• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBELAJARAN INQUIRY LESSON TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP ILMIAH SISWA SMP PADA MATERI FOTOSINTESIS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PEMBELAJARAN INQUIRY LESSON TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP ILMIAH SISWA SMP PADA MATERI FOTOSINTESIS."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBELAJARAN INQUIRY LESSON TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP ILMIAH

SISWA SMP PADA MATERI FOTOSINTESIS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh

Adah Herdiani 0907360

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

▸ Baca selengkapnya: tujuan pembelajaran literasi dan steam

(2)

PENGARUH PEMBELAJARAN INQUIRY LESSON TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP ILMIAH

SISWA SMP PADA MATERI FOTOSINTESIS

Oleh Adah Herdiani

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan MatematikadanIlmuPengetahuanAlam

© Adah Herdiani 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

ADAH HERDIANI

PENGARUH PEMBELAJARAN INQUIRY LESSON TERHADAP

PENINGKATAN KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP ILMIAH

SISWA SMP PADA MATERI FOTOSINTESIS

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH

PEMBIMBING :

Pembimbing I

Dr. Hj. Sri Anggraeni, M.Si. NIP. 19580126 198703 2 001

Pembimbing II

Kusnadi, S.Pd., M.Si. NIP. 19680509 199403 1 001

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI

(4)

ABSTRAK

Literasi sains merupakan hal yang penting bagi siswa dalam memahami berbagai aspek kehidupan. Namun, tingkat literasi sains siswa di Indonesia masih rendah. Maka dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran inquiry lesson terhadap peningkatan kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah siswa SMP pada materi fotosintesis. Penelitian dilakukan terhadap siswa SMP Kelas VIII di salah satu SMP Negeri di Kota Bandung. Populasi dan sampel penelitian ditentukan secara purposive. Desain penelitian yang digunakan adalah Nonrandomized Control Group, Pretest-Posttest Design. Data dianalisis dengan statistik deskriptif dan Uji t-test serta Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan nilai Sig.=0.0001<α=0.05, yang berarti terdapat perbedaan signifikan kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran inquiry lesson dan pembelajaran konvensional. Perbedaan peningkatan kemampuan literasi sains kelas eksperimen berdasarkan nilai N-gain adalah sedang (0.58), sedangkan kelas kontrol adalah rendah (0.28). Perbedaan peningkatan sikap ilmiah siswa dilihat berdasarkan nilai N-gain, adalah sedang untuk kelas eksperimen (0.37), dan rendah untuk kelas kontrol (0.12). Capaian kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah siswa kelas eksperimen pada setiap indikator lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Oleh sebab itu, disarankan pada pembelajaran biologi lebih banyak digunakan pembelajaran

inquiry lesson agar dapat meningkatkan literasi sains dan sikap ilmiah siswa.

(5)

ABSTRACT

Scientific literacy is important for students to understand the various aspescts of life. However, the level of scientific literacy of students in Indonesia is still low. Then, research conducted with the aims to determine the effect of inquiry lesson to increase scientific literacy and scientific attitudes for junior high school on photosynthesis material. This research conducted in one of school on grade VIII in Bandung. Population and sample determined by purposive. Design of this study is a Nonrandomized Control Group, Pretest-Posttest Design. Data was analyzed using descriptive statistics, t-test, and Mann-Whitney. The results showed

Sig.=0.0001<α=0.05, there are significant differences in scientific literacy and

scientific attitudes between students studying by using inquiry lesson and conventional learning. The differences increase scientific literacy in experimental based N-gain is medium (0.58), while the control is low (0.28). Differences in scientific attitudes of student seen by N-gain is medium for experiment (0.37), and low to control (0.12). Achievement of scientific literacy and scientific attitudes of students in the experimental class for each indicator is higher than control class. Therefore, advised to study biology more frequently used inquiry lesson in order to improve scientific literacy and scientific attitudes of students.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Asumsi Penelitian ... 6

G. Hipotesis Penelitian ... 7

BAB II PENGARUH PEMBELAJARAN INQUIRY LESSON TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP ILMIAH SISWA SMP PADA MATERI FOTOSINTESIS A. Literasi Sains ... 8

B. Evaluasi terhadap Literasi Sains ... 9

C. Sikap Ilmiah dan Evaluasi terhadap Sikap Ilmiah... 12

D. Pembelajaran Inkuiri ... 15

E. Pembelajaran dengan Menggunakan Model Inquiry Lesson ... 19

F. Hubungan Pembelajaran Inkuiri dengan Literasi Sains dan Sikap Ilmiah ... 21

G. Tinjauan Materi Fotosintesis ... 22

BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional ... 26

B. Metode Penelitian ... 27

C. Desain Penelitian ... 27

D. Populasi dan Sampel ... 28

E. Lokasi Penelitian ... 28

F. Teknik Pengambilan Data ... 28

G. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya ... 29

H. Pengolahan Data ... 36

I. Prosedur Penelitian ... 39

(7)

Halaman

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 42

B. Pembahasan ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 71

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Kompetensi Ilmiah PISA 2006 ... 11

2.2 Aspek Sikap dalam PISA 2006 ... 13

2.3 Indikator Sikap pada PISA 2006 dan SAI II serta Irisan Keduanya ... 14

2.4 Hierarki Pembelajaran Berbasis Inquiry ... 16

2.5 Keterampilan Proses pada Tiap Tingkatan Inquiry... 18

2.6 Indikator Inquiry yang Termasuk ke dalam Indikator Literasi Sains ... 22

2.7 Deskripsi Materi Fotosintesis ... 23

2.8 Karakteristik Materi Fotosintesis ... 23

3.1 Desain Penelitian ... 27

3.2 Kisi-kisi Instrumen Penilaian Literasi Sains ... 29

3.3 Kisi-kisi Kuesioner Sikap Ilmiah ... 30

3.4 Kriteria Validitas Soal ... 32

3.5 Kriteria Reliabilitas Soal ... 32

3.6 Kriteria Daya Pembeda Soal ... 33

3.7 Kriteria Tingkat Kesukaran Soal ... 33

3.8 Rekapitulasi Analisis Butir Soal Literasi Sains ... 34

3.9 Rekapitulasi Analisis Butir Soal Kuesioner Sikap Ilmiah ... 35

3.10 Kriteria Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran ... 36

3.11 Kriteria N-Gain ... 38

3.12 Cara Pemberian Skor Kuesioner Sikap Ilmiah ... 38

4.1 Spesifikasi Keterlaksanaan tiap Sintaks pada Pembelajaran Inquiry Lesson ... 43

4.2 Rekapitulasi Uji Statistik Pretest Kemampuan Literasi Sains Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 45

4.3 Rekapitulasi Uji Statistik Posttest Kemampuan Literasi Sains Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 46

4.4 Nilai N-gain Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 47

4.5 Rekapitulasi Uji Statistik Pretest Kemampuan Sikap Ilmiah Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 49

4.6 Nilai Posttest Sikap Ilmiah Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 51

4.7 Rekapitulasi Uji Statistik Nilai N-gain Sikap Ilmiah Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 51

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Kerangka Penilaian Sains PISA 2006 ... 10

2.2 Tahapan Model Pembelajaran Inkuiri ... 19

2.3 Persamaan Reaksi Kimia Fotosintesis ... 24

3.1 Alur Penelitian ... 41

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman A. PERANGKAT PEMBELAJARAN

