• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Nilai Koefisien Tanaman dari Beberapa Spesies Tanaman Hortikultura pada Tanah Inceptisol dengan Pembenahan Kompos

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Nilai Koefisien Tanaman dari Beberapa Spesies Tanaman Hortikultura pada Tanah Inceptisol dengan Pembenahan Kompos"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Inceptisol

Tanah adalah akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai atau lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan. Di antara partikel-partikel tanah terdapat ruang kosong yang disebut pori-pori (void space) yang berisi air dan/atau udara. Ikatan yang lemah antara partikel-partikel tanah disebabkan oleh pengaruh karbonat atau oksida yang tersenyawa di antara partikel-partikel tersebut atau dapat juga disebabkan oleh adanya material organik (Craig, 1987).

Tanah di dunia ini oleh USDA (1975) dikelompokkan ke dalam dua kelompok ordo, yaitu: a) kelompok ordo tanah pelikan, terdiri dari: Alfisol,

Aridisol, Entisol, Inceptisol, Molisol, Oksisol, Spodosol, Ultisol dan Vertisol, dan b) kelompok ordo tanah organik, terdiri dari Histosol. Pembagian kelompok ordo tanah ini hanya didasarkan pada perbedaan jenis bahan induk. Ordo-ordo tanah pelikan mempunyai bahan induk yang berasal dari batuan, sedangkan ordo tanah organik mempunyai bahan induk yang berasal dari sisa-sisa organik (Poerwowidodo, 1992).

Inceptisol adalah tanah yang tergolong relatif muda, dicirikan oleh adanya horison kambik, yaitu suatu horison alterasi atau perubahan pada tahap awal yang dicirikan oleh perkembangan struktur atau perubahan warna tanah, transformasi secara kimia atau pemindahan bahan, dan atau merupakan hasil kombinasi dari dua atau lebih proses tersebut (Soil Survey Staff, 2006).

(2)

dengan pH 4,5-6,5, bila mengalami perkembangan lebih lanjut pH naik menjadi kurang dari 5,0, dan kejenuhan basa dari rendah sampai sedang. Tekstur seluruh solum ini umumnya adalah liat, sedang strukturnya remah dan konsistensi adalah gembur. Secara umum, kesuburan dan sifat kimia Inceptisol relatif rendah, akan tetapi masih dapat diupayakan untuk ditingkatkan dengan penanganan dan teknologi yang tepat (Sudirja, et al., 2007).

Sebagian besar Inceptisol menunjukkan kelas besar butir berliat dengan kandungan liat cukup tinggi (35-78%), tetapi sebagian termasuk berlempung halus dengan kandungan liat lebih rendah (18-35%). Reaksi tanah masam sampai agak masam (4,6-5,5), sebagian khususnya pada Eutrudepts reaksi tanahmya lebih tinggi, agak masam sampai netral (5,6-6,8). Kandungan bahan organik sebagian rendah sampai sedang dan sebagian lagi sedang sampai tinggi. Kandungann lapisan atas selalu lebih tinggi daripada lapisan bawah, dengan rasio C/N tergolong rendah (5-10) sampai sedang (10-18) (Puslittanak, 2000).

Karena Inceptisol merupakan tanah yang baru berkembang, biasanya mempunyai tekstur yang beragam dari kasar hingga halus, dalam hal ini tergantung tingkat pelapukan bahan induknya. Masalah yang dijumpai karena nilai pH yang sangat rendah, sehingga sulit untuk dibudidayakan. Kesuburan tanahnya rendah, jeluk efektifnya beragam dari dangkal hingga dalam. Di dataran rendah pada umumnya tebal, sedangkan pada daerah-daerah lereng curam solumnya tipis. Pada tanah berlereng cocok untuk tanaman tahunan atau tanaman permanen untuk menjaga kelestarian tanah (Munir, 1996).

(3)

berturut-turut dalam musim kemarau, satu atau lebih horison pedogenik dengan sedikit akumulasi bahan selain karbonat atau silika amorf, tekstur lebih halus dari pasir berlempung dengan beberapa mineral lapuk dan kemampuan menahan kation fraksi lempung yang sedang sampai tinggi. Kisaran kadar C-organik dan Kapasitas Tukar Kation (KTK) dalam Inceptisol dapat terbentuk hampir di semua tempat, kecuali daerah kering, mulai dari kutub sampai tropika (Munir, 1996).

Pengelolaan tanah yang rasional salah satunya harus didasarkan pada sifat-sifat inherent tanah tersebut. Dengan demikian maka sifat morfologi dan kimia tanah dapat dijadikan acuan dalam pengeloaan tanahnya. Tanah Inceptisol ini dicirikan oleh teksturnya yang berlempung, reaksi tanah agak masam hingga agak alkali, kandungan dan cadangan hara relatif sedang, dan kapasitas tukar kation tanah sedang sampai tinggi. Sifat-sifat tersebut mencirikan bahwa tanah ini cukup potensial untuk pengembangan tanaman pertanian terutama tanaman pangan (Nurdin, 2012).

Potensi yang dimiliki tanah Inceptisol untuk pengembangan tanaman pertanian khususnya tanaman hortikultura, seperti; Pakcoy, Caisim, dan Selada dapat dilakukan dengan memperbaiki unsur-unsur kesuburan tanahnya yang rendah dengan menggunakan kompos.

Kompos

(4)

dikomposkan hingga terurai menjadi senyawa lain. Penguraian tersebut dibantu oleh suhu 60oC. Proses penguraian tersebut mengubah unsur hara yang terikat dalam senyawa organik sukar larut menjadi senyawa organik larut sehingga berguna bagi tanaman (Lingga dan Marsono, 2008).

Kandungan unsur hara di dalam kompos sangat bervariasi. Tergantung dari jenis bahan asal yang digunakan dan cara pembuatan kompos. Kandungan

unsur hara kompos sebagai berikut, yaitu: Nitrogen (0,1-0,6%), Phosphor (0,1-0,4%), Kalium (0,8-1,5%), dan Kalsium (0,8-1,5%). Ciri fisik kompos yang

baik adalah berwarna cokelat kehitaman, agak lembab, gembur, dan bahan pembentuknya sudah tidak tampak lagi. Kelebihan dosis pupuk organik tidak akan merusak tanaman. Penggunaan dosis tertentu pada pupuk kompos lebih berorientasi untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah daripada menyediakan unsur hara (Novizan, 2002).

