitian dan
penganalisisan data untuk skripsi.
Data untuk penelitian ini diambil dari Lembaga Kebudayaan Cianjur Jl
Suroso NO.46A Kab. Cianjur. Tempat ini merupakan kumpulan para seniman
cianjuran khususnya Aki Dadan yang ditunjuk sebagai pelopor atau pelestari
30
Informan dalam penelitian ini ialah, penembang, tokoh kesenian, penikmat
tembang, tokoh masyarakat, pelestari cianjuran, dan aktif dalam membuat buku
tentang seni cianjuran. Data mengenai informan akan terlampir.
Penelitian dilakukan mulai Maret 2012 sampai Desember 2012. Selama
penelitian, peneliti hanya sekali melihat penampilan seni tembang cianjuran dalan
acara hajatan di kator daerah Cianjur. Selain itu, peneliti meminta kepada
31
Tembang Cianjuran
Pangapungan
(Wanda Papantunan)
a. Merupakan tradisi lisan yang di tembangkan b. Sebuah penciptaan puisi yang diambil dari kisah
Padjajaran
c. Merupakan Tembang yang diperuntukan untuk
kaum “menak” atau “Dalem Pancaniti”.
202
BAB 5
SIMPULAN
Dalam bab ini akan disajikan simpulan dari 5 permasalahan yang telah
dibahas dalam penelitian ini. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah
struktur teks, proses penciptaan, konteks pertunjukan, fungsi dan makna Tembang
Cianjuran Pangapungan .
5.1 Struktur Teks
Terdapat unsur-unsur pembentuk teks Tambang Cianjurab Pangapungan
yang meliputi: bentuk, formula sintaksis, formula bunyi, formula irama, gaya
bahasa dan tema. Keenam unsur itu saling berhubungan satu sama lain dalam
membentuk sebuah komposisi Tembang Cianjuran Pangapungan. Teks Tembang
Cianjuran yang berjudul Pangapungan (wanda papantunan) ini memiliki bentuk
puisi lisan/tradisional, karena jumlah kalimat dan suku katanya memiliki
keteraturan. Teks Tembang Cianjuran yang berjudul Pangapungan (wanda
papantunan) terdiri atas 37 kalimat dan 56 larik yang terangkum dalam 5 bait, 1
bait bubuka (pembukaan) 4 bait teks asli Pangapungan wanda papantunan dan
memiliki jumlah 8 suku kata pada setiap lariknya. Dalam teks tembang Cianjuran
Pangapungan dari setiap baitnya merupakan satu buah kalimat utuh. Bait 1, yang
merupakan pembukaan (bubuka) terdiri atas 4 kalimat dan 6 larik. Untuk bait
pertama, yang merupakan pembukaan terdiri atas 9 kalimat dan 12 larik. Bait ke
2, merupakan teks isi terdiri atas 9 kalimat dan 13 larik. Bait ke 3, merupakan
pengantar penutup terdiri atas 8 kalimat dan 13 larik. Bait ke 5, yang merupakan
bagian penutup terdiri atas 7 kalimat dan 12 larik.
Urutan kalimat yang membentuk Tembang Cianjuran Pangapungan
menggambarkan cara penyajian pikiran dan perasaan pencipta. Penyajian pikiran
tembang disinkronisasikan dengan isi tembang atau tema. Tema konflik pada
umumnya dimulai dengan permasalahan kemudian diikuti oleh penjelasan atau
203
biasanya diawali dengan pernyataan, kemudian diikuti penjelasan dan diakhiri
dengan simpulan.
Pembentukan struktur Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda
papantunan) selain berdasarkan bentuk juga didasrkan pada sebuah formula.