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen ... 71

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 76

A.3 Lembar Kerja Siswa (LKS) Percobaan Fotosintesis ... 79

B. INSTRUMEN PENELITIAN B.1 Lembar Butir Soal Literasi Sains dan Kuesioner Sikap Ilmiah ... 84

B.2 Indikator Kemampuan Literasi Sains ... 94

B.3 Indikator Sikap Ilmiah ... 101

B.4 Lembar Observasi Sintaks Pembelajaran Inquiry Lesson ... 103

C. ANALISIS BUTIR SOAL C.1 Rekapitulasi Analisis Butir Soal Literasi Sains ... 104

C.2 Rekapitulasi Analisis Butir Soal Kuesioner Sikap Ilmiah ... 105

C.3 Analisis Uji Coba Soal Menggunakan ANATES ... 106

D. REKAPITULASI DATA PENELITIAN D.1 Rekapitulasi Data Penelitian Kemampuan Literasi Sains ... 119

D.2 Rekapitulasi Data Penelitian Kemampuan Sikap Ilmiah ... 125

D.3 Hasil Uji Statistik ... 131

E. LKS DAN LEMBAR OBSERVASI E.1 Hasil Lembar Kerja Siswa Percobaan Fotosintesis ... 136

E.2 Hasil Observasi Keterlaksanaan Sintaks Pembelajaran Inquiry Lesson ... 141

F. SURAT IZIN PENELITIAN F.1 Surat Izin Penelitian ... 144

F.2 Surat telah Melaksanakan Penelitian ... 145

F.3 Permohonan Izin SAI II ... 146

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Literasi sains merupakan salah satu ranah studi Programme for

Internasional Student Assessment (PISA). Pada periode-periode awal

penyelenggaraan, literasi sains belum menjadi fokus utama, yaitu pada PISA 2000

dan 2003. Namun, pada PISA 2006 literasi sains merupakan ranah utama studi

PISA (Ekohariadi, 2009). Dalam konteks PISA, literasi sains didefinisikan

sebagai kemampuan untuk menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi

pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka

memahami dan membuat keputusan berkenaan dengan alam serta perubahan yang

dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia (Firman, 2007). PISA

mengukur seberapa baik peserta didik usia 15 tahun atau mendekati akhir wajib

belajar yang telah dipersiapkan untuk menghadapi tantangan masyarakat modern

yang berbasis pengetahuan dan mendeskripsikan seberapa jauh siswa mampu

mengaplikasikan pengetahuan dalam konteks yang terkait kehidupannya. Literasi

sains saat ini dianggap sebagai hal yang penting, karena merupakan suatu

kompetensi dasar bagi siswa dalam memahami berbagai aspek dalam kehidupan.

Indonesia termasuk salah satu negara yang mengikuti PISA. Kemampuan

literasi sains siswa Indonesia pada tahun 2000 (tahun pertama diselenggarakan

PISA), berada di urutan ke-38 dari 41 negara peserta. Pada periode kedua (2003),

Indonesia tetap berada pada urutan ke-38 dari 40. Pada periode ketiga yaitu tahun

2006, Indonesia berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta. Hasil survei

terbaru yaitu pada tahun 2009, kemampuan literasi sains anak Indonesia berada di

peringkat ke-62 dari 65 negara peserta (Zuriyani, 2011).

Menurut Firman (2007), tingkat literasi sains peserta didik pada usia 15

tahun di Indonesia rendah. Rendahnya kemampuan literasi sains siswa tersebut

disebabkan oleh kurikulum, pembelajaran, dan asesmen IPA di Indonesia yang

mengedepankan dimensi konten dan melupakan dimensi konteks serta proses

(12)

2

rendahnya kualitas siswa Indonesia, terutama dalam memecahkan

masalah-masalah secara ilmiah dalam situasi nyata dan dalam memecahkan permasalah-masalahan

lingkungan. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Ekohariadi (2009: 37), tinggi rendahnya literasi/kemampuan sains siswa juga

dipengaruhi secara positif oleh sikap siswa terhadap sains.

Salah satu penyebab dari rendahnya skor literasi sains siswa Indonesia

adalah pada proses pembelajaran IPA di sekolah (Firman: 2007). Transfer

pengetahuan dari guru ke siswa sebagian besar disampaikan dengan

mendengarkan penjelasan ataupun ceramah mengenai suatu konsep yang bersifat

abstrak. Sehingga siswa sulit untuk memahami konsep tersebut. Padahal suatu

konsep dapat disajikan dengan metode lain, yaitu siswa dapat mengamati objek

secara langsung. Selain itu, ketika siswa dihadapkan pada objek secara langsung,

dalam prosesnya banyak kemampuan yang dapat muncul. Pengamatan objek

secara langsung dapat memberikan pengalaman yang berbeda terhadap siswa

dibandingkan dengan hanya mendengarkan penjelasan saja. Pengalaman

tersebutlah yang akan membentuk pengetahuan siswa.

Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar proses ilmiah, produk ilmiah, dan

sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai suatu prosedur. IPA sebagai

proses, diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan

tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. IPA sebagai produk,

diartikan sebagai hasil dari proses yaitu berupa pengetahuan. IPA sebagai

prosedur, diartikan sebagai suatu cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu

(Donosepoetro dalam Trianto, 2010).

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) erat kaitannya dengan cara mencari tahu

tentang alam secara sistematis. Sehingga IPA tidak hanya merupakan penguasaan

kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip

saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Badan Standar Nasional

Pendidikan, 2006). Pendidikan IPA diarahkan untuk berinkuiri sehingga dapat

membantu peserta didik dalam memperoleh pemahaman yang lebih mendalam

tentang alam sekitar. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri

(13)

dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting

kecakapan hidup. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di SMP menekankan pada

pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan

pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (BSNP, 2006).

Sikap ilmiah merupakan salah satu hasil yang paling penting dari

pembelajaran sains. Sebagian orang berpendapat bahwa sikap ilmiah sama

pentingnya dengan aspek pengetahuan. Untuk mengembangkan sikap ilmiah, guru

harus selalu memperhatikan adanya pertanyaan-pertanyaan dan semangat

penyelidikan, sehingga pembelajaran sains tidak hanya berupa penerimaan dogma

(Rani dan Rao, 2007).

Pada saat ini, pembelajaran IPA di sekolah lebih cenderung bersifat

teacher-centered, dimana guru mengajarkan IPA hanya sebagai suatu produk. Siswa

hanya menghafalkan konsep, teori, dan hukum. Selain itu, pembelajaran pun

hanya berorientasi pada tes/ujian. Sehingga, IPA sebagai proses, sikap, dan

aplikasi tidak dikuasai oleh siswa. Akibatnya, siswa hanya mempelajari IPA pada

domain kognitif terendah (Trianto, 2010). Padahal, perkembangan kognitif siswa

dilandasi oleh gerakan dan perbuatan (Semiawan, 1990). Guru sebagai pendidik

harus berperan menyiapkan kegiatan pembelajaran yang dapat mendorong siswa

untuk bertanya, mengamati, melakukan percobaan, dan menemukan fakta dan

konsep sendiri.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu diadakan perubahan pada cara

pembelajaran IPA di sekolah. Pembelajaran IPA yang semula hanya guru yang

aktif, dan siswa pasif menjadikan siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran.

