• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEMBANG CIANJURAN PANGAPUNGAN (WANDA PAPANTUNAN) DALAM TRADISI MAMAOS DI LEMBAGA KEBUDAYAAN CIANJUR (LKC): Analisis Struktur, Konteks Pertunjukan, Proses Penciptaan, Fungsi dan Makna.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TEMBANG CIANJURAN PANGAPUNGAN (WANDA PAPANTUNAN) DALAM TRADISI MAMAOS DI LEMBAGA KEBUDAYAAN CIANJUR (LKC): Analisis Struktur, Konteks Pertunjukan, Proses Penciptaan, Fungsi dan Makna."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

TEMBANG CIANJURAN PANGAPUNGAN (WANDA

PAPANTUNAN) DALAM TRADISI MAMAOS DI LEMBAGA

KEBUDAYAAN CIANJUR (LKC)

(Analisis Struktur, Konteks Pertunjukan, Proses Penciptaan, Fungsi dan Makna)

SKRIPSI

diajukan sebagai syarat menempuh ujian sidang sarjana sastra

oleh

Ridwan Nugraha F

0906122

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

UNIVERSUTAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

TEMBANG CIANJURAN PANGAPUNGAN (WANDA PAPANTUNAN) DALAM TRADISI MAMAOS DI LEMBAGA

KEBUDAYAAN CIANJUR (LKC)

(Analisis Struktur, Konteks Pertunjukan, Proses Penciptaan, Fungsi dan Makna)

Oleh

Ridwan Nugraha F 0906122

disetujui dan disahkan oleh

Pembimbing I,

Drs. Memen Durachman, M.Hum. NIP 196603201991031004

Pembimbing II,

Dr. Tedi Permadi, M.Hum. NIP 197006242006041001

Diketahui oleh

Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

Universitas Pendidikan Indonesia

(3)

TEMBANG CIANJURAN PANGAPUNGAN (WANDA

PAPANTUNAN) DALAM TRADISI MAMAOS DI

LEMBAGA

KEBUDAYAAN CIANJUR (LKC)

Oleh

Ridwan Nugraha F

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

© Ridwan Nugraha F 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Desember 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(4)

i Ridwan Nugraha F, 2013

Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) Dalam Tradisi Mamaos Di Lembaga ABSTRAK

Judul penelitian ini adalah Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) dalam Tradisi Mamaos di Lembaga Kebudayaan Cianjur (LKC). Penelitian ini dipilih berdasarkan ketidaktertarikan masyarakat terhadap Tembang Cianjuran yang bersifat „menak‟ atau “Kedaleman”, selain itu beranjak dari pokok permasalahan: (1) Bagaimana struktur teks Cianjuran Pangapungan (wanda

papantunan)? (2) Bagaimana proses penciptaan Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)? (3) Bagaimana konteks pertunjukan yang terdapat dalam lirik atau

teks Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)? (4) Apa fungsi dari

Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)? (5) Apa makna dari Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)? Berdasarkan pokok permasalahan di atas,

penelitian ini bertujuan: (1) untuk memperoleh gambaran struktur Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan); (2) untuk memperoleh gambaran tentang proses penciptaan Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda

papantunan); (3) untuk memperoleh gambaran tentang konteks pertunjukan

Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan); (4) untuk memperoleh gambaran fungsi Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan); (5) untuk memperoleh gambaran makna dari Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan). Penelitian ini menggunakan pendekatan Lord atau teori formula. Pendekatan Lord atau teori formula merupakan suatu pendekatan dengan menitikberatkan pada kajian formula (frasa dan klausa atau larik dan baris) dalam cerita (puisi) yang dihasilkan dengan dua cara, yaitu dengan mengingat frasa itu dan menciptakan melalui analogi frasa-frasa lain yang telah ada. Formula diinterpretasikan untuk menemukan ide atau gagasan dalam cerita (puisi). Hasil dari interpretasi merupakan pemahaman ide-ide pada cerita (puisi) sebagai ciri sastra lisan. Objek penelitian ini adalah Tembang Cianjuran yang berjudul

Pangapungan (Wanda Papantunan).

(5)

ii Ridwan Nugraha F, 2013

Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) Dalam Tradisi Mamaos Di Lembaga

(6)

iii Ridwan Nugraha F, 2013

Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) Dalam Tradisi Mamaos Di Lembaga ABSTRACT

The title of this research is tembang Cianjuran Pangapungan ( Wanda Papantunan ) in the Institute of Cultural Tradition mamaos in Cianjur ( LKC ). Study were selected based on tembang Cianjuran public disinterest that is' marvelous ' or ' Kedaleman ", but it went out of the main issues: ( 1 ) How does the structure of the text Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan )? ( 2 ) How does the process of creating Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan )? ( 3 ) How to show the context contained in the lyrics or text Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan )? ( 4 ) What is the function of Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan )? ( 5 ) What is the meaning of Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan )? Based on the above subject matter, this study aims to: ( 1 ) to obtain a picture of the structure of tembang Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan ), ( 2 ) to obtain an overview of the process of creation tembang Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan ), ( 3 ) to obtain an overview of the context Tembang show Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan ), ( 4 ) to obtain a function tembang Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan ), ( 5 ) to obtain a picture of the meaning of tembang Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan ). This study uses a theoretical approach or formula Lord. Lord formula approach or theory is an approach with emphasis on the study of formula ( phrases and clauses or arrays and rows ) in the story ( poem ) generated in two ways, namely by considering the phrase was created by analogy and other terms that have been there. Formula interpreted to find an idea or ideas in the story ( poem ). Interpretation is the result of understanding the ideas in the story ( poem ) as characteristic of oral literature. Object of this study is entitled Pangapungan Cianjuran tembang ( Wanda Papantunan ).

(7)

iv Ridwan Nugraha F, 2013

Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) Dalam Tradisi Mamaos Di Lembaga

Based on the results of text analysis tembang Cianjuran Pangapungan ( Wanda Papantunan ), it can be concluded that the text pangapungan an oral literature. Due to the discovery of the composition as a characteristic of oral literature that is, in order to put the word, phrase or array is equal to the repetition of vowel and consonant sounds the same at the end of the phrase.

KATA PENGANTAR

Saya ucapkan Alhamdulillahirobbil1’alamin dengan segala puji dan

syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan segala kemudahannya atas

segala yang dikarunikannya, shalawat serta salam saya ucapkan kepada junjungan

Nabi Muahammad Rosululloh SAW, sehingga penulis mendapatkan puncak

kebahagian dalam menyelesaikan skripsi.

Dalam penelitian maupun penulisan skripsi yang berjudul Tembang

Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) dalam Tradisi Mamaos di Lembaga

Kebudayaan Cianjur (LKC), merupakan karya ilmiah sebagai syarat menempuh

ujian sidang sarjana di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Program

Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan seni, Universitas Pendidikan

Indonesia.

Pada nyatanya dengan skripsi yang berjudul Tembang Cianjuran

Pangapungan (Wanda Papantunan) dalam Tradisi Mamaos di Lembaga

Kebudayaan Cianjur (LKC) ini dapat diselesaikan dengan teori formula

(pendekatan Lord) sebagai ciri sastra lisan.

Tiada pencapaian tertinggi dalam mengerjakan suatu hal. Semua berawal

dari kritikan dan proses yang panjang. Tiada yang pantas untuk dibanggakan di

hadapanNya, karena hasil karya manusia jauh dari sempurna dan masih banyak

kekurangan. Demikian dengan skripsi ini, masih membutuhkan masukan atau

kritikan untuk perbaikan.

Semoga karya ini bermanfaat dan menjadi acuan bagi siapa saja yang

(8)

v Ridwan Nugraha F, 2013

Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) Dalam Tradisi Mamaos Di Lembaga Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis merupakan manusia biasa yang tidak bisa mengerjakan suatu hal

dengan sendri. Masih banyak memerlukan bantuan dari Sang Pencipta dan

makhluknya yang perduli dengan segala keluh-kesah yang dirasakan penulis.

Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak-banyak rasa

syukur terimakasih ke hadirat Alloh SWT yang telah memberikan hidayahnya

terhadap penulis atas kesabaran, ketekunan, keuletan dan tiada henti-hentinya

memberi cobaan yang menjadikan penulis lebih bermotivasi untuk mengerjakan

skripsi. Selain itu penulis pun perlu mengucapkan banyak-banyak terimakasih dan

memberi penghargaan yang sangat pantas dipersembahkan untuk:

1. Mamah, Mamah, Mamah dan Bapa yang tak pernah bosan dan tiada

henti-hentinya untuk memberi nasehat rohani maupun jasmani dengan segala

doa-doa yang tercurah. Khaturnuhun Mah, Pa;

2. Emak Hj. Siti Sholihat (Ma Engkat), yang selalu mendoakan cucumu ini

dalam segi apapun, tanpa dorongan doa beliau penulis tidak akan menjadi

seperti ini. Khaturnuhun Emak;

3. Bapak Drs. Memen Durachman, M.Hum. yang merupakan pembimbing I

yang tiada henti-hentinya memberikan masukan, membimbing dengan

sabar dan meminjamkan buku-buku yang menunjang penyelesaian skripsi

(9)

vi Ridwan Nugraha F, 2013

Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) Dalam Tradisi Mamaos Di Lembaga

4. Bapak Dr. Tedi Permadi, M.Hum. yang merupakan pembimbing II yang

telah memberikan bimbingan dan dorongan dengan bijaksana dalam

penulisan skripsi ini;

5. Dr. Dadang S. Anshori, S.Pd., M.Si. selaku ketua jurusan Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia dan Progran Non Kependidikan Bahasa dan

sastra Indonesia;

6. Bapak Dr. Sumiyadi, M.Hum. selaku pembimbing akademik;

7. Ibu Nenden Lilis A., M.Pd. dan Bapak Ari Kapin yang selalu membantu

dan memberikan motivasi terhadap segala keluhan penulis;

8. jajaran staf tata usaha Bahasa dan Sastra Indonesia, Kang Wawan, Kang

Aep dan Mas Joko. Yang selalu kompak dalam memenuhi segala

keluh-kesah mahasiswa;

9. rekan-rekan nondik B dan sastra ‟09, dari mulai sanggar sastra

(SANGKURIANG), lorong ratapan, pangandaran hingga konser Ari Kapin.

Kita akan selalu ingat kenangan itu kawan;

10.team penghibur; Wili Azhari (Dul Matin), Diki Nugraha (Mr. Bean), Aldi

Febrian (Boyot), Rony (Waos), Koko (Ramsey), Sobar (Komeng), Rizwan

(Kodok), Zaenal (Parto), Rizki (bokir), Muldani (woles), Resa (kribo).

Dan seterusnya rekan-rekan angkatan 2009;

11.dan semua pihak yang tak sempat penulis sebutkan

Jazakumullah Khairan Katsiran.

(10)

vii Ridwan Nugraha F, 2013

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……….i

ABSTRACT ………..ii

KATA PENGANTAR ……….iii

UCAPAN TERIMAKASIH ………... iv

DAFTAR ISI ………vi

DAFTAR TABEL ……….x

DAFTAR BAGAN ………..xii BAB 1 ... Error! Bookmark not defined. PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. 1.1 Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined. 1.2 Batasan Masalah ... Error! Bookmark not defined. 1.3 Perumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1.4.1 Tujuan ... Error! Bookmark not defined. 1.4.2 Manfaat ... Error! Bookmark not defined. 1.4.2.1 Manfaat Secara Teoritis ... Error! Bookmark not defined. 1.4.2.2 Manfaat Secara Praktis ... Error! Bookmark not defined. 1.5 Definisi Operasional ... Error! Bookmark not defined.

1.5.1 Tembang Cianjuran Pangapungan Wanda PapantunanError! Bookmark not defined.

1.5.2 Struktur ... Error! Bookmark not defined. 1.5.3 Fungsi ... Error! Bookmark not defined.

(12)

LANDASAN TEORI ... Error! Bookmark not defined. 2.1 Tembang Sunda Cianjuran Merupakan Sastra LisanError! Bookmark not defined.

2.2 Struktur Teks ... Error! Bookmark not defined. 2.2.1 Bentuk ... Error! Bookmark not defined. 2.2.2 Formula Sintaksis ... Error! Bookmark not defined.

2.2.3 Formula Bunyi ... Error! Bookmark not defined. 2.2.3.1 Rima ... Error! Bookmark not defined. 2.2.3.2 Aliterasi dan Asonansi ... Error! Bookmark not defined. 2.2.4 Formula Irama ... Error! Bookmark not defined. 2.2.5 Gaya ... Error! Bookmark not defined. 2.2.5.1 Majas ... Error! Bookmark not defined. 2.2.5.2 Diksi... Error! Bookmark not defined. 2.2.6 Tema ... Error! Bookmark not defined. 2.3 Fungsi ... Error! Bookmark not defined. 2.4 Proses Penciptaan ... Error! Bookmark not defined. 2.5 Konteks Pertunjukan ... Error! Bookmark not defined. 2.6 Makna ... Error! Bookmark not defined. BAB 3 ... Error! Bookmark not defined. METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. 4.1 Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 4.2 Instrumen Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 4.3 Prosedur Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 4.3.1 Teknik pengumpulan data ... Error! Bookmark not defined.

Pemilihan Narasumber ... Error! Bookmark not defined. Perekaman ... Error! Bookmark not defined.

(13)

_Toc373041090BAB 4 ... Error! Bookmark not defined. ANALISIS TEMBANG CIANJURAN PANGAPUNGAN (WANDA

PAPANTUNAN) ... Error! Bookmark not defined.

4.1 Tembang Cianjuran Pangapungan Wanda PapantunanError! Bookmark not defined.

4.2 Analisis Struktur Teks ... Error! Bookmark not defined. 4.2.1 Teks Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan). Error! Bookmark not defined.

_Toc373041096 4.2.2 Bentuk ... Error! Bookmark not defined. 4.2.2.1 Jumlah Larik ... Error! Bookmark not defined. 4.2.3 Formula Sintaksis ... Error! Bookmark not defined. 4.2.4 Formula Bunyi ... Error! Bookmark not defined. 4.2.5 Formula Irama ... Error! Bookmark not defined. 4.2.6 Diksi dan Majas ... Error! Bookmark not defined. 4.2.6.1 Diksi... Error! Bookmark not defined. 4.2.6.2 Majas ... Error! Bookmark not defined. 4.2.6.2.1 Majas Hiperbola ... Error! Bookmark not defined. 4.2.6.2.2 Majas Metafora ... Error! Bookmark not defined. 4.2.7 Tema ... Error! Bookmark not defined. 4.3 Proses Penciptaan ... Error! Bookmark not defined.

4.3.1 Proses Pewarisan Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda

Papantunan) ... Error! Bookmark not defined.

4.3.2 Proses Penciptaan Teks Cianjuran ... Error! Bookmark not defined. 4.4 Konteks Pertunjukan Cianjuran PangapunganError! Bookmark not defined.

(14)

4.4.1.3 Peralatan atau Media ... Error! Bookmark not defined. 4.4.1.4 Teknik Pertunjukan ... Error! Bookmark not defined. 4.4.2 Konteks Budaya ... Error! Bookmark not defined. 4.4.2.1 Lokasi ... Error! Bookmark not defined. 4.4.2.2 Penutur dan Pendengar... Error! Bookmark not defined. 4.4.2.3 Latar Sosial Budaya... Error! Bookmark not defined.

4.4.2.4 Kondisi Sosial Ekonomi... Error! Bookmark not defined. 4.5 Fungsi Tembang Cianjuran Pangapungan ... Error! Bookmark not defined. 4.6 Makna Teks Tembang Cianjuran Pangapungan ... Error! Bookmark not defined.

4.6.1 Makna Pangapungan yang Dianalisis oleh IsotopiError! Bookmark not defined.

BAB 5 ... Error! Bookmark not defined. SIMPULAN ... Error! Bookmark not defined. 5.1 Struktur Teks ... Error! Bookmark not defined. 5.2 Proses Penciptaan ... Error! Bookmark not defined. 5.3 Konteks Pertunjukan ... Error! Bookmark not defined. 5.4 Fungsi ... Error! Bookmark not defined. 5.5 Makna ... Error! Bookmark not defined. 5.6 Saran ... Error! Bookmark not defined. PUSTAKA ACUAN ... Error! Bookmark not defined. LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined. Lampiran 1: Sumber Data ... Error! Bookmark not defined. Lampiran 2: Daftar Informan dan Pengikut Mamaos .... Error! Bookmark not

defined.

Lampiran 3: Gambar/Foto Mamaos Cianjuran . Error! Bookmark not defined.