(5)

dipupuk dengan pupuk kimia, misalnya hasil panen lebih tanah disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak (BPBPI, 2008).

Berdasarkan SNI 19-7030-2004, Standart kualitas kompos dapat dilihat pada Tabel 1. Keterangan : * Nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil dari maksimum

(Badan Standarisasi Nasional, 2004).

(6)

Bahan organik

Bahan organik tanah ialah keseluruhan sisa-sisa bahan yang berasal dari jasad hidup, baik berupa bahan yang masih segar maupun yang sudah melalui pembusukan. Bahan organik ini mempunyai peranan penting di dalam tanah, terutama pengaruhnya terhadap kesuburan tanah. Banyak sifat tanah baik sifat fisik, sifat kimia, populasi, dan kegiatan jasad hidup tanah secara langsung ataupun tidak langsung dipengaruhi oleh bahan organik tanah (AAK, 1991).

Bahan organik merupakan salah satu bahan penting dalam menciptakan kesuburan tanah, baik secara fisika, kimia maupun biologi tanah. Bahan organik merupakan bahan pemantap agregat tanah yang tiada taranya. Disamping itu, bahan organik adalah sumber energi dari sebagian besar organisme tanah. Peranan bahan organik ada yang bersifat langsung terhadap tanaman, tetapi sebagian besar

mempengaruhi tanaman melalui perubahan sifat dan ciri tanah (Hakim, et al., 1986).

Keuntungan dari adanya bahan organik pada tanah adalah mengurangi kerapatan massa pada tanah sehingga melarutkan mineral tanah. Kerapatan massa yang rendah biasanya berhubungan dengan naiknya porositas dikarenakan oleh adanya fraksi-fraksi organik dan anorganik pada tanah. Bahan organik dapat menahan air lebih besar dibandingkan beratnya sendiri. Bahan organik merupakan penyumbang nitrogen dan fosfat apabila tanah tidak diberikan pupuk (Yulipriyanto, 2010).

(7)

baik dengan pemberian bahan organik secara teratur, serta dengan praktek pertanian secara organik atau meminimalkan penggunaan bahan kimia dalam prosesnya (Sharma, et al., 2016).

Tingkat dan skala bahan organik tanah (SOM) tergantung pada sifat-sifat tanah (pH, bahan organik tanah pada tanah, tekstur, mineralogi), kondisi agroekologi (curah hujan dan suhu), dan manajemen intervensi seperti penggunaan pupuk kandang dan pupuk mineral, serta pengolahan tanah dan irigasi. Agregasi tanah merupakan indikator yang baik dari kualitas tanah karena menengahi masukan mikroba, C dan N berada di tanah. Penggabungan biochar

dalam tanah dapat meningkatkan stabilitas agregat tanah dengan meningkatkan status kation yang dapat dipertukarkan tanah, seperti kalsium, sehingga

menghambat dispersi liat dan gangguan terkait agregat tanah (Fungo, et al., 2016).

Peningkatan bahan organik tanah dari tanah yang terdegradasi akan

meningkatkan hasil tanaman dan budidaya karena tiga mekanisme yaitu, (1) peningkatan kapasitas air tersedia, (2) peningkatan suplai unsur hara, (3) peningkatan struktur tanah dan sifat fisik lainnya. Ada hubungan erat antara

peningakatan bahan organik dan kapasitas air tersedia dan kemampuan tanah untuk bertahan pada kekeringan tanah yaitu dengan meningkatan kandungan air tanah dengan meningkatkan karbon organik (Supriyadi, 2008).

(8)

serta menentukan perbandingan tata udara dan tata air yang baik. Penambahan bahan organik pada tanah kasar (berpasir), akan meningkatkan pori yang berukuran menengah dan menurunkan pori makro. Dengan demikian akan meningkatkan kemampuan menahan air (Stevenson, 1982).

Humus bertindak sama dengan tanah liat akan mempertahankan hara dalam bentuk tersedia terhadap pencucian dan mempertahankan hara dalam bentuk tersedia untuk tumbuhan dan jasad renik (Foth dan Adisumarto, 1999).

Penetapan bahan organik di laboratorium dapat dilakukan dengan metode Pembakaran, metode Walkley & Black, dan metode Colorimetri (Walkley &Black Modifikasi). Prinsip Metode Walkley & Black adalah C-organik dihancurkan oleh oksidasi Kalium bikromat yang berlebih akibat penambahan asam sulfat. Kelebihan kromat yang tidak direduksi oleh C-organik tanah kemudian ditetapkan dengan jalan titrasi dengan larutan ferro. Rumus yang digunakan adalah :

C organik (%) = 5 x (1-T

S) x 0,003 x 1 0,77 x

100 BCT

dimana: T = vol.titrasi Fe (NH4)2(SO4) 0,5 N dengan tanah

S = vol.titrasi Fe (NH4)2(SO4) 0,5 N blanko (tanpa) tanah

0,003 = 1 mL K2Cr2O7 1 N + H2SO4 mampu mengoksidasi 0,003 g

C-organik

1

7

= metode ini hanya 77% C-organik yang dapat dioksidasi

BCT = Berat Contoh Tanah

Bahan organik dapat dihitung dengan persamaan:

(9)

C-organik tanah menunjukkan kadar bahan organik yang terkandung di dalam tanah. Tanah-tanah gambut biasanya mempunyai tingkat kadar C-organik yang lebih tinggi dibandingkan tanah mineral. Kadar C-organik mengindifikasi tingkat kematangan gambut. Gambut dari jenis fibrik tingkat kadar C-organiknya akan lebih tinggi dibandingkan dengan saprik dan hemis (Soewandita, 2008). Tekstur Tanah

Tekstur tanah adalah perbandingan relatif butir-butir fraksi utama di dalam tanah. Penamaan tekstur tanah berdasarkan kelas tekstur secara mudah didasarkan pada perbandingan massa dari ketiga fraksi yakni fraksi pasir, debu, dan liat. Tanah dengan perbandingan pasir, debu, dan liat yang berbeda ditetapkan ke dalam kelas yang berbeda berdasarkan segitiga tekstur USDA. Pengetahuan tentang tekstur tanah sangat penting, sebagai panduan nilai kemampuan lahan dan pengelolaan tanah. Umumnya tanah-tanah pertanian yang paling baik mengandung persen liat 10-20%, bahan organik 5-10%, dan perbandingan yang sama antara pasir dan debu (Lubis, 2015).