Formula dalam Tembang Cianjuran Pangapungan terdiri atas formula satu larik
formula satu klausa, formula satu frasa dan formula satu kata. Dari hasil analisis
formula sintaksis secara keseluruhan teks Tembang Cianjuran Pangapungan
(wanda papantunan) terdiri atas 37 kalimat dari 5 bait dan 56 larik. Pada teks
pangapungan tersebut terdiri atas beberapa jenis kalimat. Struktur teks
pangapungan didominasi oleh fungsi predikat, sedangkan subjek hampir semua
terlesapkan, karena umumnya sastra lisan lebih mengedepankan fungsi predikat
dibanding subjek, tidak mengherankan jika hampir keseluruhan fungsi subjek
dalam teks pangapungan terlesapkan, karena secara keseluruhan subjek dalam
Tembang Cianjuran mengacu pada Mundinglaya Di Kusumah yaitu merupakan
putera Pajajaran, meski tidak disebutkan secara langsung. Terlesapkannya fungsi
subjek disebabkan teks tembang merupakan bentuk sastra atau tuturan lisan yang
lebih mengedepankan predikat dibandingkan subjek, karena subjek dalam teks
tembang merupakan objek yang dituturkan yaitu Mundinglaya. Dominasi fungsi
predikat berpengaruh terhadap kategorinya yaitu verba (kata kerja) yang sekaligus
berperan sebagai perbuatan, dimana penutur lebih menekankan fungsi predikat
yang berkategori kata kerja (verba), sebagai perbuatan dan pekerjaan yang
dilakukan oleh Bangsawan yaitu Mundinglaya Di Kusumah saat melakukan
terbang ke langit ke tujuh untuk mencari jimat lalayang salakadomas.
Dalam formula bunyi lagu Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda
papantunan) terdapat: (1) rima yang berdasarkan bunyi meliputi rima mutlak dan
rima tak sempurna; (2) rima yang berdasarkan letak atau posisi katanya meliputi
rima awal dan rima akhir. Rima adalah unsur keindahan pada teks pangapungan.
Rima merupakan paduan antara kalimat yang indah pada teks pangapungan.
Letak kata atau bunyi yang membentuk rima adalah berkisar pada kata pertama
204
Aliterasi pada teks pangapungan terbentuk dari bunyi-bunyi /y/ /r/ /m/ /t/
/b/, /g/, /ng/, /w/, dan /d/ yang menimbulkan efek pengucapan yang terasa agak
berat seperti ada hentakan dan dengungan. Bunyi-bunyi itu berkombinasi dengan
huruf vokal yang berat juga yaitu /a/ /u/ dan /o/. Sebagian bunyi-bunyi berat itu
ada yang berkombinasi dengan vokal /e/ dan /i/ yang terasa ringan sehingga
terdengarnya terasa agak ringan. Bunyi-bunyi yang berat menggambarkan suasana
yang keras.
Asonansi pada teks pangapungan terjadi pengulangan vokal /a/, /i /u/ /e/,
/eu/, /o/, yang terasa berat dan ada yang ringan, namun yang paling mendominasi
adalah pelafaan berat. Banyaknya pengulangan bunyi-bunyi ini merupakan suatu
pelafalan sebuah teks terhadap penggambanran seorang bangsawan yang
melakukan terbang ke langit, pencipta dengan detail memberikan intonasi yang
indah dan bagus terhadap gambaran Mundinglaya Di Kusumah semasa terbang.
Selain banyak terjadi pengulangan bunyi vokal tersebut juga banyak ditemukan
paduan vokal dengan bunyi konsonan bersuara berat seperti /y/ /r/ /m/ /t/ /b/, /g/,
/ng/, /w/, dan /d/ yang menimbulkan efek pengucapan yang terasa agak berat
seperti ada hentakan dan dengungan.
