• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PENERAPAN KONSEP DASAR LISTRIK DAN ELEKTRONIKA SESUAI STANDAR KOMPETENSI DI SMK NEGERI 4 BANDUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PENERAPAN KONSEP DASAR LISTRIK DAN ELEKTRONIKA SESUAI STANDAR KOMPETENSI DI SMK NEGERI 4 BANDUNG."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PENERAPAN KONSEP DASAR LISTRIK DAN ELEKTRONIKA SESUAI STANDAR

KOMPETENSI DI SMK NEGERI 4 BANDUNG SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Teknik Telekomunikasi

Jurusan Pendidikan Teknik Elektro

Oleh :

Arief Setyo Jatmiko E.0451.0607612

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PENERAPAN KONSEP DASAR LISTRIK DAN ELEKTRONIKA SESUAI STANDAR

KOMPETENSI DI SMK NEGERI 4 BANDUNG

Oleh : Arief Setyo Jatmiko

E.0451.0607612

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Teknik Telekomunikasi

Jurusan Pendidikan Teknik Elektro

© Arief Setyo Jatmiko 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)
(4)

ABSTRAK

Pembelajaran di sekolah merupakan proses interaksi antar komponennya, antara lain guru, siswa, dan bahan ajar. Interaksi tidak akan efektif apabila salah satu komponen tidak berperan secara optimal. Sering terjadi dalam pembelajaran, siswa bersifat pasif seperti terjadi pada mata diklat PKDLE di SMK Negeri 4 Bandung. Peneliti merasa perlu untuk melakukan penerapan strategi yang berbeda agar aktivitas belajar siswa dapat meningkat dan berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa. Strategi yang dianggap sesuai dengan kebutuhan tersebut adalah pembelajaran kelompok SPK (Strategi Pembelajaran Kooperatif). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil dan aktivitas belajar siswa setelah diterapkan SPK pada mata diklat PKDLE serta mengetahui kendala SPK pada pelaksanaannya. Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimen model one group pre-test post-test design. Peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat pada gain ternormalisasi setiap bahasan yaitu diatas 60%. Meskipun pencapaian pada kompetensi siswa tersebut cukup baik, tetapi pelaksanaan SPK bukan tanpa kendala. Kesimpulan yang dicapai pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pada hasil belajar siswa seiring dengan meningkatnya aktivitas belajar siswa dan ditemukannya kendala pada pelaksanaan SPK. SPK berdampak pada siswa dalam merealisasikan kebutuhannya belajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.

(5)

ABSTRACT

Learning in school is a process of interaction between components, such as teachers, students, and teaching materials. Interactions will not be effective if one component does not play optimally. It often happens in learning, passive students found on PKDLE at SMK Negeri 4 Bandung. Researchers feel need to carry out the implementation of different strategies in order to increase student learning activities and have consequences on improving student learning outcomes. The strategy that considered in accordance with those requirements is SPK (Cooperative Learning Strategies). This study aims to determine the improvement of student learning outcomes and activities from the application of SPK on PKDLE and knowing SPK implementation. This study uses quasi experimental one group pre-test post-test design. Improved student learning outcomes can be seen when normalized gain is above 60%. Although the achievement of the competence of students is quite good, but the implementation of the SPK is not without obstacles. The conclusion reached in this study indicate that there is an increase in student learning outcomes by increasing student learning activities and the discovery of constraints on the implementation of the SPK. SPK impact on student learning in the realization of the need to think, solve problems, and integrate knowledge with skills.

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Pembatasan Masalah ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.6 Anggapan Dasar ... 7

1.7 Metode Penelitian ... 7

1.8 Hipotesis ... 8

1.9 Struktur Organisasi ... 9

BAB II MODEL STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF 2.1 Model Strategi Pembelajaran Kooperatif ... 10

2.1.1 Teori Belajar Kognitif ... 12

(7)

2.1.4 Kelebihan dan Kekurangan SPK ... 17

2.2 Tinjauan Mata Diklat Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika .. 19

2.3 Uraian Singkat Mengenai Materi ... 20

2.3.1 Resistor ... 20

2.3.2 Kapasitor ... 22

2.3.3 Induktor ... 23

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 25

3.2 Paradigma Penelitian ... 27

3.3 Penentuan Obyek Penelitian ... 29

3.3.1 Populasi Penelitian ... 29

3.3.2 Sampel Penelitian ... 30

3.4 Teknik Pengumpulan Data, Instrumen Penelitian dan Uji Coba Instrumen Penelitian ... 30

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data ... 30

3.4.2 Instrumen Penelitian ... 31

3.4.3 Validitas Instrumen Penelitian ... 32

3.4.4 Hasil Uji Coba Validitas Instrumen ... 36

3.4.4.1 Uji Validitas Instrumen ... 36

3.4.4.2 Uji Tingkat Kesukaran ... 36

(8)