(10)

energi yang tinggi, sehingga sulit dilepaskan terutama bila kering sehingga kurang tersedia untuk tanaman. Tanah liat juga disebut tanah berat karena sulit diolah. Tanah berlempung, merupakan tanah dengan proporsi pasir, debu, dan liat sedemikian rupa sehingga sifatnya berada di antara tanah berpasir dan berliat (Islami dan Utomo, 1995).

Jenis tanah lempung berpasir yang berfraksi kasar dengan kadar liat hanya

sekitar 30%. Jenis tanah ini awalnya akan sulit menahan air. Namun lama-kelamaan dengan pengolahan tanah yang baik dan terus-menerus, ditambah

adanya sedimen atau endapan tanah yang terbawa air sungai maka akan timbul daya tahan terhadap air (Susanto, 2008).

Partikel-partikel tanah memiliki ukuran yang berbeda-beda sekali. biasanya digolongkan kedalam ukuran pasir (sand), debu (silt), dan liat (clay).

Pasir berukuran 2 - 0,05 mm, debu 0,05-0,002 mm, dan liat lebih kecil dari 0,002 mm. Istilah tekstur tanah menunjukkan persentase relatif fraksi pasir, debu, dan liat. Ia biasa dinyatakan sebagai persentase masing-masing fraksi tersebut. Tanah bertekstur sedang merupakan yang terbaik dalam mengadakan keseimbangan faktor-faktor tumbuh di dalam tanah. Beberapa tanah yang bertekstur halus memegang terlalu banyak air, sehingga udara tanahnya tidak kebagian ruang pori dan akibatnya tanaman mengalami defisiensi air (Indranada, 1986).

(11)

adsorbtifnya. Semakin halus teksturnya akan semakin besar kapasitas menyimpan airnya (Haridjaja, et al., 2013).

Tanah yang didominasi pasir akan banyak mempunyai pori-pori makro (besar/disebut lebih poreus), tanah yang didominasi oleh debu akan banyak mempunyai pori-pori meso (sedang/agak poreus), sedangkan yang didominasi liat akan banyak mempunyai pori-pori mikro (kecil/tidak poreus) (Hanafiah, 2005).

Kriteria penialaian sifat-sifat tanah dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria penilaian sifat-sifat tanah

Sifat Tanah Satuan Sangat

Rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat Tinggi C (Karbon) % < 1,00 1,00-2,00 2,01-3,00 3,01-5,00 > 5,00 N (Nitrogen) % < 0,10 0,10-0,20 0,21-0,50 0,51-0,75 > 0,75

C/N - < 5 5-10 11-15 16-25 > 25

P-avl Bray Ppm < 8,0 8,0-15 16-25 26-35 > 35

P-avl Truog Ppm < 20 20-39 40-60 61-80 > 80

P-avl Olsen Ppm < 10 10-25 26-45 46-60 > 60

K2O eks-HCl % < 0,03 0,03-0,06 0,07-0,11 0,12-0,20 >0,20 CaO eks-HCl % < 0,05 0,05-0,09 0,10-0,20 0,21-0,30 > 0,30

MgO

eks-HCl % < 0,05 0,05-0,09 0,10-0,20 0,21-0,30 > 0,30 MnO

eks-HCl % < 0,05 0,05-0,09 0,10-0,20 0,21-0,30 > 0,30 K-tukar me/100 < 0,10 0,10-0,20 0,30-0,50 0,60-1,00 > 1,00 Na-tukar me/100 < 0,10 0,10-0,30 0,40-0,70 0,80-0,10 > 1,00 Ca-tukar me/100 < 2,0 2,0-5,0 6,0-10,0 11,0-20,0 > 20 Mg-tukar me/100 < 0,40 0,40-1,00 1,10-2,0 2,10-8,00 > 8,00

(12)

Klasifikasi ukuran, jumlah dan luas permukaan fraksi-fraksi tanah menurut sistem USDA dan Sistem Internasional tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Klasifikasi ukuran, jumlah dan luas permukaan fraksi-fraksi tanah menurut Sistem USDA dan Sistem Internasional

Separat tanah

Diameter (mm)

Jumlah partikel (g-1)

Luas permukaan (cm2 g-1) USDA Internasional

Pasirsangat

kasar 2,00-1,00 - 90 11

Pasir kasar 1,00-0,50 - 720 23

Pasir sedang 0,50-0,25 - 5.700 45

Pasir - 2,00-0,20 4.088 29

Pasir halus 0,25-0,10 - 46.000 91

Pasir sangat

halus 0,10-0,05 - 722.000 227

Debu 0,05-0,002 - 5.776.000 454

Debu - 0,02-0,002 2.334.796 271

Liat <0,002 <0,002 90.250.853.000 8.000.000 (Foth, 1951)

Secara skematis klasifikasi tanah tersebut dapat dilihat melalui klasifikasi Segitiga USDA, seperti terlihat pada Gambar 1.

(13)

dalam menyimpan dan meloloskan air di samping faktor-faktor lain seperti kandungan bahan organik tanah.

Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density)

Bulk density merupakan petunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah makin tinggi bulk density, yang berarti makin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Tanah yang lebih padat memilki bulk density yang lebih besar dari tanah yang sama tetapi kurang padat. Pada umumnya tanah lapisan atas pada tanah mineral mempunyai bulk density yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah dibawahnya. Nilai bulk density tanah mineral berkisar 1-1,7 gr/cm3, sedangkan tanah organik umumnya memiliki bulk density antara 0,1-0,9 gram/cm3(Hardjowigeno, 2003).

Kerapatan massa tanah menunjukkan perbandingan berat partikel tanah terhadap volume tanah total (udara, air, dan padatan) yang dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

ρ

b = Ms

Vt...(2) dimana:

ρ

b = kerapatan massa tanah (gr/cm3 )

Ms = massa partikel tanah (gr) Vt = volume total tanah (cm3 ) (Hillel, 1981).