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Teks tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan) ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 4.2 Analisis Sintaksis kalimat 1 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.3 Analisis Sintaksis kalimat 2 ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 4.4 Analisis Sintaksis kalimat 3 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.5 Analisis Sintaksis kalimat 4 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.6 Analisis Sintaksis kalimat 1 ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 4.7 Analisis Sintaksis kalimat 2 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.8 Analisis Sintaksis kalimat 3 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.9 Analisis Sintaksis kalimat 4 ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 4.10 Analisis Sintaksis kalimat 5 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.11 Analisis Sintaksis kalimat 6 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.12 Analisis Sintaksis kalimat 7 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.13 Analisis Sintaksis kalimat 8 ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 4.14 Analisis Sintaksis kalimat 9 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.15 Analisis Sintaksis kalimat 1 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.16 Analisis Sintaksis kalimat 2 ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 4.17 Analisis Sintaksis kalimat 3 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.18 Analisis Sintaksis kalimat 4 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.19 Analisis Sintaksis kalimat 5 ... Error! Bookmark not defined.

(16)

Tabel 4.21 Analisis Sintaksis kalimat 7 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.22 Analisis Sintaksis kalimat 8 ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 4.23 Analisis Sintaksis kalimat 9 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.24 Analisis Sintaksis kalimat 1 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.25 Analisis Sintaksis kalimat 2 ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 4.26 Analisis Sintaksis kalimat 3 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.27 Analisis Sintaksis kalimat 4 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.28 Analisis Sintaksis kalimat 5 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.29 Analisis Sintaksis kalimat 6 ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 4.30 Analisis Sintaksis kalimat 7 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.31 Analisis Sintaksis kalimat 8 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.32 Analisis Sintaksis kalimat 1 ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 4.33 Analisis Sintaksis kalimat 2 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.34 Analisis Sintaksis kalimat 3 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.35 Analisis Sintaksis kalimat 4 ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 4.36 Analisis Sintaksis kalimat 5 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.37 Analisis Sintaksis kalimat 6 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.38 Analisis Sintaksis kalimat 7 ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 4.39 Bunyi Vokal dan Bunyi Konsonan ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.40 Bunyi Vokal dan Bunyi Konsonan ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.41 Bunyi Vokal dan Bunyi Konsonan ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.42 Bunyi Vokal dan Bunyi Konsonan ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 4.43 Bunyi Vokal dan Bunyi Konsonan ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.44 Analisis Tema (Isotopi Manusia) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.45 Analisis Tema (Isotopi Alat) ... Error! Bookmark not defined.

(17)

Tabel 4.49 Analisis Tema (Isotopi Tuhan) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.50 Analisis Tema (Isotopi Benda) ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 4.51 Analisis Tema (Isotopi Kegiatan) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.52 Analisis Tema (Isotopi Kesempurnaan Hidup) Error! Bookmark not defined.

Tabel 4.53 Analisis Tema (Isotopi Sakti) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.54 Analisis Tema (Isotopi Kekuatan) ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 4.55 Analisis Tema (Isotopi Ketaatan) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.56 Analisis Tema (Isotopi Harapan) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.57 Analisis Tema (Isotopi Permintaan) .... Error! Bookmark not defined.

Tabel 4.58 Analisis Tema (Isotopi Perasaan) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.59 lima unsur alam semesta utama “Agama Hindu”Error! Bookmark not defined.

DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian ... Error! Bookmark not defined. Bagan 4.1 Teks tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan) .. Error! Bookmark not defined.

Bagan 4.2 Analisis Isotopi yang Membentuk Motif BersamaError! Bookmark not defined.

Bagan 4.3 Proses Pewarisan Secara Vertikal Tembang Cianjuran ... Error! Bookmark not defined.

(18)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Istilah „sastra lisan‟, di dalam bahasa Indonesia, merupakan terjemahan bahasa Inggris oral literature. Ada juga yang mengatakan bahwa istilah ini

berasal dari bahasa Belanda orale letterkunde (Finnegan dalam Hutomo, 1991:1).

Sastra lisan adalah kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga

suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturun-temurunkan secara lisan (dari

mulut ke mulut), (Hutomo, 1991: 1). Sastra rakyat itu komunal, milik bersama

rakyat bersahaja maka sastra ini juga disebut orang folk literature atau sastra

rakyat. Bukan berarti sastra tersebut tidak ada dalam masyarakat kota yang telah

maju (Hutomo, 1991: 4).

Menurut Jan Harold Brunvand, nyanyian rakyat adalah salah satu genre

atau bentuk folklor yang terdiri dari kata-kata dan lagu, yang beredar secara lisan

di antara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional, serta banyak mempunyai

varian (Bruvand dalam Danandjaja, 1982: 141).

Tembang merupakan bentuk puisi yang terikat oleh banyak baris dalam

suatu bait dan rima tetap pada akhir baris. Terdapat berbagai bentuk yang

masing-masing memiliki ketentuan banyaknya baris dalam bait banyaknya suku kata

dalam setiap baris, setiap bentuk tembang memiliki jenis lagu tersendiri yang

suasana lagunya sesuai dengan kandungan arti bentuk tembang tersebut.

(Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 16)

Tembang Sunda kebanyakan menggunakan bentuk puisi yakni,

papantunan, sisindiran, guguritan dan lirik khusus. Memang benar tembang

Sunda merupakan jenis kesenian yang oleh sementara orang dianggap paling

tinggi nilainya dan sekaligus paling kompleks (Wibisana, 2000: 266).

Objek yang akan dikaji yakni, Tembang Cianjuran Pangapungan. Objek

yang dipilih, selain tertarik pada teks Cianjuran untuk dianalisis pemilihan

(19)

2

terkandung pada setiap kata dari teks Tembang Cianjuran Pangapungan. Banyak

makna yang tersirat dalam setiap larik atau kalimat teks Cianjuran Pangapungan.

Selain itu, peneliti memilih objek Tembang Cianjuran Pangapungan yaitu untuk

mengetahui struktur teks, proses penciptaan, konteks penuturan/pertunjukan,

fungsi dan makna dari teks Tembang Cianjuran Pangapungan tersebut.

Berdasarkan hasil keputusan Seminar Tembang Sunda (1962), Tembang

Sunda tidak hanya Cianjuran, banyak lagam-lagam lain yang namanya diambil

dari nama daerah yang melahirkannya. Antara lain Ciawian (yang berasal dari

daerah Ciawi, Tasikmalaya), Cigawiran (yang berasal dari Cigawir Limbangan,

Garut). Pada tembang sunda lagam Ciawian dan Cigawiran tidak ada

wanda-wanda seperti pada lagam Cianjuran (Wibisana, 2000: 268).

Sekar gending mamaos cianjuran disajikan dalam enam wanda, yakni:

papantunan, jejemplangan, dedegungan, rarancangan, kakawen, dan panambih.

Objek cianjuran yang peneliti teliti wanda papantunan yakni cianjuran

Pangapungan. Wanda papantunan dan wanda jejemplangan adalah lagu-lagu

cianjuran yang isinya berupa ceritera-ceritera dalam pantun. Ciri-ciri wanda ini

adalah: (1) lagu-lagunya mempunyai gelenyu dan pirigen-nya mandiri; (2)

jatuhnya irigan lagu pada nada 2 dan 3 pada laras pelog; (3) syairnya berbentuk

puisi pantun (berjumlah 8 suku kata pada setiap barisnya dan murwakanti); (4)

berbentuk sisindiran dan pupuh; (5) lagu yang dibawakannya pndek-pendek

dengan suara dada; dan (6) pepantunnya agung.

Wanda dedegungan ciri yang tampak hanya dalam alunan lagunya saja.

Dedegungan banyak menggunakan senggol yang berasal dari lagu-lagu degung

klasik, liriknya berupa pupuh, kinanti, sinom, asmarandana.

Wanda rarancangan hanya di tampilkan dalam beberapa surupan, yaitu

dalam laras pelog, salendro, nyorog ( pelog nyorog)

Wanda kakawen atau dadalangan. Wanda tersebut merupakan tradisi

dalang wayang golek purwa dipriangan dalam melagukan kakawen. Lirik

(20)

3

Wanda panambih merupakan lagu-lagu yang segar sebagai penenang

sehabis melagukan mamaos. Panambih tidak lagi berupa lirik pantun maupun

pupuh melainkan berupa sisindiran atau puisi bebas.

Lagu-lagu dalam wanda papantunan di antaranya Papatat, Rajamantri,

Mupu Kembang, Randegan, Randegan Kendor, Kaleon, Manyeuseup, Balagenyat,

Layar Putri, Pangapungan, Rajah, Gelang Gading, Candrawulan, dsb. Sementara

dalam wanda jejemplangan di antaranya terdiri dari Jemplang Panganten,

Jemplang, Cidadap, Jemplang Leumpang, Jemplang Titi, Jemplang Pamirig, dsb.