3.5 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ... 39

3.5.1 Hasil Belajar Siswa ... 39

3.5.1.1 Aspek Kognitif ... 39

3.5.1.2 Aspek Afektif ... 42

3.5.1.2 Aspek Psikomotor ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 46

4.1.1 Analisis Aspek Kognitif ... 46

4.1.1.1 Normalitas ... 46

4.1.1.2 Gain Ternormalisasi ... 47

4.1.1.3 Uji-Z... 49

4.1.2 Analisis Aspek Afektif dan Psikomotor ... 50

4.1.2.1 Aspek Afektif ... 50

4.1.2.2 Aspek Psikomotor ... 52

4.2 Temuan Penelitian ... 53

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 54

BAB V KESIMPULAN & SARAN 5.1 Kesimpulan ... 56

5.2 Saran ... 56

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah instansi pendidikan yang berupaya untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas, terampil, profesional, dan berdisiplin tinggi sehingga mampu bersaing di dunia kerja. Sesuai dengan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas No.20 tahun 2003) pasal 3 mengenai Tujuan Pendidikan Nasional dan penjelasan pasal 15 yang menyebutkan bahwa "Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu". Berdasarkan tujuan tersebut, untuk mempersiapkan peserta didik, diperlukan suatu metode pembelajaran yang inovatif sehingga mampu membangkitkan motivasi para siswa untuk belajar. Pembelajaran yang berpusat pada siswa (Student Centered) merupakan salah satu metode inovatif yang telah disadari oleh para pengelola institusi pendidikan.

Melanjutkan bahasan tentang SMK dan metode pembelajaran, peneliti berkesempatan melakukan praktik mengajar di salah satu SMK yaitu SMK Negeri 4 Bandung. Menurut pengamatan peneliti, selama melakukan praktik mengajar, khususnya pada mata diklat produktif, ditemukan hal-hal berikut.

(10)

2. Guru masih dijadikan sebagai satu-satunya sumber belajar aktif sedang siswa sebagai penerima informasi dari guru.

3. Dalam kelas, kebanyakan siswa pasif dalam menanggapi pembelajaran sehingga menyulitkan guru untuk menilai pemahaman siswa.

4. Walaupun siswa telah diberi materi yang sama di mata diklat yang berbeda, siswa sering kali masih tidak memahami materi tersebut dan berdampak pada praktikum yang akan dilakukan.

Hal-hal tersebut tidak mencerminkan metode pembelajaran yang inovatif, sehingga berdampak pada salah satu mata diklat produktif yaitu PKDLE (Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika). Hal ini terlihat dari tingkat keberhasilan siswa kelas X-C tahun ajaran 2010-2011 dengan nilai KKM 73. Sedangkan nilai rata-rata kelas 67,14 mengindikasikan KKM belum tercapai. Nilai akhir tertinggi siswa adalah 88, tetapi tidak sedikit siswa yang mendapat nilai rendah dengan nilai akhir terendah 49. Perbedaan selisih nilai terlihat dari variansi 504,03 dengan standar deviasi 22,45 sehingga persentase siswa yang telah memenuhi nilai KKM pada kelas X-C tahun ajaran 2010-2011 adalah 45,71% (SMK Negeri 4 tahun 2010-2011).

(11)

pada guru sehingga siswa kurang aktif atau merasa kurang terlibat dalam pembelajaran.

Keadaan tersebut terlihat saat pembelajaran konsep dengan menggunakan metode konvensional. Guru tidak bisa menilai pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan karena sikap pasif siswa dan berakibat pada pencapaian nilai KKM. Sikap pasif siswa tersebut dapat terlihat dari indikator berikut.

1. Kerja sama

Satu kelompok dengan anggota 5-7 siswa, hanya terdapat satu atau dua orang yang bekerja dengan giat, sementara anggota lain tidak ikut dalam melaksanakan pengamatan.

2. Sikap dalam pengamatan

Dalam satu kelompok, hanya beberapa siswa yang melakukan pengamatan dengan hati-hati, anggota yang lain hanya memperhatikan dan lebih banyak bercanda.

3. Kejujuran dalam pengumpulan data

Kebanyakan siswa hanya mencatat data dari teman sekelompoknya yang melakukan pengamatan, bahkan ada yang mencatat data dari kelompok lain yang lebih dulu menyelesaikan proyek.

4. Mengkomunikasikan data hasil penyelidikan

(12)

Kondisi tersebut berakibat pada tingkat pemahaman siswa, siswa yang aktif pada pembelajaran dinilai lebih memahami materi yang diberikan.

Wina Sanjaya (2007 : 239) menyatakan “Setiap tingkah laku, menurut

teori medan bersumber dari adanya ketegangan (tension) dan ketegangan itu muncul karena adanya kebutuhan (need)”. Apabila kebutuhan tidak terpenuhi, maka individu akan berada dalam situasi tegang, pemenuhan kebutuhan setiap individu akan membutuhkan interaksi dengan individu lain. Hal ini yang menyebabkan terbentuknya kelompok. Berdasarkan pernyataan tersebut, kondisi siswa di lapangan diperkirakan dapat diperbaiki dengan model pembelajaran kelompok.

Salah satu strategi dari model pembelajaran kelompok adalah SPK (Strategi Pembelajaran Kooperatif) (Cooperative Learning). Slavin (dalam Wina Sanjaya, 2007 : 240) mengemukakan dua alasan, yaitu.