(14)

nutrisi, tetapi juga secara tidak langsung mencerminkan kualitas tanah dan produktivitas. Bulk density adalah parameter kunci untuk menghitung penyimpanan karbon organik tanah, tetapi juga salah satu sumber penting dalam memperkirakan penyimpanan karbon organik pada skala besar (Xu, et al., 2016).

Bulk density yaitu bobot padatan (pada kering konstan) dibagi total volume (padatan dan pori), bulk density mungkin lebih kecil dari 1 g/cm3 pada tanah dengan kandungan bahan organik tinggi, bulk density sangat bervariasi antar

horizon tergantung pada tipe dan derajat agregasi, tekstur dan bahan organik tanah. Bulk density sangat sensitif terhadap pengolahan tanah (Kurnia, et al., 2006)

Evaluasi bulk density yang dibutuhkan untuk mendapatkan perkiraan yang tepat dari bahan organik tanah. Faktor seperti kedalaman, kandungan bahan organik atau pemadatan memiliki pengaruh pada nilai-nilai bulk density. Secara keseluruhan, perbedaan dalam jumlah besar nilai bulk density antara tanah disebabkan adanya perbedaan nilai particle density. Variasi dalam nilai bulk density dikaitkan dengan faktor-faktor struktural lainnya seperti bahan organik. Data tekstur tanah digunakan untuk memperkirakan nilai bulk density (Martin, et al., 2016).

Harahap (2016) melakukan kajian pengukuran kerapatan massa tanah

(15)

Nilai bulk density mungkin lebih kecil dari 1 g/cm3 pada tanah dengan kandungan bahan organik tinggi. Bulk density sangat sensitif terhadap pengolahan tanah (Kurnia, etal.,2006)

Guna menentukan bulk density adalah untuk:

(1) Deteksi adanya lapisan padas dan tingkat perkembangannya. Makin berkembang makin tinggi bulk density.

(2) Menentukan adanya kandungan abu volkan dan batu apung yang cukup tinggi. Tanah dengan kandungan abu volkan/batu apung yang tinggi mempunyai bulk density kurang dari 0,85 g/cc.

(3) Menunjukkan tingkat pelapukan batuan. Bulk density turun dari 2,65 menjadi kurang dari 2, dengan meningkatnya pelapukan karena terbentuknya pori-pori tanah.

(4) Evaluasi terhadap kemungkinan akar menembus tanah. Pada tanah-tanah dengan bulk density tinggi akar tanaman tidak dapat menembus lapisan tanah tersebut.

(5) Evaluasi perubahan volume tanah karena proses pembentukan tanah, akibat penambahan dan pencucian dari horison-horison tertentu

(Hardjowigeno, 1993).

Kerapatan Partikel Tanah (Paticle Density)

Kerapatan partikel tanah menunjukkan perbandingan antara massa partikel tanah terhadap volume partikel tanah dengan persamaan:

ρ

s

=

Ms

Vs………(3)

(16)

Ms= massa partikel tanah (gr)

Vs= volume partikel tanah (cm3)

(Hillel, 1981).

Kerapatan partikel merupakan fungsi perbandingan antara komponen bahan mineral dan bahan organik. Kerapatan partikel untuk tanah-tanah mineral berkisar antara 2,6 g/cm3 sampai 2,7 g/cm3, dengan nilai rata-rata 2,65 g/cm3, sedang kerapatan partikel tanah organik berkisar 1,30 g/cm3 sampai 1,50 g/cm3 (Pandutama, etal., 2003).

Sebuah data dengan 79 sampel tanah dari 16 lokasi di Denmark menunjukkan bahwa nilai particle density tanah liat adalah sekitar 2,86 Mg/m3, sedangkan partikel pasir dan lumpur bisa diperkirakan 2,65 Mg/m3. Regresi linier berganda menunjukkan bahwa kombinasi dari tanah liat dan bahan organik tanah bisa menjelaskan hampir 92% dari variasi particle density yang diukur. Nilai

particle denisty sebenarnya bervariasi di seluruh jenis tanah dan wilayah geografis. Particle density menurun dengan meningkatnya kandungan bahan organik tanah. Nilai particle density menurun untuk tanah dengan meningkatkan kandungan pasir (Schjonning, et al., 2016).

Harahap (2016) melakukan kajian pengukuran kerapatan partikel tanah

(particle density) pada tanah Inceptisol, menunjukkan bahwa particle density pada K1/kontrol (3.08 g/cm3), nilai ini lebih besar apabila dibandingkan dengan campuran kompos.

(17)

organik dalam tanah jelas mempengaruhi kerapatan partikel. Akibatnya tanah permukaan biasanya kerapatan partikelnya lebih kecil dari sub soil

(Hardjowigeno, 1992).

Faktor-faktor yang mempengaruhi particle density yaitu kadar air, tekstur tanah, struktur tanah, bahan organik, dan topografi. Kandungan bahan organik di dalam tanah sangat mempengaruhi kerapatan butir tanah. Semakin banyak kandungan bahan organik yang terkandung dalam tanah, maka makin kecil nilai

particle densitynya. Selain itu, dalam volume yang sama, bahan organik memiliki berat yang lebih kecil daripada benda padat tanah mineral yang lain. Sehingga

jumlah bahan organik dalam tanah mempengaruhi kerapatan butir. Dengan adanya bahan organik, menyebabkan nilai particle densitynya semakin kecil

(Hanafiah, 2005). Porositas Tanah

Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang porous berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk keluar tanah secara leluasa, sebaliknya jika tanah tidak porous maka air dan udara tidak leluasa pergerakannya sehingga air dan udara akan tertahan di dalam tanah (Hanafiah, 2005).

Porositas merupakan indikator penting untuk kesuburan tergantung pada ukuran partikel, struktur, bahan organik. Porositas total dapat dilakukan dengan persamaan :

Pt =

1-

ρb

(18)

dimana : Pt = total porositas (%)

ρb = Kerapatan massa tanah (g/cm3) ρs = Kerapatan partikel tanah (g/cm3) (Yevtushenko, etal., 2016).

Adapun kelas porositas tanah dapat dilihat dari Tabel 4. Tabel 4. Kelas porositas tanah

Porositas (%) Kelas

100 Sangat porous

60-80 Porous

50-60 Baik

40-50 Kurang baik

30-40 Buruk

< 30 Sangat buruk

(Arsyad, 1989).