Wanda dedegungan di antaranya Sinom Degung, Asmarandana Degung, Durma

Degung, Dangdanggula Degung, Rumangsang Degung, Panangis Degung dan

sebagainya. Wanda rarancangan di antaranya; Manangis, Bayubud, Sinom Polos,

Kentar Cisaat, Kentar Ajun, Sinom Liwung, Asmarandana Rancag, Setra, Satria,

Kulu-kulu Barat, Udan Mas, Udan Iris, Dangdanggula Pancaniti, Garutan,

Porbalinggo, Erang Barong dan sebagainya. Wanda kakawen di antaranya:

Sebrakan Sapuratina, Sebrakan Pelog, Toya Mijil, Kayu Agung, dan sebagainya.

Wanda panambih di antaranya: Budak Ceurik, Toropongan, Kulu-kulu Gandrung

Gunung, Renggong Gede, Panyileukan, Selabintana, Soropongan, dsb.

Peneliti akan mengangkat sebuah Tembang Sunda Cianjuran yang

berjudul Pangapungan (wanda papantunan) ke dalam pembahasan. Tembang

Cianjuran Pangapungan ini merupakan tembang Sunda Cianjuran yang

berwanda papantunan. Tembang Cianjuran Pangapungan dapat disebut tembang

Sunda Cianjuran karena tembang Sunda ini merupakan teks lisan yang di tuturkan

oleh seorang penembang yang berasal dari Cianjur yaitu Tjakradiparana. Pada

jamannya Tjakradiparana merupakan penembang atau juru pantun di tempat

Kabupaten (Kadaleman). Beliau mendapatkan teks/karya tersebut dari bupati

Cianjur yang menulis karya untuk ditembangkan olehnya, sebab pada saat itu

yang memulai menggali kesenian pantun adalah RAA. Kusumaningrat yang

terkenal dengan nama Dalem Pancaniti.

Menurut Dian Hendrayana (wawancara, 2013), wanda papantunan terdiri

dari 13 lagu yang salah satunya berjudul Pangapungan, yang diciptakan oleh

(21)

4

Kanjeng Pancaniti. Oleh karena itulah dia terkenal dengan nama Kangjeng

Pancaniti. Bahan mamaos berasal dari berbagai seni suara Sunda, seperti pantun,

beluk (mamaca), degung, serta tembang macapat Jawa, yaitu pupuh. Lagu-lagu

mamaos yang diambil dari vokal seni pantun dinamakan lagu pantun atau

papantunan, atau disebut pula lagu Pajajaran, diambil dari nama keraton Sunda

pada masa lampau. Pada masa awal penciptaannya, Cianjuran merupakan

revitalisasi dari seni Pantun. Kacapi dan teknik memainkannya masih jelas dari

seni Pantun. Begitu pula lagu-lagunya hampir semuanya dari sajian seni Pantun.

Rumpaka lagunya pun mengambil dari cerita Pantun Mundinglaya Dikusumah.

Tembang Cianjuran Pangpungan (wanda papantunan) ini merupakan penggalan

dari cerita pantun Mundinglaya Dikusumah pada saat terbang ke angkasa (dunia

langit) untuk mencari jimat lalayang salakadomas. Dalam teks Pangapungan ini,

RAA. Kusumaningrat secara detail menjelaskan cara Mundinglaya Dikusumah

terbang ke angkasa.

Pada zaman dulu tembang Sunda Cianjuran hanya didengarkan oleh para

Dalem atau pejabat daerah, jadi tidak semua masyarakat dapat mendengarkannya.

Kini tembang Sunda Cianjuran dapat didengarken oleh masyarakat luas.

Tembang Sunda Cianjuran masa kini selain dapat didengarkan oleh siapa saja,

kitapun dapat mendengar dan melihat tembang tersebut melalui telivisi, radio dan

kaset. Tetapi dengan kemajuan dibidang teknologi, Tembang Cianjuran sebagai

tradisi lisan tidak dapat terhindar dari persaingan dengan budaya luar (moderen)

yang lebih menarik dengan ditawarkan melalui kemeasan. Persaingan itu

mengAkibatkan tradisi lisan atau tembang cianjuran kurang diminati. Sekarang

sudah jarang yang ingin belajar Tembang Cianjuran, generasi sekarang

menganggap bahwa lagu-lagu tembang cianjuran sudah ketinggalan zaman, selain

itu ada anggapan bahwa tembang cianjuran hanya milik kaum menak.

Menurut Dadan (wawancara, 2012), seni tradisi mamaos cianjuran yang

berbentuk penggabungan bacaan kisah adiluhung dengan permainan kecapi mulai

berkembang di Cianjur pada 1834. Seni tradisi itu diwariskan oleh Dalem

Pancanitiatau RAA Kusumaningrat, Bupati Cianjur saat itu. Mamaos cianjuran

(22)

5

Masih banyak orang-orang yang menyebutkan tembang Cianjuran dengan nama

Pajajaran, karena isi dari tembana Cianjuran merupakan kisah dari kerajaan

Pajajaran.

Seni tradisi itu dulu dipentaskan saat pernikahan, pertemuan, atau rapat

warga yang dianggap sebagai momentum tepat untuk memberikan wejangan.

Ketika hiburan modern terus berkembang dalam berbagai bentuk, seni mamaos

cianjuran makin terpinggirkan. Belakangan ini seni mamaos cianjuran hampir

sulit ditemukan dalam acara-acara yang diadakan masyarakat Sunda-Cianjur.

Pasalnya, bait-bait dalam mamaos cianjuran umumnya tidak

terdokumentasikan dengan baik. Penggalan-penggalan wejangan hidup itu

disampaikan secara turun-temurun dalam bentuk lisan, dan itu berarti hanya

mengandalkan daya ingat para senimannya (Natamihardja, Deni Rusyandi.

2011:7).

Penelitian terhadap tembang Cianjuran telah banyak dilakukan, yaitu

sebagai berikut:

Pertama, A Tjitjah Apung (1996) menulis Rumpaka Lagu-lagu Tembang

Sunda Wanda Papantunan, Jejemplangan, Dedegungan, Rarancangan,

Panambih. Penelitian ini hanya sebatas mengumpulkan lagu-lagu tembang sunda

cianjuran.

Kedua, Elis Rosliani (1998) berupa skripsi tentang Teknik vokal A. Tjitjah

dalam Tembang Sunda Cianjuran. Penelitian ini menitikberatkan pada

pengolahan vokal.

Ketiga, Rina Sarinah (1994) berupa skripsi menulis Teknik Penyuaraan

Tembang Sunda Cianjuran Wanda Papantunan dan Jejemplangan Bakar

Abubakar. Penelitian ini menitikberatkan pada teknik penyuaraan tembang pada

wanda papantunan dan jejempalangan yang diajarkan Bakang Abubakar.

Keempat, Enip Sukanda (1983) Menulis Tembang Sunda Cianjuran

Sekitar Pembentukan dan Perkembangannya. Penelitian ini fokus pada

perkembangan dan penciptaan tembang cianjuran dari masa Dalem

(23)

6

Kelima, Rina Sarinah (1999) Menulis Lagu-lagu Tembang Sunda

Cianjuran (Suatu Dokumentasi). Penelitian terfokus pada aturan menembangkan

tembang cianjuran.

Keenam, W. Van Zanten (1987) berupa disertasi menulis Tembang Sunda:

An Ethnomusicological Study of The Cianjuran Music is West Java. Penelitian ini

terfokus pada musik tembang cianjuran sebagai ciri budaya sunda dengan melihat

irama, metode dan melodi dengan teori etnomusikologi. Dalam penelitiannya Van

Zanten membahas beberapa aspek umum Sunda estetika. Lebih khusus lagi,

beliau membahas prinsip-prinsip estetik genre vokal yang dikenal sebagai

tembang Sunda cianjuran (kompetisi), yang merupakan jenis musik kamar.

Penyanyi disertai dengan lebar kecapi dan seruling bambu, dan kadang-kadang

sitar sedikit lebih bernada tinggi. Dalam lagu-lagu yang berdasarkan sistem tonal

yang disebut salendro, dua senar biola menggantikan seruling bambu. Elit

menganggap jenis tembang Sunda sebagai 'business card' musik Sunda.

Ketujuh, Cecep Saeful Gunawan (1998) berupa skripsi menulis proses

morfologis kata kerja dalan Rumpaka Lagu-lagu Tembang cianjuran Wanda

Kakawen. Penelitian tersebut meninjau ciri-ciri kata keja, kata kerja dasar, kata

kerja turunan, dan morfofonemik dari tembang Cianjuaran wanda kakawen.

Kedelapan, Neni Marliah (2003) berupa skripsi menulis Nilai-nilai Islam

dalam Seni Tembang cianjuran. Penelitian terfokus pada tema dan pesan yang

terkandung dalam tembang dan proses penciptaan tembang.