Pertama, beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan

Mengacu kepada dua alasan tersebut, maka pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan.

(13)

“PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF UNTUK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PENERAPAN KONSEP DASAR LISTRIK DAN ELEKTRONIKA SESUAI STANDAR KOMPETENSI DI SMK NEGERI 4 BANDUNG”

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. Bagaimana implementasi SPK pada mata diklat PKDLE untuk peningkatan hasil dan aktifitas belajar siswa dalam mengidentifikasi komponen elektronika pasif, aktif, dan elektronika optik sehingga diketahui kendala pelaksanaan SPKdi SMK Negeri 4 Bandung?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah :

1. Mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dalam mengidentifikasi komponen elektronika pasif, aktif, dan elektronika optik setelah diterapkan SPK pada mata diklat PKDLE di SMK Negeri 4 Bandung.

2. Mengetahui peningkatan aktifitas belajar siswa terhadap pembelajaran pada PKDLE setelah diterapkan SPK.

3. Mengetahui kendala SPK dalam upaya peningkatan hasil belajar siswa SMK pada PKDLE.

(14)

Terdapat beragam cara untuk meningkatkan hasil belajar siswa, pada penelitian ini masalah hanya dibatasi pada pengaruh model SPK pada kompetensi belajar siswa. Pembatasan tersebut kemudian dijabarkan kembali secara detail pada delapan poin sebagai berikut.

1. Penelitian dilakukan terhadap siswa kelas X-C Teknik Audio Video di SMK Negeri 4 Bandung.

2. Penelitian dilakukan terhadap siswa pada Standar Kompetensi PKDLE di SMK Negeri 4 Bandung.

3. Kegiatan yang diteliti adalah hasil belajar dan aktifitas belajar siswa dalam proses belajar mengajar.

4. Kompetensi siswa yang diteliti adalah aspek kognitif, afektif dan psikomotor.

5. Aspek kognitif yang diteliti adalah peningkatan nilai siswa sebelum dan sesudah pelaksanaan pembelajaran dengan SPK menggunakan pre-test dan

post-test.

6. Aspek afektif yang diteliti adalah kerja sama, sikap dalam pengumpulan data, kejujuran pengumpulan data, dan mengkomunikasikan hasil penelitian.

7. Aspek psikomotor yang diteliti adalah menyiapkan/menggunakan alat, pengamatan, mengumpulkan data, dan membuat laporan hasil penyelidikan.

(15)

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Bagi peneliti, dalam penelitian ini diharapkan dapat memperoleh informasi tentang hasil pembelajaran siswa dengan menggunakan SPK.

2. Bagi guru, penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam memilih model pembelajaran sebagai upaya meningkatkan keaktifan belajar, kreativitas dan hasil belajar siswa.

3. Bagi siswa, diharapkan SPK akan memberi pengaruh yang lebih baik terhadap hasil belajar.

4. Memberikan referensi bagi peneliti lain dalam mengembangkan model-model pembelajaran bidang pendidikan keteknikan.

1.6 Anggapan Dasar

Hal yang menjadi anggapan dasar dalam penelitian ini adalah :

1. Metode pembelajaran merupakan salah satu faktor utama yang dapat membantu proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Setiap siswa memiliki potensi yang sama besar untuk mencapai prestasi belajar yang optimal.

3. Guru telah memahami SPK.

(16)

Menurut Suharsimi Arikunto (2007 : 207) “Penelitian eksperimen merupakan penelitan yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari “sesuatu”

yang dikenakan pada subjek selidik”. Dengan kata lain, penelitian eksperimen

mencoba meneliti ada tidaknya hubungan sebab akibat, antara model pembelajaran dengan hasil belajar siswa. Sedangkan model one group pretest posttest design yaitu eksperimen yang dilaksanakan pada satu kelompok saja tanpa kelompok pembanding. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka penelitian ini menggunakan Penelitian Eksperimen dengan model one group pretest posttest design.

1.8 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini dipergunakan pada setiap aspek kompentensi yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor.

1. Hipotesis Aspek Kognitif

: “SPK tidak dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek kognitif

apabila siswa yang mencapai nilai KKM yaitu 73 kurang dari 75%”

: “SPK dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek kognitif apabila 75% siswa atau lebih telah mencapai nilai KKM yaitu 73”.

2. Hipotesisi Aspek Afektif

: “SPK tidak dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek afektif

(17)

: “SPK dapat meningkatkan kompetensi siswa pada aspek afektif apabila 75% siswa mencapai minimal kategori baik pada hasil observasi dalam pembelajaran”.

3. Hipotesis Aspek Psikomotor

: “SPK tidak dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek psikomotor apabila siswa yang mencapai minimal kategori baik pada hasil observasi dalam pembelajaran kurang dari 75%”

: “SPK dapat meningkatkan kompetensi siswa pada aspek psikomotor apabila 75% siswa mencapai minimal kategori baik pada hasil observasi dalam pembelajaran”.

1.9 Struktur Organisasi Skripsi

Penyusunan skripsi dibagi menjadi 5 bab. Yaitu, BAB I, pendahuluan, berisi tentang latar belakang diadakan penelitian, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, anggapan dasar, metode penelitian, dan struktur organisasi skripsi.