Untuk membuat siswa aktif, maka sebaiknya pembelajaran IPA diajarkan dengan

cara inkuiri ataupun praktikum sesuai dengan yang tercantum dalam BSNP

(2006).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Humaira (2012), penerapan

discovery learning memberikan pengaruh pada sikap siswa dalam pembelajaran

guided inquiry, seperti rasa keingintahuan yang tinggi dan keaktifan siswa dalam

bertanya saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Hal tersebut juga

(14)

4

pembelajaran berbasis inkuiri dalam pembelajaran sains tidak efektif jika tidak

diimplementasikan secara keseluruhan dari tingkatan inkuiri. Oleh karena itu,

sebaiknya terlebih dahulu siswa terbiasa dengan pembelajaran yang bersifat

penemuan (discovery learning), interactive demonstration, dan inquiry lesson

(Wenning, 2012 dalam Humaira 2012).

Pada salah satu tingkatan inkuiri terdapat pembelajaran inquiry lesson.

Pembelajaran pada tingkatan ini, guru mulai menunjukkan proses ilmiah secara

eksplisit kepada siswa dengan menekankan pada penjelasan yang dapat membantu

siswa untuk memahami bagaimana cara melakukan eksperimen, mengidentifikasi,

mengontrol variabel, dan yang lainnya. Pada tahap ini, siswa sudah diarahkan

pada kegiatan percobaan ilmiah, namun masih terdapat bimbingan langsung dari

guru (Wenning, 2004).

Pemilihan materi fotosintesis dikarenakan bahwa materi tersebut merupakan

topik yang penting dalam kurikulum pembelajaran biologi. Selain itu, berdasarkan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Ariandini (2013), terjadi miskonsepsi pada

konsep fotosintesis yang sumbernya berasal dari diri siswa, salah satunya adalah

cara belajar siswa yang termasuk hapalan, dan minat belajar siswa yang kurang.

Sehingga sebaiknya materi fotosintesis disampaikan kepada siswa dengan

pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman belajar secara langsung kepada

siswa, salah satunya yaitu dengan praktikum. Kegiatan praktikum fotosintesis

tersebut dapat diarahkan untuk praktikum inkuiri.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti melakukan penelitian untuk

mengukur literasi sains dan sikap ilmiah siswa SMP pada sub konsep fotosintesis

dengan menggunakan salah satu tingkatan inkuiri yaitu inquiry lesson.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan masalah

penelitian sebagai berikut: “Bagaimana peningkatan kemampuan literasi sains dan sikap lmiah siswa SMP yang mendapatkan pembelajaran inquiry lesson dengan

(15)

Adapun pertanyaan penelitian yang diajukan adalah:

1. Bagaimana keterlaksanaan tahapan model pembelajaran inquiry lesson kelas

eksperimen pada materi fotosintesis?

2. Bagaimana perbedaan dan peningkatan kemampuan literasi sains siswa

sebelum dan setelah diterapkan pembelajaran inquiry lesson pada kelas

eksperimen dan kontrol pada materi fotosintesis?

3. Bagaimana capaian siswa pada tiap kompetensi literasi sains setelah

diterapkan pembelajaran inquiry lesson pada kelas eksperimen dan kontrol

pada materi fotosintesis?

4. Bagaimana perbedaan dan peningkatan kemampuan sikap ilmiah siswa

sebelum dan setelah diterapkan pembelajaran inquiry lesson pada kelas

eksperimen dan kontrol pada materi fotosintesis?

5. Bagaimana capaian siswa pada tiap indikator sikap ilmiah setelah diterapkan

pembelajaran inquiry lesson pada kelas eksperimen dan kontrol pada materi

fotosintesis?

C. Batasan Masalah

Pelaksanaan penelitian dibatasi pada beberapa hal agar lebih terarah.

Adapun masalah yang diteliti dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:

1. Subjek penelitian ini adalah siswa SMP kelas VIII semester genap tahun

ajaran 2012/2013 di SMP Negeri 12 Bandung.

2. Materi fotosintesis yang digunakan lebih spesifik pada faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya fotosintesis, dalam hal ini pengaruh konsentrasi

karbondioksida terhadap laju fotosintesis (percobaan Ingenhouz).

3. Inquiry lesson yang dimaksud merupakan salah satu tingkatan inquiry

(Wenning, 2004).

4. Literasi sains yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada kerangka

literasi sains PISA 2006 yang bertujuan untuk mengevaluasi kompetensi

ilmiah, pengetahuan, dan sikap siswa (Organization for Economic

(16)

6

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari

penelitian ini adalah mengidentifikasi peningkatan kemampuan literasi sains dan

sikap ilmiah siswa SMP yang mendapatkan pembelajaran inquiry lesson dengan

pembelajaran konvensional pada materi fotosintesis.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi siswa

a. Mengembangkan pencapaian kemampuan literasi sains.

b. Menumbuhkan kemampuan berpikir dan bersikap ilmiah, sehingga siswa

memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

2. Bagi guru

a. Memberikan alternatif dalam pemilihan model pembelajaran yang dapat

mengembangkan kemampuan siswa.

b. Memberikan informasi mengenai ketercapaian literasi sains dan sikap

ilmiah siswa, sehingga dapat digunakan sebagai umpan balik untuk lebih

meningkatkan kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah siswa.

3. Bagi peneliti lain

Penelitian ini dapat dijadikan referensi ataupun sebagai bahan pertimbangan

untuk penelitian sejenis.

F. Asumsi

1. Dalam strategi inkuiri, siswa dilatih memecahkan masalah ilmiah,

meningkatkan pemahaman terhadap sains, mengembangkan keterampilan

belajar sains, dan literasi sains (Oates dalam Arnyana, 2006).

2. Pembelajaran berbasis inkuiri dapat melatih siswa untuk memiliki sikap

ilmiah, karena inkuiri melibatkan seluruh kemampuan siswa secara

maksimal untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, dan

analitis, sehingga siswa pun dapat merumuskan sendiri penemuannya

(17)

3. Pembelajaran berbasis inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran

yang dapat mendukung kegiatan siswa dalam mempelajari proses sains,

dimana siswa akan mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam

mengenai suatu konsep, sehingga dapat mengarahkan siswa untuk bersikap

ilmiah dan mendapatkan pengetahuan lebih mengenai penelitian ilmiah yang

sebenarnya (National Science Teacher Association, 2003).

G. Hipotesis

Berdasarkan asumsi yang telah dikemukakan, maka hipotesis pada

penelitian ini adalah:

H0 : Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan literasi sains dan

sikap ilmiah siswa SMP yang mendapatkan pembelajaran inquiry lesson

dengan pembelajaran konvensional pada materi fotosintesis.

H1 : Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan literasi sains dan sikap

ilmiah siswa SMP yang mendapatkan pembelajaran inquiry lesson dengan

(18)

26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Definisi Operasional

1. Inquiry lesson yang dimaksud adalah pembelajaran inquiry tentang

kompetensi dasar, “Mendeskripsikan proses perolehan nutrisi dan transformasi energi pada tumbuhan hijau.” Materi yang diberikan adalah mengenai pengaruh konsentrasi karbondioksida terhadap laju fotosintesis.

Pembelajaran dilakukan sesuai dengan sintaks pembelajaran inkuiri menurut

Wenning (2011), dimulai dengan tahap observasi, yaitu siswa diminta

mangamati video demonstrasi mengenai peristiwa terjadinya fotosintesis.