Karakteristik pori tanah penting sebagai indikator kualitas tanah. Volume total, distribusi ukuran, dan bentuk ruang pori tanah terbentuk dari banyak proses tanah dan fungsi tanah, seperti penyimpanan air dan transmisi, difusivitas gas, aktivitas mikroba dan ketahanan mekanik tanah untuk perkembangan perakaran. Distribusi ukuran pori tanah sangat membantu untuk memahami beberapa proses yang terjadi di tanah, seperti stabilitas struktural, air dan gerakan zat terlarut, dan penyerapan karbon organik. Karakteristik pori tanah sangat berguna untuk mengevaluasi struktur tanah dan kualitas tanah (Gao Lu, et al., 2014).

Ukuran pori memiliki pengaruh besar pada pergerakan udara dan air di dalam tanah. Kombinasi ukuran pori dan kandungan air dapat mendefinisikan pergerakan nutrisi dan aktivitas mikroorganisme di dalam tanah. Tidak adanya

(19)

ketersediaan oksigen pada tanah lebih besar. Tanah mengalami penambahan bahan organik segar dari akar tanaman hidup, akar, tunas residu, dan biota tanah. Pada kondisi kelembaban optimal, umumnya dekat dengan kapasitas lapangan dimana aerasi dan potensi air tidak membatasi aktivitas mikroba, dekomposisi bahan baru yang ditambahkan dan pergerakan produk dekomposisi di dalam tanah yang berdekatan bisa sangat cepat (Kravchenko and Guber, 2016).

Kadar Air Kapasitas Lapang

Air kapasitas lapang merupakan kapasitas di mana air oleh gaya gravitasi dengan daya ikat air oleh tanah sama besarnya atau potensial matriks tanah sama dengan potensial gravitasi. Kapasitas lapang dapat diukur dengan menghitung kadar kelembaban tanah sesudah suatu pemberian air yang cukup besar untuk menjamin pembasahan yang merata pada tanah yanag akan diperiksa. Dengan mengamati pengurangan kelembaban tanah dengan menentukan kelembaban pada waktu yang berbeda-beda sesudah pemberian air sangat berguna dalam memahami dan menginterpretasikan secara tepat karakteristik kapasitas lapang tanah. Konsep kapasitas lapang sangat berguna dalam mendapatkan sejumlah air yang tersedia dalam tanah untuk digunakan oleh tanaman. Sebagai contoh, kapasitas lapang diukur 2 hari setelah terjadinya hujan. Besarnya evapotranspirasi dapat ditentukan berdasarkan berkurangnya kadar air tanah dari kapasitas lapang dalam jangka waktu tertentu (Hansen, et al., 1992).

(20)

tekanan dalam alat yang disebut Pressure plate. Tekanan dapat dinyatakan dalam cm tinggi kolom air yaitu sebesar 346 cm kolom air atau pF 2,54 (Setianingsih, 2013).

Menurut Abdurachman, et al (2006) metode gravimetrik adalah metode yang paling sederhana secara konseptual dalam menentukan kadar air tanah. Pada prinsipnya mencakup pengukuran kehilangan air dengan menimbang contoh tanah sebelum dan sesudah dikeringkan pada suhu 105–110oC dalam oven. Hasilnya dinyatakan dalam presentase air dalam tanah, yang dapat diekspresikan dalam presentase terhadap berat kering, berat basah, atau terhadap volume. Masing-masing dari presentase berat ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

Kandungan air tanah (%) = berat basah-berat kering

berat kering x 100% ...(5) Kadar air kapasitas lapang di laboratorium dapat ditentukan dengan uji Pf. Pada dasarnya kadar air kapasitas lapang diuji dengan pF=2,54.

Kemampuan memegang air setiap jenis tanah ditentukan oleh agregasi tanah, yang sangat tergantung kepada tekstur dan kandungan bahan organik dalam tanah. Untuk tanah-tanah bertekstur kasar (pasir) mempunyai kemampuan memegang air yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang bertekstur halus (liat). Demikian juga, untuk tanah-tanah dengan kandungan bahan organik yang rendah, kemampuan memegang airnya lebih rendah dibandingkan dengan

tanah yang mempunyai kandungan bahan organik tinggi (Abdurachman, etal., 2006).

(21)

air. Semakin tinggi ketersediaan air bagi tanaman dan efisiensi pemberian airnya semakin baik kualitas sifat fisika tanahnya.

Ketersediaan Air Bagi Tanaman

Di dalam tanah, air berada di dalam ruang pori di antara padatan tanah. Jika tanah dalam keadaan jenuh air, semua ruang pori tanah terisi oleh air. Dalam keadaan ini jumlah air yang disimpan di dalam tanah merupakan jumlah air maksimum disebut kapasitas penyimpanan air maksimum. Di dalam tanah air dapat bertahan tetap berada di dalam ruang pori karena adanya berbagai gaya yang bekerja pada air tersebut (Islami dan Utomo, 1995).

Air merupakan salah satu komponen penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Air yang diserap tanaman adalah air yang berada pada pori-pori tanah. Setiap jenis tanah memiliki distribusi dan ukuran pori yang berbeda-beda, yang akan mempengaruhi ketersediaan air di dalam tanah (Haridjaja, etal., 2013).

Hillel (1980) menyatakan bahwa ketersediaan air bagi tanaman dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu (1) air cukup tersedia bagi tanaman dari kondisi kapasitas lapang hingga titik layu permanen, (2) air tersedia dari kondisi kapasitas lapang hingga titik kritis, dan (3) ketersediaan air berkurang dari kondisi mulai mulai kapasitas lapang hingga titik layu permanen. Ketidaktepatan penyediaan air dapat menyebabkan cekaman bagi pertumbuhan tanaman.

(22)

panen tanaman budidaya. Jumlah hasil panen ini dipengaruhi oleh genotipe yang kekurangan air, dan tingkat perkembangan (Gardner, etal.,1991).