BAB II, menguraikan tentang SPK, teori belajar yang melandasi model, tahapan proses pelaksanaannya, serta tinjauan umum tentang mata diklat PKDLE.

(18)

BAB IV, penelitian dilakukan agar mendapatkan hasil sehingga pembelajaran berlangsung lebih optimal. Deskripsi data pada proses pelaksanaan, pemeriksaan data, dan pembahasan hasil penelitian.

(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Secara umum, metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode penelitian terdiri dari dua kata, yaitu metode dan penelitian yang memiliki arti tesendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2001 : 740) metode memiliki arti “Cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang

dikehendaki”. Menurut Winarno Surakhmad (1992 : 68).

Metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencari sesuatu tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesis dengan menggunakan teknik serta alat-alat tertentu. Cara utama ini dipergunakan setelah penyelidikan memperhitungkan kewajaran ditinjau dari tujuan penyelidikan dan dari situasi penyelidikan. Karena pengertian metode penyelidikan adalah pengertian yang luas, maka biasanya perlu dijelaskan lebih eksplisit dalam setiap penyelidikan.

Penelitian menurut KBBI (2001 : 1163) adalah “Kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum”. Suharsimi Arikunto (2007 : 206)

menyatakan “Penelitian adalah suatu proses yang dilakukan oleh peneliti yang

bertujuan untuk mencari jawab atas pertanyaan yang diajukan melalui prosedur

ilmiah yang telah ditentukan”.

(20)

“Metode penelitian merupakan rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan

penelitian yang didasari oleh asumsi-asumsi dasar, pendangan-pandangan filosofis dan ideologis, pertanyaan dan isu-isu yang dihadapi”. Selain itu, Sugiyono (2006 : 6) mengemukakan :

Metode penelitian pendidikan dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan.

Dalam penelitian pendidikan, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan sesuai dengan tujuannya. Menurut Suharsimi Arikunto (2001 : 25),

“Pada dasarnya metode yang digunakan dalam penelitian pendidikan ditinjau dari

segi tujuan dapat kita kelompokkan dalam tiga golongan yaitu metode deskriptif,

metode historis, dan metode eksperimen”.

Berdasarkan uraian tersebut, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Metode ini akan digunakan oleh peneliti untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari penerapan model pembelajaran terhadap permasalahan yang tengah terjadi pada suatu situasi dalam satu grup atau kelompok subjek.

Suharsimi Arikunto (2007 : 207) mengemukakan “Penelitian eksperimen

merupakan penelitan yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat

dari “sesuatu” yang dikenakan pada subjek selidik”. Dengan kata lain, penelitian

(21)

(eksperimen murni) dan quasi experiment (eksperimen tidak murni). Penelitian ini menggunakan eksperimen tidak murni dengan model one group pretest posttest design yaitu eksperimen yang dilaksanakan pada satu kelompok saja tanpa kelompok pembanding. Model ini digunakan agar penelitian tidak mengganggu kurikulum sekolah yang berlaku sehingga penelitian dilaksanakan pada satu kelompok, yaitu kelas tanpa ada kelompok pembanding.

Untuk mencapai tujuan penelitian, diperlukan pengumpulan data yang sesuai, yaitu :

1. Observasi

Observasi dilakukan pada kelas X-C SMK Negeri 4 Bandung program keahlian Teknik Audio Video tahun ajaran 2010-2011. Observasi menggunakan lembar observasi untuk menilai aspek afektif dan psikomotor siswa dalam pembelajaran.

2. Pre-test dan Post-test

Pre-test digunakan untuk mengetahui pengetahuan awal siswa sebelum dilaksanakan pembelajaran. Post-test digunakan untuk mengetahui efek dari eksperimen yaitu pembelajaran dengan SPK terhadap hasil belajar siswa.

3.2 Paradigma Penelitian

(22)

PENINGKATAN AKTIFITAS SISWA LATAR BELAKANG

1. Pembelajaran berpusat pada guru.

2. Aktivitas siswa yang rendah 3. Tidak tercapainya nilai KKM Permasalahan tersebut diperkirakan karena metode belajar konvensional yang diterapkan, sehingga siswa tidak memiliki kesempatan untuk lebih aktif sehingga berakibat pada pencapaian nilai KKM.

TUJUAN PENELITIAN

1. Peningkatan hasil belajar siswa melalui pencapaian nilai KKM

2. Peningkatan aktifitas belajar siswa pada aspek afektif dan psikomotor 3. Mengetahui kendala pelaksanaan Strategi Pembelajaran Kelompok Pelaksanaan Model Strategi Pembelajaran Kelompok

“Pencapaian Nilai KKM

Minimal 75% dari Jumlah

Siswa” “Terdapat Gain pada Nilai

Sebelum dan Sesudah

Pembelajaran” PSIKOMOTOR

1. Menyiapkan dan menggunakan alat. Mampu merangkai alat 2. Pengamatan.

Mampu mengamati dengan tepat

3. Pengumpulan data. Mengumpulkan data sesuai hasil pengamtan 4. Laporan. Pembuatan laporan lengkap dan tepat waktu

AFEKTIF

1. Kerja sama. Mampu berbagi tugas dengan rekannya 2. Pengumpulan data. Mengamati dengan hati-hati dan benar 3. Kejujuran dalam pengumpulan data. Data sesuai dengan pengamatan pribadi 4. Komunikasi. Berkomunikasi dengan terampil.