Selanjutnya adalah tahap manipulasi, yaitu siswa diminta untuk

mendeskripsikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fotosintesis,

namun yang harus diselidiki siswa hanya satu faktor saja, yaitu faktor

karbondioksida. Pada tahap ini, siswa juga melakukan percobaan di bawah

pengawasan guru. Tahap yang ketiga yaitu generalisasi. Pada tahap ini

siswa diminta untuk melakukan generalisasi/membuat kesimpulan

berdasarkan hasil percobaan. Tahap yang keempat adalah verifikasi. Siswa

diberikan media lain yang menunjukkan fenomena yang sama dengan hasil

pengamatan sebelumnya, yaitu guru kembali mendemonstrasikan peristiwa

fotosintesis, namun konsentrasi karbondioksida ditambahkan dengan jumlah

yang semakin besar dibandingkan percobaan yang dilakukan siswa,

kemudian siswa diminta untuk memverifikasi hasil pengamatannya. Tahap

yang terakhir yaitu aplikasi. Pada tahap ini, guru memberikan informasi

kepada siswa agar menggunakan pendekatan lainnya untuk menghasilkan

penelitian yang kualitatif, dan siswa menyampaikan aplikasi dari

fotosintesis.

2. Kemampuan literasi sains yang dimaksud adalah nilai yang diperoleh dari

perhitungan skor hasil pretest dan posttes literasi sains, dengan tiga indikator

umum PISA 2006, yaitu mengidentifikasi pertanyaan ilmiah, menjelaskan

(19)

oleh peneliti, telah melalui proses judgement oleh dosen ahli, dan telah

melalui proses validasi dengan nilai reliabilitas 0.87.

3. Pencapaian sikap ilmiah yang dimaksud adalah nilai yang diperoleh dari

perhitungan skor hasil pretest dan posttest sikap ilmiah dengan indikator

Scientific Inventory II (SAI II) dan indikator sikap pada PISA 2006 yang

telah disesuaikan ke dalam bahasa Indonesia, dengan empat indikator

terpadu yaitu dukungan terhadap inkuiri ilmiah, dukungan terhadap sifat

sains, keyakinan diri sebagai pembelajar sains, dan ketertarikan terhadap

sains. Tes dikembangkan oleh peneliti, telah melalui proses judgement oleh

dosen ahli, dan telah melalui proses validasi dengan nilai reliabilitas 0.94.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

eksperimen semu (Quasi Experimental), karena sampel baik kelas kontrol maupun

perlakuan tidak dipilih secara acak. Pada kelas kontrol, metode yang digunakan

adalah metode konvensional (ceramah). Sedangkan pada kelas perlakuan

digunakan metode dengan model pembelajaran berbasis inkuiri, yaitu tahap

inquiry lesson.

C. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam eksperimen ini adalah

Nonrandomized Control Group, Pretest-Posttest Design. Dalam rancangan ini

digunakan dua kelompok subjek, yaitu kelompok kontrol dan eksperimen yang

dipilih secara tidak random, keduanya diberikan pretest sebelum pembelajaran

dimulai dan posttest setelah selesai pembelajaran (Ary et.al., 2010).

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Pretest Perlakuan Posttest

Eksperimen Y1 X Y2

Kontrol Y1Y2

(20)

28

Keterangan:

Y1 : Tes awal untuk kelompok eksperimen dan kontrol

Y2 : Tes akhir untuk kelompok eksperimen dan kontrol

X : Penerapan pembelajaran inkuiri melalui inquiry lesson

D. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP kelas VIII di SMP N 12

Bandung. Sedangkan untuk sampel yang digunakan adalah siswa SMP kelas VIII,

yang terdiri dari dua kelas, yaitu kelas kontrol dan eksperimen. Penentuan sampel

secara purposive. Hal ini dilaksanakan karena di sekolah tidak bisa mengambil

siswa secara acak dari setiap kelas dan mengelompokkannya menjadi satu kelas.

Menurut Sugiyono (2012), sampling purposive adalah teknik penentuan sampel

dengan pertimbangan tertentu. Pemilihan populasi dan sampel pada kelas VIII,

berdasarkan pertimbangan bahwa PISA dirancang untuk siswa yang berusia 15

tahun (OECD, 2010), sedangkan populasi dan sampel dalam penelitian yang

berusia sekitar 13-14 tahun dimaksudkan untuk dapat lebih mempersiapkan diri

lebih awal untuk mencapai kemampuan literasi sains. Selain itu, pertimbangan

dalam penentuan sampel secara purposive adalah bahwa siswa tersebut belum

pernah memperoleh materi fotosintesis, memiliki kemampuan yang lebih

dibandingkan kelas lainnya, sehingga dapat memberikan informasi yang

representative dalam penelitian (Fraenkel et.al., 2006).

E. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SMP negeri 12 Bandung, semester genap tahun

ajaran 2012/2013.

F. Teknik Pengambilan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan

tiga instrumen, yaitu lembar observasi keterlaksanaan sintaks pembelajaran

inquiry lesson, soal pretest kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah yang

(21)

kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah yang diberikan setelah siswa

mengalami pembelajaran inquiry lesson. Soal yang diberikan kepada siswa untuk

pretest dan posttest adalah soal yang memiliki konten sama dan konteks yang

diambil adalah tentang fotosintesis. Untuk melaksanakan pembelajaran, siswa

diberi Lembar Kerja Siswa (LKS) sebagai panduan dalam pembelajaran.

G. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya

1. Instrumen penelitian untuk kemampuan literasi sains adalah hasil adaptasi

dari soal PISA 2006, namun pengembangan instrumen disesuaikan dengan

konteks yang sudah dikenali siswa mengenai fotosintesis. Kisi-kisi dari

instrumen literasi sains dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Kisi-kisi instrumen penilaian literasi sains

Indikator umum

Indikator khusus No

Soal Jumlah soal A.Identifikasi permasalahan/per tanyaan ilmiah

1. Mengenali permasalahan/pertanyaan yang dapat diselidiki secara ilmiah

1,5 2

2. Mengidentifikasi kata-kata kunci untuk memperoleh informasi ilmiah

2,6 2

3. Mengenal ciri khas kunci penyelidikan ilmiah 3,11 2

B.Menjelaskan fenomena secara ilmiah

1. Mengaplikasikan pengetahuan sains dalam situasi yang diberikan

4,7 2

2. Mendeskripsikan atau menafsirkan fenomena secara ilmiah dan memprediksi perubahan

9,12 2

3. Mengidentifikasi deskripsi, eksplanasi dan prediksi yang tepat

10,13 2

C.Menggunakan bukti ilmiah

1. Menafsirkan bukti ilmiah dan menarik kesimpulan 14,16 2

2. Mengidentifikasi asumsi, bukti, dan alasan dibalik kesimpulan

15,17 2

3. Merefleksikan implikasi sosial dari perkembangan sains dan teknologi

8,18 2

Total 18

Sumber : (OECD,2006)

4. Sedangkan untuk sikap ilmiah siswa adalah pengembangan dari Scientific

(22)

30

sikap pada PISA 2006 yang telah disesuaikan ke dalam bahasa Indonesia.