Untuk mencapai ketersediaan air maksimal di dalam tanah dan proses metabolisme tanaman, tanah dengan tekstur kasar dan porous membutuhkan air lebih banyak dibandingkan dengan tanah bertekstur halus. Pada tanah dengan tekstur kasar, air lebih banyak bergerak atau hilang ke lapisan tanah lebih dalam sebagai air perkolasi, atau hilang melalui evaporasi. Sebaliknya, pada tanah dengan tekstur halus namun struktur tanahnya gumpal atau padat, mungkin tanaman tidak atau kurang mampu menyerap air dengan baik karena penyerapan air oleh tanaman terhambat. Selain itu, pada tanah tersebut, infiltrasi air ke dalam tanah umumnya sangat lambat, sehingga air hujan yang jatuh di atas permukaan tanah banyak mengalir sebagai aliran permukaan. Kondisi tersebut pada akhirnya dapat mengakibatkan pemakaian air oleh tanaman tidak efisien (Kurnia, 2006).

Dari beberapa penelitian mengatakan bahwa daya jerap itu dipengaruhi oleh kedalaman dan jenis vegetasi serta tekstur tanah. Tekstur tanah yang mengandung liat dan debu yang banyak memiliki daya jerap yang baik. Daya jerap tanah pada hutan heterogen selalu lebih baik dari hutan homogen, hal ini disebabkan di hutan alam memiliki vegetasi yang beraneka ragam dan tentunya memiliki daya jerap yang berbeda (Yunus, 2004).

(23)

tanaman, air adhesi juga air yang terikat kuat antara tanah dan air sehingga tidak dapat digunakan oleh air dan tanaman (Ichsan, et al., 2010).

Air yang berada dalam pori pemegang air disebut air tersedia bagi tanaman, berada antara titik layu (pF 4,2) dan kapasitas lapang (pF 2,54). Air tersedia adalah selisih kandungan air pada kapasitas lapang dan titik layu permanen, dengan persamaan:

AWmaks = Air kapasitas lapang - titik layu permanen……….(6) dimana AWmaks adalah air tersedia, nilainya tergantung terkstur tanah (Abdurachman, 2006).

Air tersedia merupakan air yang dapat dimanfaatkan tanaman untuk memenuhi kehidupan pertumbuhannya yang disebut juga untuk memenuhi kebutuhan laju evapotranspirasinya. Tanaman akan tumbuh baik apabila kebutuhan laju evapotranspirasinya dapat terpenuhi.

Evapotrasnpirasi

Evapotranspirasi adalah penguapan dari seluruh air, tanah, salju, es, tumbu-tumbuhan, permukaan-permukaan lain ditambah transpirasi. Evapotranspirasi potensial yang dikenalkan oleh Thornthwaite didefinisikan sebagai kehilangan air yang akan terjadi, bila tidak pernah terdapat kekurangan air dalam tanah untuk digunakan oleh tanaman. Evapotranspirasi potensial tidak bergantung pada sifat ataupun keadaan permukaannya, kecuali berkenaan dengan kelengasan yang tersedia ataupun harus ditetapkan dalam besaran permukaan yang khusus (Linsley, etal., 1989).

(24)

menerus dari permukaan air, permukaan tanah, padang rumput, persawahan, hutan dan lain-lain, sedangkan transpirasi adalah peristiwa perpindahan air dari tanah ke atmosfer melalui akar, batang, dan daun. Evapotranspirasi tanaman dapat ditentukan secara tidak langsung dan secara langsung. Salah satu cara penentuan

evapotranspirasi tanaman secara tidak langsung adalah metode

Blaney and Criddle yang telah diubah seperti berikut:

U =

K.P(45,7t+813)

100

k = kt × kc

kt = 0,0311t + 0,240

dimana:

U = Evapotranspirasi tanaman bulanan (mm/bulan) kt = Koefisien suhu

Kc = Koefisien tanaman

P = Persentase jam siang Lintang Utara (%) (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

Cara penentuan evapotranspirasi secara langsung yang paling banyak digunakan untuk mengetahui besarnya evaporasi dari permukaan air bebas adalah dengan menggunakan panci evaporasi. Beberapa percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa evaporasi yang terjadi dari panci evaporasi lebih cepat dibanding dari permukaan air yang luas. Untuk itu hasil pengukuran dari panci evaporasi harus dikalikan dengan suatu koefisien seperti terlihat pada rumus dibawah ini :

E = k x Ep ... (7) dimana :

(25)

Ep = evaporasi dari panci (mm/hari)

Koefisien panci bervariasi menurut musim dan lokasi, yaitu berkisar antara 0,6 sampai 0,8. Biasanya digunakan koefisien panci tahunan sebesar 0,7 (Triatmodjo, 2009).

Nilai evapotranspirasi dapat diperoleh dengan pengukuran di lapangan atau dengan rumus-rumus empirik. Untuk keperluan perhitugan kebutuhan air irigasi dibutuhkan nilai evapotranspirasi potensial (Et0) yaitu evapotranspirasi

terjadi apabila tersedia cukup air. Kebutuhan air untuk tanaman adalah nilai Et0

dikalikan dengan suatu koefisien tanaman.

ET = Kc x Eto………...(8) Atau

Kc = ��

Et0………..(9)

dimana :

ET = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)

Eto = Evaporasi tetapan / tanaman acuan(mm/hari)

kc = Koefisien tanaman (Limantara, 2010).

Menurut Soemarto (1995) jumlah kadar air yang hilang dari tanah oleh evapotranspirasi tergantung pada:

a. Persediaaan air yang cukup

b. Faktor-faktor iklim suhu, kelembapan dan lain-lain c. Tipe dan cara kultivasi tumbuh-tumbuhan tersebut.

(26)

a. Penutupan stomata, sebagian besar transpirasi terjadi melalui stomata karena kutikula secara relatif tidak tembus air, dan hanya sedikit transpirasi yang terjadi apabila stomata tertutup. Jika stomata terbuka lebar, lebih banyak pula kehilangan air tetapi peningkatan kehilangan air ini lebih sedikit untuk masing-masing satuan penambahan lebar stomata. Faktor utama yang mempengaruhi pembukaan dan penutupan stomata dalam kondisi lapangan ialah tingkat cahaya dan kelembaban.

b. Jumlah dan ukuran stomata, dipengaruhi oleh genotipe dan lingkungan mempunyai pengaruh yang lebih sedikit terhadap transpirasi total daripada pembukaan dan penutupan stomata.

c. Jumlah daun, makin luas daerah permukaan daun maka makin besar pula evapotrasnpirasi.

d. Penggulungan atau pelipatan daun, banyak tanaman mempunyai mekanisme dalam daun yang menguntungkan pengurangan transpirasi apabila persediaan air terbatas.