Penerapan Metode Belajar Kelompok Strategi

PembeajaranKooperatif

Model ini dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemamua hubungn soial

INSTRUMEN

Pre-Test dan Post-Test

INSTRUMEN

1. Pedoman Observasi 2. Skala Sikap

Gambar 3.1 Paradigma Penelitian

TUJUAN PENELITIAN RPP Pelaksanaan Model Strategi Pembelajaran Kelompok POST-TEST KESIMPULAN HASIL dan KESIMPULAN PRE-TEST NORMALIZE GAIN

(23)

Terkait dengan penelitian yang akan dilakukan, terlebih dahulu disusun rencana pengejaran sesuai silabus yang berlaku, ringkasan materi, pre-test, pembentukan kelompok kecil, penentuan proyek yang akan dikerjakan.

Pelaksanaan SPK, meliputi pelaksanaan rencana yang telah disusun. Tindakan yang dilakukan dengan pembelajaran aktif student centered (berpusat pada siswa) dengan guru berperan sebagai mentor dalam pembelajaran. Selain itu juga melaksanakan observasi pada aspek afektif dan psikomotor siswa.

Tes atau post-test merupakan tahap terakhir terhadap apa yang telah dilakukan dalam pembelajaran. Post-test digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan penelitian. Post-test pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa karena peneliti hanya ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa. Jika semakin banyak siswa yang melewati nilai KKM, maka prestasi belajar siswa dapat dikatakan meningkat.

3.3 Penentuan Obyek Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

(24)

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel menurut Sugiyono (2006 : 118) adalah "Bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut". Suharsimi Arikunto (2002 : 109) berpendapat sebagai berikut.

Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Kemudian apabila jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih.

Berdasarkan pendapat tersebut, karena jumlah subyek penelitian pada penelitian ini relatif sedikit, yaitu dibawah 100 orang dan populasi pada penelitian ini berjumlah 35 orang, sehingga penelitian ini adalah penelitian populasi dengan alokasi waktu dari total 76 jam pelajaran yang terbagi menjadi 3 kompetensi dasar, digunakan 16 jam pelajaran pada kompetensi dasar mengidentifikasi komponen elektronika pasif, aktif dan elektronika optik pada indikator mengidentifikasi komponen elektronika pasif.

3.4 Teknik Pengumpulan Data, Instrumen Penelitian dan Uji Coba Instrumen Penelitian

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data

(25)

Pertanyaan atau pernyataan dalam instrumen pada penelitian ini, ditujukan untuk mengetahui tanggapan siswa mengenai pembelajaran dengan SPK sebagai variabel X sehingga diketahui kendala pada pelaksanaannya.

Langkah-langkah pengumpulan data sebagai berikut : 1. Menentukan langkah-langkah penelitian.

2. Mempersiapkan instrumen berdasarkan langkah penelitian dan data yang akan diambil, yaitu test dan pedoman observasi.

3. Mempersiapkan rencana pengajaran (RPP) serta Lembar Kerja Siswa (LKS) yang telah disesuaikan dengan tujuan penelitian.

4. Melaksanakan penelitian pada pembelajaran mata diklat PKDLE berdasarkan RPP yang telah dibuat.

5. Test diberikan sebelum dan sesudah pembelajaran untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa

6. Observasi dilaksanakan dalam pembelajaran dengan bantuan guru mata diklat untuk mengetahui peningkatan aktifitas belajar siswa.

7. Memeriksa dan memberi skor pada setiap butir item yang dijawab oleh siswa.

8. Menganalisa skor yang diperoleh dan menyimpulkan hasilnya.

3.4.2 Instrumen Penelitian

(26)

dipermudah olehnya". Kualitas instrumen akan menentukan kualitas data yang terkumpul.

Instrumen dalam penelitian disesuaikan dengan teknik pengumpulan data, yaitu tes dalam bentuk uraian dan pedoman observasi. Berikut langkah-langkah dalam penyusunan instrumen.

1. Merumuskan kisi-kisi dalam menentukan aspek-aspek yang akan diungkapkan.

2. Penyusunan tiap item berdasarkan ruang lingkup dan aspek yang akan diungkapkan.

3. Melakukan validasi dan reliabilitasi dengan menggunakan lembar judgement kepada guru bidang studi dan menguji tiap item pada siswa untuk mengetahui validitasnya.

Menurut Suharsimi Arikunto (2002 : 56), "Sebuah tes yang dinyatakan baik sebagai pengukur harus memenuhi persyaratan tes, yaitu memiliki validitas, reliabilitas, praktikbilitas, dan ekonomis". Berdasarkan pendapat tersebut, instrumen pada penelitian ini akan diuji tingkat validitas dan reliabilitasnya.