Kuisioner menggunakan lima respon skala Likert yaitu sangat setuju, setuju,

netral, tidak setuju dan sangat tidak setuju (Moore & Foy, 1997). Kisi-kisi

dari instrumen sikap ilmiah dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Kisi-kisi Kuesioner Sikap Ilmiah

Indikator Umum Indikator Khusus

No. Soal dan Orientasi Jawaban

Positif Negatif Dukungan terhadap

Inkuiri Ilmiah

Menghargai perbedaan pandangan dan pendapat ilmiah (berfikiran terbuka) untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut3)

1 2

Mendukung penggunaan informasi faktual

dan eksplanasi rasional agar tidak bias3) 3 4 Menunjukkan pemahaman bahwa proses

yang logis, kritis dan cermat diperlukan dalam mengambil kesimpulan 3)

5 6

Dukungan terhadap Sifat sains

Menunjukkan pemahaman bahwa sains memiliki keterbatasan : teori dan prinsip sains adalah tentatif dan mendekati kebenaran serta tidak semua permasalahan dapat dijawab oleh sains 1)

8 9

Meyakini bahwa saintis harus memiliki kejujuran intelektual, objektivitas dalam observasi. Observasi dan eksperimen adalah dasar dari penerapan sains1)

10 11

Keyakinan Diri sebagai Pembelajar Sains

Keyakinan dalam menangani persoalan

ilmiah secara efektif 2) 12 13

Keyakinan dalam menangani kesulitan

dalam menyelesaikan masalah2) 14 15

Keyakinan dalam menunjukkan kemampuan

ilmiah yang tinggi2) 16 19

Ketertarikan terhadap Sains

Mengindikasikan keingintahuan tentang

sains, isu-isu sains dan mempraktikan sains3) 20 7 Menunjukkan keinginan untuk memperoleh

tambahan pengetahuan dan keahlian ilmiah, menggunakan beragam sumber dan metode ilmiah3)

18 17

Menunjukkan keinginan untuk mencari informasi dan memiliki keterkaitan terus menerus terhadap sains2)

21 22

Jumlah 11 11

(23)

Keterangan :

1).

Indikator hanya terdapat pada PISA

2).

Indikator hanya terdapat pada SAI II

3).

Indikator ada pada PISA dan SAI II

Pengembangan instrumen melalui tahapan sebagai berikut:

a. Membuat instrumen penelitian yaitu dengan mengembangkan soal literasi

sains yang diadaptasi dari PISA 2006. Sedangkan untuk sikap ilmiah siswa,

soal dibuat berdasarkan Scientific Inventory II (SAI II) dan indikator sikap

pada PISA 2006 yang telah disesuaikan ke dalam bahasa Indonesia, serta

sintaks pembelajaran berdasarkan indikator menurut Wenning (2011).

b. Mengkonsultasikannya dengan dosen pembimbing.

c. Instrumen yang dibuat di-judgement oleh dosen ahli.

d. Dilakukan uji coba instrumen.

e. Dilakukan analisis pokok butir soal literasi sains dan sikap ilmiah.

f. Dilakukan seleksi soal yang memiliki karakter yang kurang baik.

Analisis butir soal yang dilakukan meliputi:

a. Uji Validitas Soal

Suatu instrumen evaluasi dipersyaratkan valid agar hasil yang diperoleh dari

kegiatan evaluasi juga valid. Untuk validitas butir soal ataup validitas item, suatu

soal dikatakan valid apabila memiliki dukungan yang besar terhadap skor total.

Sebuah soal memiliki validitas yang tinggi jika skor pada soal memiliki

kesejajaran dengan skor total (Arikunto, 2010).

Proses uji validitas dibantu dengan menggunakan software ANATESV4.

Untuk melihat validitas dari tiap butir soal dilihat pada kolom korelasi.

(24)

32

Tabel 3.4 Kriteria Validitas Soal

Rentang Klasifikasi

0.80-1.00 Sangat Tinggi

0.60-0.79 Tinggi

0.40-0.59 Cukup

0.20-0.39 Rendah

0.00-0.19 Sangat Rendah

(Sumber: Arikunto, 2010)

b. Uji Reliabilitas Soal

Reliabilitas tes berhubungan dengan masalah ketetapan hasil tes (Arikunto,

2010). Proses uji reliabilitas dibantu dengan menggunakan software ANATESV4.

Interpretasi hasil uji reliabilitas menggunakan kriteria seperti pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Kriteria Reliabilitas Soal

Rentang Klasifikasi

0.80-1.00 Sangat Tinggi

0.60-0.79 Tinggi

0.40-0.59 Cukup

0.20-0.39 Rendah

0.00-0.19 Sangat Rendah

(Sumber: Arikunto, 2010)

c. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan

antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan

rendah (Arikunto, 2010). Proses uji daya pembeda dibantu dengan menggunakan

software ANATESV4. Interpretasi hasil uji daya pembeda mengacu pada kriteria

(25)

Tabel 3.6 Kriteria Daya Pembeda Soal

Rentang Klasifikasi

0.00 - 0.20 Jelek

0.21 - 0.40 Cukup

0.41 - 0.70 Baik

0.71 - 1.00 Sangat Baik

Negatif Tidak Baik (Sebaiknya dibuang)

(Sumber: Arikunto, 2010)

d. Kualitas Pengecoh

Untuk mengolah kualitas pengecoh setiap butir soal, dilakukan uji kualitas

pengecoh dengan menggunakan software ANATESV4. Data kualitas pengecoh

yang muncul dalam output Anates diinterpretasikan pada kriteria yang terdapat

dalam program Anates.

e. Tingkat kesukaran

Menurut Arikunto (2010), soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu

mudah atau terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk

berusaha memecahkannya. Sedangkan soal yang sukar dapat membuat siswa

putus asa dalam mengerjakannya. Proses uji tingkat kesukaran dibantu dengan

menggunakan software ANATESV4. Interpretasi hasil uji tingkat kesukaran

mengacu pada kriteria tingkat kesukaran yang disajikan pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7 Kriteria Tingkat Kesukaran

Rentang Klasifikasi

0.00 - 0.30 Sukar

0.31 - 0.70 Sedang

0.71 - 1.00 Mudah

(Sumber: Arikunto, 2010)

Rekapitulasi analisis butir soal tes kemampuan literasi sains disajikan dalam

(26)

34

Keterangan: Interp. = Interpretasi No

soal

Daya Pembeda Tingkat

kesukaran

Kualitas Pengecoh Validitas Keputusan Reliabilitas

Nilai Interp. Nilai Interp. A B C D Nilai Interp. Nilai Interp.

1 0.50 Baik 0.66 Sedang Kurang Baik Baik Sangat Baik 0.46 Cukup Digunakan 0.87 Sangat

Tinggi

2 0.60 Baik 0.50 Sedang Baik Sangat Baik Baik 0.45 Cukup Digunakan

3 0.60 Baik 0.53 Sedang Sangat Baik Sangat Baik Baik 0.37 Rendah Digunakan

4 0.90 Sangat Baik 0.63 Sedang Sangat Baik Baik Baik 0.66 Tinggi Digunakan

5 0.40 Cukup 0.71 Mudah Baik Baik Sangat Baik 0.28 Rendah Dibuang

6 0.40 Cukup 0.53 Sedang Sangat Baik Baik Kurang Baik 0.37 Rendah Dibuang

7 0.40 Cukup 0.58 Sedang Kurang Baik Sangat Buruk Baik 0.35 Rendah Dibuang

8 0.80 Sangat Baik 0.68 Mudah Buruk Kurang Baik Sangat Baik 0.64 Tinggi Digunakan