Irama dalam Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)
termasuk irama suara merdika (bebas), yaitu suara berada pada nada 2 dan
rendah. Bila tembang dilantunkan oleh penembang suasana yang khidmat dan
sedih akan terasa oleh pencipta dan penembang, karena semua suku kata pada teks
pangapngan mendapat tekanan suara dan dengan tempo yang lambat maka
audiens pun akan merasakan hal yang sama dengan penembang. Pada teks
pangapungan terdapat konsep irama (metrum), karena terdapat distribusi suku
kata yang tetap. Letak suku kata yang ditekan pada teks pangapungan sangat
berarturan.
Gaya bahasa dalam teks pangapungan antara lain dibentuk oleh diksi dan
majas. Kata-kata pada teks pangapungan pada umumnya bermakna konotasi.
Dominannya kata-kata yang bermakna konotasi, karena teks pangapungan
205
pada teks pangapungan merupakan hubungan antara manusia dengan makhluk
lain.
Kecendrungan pengguna kata yang bersifat konotataif didukung pula oleh
majas. Penggunaan majas dalam teks pangapungan sangat menonjol. Bahasa teks
pangapungan yang ditulis oleh pencipta yang dilebih-lebihkan dan banyak pula
yang mengandung khiasan. Majas yang digunakan dalam teks pangapungan
adalah majas metafora dan majas hiperboala. Majas dapat menambah unsur
keindahan pada teks pangapungan.
Secara garis besar tema pada teks pangapungan terbagi menjadi 3 motif
yakni; pengabdian kepada kerajaan dan orang tua, aktivitas seorang Bangsawan
yang pemberani dan tujuan Cianjuran Pangapungan yaitu untuk memberi pesan
melalui puisi/tembang. Dalam motif bersama tersebut membentuk sebuah tema
yaitu Pangapungan adalah fragmen dari sebuah cerita pantun/Pajajaran. Teks
pangapungan diambil dari kisah Mundinglaya Di Kusumah yang sedang
melakukan terbang ke langit ke tujuh untuk mencari jimat lalayang salaka domas
atas titah ibu dan ayahnya yang tak ayal adalah Permaisuri dan Raja Pajajaran.
5.2 Proses Penciptaan
Pada proses pewarisan Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda
Papantunan), terbagi menjadi dua klasifikasi, pertama pewarisan secara vertikal
yaitu pewarisan yang merupakan proses turun temurun atau dari guru ke murid
dan yang ke dua, pewarisan secara horizontal yaitu pewarisan yang dilakukan
dengan kebersamaan atau kekeluargaan dengan cara berdiskusi.
Proses penciptaan Tembang Cianjuran dilakukan di luar pertunjukan.
Proses Tembang Cianjuran diciptakan melalui proses spiritual, yaitu meditasi
bermunajat kepada Allah. Proses spritual tersebut dilakukan untuk membersihkan
atau mensucikan diri, karena dalam menciptakan tembang jasmani ataupun rohani
harus bersih dan pikiran pun tenang. Hal tersebut telah dilakukan sejak jaman
Dalem Pancaniti. Dalam menciptakan suatu lirik Tembang Cianjuran para
sesespuh atau Dalem Pancanitiselalu melakukan proses spiritual, yaitu puasa, dan
206
semoga apa yang diminta dikabulkan semua permohonannya. Meditasi tersebut
dilakukan selama beberapa hari, setelah selesai meditasi Dalem
Pancanitimemanggil para seniman untuk mengolah tembang, bagaimana aturan
atau nada-nada musik yang dihasikan enak untuk didengar dan nada pun
disesuaikan dengan lirik tembang yang telah dibuat secara lisan oleh Dalem
Pancaniti. Dalam menciptakan tembang jenis papantunan Dalem Pancaniti
mengambil dari cerita pantun atau cerita Pajajaran.
Penciptaan Tembang Cianjuran tidak saja menggunakan pola pupuh,
melainkan juga menggunakan formula atau formulaik. Meski pada keyataanya
para seniman dalam menciptakan tembang yang diperhatikan adalah pola pupuh.