Terakhir, Siti Rohilah (2005) berupa skripsi menulis Tembang cianjuran

Wanda Papantunan: Struktur, Konteks Pertunjukan, Proses Penciptaan dan

Fungsi. Penelitian terfokus pada struktur, konteks pertunjukan, proses penciptaan

dan fungsi dari tembag cianjuran wanda papantunan.

Penelitian-penelitian tersebut di atas berbeda dengan penelitian yang akan

dilakukan. Namun, ada satu pembahasan yang hampir sama yaitu penelitian pada

Siti Rohilah. Penelitian yang menganalisis teks tembang cianjuran dengan teori

formula (Pendekatan Lord) sebagai ciri sastra lisan. Perbedaan penelitian antara

peneliti dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Siti Rohilah adalah pada

(24)

7

meneliti dengan detail judul dari wanda papantunan, sedangkan yang diteliti Siti

Rohilah hanya disebutkan wandanya saja. Dalam konteks pertunjukan peneliti

meneliti dengan dalam petunjukan dalam acara mamaos yang dilakukan secara

rutinitas kelompok atau komunitas yang berada di LKC (Lembaga Kebudayaan

Cianjur), sedangkan Siti Rohilah meneliti dengan konteks pertunjukan dalam

acara wejengan. Selain itu, peneliti pun menganalisis dari segi makna. Sedangkan

penelitian yang dilakukan Siti Rhohilah tidak menganalisis segi makna.

Berdasarkan pemikiran di atas perlu kiranya diadakan penelitian terhadap

tembang cianjuran dengan menggunakan Pendekatan Lord atau teori formula,

menganalisis struktur teks tembang cianjuran sebagai ciri sastra lisan.

Keformulaikan bahasa sebagai ciri sastra lisan (Teeuw, 1994: 3).

Dalam penelitian ini peneliti akan mengkaji suatu sastra lisan dengan

pendekatan Lord atau teori formula. Penelitian dengan menggunakan pendekatan

Lord atau formula, agar peneliti dapat menganalisis teks Cianjuran tersebut

dengan fomulaik untuk mengetahui isi atau kandungan teks. Selain itu peneliti

dapat menganalisis struktur teks tembang cianjuran sebagai ciri sastra lisan.

Dalam penelitian ini peneliti memilih jenis sastra lisan Tembang

Cianjuran. Pemilihan tersebut didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut:

1. Tembang Cianjuran termasuk sastra lisan yang berbentuk puisi terikat,

jadi perlu dikaji berdasarkan strutur teks (pendekatan Lord).

2. Proses penciptaan adalah hal yang penting karena setiap lirik lagu yang

diciptakan menghasilkan makna atau ciptaan dan gubahan baru.

3. Banyak yang melakukan penelitian terhadap sastra lisan. Penelitian

terhadap Tembang Cianjuran yang telah dipaparkan di atas hanya satu

peneliti yang memperhatikan aspek kelisanan teks.

4. Selain berdasarkan teori, adapun hal yang menarik yaitu ketidaktarikan

masyarakat terhadap Tembang Cianjuran dan bersifat “kedaleman”.

5. Wanda papantunan merupakan lagu-lagu Tembang Cianjuran yang

(25)

8

1.2 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka pembahasan penelitian ini perlu

membuat batasan masalah. Penelitian ini akan membahas tentang menganaliasis

struktur, konteks penuturan, proses penciptaan, fungsi, dan makna.

Adapun cakupan dari pembahasan penelitian yang akan saya kaji yaitu:

1. Lokasi penelitian berada di Lembaga Kebudayaan Cianjur

2. Tembang Cianjuran yang akan diteliti adalah Tembang Cianjuran

Pangapungan (wanda papantunan)

3. Peneliti menganalisis dari 5 aspek dalam lirik/konteks lagu Cianjuran

Pangapungan (wanda papantunan) yakni struktur, proses Penciptaan,

konteks Penuturan, fungsi dan Makna.

4. Ada hal yang menarik yaitu ketidaktertarikan masyarakat terhadap

Tembang Cianjuran karena bersifat “menak” atau “Kedaleman”.

1.3 Perumusan Masalah

Sehubungan dengan latar belakang yang dikemukakan, peneliti

menemukan beberapa masalah yang terdapat pada teks jangjawokan tersebut.

Masalah yang akan disajikan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana struktur teks Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)?

2. Bagaimana proses penciptaan Tembang Cianjuran Pangapungan

(wanda papantunan)?

3. Bagaimana konteks pertunjukan yang terdapat dalam lirik atau teks

Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)?

4. Apa fungsi dari Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda

papantunan)?

5. Apa makna dari Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda

papantunan)?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan

(26)

9

penelitian yang bertujuan untuk mengetahui:

1. Struktur teks Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)

2. Proses penciptaan Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)

3. Konteks pertunjukan yang terdapat dalam lirik atau teks Tembang

Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)

4. Fungsi dari Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan).

5. Makna dari Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan).

1.4.2 Manfaat

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan sesuatu yang

bermanfaat. Beberapa manfaat itu antara lain:

1.4.2.1 Manfaat Secara Teoritis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam penelitian

mengenai sastra lisan khususnya Cianjuran. Selain itu, penelitian ini berguna

untuk pendokumentasian jenis Cianjuran. Bahan apresiasi dasar penciptaan dan

sebagai sumbangan terhadap ilmu sastra.

1.4.2.2 Manfaat Secara Praktis

Sehubungan dengan itu, peneliti merasa perlu mengadakan penelitian

mengenai folklor nyanyian rakyat (folksong) yang berasal dari Cianjur yaitu

Cianjuran. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran atau deskripsi

ragam budaya atau tradisi lisan disetiap daerah tertentu, dan memberikan

wawasan kepada setiap pembaca agar tergugah untuk melestarikan Cianjuran itu,

sebelum kebudayaan kita ini dibajak oleh orang asing. Selain itu, peneliti

berupaya melestarikan tradsi lisan yang kini mulai terkikis keberadannya.

1.5 Definisi Operasional

1.5.1 Tembang Cianjuran Pangapungan Wanda Papantunan

Tembang Cianjuran Wanda Papantunan adalah salah satu wanda (jenis)

dari Tembang Cianjuran yang beberbentuk atas 8 sampai 12 larik yang

masing-masing larik memiliki 8 suku kata dan bersifat purwakanti.

(27)

10

Cianjuran yang akan dianalisis merupakan teks Cianjuran yang biasa

dilantunkan untuk acara hajatan atau bisa juga untuk syukuran seperti pernikahan,

khitanan dan lain-lain. Dalam konteks Cianjuran mempunyai struktur unsur-unsur

pembentuk yakni, formula sintaksis, formula bunyi, majas, tema dan isotopi. Dari

setiap unsur saling berhubungan dengan satu sama lain dalam bentuk satu

kesatuan teks. Pada pembentukan kalimat dalam tiap-tiap teks Cianjuran

Pangapungan (wanda papantuan) ada beberapa larik teks yang terdiri satu frasa.

Sedangkan jumlah suku kata banyak menggunakan 8 suku kata.

1.5.3 Fungsi

Fungsi merupakan pengungkapan perasaan masyarakat pemilik Tembang

Cianjuran Pangapungan Wanda Papantunan. Sedangkan, nilai yang terkandung

di dalamnya tidak hanya sekedar estetika semata, tetapi juga kerjasama dan

kreativitas. Nilai kerjasama tercermin dalam suatu pementasan. Dalam hal ini jika

penembang laki-laki beristirahat, maka penembang perempuan tampil

mengisinya. Dengan demikian, suasana tidak vakum tetapi berkesinambungan.

Nilai kreativitas tidak hanya tercermin dari keterampilan para pemainnya dalam

sisindiran, tetapi juga dalam pengadopsian jenis-jenis kesenian lain (degung)

tanpa menghilangkan rohnya (jatidiri kesenian mamaos cianjuran). Selain itu,

fungsi Cianjuran di sini dapat dianalogikan sebagai alat pengesah kebuyaan.

1.5.4 Konteks Pertunjukan

Konteks pertunjukan adalah bagaimana sikap masyarakat dan penembang

terhadap Tembang Cianjuran pada saat pertunjukan berlangsung.

Dalam konteks pertunjukan Cianjuran terdiri atas penutur, setting, dan

waktu. Setting yang digunakan oleh penutur biasanya dalam suatu pementasan,

baik dalam rangka memeriahkan suatu helatan (khajatan) maupun hari-hari besar

nasional (17 Agustusan), diawali dengan gending bubuka (pembukaan) yang

berupa karawitan gending kacapi dan suling dalam bentuk intrumental.