3.4.3 Validitas Instrumen Penelitian

(27)

Untuk instrumen yang berbentuk tes, pengujian validitas dapat dilakukan dengan menggunakan Content Validity (validitas konten/isi) yaitu membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang telah diajarkan dan Construct Validity (Validitas Konstrak/konstruksi). Sebuah tes memiliki validitas konstruksi apabila butir-butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir seperti disebutkan dalam indikator atau tujuan instruksional khusus yang dalam penelitian ini menggunakan korelasi product moment. Secara teknis, pengujian validitas isi dapat dibantu dengan menggunakan kisi-kisi instrumen. Dalam kisi-kisi itu terdapat aspek yang diteliti, indikator sebagai tolak ukur dan nomor butir (item) pertanyaan atau pernyataan yang merupakan penjabaran dari indikator, dengan kisi-kisi instrumen itu maka pengujian validitas dan reliabilitas dapat dilakukan dengan mudah dan sistematis.

Suharsimi Arikunto (2007 : 69) menyatakan “Sebuah tes dikatakan

memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki

kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium”. Teknik yang digunakan

(28)

dicantumkan pada lampiran. Derajat kebebasan dapat dicari dengan menggunakan Rumus 3.2.

∑ ∑ ∑

√{ ∑ ∑ } ∑ ∑

Rumus 3.1 (Suharsimi Arikunto, 2007 : 72) dengan = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, X = skor item Nomer-n, Y = skor total, ∑ = jumlah perkalian X dengan Y, = kuadrat dari X, = kuadrat dari Y.

Rumus 3.2 (Tedjo N. Reksoatmodjo, 2009 : 86) dengan df = derajat kebebasan, N = jumlah peserta tes, = banyak variabel yang dikorelasikan.

Tabel 3.1

Interpretasi Koefisien Korelasi Rentang Nilai R Klasifikasi

0,800 ≤ r ≤ 1,00 Sangat tinggi 0,600 ≤ r < 0,800 Tinggi 0,400 ≤ r < 0,600 Cukup 0,200 ≤ r < 0,400 Rendah 0,000 ≤ r < 0,200 Sangat rendah

(Adaptasi Suharsimi Arikunto, 2007 : 75) Suharsimi Arikunto (2002 : 208) berpendapat tentang taraf kesukaran dari suatu item dalam sebuah instrumen yaitu “Soal yang baik adalah soal yang

tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar”. Rumus yang digunakan dicantumkan

(29)

Rumus 3.3 (Sumarna, 2006 : 12) dengan p = proporsi menjawab benar / tingkat kesukaran, ∑ = banyaknya peserta tes yang menjawab benar (untuk soal uraian, jumlah skor peserta tes yang menjawab benar), = skor maksimum, N = jumlah peserta tes.

Tabel 3.2

Kategori Tingkat Kesukaran

Nilai p Kategori

p < 0,3 Sukar

0,3 ≤ p ≤ 0,7 Sedang

0,7 < p Mudah

Jika tes atau soal mengukur hal yang sama, dapat diharapkan bahwa setiap peserta tes yang mampu, dapat menjawab soal dengan benar, dan peserta tes yang tidak mampu akan menjawab salah. Indeks yang digunakan dalam membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah adalah indeks daya pembeda (item discrimination).

Sumarna (2006 : 23) menyatakan “Validitas soal sama dengan daya pembeda soal

yaitu daya dalam membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dan

peserta tes yang berkemampuan rendah”. Rumus yang digunakan untuk

menentukan daya pembeda untuk soal uraian dicantumkan pada Rumus 3.4. Klasifikasi daya pembeda data hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.3.

∑ ∑

(30)
[image:30.595.113.511.223.594.2]

dengan D = indeks daya pembeda, ∑ = jumlah peserta tes yang menjawab benar pada kelompok atas, ∑ = jumlah peserta tes yang menjawab benar pada kelompok bawah, = skor maksimum soal, = jumlah peserta tes kelompok atas, = jumlah peserta tes kelompok bawah.

Tabel 3.3

Klasifikasi Daya Pembeda Rentang Nilai D Klasifikasi

D < 0,20 Jelek

0,20 ≤ D < 0,40 Cukup 0,40 ≤ D <0,70 Baik 0,70 ≤ D ≤ 1,00 Baik Sekali 3.4.4 Hasil Uji Coba Validitas Instrumen

3.4.4.1 Uji Validitas Instrumen Tes

Validitas instrumen tes diuji dengan menggunakan korelasi product momen Pearson yang dicantumkan pada Rumus 3.1. Hasil perhitungan validitas pada setiap item dapat dilihat pada Tabel 3.4.

3.4.4.2 Uji Tingkat Kesukaran

Uji tingkat kesukaran dilakukan dengan menggunakan Rumus 3.3. hasil uji tingkat kesukaran soal dicantumkan pada Tabel 3.5.