Penguasaan formula atau formulaik dan pola pupuh akan menentukan ketepatan
dalam penciptaan tembang. Pada waktu penciptaan, formula atau formulaik dan
pola pupuh sudah melekat untuk disingkronisasikan dalam benak pencipta
tembang cianjuran, sehingga dalam proses penciptaan kata-kata akan keluar
sesuai dengan pola pupuh dan formulaik.
5.3 Konteks Pertunjukan
Konteks pertunjukan terbagi menjadi dua yaitu; (1) konteks situasi yang
terdiri dari; waktu, tujuan, peralatan/media dan teknik pertunjukan. (2) konteks
budaya yang meliputi; lokasi, penutur dan audiens, latar sosial budaya dan kondisi
sosial ekonomi.
Dalam konteks situasi Tembang Cianjuran waktu yang digunakan yaitu
pada petang hari (sesudah maghrib). Tujuan dalam pertunjukan teks Tembang
Cianjuran Pangapungan dengan jenis wanda Papantunan ini dalam segi makna
adalah sebagai alat pemberi pesan kepada manusia tentang masa hidupnya yang
mengambil contoh dari para bangsawan masa lampau. Peralatan yang digunakan
adalah kecapi rincik, kecapi indung dan suling. Dalam teknik pertunjukan orang
yang memainkan alat musik disebut juru pirig dan Pamirig. Sebelum masuk pada
tembang juru pirig melakukan instrumen terlebih dahulu. Instrumen itu dilakukan
sebagai pemanasan dan menyesuaikan suara musik dengan vokal penembang.
207
Dalam konteks budaya lokasi yang digunakan adalah di LKC (Lembaga
Kebudayaan Cianjur) tempatnya seniman Sunda berkumpul. Pendengar yang
hadir pada acara mamaos hanya beberapa segelintir orang yang masih ikut serta
membudidayakan Tembang Cianjuran. Mereka kebanyakan orang-orang
pengagum seni dan sesepuh yang peduli ingin terus melestarikan kebudayaan
Cianjuran. Dalam sebuah pertunjukan Tembang Cianjuran tidak ada reaksi dari
pendengar. Pendengar bereaksi atau melontarkan komentarnya (dalam acara
kalagenan) setelah penembang selesai menembang. Pada saat penembang
menembangkan tembang suasana begitu khidmat dan hening, semua pendengar
atau audiens mendengar dan menghayati dengan seksama teks dan musik
Temabang Cianjuran tersebut. Semua audiens mendengarkan Tembang Cianjuran
dengan suasana hening dan khidmat, tidak ada satupun orang/audiens yang
mengobrol atao berceloteh satu katapun. Latar sosial budaya peneliti mengambil
dari Koentjaraningrat (1981), ada tujuh aspek kebudayaan yang bisa didapatkan
pada semua masyarakat di dunia, (1) Sistem peralatan dan perelengkapan hidup,
(2) sistem mata pencaharian hidup, (3) sistem kemasyarakatn, (4) Bahasa, (5)
Kesenian, (6) Sistem pengetahuan, (7) Sistem religi. Pada kondisi sosial ekonomi,
Masyarakat Cianjur Kota khususnya kelurahan Solok Pandan sebagian besar
menggantungkan hidupnya pada alam. Oleh karena itu, sebagian besar
masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani. Mata pencaharian lain
masyarakat Cianjur Kota adalah buruh, pedagang, PNS, wirausaha.
Berdasar pada fakta tersebut, sebagian besar masyarakat di Cianjur Kota
termasuk dalam golongan menegah ke bawah. Hal ini disebabkan oleh tidak
menentunya penghasilan yang mereka terima (tergantung hasil panen sawah).
Kondisi masyarakat khususnya yang menjadi petani ataupun buruh tani semakin
sulit saat musim kemarau datang. Pada saat itu sawah-sawah sulit untuk diolah
karena sebagian besar sawah di Solok Pandan merupakan jenis sawah tadah hujan