(27)

indeks luas daun akan turun diikuti dengan penurunan kebutuhan air (Islami dan Utomo, 1995).

Nilai evapotranspirasi di lapangan dapat ditentukan berdasarkan berkurangnya kadar air tanah dari kapasitas lapang dalam jangka waktu tertentu. Melalui pengukuran kadar air tanah secara gravimetri diperoleh kadar air tanah basis kering, kemudian dirubah menjadi kadar air volumetrik. Untuk menghitung besarnya kehilangan air karena evapotranspirasi digunakan persamaan :

 = W x ρb

ρw ... (10)

dan

ET = θxhT

T ... (11) Dimana :

ET = Evapotranspirasi (cm/hari)  = kadar air volumetrik (%) W = kadar air basis kering (%)

ρ

b = kerapatan massa tanah (g/cm3)

ρ

w

= berat jenis air (g/cm3)

hT = kedalaman tanah (cm)

T = waktu (hari) (James, 1988).

(28)

menyatakan bahwa alat penguapan air di Jepang dengan diameter 20 cm dan dalamnya 10 cm besarnya air yang menguap 2 kali dari jumlah penguapan air pada permukaan air yang luas. Dengan perkataan lain bahwa besarnya penguapan air pada permukaan air yang luas 0,50 kali hasil yang dicapai dengan alat tersebut. Koefisien Tanaman

Untuk mengetahui jumlah air yang perlu disediakan untuk mengairi lahan pertanian, diperlukan informasi atau data kebutuhan air tanaman. Kebutuhan air tanaman bergantung pada jenis dan umur tanaman, waktu atau periode pertanaman, sifat-sifat fisik tanah, teknik pemberian air, jarak sumber air ke lahan pertanian, dan luas areal pertanian yang akan diairi. Kebutuhan air tanaman dapat diketahui melalui hasil-hasil penelitian, seperti menggunakan lisimeter, tensiometer atau ditetapkan berdasarkan pendugaan antara lain dengan metode Thornthwaite (1948), Penman (1956), serata Blaney dan Criddle (1962). Parameter-parameter penduga kebutuhan air yang digunakan antara lain iklim, tanah, dan faktor tanaman (Kc). Pada umumnya, faktor tanaman terutama tanaman semusim lahan kering seperti tanaman hortikultura masih sangat terbatas, sehingga kebutuhan air secara tepat belum banyak diketahui (Kurnia, 2004).

Koefisien konsumtif tanaman (Kc) didefinisikan sebagai perbandingan antara besarnya evapotranspirasi potensial dengan evaporasi acuan tanaman pada kondisi pertumbuhan tanaman yang tidak terganggu. Dalam hubungannya dengan pertumbuhan dan perhitungan evapotranspirasi acuan tanaman (ET0), maka

(29)

Kebutuhan air setiap jenis tanaman berbeda, baik total maupun untuk setiap fase pertumbuhannya, demikian halnya dengan tanaman hortikultura, seperti tanaman Pakcoy, Caisim, dan Selada. Nilai koefisien tanaman (Kc) pada awal pertumbuhan paling rendah dan mencapai maksimal pada saat pembungaan atau pembuahan, kemudian berkurang menjelang fase pemasakan. Pada fase pertumbuhan tanaman maksimal dibutuhkan air dalam jumlah yang cukup banyak. Oleh karena itu, fase-fase pertumbuhan tanaman, lamanya setiap fase pertumbuhan, dan fase kritis pertumbuhan perlu diketahui agar perencanaan pemberian air, baik jumlah maupun waktunya lebih tepat (Kurnia, 2004).

Faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi dan evapotranspirasi adalah suhu air, suhu udara (atmosfer), kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari dan lain-lain yang saling berhubungan satu sama lain. Pada waktu pengukuran evaporasi, maka kondisi/keadaaan ketika itu harus diperhatikan, mengingat faktor ini sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Kondisi-kondisi itu tidak merata di seluruh daerah (Sosrodarsono dan Takeda, 2003). Tanaman Hortikultura

Secara etimologis, kata hortikultura berasal dari bahasa Latin, yakni dari kata hortus yang berarti kebun dan cultura yang berarti budidaya. Tentu saja pengertian hortikultura yang dianut sekarang tidak hanya mencakup masalah budidaya tanaman di kebun halaman rumah (pekarangan), tetapi jauh lebih luas, yakni mencakup budidaya tanaman sayuran, buah-buahan, dan tanaman hias di luar halaman rumah (Lakitan, 1995).

(30)

bertanah miskin hara (kecuali yang tanahnya terbentuk dari endapan abu volkan) dan memerlukan penterasan untuk pengendalian erosi. Penterasan yang sampai menyingkapkan lapisan bawahan tanah dapat membuat tanah bertambah miskin hara (kecuali apabila lapisan atasan tanah yang lebih kaya hara berketebalan cukup sehingga pembuatan teras tidak sampai menyingkapkan lapisan bawah tanah). Tanah yang baik untuk pengembangan hortikultura ialah tanah aluvial asal jangan terlalu berpasir atau berbatu dan bebas banjir. Pemilihan tapak penanaman yang baik sebetulnya lebih ditentukan oleh iklim berkenaan dengan suhu, curah hujan (Terra, 1948).

Tanah yang kurang subur, seperti tanah Inceptisol juga dapat digunakan untuk mengembangkan tanaman hortikultura, seperti tanaman Pakcoy, Caisim, dan Selada dengan memperbaiki kesuburan tanahnya (kesuburan fisika, kimia, dan biologi tanah) melalui pembenahan kompos.

Tanaman hortikultura, terutama sayuran dan tanaman hias butuh pemeliharaan yang lebih intensif karena umumnya tanaman ini sangat sensitif terhadap kondisi lingkungan yang tak optimal. Pengaruh kekeringan, penggenangan, atau suhu tinggi akan cepat terlihat pada tanaman sayuran. Kondisi lingkungan yang tak optimal ini akan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan, perkembangan, atau bahkan kemampuan tanaman hortikultura untuk bertahan hidup (Lakitan, 1995).