9 0.90 Sangat Baik 0.58 Sedang Sangat Baik Baik Sangat Baik 0.54 Cukup Digunakan

10 0.70 Baik 0.39 Sedang Kurang Baik Baik Sangat Baik 0.49 Cukup Digunakan

11 0.60 Baik 0.63 Sedang Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik 0.60 Tinggi Digunakan

12 0.50 Baik 0.42 Sedang Baik Kurang Baik Baik 0.41 Cukup Dibuang

13 0.20 Jelek 0.71 Mudah Baik Baik Sangat Baik 0.18 Rendah Dibuang

14 0.50 Baik 0.50 Sedang Sangat Baik Baik Kurang Baik 0.47 Cukup Digunakan

15 0.50 Baik 0.61 Sedang Sangat Baik Baik Sangat Baik 0.54 Cukup Digunakan

16 0.60 Baik 0.42 Sedang Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik 0.47 Cukup Digunakan

17 0.70 Baik 0.45 Sedang Kurang Baik Sangat Baik Kurang Baik 0.52 Cukup Digunakan

18 0.50 Baik 0.47 Sedang Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik 0.48 Cukup Digunakan

19 0.60 Baik 0.71 Mudah Sangat Baik Sangat Baik Baik 0.53 Cukup Digunakan

20 0.50 Baik 0.24 Sukar Baik Baik Buruk 0.49 Cukup Digunakan

21 0.90 Sangat Baik 0.61 Sedang Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik 0.71 Tinggi Digunakan

22 0.60 Baik 0.53 Sedang Sangat Baik Baik Baik 0.48 Cukup Digunakan

23 0.80 Sangat Baik 0.63 Sedang Sangat Baik Baik Baik 0.70 Tinggi Digunakan

(27)

No soal

Daya Pembeda Tingkat kesukaran Validitas Keputusan Reliabilitas

Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi

1 0.30 Cukup 0.73 Mudah 0.70 Sangat Tinggi Digunakan 0.94 Sangat Tinggi

2 0.24 Cukup 0.66 Sedang 0.67 Tinggi Digunakan

3 0.20 Jelek 0.68 Sedang 0.63 Tinggi Digunakan

4 0.22 Cukup 0.69 Sedang 0.57 Cukup Digunakan

5 0.38 Cukup 0.75 Mudah 0.67 Tinggi Digunakan

6 0.38 Cukup 0.61 Sedang 0.78 Tinggi Digunakan

7 0.30 Cukup 0.69 Sedang 0.65 Tinggi Digunakan

8 0.26 Cukup 0.63 Sedang 0.62 Tinggi Digunakan

9 0.16 Jelek 0.80 Mudah 0.47 Cukup Digunakan

10 0.32 Cukup 0.62 Sedang 0.70 Tinggi Digunakan

11 0.28 Cukup 0.74 Mudah 0.49 Cukup Digunakan

12 0.22 Cukup 0.71 Mudah 0.54 Cukup Digunakan

13 0.14 Jelek 0.73 Mudah 0.41 Cukup Digunakan

14 0.24 Cukup 0.66 Sedang 0.71 Tinggi Digunakan

15 0.32 Cukup 0.66 Sedang 0.72 Tinggi Digunakan

16 0.20 Jelek 0.72 Mudah 0.55 Cukup Digunakan

17 0.26 Cukup 0.65 Sedang 0.67 Tinggi Digunakan

18 0.30 Cukup 0.51 Sedang 0.73 Tinggi Digunakan

19 0.26 Cukup 0.67 Sedang 0.59 Cukup Digunakan

20 0.26 Cukup 0.65 Sedang 0.67 Tinggi Digunakan

21 0.24 Cukup 0.64 Sedang 0.57 Cukup Digunakan

22 0.22 Cukup 0.57 Sedang 0.61 Tinggi Digunakan

(28)

36

5. Lembar Kerja Siswa (LKS) digunakan untuk menuntun kegiatan praktikum

siswa pada saat pembelajaran inquiry lesson berlangsung. LKS sudah yang

digunakan merupakan LKS yang sudah dikonsultasikan dan disetujui oleh

dosen pembimbing.

6. Lembar observasi, digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan model

pembelajaran inquiry lesson berdasarkan Wenning (2011), yang terdiri dari

lima tahap, yaitu observation, manipulation, generalization, verification,

dan application.

H. Pengolahan Data

1. Keterlaksanaan Model Pembelajaran

Keterlaksanaan model pembelajaran dikembangkan berdasarkan hasil

observasi yang dilakukan oleh observer. Setiap indikator pada masing-masing

tahap pembelajaran yang terlaksana diberikan skor satu, dan jika tidak muncul

diberikan skor nol. Selanjutnya data tersebut diolah dan hasilnya dinyatakan

dalam bentuk persentase. Persentase data lembar observasi tersebut dihitung

dengan menggunakan rumus berikut ini:

(%)Keterlaksanaan model = ∑ observer menjawab ya x 100% ∑ observer seluruhnya

Selanjutnya data tersebut diinterpretasi dengan kategori keterlaksanaan

model yang dapat dilihat pada Tabel 3.9.

Tabel 3.10 Kriteria Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran

Persentase Keterlaksanaan (%)

Kriteria

81 - 100 Baik Skali

61 – 80 Baik

41 – 60 Cukup

21 – 40 Kurang

0 – 20 Kurang Sekali

(29)

2. Pengolahan Data Literasi Sains

Data yang diperoleh dari hasil tes kemampuan literasi sains siswa yang

mencakup pretest dan posttest yang masih berupa skor mentah kemudian diubah

menjadi nilai. Pada data pretest dan posttest, untuk mengubah skor mentah

menjadi nilai digunakan rumus berikut ini:

Nilai tiap siswa = Jumlah skor jawaban siswa × 100

Jumlah skor maksimal

(Arikunto, 2010)

Selanjutnya dilakukan pengolahan data secara statistik. Sebelum dilakukan

uji hipotesis, terlebih dahulu data harus melalui beberapa uji prasyarat sebagai

berikut:

a. Uji prasyarat

Uji prasyarat adalah pengujian awal untuk menentukan pengujian hipotesis

apakah harus dilakukan dengan uji parametrik atau nonparametrik. Pengolahan

data pada uji prasyarat ini menggunakan software SPSS versi 16.00. Uji prasyarat

tersebut terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas.

1) Uji normalitas

Uji normalitas merupakan uji untuk mengetahui apakah data berasal dari

populasi yang berdistribusi normal atau tidak.

2) Uji homogenitas

Uji homogenitas merupakan uji untuk mengetahui apakah asumsi varians

homogen atau tidak.

b. Uji hipotesis

Untuk pengujian hipotesis digunakan uji dua rata-rata , dengan mengambil taraf signifikan α= 0,05. Jika nilai signifikan lebih besar dari α= 0,05, maka H0

diterima, berlaku untuk kebalikannya. Jika H0 diterima, maka tidak terdapat

perbedaan rata-rata yang signifikan antara kelas perlakuan dengan kelas kontrol.

Sedangkan jika H0 ditolak, maka berarti terdapat perbedaan rata-rata yang

signifikan antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Jenis uji dua

(30)

38

dan jenis hipotesisnya adalah komparatif dengan membandingkan dua kelompok

yang tidak berpasangan dengan jumlah data ≥ 30.

Selain dengan menggunakan uji dua rata-rata juga dilakukan perhitungan

N-gain yaitu membandingkan N-N-gain yang diperoleh pada kelompok kontrol dengan

kelompok eksperimen.