(31)
(32)

3.4.4.3 Uji Daya Pembeda

[image:32.595.116.512.239.619.2]

Pengujian daya pembeda dilakukan dengan mengelompokkan siswa berdasarkan nilainya menjadi dua kelompok, 27% kelompok atas dan 27% kelompok bawah atau sekitar 10 orang dari masing-masing kelompok. Hasil perhitungan daya pembeda dicantumkan pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6

Hasil Perhitungan Daya Pembeda

No

Resistor Kapasitor Induktor

D (Daya

Pembeda) Kriteria

D (Daya

Pembeda) Kriteria

D (Daya

Pembeda) Kriteria

1 0.70 Baik

Sekali 0.60 Baik 0.60 Baik

2 0.60 Baik 0.75 Baik

Sekali 0.35 Cukup

3 0.68 Baik 0.30 Cukup 0.40 Baik

4 0.50 Baik 0.33 Cukup

5 0.35 Cukup 0.50 Baik

6 0.30 Cukup 0.50 Baik 0.40 Baik

(33)

3.5 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data

Analisis data merupakan tahapan paling menentukan dalam penelitian karena hasil penelitian akan disimpulkan melalui tahapan ini. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah peningkatan hasil belajar dan aktifitas siswa melalui SPK.

3.5.1 Hasil Belajar Siswa 3.5.1.1 Aspek Kognitif

Jenjang yang diukur pada aspek kognitif yang dimaksud berupa pemahaman dan penguasaan materi pelajaran yang diberikan kepada siswa, pada tingkatan pengetahuan, pemahaman, dan penerapan. Aspek ini dinilai berdasarkan hasil tes pada setiap tindakan, dengan instrumen yang digunakan adalah lembar tes kognitif. Pengolahan data aspek kognitif dilakukan tiga tahap, tahap pertama untuk menguji normalitas data sebagai syarat untuk menggunakan pengolahan data dengan statistika parametrik. Tahap kedua mencari gain ternormalisasi. Tahap ketiga dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan melakukan uji-Z.

1. Normalitas Data

Setelah mendapatkan data yang merupakan hasil dari nilai pre-test dan post-test, data tersebut diuji kenormalannya sebelum dianalisis lebih lanjut. Uji statistik yang digunakan adalah dengan (chi square) yang ditunjukkan pada Rumus 3.6.

(34)

Rumus 3.6 (Sumarna, 2002 : 124) dengan = harga chi kuadrat, = frekuensi hasil pengamatan, = frekuensi yang diharapkan, k = jumlah kelas interval.

Derajat kebebasan yang digunakan untuk uji ini adalah df = k-3. Kriteria

pengujian normalitas menurut Sumarna (2002 : 126) “Jika < ,

maka data terdistribusi normal. Pada keadaan lain, data tidak berdistribusi

normal”. Harga chi kuadrat tabel dapat dicari dengan cara = .

2. Gain Ternormalisasi (Normalize Gain)

Gain menurut bahasa adalah pengingkatan. Pada kegiatan penelitian menentukan

gain tidaklah mudah, dengan menggunakan gain absolut (selisih antara pre-test

dan post-test) belum bisa menyatakan bahwa gain yang dicapai oleh seorang siswa cukup tinggi atau rendah. Misalkan seorang siswa memiliki gain dari 3 ke 6 dan siswa lain memiliki gain dari 7 ke 10 dengan nilai maksimal 10, apabila diukur menggunakan gain absolut, kedua siswa tersebut memiliki gain yang sama yaitu 3. Gain tersebut belum bisa menyatakan bahwa kedua siswa tersebut memiliki tingkatan gain yang sama karena untuk mendapatkan gain dari nilai 7 ke 10 lebih berat dari nilai 3 ke 6.

Richard Hake mengembangkan sebuah alternatif untuk menjelaskan gain

yang disebut Normalize Gain (gain ternormalisasi). Konsep dari gain

ternormalisasi adalah untuk mengetahui normalisasi gain yang dihasilkan. Gain

ternormalisasi dihitung dengan Rumus 3.5.

(35)

Rumus 3.5 (adaptasi Hake, 1998 : 3)

[image:35.595.108.515.187.669.2]

Klasifikasi gain ternormalisasi menurut Hake (1998 : 3) dicantumkan pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7

Klasifikasi Gain Ternormalisasi

Kriteria Gain

Tinggi 70% ≤G

Sedang 30% ≤G < 70% Rendah G < 30%

(Hake, 1998 : 3) 3. Uji-Z

Hipotesis yang akan dihadapi terbagi menajdi dua, yaitu dan . atau hipotesis nol memprediksi bahwa SPK tidak dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek kognitif apabila siswa yang mencapai nilai KKM yaitu 73 kurang dari 75%, dan atau hipotesis alternatif adalah kebalikannya yaitu SPK dapat meningkatkan hasil belajar siswa, jika 75% siswa atau lebih telah memenuhi nilai KKM. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menguji kredibilitas dari dengan kriteria apabila < - maka diterima, apabila yang terjadi ≥ - maka ditolak dan diterima. Rumus yang digunakan untuk

uji-Z adalah Rumus 3.7 dan penentuan dengan Rumus 3.8.

(36)

Rumus 3.8 (Subana et. al, 2000 : 128) 3.5.1.2 Aspek Afektif

Aspek afektif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap siswa yang berhubungan dengan tahapan-tahapan SPK yang kriterianya telah ditentukan. Menurut Haryanto (2008 : 117) pada dasarnya aspek afektif meliputi lima jenjang kemampuan.