Kemudian, diteruskan dengan pasieup kacapi dan gelenyu atau narangtang yang

(28)

11

barulah pelantunan lagu wanda papantuan yang dilakukan oleh wanita.

Pementasan diakhiri dengan gending penutup yang berupa kacapi suling.

1.5.5 Proses penciptaan

Proses penciptaan merupakan proses kreatif untuk menciptakan Tembang

Cianjuran Wanda Papantunan berdasarkan struktur teks Tembang Cianjuran

wanda Papantunan tersebut.

1.5.6 Makna

Makna adalah arti atau isi dari teks Tembang Cianjuran Pangapungan

(Wanda Papantunan) tersebut. Dalam penelitian ini, tidak lengkap apabila kita

sebagai peneliti tidak mengetahui arti atau makna dari isi konteks Tembang

Cianjuran tersebut. Alangkah baiknya peneliti menganalisis makna disetiap bait

konteks Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) dari segi

(29)

25

BAB 3

METODE PENELITIAN

1.1

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif. Fokusnya adalah

penggambaran secara menyeluruh tentang bentuk, fungsi, dan makna ungkapan

larangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Bogdan dan Taylor (1975) dalam

Moleong (2002: 3) yang menyatakan ”metodologi kualitatif” sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan kata lain, penelitian ini

disebut penelitian kualitatif karena merupakan penelitian yang tidak mengadakan

perhitungan.

Penelitian kualitatif harus mempertimbangkan metodologi kualitatif itu

sendiri. Metodologi kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data

deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa (Djajasudarma,

2006: 11). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendekatan kualitatif yang

menggunakan data lisan suatu bahasa memerlukan informan. Pendekatan yang

melibatkan masyarakat bahasa ini diarahkan pada latar dan individu yang

bersangkutan secara holistik sebagai bagian dari satu kesatuan yang utuh. Oleh

karena itu, dalam penelitian bahasa jumlah informan tidak ditentukan jumlahnya.

Dengan kata lain, jumlah informannya ditentukan sesuai dengan keperluan

penelitian.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan. Data dikumpulakan dari

lapangan, yaitu dengan mendatangi informan. Penelitian ini mengkaji Tembang

Cianjuran berjudul Pangapungan Wanda Papantunan dengan lima permasalahan,

yaitu (1) struktur teks (2) proses penciptaan (3) konteks penuturan (4) fungsi, dan

(5) makna.

Penelitian ini akan dikumpulan dengan wawancara dan pengamatan.

Wawancara yang digunakan adalah tidak terstruktur tetapi berfokus, digunakan

(30)

26

tembang cianjuran. Pengamatan digunakan untuk melihat bagaimana sikap

penembang dan pendengar pada saat menembangkan cianjuran. Kedua metode

tersbut akan saling melengkapi, data yang tidak didapatkan dari pengamatan akan

dilengkapi dengan wawancara.

Kedua metode di atas akan dibantu dengan teknik perekaman (tape

recorder) dan pencatatan. Hasil rekaman (sebanyak dua cd) akan dipisahkan

terlebih dahulu mana yang merupakan bentuk wawancara dan bentuk tembang,

dan hasil rekaman tersebut digunakan untuk menguji keabhasan data. Teks

tembang direkam dan dicatat kemudian ditranskripsikan dan diterjemahkan

(transliterasi) ke dalam bahasa Indonesia dengan tidak mengubah atau

menghilangkan aslinya.

Metode lain yang digunakan dalam pengumpulan data adalah studi

pustaka. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data yang tidak terdapat pada

wawancara dan pengamatan. Dengan cara mengumpulkan buku sumber yang

berkenaan dengan data yang akan diteliti.

Data yang dikumpulkan akan dianalisis dengan menggunakan metode

pendekatan Lord, yaitu dengan langakah sebagai berikut:

Pertama, menganalisis struktur teks. Analisis difokuskan pada komposisi

teks Tembang Cianjuran Pangapungan Wanda Papantunan, yaitu bentuk, formula

bunyi, formula irama, gaya bahasa dan tema. Komposisi tersebut akan

memperlihatkan teks Tembang Cianjuran Pangapungan Wanda Papantunan

sebagai ciri sastra lisan.

Kedua, menganalisis konteks pertunjukan atau penuturan. Analisis

difokuskan pada penembang, pendengar, musik, setting, dan interaksi penembang

dan pendengar. Dari analisis tersebut akan dilihat perannya dalam menentukan

makna penyajian tembang.

Ketiga, menganalisis proses penciptaan. Analisis difokuskan pada

teks-teks atau variasi yang dihubungkan dengan konsep formula dan pendapat

penembang.

Keempat, menganalisis fungsi. Analisis difokuskan pada hubungan antara

(31)

27

Kelima, menganalisis makana. Analisis difokuskan kepada informan

setempat yang tahu arti atau makna dari teks Tembang Cianjuran Pangapungan

Wanda Papantunan.

1.2

Instrumen Penelitian

Penelitian yang dilakukan memiliki beberapa instrumen penelitian.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah observasi dan wawancara.

Observasi dilakukan untuk mencari jadwal pertunjukan cianjuran yang akan

dilaksanakan dengan bertanya ke semua pihak yang terlibat atau mengetahui

tentang cianjran tersebut. Sedangkan wawancara berupa instrument berisi daftar

pertanyaan terhadap masyarakat setempat dan informan terpilih yang di dalamnya

terlibat pada konteks pertunjukan cianjuran.

Dalam penelitian lapangan, selain merekam dan observasi peneliti wajib

mencatat semua yang perlu dicatat untuk memudahkan peneliti memasukan data

mengenai Cianjuran. Adapun catatan lapangan yang harus diperhatikan yaitu; (1)

rekaman (tanggal rekaman, tempat rekaman, keaslian rekaman, dan perekam); (2)

informan (hal-hal yang berkaitan dengan identitas informan); (3) masyarakat

setempat (tanggapan mengenai cianjuran di daerah tempat perekaman) dan (4)

bahan (genre, konteks penuturan, proses penciptaan dan fungsi).

1.3

Prosedur Penelitian

1.3.1 Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

observasi dan wawancara. Peneliti melakukan Observasi langsung ke Lembaga

Kebuyaan Cianjur (LKC) yang berada tepat di Jl. Surso No.46a untuk merekam

sekaligus wawancara mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian

mengenai Tembang Cianjuran. Sebelum ke tahap perekaman pertunjukan

Tembang Cianjuran, peneliti mewawancara salah seorang informan untuk

mengetahui lebih dalam tentang mamaos cianjuran. Selain mengetahui seluk

(32)

28

pertunjukan yang biasa dilaksanakan. Adapun tahap-tahap langkah kerja yang

dilakukan peneliti selama penelitian:  Pemilihan Narasumber

Dalam pemilihan narasumber peneliti lebih memprioritaskan kepada

informan untuk mengetahui lebih detail mengenai Tembang Cianjuran. Informan

yang dipilih merupakan pelestari dan pelopor Tembang Cianjuran yang

mengetahui seluk-beluk cianjuran dari awal perkembangan zaman Dalem

Pancanitihingga saat ini. Selain mewawancara narasumber, peneliti mewawancara

banyak pihak yang terlibat dalam pertunjukan Tembang Cianjuran.

Perekaman

Perekaman dalam sastra lisan dilakukan dengan dua cara yakni perekaman

dalam konteks asli (natural)/ pendekatan etnography. Kedua perekaman dalam

konteks tak asli yakni perekaman yang sengaja diadakan (hutomo; 1991: 77).

Perekaman yang dilakukan peneliti yaitu dengan cara perekaman dalam knteks

asli (natural). Hal ini dikarenakan karena sifat penelitian ini bersifat konteks

pertunjukan yang dituntut untuk merekam dengan seasli mungkin untuk

mengetahui konteks pertunjukan.

3.3.2 Teknik pengolahan data

Pengolahan data penelitian ini dilakukan dengan beberpa tahapan antara

lain: transkripsi, transliterasi, dan analisis data.

Transkripsi menurut KBBI (2008: 1729), pengalihan tuturan (yang

berwujud bunyi) ke dalam bentuk tulisan; penelitian kata atau kalimat atau teks

berdasarkan lambang-lambang bunyi. Transkripsi dalam penelitian ini dilakukan

untuk memudahkan peneliti dalam menganalisis data selain itu sebagai acuan

dalam penelitian. Transkripsi tidak hanya berupa tuturan dari penutur saja tetapi

juga berisi keterangan tindakan yang dilakukan oleh penutur sehingga dapat

menggambarkan situasi saat perekaman itu terjadi. Transkripsi dalam penelitian

ini untuk memudahkan peneliti dalam mengidentifikasikan objek berdasarkan data

(33)

29

Transliterasi dilakukan untuk menyalin dari suatu bahasa ke bahasa lain.