Perhitungan N-gain (Hake, 1999) :

<g> = Sf - Si

Is - Si

Keterangan :

<g> : N-gain

Si : nilai pretest

Sf : nilai pottest

[image:30.595.112.511.224.719.2]

Is : skor maksimal

Tabel 3.11. Kriterika N-Gain

Rentang Kriteria

g ≥ 0,70 Tinggi

0,30 ≥ <g> > 0,70 Sedang

g < 0,30 Rendah

(Hake, 1999)

3. Pengolahan Data Sikap Ilmiah

Analisis kuesioner sikap ilmiah menggunakan skala Likert-5. Berikut adalah

skor yang akan diberikan pada tiap tipe jawaban, sesuai dengan orientasi jawaban

yang diharapkan :

Tabel 3.12. Cara Pemberian Skor Kuesioner Sikap Ilmiah

Jawaban Responden Soal Berorientasi Jawaban Positif*)

Soal Berorientasi Jawaban Negatif **)

Sangat Setuju 5 1

Setuju 4 2

Ragu-ragu 3 3

Tidak Setuju 2 4

(31)

Ket :

*)

Soal berorientasi jawaban positif : soal yang diharapkan agar responden

menjawab dengan jawaban berorientasi positif

**)

Soal berorientasi jawaban negatif : soal yang diharapkan agar responden

menjawab dengan jawaban berorientasi negatif

Nilai siswa dihitung dengan rumus :

Nilai tiap siswa = Jumlah skor jawaban siswa × 100

Jumlah skor maksimal

(Arikunto, 2010)

Selanjutnya dilakukan pengolahan data secara statistik, yaitu berupa uji

normalitas dan homogenitas. Kemudian dilakukan pengujian hipotesis dengan

menggunakan uji dua rata-rata. Selain itu, juga dilakukan perhitungan N-gain

yaitu membandingkan N-gain yang diperoleh pada kelompok kontrol dengan

kelompok eksperimen.

I. Prosedur Penelitian

Secara umum, prosedur penelitian dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap

persiapan dan rancangan penelitian, pelaksanaan, serta tahap pengolahan data dan

pelaporan. Langkah-langkah penelitian tersebut selengkapnya adalah sebagai

berikut:

1. Tahap Persiapan dan Rancangan Penelitian

a) Pemilihan masalah penelitian, mengkonsultasikan dengan dosen

pembimbing mengenai masalah yang perlu dan penting untuk diteliti.

b) Studi pustaka, mengumpulkan berbagai informasi mengenai model

pembelajaran inkuiri, literasi sains, dan sikap ilmiah, serta studi KTSP

Biologi SMP kelas VIII semester 2.

c) Studi pendahuluan, dilakukan ke sekolah tempat penelitian dengan tujuan

untuk mengetahui waktu pembelajaran di sekolah, dan informasi mengenai

(32)

40

d) Penentuan populasi dan sampel penelitian, dilakukan setelah mengetahui

karakteristik dari subjek penelitian.

e) Penyusunan proposal penelitian, dan seminar proposal penelitian.

f) Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja

Siswa.

g) Penyusunan instrumen tes kemampuan literasi sains dan kuisioner sikap

ilmiah.

h) Judgement instrumen oleh dosen pembimbing dan dosen ahli.

i) Uji coba instrumen tes kemampuan literasi sains dan kuisioner sikap ilmiah

kepada siswa SMP kelas IX.

j) Analisis butir soal instrumen.

2. Tahap Pelaksanaan

a) Pelaksanaan pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

b) Pelaksanaan model pembelajaran inquiry lesson pada kelas eksperimen, dan

pembelajaran ceramah pada kelas kontrol.

c) Observasi keterlaksanaan sintaks oleh observer.

d) Pelaksanaan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

e) Pengumpulan data

3. Tahap Pengolahan Data dan Pelaporan

a) Analisis dan pengolahan data hasil penelitian.

b) Pembahasan data hasil penelitian.

(33)
[image:33.595.116.509.125.709.2]

J. Alur Penelitian

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Perumusan masalah

Studi pustaka Studi pendahuluan

Penentuan populasi dan sampel

Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Penyusunan instrumen penelitian

Judgement instrumen penelitian

Uji coba instrumen penelitian

Revisi instrumen penelitian

Pelaksanaan pretest kelas eksperimen dan kontrol

Analisis data Seminar proposal penelitian

Pembelajaran konvensional Pembelajaran inquiry lesson

Observasi keterlaksanaan sintaks

Penyusunan laporan

(34)
(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan,

keterlaksanaan model pembelajaran inquiry lesson, adalah 96.6%, yang

menunjukkan kriteria baik sekali. Keterlaksanaan model pembelajaran

memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan kemampuan literasi sains dan

sikap ilmiah siswa pada kelas eksperimen. Hasil uji hipotesis dengan uji rata-rata

dua pihak menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antara nilai rata-rata

kemampuan literasi sains siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kriteria

peningkatan pada kelas eksperimen termasuk kategori sedang, sedangkan pada

kelas kontrol termasuk ke dalam kategori rendah. Untuk analisis ketercapaian tiap

kompetensi literasi sains, pada kelas eksperimen menunjukkan hasil yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol.

Begitu halnya pada sikap ilmiah, hasil uji hipotesis dengan uji rata-rata dua

pihak menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antara nilai rata-rata sikap

ilmiah siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kriteria peningkatan pada kelas

eksperimen termasuk kategori sedang, sedangkan pada kelas kontrol termasuk ke

dalam kategori rendah. Untuk analisis ketercapaian tiap indikator sikap ilmiah,

menunjukkan bahwa kelas eksperimen memiliki capaian yang lebih tinggi

dibandingkan dengan kelas kontrol.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, terdapat beberapa saran dari

penulis untuk beberapa pihak, yaitu:

1) Kepada peneliti selanjutnya:

a) Mengoptimalkan manajemen waktu, sehingga semua sintaks dapat

terlaksana dengan baik.

(36)

65

2) Kepada pihak sekolah dan guru

a) Memberikan pembekalan dan pelatihan kepada guru, agar dapat

mengaplikasikan model pembelajaran inkuiri.

b) Pada saat pembelajaran berlangsung, diperlukan adanya asisten

praktikum.

c) Menambah jumlah tatap muka dalam melaksanakan model pembelajaran

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Akcay, H. et al. (2010). Change in student beliefs about attitudes toward science in grades 6-9. Asia-Pacific Forum on Science Learning and Teaching, Vol

11, Issue 1, Article 1[Online]. Tersedia:

http://www.ied.edu.hk/apfslt/v11_issue1/akcay/akcay9.htm#nine [19 Maret 2013].

Ariandini, D. (2013). Identifikasi Miskonsepsi Siswa SMP melalui Analisis

Gambar. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Arikunto, S. (2010). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Ary, D. et al. (2010). Introduction to Research in Education. Belmont: Wadsworth.

Arnyana. (2006). Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Inovatif pada

Pembelajaran Biologi terhadap Kemampuan Kreatif Siswa. [online].

Tersedia: http://www.undiksha.ac.id/images/img_item/607.doc [1 Januari 2013].

Aswasulasikin. (2008). Hakekat IPA. [online]. Tersedia: http://www.dostoc.com/docs/DownloadDoc.aspx?doc_id=5103210 [19 Desember 2012].

Azwar, S. (1995). Sikap Manusia: Sikap dan Pengukurannya. Yogyakarta: Liberty.