1. Menerima (Receiving)

Jenjang ini berhubungan dengan kesediaan atau kemauan siswa untuk ikut dalam fenomena atau stimuli khusus misalnya kegiatan dalam kelas.

2. Menjawab (Responding)

Kemampuan ini berhubungan dengan partisipasi siswa. Pada tingkat ini, siswa tidak hanya menghadiri suatu fenomena tertentu tetapi juga bereaksi terhadapnya dengan salah satu cara.

3. Menilai (Valuing)

Jenjang ini berkaitan dengan nilai yang dikenakan siswa terhadap suatu objek, fenomena, atau tingkah laku tertentu.

4. Organisasi (Organization)

(37)

5. Karakteristik dengan suatu nilai atau kompleks nilai (Characterization by a value or value complex)

Pada jenjang ini individu memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya

untuk suatu waktu yang cukup lama sehingga membentuk karakteristik “pola

hidup”.

Berdasarkan lima jenjang tersebut, dirumuskan pedoman observasi untuk aspek afektif yang dibagi menjadi empat bagian dan ditunjukkan pada Tabel 3.9 kemudian diolah menggunakan Rating Scale dan dilakukan uji-Z untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.

3.5.1.3 Aspek Psikomotor

(38)
(39)

Sugiyono (2006 : 141) menyatakan bahwa “Pada Rating Scale, data

mentah yang diperoleh berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian

kualitatif”. Skala model Rating Scale memberikan kemudahan kepada observer

dengan memberikan jawaban kuantitatif yang telah disediakan. Kriteria Rating Scale untuk aspek afektif dan psikomotor ditunjukkan pada Tabel 3.10. Pengolahan data selanjutnya menggunakan uji-Z menggunakan Rumus 3.7 untuk membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan.

Tabel 3.9

Kriteria Rating Scale Aspek Afektif dan Psikomotor

Nilai Kriteria

(40)

BAB V

KESIMPULAN & SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, ditarik tiga buah kesimpulan berikut.

1. Pada ranah kognitif, hasil belajar siswa SMK Negeri 4 Bandung kelas X-C tahun ajaran 2010-2011 pada mata diklat PKDLE mengalami peningkatan dengan menggunakan pembelajaran dengan SPK.

2. Pada aspek afektif dan psikomotor, terjadi peningkatan aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran.

3. Tiga kendala pada pelaksanaan SPK, yaitu: alokasi waktu yang kurang, sulitnya pengawasan terhadap siswa, dan terbatasnya peralatan pendukung pembelajaran.

5.2 Saran

Mengacu pada hasil penelitian dan kesimpulan yang telah didapat, dapat disampaikan saran-saran sebagai berikut.

(41)

2. Ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang diukur pada penelitian ini masih terbatas pada beberapa aspek (kognitif : 1 aspek, afektif dan psikomotor : 4 aspek). Sebenarnya, terdapat banyak aspek yang dapat mempengaruhi kognitif siswa, tapi pada penelitian ini hanya model pembelajaran yang diteliti. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah aspek yang diukur pada setiap ranah agar data yang diperoleh lebih maksimal.

3. Alokasi waktu yang digunakan harus diatur seefisien mungkin agar pelaksanaan pembelajaran tidak terganggu, misalnya guru memulai pembelajaran dengan lebih awal atau telah mempersiapkan peralatan sebelum pembelajaran dimulai.

4. Pada peneliti selanjutnya diharapkan mampu lebih melakukan pendekatan baik kepada guru maupun siswa sehingga benar-benar mengetahui masalah dan kendala yang dialami.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi (2007). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta : Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. (2007). Manajemen Penelitian. Jakarta : PT Rineka Cipta. Hake, Richard. R. (1998). “Interactive-engagement vs traditional methods: A

six-thousandstudent survey of mechanics test data for introductory physics courses”. American Journal of Physics : Indiana

Joyce, Bruce et al. (2009). Models of Teaching Model-Model Pengajaran (Edisi Kedelapan). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Reksoatmojo, Tedjo N. (2007). Statistika – untuk Psikologi dan Pendidikan. Bandung : PT Refika Aditama.

Sagala, Syaiful. (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung : Alfabeta.

Sanjaya, Wina. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana.

Subana, et.al. (2000). Statistik Pendidikan. Bandung : Pustaka Setia.

Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung : Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Gambar

Gambar 3.1 Paradigma Penelitian
Tabel 3.1 Interpretasi Koefisien Korelasi
Tabel 3.2  Kategori Tingkat Kesukaran
Tabel 3.3  Klasifikasi Daya Pembeda
+3

Referensi

Dokumen terkait

• Dokumen, tombol pada kolom ’Dokumen’ untuk mengunggah hasil scan (pemindaian) surat ijin usaha, dan akan tampil setelah data isian ini

[r]

[r]

[r]

1. Tingkat kualitas layanan dilihat dari 5 dimensi kualitas layanan dinyatakan sebagai kualitas yang cukup baik sehingga konsumen merasa puas dengan kinerja

[r]

[r]

Dibuat oleh : Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen tanpa ijin tertulis dari Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. Diperiksa