Hal ini untuk memudahkan peneliti ataupun pembaca memahami maksud dari

tuturan. Oleh karena itu, peneliti sebaiknya dapat memahami kedua bahasa

tersebut yakni bahasa asli dalam teks tuturan dan bahasa terjemahan lain.

Tuturan yang digunakan oleh informan maupun penembang yaitu bahasa

Sunda (Cianjur). Oleh karena itu peneliti menerjemahkan seluruh tuturan ke

dalam Bahasa Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk membantu orang lain yang

tidak memahami Bahasa Sunda dapat memahami isi teks dalam Bahasa

Indonesia.

Setelah melalui beberapa tahapan di atas, data kemudian dianalisis.

Penganalisisan dilakukan dengan beberapa tahapan yakni analisis struktur, Proses

Penciptaan, Konteks Pertunjukan, Fungsi, dan Makna.

3.3.3 Hasil Penelitan

Pada tahapan ini peneliti akan menyajikan hasil analisis dari data yang

diteliti, yakni Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) ditinjau

dari segi Struktur, Proses Penciptaan, Konteks Pertunjukan, Fungsi dan Makna.

1.4

Sumber Data

Dalam penelitian ini peneliti menganalisis satu buah judul Tembang

Cianjuran Wanda Papantunan yaitu Pangapungan. Kenapa peneliti hanya

mengambil satu judul karena dalam satu judul Pangapungan terdapat lima bait

dan 56 larik. Selain itu, dalam Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda

papantunan) merupakan data empirik yang dapat dianalisis dengan lima

pembahasan yaitu; struktur, proses penciptaan, konteks pertunjukan, fungsi dan

makna. Sekiranya cukup untuk dijadikan sebagai bahan penelitian dan

penganalisisan data untuk skripsi.

Data untuk penelitian ini diambil dari Lembaga Kebudayaan Cianjur Jl

Suroso NO.46A Kab. Cianjur. Tempat ini merupakan kumpulan para seniman

cianjuran khususnya Aki Dadan yang ditunjuk sebagai pelopor atau pelestari

(34)

30

Informan dalam penelitian ini ialah, penembang, tokoh kesenian, penikmat

tembang, tokoh masyarakat, pelestari cianjuran, dan aktif dalam membuat buku

tentang seni cianjuran. Data mengenai informan akan terlampir.

Penelitian dilakukan mulai Maret 2012 sampai Desember 2012. Selama

penelitian, peneliti hanya sekali melihat penampilan seni tembang cianjuran dalan

acara hajatan di kator daerah Cianjur. Selain itu, peneliti meminta kepada

(35)

31

Tembang Cianjuran

Pangapungan

(Wanda Papantunan)

a. Merupakan tradisi lisan yang di tembangkan b. Sebuah penciptaan puisi yang diambil dari kisah

Padjajaran

c. Merupakan Tembang yang diperuntukan untuk

kaum “menak” atau “Dalem Pancaniti”.

(36)

202

BAB 5

SIMPULAN

Dalam bab ini akan disajikan simpulan dari 5 permasalahan yang telah

dibahas dalam penelitian ini. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah

struktur teks, proses penciptaan, konteks pertunjukan, fungsi dan makna Tembang

Cianjuran Pangapungan .

5.1 Struktur Teks

Terdapat unsur-unsur pembentuk teks Tambang Cianjurab Pangapungan

yang meliputi: bentuk, formula sintaksis, formula bunyi, formula irama, gaya

bahasa dan tema. Keenam unsur itu saling berhubungan satu sama lain dalam

membentuk sebuah komposisi Tembang Cianjuran Pangapungan. Teks Tembang

Cianjuran yang berjudul Pangapungan (wanda papantunan) ini memiliki bentuk

puisi lisan/tradisional, karena jumlah kalimat dan suku katanya memiliki

keteraturan. Teks Tembang Cianjuran yang berjudul Pangapungan (wanda

papantunan) terdiri atas 37 kalimat dan 56 larik yang terangkum dalam 5 bait, 1

bait bubuka (pembukaan) 4 bait teks asli Pangapungan wanda papantunan dan

memiliki jumlah 8 suku kata pada setiap lariknya. Dalam teks tembang Cianjuran

Pangapungan dari setiap baitnya merupakan satu buah kalimat utuh. Bait 1, yang

merupakan pembukaan (bubuka) terdiri atas 4 kalimat dan 6 larik. Untuk bait

pertama, yang merupakan pembukaan terdiri atas 9 kalimat dan 12 larik. Bait ke

2, merupakan teks isi terdiri atas 9 kalimat dan 13 larik. Bait ke 3, merupakan

pengantar penutup terdiri atas 8 kalimat dan 13 larik. Bait ke 5, yang merupakan

bagian penutup terdiri atas 7 kalimat dan 12 larik.

Urutan kalimat yang membentuk Tembang Cianjuran Pangapungan

menggambarkan cara penyajian pikiran dan perasaan pencipta. Penyajian pikiran

tembang disinkronisasikan dengan isi tembang atau tema. Tema konflik pada

umumnya dimulai dengan permasalahan kemudian diikuti oleh penjelasan atau

(37)

203

biasanya diawali dengan pernyataan, kemudian diikuti penjelasan dan diakhiri

dengan simpulan.

Pembentukan struktur Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda

papantunan) selain berdasarkan bentuk juga didasrkan pada sebuah formula.

Formula dalam Tembang Cianjuran Pangapungan terdiri atas formula satu larik

formula satu klausa, formula satu frasa dan formula satu kata. Dari hasil analisis

formula sintaksis secara keseluruhan teks Tembang Cianjuran Pangapungan

(wanda papantunan) terdiri atas 37 kalimat dari 5 bait dan 56 larik. Pada teks

pangapungan tersebut terdiri atas beberapa jenis kalimat. Struktur teks

pangapungan didominasi oleh fungsi predikat, sedangkan subjek hampir semua

terlesapkan, karena umumnya sastra lisan lebih mengedepankan fungsi predikat

dibanding subjek, tidak mengherankan jika hampir keseluruhan fungsi subjek

dalam teks pangapungan terlesapkan, karena secara keseluruhan subjek dalam

Tembang Cianjuran mengacu pada Mundinglaya Di Kusumah yaitu merupakan

putera Pajajaran, meski tidak disebutkan secara langsung. Terlesapkannya fungsi

subjek disebabkan teks tembang merupakan bentuk sastra atau tuturan lisan yang

lebih mengedepankan predikat dibandingkan subjek, karena subjek dalam teks

tembang merupakan objek yang dituturkan yaitu Mundinglaya. Dominasi fungsi

predikat berpengaruh terhadap kategorinya yaitu verba (kata kerja) yang sekaligus

berperan sebagai perbuatan, dimana penutur lebih menekankan fungsi predikat

yang berkategori kata kerja (verba), sebagai perbuatan dan pekerjaan yang

dilakukan oleh Bangsawan yaitu Mundinglaya Di Kusumah saat melakukan

terbang ke langit ke tujuh untuk mencari jimat lalayang salakadomas.

Dalam formula bunyi lagu Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda

papantunan) terdapat: (1) rima yang berdasarkan bunyi meliputi rima mutlak dan

rima tak sempurna; (2) rima yang berdasarkan letak atau posisi katanya meliputi

rima awal dan rima akhir. Rima adalah unsur keindahan pada teks pangapungan.

Rima merupakan paduan antara kalimat yang indah pada teks pangapungan.

Letak kata atau bunyi yang membentuk rima adalah berkisar pada kata pertama

(38)

204

Aliterasi pada teks pangapungan terbentuk dari bunyi-bunyi /y/ /r/ /m/ /t/

/b/, /g/, /ng/, /w/, dan /d/ yang menimbulkan efek pengucapan yang terasa agak

berat seperti ada hentakan dan dengungan. Bunyi-bunyi itu berkombinasi dengan

huruf vokal yang berat juga yaitu /a/ /u/ dan /o/. Sebagian bunyi-bunyi berat itu

ada yang berkombinasi dengan vokal /e/ dan /i/ yang terasa ringan sehingga

terdengarnya terasa agak ringan. Bunyi-bunyi yang berat menggambarkan suasana

yang keras.