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). (2006). SKL [online]. Tersedia: litbang.kemendikbud.go.id/content/ [19 November 2012].

Campbell, N., Mitchell, L.G., dan Reece J.B. (2994). Biology Concepts &

(38)

67

Djamarah, S. B dan Zain, A. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Dwidjoseputro. (1978). Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Gramedia.

Echols, J. M. dan Shadily, H. (2005). Kamus Indonesia Inggris. Jakarta: PT Gramedia.

Ekohariadi. (2009). “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Literasi Sains Siswa

Indonesia Berusia 15 Tahun”. Jurnal Pendidikan Dasar. 10, 37-40.

[Online]. Tersedia: http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/101092841.pdf [12 Desember 2012].

Firman, H. (2007). Laporan Analisis Literasi Sains berdasarkan hasil PISA Nasional Tahun 2006. Jakarta : Balitbang Depdiknas.

Fraenkel, J.R., Wallen, N.E., dan Hyun, H.H. (2012). How to Design and Evaluate Research in Education (8th.ed). New York: McGraw-Hill.

Hakam, K.A. (2007). Bunga Rampai Pendidikan Nilai. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Hake, R. (1999). “Analyzing Change/Gain Score.” [Online]. Tersedia: www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf. [20 Juni 2013].

Harahap, N. (1982). Teknik Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Bulan Bintang.

Hayat, B. dan Yusuf, S. (2010). Benchmark Internasional MUTU PENDIDIKAN. Jakarta: Bumi Aksara.

Hermawati, N.M. (2012). “Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri terhadap

Penguasaan Konsep Biologi dan Sikap Ilmiah Siswa SMA Ditinjau dari

Minat Belajar Siswa.” Jurnal Penelitian Pascasarjana Undiksha. 5(2),

(39)

Holbrook, J. dan Rannikmae, M. (2009). “The Meaning of Scientific Literacy.”

International Journal of Environmental and Science Education. 4(3):

275-288.

Humaira, M. (2012). Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry melalui Discovery

Learning terhadap Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran Lingkungan. Skripsi pada FPMIPA UPI

Bandung : Tidak diterbitkan.

Joyce, B. Weil, M. dan Calhoun, E. (2009). Model of Teaching: Model-Model

Pengajaran (Edisi Kedelapan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Moore, R.W dan Foy, H.R. (1997). “The Scientific Attitude Inventory: A

Revision (SAI II)”. Journal of Reseach in Science Teaching. 34, (4)

327-336. [online].

Tersedia:http://wiki.biologyscholars.org/@api/deki/files/519/=scientific_at titude_survey.pdf [23 Oktober 2012].

Moore, R.W. (moorerw@muchio.edu). (2012, 13 Desember). Permission for SAI II. E-mail kepada Tika rohayati (skywalkeraddict@gmail.com).

National Research Council. (2001). Inquiry and National Science Education

Standards Guide for Teaching and Learning. [online]. Tersedia:

http://www.books..edu/html/inquiry_addendum/. [12 Desember 2012].

National Science Education Standards (NSES). (1996). Scientific Literacy. [online]. Tersedia: http://www.nap.edu/readingroom/books/nses [19 Desember 2012].

National Science Teacher Association (NSTA). (2003). Scientific Literacy. [online]. Tersedia: http://www.nap.edu/readingroom/books/nses [19 Desember 2012].

OECD. (2006). Assessing Scientific, Reading, and Mathematical Literacy A

Framework for PISA 2006. [online]. Tersedia:

(40)

69

OECD. (2007). PISA 2006 Science Competencies for Tomorrow’s World Volume

1 [online]. Tersedia:

http://www.oecd.org/pisa/pisaproducts/pisa2006/pisa2006results.htm [19 Desember 2012].

. (2009). PISA 2006 Technical Report [online]. Tersedia: http://www.oecd.org/pisa/pisaproducts/pisa2006/42025182.pdf[19

Desember 2012].

. (2010). The Programme for International Student Assessment (PISA) [online]. Tersedia: http://www.oecd.org/pisa/ [19 Desember 2012].

Rani, K.D dan Rao, D.B. (2007). Educational Aspiration and Science Attitudes. New Delhi: Discovery Publishing House.

Ruhimat, T. (2009). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurtekpen FIP UPI.

Rustaman et. al. (2010). Teori, Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan

Pembelajaran MIPA dalam Konteks Indonesia. Bandung: Tidak

diterbitkan.

Semiawan, C. (1990). Pendekatan Keterampilan Proses Bagaimana Mengaktifkan

Siswa dalam Belajar. Jakarta: Gramedia.

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana, N. (1990). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Syamsuni. (2005). Penguasaan Konsep Alat Indera dan Sikap Siswa Melalui

Pendekatan Keterampilan Proses Berbasis Nilai. Bandung: tidak

(41)

Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Wasis dan Irianto, S.Y. (2008). Ilmu Pengetahuan Alam Jilid 2 untuk SMP dan

MTs Kelas VIII. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan

Nasional.

Wenning, C. J. (2004). Levels of inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and inquiry processes. Journal of Physics Teacher Education. [Online].

Tersedia :

http://www.dlsu.edu.ph/offices/asist/documents/Levels_of_Inquiry.pdf. [21 September 2012].

. (2010). Levels of inquiry: Using inquiry spectrum learning sequences to teach science. Journal of Physics Teacher Education

[Online]. Tersedia :

http://www.phy.ilstu.edu/pte/publications/learning_sequences.pdf [21 September 2012].

. (2011). The Levels of Inquiry Model of Science Teaching.

Journal of Physics Teacher Education [Online]. Tersedia :

http://www.phy.ilstu.edu/pte/publications/learning_sequences.pdf [21 September 2012].

Yusuf, S. (2004). Analisis Tes PISA Literasi Membaca, Literasi Matematika, dan

Sains. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Departemen Pendidikan

Nasional.

Gambar

Tabel 3.1 Desain Penelitian
Tabel 3.2 Kisi-kisi instrumen penilaian literasi sains
Tabel 3.3. Kisi-kisi Kuesioner Sikap Ilmiah
Tabel 3.4 Kriteria Validitas Soal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini hanya meneliti bentuk (form) motif hias yang terdapat pada iluminasi Al- Qur’an Mushaf AtTiin yang meliputi bentuk, garis, dan warna , sedangkan

Kominato,‎ AMako.‎ 5113.‎ Engineering‎ Students’ Perception of Learning English and Study Habits..

Jelaskan, apa yang dimaksud dengan pemodelan visual.. Apa kriteria model

dihasilkan dalam suatu batang, tegangan tarik utama dengan besar yang sama.. akan dihasilkan pada bidang

Hasil yang diperoleh dari pengujian test bed kompresor torak dua tingkat yaitu daya adiabatik maksimal 1,69 HP, daya listrik maksimal yang terpakai sebesar 1,72

Unt uk link dow nload gam e diblog, saya coba lew at kan di server adf.ly, jika belum pernah m endow nload.. lew at link server t ersebut silahkan lihat

Gambar 4.6 Jawaban Siswa yang Melakukan Kesalahan untuk Soal Nomor 6 74. Gambar 4.7 Jawaban Siswa yang Melakukan Kesalahan

Sahabat MQ/ Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta melaksanakan operasi tematik tahap pertama/ penertiban tempat usaha laundry yang dilakukan sejak tanggal 17 hingga 20