Tanaman Pakcoy (Brassica rapa L.)

Adapun sistematika tanaman Pakcoy adalah termasuk ke dalam : Kingdom : Plantae

(31)

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Rhoeadales

Famili : Cruciferae (Brassicaceae)

Genus : Brassica

Spesie : Brassica rapa L. (Haryanto dan Suhartini, 2002).

Pertumbuhan Pakcoy yang baik membutuhkan suhu udara yang berkisar antara 19oC-21oC. Keadaan suhu suatu daerah atau wilayah berkaitan erat dengan ketinggian tempat dari permukaan laut. Daerah yang memiliki suhu berkisar antara 19oC-21oC adalah daerah yang ketinggiannya 1000-1200 mdpl, semakin tinggi letak suatu daerah dari permukaan laut, suhu udaranya semakin rendah, sementara itu pertumbuhan tanaman dipengaruhi suhu udara. Misalnya proses perkecambahan, pertunasan, pertumbuhan, dan lain-lain (Cahyono, 2003).

Pakcoy pada umumnya banyak ditanam di dataran rendah. Tanaman ini selain tahan terhadap suhu panas (tinggi) juga mudah berbunga dan menghasilkan biji secara alami pada kondisi iklim tropis Indonesia. Tanaman Pakcoy dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas maupun berhawa dingin, sehingga

dapat diusahakan dari dataran rendah maupun dataran tinggi (Haryanto dan Suhartini, 2002).

Tanaman Caisim (Brassica juncea L.)

(32)

perakaran, struktur batang, bunga, buah (polong) maupun bijinya (Rukmana, 2002).

Adapun sistematika tanaman Caisim adalah termasuk ke dalam : Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Rhoeadales

Family : Cruciferae

Genus : Brassica

Spesies : Brassica juncea L. (Haryanto, et al., 1995).

Tanaman ini tumbuh dengan mudah di dataran rendah sampai dataran tinggi. Tempat tumbuh yang dibutuhkan yaitu tanahnya gembur, banyak mengandung bahan organik, drainase baik dan derajat keasaman tanahnya (pH) antara 6-7. Tanaman tahan naungan dan tahan kekeringan. Waktu tanam yang tepat yaitu pada akhir musim hujan atau awal musim kemarau. Selama pertumbuhannya tanaman ini harus cukup air. Tanaman dapat berbunga dan berbuah, hingga benihnya mudah diperoleh (Sutarya dan Grubben, 1995).

(33)

Tanaman Sawi dapat tumbuh baik pada tanah yang terbuka dan tidak tergenang dengan air, karena tanaman ini mempunyai perakaran dangkal sehingga akar mudah basah. Dengan demikian untuk pertanaman Sawi perlu dibuat bendengan-bendengan (Sunaryono, etal., 1984).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Sinulingga (2004), bahwasannya diperoleh besarnya kebutuhan air tanaman Caisim secara teoritis adalah sebesar 2,705 mm/hari pada awal periode pertumbuhan dan 4,375 mm/hari pada tengah periode pertumbuhan serta 5,805 mm/hari pada akhir periode pertumbuhan.

Tanaman Selada (Lactuca sativa L.)

Adapun sistematika tanaman Selada adalah termasuk ke dalam : Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Asterales

Famili : Asteraceae

Genus : Lactuca

Spesies : Lactuca sativa L. (Haryanto, etal., 1995).

(34)

baik pada akhir musim hujan dan apabila pada musim kemarau perlu pengairan (Sutarya dan Grubben, 1995).

Suhu sedang adalah hal yang ideal untuk produksi Selada berkualitas tinggi, suhu optimumnya untuk siang hari adalah 20oC dan malam hari adalah 10oC. Suhu yang lebih tinggi dari 30oC biasanya menghambat pertumbuhan. Umumnya intensitas cahaya tinggi dan hari panjang meningkatkan laju pertumbuhan, dan mempercepat perkembangan luas daun sehingga daun menjadi

lebih lebar, yang berakibat pembentukan kepala menjadi lebih cepat (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998)

Tanaman Selada dapat ditanam pada berbagai macam tanah. Namun, pertumbuhan yang baik akan diperoleh bila ditanam pada tanah liat berpasir yang cukup mengandung bahan organik, gembur, remah, dan tidak mudah tergenang air. Selada tumbuh baik dengan pH tanah 6,0-6,8 atau idealnya 6,5. Bila pH terlalu rendah perlu dilakukan pengapuran (Pracaya, 2006).

Umur panen Selada berbeda-beda menurut kultivar dan musim, umumnya berkisar 30-85 hari setelah pindah tanam. Bobot tanaman sangat beragam, mulai dari 100 g sampai 400 g. Panen yang terlalu dini memberikan hasil panen yang

rendah dan panen yang terlambat dapat menurunkan kualitas (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Berat Kering Tanaman

(35)

Gambar

Tabel 1. Standart kualitas kompos
Tabel 2. Kriteria penilaian sifat-sifat tanah
Tabel 3. Klasifikasi ukuran, jumlah dan luas permukaan fraksi-fraksi tanah menurut Sistem USDA dan Sistem Internasional

Referensi

Dokumen terkait

Biasanya kesalahan ini dimulai dari orang tua mereka yang tidak peduli akan kehidupan kejiwaan mereka,orang tua sekarang lebih cenderung memanjakan anak,semua kebutuhan materi di

Dalam rangka melengkapi data yang diperlukan untuk penelitian sebagai bahan penyusunan skripsi dengan judul “ Analisis Preferensi Siswa SMA Negeri di Pematangsiantar

Third, based on the difference test result (t test) the average of learning result of experiment class student with control class, there is a significant difference on the average

[r]

Skils assessment indicator include directing students to show achievement of learning outcomes, project task according student progress, time frame of work, rubric

[r]

Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategi Pembangunan Kesejahteraan Sosial &amp; Pekerjaan. Sosial.Bandung

Dengan ini saya mengajukan permohonan kepada Bapak/Ibu Pimpinan agar kiranya berkenan menerima saya untuk bekerja di Perusahaan yang Bapak/Ibu Pimpin sebagai