Asonansi pada teks pangapungan terjadi pengulangan vokal /a/, /i /u/ /e/,

/eu/, /o/, yang terasa berat dan ada yang ringan, namun yang paling mendominasi

adalah pelafaan berat. Banyaknya pengulangan bunyi-bunyi ini merupakan suatu

pelafalan sebuah teks terhadap penggambanran seorang bangsawan yang

melakukan terbang ke langit, pencipta dengan detail memberikan intonasi yang

indah dan bagus terhadap gambaran Mundinglaya Di Kusumah semasa terbang.

Selain banyak terjadi pengulangan bunyi vokal tersebut juga banyak ditemukan

paduan vokal dengan bunyi konsonan bersuara berat seperti /y/ /r/ /m/ /t/ /b/, /g/,

/ng/, /w/, dan /d/ yang menimbulkan efek pengucapan yang terasa agak berat

seperti ada hentakan dan dengungan.

Irama dalam Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)

termasuk irama suara merdika (bebas), yaitu suara berada pada nada 2 dan

rendah. Bila tembang dilantunkan oleh penembang suasana yang khidmat dan

sedih akan terasa oleh pencipta dan penembang, karena semua suku kata pada teks

pangapngan mendapat tekanan suara dan dengan tempo yang lambat maka

audiens pun akan merasakan hal yang sama dengan penembang. Pada teks

pangapungan terdapat konsep irama (metrum), karena terdapat distribusi suku

kata yang tetap. Letak suku kata yang ditekan pada teks pangapungan sangat

berarturan.

Gaya bahasa dalam teks pangapungan antara lain dibentuk oleh diksi dan

majas. Kata-kata pada teks pangapungan pada umumnya bermakna konotasi.

Dominannya kata-kata yang bermakna konotasi, karena teks pangapungan

(39)

205

pada teks pangapungan merupakan hubungan antara manusia dengan makhluk

lain.

Kecendrungan pengguna kata yang bersifat konotataif didukung pula oleh

majas. Penggunaan majas dalam teks pangapungan sangat menonjol. Bahasa teks

pangapungan yang ditulis oleh pencipta yang dilebih-lebihkan dan banyak pula

yang mengandung khiasan. Majas yang digunakan dalam teks pangapungan

adalah majas metafora dan majas hiperboala. Majas dapat menambah unsur

keindahan pada teks pangapungan.

Secara garis besar tema pada teks pangapungan terbagi menjadi 3 motif

yakni; pengabdian kepada kerajaan dan orang tua, aktivitas seorang Bangsawan

yang pemberani dan tujuan Cianjuran Pangapungan yaitu untuk memberi pesan

melalui puisi/tembang. Dalam motif bersama tersebut membentuk sebuah tema

yaitu Pangapungan adalah fragmen dari sebuah cerita pantun/Pajajaran. Teks

pangapungan diambil dari kisah Mundinglaya Di Kusumah yang sedang

melakukan terbang ke langit ke tujuh untuk mencari jimat lalayang salaka domas

atas titah ibu dan ayahnya yang tak ayal adalah Permaisuri dan Raja Pajajaran.

5.2 Proses Penciptaan

Pada proses pewarisan Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda

Papantunan), terbagi menjadi dua klasifikasi, pertama pewarisan secara vertikal

yaitu pewarisan yang merupakan proses turun temurun atau dari guru ke murid

dan yang ke dua, pewarisan secara horizontal yaitu pewarisan yang dilakukan

dengan kebersamaan atau kekeluargaan dengan cara berdiskusi.

Proses penciptaan Tembang Cianjuran dilakukan di luar pertunjukan.

Proses Tembang Cianjuran diciptakan melalui proses spiritual, yaitu meditasi

bermunajat kepada Allah. Proses spritual tersebut dilakukan untuk membersihkan

atau mensucikan diri, karena dalam menciptakan tembang jasmani ataupun rohani

harus bersih dan pikiran pun tenang. Hal tersebut telah dilakukan sejak jaman

Dalem Pancaniti. Dalam menciptakan suatu lirik Tembang Cianjuran para

sesespuh atau Dalem Pancanitiselalu melakukan proses spiritual, yaitu puasa, dan

(40)

206

semoga apa yang diminta dikabulkan semua permohonannya. Meditasi tersebut

dilakukan selama beberapa hari, setelah selesai meditasi Dalem

Pancanitimemanggil para seniman untuk mengolah tembang, bagaimana aturan

atau nada-nada musik yang dihasikan enak untuk didengar dan nada pun

disesuaikan dengan lirik tembang yang telah dibuat secara lisan oleh Dalem

Pancaniti. Dalam menciptakan tembang jenis papantunan Dalem Pancaniti

mengambil dari cerita pantun atau cerita Pajajaran.

Penciptaan Tembang Cianjuran tidak saja menggunakan pola pupuh,

melainkan juga menggunakan formula atau formulaik. Meski pada keyataanya

para seniman dalam menciptakan tembang yang diperhatikan adalah pola pupuh.

Penguasaan formula atau formulaik dan pola pupuh akan menentukan ketepatan

dalam penciptaan tembang. Pada waktu penciptaan, formula atau formulaik dan

pola pupuh sudah melekat untuk disingkronisasikan dalam benak pencipta

tembang cianjuran, sehingga dalam proses penciptaan kata-kata akan keluar

sesuai dengan pola pupuh dan formulaik.

5.3 Konteks Pertunjukan

Konteks pertunjukan terbagi menjadi dua yaitu; (1) konteks situasi yang

terdiri dari; waktu, tujuan, peralatan/media dan teknik pertunjukan. (2) konteks

budaya yang meliputi; lokasi, penutur dan audiens, latar sosial budaya dan kondisi

sosial ekonomi.

Dalam konteks situasi Tembang Cianjuran waktu yang digunakan yaitu

pada petang hari (sesudah maghrib). Tujuan dalam pertunjukan teks Tembang

Cianjuran Pangapungan dengan jenis wanda Papantunan ini dalam segi makna

adalah sebagai alat pemberi pesan kepada manusia tentang masa hidupnya yang

mengambil contoh dari para bangsawan masa lampau. Peralatan yang digunakan

adalah kecapi rincik, kecapi indung dan suling. Dalam teknik pertunjukan orang

yang memainkan alat musik disebut juru pirig dan Pamirig. Sebelum masuk pada

tembang juru pirig melakukan instrumen terlebih dahulu. Instrumen itu dilakukan

sebagai pemanasan dan menyesuaikan suara musik dengan vokal penembang.

(41)

207

Dalam konteks budaya lokasi yang digunakan adalah di LKC (Lembaga

Kebudayaan Cianjur) tempatnya seniman Sunda berkumpul. Pendengar yang

hadir pada acara mamaos hanya beberapa segelintir orang yang masih ikut serta

membudidayakan Tembang Cianjuran. Mereka kebanyakan orang-orang

pengagum seni dan sesepuh yang peduli ingin terus melestarikan kebudayaan

Cianjuran. Dalam sebuah pertunjukan Tembang Cianjuran tidak ada reaksi dari

pendengar. Pendengar bereaksi atau melontarkan komentarnya (dalam acara

kalagenan) setelah penembang selesai menembang. Pada saat penembang

menembangkan tembang suasana begitu khidmat dan hening, semua pendengar

atau audiens mendengar dan menghayati dengan seksama teks dan musik

Temabang Cianjuran tersebut. Semua audiens mendengarkan Tembang Cianjuran

dengan suasana hening dan khidmat, tidak ada satupun orang/audiens yang

mengobrol atao berceloteh satu katapun. Latar sosial budaya peneliti mengambil

dari Koentjaraningrat (1981), ada tujuh aspek kebudayaan yang bisa didapatkan

pada semua masyarakat di dunia, (1) Sistem peralatan dan perelengkapan hidup,

(2) sistem mata pencaharian hidup, (3) sistem kemasyarakatn, (4) Bahasa, (5)

Kesenian, (6) Sistem pengetahuan, (7) Sistem religi. Pada kondisi sosial ekonomi,

Masyarakat Cianjur Kota khususnya kelurahan Solok Pandan sebagian besar

menggantungkan hidupnya pada alam. Oleh karena itu, sebagian besar

masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani. Mata pencaharian lain

masyarakat Cianjur Kota adalah buruh, pedagang, PNS, wirausaha.

Berdasar pada fakta tersebut, sebagian besar masyarakat di Cianjur Kota

termasuk dalam golongan menegah ke bawah. Hal ini disebabkan oleh tidak

menentunya penghasilan yang mereka terima (tergantung hasil panen sawah).

Kondisi masyarakat khususnya yang menjadi petani ataupun buruh tani semakin

sulit saat musim kemarau datang. Pada saat itu sawah-sawah sulit untuk diolah

karena sebagian besar sawah di Solok Pandan merupakan jenis sawah tadah hujan

Referensi

Dokumen terkait